Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

“AKALASIA ESOFAGUS”

Referat ini dibuat untuk melengkapi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior
di Bagian Radiologi di RSUD Dr. R.M Djoelham Binjai

Disusun Oleh:
Dwi Costarica Sawitri
`102119021

Pembimbing:

dr. Juliamor, Sp.Rad

KEPANITERAAN KLINIS ILMU RADIOLAGI


RSUD DR RM DJOELHAM KOTA BINJAI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BATAM
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas izinnya penulis dapat menyelesaikan refarat ini yang berjudul “AKALASIA

ESOFAGUS”. Refarat ini di buat untuk melengkapi persyaratan dalam mengikuti

kegiatan kepanitraan klinik senior dibagian radiologi di RSUD. DR. R. M.

Djoelham Binjai.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada

pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan

pengarahan agar refarat ini lebih baik dan bermanfaat. Tentunya penulis

menyadari bahwa refarat ini banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan

kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca agar kedepannya

penulis dapat memperbaiki dan menyempurnakan kekurangan tersebut.

Besar harapan penulis agar refarat ini dapat bermanfaat bagi para pembaca

serta dapat memberikan suatu pengetahuan baru bagi mahasiswa untuk

meningkatkan keilmuannya.

Binjai, Agustus 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 3

2.1 Anatomi Esofagus ..................................................................... 3

2.2 Fisiologi Esofagus ...................................................................... 5

2.3 AKALASIA ............................................................................... 7


2.1.1 Definisi ...................................................................... 7
2.1.2 Epidemiologi .............................................................. 8
2.1.3 Etiologi ...................................................................... 9
2.1.4 Patofisiologi ............................................................... 9
2.1.5 Gejala klinis ............................................................... 10
2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik ............................................ 11
2.1.7 Penatalaksanaan ......................................................... 16

BAB III KESIMPULAN ................................................................................ 18

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Akalasia adalah suatu keadaan khas yang ditandai dengan tidak adanya

peristaltik korpus esofagus bagian bawah dan sfingter esofagus bagian bawah

yang hipertonik sehingga tidak bisa mengadakan relaksasi secara sempurna

sewaktu menelan makanan. Secara histopatologis kelainan ini ditandai oleh

degenerasi ganglia pleksus mesentrikus. Akibat keadaaan ini akan terjadi statis

makanan dan selanjutnya akan timbul pelebaran esofagus.1

Achalasia dideskripsikan pertama kali pada tahun 1672 oleh Sir Thomas

Willis. Pada tahun 1881, von Mikulicz mendeskripsikan penyakit ini sebagai

suatu kardiospasme, di mana gejalanya lebih disebabkan oleh suatu gangguan

fungsional daripada suatu gangguan mekanik. Pada tahun 1929, Hurt dan Rake

menyatakan bahwa penyakit tersebut disebabkan oleh kegagalan spinchter

esofagus bawah untuk berelaksasi. Mereka lalu menyebutnya sebagai “achalasia”,

sebuah kata dari bahasa Yunani yang berarti gagal untuk berelaksasi.2

Akalasia merupakan kasus yang jarang. Insidensi penyakit akalasia adalah

sekitar 1:100.000 penduduk dan prevalensinya sekitar 10:100.000 penduduk

dengan distribusi laki-laki perempuan sama. Tidak ada predileksi berdasarkan ras.

Akalasia terjadi pada semua umur dengan kejadian dari lahir sampai dekade 7-8

dan puncak kejadian pada umur 30-60 tahun. Data Divisi Gastroenterologi,

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI didapatkan 48 kasus dalam kurun waktu

1
5 tahun (1984-1988). Sebagian besar kasus terjadi pada umur pertengahan dengan

perbandingan jenis kelamin yang hampir sama. Di Amerika Serikat ditemukan

sekitar 2000 kasus akalasia setiap tahun dan sebagian besarnya pada usia 25-60

tahun dan hanya sedikit pada anak-anak. Kelainan ini tidak diturunkan dan

biasanya membutuhkan waktu bertahun-tahun hingga menimbulkan gejala.3

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Esofagus

Esofagus merupakan tabung muskular, kurang lebih 25 cm panjangnya

dengan rata-rata diameter 2 cm, yang memanjang dari faring sampai lambung.

Esofagus:

 Mengikuti kecembungan dari kolumna vertebra sebagaimana esofagus

turun melalui leher dan mediastinum.

 Melewati hiatus esofagus eliptikal dalam otot krus kanan diafragma, hanya

ke sebelah kiri dari bidang median pada tingkat vertebra thorakalis T10.

 Terminasi pada esophagogastric junction, dimana benda-benda yang

tercerna memasuki orificium kardia dari lambung terletak pada sebelah

kiri dari garis tengah pada tingkaty kartilago kosta kiri yang ke-7 dan

vertebra thorakalis T11; esofagus adalah retroperitoneal selama gambaran

abdominalnya yang pendek.

 Esofagus sirkular dan lapisan longitudinal ekterna otot. Pada superior ke-3,

lapisan eksternal terdiri atas otot striata volunter, inferior ke-3 tersusun

atas otot halus, dan sepertiga tengah terbentuk dari kedua tipe otot.4

Esophagogastric junction ditandai secara internal oleh peralihan tiba-tiba

dari esofagus ke mukosa gaster, yang disebut sebagai Z-line secara klinis.

Superior terhadap hubungan ini, otot diafragma yang membentuk hiatus esofagus

berfungsi sebagai sphincter esofagus inferior fisiologis yang berkontraksi dan

3
berelaksasi. Studi radiologis menunjukkan bahwa makanan atau cairan mungkin

dihentikan disini pada saat tertentu dan bahwa mekanisme sphincter secara normal

efisien dalam mencegah refluks dari isi gaster ke dalam esophagus.4

Bagian abdomen dari esofagus memiliki:

 Suplai arteri dari arteri gastrica sinistra, cabang dari trunkus celiaca, dan

arteri frenikus inferior sinistra.

 Drainase vena secara primer pada sistem vena portal melalui vena gastrica

sinistra, sementra bagian thoracic proximal dari esofagus mendrainase

utamanya kepada sistem vena sistemik melalui vena esofagus yang

melewati vena azygos. Meskipun demikian, vena dari dua bagian esofagus

berhubungan dan memberikan sebuah anastomosis sistemik portal yang

penting secara klinis.

 Drainase limfatik ke dalam nodul limfatikus gastrica sinistra, yang mana

berbalik mendrainase utamanya ke nodus limfatikus celiacus.

 Inervasi dari trunkus vagal (menjadi anterior dan nervus gastricus

posterior), trunkus simpatikus thoracica via nervus splanchnicus mayor

(abdominopelvis), dan plexus periarterial disekitar arteri gastrica sinistra

dan arteri frenikus inferior sinistra.4

4
2.2 Fisiologi Esofagus

Esofagus terutama berfungsi untuk menyalurkan makanan secara cepat

dari faring ke lambung, dan gerakannya diatur secara khusus untuk fungsi

tersebut. Normalnya, esofagus memperlihatkan dua tipe gerakan peristaltik:

peristaltik primer dan peristaltik sekunder. Peristaltik primer hanya merupakan

kelanjutan dari gelombang peristaltik yang dimulai di faring dan menyebar ke

esofagus selama tahap faringeal dari proses menelan. Gelombang ini berjalan dari

faring ke lambung dalam waktu sekitar 8 sampai 10 detik. Makanan yang ditelan

seseorang pada posisi tegak biasanya dihantarkan ke ujung bawah esofagus

bahkan lebih cepat daripada gelombang persitaltik itu sendiri, sekitar 5 sampai 8

detik, akibat adanya efek gravitasi tambahan yang menarik makanan ke bawah.5

Jika gelombang peristaltik primer gagal mendorong semua makanan yang

telah masuk esofagus ke dalam lambung, terjadi gelombang peristaltik sekunder

5
yang dihasilkan dari peregangan esofagus oleh makanan yang tertahan,

gelombang ini terus berlanjut sampai semua makanan dikosongkan ke dalam

lambung. Gelombang peristaltik sekunder ini sebagian dimulai oleh sirkuit saraf

intrinsik dalam sistem saraf mienterikus dan sebagian oleh refleks-refleks yang

dimulai pada faring lalu dihantarkan ke atas melalui serabut-serabut aferen vagus

ke medula dan kembali lagi ke esofagus melalui serabut-serabut saraf eferen

glosofaringeal dan vagus.5

Susunan otot dinding faring dan sepertiga bagian atas esofagus adalah otot

lurik. Karena itu, gelombang peristaltik di daerah ini diatur oleh sinyal saraf

rangka dari saraf glosofaringeal dan saraf vagus. Pada dua pertiga bagian bawah

esofagus, susunan ototnya merupakan otot polos, namun bagian esofagus ini juga

secara kuat diatur oleh saraf vagus yang bekerja melalui perhubungan dengan

sistem saraf mienterikus esofageal. Sewaktu saraf vagus yang menuju esofagus

dipotong, setelah beberapa hari pleksus saraf mienterikus esofagus menjadi cukup

terangsang untuk menimbulkan gelombang peristaltik sekunder yang kuat bahkan

tanpa bantuan dari refleks vagal. Karena itu, bahkan sesudah paralisis refleks

penelanan batang otak, makanan yang dimasukkan melalui selang atau dengan

cara lain ke dalam esofagus tetap siap memasuki lambung.5

Bila gelombang peristaltik esofagus mendekat ke arah lambung, timbul

suatu gelombang relaksasi, yang dihantarkan melalui neuron penghambat

mienterikus, mendahului persitaltik. Selanjutnya, seluruh lambung dan, dalam

jumlah yan glebih sedikit, bahkan duodenum menjadi terelaksasi sewaktu

gelombang ini mencapai bagian akhir esofagus dan dengan demikian

6
mempersiapkan lebih awal untuk menerima makanan yang didorong ke esofagus

selama proses menelan.5

Pada ujung bawah esofagus, meluas ke atas sekitar tiga sentimeter di atas

perbatasan dengan lambung, otot sirkular esofagus berfungsisebagai sfingter

esofagus bawah yang lebar, atau disebut juga sfingter gastroesofageal.

Normalnya, sfingter ini tetap berkonstriksi secara tonik dengan tekanan

intraluminal pada titik ini di esofagus sekitar 30 mmHg, berbeda dengan bagian

tengah esofagus yang normalnya tetap berelaksasi. Sewaktu gelombang peristaltik

penelanan melewati esofagus, terdapat relaksasi reseptif dari sfingter esofagus

bagian bawah yang mendahului gelombang peristaltik, yang mempermudah

pendorongan makanan yang ditelan ke dalam lambung. Kadang sfingter tidak

berelaksasi dengan baik, sehingga mengakibatkan keadaan yang disebut akalasia.5

Sekresi lambung bersifat sangat asam dan mengandung banyak enzim

proteolitik. Mukosa esofagus, kecuali pada seperdelapan bagian bawah esofagus,

tidak mampu berlama-lama menahan kerja percernaan dari sekresi lambung.

Untungnya, konstriksi tonik dari sfingter esofagus bagian bawah akan membantu

untuk mencegah refluks yang bermakna dari isi lambung ke dalam esofagus

kecuali pada keadaan sangat abnormal.5

2.3 AKALASIA

2.3.1 Definisi

Akalasia ialah ketidakmampuan bagian distal esofagus untuk relaksasi dan

peristaltik esofagus berkurang, karena diduga terjadi inkoordinasi neuromuskuler.

7
Akibatnya bagian proksimal dari tempat penyempitan akan melebar dan disebut

mega-esofagus.6

2.3.2 Epidemiologi

Akalasia merupakan kasus yang jarang. Insidensi dari penyakit akalasia ini

adalah sekitar 1:100.000 penduduk dan dengan prevalensi sekitar 10:100.000

penduduk dengan distribusi laki-laki perempuan sama. Tidak ada predileksi

berdasarkan ras. Akalasia terjadi pada semua umur dengan kejadian dari lahir

sampai dekade 7-8 dan puncak kejadian pada umur 30-60 tahun

Data Divisi Gastroenterologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI

didapatkan 48 kasus dalam kurun waktu 5 tahun (1984-1988). Sebagian besar

kasus terjadi pada umur pertengahan dengan perbandingan jenis kelamin yang

hampir sama. Di Amerika Serikat ditemukan sekitar 2000 kasus akalasia setiap

tahun dan sebagian besarnya pada usia 25-60 tahun dan hanya sedikit pada anak-

8
anak. Kelainan ini tidak diturunkan dan biasanya membutuhkan waktu bertahun-

tahun hingga menimbulkan gejala.3

2.3.3 Etiologi

Penyebab pasti daari penyakit akalasia ini sampai sekarang belum

diketahui. Secara histologik, ditemukan kelainan berupa degenerasi sel ganglion

plexus Auerbach sepanjang esofagus pars torakal. Berdasarkan etiologi, akalasia

ini dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu akalasia primer dan akalasia sekunder

 Akalasia Primer. Penyebab tidak diketahui, diduga disebabkan oleh virus

neurotropik yang berakibat lesi pada nucleus dorsalis vagus pada batang

otak dan ganglia misentrikus pada esophagus.

 Akalasia sekunder. Disebabkan oleh infeksi (penyakit Chagas), tumor

intraluminer seperti tumor kardia atau pendorongan ekstraluminer seperti

pseudokista pancreas, dapat pula disebabkan oleh obat antikolinergik atau

paska vagotomi.7

2.3.4 Patofisiologi

Akalasia memiliki karakteristik tekanan tinggi pada esofagus, sfingter

bawah esofagus yang tidak dapat berelaksasi dan esofagus yang mengalami

dilatasi dan tidak memiliki peristaltik. Secara patologi, esofagus hanya

menunjukkan dilatasi minimal pada awalnya, namun lama kelamaan dapat

menjadi seluas 16 cm. Secara histologis, abnormalitas utama berupa hilangnya sel

ganglion di pleksus mienterikus (pleksus Auerbach) pada esofagus distal.

Beberapa lesi neuropatik lain juga dapat ditemukan, antara lain: a). Inflamasi atau

9
fibrosis pleksus myenterikus pada awal penyakit, b). Penurunan varikosa serabut

saraf pleksus myenterikus, c). Degenerasi n. Vagus, d). Perubahan di dorsal

nukleus motoris n. Vagus dan f). Inklusi intrasitoplasma yang jarang pada dorsal

motor nukleus vagus dan pleksus myenterikus. Segmen esofagus di atas sfingter

esofagogaster (LES) yang panjangnya berkisar antara 2-8 cm menyempit dan tidak

mampu berelaksasi. Esofagus bagian proksimal dari penyempitan tersebut

mengalami dilatasi dan perpanjangan sehingga akhirnya menjadi megaesofagus

yang berkelok-kelok. Bentuk esofagus sangat bergantung pada lamanya proses,

bisa berbentuk botol, fusiform, sampai berbentuk sigmoid dengan hipertrofi

jaringan sirkuler dan longitudinal. Mukosa dapat mengalami peradangan akibat

rangsangan retensi makanan.2

2.3.5 Gejala klinis

Gejala klinis yang sering ditemukan pada penderita akalasia adalah adalah

disfagia, regurgitasi, rasa terbakar dan nyeri substernal, serta penurunan berat

badan. Disfagia merupakan keluhan utama dari penderita Akalasia. Disfagia dapat

terjadi secara tiba-tiba setelah menelan atau bila ada gangguan emosi. Disfagia

yang terjadi secara progresif dari makanan padat diikuti oleh makan cair sering

menjadi keluhan pertama pada penderita akalasia esofagus dan terjadi pada 82%

sampai100% pasien dengan akalasia.8

Regurgitasi dapat timbul setelah makan atau pada saat berbaring. Sering

regurgitasi terjadi pada malam hari pada saat penderita tidur, sehingga dapat

menimbulkan pneumonia aspirasi dan abses paru. Regurgitasi makanan yang

tidak tercerna dilaporkan sekitar 60% pasien.8

10
Rasa terbakar dan nyeri substernal dapat dirasakan pada stadium

permulaan. Heartbun pada akalasia esofagus terjadi pada 27 % sampai 42% pasien

Pada stadium lanjut akan timbul rasa nyeri hebat di daerah epigastrium dan rasa

nyeri ini dapat menyerupai serangan angina pektoris. Chest pain pada akalasia

esofagus terjadi pada 17 % sampai 95% pasien. Penurunan berat badan terjadi

karena penderita berusaha mengurangi makannya unruk mencegah terjadinya

regurgitasi dan perasaan nyeri di daerah substernal. Gejala lain yang biasa

dirasakan penderita adalah rasa penuh pada substernal dan akibat komplikasi dari

retensi makanan.8

2.3.6 Pemeriksaan Diagnostik

A. FOTO POLOS THORAX

Pemeriksaan foto polos thorax tidak diindikasikan untuk tujuan evaluasi.

Pada pemeriksaan foto polos pada thorax didapatkan dilatasi esofagus di

belakang jantung, gelembung udara di esofagus dapat terlihat kecil atau

tidak ada.

11
B. ESOFAGOGRAFI

Esofagografi adalah pemeriksaan esofagus dengan menggunakan kontras.

Pemeriksaan esofagografi ini dilakukan sebelum endoskopi untuk identifikasi

terlebih dahulu, dimana disfagia pada keganasan akan mudah terjadi perforasi

karena alat endoskopi.

Sebelum dilakukan tindakan, pasien dipuasakan terlebih dahulu selama 4

– 6 jam sebelumnya, untuk pasien dengan kecurigaan akalasia maka dilakukan

puasa 5 hari sebelum tindakan, pasien hanya diberi makanan cair.

Pada akalasia akan tampak kontras mengisi esophagus yang melebar

mulai dari proksimal sampai distal di mana terjadi penyempitan pada daerah

esophagogastric junction yang menetap pada perubahan posisi. Kontras masih

dapat melewati daerah penyempitan ke dalam gaster.

Esofagus berdilatasi dan material kontras masuk ke dalam lambung secara

perlahan- lahan bagian distal menyempit dengan gambaran paruh burung (bird’s

beak)

12
Tampak dilatasi pada daerah dua pertiga distal esophagus dengan

gambaran peristaltic yang abnormal atau hilang dengan gambaran penyempitan di

bagian distal menyerupai ekor tikus (rat tail appearance).9

Gambaran normal esofagus dalam pemeriksaan barium swallow

Gambaran akalasia pada esofagografi “bird’s beak” appearance Dilatasi esofagus

dan peerlahan-lahan bagian distal menyempit dengan gambaran paruh burung

13
Barium swallow memperlihatkan rat-tail appearance

dilatasi pada daerah dua pertiga distal esofagus dengan gambaran peristaltic yang
abnormal atau hilang dengan gambaran penyempitan di bagian distal menyerupai
ekor tikus

C. MANOMETRI ESOFAGUS

Manometrik esofagus adalah pemeriksaan yang terbaik (gold standar)

untuk mendiagnosis achalasia esofagus. Guna pemeriksaan manometrik adalah

untuk menilai fungsi motorik esofagus dengan melakukan pemeriksaan tekanan di

dalam lumen dan spinchter esofagus. Pemeriksaan ini untuk memperlihatkan

kelainan motilitas secara kuantitatif maupun kualitatif. Pemeriksaan dilakukan

dengan memasukkan pipa untuk pemeriksaan manometri melalui mulut atau

hidung. Hal-hal yang dapat ditunjukkan pada pemeriksaan manometrik esofagus,

antara lain:

 Relaksasi spingter esofagus bawah yang tidak sempurna

 Tidak ada peristaltik yang ditandai dengan tidak adanya kontraksi

14
esophagus secara simultan sebagai reaksi dari proses menelan.

 Tanda klasik achalasia esofagus yang dapat terlihat adalah tekanan yang

tinggi pada spinchter esofagus bawah (tekanan spinchter esofagus bawah

saat istirahat lebih besar dari 45 mmHg), dan tekanan esofagus bagian

proksimal dan media saat istirahat (relaksasi) melebihi tekanan di lambung

saat istirahat (relaksasi)

Teknik pemeriksaan manometri esofagus

Gambaran hasil pemeriksaan manometri esofagus

15
2.3.7 Penatalaksanaan

Sifat terapi pada akalasia hanyalah paliatif, karena fungsi peristaltik

esofagus tidak dapat dipulihkan kembali. Terapi dapat dilakukan dengan memberi

diet tinggi kalori, medikamentosa, tindakan dilatasi, psikoterapi, dan operasi

esofagokardiotomi (operasi Heller).9

 Medikamentosa Oral

Preparat oral yang digunakan diharapkan dapat merelaksasikan sfingter

esophagus bawah, obat tersebut antara lain nitrat (isosorbid dinitrat) dan

calcium channel blocker (nifedipin dan veramil).9

 Dilatasi/ Peregangan Singter Esofagus Bawah

Dilakukan dilatasi sfingter esophagus bawah dengan alat yang

dinamakan dilatasi pneumatik. 9

 Esofagomiotomi

Merupakan suatu tindakan bedah, dianjurkan bila terdapat :

1. Beberapa kali (> 2 kali) tidak berhasil dilakuakan dilatasi

penumatik

2. Adanya ruptur esophagus akibat dilatasi

3. Kesukaran menempatkan dilator penumatik karen dilatasi sangat

hebat

Tidak dapat menyingkirkan kemungkinan tumor esophagus Akalasia

pada anak berumur kurang dari 12 tahun.9

16
 Injeksi Toksin Botulinum

Menyuntikan toksin botulinum yang lemah ke sfingter esophagus bawah

dengan menggunakan endoskopi. 9

17
BAB III

KESIMPULAN

Akalasia ialah ketidakmampuan bagian distal esofagus untuk relaksasis

dan peristaltik esofagus berkurang, karena diduga terjadi inkoordinasi

neuromuskuler. Akibatnya bagian proksimal dari tempat penyempitan akan

melebar dan disebut mega-esofagus.

Diagnosis Akalasia Esofagus ditegakkan berdasarkan gejala klinis,

gambaran radiologik, esofagoskopi dan pemeriksaan manometrik. Pada

pemeriksaan radiologik, tampak dilatasi pada daerah dua pertiga distal esofagus

dengan gambaran peristaltik yang abnormal serta gambaran penyempitan di

bagian distal esofagus atau esophagogastric junction yang menyerupai seperti

bird-beak like appearance.

Sifat terapi pada akalasia hanyalah paliatif, karena fungsi peristaltik

esofagus tidak dapat dipulihkan kembali. Terapi dapat dilakukan dengan memberi

diet tinggi kalori, medikamentosa, tindakan dilatasi, psikoterapi, dan operasi

esofagokardiotomi (operasi Heller). Pembedahan memberikan hasil yang lebih

baik dalam menghilangkan gejala pada sebagian besar pasien dan seharusnya

lebih baik dilakukan daripada pneumatic dilatation apabila ada ahli bedah yang

tersedia.

18
DAFTAR PUSTAKA
1. Ismail, Ali. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid ll. Edisi Ketiga.
Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Hal. 320-2

2. Patti MG. Achalasia [online]. 2011 [cited 2012 August 17]. Available
from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/169974
3. Bakri F. Akalasia. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
keenam. Editor Sudoyo AW, Setiohadi, Alwi I, Simadibrata, Setiati S.
Penerbit Interna Publising. 2014: 1743-1748
4. Moore KL, Agur AMR. Essential clinical anatomy, 3rd ed. Ontario:
Lippincott Williams & Wilkins. 2007
5. Guyton AC, Hall JE. Textbook of medical physiology, 11th ed.
Singapore: Elsevier. 2008.

6. Sutton, David. Textbook of Radiology and Imaging. Seventh Edition.


Volume I. London: Churchill Livingstone. 2003. Hal. 552-3

7. Halpert, Robert. Gastrointestinal Imaging. Third Edition.Philadelpia:


Mosby Elsevier. 2005. Hal. 20-1
8. Vaezi M, Pandolfino J, Vela M. ACG Clinical Guideline: Diagnosis and
Management of Achalasia. The American Journal of Gastroenterology.
2013. p.1-12
9. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Rastuti RD. Buku ajar ilmu
kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher edisi keenam.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. Hal. 290

Anda mungkin juga menyukai