Anda di halaman 1dari 27

STROKE NON HEMORAGIK

APPENDISITIS AKUT
Laporan Kasus ini dibuat untuk melengkapi persyaratan

DISUSUN OLEH:
Yan Rudiansyah Dongoran (0410070100070)

PEMBIMBING
dr. Suhelmi, Sp. B

SMF ILMU BEDAH


RSUD Dr. PIRNGADI
MEDAN
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan tanggal :

Nilai :

Dokter Pembimbing

dr. Suhelmi, Sp. B

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan

rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan paper ini, untuk

melengkapi persyaratan Kepanitraan Klinik Senior SMF Ilmu Bedah Rumah

Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan dengan judul “Appendisitis akut”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada dr.

Suhelmi, Sp. B khususnya sebagai pembimbing penulis dan semua staff pengajar

di SMF Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan, serta teman-teman

di Kepanitraan Klinik Senior.

Penulis menyadari bahwa paper ini memiliki banyak kekurangan baik dari

kelengkapan teori maupun penuturan bahasa. Oleh karena itu penulis

mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun untuk kesempurnaan

paper ini. Harapan penulis semoga paper ini dapat memberikan manfaat bagi kita

semua.

Medan, November 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i

DAFTAR ISI .........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................3

2.1 Anatomi................................................................................................ 3

2.2 Fisiologi.................................................................................................4

2.3 Definisi.................................................................................................5

2.4 Epidemiologi........................................................................................5

2.5 Etiologi.................................................................................................6

2.6 Patogenesis ..........................................................................................7

2.7 Diagnosis............................................................................................10

2.8 Diagnosis Banding..............................................................................17

2.9 Penatalaksanaan.................................................................................18

2.10 Komplikasi.........................................................................................20

2.11Prognosis.............................................................................................21

BAB III KESIMPULAN......................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................23

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis.

Appendix merupakan organ tubular yang terletak pada pangkal usus besar yang

berada di perut kanan bawah dan organ ini mensekresikan IgA namun seringkali

menimbulkan masalah bagi kesehatan. Peradangan akut Appendix atau

Appendicitis acuta menyebabkan komplikasi yang berbahaya apabila tidak segera

dilakukan tindakan bedah.1,2

Appendicitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering

ditemukan. Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia, meskipun tidak

umum pada anak sebelum usia sekolah. Hampir 1/3 anak dengan Appendicitis

acuta mengalami perforasi setelah dilakukan operasi. Meskipun telah dilakukan

peningkatan pemberian resusitasi cairan dan antibiotik yang lebih baik,

appendicitis pada anak-anak, terutama pada anak usia prasekolah masih tetap

memiliki angka morbiditas yang signifikan. Diagnosis Appendicitis acuta pada

anak kadang-kadang sulit. Hanya 50-70% kasus yang bisa didiagnosis dengan

tepat pada saat penilaian awal. Angka appendectomy negatif pada pasien anak

berkisar 10-50%. Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik

merupakan hal yang paling penting dalam mendiagnosis Appendicitis.2,3

Semua kasus appendicitis memerlukan tindakan pengangkatan dari

Appendix yang terinflamasi, baik dengan laparotomy maupun dengan

laparoscopy. Apabila tidak dilakukan tindakan pengobatan, maka angka kematian

akan tinggi, terutama disebabkan karena peritonitis dan syok. Reginald Fitz pada

1
tahun 1886 adalah orang pertama yang menjelaskan bahwa Appendicitis acuta

merupakan salah satu penyebab utama terjadinya akut abdomen di seluruh dunia 3.

Appendicular infiltrat merupakan komplikasi dari Appendicitis acuta yang terjadi

bila Appendicitis gangrenosa atau mikroperforasi dilokalisir atau dibungkus oleh

omentum dan/atau lekuk usus halus.2,

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi1,2,3

Apendiks vermiformis adalah organ sempit, berbentuk tabung yang

mempunyai otot dan mengandung banyak jaringan limfoid. Panjang apendiks

vermiformis bervariasi dari 3-5 inci (8-13 cm). Dasarnya melekat pada permukaan

posteromedial caecum, sekitar 1 inci (2,5 cm) di bawah junctura ileocaecalis.

Bagian apendiks vermiformis lainnya bebas. Apendiks vermiformis diliputi

seluruhnya oleh peritoneum, yang melekat pada lapisan bawah mesenterium

intestinum tenue melalui mesenteriumnya sendiri yang pendek, yaitu

mesoapendiks. Mesoapendiks berisi arteri, vena apendikularis dan saraf-saraf.

Apendiks vermiformis terletak di regio iliaca dextra, dan pangkal diproyeksikan

ke dinding anterior abdomen pada titik sepertiga bawah garis yang

menghubungkan spina iliaca anterior superior dan umbilicus (titik McBurney).

Didalam abdomen, dasar apendiks vermiformis mudah ditemukan dengan mencari

taeniae coli caecum dan mengikutinya sampai dasar apendiks vermiformis, tempat

taeniae coli bersatu membentuk tunica muscularis longitudinal yang lengkap.

3
Apendiks vermiformis diperdarahi oleh arteri apendikularis yang

merupakan cabang arteri caecalis posterior. Arteri ini berjalan menuju ujung

apendiks vermiformis didalam mesoapendiks. Vena apendikularis mengalirkan

darahnya ke vena caecalis posterior. Pembuluh limfe mengalirkan cairan limfe ke

satu atau dua nodi yang terletak didalam mesoapendiks dan dari sini dialirkan ke

nodi mesenterica superior. Persarafan berasal dari cabang-cabang saraf simpatis

dan parasimpatis (nervus vagus) dari plexus mesentericus superior. Serabut saraf

aferen yang menghantarkan rasa nyeri visceral dari apendiks vermiformis berjalan

bersama saraf simpatis dan masuk ke medulla spinalis stinggi vertebra torakalis X.

Selain itu, didalam rongga abdomen, appendikx vermiformis memiliki beberapa

variasi anatomis yang dapat memberikan tanda dan gejala yang berbeda pada tiap

jenisnya.

2.2 Fisiologi1,6

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Pada keadaan normal

lendir ini dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum.

Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis

apendisitis. Pada keadaan normal tekanan dalam lumen apendiks antara 15-25

cmH2O dan meningkat menjadi 30-50 cmH2O pada waktu kontraksi. Pada

4
keadaan normal tekanan pada lumen sekum antara 3-4 cmH2O, sehingga terjadi

perbedaan tekanan berakibat cairan di dalam lumen apendiks terdorong masuk ke

sekum.

Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated

Lymphoid Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks,

ialah IgA. Immunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.

Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh

karena jumlah jaringan limfe di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlah

yang ada di saluran cerna dan di seluruh tubuh.

2.3 Definisi

Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis.

Hal ini merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering ditemukan.

Appendix merupakan organ tubular yang terletak pada pangkal usus besar yang

berada di perut kanan bawah dan organ ini mensekresikan IgA namun seringkali

menimbulkan masalah bagi kesehatan. Peradangan akut Appendix atau

Appendicitis acuta menyebabkan komplikasi yang berbahaya apabila tidak segera

dilakukan tindakan bedah.1,2

2.4 Epidemiologi4,5

Terdapat sekitar 250.000 kasus appendisitis yang terjadi di Amerika

Serikat setiap tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun.

Appendisitis lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan

5
perbandingan 3:2. Bangsa Caucasia lebih sering terkena dibandingkan dengan

kelompok ras lainnya. Appendisitis akut lebih sering terjadi selama musim panas.

Insidensi Appendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara

berkembang, tetapi beberapa tahun terakhir angka kejadiannya menurun secara

bermakna. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat

dalam menu sehari-hari. Appendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya

pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada

kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidensi pada laki-laki dan

perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidensi lelaki

lebih tinggi.

2.5 Etiologi2,3,4
Adapun etiologi apendisitis yang terjadi antara lain disebabkan oleh

obstruksi lumen apendiks. Obstruksi lumen pada appendiks yang menyebabkan

apendisitis antara lain karena; material feses yang keras (fecalith), hyperplasia

jaringan limfoid, dan infeksi virus8. Pada anak-anak sendiri obstruksi paling sering

terjadi akibat hiperplasia jaringan limfoid pada submukosa folikel. Penyebab

hiperplasia ini sendiri masih kontroversial, namun dehidrasi dan infeksi virus

diduga menjadi penyebab utama). Penyebab lainnya dari apendisitis antara lain;

benda asing (foreign body), infeksi bakteri, parasit, dan tumor appendiks atau

sekum.

Apendisitis akut sendiri disebabkan oleh infeksi dari bakteri. Hal-hal yang

dapat menyebabkan terjadinya infeksi bakteri di apendiks adalah adanya sumbatan

6
luman, adanya cacing askaris, dan erosi mukosa yang disebabkan oleh E.

hystolitica dan parasit lain.

Organisme yang sering dijumpai pada Apendisitis Akut (Scwarts)1


Aneaerobik dan Fakultatif Aneorobik

Basil Gram Negatif Basil Gram Negatif

E. coli Bacteriodes fragillis

Pseudomonas aeruginosa Bacteroides sp.

Klebsiella sp. Fusobacterium sp.

Kokus Gram Positif Kokus Gram Positif

Streptococcus anginosus Peptostreptokokus sp.

Enterococcus sp. Kokus Gram Positif

Streptococcus sp. Clostridium sp.

2.6 Patogenesis2,5,6

Sumbatan lumen appendix

Tekanan intraluminal meningkat

Sumbatan menetap Sumbatan

Gangguan vaskular Sembuh

Nekrotik dinding appendix

Invasi bakteri Appendicitis akut

Supurasi inflamasi Mikroperforasi

Makroperforasi Walling off

Peritonitis

Periappendiceal mass(periappendiceal infiltrate)

7
Sembuh Abses

Appendisitis kronis Perforasi

Peritonitis
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh

hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat

peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi lumen yang tertutup

disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimalnya dan berlanjut pada

peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang distensi. Obstruksi

tersebut mneyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.

Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks

mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intralumen.

Kapasitas lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5

dapat meningkatkan tekanan intalumen sekitar 60 cmH20. Manusia merupakan

salah satu dari sedikit binatang yang dapat mengkompensasi peningkatan sekresi

yang cukup tinggi sehingga menjadi gangrene atau terjadi perforasi.

Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami

hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri.

Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin

iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks).

Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.

Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut

dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.

8
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal

tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan

menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum

setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut

dengan apendisitis supuratif akut.

Bila arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti

dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding

yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses

diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah

apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut infiltrate apendikularis.

Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.

Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai

dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48

jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses

radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa

sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis

jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses,

apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk

selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.

Penyakit ini sering dijumpai pada anak-anak, karena omentum lebih

pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut

ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya

9
perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada

gangguan pembuluh darah.

2.7 Diagnosis
2.7.1 Anamnesis2,3,7
Gejala appendicitis acuta umumnya timbul kurang dari 36 jam, dimulai

dengan nyeri perut yang didahului anoreksia. Gejala utama appendicitis acuta

adalah nyeri perut. Awalnya, nyeri dirasakan difus terpusat di epigastrium, lalu

menetap, kadang disertai kram yang hilang timbul. Durasi nyeri berkisar antara 1-

12 jam, dengan rata-rata 4-6 jam. Nyeri yang menetap ini umumnya terlokalisasi

di RLQ. Variasi dari lokasi anatomi appendix berpengaruh terhadap lokasi nyeri,

seperti appendix di daerah pelvis menyebabkan nyeri suprapubis, retroileal

appendix dapat menyebabkan nyeri testicular.

Umumnya, pasien mengalami demam saat terjadi inflamasi appendix,

biasanya suhu naik hingga 38oC. Tetapi pada keadaan perforasi, suhu tubuh

meningkat hingga > 39oC. Anoreksia hampir selalu menyertai appendicitis. Pada

75% pasien dijumpai muntah yang umumnya hanya terjadi satu atau dua kali saja.

Muntah disebabkan oleh stimulasi saraf dan ileus. Umumnya, urutan munculnya

gejala appendicitis adalah anoreksia, diikuti nyeri perut dan muntah. Bila muntah

mendahului nyeri perut, maka diagnosis appendicitis diragukan. Muntah yang

timbul sebelum nyeri abdomen mengarah pada diagnosis gastroenteritis.

Sebagian besar pasien mengalami obstipasi pada awal nyeri perut dan

banyak pasien yang merasa nyeri berkurang setelah buang air besar. Diare timbul

10
pada beberapa pasien terutama anak-anak. Diare dapat timbul setelah terjadinya

perforasi appendix.

Gejala Appendicitis acuta

Gejala* Frekuensi (%)

Nyeri perut 100


Anorexia 100
Mual 90
Muntah 75
Nyeri berpindah 50
Gejala sisa klasik (nyeri periumbilikal kemudian anorexia/mual/muntah kemudian nyeri
50
berpindah ke RLQ kemudian demam yang tidak terlalu tinggi)
*-- Onset gejala khas terdapat dalam 24-36 jam

Skor Alvarado
Semua penderita dengan suspek appendicitis acuta dibuat skor Alvarado
dan diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu; skor <6 dan skor >6. Selanjutnya
ditentukan apakah akan dilakukan appendectomy. Setelah appendectomy,
dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan appendix dan hasil PA
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu radang akut dan bukan radang akut.
Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis.
Gejala Klinik Value
Gejala Adanya migrasi nyeri 1
Anoreksia 1
Mual/muntah 1
Tanda Nyeri RLQ 2
Nyeri lepas 1
Febris 1
Lab Leukositosis 2
Shift to the left 1
Total poin 10
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka
tindakan bedah sebaiknya dilakukan.
Gejala appendicitis yang terjadi pada anak dapat bervariasi, mulai dari

yang menunjukkan kesan sakit ringan hingga anak yang tampak lesu, dehidrasi,

nyeri lokal pada perut kanan bawah, bayi yang tampak sepsis. Pasien dengan

peritonitis difus biasanya bernafas mengorok. Pada beberapa kasus yang

meragukan, pasien dapat diobservasi dulu selama 6 jam. Pada penderita

11
appendicitis biasanya menunjukkan peningkatan nyeri dan tanda inflamasi yang

khas.

Pada pemeriksaan fisik, perubahan suara bising usus berhubungan dengan

tingkat inflamasi pada appendix. Hampir semua pasien merasa nyeri pada nyeri

lokal di titik Mc Burney’s. Tetapi pasien dengan appendix retrocaecal

menunjukkan gejala lokal yang minimal. Adanya psoas sign, obturator sign, dan

Rovsing’s sign bersifat konfirmasi dibanding diagnostik. Pemeriksaan rectal

toucher juga bersifat konfirmasi dibanding diagnostik, khususnya pada pasien

dengan pelvis abscess karena ruptur appendix.

Diagnosis appendicitis sulit dilakukan pada pasien yang terlalu muda atau

terlalu tua. Pada kedua kelompok tersebut, diagnosis biasanya sering terlambat

sehingga appendicitisnya telah mengalami perforasi. Pada awal perjalanan

penyakit pada bayi, hanya dijumpai gejala letargi, irritabilitas, dan anoreksia.

Selanjutnya, muncul gejala muntah, demam, dan nyeri.

2.7.2 Pemeriksaan Fisik4,7,8


Anak-anak dengan appendicitis biasanya lebih tenang jika berbaring

dengan gerakan yang minimal. Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak, pada

akhirnya jarang didiagnosis sebagai appendicitis, kecuali pada anak dengan

appendicitis letak retrocaecal. Pada appendicitis letak retrocaecal, terjadi

perangsangan ureter sehingga nyeri yang timbul menyerupai nyeri pada kolik

renal.

Penderita appendicitis umumnya lebih menyukai sikap jongkok pada paha

kanan, karena pada sikap itu caecum tertekan sehingga isi caecum berkurang.

12
Hal tersebut akan mengurangi tekanan ke arah appendix sehingga nyeri perut

berkurang.

Posisi yang dilakukan untuk mengurangi nyeri perut


Appendix umumnya terletak di sekitar McBurney. Namun perlu diingat

bahwa letak anatomis appendix sebenarnya dapat pada semua titik, 360o

mengelilingi pangkal caecum. Appendicitis letak retrocaecal dapat diketahui dari

adanya nyeri di antara costa 12 dan spina iliaca posterior superior. Appendicitis

letak pelvis dapat menyebabkan nyeri rectal.

Secara teori, peradangan akut appendix dapat dicurigai dengan adanya

nyeri pada pemeriksaan rektum (Rectal toucher). Namun, pemeriksaan ini tidak

spesifik untuk appendicitis. Jika tanda-tanda appendicitis lain telah positif, maka

pemeriksaan rectal toucher tidak diperlukan lagi.

Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik:

 Rovsing’s sign

Jika LLQ ditekan, maka terasa nyeri di RLQ. Hal ini menggambarkan

iritasi peritoneum. Sering positif pada appendicitis namun tidak spesifik.

 Psoas sign

Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut

pasien dan tangan kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan pasien

digerakkan dalam arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini menggambarkan

13
kekakuan musculus psoas kanan akibat refleks atau iritasi langsung yang berasal

dari peradangan Appendix. Manuver ini tidak bermanfaat bila telah terjadi

rigiditas abdomen.

Dasar anatomis terjadinya Psoas sign


 Obturator sign

Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki

kanan pasien sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian pemeriksa

memposisikan sendi lutut pasien dalam posisi fleksi dan articulatio coxae dalam

posisi endorotasi kemudian eksorotasi. Tes ini positif jika pasien merasa nyeri di

hipogastrium saat eksorotasi. Nyeri pada manuver ini menunjukkan adanya

perforasi Appendix, abscess lokal, iritasi M. Obturatorius oleh Appendicitis letak

retrocaecal, atau adanya hernia obturatoria.

Cara melakukan Obturator sign

Dasar anatomis Obturator sign

14
 Blumberg’s sign (nyeri lepas kontralateral)
Pemeriksa menekan di LLQ kemudian melepaskannya. Manuver ini
dikatakan positif bila pada saat dilepaskan, pasien merasakan nyeri di RLQ.
 Wahl’s sign
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri pada saat
dilakukan perkusi di RLQ, dan terdapat penurunan peristaltik di segitiga Scherren
pada auskultasi.
 Baldwin’s test
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank saat
tungkai kanannya ditekuk.
 Defence musculare
Defence musculare bersifat lokal sesuai letak appendix.
 Nyeri pada daerah cavum douglasi
Nyeri pada daerah cavum douglasi terjadi bila sudah ada abscess di cavum
douglasi atau appendicitis letak pelvis.
 Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada saat penekanan di sisi lateral
 Dunphy’s sign (nyeri ketika batuk)

2.7.3 Pemeriksaan Penunjang5,7,8


1. Laboratorium
 Jumlah leukosit > 10.000 ditemukan pada lebih dari 90% anak dengan

apendisitis akut. Jumlah leukosit pada penderita apendisitis berkisar

antara 12.000-18.000/mm3. Peningkatan persentase jumlah neutrofil

(shift to the left) dengan jumlah normal leukosit menunjang diagnosis

klinis apendisitis. Jumlah leukosit yang normal jarang ditemukan pada

pasien dengan apendisitis.

15
 Pemeriksaan urinalisis membantu membedakan apendisitis dengan

pyelonephritis atau batu ginjal. Meskipun demikian, hematuria ringan

dan pyuria dapat terjadi jika inflamasi appendiks terjadi di dekat ureter.

2. Foto polos abdomen

Foto polos abdomen dilakukan apabila hasil anamnesis atau pemeriksaan

fisik meragukan. Pada foto polos abdomen tampak gambaran perselubungan

ileus atau caecal ileus (gambaran garis permukaan air-udara di sekum atau

ileum) dan patogmonik bila terlihat gambaran fekalit.

3. Ultrasonografi

Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk

menunjang diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala apendisitis.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan

spesifisitasnya lebih dari 90%.

4. CT scan

CT scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk

mendiagnosis apendisitis akut jika diagnosisnya tidak jelas. Sensitifitas dan

spesifisitasnya kira-kira 95-98%. Pasien-pasien yang obesitas, presentasi klinis

tidak jelas dan curiga adanya abses, maka CT scan dapat digunakan sebagai

pilihan tes diagnostik.

2.8 Diagnosis Banding2,4,9

16
Diagnosis banding dari Appendicitis dapat bervariasi tergantung dari usia

dan jenis kelamin.

1. Pada anak-anak balita

 Intususepsi, divertikulitis, dan gastroenteritis akut.

Intususepsi paling sering didapatkan pada anak-anak berusia dibawah 3

tahun. Divertikulitis jarang terjadi jika dibandingkan Appendicitis. Nyeri

divertikulitis hampir sama dengan Appendicitis, tetapi lokasinya berbeda, yaitu

pada daerah periumbilikal. Pada pencitraan dapat diketahui adanya inflammatory

mass di daerah abdomen tengah. Diagnosis banding yang agak sukar ditegakkan

adalah gastroenteritis akut, karena memiliki gejala-gejala yang mirip dengan

appendicitis, yakni diare, mual, muntah, dan ditemukan leukosit pada feses.

2. Pada anak-anak usia sekolah

 Gastroenteritis, konstipasi, infark omentum.

Pada gastroenteritis, didapatkan gejala-gejala yang mirip dengan

appendicitis, tetapi tidak dijumpai adanya leukositosis. Konstipasi, merupakan

salah satu penyebab nyeri abdomen pada anak-anak, tetapi tidak ditemukan

adanya demam. Infark omentum juga dapat dijumpai pada anak-anak dan gejala-

gejalanya dapat menyerupai appendicitis. Pada infark omentum, dapat terraba

massa pada abdomen dan nyerinya tidak berpindah

3. Pada pria dewasa muda

Diagnosis banding yang sering pada pria dewasa muda adalah Crohn’s

disease, kolitis ulserativa, dan epididimitis. Pemeriksaan fisik pada skrotum dapat

17
membantu menyingkirkan diagnosis epididimitis. Pada epididimitis, pasien

merasa sakit pada skrotumnya.

4. Pada wanita usia muda

Diagnosis banding appendicitis pada wanita usia muda lebih banyak

berhubungan dengan kondisi-kondisi ginekologik, seperti pelvic inflammatory

disease (PID), kista ovarium, KET dan infeksi saluran kencing. Pada PID,

nyerinya bilateral dan dirasakan pada abdomen bawah. Pada kista ovarium, nyeri

dapat dirasakan bila terjadi ruptur ataupun torsi.

5. Pada usia lanjut

Appendicitis pada usia lanjut sering sukar untuk didiagnosis. Diagnosis

banding yang sering terjadi pada kelompok usia ini adalah keganasan dari traktus

gastrointestinal dan saluran reproduksi, divertikulitis, perforasi ulkus, dan

kolesistitis. Keganasan dapat terlihat pada CT Scan dan gejalanya muncul lebih

lambat daripada appendicitis. Pada orang tua, divertikulitis sering sukar untuk

dibedakan dengan appendicitis, karena lokasinya yang berada pada abdomen

kanan. Perforasi ulkus dapat diketahui dari onsetnya yang akut dan nyerinya tidak

berpindah. Pada orang tua, pemeriksaan dengan CT Scan lebih berarti

dibandingkan dengan pemeriksaan laboratorium.

2.9 Penatalaksanaan2,9,10

Untuk pasien yang dicurigai appendisitis akut, maka :

 Puasakan

 Berikan analgetik dan antiemetik jika diperlukan untuk mengurangi

gejala

18
 Pertimbangkan DD/ KET terutama pada wanita usia reproduksi.

 Berikan antibiotika IV pada pasien dengan gejala sepsis dan yang

membutuhkan Laparotomy

 Perawatan appendisitis tanpa operasi

Penelitian menunjukkan pemberian antibiotika intravena dapat

berguna untuk appendicitis acuta bagi mereka yang sulit mendapat

intervensi operasi (misalnya untuk pekerja di laut lepas), atau bagi

mereka yang memilki resiko tinggi untuk dilakukan operasi

 Antibiotika preoperative

 Pemberian antibiotika preoperative efektif untuk menurunkan

terjadinya infeksi post opersi.

 Diberikan antibiotika broadspectrum dan juga untuk gram negative dan

anaerob

 Antibiotika preoperative diberikan dengan order dari ahli bedah.

 Antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai.

Biasanya digunakan antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime dan

Clindamycin, atau Cefepime dan Metronidazole. Kombinasi ini dipilih

karena frekuensi bakteri yang terlibat, termasuk Escherichia coli,

Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus, Streptococcus viridans,

Klebsiella, dan Bacteroides.

Teknik operasi Appendectomy

A. Open Appendectomy

1. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik.

19
2. Dibuat sayatan kulit:

a. Horizontal

b. Oblique

3. Dibuat sayatan otot, ada dua cara:

a. Pararectal/ Paramedian

Sayatan pada vaginae tendinae M. rectus abdominis lalu otot disisihkan

ke medial. Fascia diklem sampai saat penutupan vagina M. rectus

abdominis karena fascia ada 2 supaya jangan tertinggal pada waktu

penjahitan karena bila terjahit hanya satu lapis bisa terjadi hernia

cicatricalis.

b. Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting

Sayatan berubah-ubah sesuai serabut otot.

B. Laparoscopic Appendectomy

Pertama kali dilakukan pada tahun 1983. Laparoscopic dapat dipakai

sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien dengan nyeri akut abdomen dan

suspek Appendicitis acuta. Laparoscopic kemungkinan sangat berguna untuk

pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah. Membedakan

penyakit akut ginekologi dari Appendicitis acuta sangat mudah dengan

menggunakan laparoskop.

2.9 Komplikasi4,8,9

1. Appendicular infiltrat / massa

20
Infiltrat / massa yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari

Appendix yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus atau

usus besar.

2. Appendicular abscess:

Abses yang terbentuk akibat dari appendix yang meradang sehingga terjadi

proses supurasi.

3. Perforasi

4. Peritonitis

Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi rongga abdomen ke dalam

rongga abdomen, biasanya diakibatkan dan peradangan, iskemia, trauma atau

perforasi peritoneal diawali terkontaminasi material. Awalnya material masuk ke

dalam rongga abdomen adalah steril (kecuali pada kasus peritoneal dialisis) tetapi

dalam beberapa jam terjadi kontaminasi bakteri. Akibatnya timbul edem jaringan

dan pertambahan eksudat. Cairan dalam rongga abdomen menjadi keruh dengan

bertambahnya sejumlah protein, sel-sel darah putih, sel-sel yang rusak dan darah.

Respon yang segera dari saluran intestinal adalah hipermotil tetapi segera dikuti

oleh ileus paralitik dengan penimbunan udara dan cairan di dalam usus besar.

2.10 Prognosis3,9

Mortalitas dari appendicitis akut menurun terus dari 9,9% per 100.000

sampai 0,2% per 100.000. Faktor- faktor yang menyebabkan penurunan secara

signifikan insidensi appendicitis adalah sarana diagnosis dan terapi, antibiotika,

cairan i.v., yang semakin baik, ketersediaan darah dan plasma, serta meningkatnya

persentase pasien yang mendapat terapi tepat sebelum terjadi perforasi.

21
BAB III

KESIMPULAN

Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis,

dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak

maupun dewasa. Appendicitis akut merupakan kasus bedah emergensi yang

paling sering ditemukan pada anak-anak dan remaja

Gejala appendicitis akut pada anak tidak spesifik . Gejala awalnya sering

hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa

nyerinya. Dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak

akan menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, appendicitis

sering diketahui setelah terjadi perforasi. Pada bayi, 80-90% appendicitis baru

diketahui setelah terjadi perforasi. Riwayat perjalanan penyakit pasien dan

pemeriksaan fisik merupakan hal yang paling penting dalam mendiagnosis

appendisitis.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Moore, K L. Moore. 2014. Clinically Oriented Anatomy. 7th edition.

Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.

2. Sjamsuhidajat, R., De Jong, W., 2010. Buku-Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.

Jakarta:EGC, 755-762

3. Williams, N S. 2013. Bailey & Love’s : Short Practice of Surgery. 26 th

edition. New york : CRC Press.

4. Gupta, D K. 2008. Peadiatric Surgery: Diagnosis and Management. New

Delhi: Jaypee brothers medical publishers.


th
5. Aster, K A. 2013. Robbins Basic Pathology. 9 edition. Canada : Elsevier

Saunders.
th
6. Kliegman, R M. 2016. Nelson Textbook of Pediatric. 20 edition. Canada :

Elsevier Saunders.

7. Teixeira, F J. 2017. Acute appendicitis, inflammatory appendiceal mass and

the risk of a hidden malignant tumor: a systematic review of the literature.

Available from : https://wjes.biomedcentral.com/track/pdf/10.1186/s13017-

017-0122-9

8. Mansjoer, Arif, dkk (editor). 2014. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta

: Media aesculapius

9. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Panduan Praktik Klinis Bagi

Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. 2014.

10. Spitz, L. 2013. Operative Pediatric Surgery. 7th edition. New york : CRC

Press.

23

Anda mungkin juga menyukai