Anda di halaman 1dari 37

AKUT ABDOMEN EC

HOLLOW ORGAN PERFORATION


Paper ini dibuat sebaagai salah satu persyaratan untuk melengkapi
Kepaniteraaan Klinik Senior di SMF Ilmu BEDAH RSU.dr Pirngadi Medan

Disusun Oleh :
Heru Andi Utomo
(71180891082)

Pembimbing:
Dr. Azwarto Lubis, Sp.B

SMF ILMU BEDAH


RSU Dr. PIRNGADI MEDAN
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
kehadirat-Nya sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan paper dengan judul
Akut Abdomen ec Hollow Organ Perforation guna memenuhi persyaratan
dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Ilmu Bedah RSUD dr.
Pirngadi Kota Medan.
Ungkapan terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Azwarto Lubis, Sp.B
yang telah berkenan memberikan bimbingan serta arahan selama mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Ilmu Bedah RSUD dr. Pirngadi Kota Medan.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan, baik dari
kelengkapan isi, variasi sumber referensi, penuturan bahasa, maupun cara
penulisan dalam laporan kasus ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik
dan saran baik dari pembimbing yang terhormat khususnya dan pembaca
umumnya untuk dijadikan tolak ukur bagi penulis dalam menulis suatu karya di
kemudian hari. Harapan penulis paper ini dapat diterima oleh pembimbing sebagai
salah satu syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Ilmu
Bedah dan juga bermanfaat bagi pembaca baik untuk menambah ilmu
pengetahuan atau wawasan, ataupun untuk di jadikan sebagai salah satu sumber
referensi.

Medan, Juli 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BAB I : PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................3


2.1 Anatomi Abdomen.......................................................................................3
2.2 Klasifikasi dan Etiopatologi.......................................................................14
2.3 Diagnosa.....................................................................................................17
2.4 Penatalaksanaan.........................................................................................28

BAB III : KESIMPULAN.................................................................................31


DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................32
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Istilah akut abdomen menggambarkan keadaan klinis akibat kegawatan di


rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan
utamanya. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa
tindakan bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan masif di
rongga perut maupun di saluran cerna. Infeksi, obstruksi, atau strangulasi saluran
cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga
perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadi peritonitis. 11

Akut abdomen meliputi 20-40% dari pasien rawat inap, dan 50-65% dari kasus
akut abdomen tidak memiliki diagnosis awal yang akurat. Perforasi umumnya
dapat timbul di daerah gastroduodenal dapat diakibatkan ulkus gastrik ataupun
keganasan pada lambung. Peradangan bisa primer karena peradangan alat
pencernaan seperti pada apendisitis atau sekunder melalui suatu peritonitis karena
perforasi tukak lambung, perforasi dari Payer’s patch, pada typhus abdominalis
atau perforasi akibat trauma.6 Tingkat mortalitas pada perforasi tukak lambung
berkisar 10-11%, biasanya disertai dengan adanya septikemia, kegagalan organ
multiple, ataupun gangguan respirasi. Perforasi akibat appendiks dan kolorektal
lebih jarang terjadi, insidensi perforasi pada apendisitis berkisar 4-8%. Perforasi
kolon dapat disebabkan oleh neoplasma kolon, amoebiasis kolon, trauma,
iatrogenik, ataupun penyebab lainnya. Mortalitas perforasi kolon termasuk tinggi,
hampir mencapai 20%. Perforasi yang jarang terjadi diantaranya termasuk
perforasi bilier.8

Keputusan untuk melakukan tindak bedah harus segera diambil karena setiap
kelambatan akan menimbulkan penyulit yang berakibat meningkatnya morbiditas
dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya bergantung pada
kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan
laparotomy ataupun biopsy. Ketika perforasi tidak dapat diklasifikasikan,
dikatakan sebagai perforasi usus non-spesifik, maka dapat dilakukan pemeriksaan
serologi, kultur ataupun pemeriksaan histopatologi.8

Pengetahuan mengenai anatomi, dan faal abdomen beserta isinya sangat


menentukan dalam menyingkirkan satu demi satu dari sekian banyak
kemungkinan penyebab nyeri perut akut.11
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Abdomen

Abdomen adalah bagian tubuh yang berbentuk rongga terletak


diantara toraks dan pelvis. Rongga ini berisi viscera dan dibungkus
dinding (abdominal wall) yang terbentuk dari otot-otot abdomen,
columna vertebralis, dan ilium.5

Abdomen berfungsi untuk menampung organ-organ vital


pencernaan, urologi, endokrin, oksokrin, peredaran darah, dan bagian
dari reproduksi. Dinding anterior abdomen memiliki 9 lapisan. Mulai
dari yang terluar ke yang terdalam yaitu kulit, jaringan subkutan, fasia
superfisial, obliq eksternal, obliq internal, transversus abdominis,
fasia transversalis, adiposa preperitoneal, jaringan areolar, dan
peritoneum.12

Peritoneum adalah suatu membran kontinu yang terbagi atas


lapisan visceral (melapisi organ) dan lapisan parietal (melapisi
dinding rongga). Oleh karena itu, rongga peritoneum dibentuk dan
diisi dengan cairan ekstraseluler yang digunakan sebagai pelumas
untuk mengurangi gesekan. Peritoneum terdiri dari lapisan sel epitel
squamosa sederhana. 12
Gambar 1: potongan sagital dari peritoneum4

Jaringan subkutan dari dinding abdomen anterior di bawah


umbilical terpisah menjadi 2 lapisan yang berbeda, yaitu lapisan
lemak superfisial yang dikenal sebagai fasia Camper dan lapisan
membran dalam dikenal sebagai fasia Scarpa. Lapisan membran ini
berlanjut dengan fasia Colles di daerah perineum pada bagian inferior.

Rongga perut terdiri atas lambung, duodenum, jejenum, ileum,


hati, kandung empedu, pancreas, limpa, dan kolon transversus.
Dinding posterior rongga perut dikenal sebagai retroperitoneum.
Struktur retroperitoneum meliputi kelenjar suprarenal, aorta dan vena
cava inferior, duodenum, pancreas, ureter, kolon asendens atau
desendens, ginjal, esophagus, toraks dan rectum. 12
A. GASTER (LAMBUNG)

Merupakan bagian dan saluran yang dapat mengembang paling


banyak terutama di daerah epigastrium, lambung terdiri dari
bagian atas fundus uteri berhubungan dengan esofagus melalui
orifisium pilorik, terletak di bawah diafragma di depan pankreas
dan limpa, menempel di sebelah kiri fundus uteri.

Bagian lambung terdiri dari:

a. Fundus ventrikuli, bagian yang menonjol ke atas terletak


sebelah kiri osteum kardium dan biasanyanya penuh berisi
gas.
b. Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardiun, suatu lekukan
pada bagian bawah kurvatura minor.
c. Antrum pilorus, bagian lambung berbentuk tabung
mempunyai otot yang tebal membentuk spinter pilorus.
d. Kurvatura minor, terdapat sebelah kanan lambung terbentang
dari osteum kardiak sampai ke pilorus.
e. Kurvatura mayor, lebih panjang dari kurvatura minor
terbentang dari sisi kiri osteum kardiakum melalui fundus
ventrikuli menuju ke kanan sampai ke pilorus inferior.
Ligamentum gastro lienalis terbentang dari bagian atas
kurvatura mayor sampai ke limpa.
f. Osteum kardiakum, merupakan tempat dimana osofagus
bagian abdomen masuk ke lambung. Pada bagian ini terdapat
orifisium pilorik. Susunan lapisan dari dalam keluar, terdiri
dari:
• Lapisan selaput lendir, apabila lambung ini dikosongkan,
lapisan ini akan berlipat-lipat yang disebut rugae.
• Lapisan otot melingkar (muskulus aurikularis). - Lapisan
otot miring (muskulus oblinqus).
• Lapisan otot panjang (muskulus longitudinal).
• Lapisan jaringan ikat/serosa (peritonium). Hubungan
antara pilorus terdapat spinter pilorus. 2, 13

Fungsi lambung. terdiri dari:

a. Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan


makanan oleh peristaltik lambung dan getah lambung.
b. Getah cerna lambung yang dihasilkan:
• Pepsin fungsinya, memecah putih telur menjadi asam
amino (albumin dan pepton).
• Asam garam (HCl) fungsinya; Mengasamkan makanan,
sebagai anti septik dan desinfektan, dan membuat suasana
asam pada pepsinogen sehingga menjadi pepsin.
• Renin fungsinya, sebagai ragi yang membekukan susu dan
membentuk kasein dari kasinogen (kasinogen dan protein
susu).
• Lapisan lambung. Jumlahnya sedikit memecah lemak
menjadi asam lemak yang merangsang sekresi getah
lambung. 2

Sekresi getah lambung mulai terjadi pada awal orang


makan. bila melihat makanan dan mencium bau makanan maka
sekresi lambung akan terangsang. Rasa makanan merangsang
sekresi lambung karena kerja saraf sehingga menimbulkan
rangsangan kimiawi yang nienyebabkan dinding lambung
melepaskan hormon yang disebut sekresi getah lambung. Getah
lambung dihalangi oleh sistem saraf simpatis yang dapat terjadi
pada waktu gangguan emosi seperti marah dan rasa takut. 13

B. USUS HALUS / INTESTINUM MINOR

Intestinum minor adalah bagian dari sistem pencernaan makanan


yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada sekum
panjangnya sekitar 6 m, merupakan saluran paling panjang tempat
proses pencernaan dan absorpsi hasil pencernaan yang terdiri dari:
Lapisan usus halus; mukosa (sebelah dalam). Lapisan melingkar,
lapisan otot memanjang, dan lapisan serosa duodenum. Disebut
juga usus 12 jari, panjangnya sekitar 25cm berbentuk sepatu kuda
melengkung kekiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas. Dan
bagian kanan duodenum ini terdapat selaput lendir yang
membukit disebut Papila vateri. Pada papila vateri ini bermuara
saluran empedu (duktus koledokus) dan saluran pankreas (duktus
wirsungi / duktus pankreatikus)

Empedu dibuat di hati, untuk dikeluarkan ke duodenum


melalui duktus koledokus yang fungsinya mengemulsikan lemak
dengan bantuan lipase. Pankreas juga menghasilkan amilase, yang
berfungsi mencerna hidrat arang menjadi disakarida, dan tripsin
yang berfungsi mencerna protein menjadi asam amino atau
albumin dan polipeptika.

Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang


banyak mengandung kelenjar, yang disebut kelenjar-kelenjar
brunner, berfungsi untuk memproduksi getah intestinum. Jejunum
dan Ileum, mempunyai panjang sekitar 6 m. Dua per lima bagian
atas adalah jejunum dengan panjang sekitar 2-3 m, dan ileum
dengan panjang sekitar 4- 5 m. Lekukan jejunum dan ileum
melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan
lipatan peritoneum yang berbentuk kipas dikenal sebagai
mesenterium. Akar mesenterium memungkinkan keluar masuknya
cabang-cabang arteri dan vena mesentrika superior, pembuluh
limfe dan saraf ke ruang antara 2 lapisan peritoneum yang
membentuk mesenterium. Sambungan antara jejunum dan ileum
tidak mempunyai batas yang tegas. Ujung bawah ileum
berhubungan dengan seikum dengan perantaraan lubang yang
bernama orifisium ileoselkalis. Orifisium ini diperkuat oleh
spinter ileoselkalis dan pada bagian ini terdapat katup valvula
seikalis atau valvula baukini, berfungsi untuk mencegah cairan
dalam kolom assendens tidak masuk kembali kedalam ileum.
Mukosa usus halus. Permukaan epitel yang sangat luas melalui
lipatan mukosa dan mikrovili memudahkan pencernaan dan
absorpsi, lipatan ini dibentuk oleh mukosa dan sub mukosa yang
dapat memperbesar permukaan usus. Pada penampang melintang
vili dilapisi oleh epitel dan kripta yang menghasilkan bermacam-
macam hormon jaringan dan enzim yang memegang peranan aktif
dalam pencernaan.. Absorpsi. Absorpsi makanan yang sudah
dicernakan seluruhnya berlangsung di dalam usus halus melalui 2
(dua) saluran yaitu pembuluh kapiler dalam darah dan saluran
limfe di sebelah dalam permukaan vili usus. Sebuàh vilus berisi
lakteal, pembuluh darah epitelium dan jaringan otot yang di ikat
bersama oleh jaringan limfoid seluruhnya diliputi membran dasar
dan ditutupi oleh epitelium. Karena vili keluar dari dinding usus
maka bersentuhan dengan makanan cair dan lemak yang
diabsorbsi ke dalam lakteal kemudian berjalan melalui pembuluh
limfe masuk ke dalam pembuluh kapiler darah di vili dan oleh
vena porta dibawa ke hati untuk mengalami beberapa perubahan. 13

C. RINGKASAN ABSORPSI

Monosakharida: glukosa, levulosa, galaktosa. Dari epithelium


masuk ke pembuluh darah dan aliran darah. Dari epithelium vili
masuk ke lacteal dan aliran limfe. Dari epithelium vili dan dinding
pembuluh darah masuk aliran darah.

Fungsi usus halus terdiri dari:

a. Menerima zat-zat rnakanan yang sudab dicerna untuk diserap


melalui kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe.
b. Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
c. Karbohidrat diserap dalam bentuk emulsi, lemak.

Di dalam usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan getah


usus yang menyempurnakan makanan;

a. Enterokinase, mengaktifkan enzim proteolitik.


b. Eripsin, menyempurnakan pencernaan protein menjadi asam
amino. Laktase mengubah laktase menjadi monosakarida.
Maltosa mengubah maitosa menjadi monosakarida. Sukrosa
mengubah sukrosa menjadi monosakarida. 13

D. USUS BESAR / INTESTINUM MAYOR.

Panjangnya ±. 1,5 m, lebarnya 5 - 6cm. Lapisan-lapisan usus


besar dari dalam ke luar; 1) Selaput lendir. 2) Lapisan otot
melingkar. 3) Laplsan otot memanjang. 4) Jaringan ikat. Fungsi
usus besar, terdiri dari: 1) Menyerap air dan makanan. 2) Tempat
tinggal baktert coli. 3) Tempat feses caecum. Di bawah caecum
terdapat appendiks vermiformis yang berbentuk seperti cacing
sehingga disebut juga umbai cacing, panjangnya 6 cm. Seluruhnya
ditutupi oleh peritonium mudah bergerak walaupun tidak
mempunyai mesenterium dan dapat diraba melalui dinding
abdomen pada orang yang masih hidup. Kolon asendens
panjangnya 13 cm, terletak di bawah abdomen sebelah kanan
membujur ke atas dan ileum ke bawah hati. Di bawah hati
membengkok ke kiri, lengkungan ini disebut fleksura hepatika,
dilanjutkan sebagai kolon tranaversum.

Appendiks (usus buntu). Bagian dari usus besar yang


muncul seperti corong dari akhir seikum mempunyai pintu keluar
yang sempit tapi masih memungkinkan dapat dilewati oleh
beberapa isi usus. Appendiks tergantung menyilang pada linea
terminalis masuk ke dalam rongga pelvis minor terletak horizontal
dl belakang seikum. Sebagai suatu organ pertahanan terhadap
infeksi kadang appendiks bereaksi secara hebat dan hiperaktif
yang bisa menimbulkan perforasi dindingnya ke dalam rongga
abdomen.

Gambar 2 : anatomi visera abdomen4


Abdomen berasal dari 3 lapisan primer yaitu ektoderm,
mesoderm, yang masing masing membentuk otot rangka dinding
perut dan otot polos usus, dan endoderm yang membentuk
sebagian besar saluran pencernaan. Secara embriologi sistem
gastrointestinal berkembang sebagai foregut, midgut dan hindgut.
a. Forgut: esophagus ke duodenal bagian proximal, tempat
masuknya saluran empedu.
b. Midgut: duodenum distal ke bagian 2/3 proximal kolon
transversum.
c. Hindgut: 1/3 distal kolon transversum ke diatas garis
pektinat.12

Untuk membantu menetapkan suatu lokasi di abdomen,


yang paling sering dipakai adalah pembagian abdomen oleh dua
buah bidang bayangan horizontal dan dua bidang bayangan
vertikal. Bidang bayangan tersebut membagi dinding anterior
abdomen menjadi sembilan daerah (regiones). Dua bidang
diantaranya berjalan horizontal melalui setinggi tulang rawan iga
kesembilan, yang bawah setinggi bagian atas crista iliaca dan dua
bidang lainnya vertikal di kiri dan kanan tubuh yaitu dari tulang
rawan iga kedelapan hingga ke pertengahan ligamentum
inguinale.5,7

Daerah-daerah itu adalah:


a. hypocondriaca dextra
b. epigastrica
c. hypocondriaca sinistra
d. lateralis dextra
e. umbilicalis
f. lateralis sinistra
g. Inguinalis dextra
h. Pubica
i. Inguinalis sinistra

Gambar 3 : Bidang bayang pembagian abdomen1

Proyeksi letak organ abdomen yaitu:


a. Hypocondriaca dextra meliputi organ: lobus kanan hepar,
kantung empedu, sebagian duodenum fleksura hepatik
kolon, sebagian ginjal kanan dan kelenjar suprarenal kanan.
b. epigastrica meliputi organ: pilorus gaster, duodenum,
pankreas dan sebagian hepar.
c. hypocondriaca sinistra meliputi organ: gaster, lien, bagian
kaudal pankreas, fleksura lienalis kolon, bagian proksimal
ginjal kiri dan kelenjar suprarenal kiri.
d. lateralis dextra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal
ginjal kanan, sebagian duodenum dan jejenum.
e. Umbilicalis meliputi organ: Omentum, mesenterium, bagian
bawah duodenum, jejenum dan ileum.
f. Lateralis sinistra meliputi organ: kolon ascenden, bagian
distal ginjal kiri, sebagian jejenum dan ileum.
g. Inguinalis dextra meliputi organ: sekum, apendiks, bagian
distal ileum dan ureter kanan.
h. Pubica meliputi organ: ileum, vesica urinaria dan uterus
(pada kehamilan).
i. Inguinalis sinistra meliputi organ: kolon sigmoid, ureter kiri
dan ovarium kiri.10

Inervasi dinding abdomen oleh nervus torakalis ke-8


sampai dengan 12. Nervus torakalis ke-8 setinggi margo kostalis
ke-10 setinggi umbilikus, n. torakalis ke-12 setinggi
suprainguinal. Peritoneum parietalis yang menutup dinding
abdomen depan sangat kaya saraf somatik sementara peritoneum
yang menutup pelvis sangat sedikit saraf somatik sehingga iritasi
peritoneum pelvis pasien sulit menentukan lokasi nyeri.
Peritoneum diafragmatika pars sentralis disarafi nervi spinalis C5
mengakibatkan iritasi pars sentralis diafragma mempunyai nyeri
alih di bahu, yang disebut Kehr sign.7
Gambar 4 : Bidang bayang pembagian abdomen1
2.2 Klasifikasi dan Etiopatologi

Etiologi

a. Trauma tumpul perut yang mengenai lambung. Lebih sering


ditemukan pada anak-anak dibandingkan orang dewasa.
b. Cedera tembus yang mengenai dada bagian bawah atau perut
(contoh: trauma tertusuk pisau).
c. Obat aspirin, NSAID, steroid. Sering ditemukan pada orang
dewasa
d. Kondisi yang mempredisposisi : ulkus peptikum,
appendicitis akuta, divertikulosis akut, dan divertikulum
Meckel yang terinflamasi.
e. Appendicitis akut: kondisi ini masih menjadi salah satu
penyebab umum perforasi usus pada pasien yang lebih tua
dan berhubungan dengan hasil akhir yang buruk.
f. Luka usus yang berhubungan dengan endoscopic : luka
dapat terjadi oleh ERCP dan colonoscopy.
g. Pungsi usus sebagai suatu komplikasi laparoscopic: faktor
yang mungkin mempredisposisikan pasien ini adalah
obesitas, kehamilan, inflamasi usus akut dan kronik dan
obstruksi usus.
h. Infeksi bakteri: infeksi bakteri ( demam typoid) mempunyai
komplikasi menjadi perforasi usus pada sekitar 5 % pasien.
Komplikasi perforasi pada pasien ini sering tidak terduga
terjadi pada saat kondisi pasien mulai membaik.
i. Penyakit inflamasi usus : perforasi usus dapat muncul pada
paien dengan colitis ulceratif akut, dan perforasi ileum
terminal dapat muncul pada pasien dengan Crohn’s disease.
· Perforasi sekunder dari iskemik usus (colitis iskemik)
dapat timbul.
j. Perforasi usus dapat terjadi karena keganasan didalam perut
atau limphoma
k. Radiotherapi dari keganasan cervik dan keganasan intra
abdominal lainnya dapat berhubungan dengan komplikasi
lanjut, termasuk obstruksi usus dan perforasi usus. · Benda
asing (tusuk gigi) dapat menyebabkan perforasi oesophagus,
gaster, atau usus kecil dengan infeksi intra abdomen,
peritonitis, dan sepsis. 3,13

Peritonitis diatur menjadi tiga divisi berdasarkan sumber


dan sifat kontaminasi mikroba:
a. Peritonitis primer: Peritonitis primer terjadi akibat infeksi
bakteri klamidia, jamur, atau mikobakteri dengan tidak adanya
perforasi pada saluran pencernaan. Infeksi adalah infeksi murni
dengan bakteri Streptococcus, Pneumococcus atau Haemophilus.
- Peritonitis spontan pada anak anak
- Peritonitis spontan pada orang dewasa
- Peritonitis TBC
- Peritonitis dengan continuous ambulatory peritoneal
dialysis
b. Peritonitis sekunder: Terjadi dalam perforasi
gastrointestinal. Mayoritas episode ini merupakan kelanjutan
dari adanya lesi primer lambung, usus dua belas jari, usus
halus, usus besar dan usus buntu. Sejauh ini merupakan
bentuk peritonitis yang paling umum.
- Perforasi peritonitis: perforasi dari saluran pencernaan,
peritonitis setelah terlokalisasi bakteri, pelviperitonitis
- Perforasi pasca translokasi bakteri: perforasi dari
bocornya garis jahitan operasi, kebocoran dari
anastomosis, stump insufficiency.
c. Peritonitis tersier: Berkembang setelah perawatan peritonitis
sekunder dan merupakan kegagalan respon inflamasi host
atau infeksi. Peritonitis sekunder akibat perforasi viskus
hallow didefinisikan sebagai hasil dari proses penyakit yang
meluas melalui dinding otot dan serosal saluran
gastrointestinal, membangun hubungan antara lumen viskus
dan rongga tubuh sekitarnya dan memungkinkan keluarnya
secara bebas dari isi luminal ke dalam rongga. 4

Penyebab Peritonitis Perforasi: 4

Sumber Daerah Penyebab

Abdomen Peptic ulcer perforation

Malignancy (e.g.
adenocarcinoma, lymphoma,
gastrointestinal stromal tumour)

Duodenum Peptic ulcer perforation

Usus halus Salmonella enteritis

Ischemic bowel, Crohn’s disease

Meckel diverticulum, intestinal


tuberculosis Hernia inkarserata
(internal and external)
Peritonitis perforasi parasit akibat daric
acing
Malignancy (jarang)
Usus besar Ishcemic bowel

Appendix Diverticulitis Malignancy


Kolitis ulseratif dan
Crohn’s disease
Appendicitis
Colononic volvulus Amoebic colitis

2.3 Diagnosis

Gejala Klinis9,11

A. Nyeri perut

Keluhan yang menonjol pada akut abdomen adalah nyeri. Nyeri


perut dapat berupa nyeri viseral maupun nyeri somatik dan dapat
berasal dari berbagai proses pada berbagai organ di rongga perut
atau di luar rongga perut, misalnya di rongga dada.

Jenis-jenis nyeri perut:

a. Nyeri viseral: nyeri terjadi bila terdapat rangsangan pada


organ atau struktur dalam rongga perut misalnya karena
cedera ataupun radang. Peritoneum visceral yang
menyelimuti organ perut dipersarafi oleh sistem saraf
otonom dan tidak peka terhadap rabaan. Akan tetapi bila
dilakukan tarikan atau regangan organ, atau terjadi kontraksi
yang berlebihan pada otot yang menyebabkan iskemia
misalnya kolik atau radang, seperti apendisitis akan timbul
nyeri. Pasien yang merasakan nyeri viseral biasanya tidak
dapat menunjukkan secara tepat letak nyeri sehingga
biasanya ia menggunakan seluruh telapak tangannya untuk
menunjukkan daerah yang nyeri. Nyeri viseral disebut juga
nyeri sentral.

Lokalisasi nyeri viseral: 11

Asal organ Organ Lokasi nyeri

a. Foregut Esofagus, lambung, Epigastrium


duodenum, saluran
empedu atau
pankreas

b. Midgut Jejenum (kolon Periumbilikal


transversum)

c. Hindgut Infraumbilikal
Kolon distal

d. Retroperitoneal Pinggang, lipat


Ginjal, ureter paha

e. Pelvis
Adnexa Pinggang,
suprapubik

Penderita memperlihatkan pola yang khas sesuai


dengan persarafan embrional organ yang terlihat. Saluran
cerna yang berasal dari usus depan (forgut), yaitu lambung,
duodenum, sistem hepatobilier, dan pankreas menyebabkan
nyeri di ulu hati atau epigastrium. Bagian saluran cerna yang
berasal dari usus tengah (midgut), yaitu usus halus dan usus
besar sampai pertengahan kolon transversum menyebabkan
nyeri di sekitar umbilikus. Bagian saluran cerna lainnya,
yaitu pertengahan kolon transversum sampai dengan kolon
sigmoid yang berasal dari usus belakang (hindgut)
menimbulkan nyeri di perut bawah. Demikian nyeri dari
buli-buli rekstosigmoid. Karena tidak disertai rangsang
peritoneum, nyeri ini tidak dipengaruhi oleh gerakan
sehingga penderita biasanya aktif bergerak.

b. Nyeri somatik: nyeri somatik terjadi karena rangsangan


pada bagian yang dipersarafi oleh saraf tepi, misalnya
regangan pada peritoneum parietalis, dan luka pada dinding
perut. Nyeri dirasakan seperti ditusuk atau disayat, dan
pasien dapat menunjukkan secara tepat letaknya dengan jari.
Rangsang yang menimbulkan nyeri ini dapat berupa rabaan,
tekanan, rangsangan kimiawi, atau proses radang. Gesekan
antara visera yang meradang akan menimbulkan rangsangan
peritoneum dan menyebabkan nyeri. Peradangan sendiri
maupun gesekan antara kedua peritoneum dapat
menyebabkan perubahan intensitas nyeri. Gesekan inilah
yang menjelaskan nyeri kolateral pada apendisitis akut.
Setiap gerakan penderita, baik gerakan tubuh maupun
gerakan napas yang dalam atau batuk juga menambah rasa
nyeri sehingga penderita akut abdomen yang disertai
rangsang peritoneum akan berusaha untuk tidak bergerak,
bernapas dangkal, dan menahan batuk.

B. Letak nyeri perut:


Nyeri viseral dari suatu organ biasanya sesuai letaknya sama
dengan asal organ tersebut pada masa embrional, sedangkan letak
nyeri somatik biasanya dekat dengan organ sumber nyeri sehingga
relatif mudah menentukan penyebabnya. Nyeri pada anak
presekolah sulit ditentukan letaknya karena mereka selalu
menunjuk daerah sekitar pusat bila ditanya tentang nyerinya.
Anak yang lebih besar baru dapat menentukan letak nyeri. 11

C. Sifat nyeri:

Berdasarkan letak atau penyebarannya nyeri dapat bersifat nyeri


alih, dan nyeri yang diproyeksikan. Untuk penyakit tertentu,
meluasnya rasa nyeri dapat membantu menegakkan diagnosis.
Nyeri bilier khas menjalar ke pinggang dan ke arah belikat, nyeri
pankreatitis dirasakan menembus ke bagian pinggang. Nyeri pada
bahu kemungkinan terdapat rangsangan pada diafragma.
a. Nyeri alih: Nyeri alih terjadi jika suatu segmen persarafan
melayani lebih dari satu daerah. Misalnya diafragma yang
berasal dari regio leher C3-C5 pindah ke bawah pada masa
embrional sehingga rangsangan pada diafragma oleh
perdarahan atau peradangan akan dirasakan di bahu.
Demikian juga pada kolestitis akut, nyeri dirasakan pada
daerah ujung belikat. Abses dibawah diafragma atau
rangsangan karena radang atau trauma pada permukaan
limpa atau hati juga dapat menyebabkan nyeri di bahu. Kolik
ureter atau kolik pielum ginjal, biasanya dirasakan sampai
ke alat kelamin luar seperti labia mayora pada wanita atau
testis pada pria.
b. Nyeri proyeksi: Nyeri proyeksi adalah nyeri yang
disebabkan oleh rangsangan saraf sensoris akibat cedera atau
peradangan saraf. Contoh yang terkenal adalah nyeri
phantom setelah amputasi, atau nyeri perifer setempat akibat
herpes zooster. Radang saraf pada herpes zooster dapat
menyebabkan nyeri yang hebat di dinding perut sebelum
gejala tau tanda herpes menjadi jelas.
c. Hiperestesia: Hiperestesia atau hiperalgesia sering
ditemukan di kulit jika ada peradangan pada rongga di
bawahnya. Pada gawat perut, tanda ini sering ditemukan
pada peritonitis setempat maupun peritonitis umum. Nyeri
peritoneum parietalis dirasakan tepat pada tempat
terangsangnya peritoneum sehingga penderita dapat
menunjuk dengan tepat lokasi nyerinya, dan pada tempat itu
terdapat nyeri tekan, nyeri gerak, nyeri batuk serta tanpa
rangsangan peritoneum lain dan defans muskuler yang
sering disertai hipersetesi kulit setempat. Nyeri yang timbul
pada pasien akut abdomen dapat berupa nyeri kontinyu atau
nyeri kolik.
d. Nyeri kontinu: Nyeri akibat rangsangan pada peritoneum
parietal akan dirasakan terus menerus karena berlangsung
terus menerus, misalnya pada reaksi radang. Pada saat
pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan
setempat. Otot dinding perut menunjukkan defans muskuler
secara refleks untuk melindungi bagian yang meraadang dan
menghindari gerakan atau tekanan setempat.
e. Nyeri kolik: Kolik merupakan nyeri viseral akibat spasme
otot polos organ berongga dan biasanya diakibatkan oleh
hambatan pasase dalam organ tersebut (obstruksi usus, batu
ureter, batu empedu, peningkatan tekanan intraluminer).
Nyeri ini timbul karena hipoksia yang dialami oleh jaringan
dinding saluran. Karena kontraksi berbeda maka kolik
dirasakan hilang timbul.
f. Nyeri iskemik: Nyeri perut juga dapat berupa nyeri iskemik
yang sangat hebat, menetap, dan tidak mereda. Nyeri
merupakan tanda adanya jaringan yang terancam nekrosis.
Lebih lanjut akan tampak tanda intoksikasi umum seperti
takikardia, keadaan umum yang jelek dan syok karena
resorbsi toksin dari jaringan nekrosis.
g. Nyeri pindah: Nyeri dapat berubah sesuai dengan
perkembangan patologi. Misalnya pada tahap awal
appendisitis, sebelum radang mencapai permukaan
peritoneum, nyeri viseral dirasakan di sekitar pusat disertai
rasa mual. Setelah radang mencapai diseluruh dinding
termasuk peritoneum viserale, terjadi nyeri akibat
rangsangan yang merupakan nyeri somatik. Nyeri pada saat
itu dirasakan tepat pada peritoneum yang meradang, yaitu
perut kuadran kanan bawah. Jika appendiks mengalami
nekrosis dan ganggren nyeri berubah lagi menjadi nyeri
yang hebat menetap dan tidak mereda. Penderita dapat jatuh
pada keadaan yang toksis. Pada perforasi tukak
peptikduodenum, isi duodenum yang terdiri dari cairan asam
garam empedu masuk ke rongga abdomen sehingga
merangsang peritoneum setempat. Pasien akan merasakan
nyeri pada bagian epigastrium. Setelah beberapa saat cairan
duodenum mengalir ke kanan bawah, melalui jalan di
sebelah lateral kolon ascendens sampai sekitar caecum.
Nyeri akan berkurang karena terjadi pengenceran. Pasien
sering mengeluh nyeri berpindah dari ulu hati pindah ke
kanan bawah.proses ini berbeda dengan yang terjadi pada
appendisitis akut. Akan tetapi kedua keadaan ini,
appendisitis akut maupun perforasi duodeum akan
mengakibatkan general peritonitis jika tidak segera ditangani
dengan baik. 11

D. Permulaan nyeri dan intensitas nyeri:


Bagaimana bermulanya nyeri pada akut abdomen dapat
menggambarkan sumber nyeri. Nyeri dapat tiba-tiba hebat atau
secara cepat berubah menjadi hebat, tetapi dapat pula bertahap
menjadi semakin nyeri. Misalnya pada perforasi organ berongga,
rangsangan peritoneum akibat zat kimia akan dirasakan lebih
cepat dibandingkan proses inflamasi. Demikian juga intensitas
nyerinya. Sesorang yang sehat dapat pula tiba-tiba langsung
merasakan nyeri perut hebat yang disebabkan oleh adanya
sumbatan, perforasi atau pluntiran. Nyeri yang bertahap biasanya
disebabkan oleh proses radang, misalnya pada kolesistitis atau
pankreatitis. 11

E. Posisi pasien:

Posisi pasien dalam mengurangi nyeri dapat menjadi petunjuk.


Pada pankreatitis akut pasien akan berbaring ke sebelah kiri
dengan fleksi pada tulang belakang, panggul dan lutut. Kadang
penderita akan duduk bungkuk dengan fleksi sendi panggul dan
lutut. Pasien dengan abses hati biasanya berjalan sedikit
membungkuk dengan menekan daerah perut bagian atas seakan-
akan menggendong absesnya.

Appendisitis akut yang letaknya retrosaekum mendorong


penderitanya untuk berbaring dengan fleksi pada sendi panggul
sehingga melemaskan otot psoas yang teriritasi. Akut abdomen
yang menyebabkan diafragma teritasi akan menyebabkan pasien
lebih nyaman pada posisi setengah duduk yang memudahkan
bernafas. Penderita pada peritonitis lokal maupun umum tidak
dapat bergerak karena nyeri, sedangkan pasien dengan kolik
terpaksa bergerak karena nyerinya. 11
Pemeriksaan fisik
a. Defans muskuler, khususnya jika meluas
b. Nyeri tekan, terutama jika meluas
c. Distensi abdomen, terutama jika ketegangan meningkat
d. Massa yang nyeri, khususnya jika disertai suhu tinggi atau
hipotensi
e. Nyeri ketok, hipertimpani akibat dari perut yang kembung,
pekak hepar menghilang akibat perforasi usus.
f. Tanda perdarahan seperti syok (dengan asidosis) atau
anemia progresif
g. Tanda sepsis seperti panas tinggi, takikardi, takipneu,
leukositosis, perubahan mental (takut, gelisah, atau
somnolen)
h. Tanda iskemi oleh gangguan vaskular atau strangulasi
i. Tanda intoksikasi seperti suhu badan meningkat, takikardi,
leukositosis
j. Kondisi umum pasien memburuk saat ditangani
k. Pada colok dubur terasa nyeri pada semua arah, tonus
muskulus sfingter ani longgar pada peritonitis13

Pemeriksaan pada area perut: periksa apakah ada tanda-tanda


eksternal seperti luka, abrasi, dan atau ekimosis. Amati pasien:
lihat pola pernafasan dan pergerakan perut saat bernafas, periksa
adanya distensi dan perubahan warna kulit abdomen. Pada
perforasi ulkus peptikum pasien tidak mau bergerak, biasanya
dengan posisi flexi pada lutut, dan abdomen seperti papan. Palpasi
dengan halus, perhatikan ada tidaknya massa atau nyeri tekan.
Bila ditemukan takikardi, febris, dan nyeri tekan seluruh abdomen
mengindikasikan suatu peritonitis. Nyeri perkusi mengindikasikan
adanya peradangan peritoneum · Pada auskultasi : bila tidak
ditemukan bising usus mengindikasikan suatu peritonitis difusa. ·
Pemeriksaan rektal dan bimanual vagina dan pelvis : pemeriksaan
ini dapat membantu menilai kondisi seperti appendicitis acuta,
abscess tuba ovarian yang ruptur dan divertikulitis acuta yang
perforasi. 4

Tanda-tanda Penting

a. Rovsing’s sign: Continuous deep palpation dimulai dari atas


left iliac fossa (berlawanan arah jarum jam sepanjang colon)
menyebabkan nyeri di right iliac fossa, dengan mendorong
isi usus terhadap ileocaecal valve dan dengan demikian
meningkatkan tekanan di sekitar appendix (Rovsing, 1907).
b. Psoas sign: Psoas sign atau “Obraztsova’s sign” adalah
nyeri right lower quadrant yang dihasilkan dengan passive
extension dari right hip pasien (pasien berbaring pada sisi
kiri dengan lutut fleksi) atau dengan active flexion dari right
hip saat berbaring terlentang. Nyeri didapat karena terjadi
inflamasi peritoneum yang melapisi iliopsoas muscles dan
inflamasi pada psoas muscles. Meluruskan kaki
menyebabkan nyeri karena meregangkan otot-otot ini,
sementara memfleksikan hip meregangkan iliopsoas dan
menyebabkan nyeri.
c. Obturator sign: Jika appendix yang meradang berada
dalam kontak dengan obturatorius internus, spasme otot
dapat ditunjukkan oleh rotasi meregangkan dan internal
pinggul. Manuver ini akan menyebabkan nyeri di
hypogastrium vagina.
d. Dunphy’s sign: Nyeri bertambah saat batuk di right lower
testicle quadrant (Small, 2008).
e. Kocher (Kosher)’s sign: Nyeri pada bagian epigastrium
atau sekitar gaster dengan pergeseran nyeri di bagian iliaka
kanan.
f. Sitkovskiy (Rosenstein)’s sign: Nyeri bertambah di bagian
iliaka kanan saat pasien berbaring pada  salah satu sisi
tubuhnya.
g. Bartomier-Michelson’s sign: Nyeri bertambah saat palpasi
di baian iliaka kanan ketika pasien berbaring pada salah satu
sisi tubuhnya dibandingkan saat pasien berada pada posisi
terlentang.
h. Aure-Rozanova’s sign: Nyeri bertambah pada palpasi
dengan jari di right Petit triangle (bisa menjadi tanda positif
Shchetkin-Bloomberg’s sign). Khas untuk posisi appendix
retrocecal.
i. Blumberg sign: Juga disebut sebagai nyeri rebound. Palpasi
mendalam visera atas appendix meradang diduga diikuti
dengan pelepasan tiba-tiba tekanan menyebabkan nyeri
menunjukkan tanda Blumberg positif dan peritonitis.
j. McBurney sign: Nyeri tekan pada 2/3 jarak antara
umbilikus dan spina iliaka anterior superior.
k. Murphy sign: Selama inspirasi, isi perut didorong ke bawah
karena diafragma bergerak turun (dan paru-paru membesar).
Jika pasien berhenti bernapas (kantong empedu empuk dan
bergerak ke bawah, ada  kontak dengan jari-jari pemeriksa)
dan mengernyit dengan ‘menangkap’  napas, tes ini
dianggap positif. Sebuah tes positif juga tidak memerlukan
rasa sakit pada melakukan manuver di sisi kiri pasien.
l. Cullen sign: Perubahan warna kebiruan periumbilikalis.
m. Grey-Turner sign: Perubahan warna pada area flank.
n. Kehr sign: Nyeri berat pada bahu kiri.
o. Chandelier sign: Manipulasi serviks menyebabkan pasien
mengangkat panggulnya.
Pemeriksaan radiologik

a. Pneumoperitoneum
b. Distensi usus hebat yang bertambah
c. Ekstravasasi bahan kontras
d. Tumor disertai suhu tinggi
e. Oklusi vena atau arteri mesenterika11,13

Pemeriksaan endoskopi

a. Perforasi saluran cerna


b. Perdarahan saluran cerna yang tidak teratasi11,13

Hasil parasentesis atau laparoskopi

Darah segar, empedu, nanah, isi usus, atau urin. Pasien dengan
perdarahan yang menyebabkan syok dan tidak dapat ditanggulangi
secara konservatif, jelas harus dioperasi. Penderita denga sindrom
sepsis atau tanda strangulasi juga memerlukan laparotomi segera.

Jika ditemukan pneumoperitoneum pada pemeriksaan


rontgen biasanya ada perforasi saluran cerna yang harus dibedah
untuk menutup perforasi itu. Begitu pula bila ada ekstravasasi
bahan kontras. Demikian pula distensi usus yang progresif dan
adanya tumor disertai panas tinggi sering harus dioperasi.

Jika ditemukan tanda perforasi saluran cerna pada


pemeriksaan endoskopi, perlu dikerjakan laparotomi. Hal yang
sama berlaku jika didapatkan darah segar, empedu, nanah, isi usus,
atau urin pada pemeriksaan parasentesis atau laparoskopi. 11
2.4 Penatalaksanaan

Penatalaksaan tergantung penyakit yang mendasarinya. Intervensi


bedah hampir selalu dibutuhkan dalam bentuk laparotomy explorasi
dan penutupan perforasi dengan pencucian pada rongga peritoneum
(evacuasi medis). Terapi konservatif di indikasikan pada kasus pasien
yang non toxic dan secara klinis keadaan umumnya stabil dan
biasanya diberikan cairan intravena, antibiotik, aspirasi NGT, dan
dipuasakan pasiennya. 13

Tujuan utama dalam pengobatan peritonitis adalah:


1. Resusitasi
2. Inisiasi terapi antibiotik
3. Penghapusan sumber kontaminasi bakteri:
4. Pengurangan inokulum bakteri
5. Dukungan metabolisme yang berkelanjutan4

Resusitasi
Dalam semua kasus peritonitis, ada beberapa tingkat hipovolemia.
Volume plasma harus dikembalikan dan konsentrasi elektrolit plasma
dikoreksi. Cairan yang diberikan harus mengandung kristaloid dan
koloid. Efektivitas penggantian cairan dapat dinilai dengan
normalisasi denyut nadi, tekanan darah dan status mental.
Penempatan kateter drainase kemih sangat penting karena pemulihan
keluaran urin merupakan indikator dari resusitasi cairan yang adekuat.
Dekompresi nasogastrik menggunakan tabung bah untuk mencegah
aspirasi paru dan mengurangi distensi perut. Oksigen tambahan
mungkin diperlukan dan dalam keadaan yang lebih ekstrim, intubasi
endotrakeal dan ventilasi mekanis mungkin diperlukan untuk
mempertahankan oksigenasi. Konsentrasi elektrolit plasma harus
dikoreksi dengan pemberian intravena (hiperimentasi atau terapi
parenteral total) diperlukan. 4
Antibiotik
Terapi antibiotik harus segera diberikan setelah diagnosis klinis
peritonitis didapat. Pemberian antibiotik mencegah multiplikasi
bakteri dan pelepasan endotoksin. Pemilihan awal antibiotik adalah
empiris. Pilihan antibiotik dibuat dengan pertimbangan sebagai
berikut:
- Aktivitas obat untuk bakteri berdasarkan tingkat perforasi
gastrointestinal.
- Aktivitas bakterisida antibiotik dalam jaringan yang terinfeksi.
Terapi presumptif harus mencakup untuk bakteri negatif gram aerob
dan anaerob. Agen yang memiliki aktivitas melawan gram aerobik
basil negatif termasuk aminoglikosida, sefalosporin generasi kedua
dan ketiga dan baik ampicillin atau ticarcillin yang dikombinasikan
dengan beta lactam inhibitor (misalnya sulbactam atau asam
klavulanat). Durasi optimal terapi antibiotik harus individual dan
tergantung pada patologi yang mendasarinya, tingkat keparahan
infeksi, kecepatan dan efektivitas pengendalian sumber. 4

Pembedahan
Pembedahan tetap merupakan modalitas terapi yang penting untuk
semua kasus peritonitis. Manajemen operasional harus diarahkan ke
arah pengendalian sumber kontaminasi. Hal ini dapat dilakukan
dengan menutup perforasi, reseksi viskus perforasi, atau
mengesampingkan organ yang terkena dari rongga peritoneum.
Tujuan sekunder dari manajemen operatif adalah untuk mengurangi
inokulum bakteri dengan maksud untuk mencegah sepsis berulang.
Teknik intraoperatif standar untuk mencapai tujuan ini termasuk
fibrin swabbing dan debriding, darah dan bahan nekrotik serta irigasi
berlebihan dari rongga peritoneum yang umumnya diterima dan
dipraktikkan manuver.
Laparotomi berulang yang direncanakan untuk peritonitis umum
adalah teknik yang dikembangkan untuk mencegah sepsis berulang
dengan eksplorasi abdomen berulang untuk menghilangkan bahan
nekrotik dan mengeringkan abses. 4

Manajemen Konservatif
Kebanyakan pasien dengan perforasi ulkus peptikum membutuhkan
terapi operatif, manajemen perforasi yang konservatif dapat
bermanfaat terutama pada pasien yang memiliki penyakit medis yang
bersamaan, perforasi lebih dari 24 jam, tekanan sistolik kurang dari
100 mmHg pada saat masuk. Faktor-faktor risiko ini memiliki
pengaruh pasti terhadap tingkat kematian. Pasien-pasien ini
memerlukan pemantauan ketat di unit perawatan intensif karena
mereka dapat memburuk dan membutuhkan terapi operasi. Jika
temuan perut tidak membaik dalam 12 jam maka operasi
diindikasikan. 4
BAB III

KESIMPULAN

Hollow organ perforation merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek


dari dinding lambung, usus halus, usus besar akibat dari bocornya isi dari
usus ke dalam rongga perut. Perforasi dari usus mengakibatkan secara
potensial untuk terjadinya kontaminasi bakteri dalam rongga perut ( keadaan
ini dikenal dengan istilah peritonitis). Perforasi pada saluran cerna sering
disebabkan oleh penyakit-penyakit seperti ulkus gaster, appendicitis,
keganasan pada saluran cerna, divertikulitis, sindroma arteri mesenterika
superior, trauma. Penatalaksaan tergantung penyakit yang mendasarinya.
Intervensi bedah hampir selalu dibutuhkan dalam bentuk laparotomy
explorasi dan penutupan perforasi dengan pencucian pada rongga
peritoneum (evakuasi medis). Terapi konservatif di indikasikan pada kasus
pasien yang non toxic dan secara klinis keadaan umumnya stabil dan
biasanya diberikan cairan intravena, antibiotik, aspirasi NGT, dan
dipuasakan pasiennya.
DAFTAR PUSTAKA

1. American College of Surgery, 2010. Evaluation of Abdominal Trauma.


Committee on Trauma: Subcommitte on Publications. Available from
http:/www.annemergmed.com/article/SO196-0644(11)00031-X/fulltext
2. Chaudhry, S.R., Liman, M.N.P. and Peterson, D.C., 2019. Anatomy,
abdomen and pelvis, stomach. In StatPearls. StatPearls Publishing.
3. Hafner, J., Tuma, F. and Marar, O., 2019. Intestinal Perforation. In
StatPearls. StatPearls Publishing.
4. Girish, G., 2011. Clinical study and management of Peritonitis secondary
to hollow Viscus perforation (Doctoral dissertation).
5. Guyton AC. 2006.Textbook of medical physiology. Pensylvania: Elsevier
Saunders.
6. Khausik, Robin, Dhananjaya Sharma, John AC Thanakumar, Lileswar
Kaman. 2009.The Spectrum of Peritonitis of India. In: Emergency Surgery
for Peritonitis Made Easy. USA: Jaypee Brother Medical Publishers.
7. Mansjoer, Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran. 2009. Edisi 3. Jakarta:
Media Aesculapius.
8. Patterson, J.W. and Dominique, E., 2018. Acute abdomen. In StatPearls.
StatPearls Publishing.
9. Reksoprodjo, Soelarto, dkk. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta:
FK UI
10. Schwartz, Seymour I. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah (Principles of
Surgery, 2007. Edisi 6. Jakarta: EGC
11. Sjamsuhidajat, R., Wim De Jong. 2017. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 4.
Jakarta: EGC.
12. Wade, CL, Streitz MJ. Anatomy and Pelvis, Abdomen. In: StatPearls.
StatPearls Publishing.
13. Warsinggih. 2016. Perforasi Gastrointestinal. Available from:
https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2016/10/Perforasi-
GI.pdf

Anda mungkin juga menyukai