INTUSUSEPSI
Pembimbing:
dr. Ahmad Affandi, Sp.B
Oleh:
Laras Bani Waseso
182.0221.137
REFERAT
INTUSUSEPSI
Disusun Oleh:
Laras Bani Waseso
182.0221.137
Mengetahui,
i
KATA PENGANTAR
Penulis
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI .........................................................................................................iii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
I. 1 Latar Belakang
Intususepsi adalah proses dimana suatu segmen usus bagian proksimal
masuk ke dalam lumen usus bagian distalnya sehingga menyebabkan obstruksi
usus dan dapat menjadi strangulasi, kemudian mengalami komplikasi yang
berujung pada sepsis dan kematian. Intususepsi merupakan salah satu
kegawatdaruratan yang umum pada anak. Kelainan ini harus dikenali dengan
cepat dan tepat serta memerlukan penanganan segera karena miss-diagnosis atau
keterlambatan diagnosis akan meningkatkan angka morbiditas.
Estimasi insidensi akurat dari intususepsi tidak tersedia untuk sebagian
besar negara berkembang, demikian juga di banyak negara maju. Berdasarkan
usia, intususepsi paling banyak dialami oleh anak usia kurang dari 1 tahun dengan
puncak usia 4-8 bulan. Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki paling banyak
mengalami intususepsi dengan rasio yang berbeda di masing-masing wilayah
dimana rasio laki-laki dan perempuan untuk wilayah Asia adalah 9:1. Berdasarkan
penelitian epidemiologi intususepsi di Singapura tahun 1997-2004, insidensi
intususepsi mengalami penurunan dan tidak terkait dengan musim.
Gejala klasik yang paling umum dari intususepsi adalah nyeri perut yang
sifatnya muncul secara tiba‐tiba, kolik, intermiten, berlangsung hanya selama
beberapa menit. Gejala awal lain yang sering dikeluhkan yaitu muntah. Kerusakan
usus berupa nekrosis hingga perforasi usus dapat terjadi antara hari ke 2-5 dengan
puncaknya pada hari ke 3 setelah gejala klinis terjadi. Hal tersebut akan
memperberat gejala obstruksi yang ditimbulkan oleh intususepsi dan akan
meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
Di negara maju, outcome dari pasien dengan intususepsi memiliki
prognosis yang lebih baik karena diagnosis yang tegak secara dini diikuti dengan
prosedur terapi yang kurang invasif seperti reduksi barium enema.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1 Anatomi
Intestinum tenue terbentang dari pylorus gastricus sampai junctura
ileocaecalis. Intestinum tenue dapat dibagi dalam tiga bagian yaitu: duodenum,
jejunum dan ileum.
a. Duodenum
Duodenum merupakan saluran berbentuk huruf C dengan panjang sekitar
25 cm yang melengkung di sekitar caput pancreatis. Duodenum dimulai dari
sphincter pyloricus gastrici, dan berakhir dengan berlanjut sebagai jejunum.
Bagian pertama duodenum mempunyai omentum minus yang melekat pada
pinggir atasnya dan omentum majus yang melekat pada pinggir bawahnya. Sisa
duodenum lainnya terletak di retroperitoneal.
5
bagian atas cavitas abdominalis dan di kiri garis tengah. Jejunum lebih lebar
dalam diameter, dinding lebih tebal, dan wama lebih merah (lebih banyak
pembuluh darah) dibandingkan dengan ileum.
Lengkung-lengkung ileum menempati bagian kanan bawah cavitas
abdominalis dan cenderung tergantung ke dalam peivis. Ileum berakhir pada
junctura ileocaecalis. Lengkung-lengkung jejunum dan ileum digantungkan dari
dinding posterior abdomen oleh lipatan peritoneum yang berbentuk kipas disebut
mesenterium intestinum tenue.
c. Caecum dan Appendix
Caecum dipisahkan dari lleum terminal (Pars terminalis ilei) oleh Valva
ileocaecalis (katup Bauhin). Di dalam, dua bibir Valva membentuk Papilla ilealis
dan batas Ostium ileale. Di lateral, bibir berlanjut menjadi Frenulum ostii
ilealis. lleum terminal (Pars terminalis ilei) berisi agregasi folikel limfe (Nodi
lymphoidei aggregati), disebut juga plak Peyer, yang merupakan bagian jaringan
limfoid mukosa (MALT). Demikian pula, Appendix vermiformis berisi agregasi
besar folikel limfe dan bekerja sebagai pertahanan imun.
f. Colon Sigmoideum
Colon sigmoideum panjangnya 10-15 inci (25-38 cm) dan mulai sebagai
lanjutan dari colon descendens yang terletak di depan pintu atas panggul. Di
bawah, colon sigmoideum berlanjut sebagai rectum, yang terletak di depan
vertebra sacralis ketiga. Colon sigmoideum tergantung ke bawah masuk ke
dalam cavitas pelvis dalam bentuk lengkung dan dihubungkan dengan dinding
posterior pelvis oleh mesocolon sigmoideum yang berbentuk seperti kipas.
II. 2 Definisi
Kata “intususepsi” berasal dari kata Latin intus (dalam) dan suscipere
(untuk menerima). Intususepsi adalah invaginasi dari satu bagian usus ke bagian
lainnya. Tiga silinder dinding usus terlibat. Silinder dalam dan tengah adalah usus
invaginasi (intussusceptum), dan silinder luar adalah penerima usus invaginasi
(intussuscipiens). Intususepsi merupakan salah satu penyebab paling sering
obstruksi usus akut pada bayi dan balita.
7
Gambar 3. Intususepsi
II. 3 Epidemiologi
Intususepsi terjadi di seluruh dunia dengan kejadian sekitar 1 hingga 4
pada 2000 bayi dan anak-anak. Kebanyakan seri melaporkan lebih banyak laki-
laki daripada perempuan dengan intususepsi, biasanya dengan rasio 2: 1 atau 3: 2.
Intususepsi dilaporkan terjadi dalam jumlah yang lebih besar pada bayi dan anak
Kaukasia.
Meskipun intususepsi dapat dilihat pada semua usia anak mulai dari
prenatal hingga remaja akhir (dan juga pada orang dewasa dan hewan), 75% kasus
terjadi dalam 2 tahun pertama kehidupan dan 90% pada anak-anak dalam 3 tahun.
Lebih dari 40% terlihat antara usia 3 dan 9 bulan.
Dalam uterus, intususepsi dapat menyebabkan atresia usus, paling sering
atresia ileum. Intususepsi perinatal pada bayi baru lahir (0,3% dari semua
intususepsi) lebih mungkin disebabkan oleh proses patologis seperti pada pasien
yang lebih tua. Kadang-kadang, ujung intususceptum yang terputus dapat
ditemukan di bagian distal usus.
Intususepsi telah dilaporkan dalam keluarga dan kerabat (kembar identik,
kasus saudara kandung, serta pada ayah dan anak laki-laki), tetapi sejarah mereka
tampaknya menunjukkan penyebab virus yang umum daripada penyebab genetik.
8
Tidak ada bukti yang menunjukkan kemungkinan intususepsi yang meningkat
pada saudara kandung begitu satu anak dari keluarga tersebut terpengaruh.
Frekuensi intususepsi menunjukkan variasi musiman yang biasanya
berkorelasi dengan infeksi virus (pernapasan, gastrointestinal, atau keduanya),
dengan sebagian besar kasus terlihat pada Mei, Juni, dan Juli. Insiden penyakit
virus sebelumnya telah dilaporkan setinggi 20%.
Anak-anak dengan intususepsi telah digambarkan sebagai yang umumnya
sehat, kokoh, berkembang dengan baik, dan bergizi baik, mendukung pernyataan
klasik Hirschsprung: "Saya tidak pernah melihat anak yang kekurangan gizi
dengan intususepsi." Seri dari Afrika Selatan dan Chicago tidak dapat
mengkonfirmasi pengamatan ini. Anak-anak dengan intususepsi menunjukkan
persentil berat badan lebih rendah terlepas dari status sosial ekonomi.
II. 4 Etiologi
Etiologi intususepsi dibagi menjadi dua yaitu idiopatik dan kausal.
1. Intususepsi Idiopatik
Intususepsi idiopatik memiliki etiologi yang tidak jelas. Salah satu teori
untuk menjelaskan kemungkinan etiologi intususepsi idiopatik adalah bahwa hal
itu terjadi karena Peyer patch yang membesar; hipotesis ini berasal dari 3
pengamatan: (1) penyakit ini sering didahului oleh infeksi saluran pernapasan atas,
(2) wilayah ileokolika memiliki konsentrasi tertinggi dari kelenjar getah bening di
mesenterium, dan (3) pembesaran kelenjar getah bening sering dijumpai pada
pasien yang memerlukan operasi. Apakah Peyer patch yang membesar adalah
reaksi terhadap intususepsi atau sebagai penyebab intususepsi, masih tidak jelas.
2. Intususepsi Kausal
Pada penderita intususepsi yang berusia lebih dari dua tahun, adanya
kelainan usus dapat menjadi penyebab intususepsi seperti: inverted Meckel’s
diverticulum, polip usus, leiomioma, leiosarkoma, hemangioma, blue rubber blep
nevi, lymphoma dan duplikasi usus. Divertikulum Meckel adalah penyebab paling
utama, diikuti dengan polip seperti sindrom peutz-jeghers, dan duplikasi
9
intestinal. Lead point lain diantaranya lymphangiectasias, perdarahan submukosa
dengan Henoch-Schönlein purpura, trichobezoars dengan Rapunzel
syndrome, caseating granulomas yang berhubungan dengan tuberkulosis
abdominal.
Intususepsi dapat juga terjadi setelah laparotomi, yang biasanya timbul
setelah dua minggu pasca bedah, hal ini terjadi akibat gangguan peristaltik usus,
disebabkan manipulasi usus yang kasar dan lama, diseksi retroperitoneal yang luas
dan hipoksia lokal.
II. 5 Klasifikasi
Intususepsi dapat dibedakan dalam 4 tipe yaitu:
II. 6 Patogenesis
Patogenesis dari intususepsi diyakini akibat dari ketidakseimbangan pada
dorongan longitudinal (peristaltik) sepanjang dinding intestinal.
Ketidakseimbangan ini dapat disebabkan oleh adanya massa sebagai pencetus atau
oleh pola yang tidak teratur dari peristaltik (contohnya, ileus pasca operasi).
Gangguan elektrolit berhubungan dengan berbagai masalah kesehatan yang dapat
mengakibatkan motilitas intestinal yang abnormal, dan mengarah pada terjadinya
invaginasi. Beberapa penelitian terbaru pada binatang menunjukkan pelepasan
10
nitrit oksida pada usus, suatu neurotransmitter penghambat, menyebabkan
relaksasi dari katub ileocaecal dan mempredisposisi intususepsi ileocaecal.
Penelitian lain telah mendemonstrasikan bahwa penggunaan dari beberapa
antibiotik tertentu dapat menyebabkan hiperplasia limfoid ileal dan dismotilitas
intestinal dengan intususepsi.
Sebagai hasil dari ketidakseimbangan, area dari dinding usus terinvaginasi
ke dalam lumen. Proses ini terus berjalan, dengan diikuti area proximal dari
intestinal, dan mengakibatkan intususeptum berproses sepanjang lumen dari
intususipiens. Apabila terjadi obstruksi sistem limfatik dan vena mesenterial,
akibat penyakit berjalan progresif dimana ileum dan mesenterium masuk ke dalam
caecum dan colon, akan dijumpai mukosa intussusseptum menjadi oedem dan
kaku. Mengakibatkan obstruksi yang pada akhirnya akan dijumpai keadaan
strangulasi dan perforasi usus.
Pembuluh darah mesenterium dari bagian yang terjepit mengakibatkan
gangguan sistem balik vena sehingga terjadi kongesti, oedem, hiperfungsi goblet
sel serta laserasi mukosa usus. Hal inilah yang mendasari terjadinya salah satu
manifestasi klinis intususepsi yaitu BAB darah lendir yang disebut juga red
currant jelly stool. Dalam kebanyakan kasus, nekrosis iskemik membutuhkan
lebih dari 72 jam untuk berkembang. Jika proses iskemik tidak terdiagnosis,
obstruksi usus, perforasi, atau sepsis menyebabkan kematian dalam waktu 5 hari.
Dalam kasus yang jarang terjadi, intususeptum dapat menjadi gangren, dan
mengelupas dan usus dapat menyatu.
11
Gambar 4. Ilustrasi Patofisiologi Intususepsi
II. 8 Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis dengan keluarga dapat diketahui gejala-gejala yang timbul dari
riwayat pasien sebelum timbulnya gejala, misalnya sebelum sakit, anak ada
riwayat dipijat, diberi makanan padat padahal umur anak dibawah 4 bulan.
Pada anamnesis juga akan ditemukan gejala-gejala Trias Intususepsi yatu:
1. Anak mendadak kesakitan episodik, menangis dan mengangkat kaki (craping
pain).
2. Muntah warna hijau (cairan lambung)
3. Defekasi feses campur lendir (kerusakan mukosa) atau darah (lapisan dalam)
dan red currant jelly stool.
The Brighton Collaboration Intussuseption Working Group mendirikan
sebuah diagnosis klinis menggunakan campuran dari kriteria minor dan mayor.
Strasifikasi ini membantu untuk membuat keputusan berdasarkan tiga level dari
pembuktian untuk membuktikan apakah kasus tersebut adalah intususepsi.
14
Kriteria Mayor
1. Adanya bukti dari obstruksi usus berupa adanya riwayat muntah hijau, diikuti
dengan distensi abdomen dan bising usus yang abnormal atau tidak ada sama
sekali.
Kriteria Minor
1. Bayi laki-laki kurang dari 1 tahun
2. Nyeri abdomen
3. Muntah
4. Lethargy
5. Pucat
6. Syok hipovolemi
Level 1 – Definite
- Kriteria Pembedahan – Invaginasi usus yang ditemukan saat pembedahan
Level 2 – Probable
- Dua kriteria mayor
Level 3 – Possible
- Empat atau lebih kriteria minor
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya obstruksi mekanis ditandai
darm steifung dan darm counter, teraba massa seperti sosis di daerah subcostal
yang terjadi spontan (Sausage Like Sign), nyeri tekan (+), Dance’s sign (+) yaitu
sensasi kekosongan pada kuadran kanan bawah karena masuknya sekum pada
kolon ascenden. Pada rectal touche dapat ditemukan adannya : pseudoportio,
lender darah (red currant jelly), sensasi seperti portio vagina akibat invaginasi
usus yang lama.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada studi laboratorium spesifik yang membantu dalam diagnosis
intususepsi. Sebagai usus intususepsi menjadi iskemik, leukositosis terkait,
asidosis, dan kelainan elektrolit memburuk.
4. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos abdomen
Didapatkan distribusi udara di dalam usus tidak merata, usus terdesak ke
kiri atas, bila telah lanjut terlihat tanda-tanda obstruksi usus dengan gambaran air
fluid level. Dapat terlihat free air bila terjadi perforasi.
16
Gambar 6. Kiri gambaran usus terdesak ke kiri atas. Kanan
gambaran air fluid level
b. Colon in loop
Foto colon in loop berfungsi sebagai diagnosis di mana terlihat gambaran
cupping sign dan mengetahui letak invaginasi. Colon in loop juga bisa sebagai
terapi dengan reposisi dengan tekanan tinggi apabila belum ada tanda-tanda
obstruksi dan kejadian kurang 24 jam
II.9 Tatalaksana
Pada bayi maupun anak yang dicurigai intususepsi atau invaginasi,
penatalaksanaan lini pertama sangat penting dilakukan untuk mencegah
komplikasi yang lebih lanjut. Selang lambung (Nasogastric tube) harus dipasang
sebagai tindakan kompresi pada pasien dengan distensi abdomen sehingga bisa
dievaluasi produksi cairannya. Setelah itu, rehidrasi cairan yang adekuat dilakukan
untuk menghindari kondisi dehidrasi dan pemasangan selang catheter untuk
memantau ouput dari cairan. Pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit darah dapat
dilakukan.
18
Pneumatic atau kontras enema masih menjadi pilihan utama untuk
diagnosa maupun terapi reduksi lini pertama pada intususepsi di banyak pusat
kesehatan. Namun untuk meminimalisir komplikasi, tindakan ini harus dilakukan
dengan memperhatikan beberapa panduan. Salah satunya adalah menyingkirkan
kemungkinan adanya peritonitis, perforasi ataupun gangrene pada usus. Semakin
lama riwayat perjalanan penyakitnya, semakin besar kemungkinan kegagalan dari
terapi reduksi tersebut.
a. Tindakan Non Operatif
1. Hydrostatic Reduction
19
5. Reduksi hidrostatik telah sempurna jika media kontras mengalir bebas
melalui katup ileocaecal ke ileum terminal. Reduksi berhasil pada
rentang 45-95% dengan kasus tanpa komplikasi.
2. Pneumatic Reduction
20
4. Untuk melengkapi prosedur ini, foto post reduksi harus dilakukan untuk
mengkonfirmasi ketiadaan udara bebas.
b. Tindakan Operatif
Apabila diagnosis intususepsi yang telah dikonfirmasi oleh x-ray,
mengalami kegagalan dengan terapi reduksi hidrostatik maupun pneumatik,
ataupun ada bukti nyata akan peritonitis difusa, maka penanganan operatif harus
segera dilakukan. Operasi yang dilakukan adalah laparotomi untuk mereduksi
usus secara manual.
II. 10 Komplikasi
Intususepsi dapat menyebabkan terjadinya obstruksi usus. Komplikasi lain
yang dapat terjadi adalah dehidrasi dan aspirasi dari emesis yang terjadi. Iskemia
21
dan nekrosis usus dapat menyebabkan perforasi dan sepsis. Nekrosis yang
signifikan pada usus dapat menyebabkan komplikasi yang berhubungan
dengan “short bowel syndrome”. Meskipun diterapi dengan reduksi operatif
maupun radiografik, striktur dapat muncul dalam 4-8 minggu pada usus yang
terlibat.
II. 11 Prognosis
Kematian disebabkan oleh intususepsi idiopatik akut pada bayi dan anak
anak sekarang jarang di negara maju. Sebaliknya, kematian terkait dengan
intususepsi tetap tinggi di beberapa negara berkembang. Pasien di negara
berkembang cenderung untuk datang ke pusat kesehatan terlambat, yaitu lebih dari
24 jam setelah timbulnya gejala, dan memiliki tingkat intervensi bedah, reseksi
usus dan mortalitas lebih tinggi.
Mortalitas secara signifikan lebih tinggi pada bayi yang ditangani 48 jam
setelah timbulnya gejala daripada bayi yang ditangani dalam waktu 24 jam setelah
onset pertama. Angka rekurensi dari intususepsi untuk reduksi nonoperatif dan
operatif masing-masing rata-rata 5% dan 1-4%.
22
BAB III
PENUTUP
III. 1 Kesimpulan
Intususepsi adalah kegawatdarurtan dibidang bedah. Intususepsi adalah
proses dimana suatu segmen usus bagian proksimal masuk ke dalam lumen usus
bagian distalnya sehingga menyebabkan obstruksi usus dan dapat berakhir dengan
strangulasi. Umumnya bagian yang proksimal atau disebut intususeptum masuk ke
bagian distal atau disebut intussussipien. Untuk penatalaksanaan dapat digunakan
metode non operatif dengan hydrostatic atau pneumatic reduction dan metode
operatif dengan laparotomi untuk mereduksi usus secara manual.
Mortalitas secara signifikan lebih tinggi pada bayi yang ditangani 48 jam
setelah timbulnya gejala daripada bayi yang ditangani dalam waktu 24 jam setelah
onset pertama. Angka rekurensi dari intususepsi untuk reduksi nonoperatif dan
operatif masing-masing rata-rata 5% dan 1-4%.
23
DAFTAR PUSTAKA
Coran AG, 2010, ‘Peditric Surgery Seventh Edition’, Philadelphia, PA: Elsevier.
Ignacio RC, Fallat ME, 2010, ‘Intussusception In: Holcomb GW. III, Murphy JM,
eds. Ashcraft’s Pediatric Surgery’. Philadelphia, PA: Elsevier.
Paulsen F, Waschke J, 2013, ‘Atlas anatomi Manusia : Sobotta Edisi 23’, Jakarta:
EGC.
Sabiston DC, 2010, ‘Buku Ajar Bedah. Edisi ke-1’, Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran.
24