Disusun Oleh :
Heru Andi Utomo
(71180891082)
Pembimbing:
Dr. Azwarto Lubis, Sp.B
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
Akut abdomen meliputi 20-40% dari pasien rawat inap, dan 50-65% dari kasus
akut abdomen tidak memiliki diagnosis awal yang akurat. Perforasi umumnya
dapat timbul di daerah gastroduodenal dapat diakibatkan ulkus gastrik ataupun
keganasan pada lambung. Peradangan bisa primer karena peradangan alat
pencernaan seperti pada apendisitis atau sekunder melalui suatu peritonitis karena
perforasi tukak lambung, perforasi dari Payer’s patch, pada typhus abdominalis
atau perforasi akibat trauma.6 Tingkat mortalitas pada perforasi tukak lambung
berkisar 10-11%, biasanya disertai dengan adanya septikemia, kegagalan organ
multiple, ataupun gangguan respirasi. Perforasi akibat appendiks dan kolorektal
lebih jarang terjadi, insidensi perforasi pada apendisitis berkisar 4-8%. Perforasi
kolon dapat disebabkan oleh neoplasma kolon, amoebiasis kolon, trauma,
iatrogenik, ataupun penyebab lainnya. Mortalitas perforasi kolon termasuk tinggi,
hampir mencapai 20%. Perforasi yang jarang terjadi diantaranya termasuk
perforasi bilier.8
Keputusan untuk melakukan tindak bedah harus segera diambil karena setiap
kelambatan akan menimbulkan penyulit yang berakibat meningkatnya morbiditas
dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya bergantung pada
kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan
laparotomy ataupun biopsy. Ketika perforasi tidak dapat diklasifikasikan,
dikatakan sebagai perforasi usus non-spesifik, maka dapat dilakukan pemeriksaan
serologi, kultur ataupun pemeriksaan histopatologi.8
TINJAUAN PUSTAKA
C. RINGKASAN ABSORPSI
Etiologi
Malignancy (e.g.
adenocarcinoma, lymphoma,
gastrointestinal stromal tumour)
2.3 Diagnosis
Gejala Klinis9,11
A. Nyeri perut
c. Hindgut Infraumbilikal
Kolon distal
e. Pelvis
Adnexa Pinggang,
suprapubik
C. Sifat nyeri:
E. Posisi pasien:
Tanda-tanda Penting
a. Pneumoperitoneum
b. Distensi usus hebat yang bertambah
c. Ekstravasasi bahan kontras
d. Tumor disertai suhu tinggi
e. Oklusi vena atau arteri mesenterika11,13
Pemeriksaan endoskopi
Darah segar, empedu, nanah, isi usus, atau urin. Pasien dengan
perdarahan yang menyebabkan syok dan tidak dapat ditanggulangi
secara konservatif, jelas harus dioperasi. Penderita denga sindrom
sepsis atau tanda strangulasi juga memerlukan laparotomi segera.
Resusitasi
Dalam semua kasus peritonitis, ada beberapa tingkat hipovolemia.
Volume plasma harus dikembalikan dan konsentrasi elektrolit plasma
dikoreksi. Cairan yang diberikan harus mengandung kristaloid dan
koloid. Efektivitas penggantian cairan dapat dinilai dengan
normalisasi denyut nadi, tekanan darah dan status mental.
Penempatan kateter drainase kemih sangat penting karena pemulihan
keluaran urin merupakan indikator dari resusitasi cairan yang adekuat.
Dekompresi nasogastrik menggunakan tabung bah untuk mencegah
aspirasi paru dan mengurangi distensi perut. Oksigen tambahan
mungkin diperlukan dan dalam keadaan yang lebih ekstrim, intubasi
endotrakeal dan ventilasi mekanis mungkin diperlukan untuk
mempertahankan oksigenasi. Konsentrasi elektrolit plasma harus
dikoreksi dengan pemberian intravena (hiperimentasi atau terapi
parenteral total) diperlukan. 4
Antibiotik
Terapi antibiotik harus segera diberikan setelah diagnosis klinis
peritonitis didapat. Pemberian antibiotik mencegah multiplikasi
bakteri dan pelepasan endotoksin. Pemilihan awal antibiotik adalah
empiris. Pilihan antibiotik dibuat dengan pertimbangan sebagai
berikut:
- Aktivitas obat untuk bakteri berdasarkan tingkat perforasi
gastrointestinal.
- Aktivitas bakterisida antibiotik dalam jaringan yang terinfeksi.
Terapi presumptif harus mencakup untuk bakteri negatif gram aerob
dan anaerob. Agen yang memiliki aktivitas melawan gram aerobik
basil negatif termasuk aminoglikosida, sefalosporin generasi kedua
dan ketiga dan baik ampicillin atau ticarcillin yang dikombinasikan
dengan beta lactam inhibitor (misalnya sulbactam atau asam
klavulanat). Durasi optimal terapi antibiotik harus individual dan
tergantung pada patologi yang mendasarinya, tingkat keparahan
infeksi, kecepatan dan efektivitas pengendalian sumber. 4
Pembedahan
Pembedahan tetap merupakan modalitas terapi yang penting untuk
semua kasus peritonitis. Manajemen operasional harus diarahkan ke
arah pengendalian sumber kontaminasi. Hal ini dapat dilakukan
dengan menutup perforasi, reseksi viskus perforasi, atau
mengesampingkan organ yang terkena dari rongga peritoneum.
Tujuan sekunder dari manajemen operatif adalah untuk mengurangi
inokulum bakteri dengan maksud untuk mencegah sepsis berulang.
Teknik intraoperatif standar untuk mencapai tujuan ini termasuk
fibrin swabbing dan debriding, darah dan bahan nekrotik serta irigasi
berlebihan dari rongga peritoneum yang umumnya diterima dan
dipraktikkan manuver.
Laparotomi berulang yang direncanakan untuk peritonitis umum
adalah teknik yang dikembangkan untuk mencegah sepsis berulang
dengan eksplorasi abdomen berulang untuk menghilangkan bahan
nekrotik dan mengeringkan abses. 4
Manajemen Konservatif
Kebanyakan pasien dengan perforasi ulkus peptikum membutuhkan
terapi operatif, manajemen perforasi yang konservatif dapat
bermanfaat terutama pada pasien yang memiliki penyakit medis yang
bersamaan, perforasi lebih dari 24 jam, tekanan sistolik kurang dari
100 mmHg pada saat masuk. Faktor-faktor risiko ini memiliki
pengaruh pasti terhadap tingkat kematian. Pasien-pasien ini
memerlukan pemantauan ketat di unit perawatan intensif karena
mereka dapat memburuk dan membutuhkan terapi operasi. Jika
temuan perut tidak membaik dalam 12 jam maka operasi
diindikasikan. 4
BAB III
KESIMPULAN