Anda di halaman 1dari 14

BAGIAN ILMU THT-KL REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN SEPTEMBER 2023


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

“TUMOR PARAFARING”

OLEH

Khairil Arif Rahman

105501106021

PEMBIMBING

Dr. dr. Hj. Nani Iriani Djufri, Sp.THT-KL (K) FICS

Dibawakan Dalam Rangka Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu THT-KL

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2023
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:


Nama : Khairil Arif Rahman
NIM : 105501106021
Judul Referat : Tumor parafaring
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu THT-KL Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, September 2023


Pembimbing,

Dr. dr. Hj. Nani Iriani Djufri, Sp.THT-BKL (K)

PAGE \* MERGEFORMAT i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Alhamdulillah, puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulisan referat ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu
tercurahkan kepada Baginda Besar Nabi Muhammad SAW. Karena beliaulah sebagai suritauladan
dalam kehidupan dunia ini.
Referat dengan judul “Tumor Parafaring” ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat
pada waktunya sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu
THT-KL. Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada guru saya Dr.
dr. Hj. Nani Iriani Djufri, Sp.THT-BKL (K) selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan
waktu dengan tekun dan sabar dalam membimbing, memberikan arahan dan koreksi selama
proses penyusunan tugas ini hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa penyusunan referat ini belum sempurna adanya dan memiliki
keterbatasan tetapi berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, sehingga dapat berjalan
dengan baik. Akhir kata, penulis berharap agar referat ini dapat memberi manfaat kepada semua
orang.

Makassar, September 2023

Penulis

PAGE \* MERGEFORMAT i
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN.....................................................................................................I
KATA PENGANTAR.................................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................5
2.1. ANATOMI FARING.....................................................................................................5
2.2. FISIOLOGI FARING.....................................................................................................6
2.3. DEFINISI........................................................................................................................6
2.4. EPIDEMIOLOGI............................................................................................................6
2.5. ETIOLOGI......................................................................................................................7
2.6. MANIFESTASI KLINIS................................................................................................9
2.7. DIAGNOSIS...................................................................................................................10
2.8. DIAGNOSIS BANDING................................................................................................11
2.9. TATALAKSANA...........................................................................................................12
2.10. PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI...............................................................................13
BAB III KESIMPULAN............................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................15

PAGE \* MERGEFORMAT i
BAB I
PENDAHULUAN

Tumor ruang parafaring primer (PPS) mencakup sekitar 0,5% dari semua tumor kepala dan
leher. Sekitar 80% dari tumor ini jinak. Diagnosis banding tumor PPS meliputi neoplasma
kelenjar saliva jinak atau ganas, tumor neuro-genik, dan tumor lain-lain. Neoplasma jinak yang
paling umum adalah adenoma pleomorfik kelenjar saliva, diikuti oleh paraganglioma dan
tumor neurogenik.1
Gejala dan tanda tumor PPS tidak kentara. Tumor PPS biasanya didiagnosis hanya jika
ukurannya sudah cukup besar sehingga sulit dideteksi. Karena lokasinya yang sulit diketahui,
tumor ini sulit didekati secara langsung. Oleh karena itu, studi pencitraan memainkan peran
sentral dalam diagnosis dan perencanaan pra-operasi. Pencitraan resonansi magnetik kepala
dan leher (MRI) dan computed tomography (CT) dengan kontras adalah alat yang paling
umum digunakan untuk mendiagnosis tumor PPS.1
Eksisi bedah adalah pengobatan utama untuk tumor PPS. Pendekatan bedah untuk tumor
PPS meliputi pendekatan trans-serviks, transparotis, transoral, dan trans-mandibula. Salah satu,
atau kombinasi dari pendekatan-pendekatan ini, telah digunakan untuk menangani tumor PPS,
tergantung pada lokasi tumor dan preferensi dokter bedah. PPS adalah daerah yang secara
anatomis kompleks, yang mengandung beberapa struktur vital, termasuk arteri karotis, vena
jugularis, dan saraf kranial. Tumor PPS berasal dari berbagai macam histologi, termasuk tumor
neurogenik, vaskular, dan kelenjar saliva. Oleh karena itu, tidak ada satu pendekatan
pengobatan terbaik untuk tumor PPS.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI FARING

PAGE \* MERGEFORMAT i
Faring adalah saluran yg memiliki panjang 12-14 cm dan memanjang dari dasar tengkorak
hingga vertebra servikalis ke-6. Berada di belakang hidung, mulut dan laring serta lebih lebar
di bagian atasnya. Faring dibagi menjadi 3 bagian yaitu nasofaring, orofaring, laringofaring.2

Gambar 1. Struktur anatomi faring.2


Nasofaring merupakan bagian nasal faring terletak di belakang hidung dan di atas palatum
molle. Pada dinding posterior, terdapat tonsi faringeal (adenoid), yang terdiri atas jaringan
limfoid. Tonsil paling menonjol pada masa kanak-kanak hingga usia 7 tahun, selanjutnya
mengalami atrofi.2
Orofaring adalah bagian oral faring terletak di belakang mulut, memanjang dari bagian
bawah palatum molle hingga bagian vertebra servikalis ke-3. Dinding lateral bersatu dgn
palatum molle untuk membentuk lipatan di tiap sisi. Antara tiap pasang lipatan, terdapat
kumpulan jaringan limfoid yang disebut tonsil palatin. Saat menelan, bagian nasal dan oral
dipisahkan oleh palatum molle dan uvul.2
Laringofaring merupakan bagian laringeal faring memanjang dari atas orofaring dan
berlanjut ke bawah esofagus, yakni dari vertebra servikalis ke-3 hingga 6.2

2.2 FISIOLOGI FARING


Faring dilapisi oleh 3 jaringan yaitu membran mukosa, jaringan fibrosa dan otot polos.
Membran mukosa melapisi berbagai region tubuh yang berfungsi melindungi jaringan dari
gesekan bahan makanan. Jaringan fibrosa membentuk lapian tengah. Jaringan ini lebih tebal di
nasofaring dan semakin tipis di ujung bawah. Otot polos terdiri atas beberapa otot konstriktor

PAGE \* MERGEFORMAT i
involuntir yang berperan penting dalam mekanisme menelan, sementara faring bukan
dikendalikan otot voluntir.2
Fungsi faring diantaranya yaitu sebagai saluran respirasi dan makanan, penghangat dan
pelembab udara, pengecap, perlindungan, dan juga berperan dalam berbicara dengan bekerja
sebagai resonansi untuk suara yang naik dari laring, faring (bersama sinus) membantu
memberikan suara yang khas pada setiap orang.2

2.3 DEFINISI
Tumor parafaring adalah salah satu tumor kepala dan leher yang sulit didiagnosis karena
gejalanya tidak jelas.1

2.4 EPIDEMIOLOGI
Tumor primer pada tumor ruang parapharyngeal mencapai 0,5-1% dari tumor kepala dan
leher, yang sebagian besar bersifat jinak (80%). 3,4 Karena prevalensi yang rendah ini, literatur
tentang topik ini sering kali terbatas pada laporan kasus. Sebuah tinjauan sistematis terhadap
1293 kasus yang dilaporkan selama 25 tahun baru-baru ini dipublikasikan. Keganasan
menyumbang kurang dari 25% dari semua tumor yang terletak di ruang parapharyngeal dan
sebagian besar berasal dari saliva. Tumor saliva menyumbang sekitar 42% dari tumor ruang
parapharyngeal. Tumor neurologis dan vaskular yang umumnya terletak di ruang
parapharyngeal retrostylian (poststyloid) adalah jenis histologis yang paling sering terjadi. 3

2.5 ETIOLOGI
a. Neoplasma kelenjar saliva
Neoplasma yang berasal dari kelenjar saliva terletak di ruang parafaring prestyloid (PPS)
dan mencakup 40-50% lesi PPS. Neoplasma saliva dapat timbul dari lobus dalam kelenjar
parotis, tempat saliva ektopik, atau kelenjar saliva minor pada dinding faring lateral. Prevalensi
neoplasma yang timbul di dalam lobus dalam kelenjar parotis identik dengan yang timbul di
lobus superfisial. Lesi PPS prestyloid yang paling umum adalah adenoma pleomorfik, yang
mewakili 45-64% neoplasma saliva di PPS. Neoplasma jinak yang umum termasuk adenoma
pleomorfik, adenoma monomorfik, tumor Warthin, dan onkositoma. Neoplasma ganas
termasuk karsinoma kistik adenoid, karsinoma mukoepidermoid, adenokarsinoma, dan
karsinoma sel asinus. Sekitar 20% dari semua lesi saliva di PPS bersifat ganas, dengan
karsinoma ex pleomorfik adenoma dan karsinoma kistik adenoid yang paling sering
dilaporkan.5

PAGE \* MERGEFORMAT i
b. Lesi neurogenik
Lesi neurogenik adalah tumor yang paling umum pada PPS poststyloid dan mencakup 14-
41% lesi PPS. Lesi neurogenik jinak meliputi neurilemoma (schwannoma), paraganglioma,
neurofibroma, dan ganglioneuroma. Lesi neurogenik ganas termasuk paraganglioma ganas,
neurofibrosarkoma, schwannosarkoma, dan sympathicoblastoma. Neurilemoma adalah lesi
yang paling sering dijumpai, diikuti oleh paraganglioma dan neurofibroma.5
1. Neurilemmomas
Neurilemoma, atau schwannoma, timbul dari saraf yang dikelilingi oleh sel Schwann.
Mereka tumbuh perlahan-lahan dan jarang menyebabkan kelumpuhan pada saraf asalnya. Pada
PPS, tempat asal yang paling umum adalah saraf vagus dan rantai simpatis. Neurilemmoma
dibungkus dan secara histologis berbeda dari saraf itu sendiri. Pengobatannya adalah dengan
enukleasi, dan pelestarian saraf asal biasanya memungkinkan; namun, setiap pasien harus
diperingatkan tentang kemungkinan kelumpuhan pasca operasi.5
2. Paraganglioma
Paraganglioma adalah neoplasma vaskular jinak yang timbul dari paraganglia atau jaringan
puncak saraf ekstra adrenal. Paraganglia berfungsi sebagai kemoreseptor dan berhubungan
dengan badan karotis, bola jugularis, dan saraf vagus pada PPS poststyloid. Tumor badan
karotis, glomus jugulare, dan glomus vagale adalah paraganglioma yang tumbuh lambat yang
mungkin tidak menimbulkan gejala atau dapat menyebabkan defisit saraf kranial (CN), erosi
tulang, atau perluasan intrakranial seiring dengan bertambahnya ukurannya.5
Sekitar 2% paraganglioma kepala dan leher mengeluarkan katekolamin dan dapat
menyebabkan gejala paroksismal kelebihan katekolamin. Sepuluh persen paraganglioma
bersifat multipel dan berhubungan dengan paraganglioma di lokasi lain. Sepuluh persen
paraganglioma bersifat turun-temurun, terkait dengan sindrom paraganglioma keluarga. Pada
pasien dengan paraganglioma herediter, prevalensi multisentrisitas lebih besar dari 35%. 5
Hipertensi dan kemerahan menunjukkan adanya paraganglioma yang mengeluarkan cairan
atau pheochromocytoma terkait. Jika gejala-gejala ini ada, dapatkan kadar katekolamin urin.
Jika kadar katekolamin meningkat, singkirkan pheochromocytoma yang terjadi bersamaan.
Paraganglioma ganas terjadi pada kurang dari 5-13,5% pasien dan berhubungan dengan
pertumbuhan dan perkembangan penyakit metastasis yang cepat.5
c. Lesi limforetikular
Lesi limforetikular merupakan 10-15% dari lesi PPS. Limfatik PPS dapat terlibat secara
primer atau sekunder oleh karsinoma, atau mungkin terlibat oleh proses infeksi atau inflamasi.
PAGE \* MERGEFORMAT i
Limfoma adalah proses limfoid ganas yang paling umum, tetapi metastasis dari kanker tiroid,
sarkoma osteogenik, karsinoma sel skuamosa, karsinoma sel ginjal, hipernefroma, dan
meningioma juga dapat muncul sebagai massa PPS. Lesi limforetikular yang paling umum
adalah limfoma dan metastasis.5
d. Lesi lain
Ini termasuk yang berikut ini: aneurisma, ameloblastoma, tumor amiloid, angiofibroma,
malformasi arteriovenosa, kista sumbing cabang, Kondroma, kondrosarkoma, chordoma,
tumor pleksus koroid, dermoid, desmoid, ectomesenchymoma, Adenoma paratiroid ektopik,
fibrosarkoma, histiositoma berserat, mioblastoma sel granular, hemangioendotelioma,
hibernoma, pseudotumor inflamasi, leiomioma, liposarkoma, meningioma ganas, teratoma
ganas, Meningioma, rhabdomyoma, rhabdomyosarcoma, sarkoma, teratoma, angioma vena.5
Berbagai lesi yang tidak biasa dapat terjadi pada PPS, dan lesi ini mencapai 10-15% dari
massa PPS. Meskipun ahli patologi biasanya membuat penentuan akhir dan diagnosis dalam
kasus-kasus seperti itu, mengenali bahwa lesi vaskular, seperti hemangioma, malformasi
arteriovenosa, dan aneurisma arteri karotis interna, dapat terjadi pada PPS adalah penting.
Studi pencitraan pada daerah ini harus dilakukan sebelum mencoba untuk mendapatkan biopsi
atau mengeksisi lesi.5

2.6 MANIFESTASI KLINIS


Tumor dapat timbul terutama di ruang parapharyngeal, menyerang melalui kontinuitas
(misalnya, tumor kelenjar parotis, nasofaring, orofaring, atau fosa infratemporal), atau terjadi
sebagai metastasis jauh (misalnya, kanker kelenjar tiroid, bagian kepala dan leher lainnya, atau
ginjal). Yang penting, gejala akibat metastasis ke ruang parapharyngeal dapat menjadi
manifestasi pertama dari PSN primer tertentu. Sebagian besar neoplasma ruang parapharyngeal
primer adalah saliva (35-45%) atau neurogenik (35-41%); sedangkan, jenis histologis lainnya,
seperti hemangioma, meningioma, atau lipoma sangat jarang terjadi.6
Presentasi klinis dapat berupa massa leher, massa orofaringeal, disfungsi tuba eustachius
unilateral, disfagia, sesak napas, apnea tidur obstruktif, defisit nervus cranialis, sindrom horner
(ptosis, miosis, anhidrosis), nyeri, trismus dan gejala kelebihan katekolamin.5

2.7 DIAGNOSIS
A. ANAMNESIS

PAGE \* MERGEFORMAT i
Pasien dengan tumor ruang parafaringeal (PPS) paling sering datang dengan massa
leher atau orofaring yang tidak menimbulkan gejala yang dapat dideteksi dengan
pemeriksaan fisik, karena hanya batas inferior dan medial PPS yang dapat dideteksi.5
B. PEMERIKSAAN FISIK
Gejala paling umum kedua adalah benjolan di tenggorokan. Pada seri kami, rata-rata
ukuran tumor PPS pada saat diagnosis adalah 4,42 cm dan tumor terbesar adalah 7,5 cm.
Sebagian besar pasien pada awalnya tidak menunjukkan gejala dan tumor tidak ditemukan
hingga ukurannya cukup besar untuk diraba atau dideteksi.1
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Karena sulitnya mendeteksi tumor PPS pada awalnya, studi pencitraan sangat penting untuk
diagnosis. CT dan MRI adalah alat yang berguna untuk menyelidiki antarmuka tumor dan
inang, keterlibatan struktur neurovaskular utama, jaringan kelenjar, dan hubungan dengan
kerangka kraniofasial, termasuk dasar tengkorak. MRI memberikan resolusi yang lebih baik
untuk mengidentifikasi struktur neurovaskular daripada CT.1
Selain gambaran klinis, keganasan PPS dapat dicurigai pada MRI berdasarkan karakteristik
radiologis berikut: invasi jaringan di sekitarnya, destruksi tulang atau hiposignal sumsum
tulang pada urutan T1-weighted, margin tumor yang tidak teratur, dan adanya limfadenopati.3
MRI sebenarnya adalah teknik pencitraan pilihan untuk tumor PPS. Akurat pada 95% kasus,
memungkinkan deliniasi semua massa PPS dan menentukan hubungannya dengan jaringan di
sekitarnya. Anatomi normal dan hubungan antar tumor-lemak paling baik dipelajari pada
urutan T1- weighted, sedangkan margin tumor dan antarmuka tumor-otot pada urutan T2-
weighted.3

Gambar 1: MRI wajah pada bagian aksial weighted T1, T2, dan T1 yang disuntikkan (dari kiri
ke kanan): tumor prestyloid parapharyngeal yang tidak berhubungan dengan lobus dalam
parotis dengan hipersensitivitas T2 yang heterogen dan peningkatan setelah penyuntikan
gadolinium.3
PAGE \* MERGEFORMAT i
2.8 DIAGNOSIS BANDING
A. Abeses leher, Abses leher dalam adalah terkumpulnya nanah (pus) di ruang potensial
diantara fasia leher dalam. Kuman penyebab abses leher dalam biasanya terdiri dari
campuran kuman aerob, anaerob dan fakultatif anaerob. Tumpukan pus ini terjadi sebagai
akibat perluasan dari berbagai keradangan misalnya infeksi gigi, faring, tonsil, sinus
paranasal dan telinga atau akibat trauma. Gejala dan tanda klinik berupa nyeri dan
pembengkakan di ruang leher dalam yang terkena. Secara anatomi ruang potensial leher
dalam merupakan daerah yang sangat kompleks.7
B. Karsinoma nasofaring, Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan
leher yang terbanyak ditemukan di lndonesia. Menurut data 60 % kasus tumor ganas kepala
dan leher merupakan karsinoma nasofaring, kemudian disusul oleh tumor ganas hidung-
dan sinus paranasal (18 %), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring
dalam presentase rendah. Berdasarkan data Laboratorium Patologi Anatomik Kasus tumor
ganas nasofaring sendiri berada dalam kedudukan lima besar dari tumor ganas tubuh
manusia bersama tumor ganas serviks uterus, tumor payudara, tumor kelenjar getah bening
dan tumor pada kulit. Karsinoma nasofaring (KNF) memiliki pola insidensi geografis yang
berbeda. Hal ini paling umum di Cina Selatan, di mana kejadian tahunan sekitar 30 kasus
per 100.000 orang, berbeda dengan kurang dari 1 kasus per 100.000 orang di AS dan
Eropa. Karsinoma nasofaring (KNF) dikaitkan dengan beberapa faktor risiko, termasuk
infeksi virus Epstein-Barr (EBV), predisposisi genetik, dan faktor lingkungan.8

2.9 TATALAKSANA
Radioterapi dan kemoterapi tersedia; namun, reseksi bedah masih merupakan pengobatan
utama untuk tumor PPS berdasarkan pertimbangan kondisi umum pasien dan jenis tumor.4
Mengenai tumor vaskular (paraganglioma vagal, tumor badan karotis, dll.), angiografi pra
operasi biasanya direkomendasikan. Pembedahan tetap menjadi pilihan terapi pertama dan
utama untuk tumor PPS. Pembedahan ini ditujukan untuk eksisi tumor secara menyeluruh
dengan morbiditas yang minimal.3
A. PEMBEDAHAN
1. Indikasi
Eksisi bedah lengkap adalah pengobatan dan direkomendasikan untuk tujuan
diagnostik dan terapeutik. Pilihan pendekatan bedah ditentukan oleh ukuran tumor,
PAGE \* MERGEFORMAT i
lokasinya, hubungannya dengan pembuluh darah besar, dan kecurigaan adanya keganasan
(lihat Terapi bedah). Namun, jika pembedahan merupakan kontraindikasi, alternatif terapi
bedah terdiri dari observasi atau terapi radiasi.5
2. Kontraindikasi
Pembedahan mungkin merupakan kontraindikasi dan manajemen nonoperatif lesi
ruang parafaringeal (PPS) dipertimbangkan untuk pasien yang merupakan kandidat
pembedahan yang buruk karena penyakit penyerta; pasien yang berusia lanjut; pasien yang
mengalami kegagalan oklusi balon; pasien yang memiliki lesi yang tidak dapat dioperasi;
dan pasien yang memiliki tumor jinak yang tumbuh lambat yang akan berisiko
mengorbankan beberapa saraf kranial jika direseksi. Risiko dan manfaat pembedahan harus
dipertimbangkan dalam setiap kasus.5
2.10 KOMPLIKASI
Selain komplikasi pasca operasi, cedera pada saraf lingual dan hipoglosus dapat terjadi.
Peringatkan pasien sebelum operasi bahwa cedera pada salah satu atau semua cabang saraf
wajah dapat terjadi akibat reseksi saraf atau cedera traksi dan juga bahwa cabang ramus
mandibularis berisiko selama pendekatan servikal. Transeksi intraoperatif pada saraf wajah
paling baik ditangani dengan melakukan pencangkokan saraf pada saat pembedahan.
Pelindung mata (seperti yang disebutkan di atas) diperlukan pada periode pasca operasi;
pemasangan pemberat emas dapat dilakukan pada saat operasi atau pasca operasi. Prosedur
penghidupan kembali wajah mungkin diperlukan untuk cedera saraf wajah yang tidak dapat
dikenali dan tidak sembuh.5

PAGE \* MERGEFORMAT i
BAB III
KESIMPULAN

Tumor parafaring adalah salah satu tumor kepala dan leher yang sulit didiagnosis karena
gejalanya tidak jelas. Tumor primer pada tumor ruang parapharyngeal mencapai 0,5-1% dari tumor
kepala dan leher, yang sebagian besar bersifat jinak (80%). Tumor dapat timbul terutama di ruang
parapharyngeal, menyerang melalui kontinuitas (misalnya, tumor kelenjar parotis, nasofaring,
orofaring, atau fosa infratemporal), atau terjadi sebagai metastasis jauh (misalnya, kanker kelenjar
tiroid, bagian kepala dan leher lainnya, atau ginjal). CT dan MRI adalah alat yang berguna untuk
menyelidiki antarmuka tumor dan inang, keterlibatan struktur neurovaskular utama, jaringan
kelenjar, dan hubungan dengan kerangka kraniofasial, termasuk dasar tengkorak. Pembedahan
tetap menjadi pilihan terapi pertama dan utama untuk tumor PPS. Pembedahan ini ditujukan untuk
eksisi tumor secara menyeluruh dengan morbiditas yang minimal

PAGE \* MERGEFORMAT i
DAFTAR PUSTAKA

1. Lien K, Young C, Chin S, Liao C, Huang S. (2019). Parapharyngeal space tumors: a serial
case study. Journal of International Medical Research.
2. Widowati H, Rinata E. (2020). Buku Ajar Anatomi. UMSIDA.
3. Jbali S, Khaldi A, Touati S, Gritli S. 2021. Case Report : Surgical Approaches to
Parapharyngeal Space Tumors: An Example and Review of the Literature. Hindawi Case
Report in Surgery.
4. Jiang C, Wang W, Chen S, Liu Y. (2023). Management of Parapharyngeal Space Tumors:
Clinical Experience with a Large Sample and Review of the Literature. Current Oncology.
5. Goyal N. (2023). Parapharyngeal Space Tumors. Medscape.
6. Bulut OC, Riger R. Alwagdani A et all. (2021). Primary neoplasms of the parapharyngeal
space: diagnostic and therapeutic pearls and pitfalls. European Archives of Oto-Rhino-
Laryngology.
7. Arianti D, Romdhoni A. (2019). Pola Kuman, Hasil Uji Sensitifitas Antibiotik dan Komplikasi
Abses Leher dalam di RSUD DR. Soetomo. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma.
8. Yusuf M, Rintjap J, Sujuthi A, Wartati S, Syamsu R. (2023). Karakteristik Pasien Karsinoma
Nasofaring Di RS. Pelamonia Makassar Tahun 2020-2022. Fakumi Medical Journal: Jurnal
Mahasiswa Kedokteran.

PAGE \* MERGEFORMAT i

Anda mungkin juga menyukai