KOLELITIASIS
Oleh :
Dokter Pendamping :
GIANYAR
2020
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang mengambil topik
“Kolelitiasis”.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan.
Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
JUDUL ............................................................................................................. i
2.1. Anatomi...................................................................................................... 2
2.3 Definisi...................................................................................................... 6
2.4 Patofisiologi.............................................................................................. 6
2.5 Etiologi...................................................................................................... 7
2.6 Epiemiologi............................................................................................... 7
2.11 Komplikasi................................................................................................ 13
BAB V SIMPULAN......................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
Ikterus adalah gejala klinis berupa warna kuning pada kulit, sklera, dan mukosa
akibat dari penumpukan produk akhir katabolisme heme yaitu bilirubin. Secara klinis,
ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum > 5mg/dL. Pada
orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin > 2mg/dL. Secara umum,
angka kejadian ikterus adalah sebesar 1/2500 kelahiran hidup. Angka kejadian dari
ikterus adalah beragam dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin. Bayi baru lahir dan
dewasa tua adalah yang paling sering terkena. Penyebab dari ikterus juga bervariasi
menurut usia. Berdasarkan penyebabnya, ikterus dibagi menjadi 3, yaitu ikterus
prehepatik, hepatik, dan posthepatik. Namun, yang akan dibahas pada laporan ini
adalah ikterus posthepatik atau yang sering disebut dengan ikterus obstruktif.1
Ikterus obstruktif adalah ikterus yang diakibatkan oleh sumbatan pada saluran
empedu sehingga aliran empedu dari hati menuju usus halus menjadi terhambat.
Penyebab dari ikterus obstruktif cukup banyak sehingga menyulitkan dalam
menentukan diagnosis. Salah satu penyebab ikterus obstuktif adalah kolelitiasis.
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung
empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Pasien dengan
kolelitiasis memiliki morbiditas dan mortalitas yang tinggi sehingga memerlukan
diagnosis dini. Penatalaksanaan pada pasien yang menderita kolelitiasis dibagi
menjadi 2 jenis, yaitu secara konservatif dan operatif. 2
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Hepar adalah kelenjar terbesar dalam tubuh yang memiliki berat berkisar 1200 – 1600
gr. Berat pada laki-laki 1400 – 1600 gr dan pada perempuan 1200 – 1400 gr (1).
Berat hepar tergantung pada berat masing-masing tubuh, yaitu 1,8 % - 3,1 % dari
total berat tubuh, pada infant memiliki berat yang agak lebih yaitu kira-kira 5%
sampai 6 % dari total berat tubuh.3
Ukuran tranversal dari hepar berkisar 20 cm- 22,5 cm, dan ukuran vertikal
berkisar 15 cm – 17,5 cm, dengan diameter anteroposterior terbesar berkisar 10 cm–
12,5 cm. Hepar mempunyai konsistensi kenyal, berwarna coklat kemerahan. Bentuk
hepar adalah piramid , yang puncaknya dibentuk oleh bagian pada lobus sinistra,
sedangkan basisnya pada sisi lateral kanan yang lokasi pada dinding thorax kanan.
Hepar dibungkus peritoneum viseralis kecuali gallbladder bed, porta hepatis dan di
posterior pada daerah yang disebut bare area dari hepar di kanan dari vena cava
inferior. Di bawah peritoneum terdapat kapsula Glisson, yang meliputi seluruh
permukaan organ; kapsula ini pada hilus atau porta hepatis di permukaan inferior,
melanjutkan diri ke dalam massa hati, membentuk rangka untuk cabang-cabang vena
porta, arteri hepatika dan saluran empedu. Duplikasi peritoneum yang meluas dari
dinding abdomen anterior dan diafragma ke hepar membentuk ligamentum yang
mempertahankan organ hepar pada tempatnya. Duplikasi horizontal peritoneum
membentuk lig.coronary yang nampak jika menarik hepar ke bawah. Tepi kanan yang
bebas dari lig.coronary membentuk lig.triangular kanan dan ujung kiri membentuk
lig.triangular kiri yang melekat pada apeks lobus kiri dan mencapai procesus fibrous
hepar yang melekat pada diafragma. Dari pertengahan lig.coronary muncul
lig.falciform yang meluas ke anterior sebagai membran tipis yang menghubungkan
permukaan hepar ke diafragma, dinding abdomen dan umbilikus. Fisura umbilikalis
5
berada pada permukaan inferior hepar sinistra dan terdapat triad portal kiri.
Lig.falciform, sebagai penanda permukaan yang jelas, yang secara historis digunakan
untuk pembagian lobus hepar kiri dan lobus hepar kanan. 3
Sistem biliaris ekstrahepatika terdiri dari duktus hepatika kiri dan kanan yang
membentuk saluran hepatika tunggal yang melalui posterior kaput pankreas dan
masuk ke dinding medial duodenum pars II. Kandung empedu dan duktus sistikus
bergabung dengan duktus hepatika komunis membentuk duktus biliaris komunis /
Common Bile Duct (CBD). Penggabungan duktus hepatika kanan dan kiri terletak
pada bagian kanan dari fisura umbilikalis anterior cabang kanan vena porta. Duktus
hepatika kanan memiliki panjang <1 cm dan duktus hepatika kiri lebih panjang yaitu
2-3 cm.3
6
2.2 Metabolisme bilirubin
Proses pembentukan bilirubin melalui beberapa tahapan, diantaranya:
1. Diawali dengan pemecahan heme dan globin yang terjadi di dalam jaringan
RES,
2. Kemudian heme dioksidasi menjadi biliverdin oleh heme oksigenase,
7
3. Biliverdin direduksi oleh enzim biliverdin reduktase menjadi bilirubin tidak
terkonjugasi yang tidak larut dalam air dan tidak memberikan reaksi diazo.
Selanjutnya akan di bawa masuk ke dalam sel-sel liver dan dalam perjalannya
di dalam darah akan diikat oleh albumin dan α-globulin,
4. Sampai ke dalam sel-sel liver, bilirubin tidak terkonjugasi akan mengalami
konjugasi dengan glukuronidase + sulfat menjadi bilirubin terkonjugasi
terdiri dari bilirubin diglukuronide dan bilirubin sulfat. Bilirubin terkonjugasi
ini larut dalam air dan memberikan reaksi diazo yang langsung sehingga
disebut bilirubin direct,
5. Bilirubin terkonjugasi disekresi ke dalam kanalikuli bilier dan dibawa ke
duktus bilier, masuk ke dalam usus halus. Di usus halus, oleh flora usus akan
diubah menjadi sterkobilinogen serta urobilinogen, dan
6. Stercobilinogen akan dioksidasi menjadi stercobilin dan dieksrikan melalui
feses. Urobilinogen sebagian diserap liver dan ginjal kemudian dioksidasi
menjadi urobilin yang dieksresikan melalui urin.3
8
2.3 Definisi
Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis yaitu jaune yang berarti kuning.
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera pada mata, dan jaringan lainnya
(mukosa) yang menjadi kuning akibat meningkatnya konsentrasi bilirubin dalam
darah. Secara klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin
serum >5mg/dL. Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin
>2mg/dL. Berdasarkan penyebabnya, ikterus dibagi menjadi 3, yaitu ikterus
prehepatik, hepatik, dan posthepatik (ikterus obstruktif). 1
Ikterus obstruktif adalah ikterus yang diakibatkan oleh sumbatan pada saluran
empedu sehingga aliran empedu dari hati menuju usus halus menjadi terhambat.
Pasien dengan ikterus obstruktif memiliki morbiditas dan mortalitas yang tinggi
sehingga memerlukan diagnosis dini. Penyebab paling banyak dari ikterus obstruktif
adalah keganasan dan batu pada duktus biliaris. 2
2.4 Patofisiologi
Empedu memiliki banyak fungsi diantaranya: membantu pencernaan pada usus,
menghancurkan racun dan sel- sel yang berifat karsinogenik. Pada ikterus obstruktif,
tidak ada senyawa metabolik (bilirubin, garam empedu, dan lipid) yang dapat
mengalir ke usus dan menyebabkan senyawa tersebut masuk ke sirkulasi darah.
Sumbatan dari aliran empedu disebut juga kolestasis yang dapat terjadi secara
intrahepatik dan ekstrahepatik. Kolestasis intrahepatik terjadi pada tingkat hepatosit
atau membran kanalikuli bilier dan kolestasis ekstrahepatik disebabkan oleh adanya
sumbatan aliran empedu dari hati menuju usus. Obstruksi dari duktus ekstrahepatik
menyebabkan serum bilirubin meningkat, terutama tipe direct sehingga menimbulkan
penampakan bilirubin di urine dan feses berwarna pucat. 3
Peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam darah disebabkan oleh sumbatan
aliran empedu yang mengakibatkan bilirubin terkonjugasi masuk kembali ke dalam
darah. Karena bersifat larut dalam air, bilirubin ini diskresikan melalui urin sehingga
terjadi bilirubinuria dan urin akan berwarna gelap. Sebaliknya, karena bilirubin yang
9
terkonjugasi sangat sedikit yang masuk ke dalam usus maka terbentuklah feses
berwarna pucat seperti dempul.3
2.5 Etiologi
Penyebab dari ikterus obstruktif dibagi menjadi dua yaitu, intrahepatik dan
ekstrahepatik. Penyebab intrahepatik diantaranya: sirosis hepatis, abses hati,
hepatokolangitis, tumor maligna, obat-obatan. Penyebab ekstrahepatik dibagi lagi
menjadi 2, yaitu intraduktal dan ekstraduktal. Penyebab intraduktal terdiri dari: batu,
askariasis, atresia bawaan, striktur saluran empedu, dan tumor saluran empedu.
Penyebab ekstraduktal antara lain: tumor pancreas, pancreatitis, dan tumor
metastase.3
2.6 Epidemiologi
Ikterus obstruksi dapat terjadi pada semua kelompok umur, tetapi bayi baru lahir dan
anak-anak lebih rentan mengalami ikterus obstruksi karena struktur hepar yang masih
immatur. Bayi-bayi yang lahir prematur, BBLR, dan riwayat sepsis,serta riwayat
mendapat nutrisi parenteral dalam waktu lama meningkatkan risiko terjadinya ikterus
obstruksi.4
Adapun Angka kejadian ikterus obstruksi yang disebabkan oleh Atresia Bilier
(AB) di USA sekitar 1:15.000 kelahiran, dan didominasi oleh pasien berjenis kelamin
wanita. Dan didunia angka kejadian Atresia Bilier tertinggi di Asia, dengan
10
perbandingan bayi-bayi di negara Cina lebih banyak dibandingkan Bayi di Negara
Jepang.4
Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun 1999-
2004 dari 19270 penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan neonatal
kolestasis. Neonatal hepatitis 68 (70,8%), atresia bilier 9 (9,4%), kista duktus
koledukus 5 (5,2%) dan kista hati 1 (1,04%).5
11
seperti dempul dan penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau
kepuncak bahu, disertai mual dan muntah. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri
menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.8
2.8.2 Pemeriksaan fisik
Pasien dengan stadium litogenik atau batu asimptomatik tidak memiliki kelainan
dalam pemeriksaan fisik. Selama serangan kolik bilier, terutama pada saat kolelitiasis
akut, pasien akan mengalami nyeri palpasi/nyeri tekan dengan punktum maksimum
didaerah letak anatomis kandung empedu. Diketahui dengan adanya tanda Murphy
positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang
karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan
pasien berhenti menarik nafas. Terdapat ikterik kutaneus dan sklera serta dapat teraba
hepar.3
2.8.3 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang biasanya dilakukan meliputi pemeriksaan: darah rutin
(anemia/tidak, lekositosis/tidak), urine (bilirubin meningkat, urobilin (+)), dan tinja
pucat. Pemeriksaan lainnya yang dapat dilakukan adalah tes faal hati. Tes faal hati
terdiri dari: Bilirubin total (meningkat), SGOT, SGPT (meningkat), alkali fosfatase
(meningkat), kadar kolesterol (meningkat), dan protrombin time (meningkat).3
2.8.4 Radiologi
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya
sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung
empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat
dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar
atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di
kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura
hepatika.8
12
intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung
empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan
maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledokus distal kadang sulit
dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum
maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada
dengan palpasi biasa.8
Kolesistografi, untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup
baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen
sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Cara ini memerlukan lebih banyak
waktu dan persiapan dibandingkan ultrasonografi. Pemeriksaan kolesistografi oral
lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.8
Pemeriksaan hepar dengan HIDA, metode ini bermanfaat untuk menentukan
adanya obstruksi di duktus sistikus misalnya karena batu. Juga dapat berguna untuk
membedakan batu empedu dengan beberapa nyeri abdomen akut. HIDA normalnya
akan diabsorpsi di hati dan kemudian akan di sekresi ke kantong empedu dan dapat
dideteksi dengan kamera gamma. Kegagalan dalam mengisi kantong empedu
menandakan adanya batu sementara HIDA terisi ke dalam duodenum.3
Computed Tomografi (CT) juga merupakan metode pemeriksaan yang akurat
untuk menentukan adanya batu empedu, pelebaran saluran empedu dan
koledokolitiasis. Walupun demikian, teknik ini jauh lebih mahal disbanding USG.8
Percutaneous Transhepatic Cholangiographi (PTC) dan Endoscopic
Retrograde Cholangio-pancreatography (ERCP) merupakan metode kolangiografi
direk yang amat bermanfaat untuk menentukan adanya obstruksi bilier dan penyebab
obstruksinya seperti koledokolitiasis. Selain untuk diagnosis ERCP juga dapat
digunakan untuk terapi dengan melakukan sfingterotomi ampula vateri diikuti
ekstraksi batu. Tes invasif ini melibatkan opasifikasi lansung batang saluran empedu
dengan kanulasi endoskopi ampula vateri dan suntikan retrograde zat kontras. Resiko
ERCP pada hakekatnya dari endoskopi dan mecakup sedikit penambahan insidens
kolangitis dalam saluran empedu yang tersumbat sebagian.8
13
2.9 Diagnosis Banding Kolelitiasis
Diagnosis banding dari kolelitiasis dibagi menjadi intrahepatik dan ekstrahepatik.
Penyebab intrahepatik diantaranya: sirosis hepatis, abses hati, hepatokolangitis dan
tumor maligna. Penyebab ekstrahepatik terdiri dari: askariasis, atresia bawaan,
striktur saluran empedu, tumor saluran empedu, tumor pankreas, pankreatitis, dan
tumor metastase.8
2. 10 Penatalaksanaan Kolelitiasis
Prinsip penatalaksanaan dari kolelitiasis adalah memghilangkan obstruksi,
mengalirkan cariran bilier dan mencegah rekurensi. Jenis penatalaksanaannya dibagi
menjadi 2 yaitu, konservatif dan operatif. 3
2.10.1 Penanganan konservatif
Penanganan konservatif diberikan pada pasien yang menolak operasi atau pada pasien
yang tidak dapat diberikan tindakan operatif. Penanganan konservatif terdiri dari 4
penanganan, yaitu litolisis sistemik/oral, litolisis lokal, extra-corporeal shock-wave
lithotripsy (ESWL) dan endoskopi sfingterotomi. 3
Litolisis sistemik/ oral merupakan penanganan dengan memberikan terapi
asam empedu oral kombinasi antara chenodeoxy cholicacid (CDCA) dan
ursodeoxycholic acid (UDCA). Mekanisme kerja CDCA adalah dengan mengurangi
sintesis kolesterol hepatik sedangkan UDCA mengurangi penyerapan kolesterol
intestinal. Syarat terapi litolisis oral meliputi kepatuhan untuk berobat selama 2 tahun,
batu tipe kolesterol, kandung empedu harus berfungsi pada kolesistograpi oral dan
batu tidak terlalu besar. Dosis pemberiannya yaitu diberikan kombinasi CDCA 8-10
mg/kg/hari dan UDCA 8-10 mg/kg/hari. 3
Pada litolisis lokal diberikan methil ter-butyl ether (MTBE) yang merupakan
eter alkil yang berbentuk liquid pada suhu bada dan dapat melarutkan batu kolesterol.
Pemberian MTBE dapat dilakukan melalui kateter 5 FR yang dimasukkan melalui
hati ke kandung empedu dilihat arahnya melalui ultrasound. MTBE diberikan
sebanyak 3-7 cc dan biasanya batu akan larut dalam 4-16 jam. Selain itu juga
diberikan antihistamin yang berfungsi mengurangi rasa gatal, rifampisin berfungsi
14
untuk menurunkan flora usus dan memperlambat konversi asam empedu dan NSAID
yg menekan inflamasi. 3
Penanganan dengan extracorporeal shock-wave lithotripsy (ESWL) dilakukan
bersamaan dengan pemberian obat pelarut batu sehingga batu menjadi hancur dan
mudah dilarutkan. Kontra indikasi ESWL yaitu: kolestitis, koledokolelithiasis,
pankreatitis bilier, kehamilan, dan penderita koagulopati. 3
Endoskopi sfingterotomi dilakukan pada koledokolitiasis di papilla vater yang
dapat mengakibatkan batu keluar secara spontan dengan menggunakan kateter fogarty
atau basket. 3
2.10.2 Penanganan operatif
Tindakan operatif pada pasien kolelitiasis terdiri dari 4 jenis diantaranya:
kolesistektomi, koledokolitotomi, koledokoduodenostomi/ koledojejunostomi roux-en
y, pancreatiko-duodenektomi (whipple). 3
Kolesistektomi dilakukan apabila bukti-bukti untuk mendiagnosa batu
empedu atau obstruksi duktus sistikus sudah lengkap. Kolesistektomi biasanya
dilakukan dalam waktu 72 jam setelah muncul keluhan. Bisa dilakukan terbuka atau
laparoskopik. 3
Koledokolitotomi adalah tindakan operatif dengan membuka duktus
koledokus. Indikasinya adalah bila jelas ada kolangitis, teraba batu atau ada batu di
imaging. 3
Koledokoduodenostomi/ koledojejunostomi roux-en y dilakukan apabila
terdapat striktur di duktus koledokus distal atau di papilla vater yang terlalu panjang
untuk dilakukan sfingterotomi. 3
Pancreatiko-duodenektomi (whipple) dilakukan pada tumor caput pancreas.
Tumornya dikeluarkan secara radikal, yaitu caput pancreas, corpus, duodenum,
pylorus dan bagian distal lambung. Setelah itu dilakukan kolesistektomi dan
rekontruksi pancreatikojejunostomi, koledokojejunostomi dan gastrojejunostomi. 3
2.11 Komplikasi Kolelitiasis
15
Komplikasi kolelitiasis yang paling sering adalah terjadinya kolesistitis akut. Selain
itu, jika infeksi terus berlangsung akan menyebabkan kolangitis, pankreatitis hingga
berujung terjadinya sepsis.8
BAB III
16
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : NWK
Umur : 40 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Abianbase, Gianyar
Pekerjaan : Pedagang
Agama : Hindu
Status : Menikah
II. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Nyeri perut kanan atas.
17
matanya menjadi kuning. Pasien tidak memperhatikan sejak kapan matanya
menjadi kuning, namun menurut pasien saat sebelum ke rumah sakit ( di
rumah), matanya belum sekuning seperti saat ini.
Pasien juga mengatakan bahwa kotorannya berwarna putih sejak 4
hari yang lalu. Terakhir pasien buang air besar tadi pagi, dan warnanya putih
pucat. Frekuensi buang air besar 2 kali/hari, padat, nyeri saat BAB (-), darah/
kehitaman (-). Selain itu, menurut pasien warna kencing menjadi kuning
kecoklatan (gelap) sejak 4 hari yang lalu hingga saat ini, nyeri saat BAK (-),
kencing berpasir (-).
e. Riwayat Pengobatan
Pasien hanya minum antasid dan paracetamol untuk mengatasi keluhannya
tersebut. Riwayat minum obat penghilang rasa nyeri atau obat rematik
disangkal.
f. Riwayat Alergi :
Pasien tidak pernah memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan dan
makanan tertentu.
18
g. Riwayat Pribadi dan Sosial
Pasien bekerja sebagai pedagang. Pasien mengaku tidak pernah minum
alkohol. Pasien tidak pernah merokok. Pasien mengaku jarang berolahraga.
b. Vital Sign
Tekanan darah : 100/ 60 mmHg
Nadi : 92 x / menit, kuat angkat, teratur
Pernapasan : 18 x / menit
Suhu : 36,8 ° C
c. Status Generalis
Kepala Bentuk dan ukuran : normosefali.
Permukaan : tidak tampak edema
Rambut : berwarna hitam, tidak mudah dicabut.
Nyeri tekan kepala : negatif
19
Pupil : refleks cahaya + / +, isokor +
Telinga Bentuk aurikula : normal
Lubang telinga : sekret (-)
Hidung Bentuk : normal, simetris, deviasi septum (-)
Pada keadaan statis dan dinamis, bentuk dinding dada kanan dan kiri
terlihat simetris. Bentuk dan ukuran dinding dada kanan dan kiri
terlihat sama.
Tidak terdapat retraksi atau penggunaan otot pernapasan tambahan.
Pada permukaan dada : massa (-), jaringan sikatrik (-), jejas (-),
spider naevi (-)
Tipe pernafasan : torako-abdominal dengan frekuensi nafas 18 kali/
menit
Palpasi:
Perkusi:
20
- Inspirasi : ICS IV linea midklavikula dextra
- Ekspirasi : ICS V linea midklavikula dextra
- Ekskursi : 1 ICS
Batas Paru-Jantung :
- Batas atas : ICS 2
- Batas bawah : ICS 5
- Batas kanan : ICS 5 linea parasternal dextra
- Batas kiri : ICS 5 linea midclavikula sinistra
Auskultasi:
Dinding abdomen simetris, massa (-), distensi (-), vena kolateral (-),
caput medusa (-), jaringan sikatrik (-)
Auskultasi :
Bising Usus (+) normal, metalic sound ( -), bising aorta (-)
Palpasi :
Turgor : Normal
Tonus : Normal
Nyeri tekan (+) di epigastrik dan hipokondrium dextra , Murphy sign
(+), distensi abdomen (-), defense muscular (-), Nyeri tekan mac
burney (-), rovsing sign (-), psoas sign (-), obturator sign (-), Hepar /
Lien / Ren : tidak teraba
Perkusi :
21
Nyeri ketok CVA (-)
Ekstremitas atas
+ +
dan bawah
Akral hangat
+ +
- an direct
meningkat
ium
Deformitas dextra,
serta
murphy
sign
positif.eri
Sianosis tekan ejak
- -
4 hari
SMRS.
- -
sar 2
kali/hari,
padat,
- -
Edema nyeri saat
- (--
BAB
-
- -
MCH 28,1 N
MCHC 34,7 N
PLT 285 N
HbSAg : (-) / non-reaktif
Hasil Pemeriksaan Kimia Klinik
23
V. Diagnosis
Kolelitiasis
VI. Terapi
- Natrium diklofenak 3 x 50 mg
- Omeprazole 2 x 20 mg
- Ranitidin 1 x 150 mg
- Curcuma 2 x 1 tab
- Pro kolisistektomi
- Diet rendah lemak
BAB IV
PEMBAHASAN
24
Pada kasus, pasien perempuan berumur 40 tahun datang dengan keluhan nyeri perut
kanan atas yang menjalar sampai ke bahu kanan dan punggung sejak 4 hari yang lalu.
Nyeri dirasakan tiba-tiba dan menetap dengan intensitas berat selama ± 1-3 jam.
Nyeri dirasakan bertambah apabila pasien menarik napas dalam. Sesak dan nyeri
dada disangkal. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah. Pasien muntah 2 kali isi
makanan. Pasien juga mengeluhkan matanya menjadi kuning. Pasien juga
mengatakan bahwa kotorannya berwarna putih sejak 4 hari yang lalu. Selain itu,
menurut pasien warna kencing menjadi kuning kecoklatan (gelap) sejak 4 hari yang
lalu hingga saat ini. Apabila dihubungkan dengan tinjauan pustaka maka cenderung
mengarah ke diagnosis kolelitiasis.
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam
kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Penderita
kolelitiasis datang dengan keluhan dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap
makanan berlemak. Pasien biasanya datang dengan keluhan utama berupa nyeri di
daerah epigastrium atau nyeri pada perut kanan atas atau perikondrium yang mungkin
berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang hingga beberapa jam. Timbulnya nyeri
kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba. Pasien juga
datang dengan keluhan mata dan kulit menjadi kuning, badan gatal-gatal, kencing
berwarna seperti teh, tinja berwarna seperti dempul dan penyebaran nyeri pada
punggung bagian tengah, skapula, atau kepuncak bahu, disertai mual dan muntah.
Pemeriksaan fisik pada pasien, ditemukan didapatkan pasien mengalami
obese, sklera ikterik dan pada palpasi abdomen didapatkan nyeri tekan di epigastrik dan
hipokondrium kanan serta murphy sign. Pada kolelitiasis, selama serangan kolik bilier
pasien akan mengalami nyeri palpasi/nyeri tekan dengan punktum maksimum
didaerah letak anatomis kandung empedu. Diketahui dengan adanya tanda murphy
positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang
karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan
pasien berhenti menarik nafas. Selain itu juga dapat ditemukan ikterik kutaneus dan
sklera.
25
Pada pasien dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu darah lengkap, HbSAg,
kimia klinik dan USG abdomen. Pada pemeriksaan darah lengkap tidak ditemukan
kelainan. Pada pemeriksaan HbSAg didapatkan hasil negatif/ non-reaktif. Pada
pemeriksaan kimia klinik didapatkan bilirubin total, bilirubin direk, SGOT dan SGPT
mengalami peningkatan. Pada USG abdomen didapatkan empedu membesar, dinding
menebal 0,9 cm dan pada leher empedu terdapat batu ukuran 2,5. Hal ini sudah sesuai
dengan teori.
Pemeriksaan laboratorium yang biasanya dilakukan meliputi pemeriksaan:
darah rutin (anemia/tidak, lekositosis/tidak), urine (bilirubin meningkat, urobilin (+)),
dan tinja pucat. Pemeriksaan lainnya yang dapat dilakukan adalah tes faal hati. Tes
faal hati terdiri dari: Bilirubin total (meningkat), SGOT, SGPT (meningkat), alkali
fosfatase (meningkat), kadar kolesterol (meningkat), dan protrombin time
(meningkat).
Pada pasien diberikan terapi diantaranya natrium diklofenak 3 x 50 mg,
omeprazole 2 x 20 mg, ranitidin 1 x 150 mg dan curcuma 2 x 1 tab. Pasien kemudian
direncanakan untuk tindakan kolisistektomi. Selain itu pasien di edukasi untuk diet
rendah lemak.
Prinsip penatalaksanaan dari kolelitiasis adalah memghilangkan obstruksi,
mengalirkan cariran bilier dan mencegah rekurensi. Jenis penatalaksanaannya dibagi
menjadi 2 yaitu, konservatif dan operatif. Penanganan konservatif diberikan pada
pasien yang menolak operasi atau pada pasien yang tidak dapat diberikan tindakan
operatif. Penanganan konservatif terdiri dari 4 penanganan, yaitu litolisis
sistemik/oral, litolisis lokal, extra-corporeal shock-wave lithotripsy (ESWL) dan
endoskopi sfingterotomi.3 Tindakan operatif pada pasien kolelitiasis terdiri dari 4
jenis diantaranya: kolesistektomi, koledokolitotomi, koledokoduodenostomi/
koledojejunostomi roux-en y, pancreatiko-duodenektomi (whipple). 3
KESIMPULAN
26
Berdasarkan hasil pembahasan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
1. Ikterus obstruktif adalah ikterus yang diakibatkan oleh sumbatan pada saluran
empedu sehingga aliran empedu dari hati menuju usus halus menjadi
terhambat. Salah satu penyebab yang paling sering adalah kolelitiasis atau
batu kandung empedu.
2. Diagnosis kolelitiasis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang untuk membantu
menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding dapat berupa
pemeriksaan laboratorium dan imaging. Pemeriksaan laboratorium terdiri
dari: darah rutin, urine lengkap, pemeriksaan feses, dan tes faal hati.
Pemeriksaan imaging terdiri dari USG, CT-Scan, ERCP, PTC, skintigrafi,
biliaris koledokoskopi.
3. Penatalaksanaan kolelitiasis dibagi menjadi 2 macam yaitu konservatif dan
operatif. Penanganan konservatif terdiri dari 4 penanganan, yaitu litolisis
sistemik/oral, litolisis lokal, extra-corporeal shock-wave lithotripsy (ESWL),
dan sfingterotomi endoscopic. Tindakan operatif terdiri dari : kolesistektomi,
koledokolitotomi, koledokoduodenostomi/ koledojejunostomi roux-en y,
pancreatiko-duodenektomi (whipple).
DAFTAR PUSTAKA
27
1. Roche SP. Jaundice in the adult patient. 2014. American Family Physician
2. Saddique M, Iqbal SA. Management Of Obstructive Jaundice: Experience In a
Tertiary Care Surgical Unit. 2013. Pakistan
3. Mulyawan M. Bedah Digestive. 2011. Denpasar : Sub Bagian Bedah Digestive,
Bagian Bedah FK UNUD/ RSUP Sanglah.
4. Nazer H, Kadumbo S, Ringoringo D. 2014. Etiologi of Cholestasis. Available from:
http://emedicine.com/article/927624-overview#a0199
5. Arief S. 2015. Deteksi Dini Kolestasis Neonatal. Surabaya; FK UNAIR/ RSU Dr
Soetomo. Available from: http://www.pediatrik.com/pkb/20060220-ena504-pkb.pdf
6. Malhi H, Gores GJ, Malhi H, Gores GJ. The Modern Diagnosis And Therapy Of
Cholangiocarcinoma. 2013. Alimentary Pharmacology & Therapeutics. Available
from: http://simplelink.library.utoronto.ca/url.cfm/27881
7. Hall JG. Obstructive Jaundice. 2012. Journal of Gastrointestinal Surgery.
8. Lestari, S., Annisa, R. 2013. Kolelitiasis Akut. Universitas Sumatera Utara.
28