Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

ABSES PERIANAL

Disusun oleh:
Hidya Ihza Aulia
196100802057

Pembimbing:
dr. Darmo Sumitro, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK BEDAH


RSUD dr. DORIS SYLVANUS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2021
LEMBAR PENGESAHAN

ABSES PERIANAL

Hidya Ihza Aulia


196100802057

REFERAT
Diajukan sebagai salah satu syarat mengikuti Ujian Akhir di SMF Bedah

Referat ini disahkan oleh :

Nama Tanggal Tanda Tangan

dr. Darmo Sumitro, Sp.B 16 Februari 2021

ii
PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama : Hidya Ihza Aulia
NIM : 196100802057
Jurusan : Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Palangka Raya

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa referat yang berjudul “Abses Perianal” ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan peniruan terhadap hasil
karya dari orang lain. Kutipan pendapat dan tulisan orang lain ditunjuk sesuai
dengan cara-cara penulisan yang berlaku. Apabila dikemudian hari terbukti atau
dapat dibuktikan bahwa referat ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk
peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan maka saya bersedia menerima
sanksi atas perbuatan tersebut.

Palangka Raya, Februari 2021

Hidya Ihza Aulia


196100802057

KATA PENGANTAR

iii
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
referat yang berjudul “Abses Perianal”. Referat ini disusun untuk memenuhi
salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik di bagian Bedah di RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya. Penulis sadar bahwa dalam proses penyelesaian
penulisan referat ini banyak mengalami kendala namun semua ini tidak terlepas
dari bantuan, bimbingan, kerjasama, dan dukungan dari berbagai pihak sehingga
kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi.
Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
Darmo Sumitro, Sp.B sebagai pembimbing saya yang telah banyak memberikan
arahan, motivasi, saran, meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta
perhatiannya selama penyusunan, kedua orang tua saya yang selalu mendukung,
memberikan motivasi dan juga teman-teman yang selalu memberikan semangat
kepada saya dalam penyusunan referat ini hingga dapat terselesaikan.
Demikian yang dapat penulis sampaikan. Kiranya referat ini dapat berguna
dan membantu dokter-dokter muda selanjutnya maupun mahasiswa-mahasiswi
jurusan kesehatan lain yang sedang dalam menempuh pendidikan, referat ini
berguna sebagai referensi dan sumber bacaan untuk menambah ilmu pengetahuan.

Palangka Raya, Februari 2021

Penulis

DAFTAR ISI

iv
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING.......................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN................................................iii
KATA PENGANTAR..................................................................................iv
DAFTAR ISI................................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR.................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 2
2.1 Anatomi........................................................................................... 2
2.2 Definisi............................................................................................ 6
2.3 Epidemiologi................................................................................... 6
2.4 Etiologi............................................................................................ 7
2.5 Patofisiologi.................................................................................... 8
2.6 Diagnosis......................................................................................... 10
2.7 Tatalaksana..................................................................................... 11
2.8 Komplikasi...................................................................................... 15
2.9 Prognosis......................................................................................... 15
BAB III KESIMPULAN.............................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 17

DAFTAR GAMBAR

v
Gambar 2.1 Tampak anterior dari usus besar................................................... 2
Gambar 2.2 Rektum dan kanalis analis di ujung distal saluran pencernaan..... 3
Gambar 2.3 Batasan kanal anal........................................................................ 4
Gambar 2.4 Suplai arteri ke rektum dan kanal anal.......................................... 5
Gambar 2.5 Anatomi ruang perianorektal........................................................ 8
Gambar 2.6 Pathway infeksi anorektal di rongga perianal............................... 9
Gambar 2.7 Penampilan klinis khas dari abses perianal superfisial................. 10
Gambar 2.8 Pengepakan luka setelah insisi dan drainase abses perianal......... 11
Gambar 2.9 Model dasi dari ikatan seton......................................................... 13
Gambar 2.10 Luka terbuka setelah insisi dan drainase abses perianal............. 13
Gambar 2.10 Teknik drainase abses perianal................................................... 14

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Abses adalah penumpukan nanah (pus) dalam rongga di bagian tubuh
setelah terinfeksi bakteri1. Abses anorektal adalah kumpulan nanah yang
terbentuk di rektum dan anus2. Abses anorektal ditentukan oleh ruang anatomi
tempat mereka berkembang dan lebih sering terjadi di ruang perianal dan
iskiorektal karena terjadi infeksi pada kelenjar kriptoglobular serta jarang di
lokasi intersphincteric, supralevator, dan submukosa3. Abses perianal
merupakan kumpulan nanah di sekitar anus akibat infeksi dan peradangan dari
kelenjar sekitar anus yang mengakibatkan pembengkakan atau nyeri dan
terkadang disertai demam. Abses diklasifikasikan sebagai dangkal atau dalam
berhubungan dengan sfingter anal4.
Abses anorektal lebih sering terjadi pada pria daripada wanita, terjadi pada
semua usia dengan insiden puncak pada usia 20 hingga 40 tahun. Faktor risiko
meliputi keadaan yang menyebabkan imunosupresi atau penyembuhan luka yang
buruk seperti merokok, HIV, obat imunosupresif, dan diabetes. Penyakit Crohn
juga merupakan faktor risiko abses perirektal5.
Pasien dengan abses perianal biasanya datang dengan nyeri di sekitar anus,
yang mungkin berhubungan atau tidak dengan buang air besar, tetapi biasanya
konstan. Discharge purulen dan darah per rektum dapat dilaporkan jika abses
keluar secara spontan. Pemeriksaan fisik biasanya dapat menyingkirkan
penyebab lain dari nyeri dubur, seperti wasir yang akan menghasilkan area
fluktuasi atau area eritema dan indurasi pada kulit di sekitar area perianal.
Selulitis harus diperhatikan dan ditandai jika meluas ke luar area fluktuasi. Hal
yang perlu dicatat untuk tujuan tindak lanjut meliputi apakah pasien menderita
diabetes serta melakukan fingerstick rutin5.
Abses perianal dapat menyebabkan ketidaknyamanan yang signifikan bagi
pasien karena terletak di tepi anal, jika tidak ditangani dapat meluas ke ruang

1
ischioanal atau ruang intersphincteric dan menyebabkan infeksi sistemik jika
tidak diobati5.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
Usus besar memiliki diameter 6,5 cm atau 2,5 inci lebih besar dari pada
usus halus, meskipun panjangnya 1,5 m jauh lebih pendek. Usus besar terdiri dari
empat segmen, yaitu sekum, kolon, rektum, dan kanalis analis. Bagian pertama
dari usus besar adalah sekum berbentuk kantong yang menonjol di bagian inferior
orifisium ileum. Apendiks yang ramping dan mirip cacing memanjang dari
sekum, meskipun tidak memiliki fungsi pencernaan, apendiks berkontribusi pada
pertahanan kekebalan tubuh6.

Gambar 2.1 Tampak Anterior dari Usus Besar6

Kolon membentuk sebagian besar usus besar dan dibagi menjadi empat
segmen. Kolon asendens meluas ke superior dari sekum sepanjang sisi kanan
rongga abdominopelvis. Saat mendekati hati, ia berubah menjadi kolon

2
3

transversum. Di dekat limpa, kolon transversum berubah secara inferior menjadi


kolon desendens di sepanjang sisi kiri rongga abdominopelvis. Di dekat panggul,
kolon desendens menjadi kolon sigmoid yang ditandai dengan kelengkungan
berbentuk S yang mengarah ke rektum6.
Kolon memiliki penampilan yang mengerut jika dilihat dari luar. Hal ini
terjadi karena otot longitudinal tidak memiliki lapisan yang seragam tetapi
direduksi menjadi tiga pita longitudinal, yaitu taeniae coli yang membentang di
sepanjang kolon. Kontraksi taeniae coli menggabungkan kolon menjadi
serangkaian kantong yang disebut haustra. Seperti usus halus, usus besar
didukung oleh mesenterium. Mukosa usus besar juga berbeda dengan mukosa
usus halus, yaitu tidak memiliki vili dan epitel kolumnar sederhana mengandung
banyak sel goblet penghasil mukus6.

Gambar 2.2 Rektum dan Kanalis Analis terletak di Ujung Distal Saluran
Pencernaan7

Panjang rektum kira-kira 12 sampai 15 cm, terdapat tiga lipatan


submukosa yang berbeda, katup Houston yang meluas ke lumen rektal. Kanal anal
anatomis memanjang dari garis dentate atau pectinate ke tepi anus. Garis dentate
atau pectinate menandai titik transisi antara mukosa kolumnar rektal dan anoderm
skuamosa. Zona transisi anal meliputi mukosa proksimal ke garis dentate yang
memiliki karakteristik histologis epitel kolumnar, kuboid, dan skuamosa.
Meskipun zona transisi anus dianggap panjangnya hanya 1 sampai 2 cm
4

proksimal ke garis dentate, diketahui bahwa luas proksimal dari zona ini sangat
bervariasi dan dapat sejauh 15 cm proksimal dari garis dentate. Garis dentate
dikelilingi oleh lipatan mukosa longitudinal yang dikenal sebagai kolom
Morgagni, dimana kriptus anal kosong. Kriptus ini adalah sumber abses
kriptoglandular. Berbeda dengan kanal anus anatomis, kanal anus bedah dimulai
di anorektal junction dan berakhir di anal verge. Panjang kanal anus bedah 2
sampai 4 cm dan umumnya lebih panjang pada pria dibandingkan pada wanita.
Kanal ini dimulai di persimpangan anorektal dan berakhir di anus verge7.
Di rektum distal, otot polos bagian dalam menebal dan terdiri dari sfingter
ani internal yang dikelilingi oleh sfingter eksternal subkutan, superfisial, dan
dalam. Sfingter ani eksterna dalam merupakan perpanjangan dari otot
puborektalis. Otot puborectalis, iliococcygeus, dan pubococcygeus membentuk
otot levator ani dasar panggul7.

Gambar 2.3 Batasan Kanal Anal7

Arteri rektal superior muncul dari cabang terminal dari arteri mesenterika
inferior dan memasok rektum bagian atas. Arteri rektal medial muncul dari iliaka
interna, keberadaan dan ukuran arteri ini sangat bervariasi. Arteri rektal inferior
muncul dari arteri pudenda interna yang merupakan cabang dari arteri iliaka
interna. Jaringan agunan yang kaya menghubungkan arteriol terminal masing-
5

masing arteri ini, sehingga membuat rektum relatif resisten terhadap iskemia.
Drainase vena dari rektum sejajar dengan suplai arteri. Vena rektal superior
mengalir ke sistem portal melalui vena mesenterika inferior. Vena rektal medial
mengalir ke vena iliaka interna. Vena rektal inferior mengalir ke vena pudenda
interna, dan selanjutnya ke vena iliaka interna. Pleksus submukosa jauh ke kolom
Morgagni membentuk pleksus hemoroid dan mengalir ke semua tiga vena
tersebut7.

Gambar 2.4 Suplai Arteri ke Rektum dan Kanal Anal7

Drainase limfatik dari rektum sejajar dengan suplai vaskular. Saluran


limfatik di rektum bagian atas dan tengah mengalir secara superior ke kelenjar
getah bening mesenterika inferior. Saluran limfatik di rektum bagian bawah
mengalir ke superior ke kelenjar getah bening mesenterika inferior dan lateral ke
kelenjar getah bening iliaka interna. Kanalis analis memiliki pola drainase limfatik
yang lebih kompleks. Proksimal dari garis dentate, pengaliran limfatik ke kelenjar
getah bening mesenterika inferior dan kelenjar getah bening iliaka interna. Distal
ke garis dentate, pengaliran limfatik terutama mengalir ke kelenjar getah bening
inguinalis, tetapi juga dapat mengalir ke kelenjar getah bening mesenterika
inferior dan kelenjar getah bening iliaka interna7.
6

Residu chyme yang masuk ke usus besar mengandung air, mineral, bakteri,
dan zat lain yang tidak dicerna atau diserap saat berada di usus halus. Tidak ada
enzim pencernaan yang disekresikan oleh usus besar. Sebaliknya, bakteri usus
menguraikan molekul makanan yang tidak tercerna. Tindakan ini menghasilkan
vitamin B dan vitamin K tertentu, selain gas (kentut). Mukosa usus besar
mengeluarkan lendir dalam jumlah besar yang melumasi lapisan usus dan
mengurangi abrasi saat bahan bergerak6.
Fungsi utama usus besar adalah penyerapan air, beberapa mineral, dan
vitamin karena isinya perlahan-lahan bergerak melalui usus besar. Banyak dari
penyerapan ini terjadi sebelum chyme mencapai kolon desendens, di mana ia
membeku untuk membentuk tinja. Tinja mengandung sejumlah besar bakteri,
lendir, dan air serta molekul makanan yang tidak tercerna6.

2.2 Definisi
Abses perianal didefinisikan sebagai kumpulan nanah lokal di jaringan
perianal. Abses anorektal diklasifikasikan berdasarkan lokasinya yang
berhubungan dengan sfingter ani. Abses pada daerah perianal adalah jenis abses
yang sering terjadi dan merupakan infeksi superfisial yang berada diantara
sfingter ani interna dan eksterna dan mendekati anus. Abses yang menembus
sfingter ani eksterna disebut abses ishiorectal. Abses intersfingter yaitu infeksi
pada ruang diantara sfingter interna dan eksterna. Ketika abses memanjang
melalui dinding rektum di atas otot levator disebut abses supralevator. Abses post
anal dalam yang memanjang ke salah satu atau kedua fossa ishiorectal dinamakan
abses tapal kuda (horseshoe abscess)8.

2.3 Epidemiologi
Insiden abses perianal sekitar 68.000 hingga 96.000 kasus di Amerika Serikat
per tahun dengan prevalensi pria 3: 1 selama dekade ketiga dan keempat
kehidupan. Kondisi ini terlihat lebih banyak pada musim panas dan musim semi.
Meskipun sering menjadi perhatian pasien, data tidak mendukung bahwa ada
peningkatan risiko dari kebersihan, hubungan seks anal-reseptif, diabetes,
7

obesitas, ras, atau kebiasaan buang air besar berubah. Gangguan tersebut
tampaknya lebih sering terjadi pada pria daripada wanita 9. Etiologi yang sering
terjadi adalah infeksi kelenjar yang timbul dari kriptus anal. Hal ini dapat
menjelaskan mengapa proporsi abses perianal dikaitkan dengan fistulain-ano baik
sejak awal atau sebagai manifestasi selanjutnya pada 26-37% kasus10.

2.4 Etiologi
Kebanyakan abses perirektal berasal dari kelenjar anal yang terinfeksi.
Kelenjar ini berada di dasar kriptus anal dan terletak di tingkat garis dentate.
Kebanyakan orang memiliki antara enam dan delapan kelenjar seperti itu, yang
meluas ke sfingter internal dan termasuk alur intersphincteric. Obstruksi kelenjar
ini menyebabkan stasis, pertumbuhan bakteri yang berlebihan, dan akhirnya abses
yang terletak di alur intersphincteric. Abses ini memiliki beberapa jalur keluar,
yang paling umum adalah ekstensi ke bawah ke anoderm (abses perianal) atau
melintasi sfingter eksternal ke dalam fosa ischiorectal (abses fossa ischiorectal)11.
Rute penyebaran yang kurang umum adalah di atas alur intersphincteric ke
ruang supralevator atau di bidang submukosa. Ketika abses dikeringkan, baik
secara pembedahan atau spontan, persistensi fokus septik dan epitelisasi saluran
pengeringan dapat terjadi dan menyebabkan fistula-in-ano kronis. Sekitar 10%
abses perirektal dianggap bukan karena kelenjar anal yang terinfeksi tetapi akibat
dari penyebab yang lebih spesifik seperti penyakit Crohn, trauma, Human
Immunodeficiency Virus, penyakit menular seksual, terapi radiasi, atau benda
asing11.
Faktor risiko dari abses anal meliputi kolitis, Inflammatory Bowel Disease:
Crohn’s disease atau kolitis ulseratif, diabetes, divertikulitis, pelvic inflammatory
disease, menjadi pasangan reseptif dalam seks anal, penggunaan obat-obatan
seperti prednison12.
8

2.5 Patofisiologi
Penyakit supuratif anorektal pada umumnya terjadi akibat infeksi pada
kelenjar anal (infeksi kriptoglandular) yang ditemukan pada bidang
intersphincteric. Duktus-duktus ini melintasi sfingter internal dan bermuara ke
dalam kriptus anal setinggi garis dentate. Infeksi pada kelenjar anus menyebabkan
pembentukan abses yang membesar dan menyebar di sepanjang salah satu dari
beberapa bidang di ruang perianal dan perirektal7.

Gambar 2.5 Anatomi Ruang Perianorektal; (A) Tampak Anterior, (B) Tampak
Lateral7

Ruang perianal mengelilingi anus dan secara lateral menjadi kontinu dengan
lemak di bokong . Ruang intersphincteric memisahkan sfingter anal internal dan
eksternal. Ruang ini terhubung dengan ruang perianal distal dan meluas ke sefalad
9

dalam dinging rektal. Ruang ischiorectal (fossa ischiorectal) terletak lateral dan
posterior dari anus dan batas medial oleh sfingter eksternal, lateral oleh iskium, di
superior oleh levator ani, dan di inferior oleh septum transversal. Ruang
ischiorectal berisi pembuluh rektal inferior dan limfatik. Kedua ruang ischiorectal
terhubung di posterior atas ligamentum anococcygeal tetapi di bawah otot levator
ani, membentuk ruang postanal yang dalam. Ruang supralevator terletak di atas
levator ani di kedua sisi rektum dan terhubung secara posterior7.
Saat abses membesar akan menyebar ke salah satu arah. Abses perianal
adalah manifestasi yang paling umum dan muncul sebagai bengkak disertai nyeri
di ambang anus. Penyebaran melalui sfingter eksterna di bawah puborektalis
menghasilkan abses ischiorectal. Abses ini bisa menjadi sangat besar dan
mungkin tidak terlihat di daerah perianal. Pemeriksaan colok dubur akan
menunjukkan pembengkakan yang nyeri secara lateral pada fossa ischiorectal.
Abses intersphincteric terjadi di ruang intersphincteric dan sangat sulit untuk
didiagnosis, seringkali membutuhkan pemeriksaan dengan anestesi. Abses pelvis
dan supralevator jarang terjadi dan dapat terjadi akibat perluasan abses
intersphincteric atau ischiorectal ke atas atau ekstensi abses intraperitoneal ke
bawah7.

Gambar 2.6 (A) dan (B) Pathway Infeksi Anorektal di Rongga Perianal7
10

2.6 Diagnosis
Tanda klinis utama dari peradangan yang dijelaskan oleh Celsus yaitu, rubor
(kemerahan), kalor (hangat), dolor (nyeri), dan tumor (bengkak), bersama dengan
tanda tambahan dari Virchow yaitu, functio laesa (kesulitan duduk dan nyeri saat
defekasi), biasanya ada. Pasien terkadang datang dengan abses yang pecah
sebagian, sisa sepsis dan pemeriksaan yang persisten dapat menunjukkan indurasi.
Temuan pemeriksaan fisik tergantung pada lokasi abses dan penyakit terkait13.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang rinci berkaitan dengan setiap pasien
dan diperlukan untuk membuat diagnosis. Pasien akan mengeluhkan nyeri anus
yang mungkin tumpul, tajam, pegal, atau berdenyut. Gejala ini mungkin disertai
demam, menggigil, sembelit, atau diare. Pasien dengan abses perianal datang
dengan nyeri di sekitar anus yang mungkin berhubungan atau tidak dengan buang
air besar, tetapi biasanya konstan. Keputihan dapat dilaporkan jika abses keluar
secara spontan, dan darah per rektum juga dapat dilaporkan pada abses yang
mengalir secara spontan5.

Gambar 2.7 Penampilan Klinis Khas dari Abses Perianal Superfisial8

Pemeriksaan fisik dapat menyingkirkan penyebab lain dari nyeri dubur,


seperti wasir dan akan menghasilkan area fluktuasi atau area eritema dan indurasi
pada kulit di sekitar area perianal. Selulitis harus diperhatikan dan ditandai jika
11

meluas ke luar area fluktuasi. Tujuan tindak lanjut perlu dicatat apakah pasien
menderita diabetes dan pemeriksaan gula darah harus dicatat5.
Kebanyakan abses di daerah anorektal adalah abses perianal, yang terlihat
pada 40% sampai 45% pasien. Pasien datang dengan nyeri terus-menerus pada
perianal dan pembengkakan lokal. Pemeriksaan menunjukkan eritematosa,
pembengkakan lunak yang berdekatan dengan anus dengan jumlah indurasi,
selulitis, dan fluktuasi yang bervariasi. Pemeriksaan rektal biasanya tidak
menunjukkan fluktuasi atau nyeri tekan di atas garis dentate. Beberapa pasien
mungkin tidak mengalami pembengkakan yang berfluktuasi, hanya mengalami
eritema13.

2.7 Tatalaksana
Abses anorektal harus diobati dengan drainase segera setelah diagnosis
ditegakkan. Jika diagnosis masih dipertanyakan, pemeriksaan dan drainase dengan
anestesi sering kali merupakan cara yang paling cepat untuk memastikan
diagnosis dan menangani masalah. Pengobatan yang tertunda atau tidak memadai
kadang-kadang dapat menyebabkan supurasi yang luas dan mengancam jiwa
dengan nekrosis jaringan masif dan septikemia. Antibiotik hanya diindikasikan
jika terdapat selulitis yang luas di atasnya atau jika pasien imunokompremis,
menderita diabetes mellitus, atau memiliki penyakit katup jantung. Antibiotik saja
tidak efektif untuk mengobati infeksi perianal atau perirektal13.
12

Gambar 2.8 Pengepakan Luka Setelah Insisi dan Drainase Abses Perianal8
Abses besar yang memungkinkan drainase kateter tidak efektif, beberapa
kontra sayatan dihubungkan dengan drain penrose yang dijahit. Prosedur ini
meminimalkan ketidaknyamanan dan masalah dengan manajemen luka dari
sayatan yang terbuka panjang dan mencegah deformitas dari sayatan. Jika abses
adalah kejadian pertama dari sepsis perianal, tidak perlu dilakukan pencarian
fistula. Jika itu adalah abses berulang, maka pemeriksaan lembut dapat dilakukan
untuk menentukan apakah ada fistula. Trek yang salah tidak boleh dibuat. Jika
fistula subkutan teridentifikasi, insisi dan drainase abses digabungkan dengan
fistulotomi primer. Jika terdapat track intersphincteric atau transsphincteric yang
mengarah ke bukaan internal, maka harus dikeringkan dengan vessel loop seton13.
Seton apat digunakan sebagai intervensi awal sementara dalam pengelolaan
fistula. Seton adalah jahitan nilon atau sutra yang tidak dapat diserap yang
dipandu melalui saluran fistula dan diikat secara eksterior dengan cara menekan
dan mempertahankan penempatan jahitan di saluran tersebut. Sebuah vessel loop
juga dapat digunakan untuk penempatan seton. Jahitan seton harus dibiarkan
dalam waktu lama (berminggu-minggu sampai berbulan-bulan)14.Vessel loop
seton dapat dilakukan dengan cara memeriksa ulang anus dan rektum, bukaan luar
dari saluran fistula diperiksa dengan lembut menggunakan probe ujung tumpul
standar sampai ke bukaan internal, kadang-kadang injeksi hidrogen peroksida
digunakan untuk visualisasi yang lebih baik dari bukaan internal. Pembukaan
fistula eksterna biasanya melebar dan jaringan granulasi kronis dihilangkan. Jika
saluran fistula ditemukan di bagian dalam dan lokasi transphenteric dengan
keterlibatan sebagian besar sfingter, maka mukosa anus dan kulit dari bukaan
internal ke bagian lateral saluran diinsisi untuk memungkinkan seton menempel
pada sfingter, jahitan kemudian dipasang ke probe dan ditarik. Ujung lainnya
diikat ke vessel loop dan kemudian ditarik. Lingkaran vessel loop yang
mengelilingi kompleks sfingter diikat dengan gaya dasi dan dikencangkan dengan
ujungnya yang panjang agar terpasang longgar di atas sfingter. Pembalut kain
kasa Vaseline digunakan untuk menutupi luka15.
13

Gambar 2.9 Model Dasi dari Ikatan Seton15.

Pasien datang kembali ke poliklinik setelah 10 hari untuk mengevaluasi luka


dan memperkuat instruksi pasca operasi. Pasien diperiksa setiap dua minggu
sekali, vascular loop diperketat dengan menarik ujung yang panjang. Pada setiap
kunjungan tanyakan tentang sekresi, nyeri, dan inkontinensia. Ajarkan pasien cara
menarik ujung seton. Kemajuan sempurna dan penurunan spontan dari seton yang
menegang dianggap sebagai tanda penyembuhan fistula. Follow up pasien dengan
interval 3 bulan untuk evaluasi ulang15.

Gambar 2.10 Luka Terbuka Setelah Insisi dan Drainase Abses Perianal8
14

Setelah insisi dan drainase, tujuan pengobatan adalah agar kavitas


sembuh. Pilihan penanganan kavitas adalah menutup luka atau
membiarkan kavitas terbuka, dengan atau tanpa digitasi (pasien
menggosok pangkal luka). Pantau luka apabila ada gejala yang memburuk
seperti, selulitis yang menetap atau menyebar, malaise atau pireksia, dan
penanda inflamasi16.

Gambar 2.11 (A) sampai (C) Teknik Drainase Abses Perianal7

Pasien dengan abses perianal pertama tanpa adanya penyakit yang


mendasari dapat dipulangkan setelah drainase dengan saran untuk datang
ke klinik jika abses gagal untuk sembuh, yang mana mengacu pada
discharge yang sedang berlangsung menunjukkan adanya fistula. Insisi
rutin dan drainase abses anorektal tanpa komplikasi tidak memerlukan
antibiotik pasca operasi. Namun, antibiotik mungkin bermanfaat pada
pasien dengan gejala sistemik, selulitis ekstensif, atau imunosupresi16.
15

2.8 Komplikasi
Komplikasi pada abses perianal dapat meliputi sepsis, abses berulang,
pembentukan fistula (baik akibat proses penyakit itu sendiri atau intervensi
bedah), dan inkontinensia tinja (baik akibat proses penyakit itu sendiri atau
intervensi bedah). Abses perianal merupakan komplikasi potensial pada penyakit
Crohn. Imunosupresi kronis, buang air besar, dan penyembuhan luka yang buruk
pada populasi ini membuat pengobatan sepsis perianal menjadi tantangan. Sebuah
studi retrospektif dari 7218 pasien dengan abses perianal atau fistula menemukan
tingkat komplikasi adalah 24% pada pasien dengan penyakit Crohn yang
mendasari dibandingkan dengan 4,8% untuk kasus idiopatik, dan pasien dengan
penyakit Crohn memiliki waktu operasi yang lebih lama dan tinggal di rumah
sakit5,8.
Evaluasi dan obati pasien yang datang dengan abses Crohn segera untuk
meminimalkan risiko komplikasi terkait sepsis, yang dapat diperburuk pada
pasien yang menerima perawatan imunosupresif. Abses Crohn lebih sering
dikaitkan dengan fistula. Terapi antibiotik digunakan dalam kasus sepsis sistemik
dan telah digunakan dalam kombinasi dengan imunomodulator normal pasien.
Pasien dengan penyakit Crohn yang mendasari paling baik ditangani di bawah
perawatan bersama ahli bedah kolorektal dan gastroenterologi. Seperti kasus
idiopatik, pasien dengan abses perianal harus menjalani pemeriksaan dengan
anestesi, dan bila memungkinkan harus dilakukan oleh ahli bedah yang
berpengalaman dalam bidang proktologi, karena abses sering dikaitkan dengan
fistula8.

2.9 Prognosis
Drainase yang tepat dan cepat dapat menjadikan mortalitas dari abses
perirektal sangat rendah. Namun, pada pasien immunokompromis, Crohn’s
disease, atau abses yang terlambat terdeteksi dan telah berkembang menjadi
kondisi yang berpotensi mematikan seperti mortalitas dan morbiditas gangren
Fournier dapat menjadi signifikan. Selain itu, morbiditas pada pasien yang sehat
16

dapat menjadi signifikan sekitar sepertiga dari pasien mengembangkan fistula


sekunder baik karena proses penyakit itu sendiri atau drainase bedah5.
BAB III

KESIMPULAN

Abses perianal merupakan kumpulan nanah di sekitar anus akibat


infeksi dan peradangan dari kelenjar sekitar anus yang mengakibatkan
pembengkakan atau nyeri dan terkadang disertai demam. Etiologi yang
paling umum adalah infeksi kelenjar yang timbul dari kriptus anal.
Obstruksi kelenjar ini menyebabkan stasis, pertumbuhan bakteri yang
berlebihan, dan akhirnya abses yang terletak di alur intersphincteric.
Faktor risiko dari abses anal meliputi kolitis, Inflammatory Bowel Disease:
Crohn’s disease atau kolitis ulseratif, diabetes, divertikulitis, pelvic
inflammatory disease, menjadi pasangan reseptif dalam seks anal,
penggunaan obat-obatan seperti prednison. . Pasien akan mengeluhkan
nyeri anus yang mungkin tumpul, tajam, pegal, atau berdenyut. Gejala ini
mungkin disertai demam, menggigil, sembelit, atau diare. Pasien dengan
abses perianal datang dengan nyeri di sekitar anus yang mungkin
berhubungan atau tidak dengan buang air besar, tetapi biasanya konstan.
Abses anorektal harus diobati dengan drainase segera setelah diagnosis
ditegakkan. Drainase yang tepat dan cepat dapat menjadikan mortalitas
dari abses perirektal sangat rendah.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Hidayati AN dr. Dermatologi dan Venereologi. Edisi 1. Surabaya:


Airlangga University Press; 2019.
2. Kiran RP, Fazio VW. Anorectal Abscess. Current Theraphy in Colon
Rectal Surgery. 2005;23–6.
3. Vogel JD, Johnson EK, Morris AM, Paquette IM, Saclarides TJ, Feingold
DL, et al. Clinical Practice Guideline for the Management of Anorectal
Abscess, Fistula-in-Ano, and Rectovaginal Fistula. Disease of the Colon
and Rectum. 2016.
4. Raharjo HA. Perancangan Sistem Pakar Berbasis Android dengan Metode
Forward Chaining untuk Diagnosis Penyakit Bedah Saluran Cerna pada
Manusia. Universitas Internasional Batam; 2020.
5. David F. Sigmon; Bishoy Emmanuel; Faiz Tuma. Perianal Abscess. In:
StatPearls. Amerika Serikat: StatPearls Publishing LLC.; 2020.
6. LaPres J, Kersten B, Tang Y. Gunstream’s Anatomy & Physiology With
Integrated Study Guide. 2016.
7. F. Charles Brunicardi, Dana K. Andersen, Timothy R.Billiar dkk.
Schwartz’s Principles of Surgery. Edisi 10. Mc Graw Hill Education. Mc
Graw Hill Education; 2015.
8. Sahnan K, Adegbola SO, Tozer PJ, Watfah J, Phillips RK. Perianal
Abscess. BMJ. 2017.
9. Singh SVTJ. Perirectal Abscess. NCBI. 2020.
10. Malik AI, Nelson RL, Tou S. Incision and Drainage of Perianal Abscess
with or without Treatment of Anal Fistula. Cochrane Database of
Systematic Reviews. 2010.
11. Whiteford MH. Perianal Abscess/Fistula Disease. Clinics Colon and Rectal
Surgery. 2007.
12. Jennifer Robinson. Anal Abscess. WebMD. 2019.
13. Kiran RP. Current Therapy in Colon and Rectal Surgery. Edisi 3.
Philadelphia: Elsevier Inc; 2017.
14. Andre Hebra. What is a Seton and How is it used in the Treatment of
Anorectal Abscess?. Medscape. 2020.
15. Issa N, Weil R, Powsner E, Khoury W. A Necktie Fashion Vascular Loop
Seton Tie may Simplify the Treatment of Perianal Fistula. Journal of
Coloproctology. 2017.
16. Sahnan K, Adegbola SO, Tozer PJ, Watfah J, Phillips RKS. Perianal
Abscess. 2017;475:1–6.

17

Anda mungkin juga menyukai