Anda di halaman 1dari 30

REFRAT

“TUMOR APPENDIX”

Oleh :
Rahma Noora Firdayani (712017042)

Pembimbing :
dr. Fahriza Utama, Sp.B,FINACS

DEPARTEMEN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAHPALEMBANG
RUMAH SAKIT DAERAH PALEMBANG BARI
2019

1
HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipresentasikan Judul dengan Judul

“TUMOR APPENDIX”

Disusun Oleh
Rahma Noora Firdayani (712017042)

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior
(KKS) di Bagian Ilmu Bedah Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang, Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang periode Agustus-Oktober 2019.

Palembang, Agustus 2019


Pembimbing,

dr. Fahriza Utama, Sp.B,FINACS

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang berjudul
“TUMOR APPENDIX”, sebagai salah satu tugas individu di Bagian Ilmu Bedah di
Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada
Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai
akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa laporan ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sebagai bahan
pertimbangan perbaikan di masa mendatang.
Dalam penyelesaian laporan kasus ini, penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan, dan saran dari berbagai pihak, baik yang diberikan secara lisan maupun
tulisan. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih terutama kepada:
1. dr. Fahriza Utama, Sp.B FINACS selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan banyak ilmu, saran, dan bimbingan selama penyusunan Refrat ini.
2. Orang tua dan saudaraku tercinta yang telah banyak membantu dengan doa yang
tulus dan memberikan bantuan moral maupun spiritual.
3. Rekan sejawat seperjuangan serta semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis berharap semoga Laporan Kasus ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
dan perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan
Allah SWT. Amin.
Palembang, Agustus 2019

Penulis

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................…..........................… 1
DAFTAR ISI....................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN................................................................................… 3
BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI APPENDIKS....................…………. 9
1. Anatomi..........................................................................................................… 9
2 Fisiologi.........................................................................................................… 10

3.Tumor Appendix .......................................................................................... … 10

4. Manifestasi Klinis .......................................................................................… 12

5. Etiologi dan faktor Resiko ................................................................……….. 11


6. Diagnosis…………………………………………………………………… 12

6. Tatalaksana ........................................................................................………. 13
7. Prognosis .....................................................................................................… 16
8. Kalsifikasi ......................................................……………………………… 18
BAB III
Kesimpulan……………………………………………………………………. 29
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................… 31

4
BAB I
PENDAHULUAN

Apendiks adalah kantung tubular seperti jari yang panjangnya sekitar 4 inci
yang terhubung ke bagian pertama usus besar. Para ilmuwan tidak sepenuhnya
memahami tujuan pasti organ ini. Orang bisa hidup normal dan sehat tanpa lampiran.
Tumor usus buntu, juga dikenal sebagai kanker usus buntu, sangat jarang. Para ahli
memperkirakan bahwa jenis Tumor ini mempengaruhi sekitar 2 hingga 9 orang per 1
juta. Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa Tumor usus buntu mungkin
sedang meningkat. Sebuah studi retrospektif baru-baru ini memperkirakan bahwa
jumlahnya meningkat dari sekitar 6 orang per 1 juta pada tahun 2000 menjadi
sebanyak 10 orang per 1 juta pada tahun 2009. Tumor pada usus buntu jarang terjadi,
dengan insidensi sekitar 1,2 kasus per 100.000 orang per tahun di Amerika Serikat.1
Tidak ada faktor risiko yang ditetapkan untuk pengembangan tumor usus buntu.

Tumor usus buntu ganas paling sering hadir dengan apendisitis akut dan
didiagnosis secara kebetulan pada penilaian histologis spesimen bedah. Tumor usus
buntu juga dapat asimtomatik dan ditemukan secara kebetulan sebagai lubang usus
buntu yang muncul tidak normal pada kolonoskopi, saat pembedahan, atau pada
pencitraan cross-sectional untuk indikasi lain, seperti dugaan keganasan ovarium.
Ketika gejala muncul, proses penyakit sering meningkat. Sebagai contoh, banyak
pasien datang dengan distensi abdomen dan nyeri sekunder akibat penyebaran
peritoneum kanker usus buntu.

Untuk organ sekecil itu, apendiks memunculkan tipe tumor morfologis yang
sangat beragam. Diagnosis banding kanker usus buntu primer meliputi
adenokarsinoma, karsinoma neuroendokrin, dan tumor campuran yang mengandung
kedua unsur ini dengan sel goblet. Ada heterogenitas histologis dan biologis yang
luar biasa di dalam kategori luas ini, dengan tumor mulai dari tingkat rendah hingga
tinggi, dengan atau tanpa sel cincin stempel. Dengan keragaman morfologis ini,
klasifikasi tumor appendiks secara historis membingungkan. Untuk keperluan dalam

5
refrat ini, tumor usus buntu akan secara luas diklasifikasikan sebagai:
adenokarsinoma tipe kolon, adenokarsinoma selaput lendir, adenokarsinoma sel
goblet (GCA), dan karsinoma neuroendokrin (alias "carcinoid khas").

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI
Appendix merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara Ileum
dan Colon ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan Appendix
terlihat pada minggu ke-8 kehamilan sebagai suatu tonjolan pada Caecum. Awalnya
Appendix berada pada apeks Caecum, tetapi kemudian berotasi dan terletak lebih
medial dekat dengan Plica ileocaecalis. Dalam proses perkembangannya, usus
mengalami rotasi. Caecum berakhir pada kuadran kanan bawah perut. Appendix
selalu berhubungan dengan Taenia caecalis. Oleh karena itu, lokasi akhir Appendix
ditentukan oleh lokasi Caecum.1,2,3

Gambar 1. Appendix vermicularis4)

Vaskularisasi Appendix berasal dari percabangan A. ileocolica. Gambaran


histologis Appendix menunjukkan adanya sejumlah folikel limfoid pada

7
submukosanya. Pada usia 15 tahun didapatkan sekitar 200 atau lebih nodul limfoid.
Lumen Appendix biasanya mengalami obliterasi pada orang dewasa. 1,3

Gambar 2. Potongan transversa Appendix 5

Panjang Appendix pada orang dewasa bervariasi antara 2-22 cm, dengan rata-rata
panjang 6-9 cm. Meskipun dasar Appendix berhubungan dengan Taenia caealis pada
dasar Caecum, ujung Appendix memiliki variasi lokasi seperti yang terlihat pada
gambar di bawah ini. Variasi lokasi ini yang akan mempengaruhi lokasi nyeri perut
yang terjadi apabila Appendix mengalami peradangan. 1,2

Gambar 3. Variasi lokasi Appendix vermicularis1

8
Awalnya, Appendix dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-akhir ini,
Appendix dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif mensekresikan
Imunoglobulin terutama Imunoglobulin A (IgA). Walaupun Appendix merupakan
komponen integral dari sistem Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT), fungsinya
tidak penting dan Appendectomy tidak akan menjadi suatu predisposisi sepsis atau
penyakit imunodefisiensi lainnya.2

2.2 FISIOLOGI
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran
lender di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis appendisitis.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated
lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah
IgA. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun
demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena
jkumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di
saluran cerna dan di seluruh tubuh.

2.3 TUMOR APPENDIX


Ada Beberapa Jenis sel tumor pada usus buntu yang dapat mempengaruhi
bagian dari usus buntu. Beberapa Tumor usus buntu jinak, artinya mereka tidak
menyerang dan menyebar. Ada juga beberapa Tumor ganas, dan bersifat kanker,
yang berarti mereka menyerang dan dapat menyebar ke organ lain.
Adapaun beberapa Jenis dari Tumor usus buntu yakni sebagai berikut :
1. Tumor neuroendokrin.
Juga dikenal sebagai tumor karsinoid, jenis ini biasanya dimulai di ujung
apendiks dan menyumbang lebih dari setengah keganasan usus buntu.

9
2. Mucinous cystadenoma.
Mucinous cystadenoma Ini adalah tumor jinak yang bermula di mucoceles,
yang merupakan area edema atau kantung lendir yang penuh di dinding
apendiks. Sistadenoma lendir bersifat jinak dan tidak menyebar ke organ lain
saat itu dalam apendiks yang utuh. Ia juga dikenal sebagai neoplasma
mucinous tingkat rendah.
3. Mucinous cystadenocarcinoma.
Mucinous cystadenocarcinoma. Tumor jenis ini juga dimulai pada mukokel,
tetapi bersifat ganas dan dapat menyebar di tempat lain. Ini menyumbang
sekitar 20 persen dari semua kasus kanker usus buntu.
4. Colonic-type adenocarcinoma.
Sekitar 10 persen dari semua tumor usus buntu adalah adenokarsinoma, dan
mereka biasanya mulai di dasar usus buntu ketika berasal dari organ ini.
Mereka dapat menyebar ke organ dan area lain dari tubuh.
5. Goblet cell carcinoma
Juga dikenal sebagai tumor adenoneuroendokrin, jenis tumor ini memiliki
karakteristik yang mirip dengan tumor neuroendokrin dan adenokarsinoma.
Goblet cell carcinoma juga dapat menyebar ke organ lain dan cenderung lebih
agresif daripada tumor neuroendokrin.
6. Signet-ring cell adenocarcinoma.
Tumor ganas yang jarang dan sulit diobati, adenokarsinoma sel cincin-sel
lebih cepat tumbuh dan lebih sulit dihilangkan daripada adenokarsinoma
lainnya.
7. Paraganglioma.
Tumor jenis ini biasanya jinak. Namun, literatur medis telah melaporkan satu
kasus paraganglioma ganas yang jarang terjadi dalam apendiks.

10
2.4 Manifestasi Klinis
Tumor Appendix sering tidak menyebabkan gejala pada tahap awal. Sering
kali hanya mendiagnosis orang dengan kondisi ini pada tahap selanjutnya ketika
mulai menyebabkan gejala atau menyebar ke organ lain. Dokter juga dapat
menemukannya ketika mengevaluasi atau merawat pasien untuk kondisi yang
berbeda.
Tanda-tanda dan gejala kanker usus buntu sering tergantung pada efek tumor:
‒ Pseudomyxoma peritonei
Beberapa jenis tumor usus buntu dapat menyebabkan pseudomyxoma
peritonei atau PMP, yang terjadi ketika usus buntu pecah dan sel-sel tumor bocor ke
dalam rongga perut. Sel-sel tumor mengeluarkan gel protein yang disebut musin yang
dapat menumpuk di rongga perut dan terus menyebar.
PMP mungkin melibatkan sel-sel kanker yang bocor ke dalam rongga perut.
Tanpa perawatan, penumpukannya dapat menyebabkan masalah dengan sistem
pencernaan dan penyumbatan usus. Mucinous cystadenomas dan mucinous
cystadenocarcinomas pada apendiks dapat menyebabkan PMP.
Gejala PMP meliputi :
1. sakit perut yang mungkin datang dan pergi
2. perut bengkak atau membesar
3. kehilangan selera makan
4. merasa kenyang setelah makan hanya sedikit makanan
5. mual atau muntah
6. sembelit atau diare
7. hernia inguinalis, mengandung Mucin dan lebih banyak terjadi pada pria
‒ Appendicitis
Apendisitis, yang merupakan peradangan usus buntu, mungkin merupakan
tanda pertama kanker usus buntu. Ini sebagian besar karena beberapa tumor usus
buntu dapat menyumbat usus buntu, yang menyebabkan bakteri yang biasanya
menjadi terperangkap dan tumbuh terlalu besar di dalam usus buntu.

11
Perawatan yang paling umum untuk radang usus buntu adalah pembedahan
darurat untuk menghilangkan usus buntu. Setelah ahli bedah mengangkat usus buntu,
biopsi jaringan dapat mengungkapkan bahwa orang tersebut menderita kanker usus
buntu.
Gejala radang usus buntu biasanya termasuk rasa sakit parah di perut yang:
1. terjadi antara pusar dan perut kanan bawah
2. menjadi lebih buruk dengan gerakan atau napas dalam-dalam
3. datang tiba-tiba dan menjadi lebih buruk dengan cepat
4. Radang usus buntu juga dapat menyebabkan:
5. pembengkakan perut
6. mual atau muntah
7. sembelit atau diare
Tidak semua jenis kanker usus buntu akan menyebabkan radang usus buntu.
Sebagai contoh, sebagian besar neuroendocrine tumors terbentuk di ujung apendiks,
sehingga tidak mungkin menyebabkan penyumbatan yang dapat menyebabkan radang
usus buntu.
Penting juga untuk dicatat bahwa banyak orang yang menderita radang usus
buntu tidak menderita kanker usus buntu. Faktor-faktor lain, seperti trauma pada
perut dan penyakit radang usus dapat menyebabkan radang usus buntu. Banyak kasus
apendisitis tidak diketahui penyebabnya.

‒ Tanda-tanda lain dari Tumor Appendix


Dalam beberapa kasus, orang dengan Tumor Appendix dapat menemukan
massa keras di perut atau daerah panggul. Kemudian mungkin mengalami sakit perut
atau pembengkakan. Pada wanita, massa dari Tumor Appendix mungkin keliru untuk
kanker ovarium.
Jika Tumor Appendix adalah ganas, sel-sel Tumor dapat tumbuh di
permukaan organ perut lainnya dan lapisan rongga perut. Perkembangan ini dikenal
sebagai karsinomatosis peritoneum. Jika tidak diobati, seseorang dapat kehilangan
fungsi ususnya atau mengalami penyumbatan usus.

12
Tumor Appendix ganas paling sering tumbuh di permukaan:
1. hati
2. limpa
3. ovarium
4. rahim
5. lapisan rongga perut atau peritoneum
Biasanya, Tumor Appendix tidak menyebar ke organ-organ di luar rongga
perut dengan pengecualian signet-ring cell adenocarcinomas.

2.6 Etiologi dan faktor Resiko


Para ahli belum tahu persis apa yang menyebabkan Tumor Appendix. Belum
ditemukan hubungan antara Tumor Appendix dengan penyebab genetik atau
lingkungan.
Sebagian besar para ahli menyatakan bahwa Tumor Appendix bisa
menyerang wanita dan laki-laki. Kasusnya Jarang terjadi pada anak-anak, dan lebih
sering terjadi pada dewasa yang merupakan satu-satunya faktor risiko yang diketahui.
Sebagian besar Tumor Appendix ditemukan diusia antara 40 dan 59 tahun.

2.7 Diagnosis
Tumor Appendix banyak terdiagnosis setelah seseorang menjalani operasi
usus buntu atau ketika tumor menyebar ke organ lain, dan menimbulkam gejala.
Para ahli menyatakan cukup sulit untuk secara spesifik mengidentifikasi
Tumor Appendix pada tes pencitraan seperti ultrasound, MRI, atau CT scan.
Demikian juga, tes darah bukan merupakan indikator Tumor Appendix yang dapat
diidentifikasi. Seringkali, Tumor Appendix dapat terdiagnosis setelah melakukan
biopsi tumor.

13
2.7 Tatalaksana
Pengobatan terbaik untuk Tumor Appendix berdasarkan beberapa faktor,
termasuk:
1) jenis tumor
2) jika dan di mana kanker telah menyebar
3) masalah kesehatan lain yang memengaruhi orang tersebut
Jika Tumor belum menyebar di luar usus buntu, mungkin hanya perlu
dioperasi. Jika telah menyebar ke organ lain, dapat dilakukan pembedahan dengan
mengangkat organ yang terkena untuk menghilangkan semua sel tumor. Ini mungkin
termasuk bagian dari usus, ovarium, atau peritoneum.
Asosiasi Ahli Bedah Endokrin Amerika menyatakan bahwa kebanyakan orang
mendapat manfaat dari pembedahan yang menghilangkan usus buntu dan bagian
kanan usus besar, terutama jika tumornya lebih besar dari 2 cm (cm). Prosedur ini
dikenal sebagai hemikolektomi kanan.
Beberapa orang mungkin juga menjalani kemoterapi setelah operasi untuk
membantu menghilangkan kanker. Suatu prosedur yang dikenal sebagai kemoterapi
intraperitoneal yang dipanaskan, juga disebut HIPEC ( heated intraperitoneal
chemotherapy) yang mungkin efektif melawan kanker usus buntu yang telah
menyebar ke rongga perut.
Dengan HIPEC, ahli bedah mengisi perut dengan solusi kemoterapi yang
dipanaskan dan akan bekerja selama sekitar 1,5 jam. Teknik ini dapat menghilangkan
sel kanker yang tidak bisa dilihat. Dokter bedah akan melakukan HIPEC setelah
mengeluarkan sel tumor yang terlihat.
HIPEC adalah teknik baru dan mungkin membutuhkan waktu pemulihan
yang lama, mulai dari 8 minggu hingga beberapa bulan. The Cancer Appendix dan
Pseudomyxoma Peritonei Research Foundation menyatakan orang dengan kanker
usus buntu dan PMP harus menemukan ahli bedah dengan pengalaman dalam operasi
tumor appendix dan HIPEC untuk hasil terbaik.

14
2. 8 Prognosis
Prognosis untuk tumor Appendix bervariasi tergantung pada jenis tumor, letak
dan penyebarannya. Para ahli menggunakan tingkat kelangsungan hidup 5 tahun
untuk memberikan indikasi prediksi tentang kelangsung orang akan hidup selama
setidaknya 5 tahun setelah diagnosis kanker Appendix. Namun, penting untuk diingat
bahwa angka-angka ini hanya perkiraan dan pandangan setiap orang akan berbeda.
Menurut American Society for Clinical Oncology, angka harapan hidup 5
tahun untuk neuroendocrine tumors adalah:
1. Hampir 100 persen jika tumornya lebih kecil dari 3 cm dan belum menyebar.
2. Sekitar 78 persen jika tumornya lebih kecil dari 3 cm dan telah menyebar ke
kelenjar getah bening regional.
3. Sekitar 78 persen jika tumornya lebih besar dari 3 cm, terlepas dari
penyebarannya ke bagian lain dari tubuh.
4. Sekitar 32 persen jika kanker telah menyebar ke bagian lain dari tubuh.
The National Center for Advancing Translational Sciences states menyatakan
bahwa untuk goblet cell carcinoma umumnya 76 persen orang akan hidup selama 5
tahun atau lebih lama setelah diagnosis. Statistik spesifik tidak tersedia untuk kanker
Appendix jenis lain.
Tumor Appendix sangat jarang, dan tidak menimbulkan gejala yang khas
pada tahap awal. Tumor Appendix sering terdiagnosis pada tahap selanjutnya ketika
tumor sudah mulai menyebar ke organ lain. Selain itu, tumpr Appendix dapat
didiagnosis secara kebetulan saat mengobati Appendicitis atau operasi kondisi perut
yang berbeda. Tumor Appendix sangat jarang ditemukan.
Tumor Appendix dapat diobati, dan Para Ahli menyatakan bahwa Banyak
penderita tumor Appendix memiliki hasil yang baik dengan Tatalaksana yang akurat
dan tepat.

15
A. Colonic-Type Adenocarcinoma
1. Latar Belakang dan Epidemiologi
Secara keseluruhan, adenokarsinoma dianggap sebagai jenis kanker usus
buntu primer yang paling umum, terdiri dari 60% dari semua kasus.1 Namun
demikian, adenokarsinoma merupakan kurang dari 0,5% dari semua neoplasma
saluran pencernaan.1 Adenokarsinoma usus buntu primer diklasifikasikan
sebagai "colonic-type" yang muncul dari adenoma yang sudah ada sebelumnya,
mirip dengan tumor kolorektal, atau “mucinous” yang secara biologis dan
histologis berbeda dari adenokarsinoma kolon.3 Mirip dengan kanker usus besar,
adenokarsinoma tipe kolon pada apendiks hadir pada usia rata-rata 62 hingga 65
tahun dengan sedikit dominasi jenis kelamin laki-laki.14
Mengingat kelangkaan penyakit ini, tidak ada sistem pementasan
Komisi Gabungan Kanker (AJCC) Amerika atau pedoman berbasis bukti
National Comprehensive Cancer Network (NCCN) yang spesifik untuk penyakit
ini. Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu
apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa bermetastasis ke
limfonodi regional, dinajurkan hemikolektomi kanan yang akan memberi
harapan hidup yang jauh lebih baik dibandingkan apendektomi.
Pasien dengan adenokarsinoma tipe kolon pada apendiks paling sering
datang dengan lesi yang teridentifikasi setelah apendektomi untuk apendisitis
atau indikasi lainnya, dan akan segera mendapatkan informasi tahap T patologis.
Tumor ini direseksi dengan margin negatif dapat dikelola dengan apendektomi
saja. Tumor T1 dengan karakteristik yang menguntungkan dianggap seperti polip
ganas. Appendektomi saja mungkin cukup jika lesi ini grade 1 atau 2, tidak
memiliki invasi angiolymphatic, dan memiliki margin reseksi negatif. Semua
pasien harus menjalani kolonoskopi lengkap untuk mengevaluasi lesi kolorektal
sinkron.

16
2. Penatalaksanaan
Pasien yang ditemukan memiliki tumor T1 yang tidak menguntungkan
(invasi derajat tinggi, angiolymphatic, dan / atau margin positif) harus
dipertimbangkan untuk hemikolektomi formal. Formal untuk pemeriksaan dan
reseksi yang adekuat. Pasien dengan T2 atau tumor yang lebih besar memerlukan
pemeriksaan lengkap dengan CT-scan dada, perut, dan pelvis yang ditingkatkan
kontrasnya jika belum dilakukan. Jika tidak ada bukti metastasis jauh,
hemikolektomi kanan direkomendasikan untuk pemeriksaan yang lebih akurat.
Dalam studi berbasis populasi terbesar dari kanker usus buntu primer,
tingkat keterlibatan kelenjar getah bening dalam subtipe Colonic-Type
Adenocarcinoma adalah 30% .1 Pasien dengan penyakit simpul-positif (stadium
III) memerlukan kemoterapi sistemik tambahan dengan 5-fluorouracil /
leucovorin atau capecitabine dengan oxaliplatin jika sehat secara medis. Adapun
adenokarsinoma kolon-primer, kemoterapi adjuvant juga harus dipertimbangkan
untuk pasien tahap II dengan faktor risiko tinggi, terutama pasien dengan usia
yang masih muda.

B. Mucinous Adenocarcinoma
1. Latar Belakang dan Epidemiologi
Mucinous Adenocarcinoma appendix (MAA) Tampaknya berbeda secara
biologis dan histologis dari kanker kolorektal dan dari adenokarsinoma pada
usus buntu. Usia rata-rata presentasi adalah 60 tahun dan tidak ada
kecenderungan jenis kelamin yang jelas.14
Tidak ada faktor risiko yang diketahui untuk penyakit ini. MAA secara
garis besar diklasifikasikan secara histologis sebagai kelas rendah atau tinggi,
dan perbedaan ini sangat penting untuk menentukan prognosis dan pengobatan.
Edisi 7 dari sistem pementasan AJCC untuk MAA ditunjukkan pada tabel 1 :

17
Tabel 1

Pasien dengan MAA paling sering hadir setelah pecahnya tumor primer
dengan penyebaran musin dan sel-sel tumor di seluruh rongga peritoneum.
Sindrom klinis yang dihasilkan dari distensi abdomen sekunder akibat asites
mucinous dikenal sebagai pseudomyxoma peritonei (PMP) dan biasanya
didiagnosis pada operasi untuk apendisitis, peritonitis, atau dugaan keganasan
ovarium, atau pada pencitraan cross-sectional.

18
MAA cenderung tetap berada di dalam rongga peritoneum dengan
metastasis ekstraperitoneal (termasuk limfatik) hanya terlihat pada kasus yang
jarang. MAA (G1) tingkat rendah dan low grade appendiceal mucinous neoplasm
(LAMN) tingkat rendah ditandai oleh sel-sel penghasil musin yang berdiferensiasi,
kelenjar, dan berdiferensiasi dengan baik.
Meskipun secara klasik dideskripsikan sebagai "noninvasif" secara
histologis, sel-sel ini masih mengarah ke PMP dan dianggap ganas. Tidak seperti
LAMN, MAA tingkat rendah dapat menunjukkan invasi berat organ yang terlibat,
sebagaimana dibuktikan oleh foto spesimen gastrektomi distal yang dihapus selama
cytoreduction untuk MAA tingkat rendah pada Gambar. 1A.

(A) Foto bruto spesimen gastrektomi distal yang terlibat oleh MAA tingkat
rendah. (B) CT scan dari pasien yang sama menunjukkan MAA tingkat rendah
yang luas yang memiliki gejala minimal.

Gambar ini menunjukkan endapan tumor yang melekat kuat yang tidak dapat
dipisahkan dari lambung, tetapi masih tampak tingkat rendah pada tingkat
mikroskopis. Namun, MAA tingkat rendah cenderung malas dan lambat
progresif. Pasien mungkin memiliki beban penyakit yang cukup besar tetapi
dapat hidup selama bertahun-tahun dengan gejala minimal. Gambar. 1B
menunjukkan gambar cross-sectional dari pasien yang sama ini yang telah
hidup dengan penyakit progresif perlahan selama 5 tahun sejak diagnosis

19
awalnya dengan gejala minimal. Sistem penilaian tiga tingkat untuk MAA
telah diusulkan yang memperhitungkan fitur-fitur yang merugikan seperti
invasi destruktif, invasi angiolymphatic, seluleritas tinggi, invasi perineural,
dan komponen sel cincin stempel di samping grade sitologi.5
MAA tingkat tinggi ditandai dengan sel adenokarsinoma invasif yang
mungkin atau tidak memiliki signet ring cell component. MAA tingkat tinggi
menunjukkan gejala klinis yang jauh lebih agresif daripada tingkat rendah.
Pasien lebih sering mengalami gejala dengan keluhan seperti penurunan berat
badan yang tidak disengaja, nyeri, kembung, dan obstruksi usus.
Pada MAA tingkat rendah dan tinggi, penilaian tingkat penyakit
adalah langkah pertama dalam pemeriksaan ketika pasien datang dengan
gejala peritoneum. Peritoneal carcinomatosis index (PCI) yang dijelaskan oleh
Jacquet dan Sugarbaker adalah cara yang paling umum digunakan untuk
penilaian beban penyakit (Gbr. 2)6

Gambar 2. Indeks karsinomatosis peritoneum (PCI).

20
PCI dapat diperkirakan sebelum operasi dengan pencitraan cross-
sectional yang ditingkatkan dengan kontras dengan computed tomography
(CT) atau magnetic resonance imaging (MRI). Namun, endapan peritoneum
kecil sulit untuk dilihat pada CT dan dalam beberapa kasus mungkin sulit
untuk membedakan antara musin dan tumor.
2. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan MAA tergantung pada tipe histologis dan luasnya
penyakit pada presentasi, dan diuraikan pada Gambar. 3.

Gambar 3. Algoritma untuk manajemen adenokarsinoma appendiks mukosa. HIPEC,


kemoterapi intraperitoneal hipertermik.

21
Untuk pasien dengan MAA yang belum pecah, reseksi bedah lengkap
dengan apendektomi tanpa tumpahan musin direkomendasikan. Gambar. 4
memperlihatkan CT scan dari pasien MAA dengan apendiks yang besar,
berisi musin, dan melebar tetapi tidak mengalami kerusakan kronis.

Gambar 4. CT scan menunjukkan lesi kistik yang besar pada pasien yang
mengalami nyeri perut yang tidak jelas dan peningkatan lingkar perut. "Kista"
berisi musin yang belum pecah.

Terlepas dari ukuran, penting untuk mengeluarkan musin tanpa


tumpahan musin ke dalam rongga peritoneum. Untuk lesi kecil, ini mungkin
dilakukan laparoskopi, tetapi untuk lesi besar seperti yang diilustrasikan
dalam gambar, harus dipertimbangkan. Untuk MAA lokal, non-ruptur, derajat
rendah, apendektomi pada lesi kistik kemungkinan bersifat kuratif. Jika
patologi menunjukkan penyakit derajat tinggi yang T2 atau lebih besar,
hemikolektomi kanan biasanya direkomendasikan karena risiko keterlibatan

22
kelenjar getah bening yang lebih tinggi. Terapi yang optimal adalah
cytoreduction bedah lengkap (didefinisikan sebagai pengurangan deposit
tumor menjadi ≤ 2,5 mm) dikombinasikan dengan kemoterapi IP.
Ooforektomi bilateral juga dianjurkan, terutama pada wanita pascamenopause,
karena ovarium sering menjadi lokasi metastasis dan kambuh jika tidak
diangkat.
Kemoterapi IP sering diberikan dalam bentuk kemoterapi
intraperitoneal hipertermia intraoperatif (HIPEC), yang diberikan sebagai
dosis tunggal pada saat cytoreduction. American Society of Peritoneal Surface
Malignancy (ASPSM) menyetujui metode kemoterapi IP standar untuk
kanker kolorektal dengan penyebaran peritoneum, dan ini adalah resimen
yang digunakan di sebagian besar untuk tumor primer. Obat yang
direkomendasikan adalah Mitomycin C (MMC) dengan dosis 40 mg. Pilihan
lain adalah kemoterapi intraperitoneal pascaoperasi dini (EPIC), yang
diberikan dalam beberapa dosis selama 1 hingga 7 hari pertama pasca operasi.
Obat yang paling umum digunakan adalah floxuridine, MMC, atau 5-
fluorouracil.

C. Goblet Cell Adenocarcinoma


1. Latar Belakang dan Epidemiologi
Goblet cell adenocarcinoma (GCA) juga biasa disebut sebagai
"carcinoid sel goblet," adalah jenis tumor langka sekitar 14 hingga 19% dari
kanker usus buntu primer.6 GCA adalah tumor campuran, yang mengandung
elemen epitel dan neuroendokrin, dan ditandai dengan adanya sel goblet tipe
usus.
Studi terbaru menunjukkan bahwa GCA sebenarnya lebih dekat
dengan adenokarsinoma daripada karsinoma neuroendokrin dalam
imunohistokimia dan secara biologis.10 Usia rata-rata pasien pada GCA
adalah 52 tahun .19 Tidak ada faktor risiko tertentu, meskipun GCA telah
dikaitkan dengan schistosomiasis.

23
Hasil menunjukkan CT scan pasien yang mengalami temuan klinis
apendisitis akut. Ini adalah presentasi GCA yang paling umum, terjadi pada
60% kasus. Pasien menjalani operasi usus buntu laparoskopi dan ditemukan
memiliki GCA.

Gambar 5. CT scan menunjukkan apendisitis akut. Ujung lampiran agak


membesar dan hyperenhancing. Secara patologi ditemukan adenokarsinoma
sel goblet 1,5 cm.
Setelah diagnosis GCA ditegakkan, CT scan dada, perut, dan panggul
direkomendasikan untuk pemeriksaan.

2. Tatalaksana
Dalam kasus lokal, GCA appendiks primer, keterlibatan kelenjar getah
bening hadir dalam 20 hingga 40% kasus, sehingga hemikolektomi kanan
direkomendasikan untuk pengobatan yang dan pemeriksaan. Adapun

24
adenokarsinoma kolorektal, dalam pemeriksaan setidaknya 12 kelenjar getah
bening memungkinkan untuk pemeriksaan yang optimal. Jika teradapat
pemeriksaan kelenjar getah bening, terapi sistemik ajuvan dengan rejimen
berbasis 5-fluorourasil direkomendasikan selama 6 bulan.

D. Neuroendocrine Carcinoma
1. Latar Belakang dan Epidemiologi
Appendiceal neuroendocrine carcinoma yang secara klasik disebut sebagai
“karsinoid appendiceal,” dianggap sebagai subtipe karsinoma neuroendokrin
midgut, yang dapat muncul di jejunum / ileum, apendiks, atau sekum. Tumor-
tumor ini muncul dari sel-sel yang mirip enterochromaffin di dinding usus dan
seringkali menghasilkan serotonin. Kejadian tahunan ANC yang diterbitkan
adalah sekitar 0,16 kasus per 100.000 orang, tetapi kemungkinan diremehkan
karena tumor ini sering dianggap “jinak” dan tidak termasuk dalam daftar
kanker. Insiden yang sebenarnya tidak diketahui. Data yang ada menunjukkan
bahwa ANC menunjukkan sedikit dominasi jenis kelamin perempuan, dan
lebih umum di Kaukasia dan Afrika-Amerika daripada pada orang-orang
keturunan Asia / Pulau Pasifik.22 Usia rata-rata pasien saat didiagnosis adalah
38 hingga 48 tahun.14
Adapun kanker primer appendiks lainnya, ANC paling sering
didiagnosis setelah appendektomi untuk appendisitis. Namun, dalam beberapa
kasus, pasien dapat melaporkan gejala samar nyeri perut, kembung, dan diare
yang tidak spesifik. Dalam kasus penyakit lanjut yang sangat jarang dengan
metastasis jauh, tempat yang paling umum adalah hati. Pasien-pasien ini dapat
hadir dengan sindrom karsinoid karena efek sistemik dari serotonin yang
dihasilkan oleh lesi hati. Ini ditandai dengan diare.
ANC diklasifikasikan berdasarkan lokasi dalam lampiran, ukuran,
dan fitur histologis. Sistem pementasan AJCC untuk ANC ditunjukkan pada
Tabel 2A, tetapi memiliki nilai terbatas karena hanya didasarkan pada ukuran
dan tidak memperhitungkan tingkat tumor atau fitur histologis lainnya yang

25
diketahui penting. Tumor neuroendokrin midgut dinilai berdasarkan jumlah
mitosis yang divisualisasikan dengan mikroskop dan indeks proliferasi Ki-67.
Tumor tingkat rendah (G1) didefinisikan memiliki kurang dari dua mitosis per
10 bidang daya tinggi (HPF) dan indeks Ki-67 kurang dari 3%. Tumor tingkat
menengah (G2) memiliki 2 hingga 20 mitosis per 10 HPF atau indeks Ki-67
sebesar 3 hingga 20%. Tumor tingkat tinggi (G3) memiliki lebih dari 20
mitosis per 10 HPF atau indeks Ki-67 lebih besar dari 20% .

2. Tatalaksana
Dalam kasus subcentimeter, ANC G1 yang didiagnosis berdasarkan
analisis retrospektif dari spesimen appendektomi seperti yang terjadi pada
sebagian besar kasus, appendektomi dengan margin negatif dianggap kuratif
dan tidak diperlukan pengawasan stadium lanjut atau pasca operasi. Untuk
ANC yang berdiameter lebih dari 2 cm, risiko metastasis berada pada urutan
25 hingga 40%, sehingga disarankan hemikolektomi kanan. Untuk kasus-kasus
ANC yang sangat jarang dengan metastasis jauh saat presentasi, pertimbangan
untuk perawatan bedah adalah wajar jika lesi atau lesi metastasis terbatas dan
dapat dioperasi. Ini adalah tipe tumor yang lambat tumbuh dan lamban
sehingga metastasektomi dapat memberikan manfaat dalam hal bebas penyakit
dan kemungkinan kelangsungan hidup secara keseluruhan, meskipun ini belum
ditunjukkan secara definitif. Sedangkan Karsinoid Appendiks merupkan tumor
sel argentafin apendiks.
Kelianan ini jarang didiagnosis prabedah, tetapi ditemukan secara
kebetulan pada pemeriksaan patologi terhadap spesimen apendiks dengan
diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa rangsangan
kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus dan dan
diare hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor
memproduksikan serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas.

26
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata dapat
berulang dan bermetastasis sehingga diperlukan operasi radikal. Bila spesimen
patologik apendiks menunjukan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor
dilakukan operasi reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan.
Dengan Demikian kanker primer pada apendiks beragam secara
histologis. Klasifikasi tumor ini secara historis membingungkan karena
nomenklatur yang tidak standar, tetapi mereka dapat secara luas
diklasifikasikan sebagai adenokarsinoma tipe kolon atau mucinous, GCA, atau
ANC. Appendektomi saja mungkin merupakan terapi yang memadai untuk
tumor stadium awal di semua subtipe kecuali GCA. Untuk GCA dan
adenokarsinoma lanjut secara lokal atau ANC, pementasan penyelesaian
dipertimbangkan, diikuti oleh hemikolektomi kanan, operasi sitoreduktif dan
IPC, atau kemoterapi sistemik definitif seperti yang ditunjukkan.
Setelah pengobatan kuratif, pasien dengan GCA, T2 atau lebih besar
adenokarsinoma tipe kolon, adenokarsinoma musinosa dengan diseminasi
peritoneum, dan ANC dengan keterlibatan kelenjar getah bening atau ukuran
lebih dari 2 cm harus diikuti dengan riwayat dan pencitraan fisik dan cross-
sectional. Mengingat kelangkaan kanker usus buntu primer dan kurangnya
pedoman praktik yang mapan, pasien dengan penyakit lanjut harus dirawat di
pusat-pusat khusus dengan pengobatan yang tepat dan akurat

27
BAB III

KESIMPULAN

1. Tumor Appendix sangat jarang, dan tidak menimbulkan gejala yang khas pada
tahap awal. Tumor Appendix sering terdiagnosis pada tahap selanjutnya ketika
tumor sudah mulai menyebar ke organ lain. Selain itu, tumpr Appendix dapat
didiagnosis secara kebetulan saat mengobati Appendicitis atau operasi kondisi
perut yang berbeda. Tumor Appendix sangat jarang ditemukan.
2. Klasifikasi tumor appendix ini dapat secara luas diklasifikasikan sebagai
adenokarsinoma tipe kolon atau mucinous, GCA, atau ANC.
3. Tumor Appendix dapat diobati, dan Para Ahli menyatakan bahwa Banyak
penderita tumor Appendix memiliki hasil yang baik dengan Tatalaksana yang
akurat dan tepat.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. McCusker M E, Coté T R, Clegg L X, Sobin L H. Primary malignant neoplasms


of the appendix: a population-based study from the surveillance,
epidemiology and end-results program, 1973–
1998. Cancer. 2002;94(12):3307– 3312. [PubMed] [Google Scholar]
(diakses tanggal 16 agustus 2019)
2. Kelly K J, Nash G M. Peritoneal debulking/intraperitoneal chemotherapy-non-
sarcoma. JSurg Oncol. 2014;109(1):14–22. [PubMed] [Google Scholar] (diakses
tanggal 16 Agustus 2019)
3. Sjamsuhidajat & de jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta: EGC
4. Williams & Wilkins. 2012. Kapita Selekta Penyakit. Jakarta: EGC
5. Abdelbaqi, M. Q., Tahmasbi, M., & Ghayouri, M. (2013, August 15).
Gangliocytic paraganglioma of the appendix with features suggestive of
malignancy, a rare case report and review of the literature. International
Journal of Clinical and ExperimentalPathology, 6(9), 1948–1952. Retrieved
from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3759505/ (diaskes tanggal
17 agustus 2019)

6. Hardin DM. Acute Appendicitis: Review and Update. American Academy of


Family Physician News and Publication. 1999;60: 2027-34. Retrieved at October
20th 2011. From: http://www.aafp.org/afp/991101ap/2027.html

7. Marmor, S., Portschy, P. R., Tuttle, T. M., & Virnig, B. A. (2015, April). The rise
in appendiceal cancer incidence: 2000–2009 [Abstract]. Journal of
Gastrointestinal Surgery, 19 (4), 743–750. Retrieved
from https://link.springer.com/article/10.1007%2Fs11605-014-2726-7 (diakses
tanggal 17 Agusustus 2019 )

29
8. Alakus H, Babicky M L, Ghosh P. et al.Genome-wide mutational landscape of
mucinous carcinomatosis peritonei of appendiceal origin. Genome
Med. 2014;6(5):43. [PMC free article] [PubMed] [Google Scholar]
9. Boudreaux J P, Klimstra D S, Hassan M M. et al.The NANETS consensus
guideline for the diagnosis and management of neuroendocrine tumors: well-
differentiated neuroendocrine tumors of the jejunum, ileum, appendix, and
cecum. Pancreas. 2010;39(6):753–766. [PubMed] [Google Scholar]

30

Anda mungkin juga menyukai