Dosen pembimbing
161086
161102
SHAVIRA RAMADHANI
161117
JURUSAN KEPERAWATAN
JAKARTA
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat Taufik Hidayah
serta Inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana.
Kami menyadari bahwa sebagai manusia yang memiliki keterbatasan, tentu hasil
karya kami ini tidak luput dari kekurangan baik dari segi isi maupun penuliisan kata. Maka
dari itu dengan mengharapkan ridha Allah swt kami sangat membutuhkan kritik dan saran
yang membangun dari anda semua demi untuk memperbaiki makalah kami dimasa yang akan
datang. Semoga Allah swt meridhai makalah ini. Amin ya rabbal amin.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
I. Latar belakang.................................................................................................................1
II. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
III. Tujuan Penulisan............................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................4
A. Pengertian Appendiksitis................................................................................................4
B. Etiologi appendiksitis......................................................................................................5
C. Patofisiologi....................................................................................................................5
D. Tanda dan gejala appendiksitis.......................................................................................8
E. Komplikasi appendiksitis................................................................................................8
F. Pemeriksaan Diagnostik..................................................................................................9
G. Penatalaksanaan appendiksitis........................................................................................9
H. Pengkajian pada appendiksitis......................................................................................11
I. Merumuskan diagnosa keperawatan dan membuat intervensi pada appendiksitis.......13
J. Melakukan implementasi pada appendiksitis................................................................17
K. Melakukan evaluasi pada appendiksitis........................................................................19
BAB III PENUTUP..................................................................................................................21
A. Kesimpulan...................................................................................................................21
B. Saran..............................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................22
iii
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar belakang
Tingkat kejadian appendisitis di negara maju lebih tinggi di bandingkan dengan negara
berkembang. Appendisitis dapat terjadi pada laki – laki dan perempuan pada segala usia tapi
pada umumnya saat usia remaja yaitu sektar usia 20 – 30 tahun. Appendisitis pada umumnya
terjadi pada laki – laki (Kowalak, 2011). Appendikitis sering terjadi pada individu yang
kebiasaan makan makanan rendah serat sehingga dapat mempengaruhi terjadinya konstipasi
yang dapat menimbulkan appendisitis. Konstipasi akan menaikan tekanan intrasekal yang
berakibat terjadinya sumbatan fungsional appendiks dan meningkatnyapertumbuhan kuman
flora kolon biasa sehingga dapat mempermudah timbulnya appendisitis
akut(Sjamsuhidayat ,2004). Sejak adanya kemajuan pada penanganan dan obat obatan
antibiotik angka kematian akibat dari appendititis sudah mengalami penuran. Penyakit ini
meruapakan yang paling sering memerlukan penanganan pembedahan darurat atau dilakukan
appendiktomi. Apendiktomi adalah pembedahan yang dilakukan untuk mengangkat
appenndik dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Selain itu untuk
pencegahannya yaitu dengan konsumsi makanan yang tinggi serat yang dapat melancarkan
pencernaan sehingga akan mengurangi resiko terjadi appendisitis (Smeltzer,2002).
I.1 Anatomi
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (beranjak 3-5 cm),
dan perpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian
distal. Namun demikian, pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar paa pangkalnya dan
menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden
appendiksitis pada usia itu. Pada 65% kasus, appendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan
itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang
mesoappendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya 35% appendiks terletak
retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asenden, atau di tepi lateral kolon
asenden. Gejala klinik appendiksitis ditentukan oleh letak appendiks.
Persyarafan parasimpatis berasal dari cabang n. Vagus yang mengikuti a.mesenterika superior
dan a.appendikularis, sedangkan persyarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Karena itu
nyeri viseral pada appendisitis bermula di sekitar umbilikus.
1
Pendararahan appendiks berasal dari a.appendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral.
Jika arteri ini tersumbat, misalnya trombosis pada infeksi, appendiks akan mengalami
gangren.
I.2 Fisiologi
appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan kedalam
lumen dan selanjutnya mengalir ke secum. Hambatan aliran lendir dimura appendiks
tampaknya berperan pada patogenesis appendiksitis.
Iomoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gout Associated Lymphoid Tissue)
yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks, ialah IgA . imonoglobulin itu
sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian pengangkatan appendiks
tidak mempengaruhi sistim imun tubuh sebeb jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika
dibandingkan dengan jumlah disaluran cerna dan seluruh tubuh.
2
II. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka penulis membuat rumusan
masalah yaitu
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan penelitian yang
dikehendaki dalam penelitian ini adalah:
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Appendiksitis
2. Apendisitis Kronis
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya :
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks
secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik
adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen
apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa , dan adanya sel
inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%.
Apendisitis kronis dibagi atas apendisitis fokalis atau parsial,setelah sembuh akan
timbul striktur lokal. Apendisitis kronis oblitteritiva yaitu apendiks miring
biasanya ditemukan pada usia tua.
4
B. Etiologi appendiksitis
C. Patofisiologi
Appendisitis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Faktor yang
menyebabkan appendisitis ada 5 yaitu sumbatan lumen appendiks, cacing askaris
yang dapat menimbulkan sumbatan, erosi mukosa appendiks karena adanya parasit
seperti E.histolitica, kebiasaan makan makanan yang rendah serat sehingga dapat
menimbulkan konstipasi sehingga dapat memepengaruhi terhadap timbulnya
appendisitis. Peningkatan kongesti dan penurunan perfusi pada dinding apendik akan
mengakibatkan terjadinya nekrosis dan inflamasi pada appendiks.Sehingga pada
keadaan tersebut akan menimbulkan nyeri pada area periumbilikal. Adanya proses
inflamasi yang berkelanjutan maka terjadi pembentukan eksudat pada permukaan
serosa appendiks. Pada saat eksudat berhubungan dengan pariental peritoneum, maka
intesitas nyeri yang khas akan terjadi.Peningkatan obstruksi yang terjadi maka bakteri
akan berpoliferasi sehingga meningkatkan tekanan intraluminal dan membentuk
infiltrat pada dinding apendik yang disebut sebagai appendiks mukosa. Perforasi
dengan cairan inflamasi dan bakteri yang masuk pada rongga perut akan
mengakibatkan peritonitis atau inflamasi pada permukaan peritoneum.Perforasi
appendik dengan adanya abses akan menimbulkan nyeri hebat pada bagian abdomen
kanan bawah.
5
Invasi & multiplikasi Hipertermia Febris
Spinal cord
Nyeri Hypoxia jaringan apendix
Anastesi
Reflek batuk Akumulasi secret
6
Despresi system Ketidakefektifan bersihan
Peristaltik usus
respirasi jalan nafas
Ketidakseimbangan nutrisi
Gangguan rasa nyaman Mual & muntah kurang dari kebutuhan
tubuh
Resiko kekurangan
volume cairan
7
D. Tanda dan gejala appendiksitis
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala yang khas yang didasari oleh
radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat. nyeri kuadran
bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan(37,5°C-38,5°C) terdapat
perbedaan suhu antara axila dan rectal ± 1°C, mual, muntah dan anoreksia (hilangnya
nafsu makan). Pada apendiks yang terinflamasi, nyeri tekan dapat dirasakan pada
kuadran kanan bawah pada titik Mc.Burney yang berada antara umbilikus dan spinalis
iliaka superior anterior. Derajat nyeri tekan, spasme otot dan apakah terdapat
konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi apendiks. Bila
apendiks melingkar dibelakang sekum, nyeri dan nyeri tekan terasa didaerah lumbal.
Bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini dapat diketahui hanya pada
pemeriksaan rektal. nyeri pada defekasi menunjukkan ujung apendiks berada dekat
rektum. nyeri pada saat berkemih menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan
kandung kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus kanan
dapat terjadi. Tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah
kiri yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah.
Apabila apendiks telah ruptur, nyeri menjadi menyebar. Distensi abdomen terjadi
akibat ileus paralitik dan kondisi pasien memburuk. Pada pasien lansia, tanda dan
gejala apendisitis dapat sangat bervariasi. Tanda-tanda tersebut dapat sangat
meragukan, menunjukkan obstruksi usus atau proses penyakit lainnya. Pasien
mungkin tidak mengalami gejala sampai ia mengalami ruptur apendiks. Insidens
perforasi pada apendiks lebih tinggi pada lansia karena banyak dari pasien-pasien ini
mencari bantuan perawatan kesehatan tidak secepat pasien-pasien yang lebih muda
(Smeltzer C. Suzanne, 2002).
E. Komplikasi appendiksitis
8
Ganggguan yang tidak begitu sering terjadi adalah apendisitis kronik, ditandai oleh
nyeri abdomen kronik dan serangan akut berrulang dengan interval beberapa bulan
atau lebih. Kodisi lain, seperti IBD dan gangguan ginjal, sering kali menyebabkan
manifestasi yang dikaitkan dengan apendisiis kronik.
F. Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium : terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif
(CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-
20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%. Sedangkan pada CRP ditemukan
jumlah serum yang meningkat.
Radiologi : terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan
ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada
apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian menyilang dengan
apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta pelebaran
sekum. Pemeriksaan barium enema x-ray (sebelumnya colon diberikan barium
sulfate) pada appendiksitis akut tidak diperbolehkan karna menyebabkan perforasi.
G. Penatalaksanaan appendiksitis
9
b. Operasi
Apendiktomi
Appendiksitis dapat menjadi perforasi dalam 24 jam maka harus segsera
dilakukan dintakan apendiktomi. Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami
perforata bebas, maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika
Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massa mungkin mengecil, atau
abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari.
Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu
sampai 3 bulan. Adapun laparaskopi (sayatan kecil) tindakan hamper sama
namun lebih memiliki beberapa keuntungan diantaranya yaitu untuk
menentukan diagnostic, hospitalisasi post op lebih sebentar, resiko komplikasi
rendah, proses penyembuhan lebih cepat sehingga pasien lebih cepat untuk
melakukan aktifitas.
c. Pasca Operasi
10
10. Perhatikan jika ada kemerahan panas dan perdarahan
11. Jika verban basah / kotor anjurkan klien / keluarga untuk mencuci tangan
sblm mengganti balutan
12. Anjurkan klien untuk segera kontrol bila terjadi peningkatan suhu / nyeri
abdomen
13. Diskusikan aktifitas klien setelah post operasi :
- Otot dan jaringan pada abdoment akan kembali normal dalam 6 minggu
- klien dapat melakukan aktifitas pada minggu ke 4 s.d. 6 setelah operasi
11
Pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila
tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. nyeri tekan perut kanan bawah merupakan
kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan
nyeri pada perut kanan bawah, ini disebut tanda Rovsing (Rovsing sign). Dan
apabila tekanan pada perut kiri dilepas maka juga akan terasa sakit di perut kanan
bawah, ini disebut tanda Blumberg (Blumberg sign).
c. Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis untuk menentukkan letak apendiks
apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini terasa nyeri,
maka kemungkinan apendiks yang meradang di daerah pelvis. Pemeriksaan ini
merupakan kunci diagnosis apendisitis pelvika.
d. Uji psoas dan uji obturator
Pemeriksaan ini dilakukan juga untuk mengetahui letak apendiks yang meradang.
Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas mayor lewat hiperekstensi
sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang
menempel pada m.psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.
Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan andorotasi sendi
panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan
m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini
akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika
(Akhyar Yayan, 2008 ).
Perubahan pola fungsi Data yang diperoleh dalam kasus apendisitis menurut
Doenges (2000) adalah sebagai berikut :
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : Malaise.
b. Sirkulasi
Tanda : Takikardi.
c. Eliminasi
Gejala : Konstipasi pada awitan awal. Diare (kadang-kadang).
Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan/ nyeri lepas, kekakuan. : Penurunan atau
tidak ada bising usus.
d. Makanan / cairan
Gejala : Anoreksia. : Mual/muntah.
e. Nyeri / kenyamanan
12
Gejala :Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang meningkat berat
dan terlokalisasi pada titik Mc.Burney (setengah jarak antara umbilikus dan tulang
ileum kanan), meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam (nyeri
berhenti tiba-tiba diduga perforasi atau infark pada apendiks). Keluhan berbagai
rasa nyeri/ gejala tak jelas (berhubungan dengan lokasi apendiks, contoh :
retrosekal atau sebelah ureter).
Tanda : Perilaku berhati-hati ; berbaring ke samping atau telentang dengan lutut
ditekuk. Meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi
kaki kanan/ posisi duduk tegak. : Nyeri lepas pada sisi kiri diduga inflamasi
peritoneal.
f. Pernapasan
Tanda : Takipnea, pernapasan dangkal.
g. Suhu
Tanda : Demam (biasanya rendah). Suhu (dubur rectal) lebih tinggi dari suhu
ketiak (axila)
1. Nyeri Akut b/d Agen – Agen penyebab cidera fisik : adanya insisi bedah
Tujuan : masalah nyeri akut teratasi setelah dilakukan asuhan selama 3×24 jam
Kriteria Hasil :
- Pasien melaporkan nyeri berkurang atau hilang
Intervensi :
- Kaji nyeri klien ( karakter, lokasi, durasi, frekuensi dll )
- Ajarkan tehnik untuk menurunkan nyeri (distraksi,therapeutik touch, massage )
- Beri therapi jika diagnostik sudah jelas
- Kaji keefektifan pemberian obat ½ jam setelah pemberian
13
2. Resiko Infeksi b/d tidak adekuatnya pertahanan utama, perforasi/ ruptur pada
apendiks, pembentukan abses ; prosedur invasif insisi bedah.
Kriteria hasil :
- Pasien terbebas dari tanda dan gejala infeksi
Intervensi :
Kriteria hasil :
- Mempertahankan BB
- Melaaporkan tingakat energi yang adekuat
- Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal
Intervensi :
- Kaji berat badan
- Tawarkan makanan berporsi besar di siang hari ketika nafsu makan tinggi
- Ajarkan pasien dan kelaurga tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal
- Instruksi paasien agar menarik napas dalam, perlahan , dan menelan secara
sadar untuk mengurangi mual dan muntah
4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d retensi secret
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam masalah
ketidakefektifan bersihan jalan nafas teratasi
14
Kriteria hasil :
- Pasien dapat mengeluarkan secret secara efektif
- Pada pemeriksaan auskultasi memiliki suara nafas yang jernih
- Pasien mampu batuk efektif
- Mempunyai irama dan frekuensi pernafasan dalam rentang normal
- Mempunyai jalan nafas yang paten
Intervensi :
Intervensi :
Kriteria hasil:
- mempertahankan urine output sesuai dengan usia BB,HT normal
15
- tidak ada tanda tanda dehidrasi
Intervensi :
- kaji tingkat dehidrasi pasien
- pertahankan catatan intek aoutput pasien
- kolaborasikan pemeberian cairan iv
Kriteria hasil :
- Tidak adanya nyeri perut
- menjaga agar tidak terjadi komplikasi
- Bising usus normal
- Na,K,Cl,Mg,Biknat dalam batas normal
Intervensi :
- Monitor tanda-tanda komplikasi perforasi / peritonitis ( Peningkatan
nyeri, distensi abdoment )
- Monitor TTV ( peningkatan nadi dan pernapasan indikasi perforasi
peningkatan suhu dan tekanan darah peritonitis)
- Pertahankan pemberian cairan intra vena sebelum dan sesudah post
operasi sampai klien boleh minum
Kriteria hasil :
- Tidak ada tanda tanda infeksi
- Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka
Intervesnsi :
- Anjurkan pasien untuk menngunakn pakaian yang longgar
16
- Monirot kulit akan adanya kemerahan
- Observasi luka post operasi
9. Gangguan rasa nyaman b/d gejala terkait penyakit
Tujuan : setelah dilakukan asuhan selama 3x24 jam masalah gangguan rasa nyaman
teratasi
Kriteria hasil :
- Mampu mengontrol nyeri
- Kualitas tidur dan istirahat adekuat
- Status kenyamanan meningkat
- Status lingkungan yang nyaman
Intervensi :
1. Nyeri akut
- Mengkaji tingkat nyeri pasien
- Mengkaji TTV pasien
- Memberikan pasien lingkungan yang nyaman
- Mengjarkan pasien teknik releksasi dan distraksi
- Memberikan informasi tentang nyeri penyebab,berapa lama akan
berlangsung
- Memberikan obat analgesic untuk mengurangi nyeri
2. Resiko infeksi
- Memantau tanda dan gejala infeksi ( suhu tubuh , denyut
jantung,penampilan luka,drainase,penampilan urine)
- Memantau hasil labotorium (hitung darah lengkap,hitung granulosit
absolut,hitung jenis protein dan albumin)
17
3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
- Mengkaji berat badan
- Mentawarkan makanan berporsi besar di siang hari ketika nafsu makan
tinggi
- Mengajarkan pasien dan kelaurga tentang makanan yang bergizi dan tidak
mahal
- Menginstruksi paasien agar menarik napas dalam, perlahan , dan menelan
secara sadar untuk mengurangi mual dan muntah
4. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas
- Mengkaji RR dan suara nafas pasien
- Mengajarkan pasien batuk efektif dan fisioterapi dada
- Mengatur posisi pasien yang memungkinkan untuk pengembangan
maksimal rongga dada
- Memberikan oksigen yang sudah di humidifikasi (dilembabkan) sesuai
dengan kebijakan institusi
5. Hipertermi
- Memonitor TTV setiap 2 jam sekali
- Memonitor intake dan output
- Memberikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
- Mengkompros pasien pada lipat paha dan aksila dengan air hangat
- Mengkolaborasi untuk pemberian cairan intravena
6. Kekurangan volume cairan
- Mengkaji tingkat dehidrasi pasien
- Mempertahankan catatan intek aoutput pasien
- Mengkolaborasikan pemeberian cairan iv
7. Resiko ketidakefektifan perfusi gastrointestinal
- Memonitor bising usus
- Menghindari pemberian antikoagulan
8. Kerusakan integritas jaringan
- Menganjurkan pasien untuk menngunakn pakaian yang longgar
- Memonirot kulit akan adanya kemerahan
- Mengobservasi luka post operasi
9. Ganguan rasa nyaman
- Menemani pasien untuk memberikan kenyaman dan mengurangi takut
18
- Menjelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
- Menginstruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
1. Nyeri
- Pasein mengatakan sudah tidak merasa nyeri lagi
2. Resiko Infeksi
- Pasien sudah terbebas dari tanda dan gejala infeksi
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
- Pasien mampu mempertahankan BB
- Pasien melaporkan tingakat energi yang adekuat
- Pasien mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal
4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
- Pasien mampu mengeluarkan secret dengan efektif
- Pada pemeriksaan auskultasi pasien memiliki suara nafas yang jernih
- Pasien mampu batuk efektif
- Nafas pasien mempunyai irama dan frekuensi pernafasan dalam rentang
normal
- Pasien mempunyai jalan nafas yang paten
5. Hipertermi
- TTV pasien normal
- Tidak ada perubahan warna kulit
6. Kekurangan volume cairan
- Pasien Mempertahankan urine output sesuai dengan usia BB,HT normal
- Pasien tidak memiliki tanda tanda dehidrasi
7. Resiko ketidakefektifan perfusi gastrointestinal
- Pasien tidak lagi merasa adanya nyeri perut
- Perawat menjaga agar tidak terjadi komplikasi
- Bising usus pasien kembali normal
8. Kerusakan integritas jaringan
- Tidak ada lagi tanda - tanda infeksi pada tubuh pasien
- Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka
19
9. Ganguan rasa nyaman
- Pasien mampu mengontrol nyeri
- Kualitas tidur pasein dan istirahat yang adekuat
- Status kenyamanan pasien meningkat
- Status lingkungan pasien yang nyaman
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan:
B. Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
22