Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS

ILEUS OBSTRUKTIF

Pembimbing :

dr. Budi Irwan, SpB-KBD

Penyusun :

Andrian 150100036

Achmad Syukran Fauzan 150100065

Alicia 150100103

Alfredo Fransiscus 150100164

Putri Wulandari 150100188

Ian Rimhot Sinaga 120100249

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT RUJUKAN HAJI ADAM MALIK

DEPARTEMEN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020
2

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-NYa sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus
yang berjudul “Ileus Obstruktif”.
Selama penyusunan laporan kasus ini, penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih dan rasa hormat kepada dr. Budi Irwan, SpB-KBD selaku
supervisor pembimbing laporan kasus di Departemen Ilmu Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan waktunya dalam
membimbing dan membantu hingga laporan kasus ini dapat selesai dengan baik.
Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk mengetahui pencapaian
pembelajaran dalam kepaniteraan klinik senior. Penulisan laporan kasus ini
merupakan salah satu untuk melengkapi persyaratan Departemen Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Penulis sangat menyadari laporan kasus ini pasti tidak luput dari
kekurangan oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
demi perbaikan dalam penulisan laporan kasus selanjutnya. Semoga laporan kasus
ini bermanfaat. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 11 Februari 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. i


DAFTAR ISI.................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Tujuan.......................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................3
2.1 Anatomi Usus...........................................................................................3
2.2 Ileus Obstruksi .........................................................................................5
2.2.1 Definisi ..........................................................................................5
2.2.2 Klasifikasi.......................................................................................6
2.2.3 Etiologi ..........................................................................................6
2.2.4 Epidemiologi .................................................................................8
2.2.5 Patofisiologi ..................................................................................9
2.2.6 Gejala Klinis...................................................................................11
2.2.7 Diagnosis.......................................................................................12
2.2.8 Diagnosis Banding.........................................................................14
2.2.9 Komplikasi.....................................................................................14
2.2.10 Tatalaksana...................................................................................14
2.2.11 Prognosis......................................................................................15
BAB III STATUS ORANG SAKIT............................................................16
BAB IV FOLLOW UP.................................................................................25
BAB V DISKUSI KASUS............................................................................27
BAB VI KESIMPULAN..............................................................................32
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................33

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obstruksi ileus merupakan kegawatan dalam bedah abdominal yang sering


dijumpai. Sekitar 20% pasien datang kerumah sakit datang dengan keluhan
nyeri abdomen karena obstruksi pada saluran cerna, 80% terjadi pada usus
halus.Obstruksi ileus adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana
menghambat proses pencernaan secara normal.1
Penyakit ini sering terjadi pada individu yang memiliki kebiasaan
mengkonsumsi makanan yang rendah serat, dari kebiasaan tersebut akan
muncul permasalahan pada kurangnya membentuk massa feses yang
menyambung pada rangsangan peristaltic usus, kemudian saat kemampuan
peristaltic usus menurun maka akan terjadi konstipasi yang mengarah pada
feses yang mengeras dan mampu menyumbat lumen usus sehingga
menyebabkan terjadinya osbtruksi.1
Angka kejadian di Indonesia menunjukan kasus laparotomi meningkat dari
162 kasus pada tahun 2005 menjadi 983 kasus pada 2006 dan 1281 kasus pada
tahun 2007. Angka kejadian di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan
menunjukan semakin tingginya angka terapi pembedahan abdomen tiap
tahunya, pada tahun 2008 terdapat 172 kasus laparotomi, lalu pada tahun 2009
terdapat 182 kasus pembedahan laparotomi.2
Salah satu cara penanganan pada pasien dengan obstruksi ileus adalah
dengan pembedahan laparotomi, penyayatan pada dinding abdomen. Obstruksi
ileus dapat terjadi pada setiap usia. Namun penyakit ini sering dijumpai pada
orang dewasa.2

1
2

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk menambah


pengetahuan mengenai ileus obstruktif sehingga dokter muda dapat mengenali
penyakit ini dan menangani sesuai dengan kompetensinya.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Usus


Usus halus merupakan tabung kompleks, berlipat-lipat yang membentang
dari pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus halus
sekitar 12 kaki (22 kaki pada kadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi
bagian tengah dan bawah rongga abdomen. Ujung proksimalnya bergaris
tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin ke bawah lambat laun garis tengahnya
berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm.1
2.1.1. Struktur usus halus
Struktur usus halus terdiri dari bagian-bagian berikut ini:
a. Duodenum: bentuknya melengkung seperti kuku kuda. Pada
lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian kanan duodenum
merupakan tempat bermuaranya saluran empedu (duktus koledokus)
dan saluran pankreas (duktus pankreatikus), tempat ini dinamakan
papilla vateri. Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang
banyak mengandung kelenjar brunner untuk memproduksi getah
intestinum.24 Panjang duodenum sekitar 25 cm, mulai dari pilorus
sampai jejunum.1
b. Jejunum: Panjangnya 2-3 meter dan berkelok-kelok, terletak di sebelah
kiri atas intestinum minor. Dengan perantaraan lipatan peritoneum
yang berbentuk kipas (mesentrium) memungkinkan keluar masuknya
arteri dan vena mesentrika superior, pembuluh limfe, dan saraf ke
ruang antara lapisan peritoneum. Penampang jejunum lebih lebar,
dindingnya lebih tebal, dan banyak mengandung pembuluh darah.
c. Ileum: ujung batas antara ileum dan jejunum tidak jelas, panjangnya
±4-5 m. Ileum merupakan usus halus yang terletak di sebelah kanan
bawah berhubungan dengan sekum dengan perantaraan lubang
orifisium ileosekalis yang diperkuat sfingter dan katup valvula ceicalis
5

(valvula bauchini) yang berfungsi mencegah cairan dalam kolon agar


tidak masuk lagi ke dalam ileum.2

2.1.2. Struktur usus besar


Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang
sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai
kanalisani. Diameter usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus
kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus
diameternya semakin kecil.23 Lapisan-lapisan usus besar dari dalam ke
luar adalah selaput lendir, lapisan otot yang memanjang, dan jaringan ikat.
Ukurannya lebih besar daripada usus halus, mukosanya lebih halus
daripada usus halus dan tidak memiliki vili. Serabut otot longitudinal
dalam muskulus ekterna membentuk tiga pita, taenia coli yang menarik
kolon menjadi kantong-kantong besar yang disebut dengan haustra.
Dibagian bawah terdapat katup ileosekal yaitu katup antara usus halus dan
usus besar. Katup ini tertutup dan akan terbuka untuk merespon
gelombang peristaltik sehingga memungkinkan kimus mengalir 15 ml
masuk dan total aliran sebanyak 500 ml/hari.3
Bagian-bagian usus besar terdiri dari :
a. Sekum adalah kantong tertutup yang menggantung di bawah area
katup ileosekal apendiks. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan
apendiks yang melekat pada ujung sekum.23 Apendiks vermiform,
suatu tabung buntu yang sempit yang berisi jaringan limfoit, menonjol
dari ujung sekum.3
b. Kolon adalah bagian usus besar dari sekum sampai rektum. Kolon
memiliki tiga divisi.
i. Kolon ascenden : merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hati
di sebelah kanan dan membalik secara horizontal pada fleksura
hepatika.
ii. Kolon transversum: merentang menyilang abdomen di bawah hati
dan lambung sampai ke tepi lateral ginjal kiri, tempatnya memutar
ke bawah fleksura splenik.
6

iii. Kolon desenden : merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan
menjadi kolon sigmoid berbentuk S yang bermuara di rektum.
c. Rektum adalah bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan panjang
12-13 cm. Rektum berakhir pada saluran anal dan membuka ke
eksterior di anus.
Untuk lebih jelas, sistem pencernaan manusia dapat dilihat pada gambar
1.1.

Gambar 1.14
2.2. Ileus Obstruksi
2.2.1. Definisi
Ileus adalah gangguan/hambat an pasase isi usus yang me rupakan
tanda adanya obstruksi usus akut yang segera membutuhkan pertolongan
atau tindakan. Ileus ada 2 macam yaitu ileus obstruktif dan ileus
paralitik.5,6
Ileus obstruktif atau disebut juga ileus mekanik adalah keadaan dimana
isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena
adanya sumbatan/hambatan mekanik yang disebabkan kelainan dalam
7

lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan atau kelainan
vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan nekrose segmen
usus tersebut.5,6 Sedangkan ileus paralitik atau adynamic ileus adalah
keadaan dimana usus gagal/ tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik
untuk menyalurkan isinya akibat kegagalan neurogenik atau hilangnya
peristaltik usus tanpa adanya obstruksi mekanik.5,6,7
2.2.2. Klasifikasi
Berdasarkan lokasi obstruksinya, ileus obstrukif atau ileus mekanik
dibedakan menjadi,antara lain:7
1. Ileus obstruktif letak tinggi : obstruksi mengenai usus halus (dari
gaster sampai ileumterminal).
2. Ileus obstruktif letak rendah : obstruksi mengenai usus besar (dari
ileum terminal sampairectum).
Selain itu, ileus obstruktif dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan
stadiumnya, antara lain :
1. Obstruksi sebagian (partial obstruction) : obstruksi terjadi sebagian
sehingga makanan masih bisa sedikit lewat, dapat flatus dan defekasi
sedikit.
2. Obstruksi sederhana (simple obstruction) : obstruksi/sumbatan yang
tidak disertaiterjepitnya pembuluh darah (tidak disertai gangguan
aliran darah).
3. Obstruksi strangulasi (strangulated obstruction) : obstruksi disertai
dengan terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan
berakhir dengan nekrosis ataugangren.
2.2.3. Etiologi
Penyebab terjadinya ileus obstruksi pada usus halus antara lain7:
1. Hernia inkarserata :
Usus masuk dan terjepit di dalam pintu hernia. Pada anak dapat
dikelola secara konservatif dengan posisi tidur Trendelenburg. Namun,
jika percobaan reduksi gaya berat ini tidak berhasil dalam waktu 8 jam,
harus diadakan herniotomi segera.
8

2. Non hernia inkarserata, antara lain


a. Adhesi atau perlekatan usus
Di mana pita fibrosis dari jaringan ikat menjepit usus. Dapat
berupa perlengketanmungkin dalam bentuk tunggal maupun
multiple, bisa setempat atau luas. Umunya berasal dari rangsangan
peritoneum akibat peritonitis setempat atau umum. Ileus karena
adhesi biasanya tidak disertai strangulasi.
b. Invaginasi
Disebut juga intususepsi, sering ditemukan pada anak dan agak
jarang pada orang muda dan dewasa. Invaginasi pada anak sering
bersifat idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Invaginasi
umumnya berupa intususepsi ileosekal yang masuk naik kekolon
ascendens dan mungkin terus sampai keluar dari rektum. Hal ini
dapat mengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian usus yang
masuk dengan komplikasi perforasi dan peritonitis. Diagnosis
invaginasi dapat diduga atas pemeriksaan fisik, dandipastikan
dengan pemeriksaan Rontgen dengan pemberian enema barium.
c. Askariasis
Cacing askaris hidup di usus halus bagian yeyunum, biasanya
jumlahnya puluhan hingga ratusan ekor. Obstruksi bisa terjadi di
mana-mana di usus halus, tetapi biasanya di ileum terminal yang
merupakan tempat lumen paling sempit. Obstruksi umumnya
disebabkan oleh suatu gumpalan padat terdiri atas sisa makanan
dan puluhan ekor cacing yang mati atau hampir mati akibat
pemberian obat cacing. Segmen usus yang penuh dengan cacing
berisiko tinggi untuk mengalami volvulus, strangulasi, dan
perforasi.
d. Volvulus
Merupakan suatu keadaan di mana terjadi pemuntiran usus
yang abnormal dari segmen usus sepanjang aksis longitudinal usus
sendiri, maupun pemuntiran terhadap aksis radiimesenterii
9

sehingga pasase makanan terganggu. Pada usus halus agak jarang


ditemukan kasusnya. Kebanyakan volvulus didapat di bagian ileum
dan mudah mengalami strangulasi. Gambaran klinisnya berupa
gambaran ileus obstruksi tinggi dengan atau tanpa gejala dan tanda
strangulasi.
e. Tumor
Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi usus,
kecuali jika ia menimbulkan invaginasi. Proses keganasan,
terutama karsinoma ovarium dan karsinoma kolon, dapat
menyebabkan obstruksi usus. Hal ini terutama disebabkan oleh
kumpulan metastasis di peritoneum atau di mesenterium yang
menekan usus.
f. Batu empedu yang masuk ke ileus.
Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul
dari saluran empedu keduodenum atau usus halus yang menyeb
abkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu
yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian
ileum terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.
Penyebab obstruksi kolon yang paling sering ialah karsinoma, ter
utama pada daerah rektosigmoid dan kolon kiri distal.
2.2.4. Epidemiologi
Penyebab obstruksi usus terbanyak adalah hernia strangulata. Sekitar
44% dari obstruksi mekanik usus disebabkan oleh hernia eksterna yang
mengalami strangulasi. Di Indonesia, penyebab tersering obstruksi usus
adalah hernia, baik sebagai penyebab obstruksi sederhana (51%) maupun
obstruksi usus strangulasi (63%). Adhesi pasca operasi timbul setelah
terjadi cedera pada permukaan jaringan, sebagai akibat insisi, kauterisasi,
jahitan atau mekanisme trauma lainnya. Dari laporan terakhir pasien yang
telah menjalani sedikitnya sekali operasi intra abdomen, akan
berkembang adhesi satu hingga lebih dari sepuluh kali.
10

Obstruksi usus merupakan salah satu konsekuensi klinik yang


penting. Di negara maju, adhesi intraabdomen merupakan penyebab
terbanyak terjadinya obstruksi usus. Pada pasien digestif yang
memerlukan tindakan reoperasi, 30-41% disebabkan obstruksi usus akibat
adhesi. Untuk obstruksi usus halus, proporsi ini meningkat hingga 65-
75%.8 Pada sebuah penelitian di India, kasus obstruksi lebih banyak
terjadi pada laki-laki (75,20%) dibandingkan perempuan (24,79%).
Kelompok umur yang paling sering mengalami ileus obstruksi adalah usia
20 – 60 tahun.9 Angka mortalitas ileus paralitik dan obstruksi intestinal
bervariasi tergantung etiologinya yaitu berkisar 2 hingga 20% bahkan
mencapai 50% pada pasien dengan sakit berat dengan penyakit sistemik
dan disfungsi organ multipel.10
2.2.5. Patofisiologi
1. Perubahan isi lumen usus
Pada saat terjadi obstruksi, gas dan cairan terakumulasi dalam
lumen usus di bagian proksimal dari tempat obstruksi.11 Dalam 12 jam
pertama setelah timbulnya obstruksi usus terdapat penurunan absorbsi
dan peningkatan sekresi dari air, natrium, dan kalium. Peningkatan
sekresi tersebut merupakan akibat dari aktivasi refleks neural oleh
reseptor regangan (stretch reseptors). Kegagalan absorbsi dan
peningkatan sekresi air dan elektrolit akan terus berlangsung sehingga
menyebabkan akumulasi cairan. Selain itu adanya saliva yang tertelan,
cairan lambung, serta sekresi dari cairan empedu dan pankreas berperan
dalam akumulasi cairan. Sedangkan akumulasi gas berasal dari udara
yang tertelan dan fermentasi bakteri.12,13,14 Distensi usus yang
disebabkan akumulasi gas dan cairan tersebut menyebabkan rasa tidak
nyaman. Selain itu, terjadi peningkatan aktivitas usus dalam upaya
mengatasi obstruksi. Hal ini menyebabkan nyeri kolik dan diare pada
tahap awal obstruksi. Dengan akumulasi gas dan cairan yang
berkelanjutan, usus akan berdilatasi dan terjadi peningkatan tekanan
intraluminal dan intramural. Motilitas usus akhirnya akan berkurang.11
11

2. Perubahan flora normal usus


Saat terjadi obstruksi, flora pada lumen usus, yang biasanya steril
akan berubah dan beragam organisme akan tumbuh pada usus. 11 Jumlah
mikroorganisme yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan
mukosa usus ringan dan pembentukan gas yang berlebihan.12
3. Perubahan motilitas
Pada model eksperimental obstruksi usus menunjukkan kontraksi
meningkat di sebelah proksimal dari hambatan lumen usus sedangkan
kontraksi di sebelah distal menurun. Komponen utama dari peningkatan
aktivitas motor di bagian proksimal tersebut diatur oleh neuron motorik
kolinergik usus. Pada keadaan obstruksi yang lama, akan terjadi
peningkatan refleks peristaltik motorik. Proses tersebut akan disela oleh
fase kontraksi berkelompok, gelombang kontraktil yang intens, atau
hilangnya aktivitas motorik. Hal-hal tersebut akan menimbulkan kolik
intermiten dan borborigmi. Pada obstruksi kronik muskularis eksterna
menjadi tebal melalui mekanisme hipertrofi dan hiperplastik. Semakin
lama aktivitas motorik berkurang sehingga periode diamnya aktivitas
motorik usus akan meningkat secara progresif. Pada obstruksi usus
parsial akan terjadi perubahan pada interstisial cell’s of Cajal yang
reversibel. Perubahan pada aktivitas neuronal, insterstisial cell’s of
Cajal, dan otot halus usus itu sendiri diduga berperan dalam perubahan
motilitas selama obstruksi intestinal kronik terjadi.12,13
4. Iskemia dan nekrosis usus
Jika tekanan intramural terus meningkat, akan terjadi gangguan
perfusi mikrovaskuler usus, sehingga terjadi iskemia usus dan akhirnya
nekrosis. Kondisi ini disebut obstruksi usus strangulata. Pada obstruksi
usus halus parsial, hanya sebagian saja lumen usus yang tersumbat,
sehingga masih memungkinkan lewatnya gas dan cairan. Proses
patologis akan lebih lambat terjadi pada obstruksi parsial. Suatu bentuk
obstruksi usus yang sangat berbahaya adalah obstruksi loop tertutup di
mana segmen usus adalah tertutup baik secara proksimal maupun distal
12

(misalnya pada volvulus). Di kasus-kasus seperti itu, gas dan cairan


yang terakumulasi tidak dapat lepas dari proksimal atau distal dari
segmen yang terhambat, sehingga terjadi peningkatan cepat tekanan
luminal dan perkembangan cepat ke obstruksi usus strangulata.11

5. Efek sistemik dan metabolik


Efek sistemik ada ileus obstruksi adalah ketidak seimbangan cairan
elektrolit dan asam basa. Volume muntah tidak terlalu banyak pada
obstruksi intestinal letak rendah, namun nyeri kolik dan distensi
abdomen lebih berat. Distensi dan nyeri pada obstruksi kolon cukup
intens namun muntah dan dehidrasi jarang terjadi. Dengan adanya
closed loop obstruction dan strangulasi dapat terjadi pelepasan usus
yang nekrotik sehingga menyebabkan pelepasan substansi yang menjadi
penyebab systemic inflammatory response.12,13
2.2.6. Gejala Klinis
Gejala klinis dari ileus obstruktif bervariasi tergantung dari derajat
obstruksi pada lokasi obstruksi. Manifestasi umum dari obstruksi usus
halus adalah mual muntah, nyeri perut, distensi perut, kembung, dan
retensi feses dan flatus. Karakteristik muntah adalah suatu hal yang
penting, sebab semakin fekulen muntah pasien menandakan obstruksi
yang lebih berat.11 Nyeri khas pada obstruksi yaitu rasa seperti tertekan
yang tumpul, atau seperti diremas dengan periode eksaserbasi kram dan
gelombang yang muncul secara bergantian. Nyeri pada obstruksi usus
halus menjalar ke area periumbilikal, derajat nyeri cukup berat dan
bersifat kolik, sedangkan nyeri pada obstruksi kolon terlokalisasi sedikit
di bawah umbilikus, sedangkan pada lesi distal biasanya mengalami nyeri
yang lebih terlokalisasi pada abdomen kiri bawah.12,13
Semakin proksimal obstruksi terjadi, semakin cepat gejala muncul
berupa muntah makanan yang tidak tercerna. Retensi feses dan flatus,
walaupun merupakan manifestasi klasik dari ileus, mungkin tidak muncul
sampai beberapa hari kemudian. Berbeda dengan ileus usus halus, yang
13

biasanya dimulai secara akut dengan gejala yang berat, ileus usus besar
sering dimulai dengan gejala ringan. Manifestasi utamanya adalah
kembung (80%), nyeri perut (60%), dan retensi tinja dan flatus (50%).15
Flatus dan / atau feses yang masih ada lebih dari 6 hingga 12 jam
setelah timbulnya gejala adalah karakteristik khas obstruksi parsial.
Tanda-tanda obstruksi usus termasuk distensi perut. Bunyi usus pada
awalnya hiperaktif, tetapi pada tahap akhir obstruksi usus, bising usus
mungkin terdengar minimal. Tanda-tanda obstruksi strangulata adalah
nyeri perut yang hebat yang menandakan iskemia usus. Pasien mungkin
akan mengeluhkan gejala takikardi, demam, dan nyeri tekan abdomen
terlokalisir.11
2.2.7. Diagnosis
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Pada anamnesis, obstruksi tinggi sering dapat ditemukan penyebab
misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi atau
terdapat hernia. Gejala umum berupa syok, oliguri dan gangguan
elektrolit. Selanjutnya ditemukan meteorismus dan kelebihan cairan di
usus, hiperperistaltis berkala berupa kolik yang disertai mual dan
muntah. Kolik tersebut terlihat pada inspeksi perut sebagai gerakan
usus ataukejang usus dan pada auskultasi sewaktu serangan kolik,
hiperperistaltis kedengaran jelas sebagai bunyi nada tinggi. Penderita
tampak gelisah dan menggeliat sewaktu kolik dan setelah satu dua kali
defekasi tidak ada lagi flatus atau defekasi.
Pemeriksaan dengan meraba dinding perut bertujuan untuk
mencari adanya nyeri tumpul dan pembengkakan atau massa yang
abnormal. Gejala permulaan pada obstruksi kolon adalah perubahan
kebiasaan buang air besar terutama berupa obstipasi dan kembung
yang kadang disertai kolik pada perut bagian bawah. Pada inspeksi
diperhatikan pembesaran perut yang tidak pada tempatnya misalnya
pembesaran setempat karena peristaltis yang hebat sehingga terlihat
gelombang usus ataupun kontur usus pada dinding perut. Biasanya
14

distensi terjadi pada sekum dan kolon bagian proksimal karena bagian
ini mudah membesar.16
Dengan stetoskop, diperiksa suara normal dari usus yang berfungsi
(bising usus).Pada penyakit ini, bising usus mungkin terdengar sangat
keras dan bernada tinggi, atau tidak terdengar sama sekali.16
2. Pemeriksaan Penunjang
Nilai laboratorium pada awalnya normal, kemudian akan terjadi
hemokonsentrasi, leukositosis, dan gangguan elektrolit. Pada
pemeriksaan radiologis, dengan posisi tegak, terlentang dan lateral
dekubitus menunjukkan gambaran anak tangga dari usus kecil yang
mengalami dilatasi dengan air fluid level. Pemberian kontras akan
menunjukkan adanya obstruksi mekanis dan letaknya. Pada ileus
obstruktif letak rendah jangan lupa untuk melakukan pemeriksaan
rektosigmoidoskopi dan kolon (dengan colok dubur dan barium in
loop) untuk mencari penyebabnya. Periksa pula kemungkinan terjadi
hernia.16
Pemeriksaan laboratorium tidak mempunyai ciri-ciri khusus. Pada
urinalisa, berat jenis bisa meningkat dan ketonuria yang menunjukkan
adanya dehidrasi dan asidosis metabolik. Leukosit normal atau sedikit
meningkat, jika sudah tinggi kemungkinan sudah terjadi peritonitis.
Kimia darah sering adanya gangguan elektrolit.17
Pada saat sekarang ini radiologi memainkan peranan penting dalam
mendiagnosis secara awal ileus obstruktif usus secara dini. 16 Foto polos
abdomen sangat bernilai dalam menegakkan diagnose ileus obstruksi.
Sedapat mungkin dibuat pada posisi tegak dengan sinar mendatar.
Posisi datar perlu untuk melihat distribusi gas, sedangkan sikap tegak
untuk melihat batas udara dan air serta letak obstruksi. Secara normal
lambung dan kolon terisi sejumlah kecil gas tetapi pada usus halus
biasanya tidak tampak. 17
Gambaran radiologi dari ileus berupa distensi usus dengan multiple
air fluid level, distensi usus bagian proksimal, absen dari udara kolon
15

pada obstruksi usus halus. Obstruksi kolon biasanya terlihat sebagai


distensi usus yang terbatas dengan gambaran haustra, kadang-kadang
gambaran massa dapat terlihat. Pada gambaran radiologi, kolon yang
mengalami distensi menunjukkan gambaran seperti ‘pigura’ dari
dinding abdomen.16
Kemampuan diagnostik kolonoskopi lebih baik dibandingkan
pemeriksaan barium kontras ganda. Kolonoskopi lebih sensitif dan
spesifik untuk mendiagnosis neoplasma dan bahkan bisa langsung
dilakukan biopsi.17
a. Gambaran Radiologi
Untuk menegakkan diagnosis secara radiologis, pada ileus
obstruktif dilakukan foto abdomen 3 posisi. Yang dapat ditemukan
pada pemeriksaan foto abdomen ini antara lain:18
1. Ileus obstruksi letak tinggi:
- Dilatasi di proksimal sumbatan (sumbatan paling distal
di ileocecal junction) dan kolaps usus di bagian distal
sumbatan.
- Coil spring appearance
- Herring bone appearance
- Air fluid level yang pendek-pendek dan banyak (step
ladder sign)
2. Ileus obstruksi letak rendah :
- Gambaran sama seperti ileus obstruksi letak tinggi
- Gambaran penebalan usus besar yang juga distensi
tampak pada tepi abdomen
- Air fluid level yang panjang-panjang di kolon.
Sedangkan pada ileus paralitik gambaran radiologi
ditemukan dilatasi usus yang menyeluruh dari gaster
sampai rektum.
2.2.8. Diagnosis Banding
16

Pada ileus paralitik nyeri yang timbul lebih ringan tetapi konstan dan
difus, dan terjadi distensi abdomen. Ileus paralitik, bising usus tidak
terdengar dan tidak terjadi ketegangan dinding perut. Bila ileus
disebabkan oleh proses inflamasi akut, akan ada tanda dan gejala dari
penyebab primer tersebut. Gastroenteritis akut, apendisitis akut, dan
pancreatitis akut juga dapat menyerupai obstruksi usus sederhana.18

2.2.9. Komplikasi
Pada obstruksi kolon dapat terjadi dilatasi progresif pada sekum yang
berakhir dengan perforasi sekum sehingga terjadi pencemaran rongga
perut dengan akibat peritonitis umum.18
2.2.10. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang
mengalami obstruksi untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi
biasanya selalu diperlukan. Menghilangkan penyebab obstruksi adalah
tujuan kedua. Kadang-kadang suatu penyumbatan sembuh dengan
sendirinya tanpa pengobatan, terutama jika disebabkan oleh
perlengketan. Penderita penyumbatan usus harus di rawat di rumah
sakit.19
1. Persiapan
2. Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah
aspirasi dan mengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien
dipuasakan, kemudian dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit
untuk perbaikan keadaan umum. Setelah keadaan optimum tercapai
barulah dilakukan laparatomi. Pada obstruksi parsial atau
karsinomatosis abdomen dengan pemantauan dan konservatif.19
3. Operasi
4. Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-
organ vital berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling sering
dilakukan adalah pembedahan sesegera mungkin. Tindakan bedah
dilakukan apabila ada strangulasi, obstruksi lengkap, hernia
17

inkarserata, tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif


(dengan pemasangan NGT, infus, oksigen dan kateter).19
5. Pasca Bedah
6. Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan
dan elektrolit. Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus
memberikan kalori yang cukup. Perlu diingat bahwa pasca bedah
usus pasien masih dalam keadaan paralitik.19

2.2.11. Prognosis
Mortalitas ileus obstruktif ini dipengaruhi banyak faktor seperti
umur, etiologi, tempat dan lamanya obstruksi. Jika umur penderita
sangat muda ataupun tua maka toleransinya terhadap penyakit maupun
tindakan operatif yang dilakukan sangat rendah sehingga meningkatkan
mortalitas. Pada obstruksi kolon mortalitasnya lebih tinggi
dibandingkan obstruksi usus halus.19
18

BAB III
STATUS ORANG SAKIT

3.1. IDENTITAS PASIEN


Nama : Misni Sinaga
Umur : 51 Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Letjen Jendral Jamin Ginting No. 215
Tanggal Masuk : 3 Februari 2020
3.2. AUTOANAMNESIS
KU : Nyeri Perut
Telaah : Pasien mengeluh nyeri perut sejak kurang lebih 10 hari sebelum
masuk rumah sakit. Nyeri perut dikeluhkan setelah pasien tidak
bisa BAB dan buang angin sejak 10 hari sebelum masuk rumah
sakit. Keluhan dirasakan secara tiba-tiba. Perut terasa kembung
dan mulas. Keluhan mual dan muntah dijumpai. Muntah muncul
setiap kali pasien makan. Muntah berisi apa yang dimakan dan
berwarna kehijauan. Pasien juga mengeluhkan terdapat benjolan
pada pusar sejak 10 tahun ini yang awalnya dapat masuk kembali,
namum 8 hari terakhir, benjolan tersebut tidak dapat masuk
kembali. Demam tidak dijumpai pada pasien. BAB berdarah dan
seperti kotoran kambing disangkal. Pasien sebelumnya berobat ke
rumah sakit di Vina Estetica, kemudian dikatakan terdapat
sumbatan pada usus.
RPT : Tidak jelas
RPO : Tidak jelas

3.2. PEMERIKSAAN FISIK


Status presens
Sensorium : Compos Mentis
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
19

HR : 97 kali/menit
RR : 22 kali/menit
Temperatur : 36.5C
Kepala :
- Wajah : Dalam batas normal
- Mata : Pupil isokor, reflex cahaya (+/+), konjungtiva
palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
- Telinga, hidung, dan mulut : Dalam batas normal
Thorax
Paru
- Inspeksi : Simetris Fusiformis
- Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri
- Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
- Auskultasi : SP: Vesikuler; ST: Tidak dijumpai
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus cordis teraba
- Perkusi : Batas atas jantung ICS II LMCS
Batas kiri jantung ICS IV 1 cm LMCS
Batas kanan jantung: ICS IV LPSD
- Auskultasi : Bunyi jantung I-II reg, gallop(-), murmur(-)
Abdomen
- Inspeksi : Distensi abdomen (+), tampak benjolan pada
umbilikus
- Auskultasi : Peristaltik dalam batas normal
- Palpasi : Soepel, nyeri tekan (+)
- Perkusi : Timpani
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik
20

3.3. Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium (03/02/2020)
Laboratorium Hasil Rujukan
HEMATOLOGI
- Hemoglobin 10.4 g/dL 12-16 g/ dL
- Eritrosit 4.54 jt/µL 4,1- 5,1 jt/µL
- Leukosit 10.430 jt/µL 4.000-11.000/µL
- Hematokrit 32% 36-47 %
- Tombosit 402.000/µL 150.000-450.000/ µL
- Neutrofil 67.3% 50-70%
- Limfosit 15.3% 20-40%
- Monosit 15.5% 2-8%
- Eosinofil 1.7% 1-3%
- Basofil 0.2% 0-1%

GINJAL
- Blood Urea 30 mg/dL 10-20
Nitrogen
(BUN) 64 mg/dL 21-43
- Ureum 1,58 mg/dL 0.6-1.1
- Kreatinin
ELEKTROLIT
- Natrium 135 mEq/L 135-155
- Kalium 4.2 mEq/L 3,6-5,5
- Klorida 102 mEq/L 96-106
KGDS 162 mg/dL <200
FAAL HEMOSTASIS
Waktu Protrombin
- Pasien 14.7 detik
- Kontrol 14.2 detik
INR 1,18 0,8-1,3
21

3.4. Foto Klinis


Pasien
22

3.5. Hasil Radiologi


1. Thorax 3/02/2020 RSU HAM

Uraian:
- Posisi asimetris, inspirasi kurang
- Kedua sinus costophrenicus lancip, kedua diafragma lancip
- Tampak infiltrate pada paracardial kanan
- Jantung ukuran normal CTR <50%
- Aorta elongasi
- Trakea ditengah
- Tulang-tulang dan soft tissue baik
Kesimpulan:
- Bronkopneumonia dd/ TB Paru
- Aorta elongasi
23

2.

Abdominal supine dan erect 3/02/2020 RS HAM


24

Uraian:
- Preperitoneal fat liner baik
- Psoas line dan kontur kedua ginjal sulit dinilai
- Tampak gambaran opak pada abdomen sisi kanan setentang L1-L3
- Tampak penebalan dan pelebaran kaliber dinding usus dengan
pelebaran kaliber terbesar 4,7 cm disertai gambaran herringbone
- Pada posisi erect tampak multiple air fluid level yang step ladder
- Tidak tampak gambaran udara bebas extra luminal
- Distribusi udara usus sampai ke distal
- Tulang-tulang intact
Kesimpulan :
- Ileus obstruksi letak tinggi
- Tidak terdapat gambaran perforasi
- Massa berkalsifikasi dd/ Nefrolithiasis kanan

3.6. Diagnosis
 Total Mechanical Bowel Obstruction d/t Hernia Umbicalis Inkarserata

3.6 Terapi Awal


- IVFD Ringer Laktat 30 gtt/i
- IV Ranitidin 50 mg/IV
- IV Ketorolac 30 mg/IV
- Pasang NGT no. 18
- Pasang foley kateter no. 16
3.7 Rencana
- Konsul anestesi
- Herniorrhaphy per laparatomi
- Inj Cefazolin 1 gr/ IV 1 jam sebelum operasi
25

BAB IV
FOLLOW UP
04 Februari 2020 (Hari Rawatan 1)
S lemas
O Sensorium: Compos Mentis, TD : 130/90 mmHg, HR: 108 kali/menit,
RR: 20 kali/menit, T : 36C.
Abdomen: simetris, soepel, normoperistaltik, nyeri tekan dijumpai
sekitar luka operasi
A post laparotomy eksplorasi + ileal resection Total Mechanical
Bowel Obstruction d/t Hernia Umbicalis Inkarserata
P - Bed rest
- NGT dan Kateter terpasang.
- IVFD Ringer Laktat 20 gtt/i
- Cefriaxone 1 gr / 12 j
- Inj. Ketorolac 30 mg/12 jam
- Inj. Ranitidin 50mg/12 jam
26

Rencana:
- Puasa
- Pantau hemodinamik
- Cek darah lengkap, elektrolit, KGDS, albumin post operasi

05 Februari 2020 (Hari Rawatan 2)


S Nyeri pada luka operasi
O Sensorium: Compos Mentis, TD : 120/80 mmHg, HR: 83 kali/menit,
RR: 18 kali/menit, T : 37C.
Abdomen: simetris, distensi(-), tampak verban terpasang, rembesan(-)

A post herniorraphy POD II d/t Hernia Umbicalis Inkarserata

P - Bed rest
- NGT dan Kateter terpasang.
- IVFD Ringer Laktat 20 gtt/i
- Cefriaxone 1 gr / 12 j
- Inj. Ketorolac 30 mg/12 jam
- Inj. Ranitidin 50mg/12 jam
Rencana:
- Diet susu 50cc/6 jam
BAB V
DISKUSI KASUS
TEORI KASUS
Epidemiologi
 Kasus obstruksi lebih banyak  Pasien seorang perempuan berusia
terjadi pada laki-laki (75,20%) 51 tahun, datang dengan keluhan
dibandingkan perempuan (24,79%). nyeri perut, tidak bisa BAB dan
Kelompok umur yang paling sering buang angin dalam 10 hari ini
mengalami ileus obstruksi adalah  Pasien juga mengeluhkan terdapat
usia 20 – 60 tahun benjolan pada pusar sejak 10 tahun
 Di Indonesia, penyebab tersering ini
obstruksi usus adalah hernia, baik  Pasien sebelumnya berobat ke
sebagai penyebab obstruksi rumah sakit di Vina Estetica,
sederhana (51%) maupun obstruksi kemudian dikatakan terdapat
usus strangulasi (63%). Di negara sumbatan pada usus.
maju, adhesi intraabdomen
merupakan penyebab terbanyak
terjadinya obstruksi usus. Pada
pasien digestif yang memerlukan
tindakan reoperasi, 30-41%
disebabkan obstruksi usus akibat
adhesi. Adhesi pasca operasi timbul
setelah terjadi cedera pada
permukaan jaringan, sebagai akibat
insisi, kauterisasi, jahitan atau
mekanisme trauma lainnya.

Gejala Klinis  Pasien mengeluh nyeri perut sejak


Manifestasi umum dari obstruksi usus kurang lebih 10 hari sebelum masuk
halus adalah mual muntah, nyeri perut, rumah sakit.
distensi perut, kembung, dan retensi  Nyeri perut dikeluhkan setelah
feses dan flatus. Karakteristik muntah pasien tidak bisa BAB dan buang

27
adalah suatu hal yang penting, sebab angin sejak 10 hari sebelum masuk
semakin fekulen muntah pasien rumah sakit. Keluhan dirasakan
menandakan obstruksi yang lebih secara tiba-tiba.
berat. Nyeri khas pada obstruksi yaitu  Perut terasa kembung dan mulas.
rasa seperti tertekan yang tumpul, atau  Keluhan mual dan muntah dijumpai.
seperti diremas dengan periode Muntah muncul setiap kali pasien
eksaserbasi kram dan gelombang yang makan. Muntah berisi apa yang
muncul secara bergantian dimakan dan berwarna kehijauan.
 Pasien juga mengeluhkan terdapat
benjolan pada pusar sejak 10 tahun
ini yang awalnya dapat masuk
kembali, namum 8 hari terakhir,
benjolan tersebut tidak dapat masuk
kembali.
Diagnosis
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
 Gejala obstruksi: mual muntah,  Keluhan pasien: Nyeri perut, tidak
nyeri perut, distensi perut, bisa BAB dan buang angin, mual
kembung, dan retensi feses dan muntah, kembung, dan terdapat
flatus benjolan di pusar yang menetap.
 Pemeriksaan fisik:  Pemeriksaan fisik
- Inspeksi: pada inspeksi - Inspeksi: Distensi abdomen (+),
diperhatikan pembesaran perut tampak benjolan pada umbilikus
yang tidak pada tempatnya - Auskultasi: Peristaltik dalam
misalnya pembesaran setempat batas normal
karena peristaltis yang hebat - Palpasi : Soepel, nyeri tekan (+)
sehingga terlihat gelombang - Perkusi: timpani
usus ataupun kontur usus pada
dinding perut. Biasanya distensi
terjadi pada sekum dan kolon
bagian proksimal karena bagian

28
ini mudah membesar
- Auskultasi: dengan stetoskop,
diperiksa suara normal dari usus
yang berfungsi (bising usus).
Pada penyakit ini, bising usus
mungkin terdengar sangat keras
dan bernada tinggi sewaktu
serangan kolik
- Palpasi: pemeriksaan dengan
meraba dinding perut bertujuan
untuk mencari adanya nyeri
tumpul dan pembengkakan atau
massa yang abnormal
- Perkusi: hipertimpani karena
adanya akumulasi udara
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Pemeriksaan Penunjang
 Nilai laboratorium pada awalnya Laboratorium
normal, kemudian akan terjadi  Darah lengkap:
hemokonsentrasi Hb/Ht/Leu/Plt:
 Leukosit normal atau sedikit 10.4/32%/10.430/402.000
meningkat, jika sudah tinggi Kesan: anemia
kemungkinan sudah terjadi  Elektrolit:
peritonitis Na/K/Cl: 135/ 4.2 / 102
 Kimia darah sering adanya Kesan: normal
gangguan elektrolit  Fungsi ginjal:
BUN/Ur/Cr: 30 / 64 / 1,58
Radiologi
Radiologi
Untuk menegakkan diagnosis secara
Foto polos abdomen supine dan erect
radiologis, pada ileus obstruktif
Tampak gambaran multiple air fluid
dilakukan foto abdomen 3 posisi. Yang
level yang step ladder dan herringbone

29
dapat ditemukan pada pemeriksaan pattern. Kesan: ileus obstruktif
foto abdomen ini antara lain:
- Dilatasi di proksimal sumbatan
(sumbatan paling distal di ileocecal
junction) dan kolaps usus di bagian
distal sumbatan
- Coil spring appearance
- Air fluid level yang pendek-pendek
dan banyak (step ladder sign)

Tatalaksana Tatalaksana
1. Persiapan - Bed rest
Pipa lambung harus dipasang untuk - Pasien puasa 3-5 hari
mengurangi muntah, mencegah aspirasi - NGT dan Kateter terpasang.
dan mengurangi distensi abdomen - IVFD Ringer Laktat 20 gtt/i
(dekompresi). Pasien dipuasakan, - Inj. Cefriaxone 1 gr / 12 j
kemudian dilakukan juga resusitasi - Inj. Ketorolac 30 mg/12 jam
cairan dan elektrolit untuk perbaikan - Inj. Ranitidin 50mg/12 jam
keadaan umum. Setelah keadaan - Dilakukan laparotomi eksplorasi
optimum tercapai barulah dilakukan cito pada hari pertama. Hasil
laparatomi. operasi: ditemukan kantong
2. Operasi hernia melekat pada jaringan
Operasi dapat dilakukan bila sudah sekitar. Ileum dijumpai pus,
tercapai rehidrasi dan organ-organ vital fibrin, perforasi dengan ukuran
berfungsi secara memuaskan. Tetapi 1x1cm dengan jarak 128cm dari
yang paling sering dilakukan adalah ileocaecal.
pembedahan sesegera mungkin.
Tindakan bedah dilakukan apabila ada
strangulasi, obstruksi lengkap, hernia
inkarserata, tidak ada perbaikan dengan
pengobatan konservatif (dengan

30
pemasangan NGT, infus, oksigen dan
kateter).
3. Pasca Bedah
Pengobatan pasca bedah sangat penting
terutama dalam hal cairan dan
elektrolit. Kita harus mencegah
terjadinya gagal ginjal dan harus
memberikan kalori yang cukup. Perlu
diingat bahwa pasca bedah usus pasien
masih dalam keadaan paralitik

BAB V
KESIMPULAN

31
Pasien M, Perempuan, berusia 51 tahun, datang dengan keluhan nyeri
perut sejak kurang lebih 10 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri perut
dikeluhkan setelah pasien tidak bisa BAB dan buang angin sejak 10 hari
sebelum masuk rumah sakit. Keluhan dirasakan secara tiba-tiba. Perut
terasa kembung dan mulas. Keluhan mual dan muntah dijumpai. Muntah
muncul setiap kali pasien makan. Muntah berisi apa yang dimakan dan
berwarna kehijauan. Pasien juga mengeluhkan terdapat benjolan pada pusar
sejak 10 tahun ini yang awalnya dapat masuk kembali, namum 8 hari
terakhir, benjolan tersebut tidak dapat masuk kembali. Demam tidak
dijumpai pada pasien. BAB berdarah dan seperti kotoran kambing
disangkal. Pasien sebelumnya berobat ke rumah sakit di Vina Estetica,
kemudian dikatakan terdapat sumbatan pada usus. Pasien didiagnosis
dengan Total Mechanical Bowel Obstruction d/t Hernia Umbicalis
Inkarserata, kemudian dilakukan operasi laparatomi eksplorasi + ileal
resection end to end anastomosis, kemudian diberikan terapi paska bedah
berupa IVFD Ringer laktat 20gtt/I, Inj. Ceftriaxon 1 gr/12 jam, Inj.
Ketorolac 30 mg/8 jam dan Inj dan Ranitidin 150 mg/8 jam.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Pasaribu, Nelly. 2012. Karakteristik Penderita Ileus Obstruktif yang


Dirawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan pada Tahun 2007-2010.
Universitas Sumatera Utara.

2. Syaifuddin., 2009. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa


Keperawatan. Edisi 2.Penerbit Salemba Medika, Jakarta.

3. Ethel, S., 2003. Anatomi dan Fisiogi Manusia untuk Pemula. Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

4. https://innerorgans.com diakses pada 13 Mei 2019.

5. Faradilla, Nova 2009. Ileus Obstruksi.


http://www.scribd.com/ileus_obstruktif .

6. Guyton A.C., Hall J.E. 2005a. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . Edisi ke-
9. Jakarta : EGC.

7. Manif Niko, Kartadinata. 2008. Obstruksi Ileus . Cermin Dunia


Kedokteran o.29.http://www.portalkalbe.com/files/obstruksiileus.pdf.

8. Indrayani MN. Diagnosis dan Tatalaksana Ileus Obstruktif. Ilmu Bedah


Fakultas kedokteran Universitas Udayana. 2012. Denpasar.
9. Souvik A, Hossein MZ, Amitabha D et. al. Etiology and outcome of acute
intestinal obstruction: a review of 367 patients in Eastern India. Saudi J
Gastrointestinal. 2010. October; 16(4): 285-287. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov
10. Bielefeldt K, Bauer AJ. Approach to the patient with ileus and
obstruction . In: Yamada T, Alpers DH, Kalloa AN et. al. Principles of
clinical gastroenterology. Singapore: Wiley Blackwell; 2008. Pg: 287- 300
11. Tavakkoli A, Ashley SW, Zinner MJ. Small Intestine in: Brunicardi FC et
al (eds). Schwartz’s Principles of Surgery. McGraw Hill Education: New
York. 2015

33
12. Summers RW. Approach to the patient with ileus and obstruction. In:
Yamada T, Owyang C, Powell DW. Textbook of Gastroenterology vol I
4th edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2003. Pg: 829-
842
13. Bielefeldt K, Bauer AJ. Approach to the patient with ileus and
obstruction . In: Yamada T, Alpers DH, Kalloa AN et. al. Principles of
clinical gastroenterology. Singapore: WileyBlackwell; 2008. Pg: 287- 300
14. Gearhart SL, Silen W. Acute intestinal obstruction. . In: Kasper,
Braunwald, Fauci et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine vol II
17 th ed. New York: McGrawHill; 2005. Pg : 1912-1914
15. Vilz TO, Stoffels B, Strassburg C et al. Ileus in adults: Pathogenesis,
investigation and treatment. Dtsch Arztebl Int [Internet]. 2017. H. 508–
518
16. Middlemiss, J.H. 1949. Radiological Diagnosis of Intestinal Obstructionby
Means of DirectRadiography. Volume XXII No. 253.
17. Sari, Dina Kartika dkk. 2005. Chirurgica . Yogyakarta : Tosca
Enterprise.pp : 32-26.
18. Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. 2003. Buku Ajar IlmuBedah .
Edisi2. Jakarta : EGC. Hal: 623.
19. Sutton, David. 2003. Textbook of Radiology and Imaging Volume 1.
Edisi7. London :Churchill Livingstone.

34

Anda mungkin juga menyukai