Anda di halaman 1dari 25

BAGIAN RADIOLOGI REFARAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN November 2023


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

HIPERPLASIA ENDOMETRIUM

Oleh:
Husnul Hatima
105501111422

Pembimbing:
dr. Hj. Desliantry, Sp. Rad

(Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik bagian Radiologi)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menerangkan, bahwa:

Nama : Husnul Hatima

NIM : 105501111422
Universitas : Muhammadiyah Makassar

Judul Referat : Hiperplasia Endometrium

Telah menyelesaikan refarat dalam rangka Kepaniteraan Klinik di Bagian

Radiologi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Makassar.

Makassar, November 2023

Pembimbing,

dr. Hj. Desliantry, Sp. Rad

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Puji syukur ataskehadirat Allah SWT karena atas rahmat, hidayah,
Kesehatan dan kesempatan-Nya sehingga refarat dengan judul “Hiperplasia
Endometrium” dapat terselesaikan. Shalawat serta salam senantiasa tercurah
kepada Rasulullah SAW, sang pembelajar sejati yang memberikan pedoman
hidup yang sesungguhnya
Pada kesembatan ini, secara khusus penulis mengucapkan terima kasih
kepada dosen pembimbing, dr. Hj. Desliantry, Sp. Rad yang telah memberikan
arahan dan nasehat yang sangat berharga dalam penyusunan sampai dengan
selesainya refarat ini, baik dari isi maupun penulisannya. Kritik dan saran dari
semua pihak senantiasas penulis harapkan demi penyempurnaan referat ini.
Demikian, semoga refarat ini bermanfaat bagi pembaca secara umum
dan penulis secara khususnya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Makassar, November 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................................1

KATA PENGANTAR......................................................................................................2

DAFTAR ISI....................................................................................................................3

BAB I................................................................................................................................4

PENDAHULUAN............................................................................................................4

BAB II...............................................................................................................................6

TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................6

A. Anatomi Uterus......................................................................................................6

B. Hiperplasia Endometrium.......................................................................................8

1. Definisi..........................................................................................................................8

2. Epidemiologi.................................................................................................................9

3. Etiopatogenesis...........................................................................................................10

4. Manifestasi Klinis.......................................................................................................11

5. Faktor Risiko ................................................................................................................11

6. Klasifikasi.....................................................................................................................12

7. Diagnosis.......................................................................................................................13

8. Gambaran Radiologi.....................................................................................................13

9. Tatalaksana ...................................................................................................................18

10. Prognosis.......................................................................................................................19

11. Pencegahan ..................................................................................................................20


BAB III...........................................................................................................................20

KESIMPULAN..............................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................23

3
BAB I

PENDAHULUAN

Hyperplasia Endometrium adalah suatu kondisi di mana terjadi

penebalan/pertumbuhan berlebihan dari lapisan dinding dalam rahim

(endometrium), yang biasanya mengelupas pada saat menstruasi. Kondisi ini

merupakan proses yang jinak (benign), tetapi pada beberapa kasus (hiperplasia

tipe atipik) dapat menjadi kanker Rahim (Wolfe et al., 2017)1.

Hiperplasia endometrium dikenal sebagai lesi pra-kanker dari karsinoma

endometrium tipe I (estrogen-dependent disease) yang ditandai secara klinis

dengan adanya perdarahan uterus yang abnormal. Berkembangnya hiperplasia

endometrium yang tidak mendapatkan terapi menjadi suatu karsinoma

endometrium tergantung pada adanya gambaran atipia dan tingkat kompleksitas

kelenjar yang terbagi menjadi simpleks dan kompleks. Hiperplasia simpleks

yaitu dengan terdapatnya peningkatan rasio kelenjar terhadap stroma dengan

stroma yang relatif banyak dan hiperplasia kompleks dengan kelenjar tersusun

padat dengan stroma yang sedikit (rasio kelenjar : stroma > 2 : 1). Insidensinya

untuk menjadi karsinoma endometrium adalah sebagai berikut hiperplasia

simpleks (1%), kompleks (10%), simpleks dengan atipia (30%), dan kompleks

dengan atipia (44%). Menurut penelitian Kurman menunjukkan bahwa kurang

dari 10% hiperplasia non-atipik berlanjut menjadi karsinoma dengan durasi

hampir 10 tahun (Hammond & Johnson, 2001). Hubungan patogenesis

berkembangnya hiperplasia endometrium menjadi suatu karsinoma endometrium

dipengaruhi oleh aktivitas paparan estrogen yang mengakibatkan proliferasi

4
yang tidak terkontrol. Aktivitas proliferasi tersebut seharusnya dikendalikan oleh

mekanisme apoptosis (kematian sel yang terprogram) yang mempunyai peranan

dalam proses karsinogenesis. Proses tersebut tidak hanya dijelaskan secara

sederhana dengan adanya peningkatan stimulasi pertumbuhan sel tetapi juga

disebabkan oleh hilangnya faktor supresi dan pengendali proliferasi sel serta

perubahan pada proses apoptosis yang sampai saat ini masih belum jelas. Hal

tersebut ditunjukkan dari penelitian Kurman dkk, dengan selain didapatkan

progresi juga terdapat regresi dari hiperplasia non-atipik simpleks sebanyak 80%

dan kompleks sebesar 79%. (Kaku & Tsukamoto, 1996)2

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Uterus

Uterus Rahim atau Uterus merupakan suatu organ muskular berbentuk buah
pir, organ yang tebal dan berotot terletak dirongga pelvis, diantara vesica
urinaria dan rektum. Uterus terletak menggantung di dalam pelvis dengan
jaringan ikat dan ligament. Panjang uterus ± 7,5 cm, lebar ± 5 cm, tebal 2,5 cm
dan berat 50 g. ukuran uterus berbeda tergantung usia dan riwayat kehamilan
dan persalinan yang telah dilalui. Pada anak-anak panjang uterus 2-3 cm, pada
wanita yang belum pernah melahirkan ukuran uterus 6-8 cm dan pada wanita
yang pernah melahirkan lebih dari tiga kali ukurannya mencapai 8-9.

Gambar 2.1 : Anatomi Uteri3

Berikut tiga bagian utama dari uterus:

1). Fundus uteri (dasar rahim), yaitu bagian uterus yang terletak diantara
kedua pangkal tuba falopii.

6
2). Korpus Uteri, yaitu bagian uterus yang paling besar saat kehamilan,
berfungsi sebagai tempat janin berkembang. Rongga dalam korpus uteri
disebut kavum uteri (rongga rahim).

3). Serviks uteri, yaitu bagian ujung serviks yang menuju puncak vagina
disebut porsio. Hubungan antara kavum uteri dan kanalis servikalis disebut
ostium uteri internum. Rongga serviks bersambung dengan rongga badan
uterus dan bersambung dengan rongga badan vagina.

Uterus memiliki dinding yang terdiri atas tiga bagian sebagai berikut:

1) Endometrium

Endometrium merupakan lapisan uterus yang paling dalam. Fungsi


endometrium dalam sistem reproduksi wanita adalah menyiapkan dan
ikut bekerja dalam proses implantasi hasil konsepsi serta ikut
membentuk plasenta dari pihak induk. Endometrium merupakan tempat
implantasi hasil konsepsi. didalam lapisan endometrium terdapat
pembuluh darah yang berguna untuk menyalurkan zat makanan ke
lapisan ini. Saat berimplantasi, hasil konsepsi akan terhubung dengan
badan induk melalui plasenta yang terhubung dengan tali pusat.
Endometrium merupakan lapisan mukosa yang melapisi rongga uterus.
Endometrium berupa membran tipis, berwarna merah muda, menyerupai
beludru, yang bila diamati dari dekat terlihat banyak sekali lubang-
lubang kecil; yaitu ostia kelenjar-kelenjar uterus. Akibat adanya
perubahan siklus berulang yang terjadi selama masa reproduksi,
ketebalan endometrium sangat bervariasi, yaitu 0,5– 5 mm4.

2) Miometrium

Merupakan lapisan otot polos yang tersusun atas otot polos


memanjang (longitudinal) dibagian luar dan otot polos melingkar
(sirkular) pada bagian dalamnya yang mendukung rongga rahim dapat
membesar sesuai perkembangan janin serta mampu menghasilkan
gerakan mendorong saat melahirkan.

7
3) Perimetrium

Perimetrium viseral merupakan lapisan serosa yang terdiri atas


ligamentum yang menguatkan uterus yaitu :

a) Ligamentum cardinal kiri dan kanan

b) Ligamentum sakro uterinum kiri dan kanan

c) Ligamentum roturdum kiri dan kanan

d) Ligamentum latum kiri dan kanan

e) Ligamentum infundibulo pelvikum5

B. Hyperplasia Endometrium

1. Definisi

Hiperplasia endometrium adalah gangguan proliferasi kelenjar

endometrium yang terjadi akibat stimulasi hormon estrogen yang berlebihan

tanpa diimbangi oleh efek hormon progesteron atau hormon progesteron

terlalu rendah. Kondisi ini dapat menyebabkan endometrium menebal secara

tidak normal. Penebalan endometrium akibat gangguan ini disebut

hiperplasia endometrium (HE). Ketidakseimbangan hormonal dapat dilihat

pada beberapa kondisi dimana penyebab kelebihan estrogen adalah

endogenik atau eksogenik. Pertumbuhan endometrium yang tidak teratur

menghasilkan perbandingan kelenjar-stroma yang abnormal dan muncul

dalam rangkaian spektrum perubahan endometrium6.

Hyperplasia endometrium juga didefenisikan sebagai lesi praganas

yang disebabkan oleh stimulasi estrogen yang tanpa lawan. Hal ini biasanya

terjadi sekitar atau setelah menopause dan terkait dengan perdarahan uterus

8
berlebihan dan ireguler. Menurut referensi lain, hiperplasia endometrium

adalah suatu masalah dimana terjadi penebalan/pertumbuhan berlebihan dari

lapisan dinding dalam rahim (endometrium), yang biasanya mengelupas

pada saat menstruasi.

Hiperplasia endometrium mewakili rangkaian kesatuan histopatologi

yang sulit dibedakan dengan karakteristik standar. Lesi ini berkisar antara

endometrium anovulasi sampai pre kanker monoklonal (John O. Schorge,

2008)2.

2. Epidemiologi

Epidemiologi hiperplasia endometrium sekitar 10% dari seluruh wanita

premenopause dengan perdarahan uterus abnormal. Di dunia, insidens hiperplasia

endometrium mencapai 133 per 100.000 wanita tiap tahunnya. Insidens hiperplasia

endometrium adalah sekitar 133 per 100.000 wanita per tahun di Amerika Serikat.

Hiperplasia endometrium tipe simpleks (142/100.000 wanita) lebih banyak

ditemukan daripada tipe kompleks (213/100.000 wanita) dan atipik (56/100.000

wanita). Diperkirakan, insiden hiperplasia endometrium 3 kali lipat dari jumlah

kasus kanker endometrium.

Umumnya, hiperplasia endometrium dapat ditemukan pada wanita dengan


usia >30 tahun, terutama pada usia 50‒54 tahun. Insidens hiperplasia atipik lebih
sering ditemukan pada wanita usia 60‒64 tahun. Risiko hiperplasia
endometrium akan menurun pada wanita pasca menopause7.
Studi mengenai epidemiologi di Indonesia masih sangat terbatas.
Namun, hiperplasia dan kanker endometrium dapat ditemukan pada
kasus perdarahan uterus abnormal Umumnya, hiperplasia endometrium tidak
menyebabkan kematian pasien. Namun, sekitar 8‒29% hiperplasia

9
endometrium atipik memiliki potensi untuk progresi menjadi kanker
endometrium, yang memiliki tingkat kematian hingga 15,9%8.

3. Etiopatogenesis
Hormon estrogen dan progesteron mengatur perubahan endometrium
dimana estrogen merangsang pertumbuhannya dan progesterone
mempertahankannya. Sekitar pertengahan siklus haid, terjadi ovulasi
(lepasnya sel telur dari indung telur). Jika sel telur ini tidak dibuahi (oleh
sperma), maka kadar hormon (progesteron) akan menurun sehingga
timbullah haid atau menstruasi. Hyperplasia endometrium disebabkan oleh
ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron, yang dihasilkan oleh
ovarium. Perubahan level kedua hormon ini tiap bulannya yang mengatur
siklus menstruasi. Tetapi, bila efek estrogen berlebihan atau tubuh
memproduksi estrogen lebih banyak dari progesteron, maka sel-sel
endometrium akan terstimulasi untuk bertumbuh dengan sangat cepat9.
Ketika terjadi ketidakseimbangan, yang diakibatkan oleh
hiperestrinisme atau adanya stimulasi unstoped estrogen (estrogen tanpa
pendamping progesteron / estrogen tanpa hambatan), kadar estrogen yang
tinggi ini menghambat produksi Gonadotrpin (feedback mechanism).
Akibatnya rangsangan terhadap pertumbuhan folikel berkurang, kemudian
terjadi regresi dan diikuti perdarahan.
Pada wanita perimenopause sering terjadi siklus yang anovulatoar
sehingga terjadi penurunan produksi progesteron oleh korpus luteum
sehingga estrogen tidak diimbangi oleh progesteron. Akibat dari keadaan ini
adalah terjadinya stimulasi hormon estrogen terhadap kelenjar maupun
stroma endometrium tanpa ada hambatan dari progesteron yang
menyebabkan proliferasi berlebih dan terjadinya hiperplasia pada
endometrium.
Juga terjadi pada wanita usia menopause dimana sering kali
mendapatkan terapi hormon penganti yaitu progesteron dan estrogen,
maupun estrogen saja. Estrogen tanpa pendamping progesterone (unoppesd

10
estrogen) akan menyebabkan penebalan endometrium. Peningkatan estrogen
juga dipicu oleh adanya kista ovarium serta pada wanita dengan berat badan
berlebih10.

4. Manifestasi Klinis

Beberapa gejala yang bisa mengindikasikan adanya hiperplasia


endometrium yakni :

Siklus menstruasi tidak teratur, tidak haid dalam jangka waktu lama
(amenorrhoe) ataupun menstruasi terus-menerus dan banyak (metrorrhagia).
Selain itu, akan sering mengalami flek bahkan muncul gangguan sakit kepala,
mudah lelah dan sebagainya. Dampak berkelanjutan dari penyakit ini, adalah
penderita bisa mengalami kesulitan hamil dan terserang anemia berat.
Hubungan suami-istri pun terganggu karena biasanya terjadi perdarahan yang
cukup parah10.

5. Faktor Risiko

Hiperplasia endometrium adalah prekursor kanker, semua faktor risiko


kanker endometrium dapat dikaitkan dengan hiperplasia endometrium. Wanita
pascamenopause, nulipara, dan infertilitas berada pada risiko yang lebih besar
untuk berkembang menjadi hiperplasia endometrium. Diabetes, hipertensi, dan
obesitas juga berhubungan dengan peningkatan risiko hiperplasia
endometrium. Selain peningkatan kadar estrogen, obesitas menyebabkan
peradangan kronis yang dapat memicu hiperplasia dan perkembangan kanker.
Jika dibandingkan dengan yang tidak obesitas, wanita obesitas (indeks massa
tubuh BMI >30 kg/m2) menunjukkan peningkatan hampir 4 kali lipat dalam
kejadian hiperplasia endometrium atipikal. Selanjutnya, wanita dengan BMI
40 kg/m2 menunjukkan peningkatan risiko hiperplasia endometrium 13 kali
lipat dengan atypia dan peningkatan risiko hiperplasia endometrium 23 kali
lipat tanpa atypia.

11
Wanita pascamenopause yang mengonsumsi suplemen estrogen telah lama
diketahui memiliki peningkatan risiko hiperplasia endometrium jika progestin
tidak digunakan untuk melawan aktivitas estrogen. Risiko terjadi hiperplasia
endometrium juga meningkat dengan meningkatnya dosis dan lama
pengobatan estrogen. Beberapa kondisi yang terkait dengan
ketidakseimbangan hormon steroid menyebabkan peningkatan risiko
hiperplasia endometrium dan kanker endometrium. Anovulasi kronis,
menarchiperplasia endometrium dini, menopause terlambat, sindrom ovarium
polikistik (PCOS), kanker kolon non-poliposis herediter (sindrom Lynch)
mungkin memiliki hiperplasia endometrium atipikal kompleks pada usia lebih
dini dan perubahan kadar estrogen yang mempengaruhi ekspresi gen perbaikan
DNA. Tumor yang mensekresi androgen dari korteks adrenal dapat
menginduksi konversi androgen perifer menjadi estrogen dan merupakan
penyebab hiperplasia endometrium yang jarang dilaporkan11.

6. Klasifikasi

Risiko keganasan berkorelasi dengan keparahan hyperplasia, sehingga


diklasifikasikan sebagai berikut :

- Hyperplasia sederhana (hyperplasia ringan). Dicirikan dengan


peningkatan jumlah kelenjar proliferative tanpa atipia sitologik. Kelenjar
tersebut, meskipun berdesakan dipisahkan oleh stroma selular padat dan
memiliki berbagai ukuran. Pada beberapa kasus, pembesaran kelenjar
secara kistik mendominasi (hyperplasia kistik). Risiko karsinoma
endometrium sangat rendah.
- Hyperplasia kompleks tanpa atipia (hyperplasia sedang/hyperplasia
adenomatosa). Menunjukkan peningkatan jumlah kelenjar dengan posisi
berdesakan. Epitel pelapis berlapis dan memperlihatkan banyak
gambaran mitotic. Sel-sel pelapis mempertahankan polaritas normal dan
tidak menunjukkan pleomorfisme atau atipia sitologik. Stroma selular
padat masih terdapat di antara kelenjar.

12
- Hyperplasia kompleks dengan atipia (hyperplasia berat/hyperplasia
adenomatosa atipikal). Dicirikan dengan berdesakannya kelenjar dengan
kelenajr yang saling membelakangi dan nyatanya atipia sitologik yang
ditandai dengan pleomorfisme, hiperkromatisme dan pola kromatin inti
abnormal. Hyperplasia kompleks dengan Hiperplasia Endometrium
atipia menyatu dengan adenokarsinoma in situ pada endometrium dan
menimbulkan risiko karsinoma endometrium yang tinggi12.

7. Diagnosis

Selain anamnesis, pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk


menegakkan diagnosis Hiperplasia endometrium. Pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan adalah dengan cara USG, kuretase, melakukan
pemeriksaan Hysteroscopy dan dilakukan juga pengambilan sampel untuk
pemeriksaan PA. Secara mikroskopis sering disebut Swiss cheese patterns12.

8. Gambaran Radiologi
a. Ultrasonografi
USG adalah tes pencitraan lini pertama untuk mengevaluasi endometrium.
Endometrium normal terdiri dari 2 lapisan dan ketebalan gabungan dari 2
lapisan tersebut bergantung pada posisi wanita dalam siklus menstruasinya.

- Gambaran Endometrium Normal :


Segera setelah menstruasi, endometrium berupa garis ekogenik tipis
berukuran 1-4 mm. Pada paruh pertama siklus menstruasi, endometrium
berada dalam fase proliferasi dan berukuran 4-8 mm. Pada saat ovulasi, lapisan
fungsional sentral endometrium relatif hipoekoik, memberikan gambaran
trilaminar dengan 3 garis ekogenik yang dibentuk oleh 2 lapisan basal
endometrium hiperekoik dan kolaps.

13
Gambar 2.2 : Seorang wanita pramenopause berusia 39 tahun dengan
endometrium normal segera setelah menstruasi. USG sagital transvaginal
menunjukkan endometrium sebagai garis ekogenik tipis berukuran 3 mm
(normal 1-4 mm; kaliper)13.

Pada paruh kedua siklus menstruasi setelah ovulasi, endometrium berada


dalam fase sekretorik dan bersifat ekogenik seragam berukuran hingga 14 mm
karena sel-sel yang kaya akan glikogen dan lendir.

Gambar 2.3 Seorang wanita berusia 19 tahun dengan endometrium


normal dalam fase periovulasi. USG sagital transvaginal menunjukkan ukuran
endometrium 9 mm (kaliper; biasanya 4-8 mm pada paruh pertama siklus

14
menstruasi). Ada penampakan trilaminar. Lapisan fungsional sentral
endometrium relatif hipoekoik13.

Menopause didefinisikan sebagai tidak adanya menstruasi selama lebih


dari 12 bulan dan biasanya terjadi pada wanita berusia di atas 50 tahun.
Endometrium normal pada wanita pascamenopause berukuran kurang dari 5
mm.

Gambar 2.4 Seorang wanita pramenopause berusia 39 tahun dengan


endometrium normal pada fase sekretorik. USG sagital transvaginal menunjukkan
ukuran endometrium 15 mm (kaliper; biasanya hingga 14 mm). Endometrium
bersifat ekogenik karena adanya lendir dan glikogen di dalam sel endometrium 13.

- Gambaran Abnormal
Pada wanita pascamenopause tanpa gejala tanpa perdarahan
vagina, endometrium menjadi abnormal jika berukuran 9 mm atau lebih,
dan hal ini memerlukan biopsi endometrium.

15
Gambar 2.5 Seorang wanita 66 tahun dengan pendarahan
pascamenopause. USG sagital transvaginal menunjukkan penebalan
endometrium heterogen berukuran 6 mm (kapiler; abnormal 5 mm atau lebih).
Ada aliran warna lembut (tidak ditampilkan). Biopsi endometrium menunjukkan
polip jinak13.

Gambar 2.6 Seorang wanita berusia 22 tahun yang menjalani 6 hari


pascadilatasi dan kuretase pada usia kehamilan 8 minggu. Dia datang dengan
nyeri panggul dan keputihan dengan serum beta human chorionic gonadotropin
positif. USG transvaginal menunjukkan sisa hasil konsepsi dengan penebalan
rongga endometrium dengan massa heterogen dengan aliran warna (tanda

16
bintang). Endometrium berukuran 18 mm. Pasien dirawat dengan dilatasi dan
kuretase berulang serta pemberian antibiotic13.

b. Magnetic Resonance Imaging


Dalam beberapa kasus, endometrium tidak dapat dievaluasi dengan USG
yang mungkin disebabkan oleh fibroid, posisi rahim, atau kanker endometrium.
Maka dapat dilakukan pemeriksaan MRI.

Gambar 2.7 : Seorang wanita 57 tahun dengan perdarahan


pascamenopause. (A) USG sagital transvaginal menunjukkan pembesaran rahim
akibat beberapa fibroid. Endometrium tidak dapat dievaluasi. (B) Pencitraan
resonansi magnetik (MRI) T2 sagital menunjukkan penebalan endometrium
dengan area heterogen dengan intensitas sinyal T2 rendah (tanda bintang; panah
putih) yang menunjukkan jaringan endometrium abnormal13.

Kondisi endometrium umum terjadi pada wanita dari semua kelompok


umur dan ahli radiologi memainkan peran penting dalam pemeriksaan
diagnostik pada pasien ini. Pada wanita dengan perdarahan vagina abnormal,
USG adalah modalitas pencitraan lini pertama dan menentukan kapan seorang
wanita memerlukan biopsi endometrium untuk membedakan kondisi jinak dari
ganas atau pramaligna. Jika endometrium tidak dievaluasi dengan baik dengan
USG, maka dilakukan histerosonografi atau MRI.

17
9. Tatalaksana

Prinsip dari manajemen hiperplasia endometrium adalah untuk mencegah


perkembangan keganasan endometrial, menyingkirkan keganasan endometrial
yang ada dan rencana terapi yang cocok untuk kebutuhan pasien. Belum ada
terapi yang pasti untuk hiperplasia endometrium, panduan yang
direkomendasikan adalah terapi hormonal progestin, Gonadotropin-Releasing
Hormone (GnRH)analog atau kombinasinya dan pembedahan. Kriteria
pemilihan terapi didasarkan pada usia pasien, status fertilitas dan adanya atipia-
sitologi. Hiperplasia endometrium tanpa atipia berespon baik terhadap progestin.
Pada perempuan yang tidak mentolerir dilakukan pembedahan akibat kondisi
medis yang ada, maka terapi hormonal menjadi pilihan. Namun, hiperplasia
endometrium atipikal atau hiperplasia endometrium tanpa atipia yang memiliki
gejala diterapi dengan histerektomi18. Pada perempuan yang masih ingin hamil,
terapi hiperplasia endometrium masih menggunakan terapi konservatif terlepas
apakah hiperplasia bersifat atipia atau tanpa atypia11.

Berikut bebera pilihan terapi yang dapat digunakan, antara lain:

- Tindakan kuratase, selain untuk menegakkan diagnosa sekaligus sebagai


terapi untuk menghentikan perdarahan.
- Terapi progesterone, untuk menyeimbangkan kadar hormon di dalam
tubuh. Namun perlu diketahui kemungkinan efek samping yang bisa
terjadi, di antaranya mual, muntah, pusing, dan sebagainya. Rata-rata
dengan pengobatan hormonal sekitar 3-4 bulan, gangguan penebalan
dinding rahim sudah bisa diatasi. Terapi progestin sangat efektif dalam
mengobati hiperplasia endometrial tanpa atipi, akan tetapi kurang efektif
untuk hiperplasia dengan atipi. Terapi cyclical progestin
(medroxyprogesterone asetat 10- 20 mg/hari untuk 14 hari setiap bulan)
atau terapi continuous progestin (megestrol asetat 20-40 mg/hari)
merupakan terapi yang efektif untuk pasien dengan hiperplasia
endometrial tanpa atipi. Terapi continuous progestin dengan megestrol
asetat (40 mg/hari) kemungkinan merupakan terapi yang paling dapat
diandalkan untuk pasien dengan hiperplasia atipikal atau kompleks.

18
Terapi dilanjutkan selama 2-3 bulan dan dilakukan biopsi endometrial 3-
4 minggu setelah terapi selesai untuk mengevaluasi respon pengobatan.
- Jika pengobatan hormonal yang dijalani tak juga menghasilkan
perbaikan, biasanya akan diganti dengan obat-obatan lain. Tanda
kesembuhan penyakit hiperplasia endometrium yaitu siklus haid kembali
normal. Jika sudah dinyatakan sembuh, ibu sudah bisa mempersiapkan
diri untuk kembali menjalani kehamilan. Namun alangkah baiknya jika
terlebih dahulu memeriksakan diri pada dokter. Terutama pemeriksaan
bagaimana fungsi endometrium, apakah salurannya baik, apakah
memiliki sel telur dan sebagainya.
- Khusus bagi penderita hiperplasia kategori atipik, jika memang
terdeteksi ada kanker, maka jalan satu-satunya adalah menjalani operasi
pengangkatan rahim. Penyakit hiperplasia endometrium cukup
merupakan momok bagi kaum perempuan dan kasus seperti ini cukup
dibilang kasus yang sering terjadi, maka dari itu akan lebih baik jika bisa
dilakukan pencegahan yang efektif12.

10. Prognosis

Progestogen menginduksi perubahan sekresi pada endometrium dan


mengimbangi efek stimulasi estrogen. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa terapi progestogen menyebabkan tingkat regresi yang tinggi pada
hiperplasia tanpa atypia (89% hingga 96%). Akan tetapi memiliki tingkat
kekambuhan yang lebih tinggi ketika terapi dihentikan dibandingkan dengan
lesi pada hiperplasia tanpa atipi. Penelitian terbaru menemukan bahwa pada
saat histerektomi 62,5% pasien dengan hiperplasia endometrium atipikal yang
tidak diterapi ternyata juga mengalami karsinoma endometrial pada saat yang
bersamaan. Sedangkan pasien dengan hiperplasia endometrial tanpa atipi yang
di histerektomi hanya 5% diantaranya yang juga memiliki karsinoma
endometrial. (Wildemeersch & Dhont)2.

19
11. Pencegahan

Langkah-langkah yang bisa disarankan untuk pencegahan, seperti :

- Melakukan pemeriksaan USG dan / atau pemeriksaan rahim secara rutin,


untuk deteksi dini ada kista yang bisa menyebabkan terjadinya penebalan
dinding rahim.
- Melakukan konsultasi ke dokter jika mengalami gangguan seputar
menstruasi apakah itu haid yang tak teratur, jumlah mestruasi yang
banyak ataupun tak kunjung haid dalam jangka waktu lama.
- Penggunaan etsrogen pada masa pasca menopause harus disertai dengan
pemberian progestin untuk mencegah karsinoma endometrium.
- Bila menstruasi tidak terjadi setiap bulan maka harus diberikan terapi
progesteron untuk mencegah pertumbuhan endometrium berlebihan.
Terapi terbaik adalah memberikan kontrasepsi oral kombinasi.
- Rubah gaya hidup untuk menurunkan berat badan12.

20
BAB III

KESIMPULAN

Hiperplasia Endometrium adalah suatu kondisi di mana lapisan dalam rahim


(endometrium) tumbuh secara berlebihan. Kondisi ini merupakan proses yang jinak
(benign), tetapi pada beberapa kasus (hiperplasia tipe atipik) dapat menjadi kanker
rahim. Endometrium merupakan lapisan paling dalam dari rahim.

Lapisan ini tumbuh dan menebal setiap bulannya dalam rangka mempersiapkan
diri terhadap terjadinya kehamilan, agar hasil konsepsi bisa tertanam. Jika tidak terjadi
kehamilan, maka lapisan ini akan keluar saat menstruasi. Risiko terjadinya hiperplasia
endometrium bisa tinggi pada: usia sekitar menopause, menstruasi yang tidak beraturan
atau tidak ada haid sama sekali, over-weight, diabetes, SOPK (PCOS), mengonsumsi
estrogen tanpa progesteron dalam mengatasi gejala menopause. Gejalanya yang biasa/
sering adalah perdarahan pervaginam yang tidak normal (bisa haid yang banyak dan
memanjang).

Selain anamnesis, butuh pemeriksaan penunjang untuuk dapat menegakkan


diagnosis hyperplasia endometrium, kondisi endometrium umum terjadi pada wanita dari
semua kelompok umur dan ahli radiologi memainkan peran penting dalam pemeriksaan
diagnostik pada pasien ini. Pada wanita dengan perdarahan vagina abnormal, USG adalah
modalitas pencitraan lini pertama dan menentukan kapan seorang wanita memerlukan biopsi
endometrium untuk membedakan kondisi jinak dari ganas atau pramaligna. Jika endometrium
tidak dievaluasi dengan baik dengan USG, maka dilakukan histerosonografi atau MRI.

Adapun untuk tatalaksananya dengan menggunakan prinsip pencegahan


perkembangan keganasan endometrial, menyingkirkan adanya keganasan endometrial
yang ada dan menawarkan rencana terapi yang paling cocok untuk kebutuhan pasien.
Terapi pada hiperplasia endometrium yaitu dengan hormonal progestin, danazol dan
GnRH agonis, sampai dengan pembedahan histerektomi.

Setelah mengkonsumsi progeteron dalam waktu tertentu, dilakukan evaluasi


kembali endometriumnya dengan cara di biopsi atau metode sampling lainnya. Jika
tidak ada perbaikan, dilakukan dapat diberikan obat lagi. Histerektomi atau

21
pengangkatan rahim dilakukan jika anak sudah cukup atau hiperplasia nya jenis atipik.
Namun jika masih ingin punya anak maka masih ada pilihan dilakukan terapi hormonal.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Crystallography XD. Hyperplasia Endometrium Terhadap Ny.S di Ruang

Kebidanan RSD Mayjend HM Ryacudu Kotabumi Lampung Utara. Published

online 2020:1-23.

2. Roby T, Sebastian A, Widhayu B, et al. Hiperplasia Endometrium. 2015;

(0815147).

3. Paulsen W. Anatomi sobotta “Atlas of Human Anatomy” Edisi XV. Published

online 2016:1-23.

4. Sahara F. Anatomi Fisiologi Endometrium. Published online 2010:99-119.

5. Amalia Yunia Rahmawati. Anatomi Uterus, Politeknik Kesehatan Semarang.

2020;(July):1-23.

6. Mahardisony R, Sarjani, Rajuddin. Penatalaksanaan hiperplasia atipikal pada

wanita dengan infertilitas 1Rajuddin,2 Sarjani, 3Regina Marhadisony 1,2 Bagian

Obstetri dan Ginekologi, Divisi Fertilitas Endokrinologi Reproduksi Fakultas

Kedokteran Universitas Syiah Kuala/Rumah Sakit Umum Daera.

2022;22(3):171-177. doi:10.24815/jks.v22i3.23206

7. Sobczuk K, Sobczuk A. New classification system of endometrial hyperplasia

WHO 2014 and its clinical implications. Prz Menopauzalny. 2017;16(3):107-111.

doi:10.5114/pm.2017.70589

8. Tendean GGE, Mewengkang M, Wantania JJE. Kejadian perdarahan uterus

abnormal di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado tahun 2015. e-CliniC.

2016;4(2):2-5. doi:10.35790/ecl.4.2.2016.14395

23
9. Syifa S Mukrima. classification hyperplasma endometrium. Conv Cent Di Kota

Tegal. Published online 2017:6-32.

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/10559/BAB II.pdf?

sequence=6&isAllowed=y

10. Laporan kasus Hiperplasia Endometrium. Published online 2011:1-24.

11. Rajuddin, Sarjani RM. Penatalaksanaan hiperplasia atipikal pada wanita dengan

infertilitas. Bagian Obstet dan Ginekol Div Fertil Endokrinol Reproduksi Fak

Kedokteran, Univ Syiah Kuala/Rumah Sakit Umum Drh dr Zainoel Abidin Banda

Aceh. 2022;22(03):171-177. doi:10.24815/jks.v22i3.23206

12. Amalia Yunia Rahmawati. Jenis Hiperplasia endometrium. 2020;(July):1-23.

13. Sadro CT. Imaging the Endometrium: A Pictorial Essay. Can Assoc Radiol J.

2016;67(3):254-262. doi:10.1016/j.carj.2015.09.012

24

Anda mungkin juga menyukai