Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

HIPERPLASIA ENDOMETRIUM

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Program Profesi Dokter


Stase Ilmu obstetric ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta

Disusun oleh :
Ikbar ardiansyah
J510 165 103

Pembimbing:
dr. Heryuristanto Sp.OG

KEPANITRAAN KLINIK ILMU OBSTETRI GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARANGANYAR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA
2017
LAPORAN KASUS
HIPERPLASIA ENDOMETRIUM

Diajukan untuk memenuhi persyaratan ujian dalam Pendidikan Program Profesi


Dokter Stase Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Disusun Oleh :

Ikbar ardiansyah
J 510 165 103

Telah Disetujui dan di sahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing
dr. Heryuristanto Sp.OG (....)

Disahkan Sek. Program Pendidikan Profesi FK UMS

dr. Dona Dewi Nirlawati (.)


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Wanita memiliki organ eksterna dan interna serta dilengkapi


dengan hormon-hormon reproduksi. Perkembangan zaman yang semakin
pesat, menjadikan wanita rentan sekali terhadap berbagai penyakit
terutama yang berhubungan dengan organ reproduksi contohnya seperti
Hiperplasia Endometrium (Cotran & Robbins, 2008).
Sebanyak 40.000 kasus terdiagnosa di Amerika pada tahun 2005.
Risiko terjadinya kelainan ini meningkat pada wanita dengan obesitas,
diabetes dan pengguanaan terapi pengganti hormon (Cotran & Robbins,
2008).
Hiperplasia endometium adalah pertumbuhan yang berlebih dari
kelenjar dan stroma disertai pembengkakan vaskularisasi dan infiltrasi
limfosit pada endometrium. Pertumbuhan ini dapat mengenai sebagian
atau seluruh lapisan endometrium. Angka kejadian hiperplasi
endometrium sangat bervariasi. Umumnya hiperplasia endometrium
dikaitkan dengan perdarahan uterus disfungsional yang seringkali terjadi
pada masa perimenopause, walaupun dapat terjadi pada masa reproduktif,
pasca menars ataupun pascamenopause (Chandrasoma & Tavor, 2006).
Hiperplasia endometrium merupakan prekusor terjadinya kanker
endometrium yang terkait dengan stimulasi estrogen yang tidak terlawan
(unopposed estrogen) pada endometrium uterus. Stimulasi estrogen yang
tidak terlawan dari siklus anovulatory dan penggunaan dari bahan eksogen
pada wanita postmenopause menunjukkan peningkatan kasus hiperplasi
endometrium dan karsinoma endometrium. Kelainan ini biasanya muncul
dengan perdarahan uterus abnormal. Risiko terjadinya progresif sangat
terkait dengan ada atau tidak adanya sel atipik (Chandrasoma & Tavor,
2006).
The American Cancer Society (ACS) memperkirakan ada 40.100
kasus baru dari kanker rahim yang didiagnosa pada tahun 2003, dimana
95% berasal dari endometrium. Sistem klasifikasi dari hiperplasia
endometrium telah dibuat berdasarkan kompleksitas dari kelenjar
endometrium dan sel-sel atipik pada pemeriksaaan sitologi. Hiperplasia
atipikal sangat terkait dengan progresifitas menjadi karsinoma
endometrium (Ara & Roohi2011).
Hiperplasia sederhana (simpel hyperplasia) lebih sering mengalami
regresi jika sumber estrogen endogen dihilangkan. Hiperplasia atipikal
lebih sering berkembang menjadi adenokarsinoma kecuali diitervasi
dengan terapi medis. Terapi dengan penggantian hormon sedang dalam
penelitian untuk menuntukan dosis dan tipe dari progestrin untuk melawan
efek stimulasi berlebihan estrogen pada endometrium. Hiperplasia
endometrium biasanya didiagnosa dengan dengan biopsy endometrium
atau kuretase endometrium setelah seorang wanita menemui dokter
kandungan dengan perdarahan uterus abnormal (Ara & Roohi2011).
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari Hiperplasia Endometrium?
2. Apakan penyebab dari Hiperplasia Endometrium?
3. Bagaimana terapi dari Hiperplasia Endometrium?
C. Tujuan
1. Diharapkan tulisan ini dapat memberikan manfaat untuk para
pembaca khusunya praktisi kesehatan mengenai hiperplasia
endometrium
2. Diharapkan dapat memberikan gambaran secara umum kepada
masyarakat luas, sehingga dapat mendeteksi dini serta mencegah
terjadinya hiperplasia endometrium.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Hiperplasia endometrium didefinisikan sebagai pertumbuhan yang
berlebih dari kelenjar dan stroma disertai pembentukan vaskularisasi dan
infiltrasi limfosit pada endometrium. Bersifat noninvasif yang memberikan
gambaran morfologi berupa bentuk kelenjar yang irreguler dengan ukuran
yang bervariasi. Pertumbuhan ini dapat mengenai sebagian atau seluruh
bagian endometrium (Munro et al., 2011).
B. Anatomi dan Fisiologi Endometrium
Uterus adalah organ muscular yang berbentuk seperti buah pir
yang terletak di dalam pelvis dan kandung kemih di anterior dan rectum di
posterior. Uterus biasanya terbagi menjadi korpus dan servik. Korpus
dilengkapi oleh endometrium dengan ketebalan bervariasu sesuai dengan
usia dan tahapan siklus menstruasi. Endomtrium terusun oleh kelenjar-
kelenjar endometrium dan sel-sl stroma mesenkim, yang keduanya sangat
sensitiv terhadap kerja hormon seks wanita. Hormon yang ada di tubuh
wanita yaitu estrogen dan progesteron mengatur perubahan endometrium,
dimana estrogen merangsang pertumbuhan dan progeseteron
mempertahankanya (Ganong, 2008).
Pada ostium uteri internum, endometrium bersambungan dengan
kanalis endoserviks, menjadi epitel skuamosa berlapis. Endometrium
adalah lapisan terdalam pada rahim dan tempat menempelnya ovum yang
telah dibuahi. Di dalam lapisan endometrium terdapat pembuluh darah
yang berguna untuk menyalurkan zat makanan ke lapisan ini. Saat ovum
yang telah dibuahi menempel di lapisan endometrium, maka ovum akan
terhubung dengan badan induk dengan plasenta yang berhubungan dengan
tali pusat pada bayi. Lapisan ini tumbuh dan menebal setiap bulanya dalam
rangka mempersiapkan diri terhadap terjadinya kehamilan agar hasil
konsepsi bisa tertanam. Pada satu fase dimana ovum tidak dibuahi oleh
sperma, maka korpus luteum akan berhenti memproduksi hormon
progesteron dan berubah menjadi korpus albikan yang menghasilkan
sedikit hormon diikuti meluruhnya lapisan endometrium yang telah
menebal, karena hormon estrogen dan progesteron telah berhenti
diproduksi (Guyton, 2008).
1. Siklus endometrium normal
a. Fase menstruasi (Deskuamasi)
Fase ini berlangsung 3-4 hari pada fase ini terjadi pelepasan
endometrium dari dinding uterus yakni sel-sel epitel dan stroma
yang mengalami disitegrasi otoliisis dengan membran basale yang
masih utuh disertai darah dari vena dan arteri yang mengalami
aglutinasi dan hemolisis serta sekret dari uterus, serviks dan
kelenjar-kelenjar vulva (Guyton, 2008).
b. Fase pasca haid (Regenerasi)
Fase ini berlangsung selama 4 hari. Terjadi regenerasi epitel
menggantikan sel epitel yang luruh (Guyton, 2008)
c. Fase intermenstrum (proliferasi)
1. Fase proliferasi dini (early proliferation phase)
Terdapat regenerasi kelenjar. Bentuk kelenjar khas fase
proliferasi yakni lurus, pendek dan sempit dan mengalami
mitosis.
2. Fase proliferasi madya (midplorifration phase)
Fase ini merupakan bentuk trasnsisi dan dapat dikenal dari epitel
permukaan yang berbentuk torak dan tinggi. Kelenjar berlekuk-
lekuk dan bervariasi. Sejumlah stroma mengalami edema.
3. Fase prolifrasi (late proliferation phase)
Fase ini dapat dikenali dari permukaan kelenjar yang tidak rata
dengan banyak mitosis. Inti epitel membentuk
psseudostratifikasi. Stroma semakin tumbuh aktif dan padat
(Ganong, 2008).

d. Fase pra haid ( sekrsi)


Berlangsung sejak hari setelah ovulasi yanki hari ke 14 sampai 28.
Bentuk kelenjar menjadi berlekuk-lekuk, panjang dan mengeluarkan
getah yang semakin nyata. Dala endometrium telah tersimpan
glikogen dan kapur yang kelak diperlukan sebagai makanan untuk
telur yang dibuahi. Fase ini terbagi menjadi fase sekresi dini dan
fase sekresi lanjut. Pada fase sekresi dini endometrium dapat
dibedakan menjadi beberapa lapisan yakni:
1. Stratum basale: yakni lapisan endometrium bagian dalam yang
berbatasan dngan emiometrium.
2. Stratum spongiosum: lapisan tengah yang berbentuk anayaman
seperti spons. Ini disebabkan oleh banyaknya kelenjar yang
melebar, berklok-kelok dan dan hanya sedikit stroma
diantaranya.
3. Stratum kompaktum: lapisan atas yang padat. Salura-slauran
kelenjar yang sempit, lumenya berisi sekret sekret dan
stromanya edem (Ganong, 2008).
C. Patogenesis
Hiperplasia endomtrium ini diakibatkan oleh hiperestrinisme atau
adanya stimulasi unoppesd (estrogen tanpa pendamping priogesteron).
Kadar estrogen yang tinggi ini menghambat produksi Gonadotropin
(feedback mechanism). Akibatnya rangsangan terhadap pertumbuhan
folikel berkurang, kemudian regresi dam diikuti perdarahan.
Pada wanita perimenepause sering terjadi siklus yang anovulator
sehingga terjadi penurunan produksi progesteron oleh korpus luteum
sehingga estrogen tidak diimbangi oleh progesteron. Akibat dari keadaan
ini adalah terjadi stimulasi hormon estrogen terhadap kelenjar maupun
stroma endometrium tanpa adanya hamabatan dari progsteron yang
meneyebabkan proliferasi berlebih dan terjadi hiperplasia pada
endometrium. Juga terjadi pada wanita usia menepause dimana seringkali
mendapat terapi hormon pengganti yaitu hormon progesteron dan
estrogen, maupun estrogen saja. Estrogen tanpa pendamping progesteron
menyebabkan penebalan endometrium. Peningkatan estrogen juga dipicu
oleh adanya kista ovarium serta berat badan berlebih (Ellv et al., 2012).
D. Faktor Risiko
1. Peningakatan Body Mass Index (BMI)
2. Nulipara
3. Anovulasi yang bersifat kronik
4. Late onset of menopause
5. Diabetes
6. Selektif estrogen-reseptor modulator (SERMs) (Ara & Roohi, 2011).
E. Klasifikasi
Sistem klasifikasi untuk hiperplasi endometrium dikembangkan
berdasarkan histologi dan potensi onkogenik. Hiperplasia endomoetrium
terbagi mnjadi jenis berdasarkan morfologi pada pemeriksaan patologi
anatom, yakni:
1. Hiperplasia non atipikal sederhana
Disebut juga hiperplasi kistik atau ringan. Terdapat proliferasi jinak
dari kelenjar endometrium yang berbentuk ireguler dan juga berdilatasi
tetapi tidak menggambarkan adanya tumpukan sel yang saling
tumpang tindih atau sel yang atipik.
2. Hiperplasia atipikal kompleks
Terdapat proliferasi dari kelenjar endometrium dengan tepi yang
ireguler, arsitektur yang kompleks dan sel yang tumpang tindih tetapi
tidak terdapat sel yang atipik. Terjadi peningkatan jumlah dan ukuran
endometrium sehingga kelenjar menjadi berdesak-desakan, membesar
dan berbentuk ireguler. Bentuk irguler ini adalah manifestasi utama
meningkatnya stratifikasi sel dan pembesaran nukleus serta
memperlihatkan komplsitas epitel permukaan yang prmukaanya
menjadi berlekuk-lekuk atau bertumpuk-tumpuk.
3. Atipikal
Terdapat derajat yang berbeda dari nukleus yang atipik dan kehilangan
polaritasnya (Ara & Roohi2011).
F. Manifestasi klinis
Perdarahan uterus abnormal merupakan gejala yang paling sering
muncul pada hiperplasia endometrium. Pasien usia lebih muda pada usia
reproduktif biasanya muncul hiperplasia endometrium sekunder akibat
polycystic ovarian syndrome (PCOS). PCOS menghasilkan stimulasi
estrogen yang tidak terlawan secara sekunder ke siklus anovulatori. Pada
pasien yang lebih muda dapat juga terjadi peningkatan estrogen secara
sekunder dari konversi perifer dari androgen menjadi androestenedione
pada jaringan adiposa, atau tumor ovarium yang mensekresi estrogen
(Munro et al., 2011).
G. Diagnosa
Pada perdarahan uterus abnormal yang disertai dengan faktor risiko
harus dilakukan pemerikasaan untuk menyingkirkan kemungkinan
hiperplasia endometrium:
a. Pemeriksaan ultrasonografi
Pada wanita pascamenopause ketebalan endometrium pada
pemeriksaan ultrasonogravi trans vagina kira-kira 4 mm. Untuk
dapat melihat kedalam dinding cavum uteri secara lebih baik maka
dapat dilakukan pemeriksaan hysterosonografi dengan
memasukkan cairan ke dalam uterus.
b. Biopsy
Diagnosis hiperplasia endometrium dapat ditegakkan melalui
pemeriksaan biopsi yang dapat dikerjakan secara poliklinis dengan
menggunakan mikrokuret. Metode ini dapat menegakkan diagnosa
keganasan utrus.
c. Dilatasi dan kuretase
d. Histeroskopi
Adalah tindakan dengan memasukkan peralatan teleskop kecil
kedalam uterus untuk melihat keadaan dalam uterus dengan
peralatan ini selain melakukan inspeksi juga dapat dilakukan
tindakan pengambilan sediaan biopsi untuk pemeriksaan
histopatologi (Munro et al., 2011).
H. Diagnosa banding
Hiperplasia memiliki gejala perdarahan abnormal oleh sebab itu
dapat diperkirakan kemungkinan:
1. Karsinoma endometrium
2. Abortus inkomplit
3. Leiomioma
4. Polip endometrium (Munro et al., 2011).
I. Penatalaksanaan
1. Tindakan kuretase selain untuk menegakkan diagnosis sekaligus
sebagai terapi untuk menghentikan perdarahan.
2. Terapi progseteron untuk menyeimbangkan kadar hormon di dalam
tubuh. Namun perlu diperhatikan kemungkinan efek samping
penggunaanya antara lain mual, muntah, pusing, dan sebagainya. Rata-
rata dengan pengobatan hormonal sekitar 3-4 bulan, gangguan
penebalan dinding rahim sudah bisa diatasi. Terapi progestin sangat
efktif dalam mengobati hiperplasi endometrium tanpa atipik, akan
tetapi kurang aktif untuk hiperplasi endometrium atipik (Wildemeersch
& Dhont, 2013).

J. Prognosis
Umumnya lesi pada hiperplasia atipikal akan mengalami regresi
dengan terapi progestrin. Akan tetapi memiliki tingkat kekambuhan yang
lebih tinggi ketika terapi dihentikan dibandingkan dengan lesi pada
hiperplasi tanpa atipikal.
Penelitian terbaru menemukan bahwa pada saat histerektomi
62.5% pasien dengan hiperplasia endometrium atipikal yang tidak diterapi
ternyata juga mengalami karsinoma endometral pada saat yang bersamaan.
Sedangkan pasien dengan hiperplasia endometrium tanpa atipikal yang
dihisterektomi hanya 5% diantaranya yang juga memiliki kaesinoma
endometrial (Ellv et al., 2012).
K. Pencegahan
1. Melakuan pemeriksaa USG atau pemeriksaan rahim secara rutin untuk
mendeteksi dini adanya kista yang dapat menyebabkan penebalan
dinding rahim.
2. Melakukan konsultasi ke dokter jika mengalami keluhan seputar
menstruasi.
3. Penggunaan estrogen pada masa pasca menepause disertai dengan
pemberian progestin untuk mencegah karsinoma endometrium.
4. Bila menstruasi tidak terjadi setiap bulan perlu diberikan terapi
progesteron untuk mencegah pertumbuhan endometrium berlebihan.
Terapi terbaik yaitu dengan kontrasepsi oral kombinasi.
5. Rubah gaya hidup untuk menurunkan berat badan (Munro et al.,
2011).
BAB III
KESIMPULAN

Hiperplasia endometrium adalah suatu kondisi dimana lapisan


dalam rahim (endometrium) tumbuh secara berlebihan. Kondisi ini merupakan
proses yang jinak (benign), tetapi pada beberapa kasus (hiperplasi tipe atipik)
dapat menjadi kanker rahim.
Endometrium merupakan lapisan paling dalam dari rahim. Lapisan
ini tumbuh dan menebal setiap bulanya dalam rangka mempersiapkan diri
terhadap terjadinya kehamilan, agar hasil konsepsi bisa tertanam. Jika tidak
terjadi kehamilan, maka lapisan ini akan keluar saat menstruasi.
Pada saat mendekati menepause kadar hormon estrogen dan
progesteron berkurang. Setelah menepause wanita tidak haid lagi karena
produksi horman sangat sedikit. Untuk mengurangi gejala dan keluhan
menopause sebagian wanita memakai hormon pengganti dari luar (terapi sulih
hormon) bisa dalam kombinasi (estrogen + progesteron), maupun estrogen
saja. Estrogen tanpa pendamping progesteron menyebabkan penebalan
endometrium. Peningkatan estrogen juga dipicu oleh adanya kista ovarium
serta berat badab berlebih.
Pada kebanyakan kasus hiperplasai dapat diobati dengan obat-
obatan yaitu dengan memakai progesteron. Progesteron menipiskan/
menghilangkan penebalan serta mencegah tidak menebal lagi. Namun
pemakaian progesteron ini menimbulkan bercak/ spoting.
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas

Identitas Pasien

Nama : Ny. Mulyani

Register : 280787

Usia : 56 tahun

Alamat : Randu bener 1/3 kuto kerjo karanganyar

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Pendidikan : SD

Menikah : 1x menikah

Lama Menikah: 34 tahun

Datang di Poliklinik: 2 februari 2017


3.2 Subyektif

Anamnesa
TANGGAL 05 NOVEMBER 2016

Keluhan Utama : keluar darah dari jalan lahir kurang lebih sebulan

Keluhan Penyerta : Nyeri kalau ditekan di benjolan dan mual .

Pasien datang ke kepoli obgyn RSUD karanganyar dengan keluar


darah seperti mensturasi tetapi disertai perut sebelah kanan terasa sakit.
Pasien belum menopouse dan mengaku masih haid yang tidak teratur.
Pasien tidak juga mengeluh sering nyeri dan kaku leher tetapi
menyangkal memiliki riwayat hipertensi dan DM

Riwayat penyakit terdahulu


Pasien tidak memiliki penyakit yang beruhungan dengan
kandungan ataupun masalah menstruasi seperti keluhannya sekarang,
pasien tidak memiliki riwayat hipertensi,DM, dan alergi.

Riwayat pengobatan
Pasien belum berobat dan konsultasi penyakitnya

Riwayat penyakit keluarga


Pasien menyangkal kalau dalam keluarganya ada yang pernah
mempunyaitumor kandungan seperti yang pasien alami perdarahan (- )
DM (-), hipertensi (-).

Riwayat kehamilan dan kelahiran


Pasien telah melahirkan sebanyak 3 kali dan pernah keguguran 1
kali, anak pertama sekarang berusia 30 tahun lahir didukun, anak kedua 24
tahun lahir didukun, anak ketiga keguguran

Riwayat keluarga berencana


Dari anak pertama hingga anak ke 4 iabuk belum pernah
menggunakan KB, menggunakan KB stelah melahirkan anak ke4 berupa
alat kontrasepsi dalam Rahim (AKDR)

3.3 Obyektif
Pemeriksaan Fisik
(A) Generalis
Keadaan Umum : cukup
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 160/100 mmHg
Nadi : 86 x/Menit
RR : 22 x/Menit
Temperatur Axilla : 36,3 0C

Kepala dan Leher : Dalam batas normal


Thorax : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Ekstermitas : Dalam batas normal

(B) Status Ginekologi

Genetalia Externa
Vulva : Flux (-) Flex -) Massa (-) ulkus (-)
Inspekulo : tidak dilakukan
VT :
STLD (+)
Palpasi perut : Nyeri tekan (+)

3.4 Pemeriksaan penunjang

a. Hasil Laboratorium Darah Lengkap tanggal


Darah Lengkap Nilai Satuan Nilai Rujukan Kesan

Leukosit 9,6 103/mm3 4,7-11,3 Normal

Hemoglobin 11,0 g/dL 11,4-15,1 Rendah

Hematokrit 31,6 % 38 - 42 Rendah

Trombosit 273 103/mm3 142 424 Normal

MCV 72,1 Fl 80 93 Normal

MCH 21,9 Pg 27 31 Normal

MCHC 30,4 g% 32 36 Normal

RDW 12,90 % 11,5 - 14,5 Normal

Hitung Jenis :

Neutrofil 89,9 % 51 67 Normal

Limfosit 19,4 % 25 33 Normal

Monosit 4,4 % 25 Normal

Eosinofil 2,3 % 04 Normal

Basofil 0,3 % 01 Normal

Lain-lain -

b. EKG : Jantung dalam keadaan normal


c. Rontgen thorax : tidak dilakukan
d. Hasil USG ginekologi

Pada tanggal 5-11-2016 hasil USG kista ovatrii


3.5 Diagnosis Kerja

Hiperplasia endometrium

3.6 Penatalaksanaan

Operasi kistektomi tanggal 6-11-16

Pre operasi

Inf RL 20 tpm

Post operasi

Inj cefotaxim 12jam

Inj ketorolac 12jam

Inj ranitidine 8jam

Terapi pulang

Cifrofloksasin 3x1

Asam mafenamat 3x1

Soluhion 2x1

3.7 edukasi

Menjelaskan kepada pasien tentang :

1. Menjelaskan tentang operasi yang akan dilakukan beserta komplikasi yang


bisa terjadi.
2. Pasien disuruh banyak istirehat dan menghindari pekerjaan yang berat-
berat setelah operasi.
3. Menjelaskan kapan pasien harus kontrol lagi dan sampai berapa lama
BAB IV
PEMBAHASAN

Hiperplasia endometrium adalah suatu kondisi dimana lapisan dalam


rahim (endometrium) tumbuh secara berlebihan. Kondisi ini merupakan proses
yang jinak (benign), tetapi pada beberapa kasus (hiperplasi tipe atipik) dapat
menjadi kanker rahim.
Endometrium merupakan lapisan paling dalam dari rahim. Lapisan ini
tumbuh dan menebal setiap bulanya dalam rangka mempersiapkan diri
terhadap terjadinya kehamilan, agar hasil konsepsi bisa tertanam. Jika tidak
terjadi kehamilan, maka lapisan ini akan keluar saat menstruasi.
Pada saat mendekati menepause kadar hormon estrogen dan
progesteron berkurang. Setelah menepause wanita tidak haid lagi karena
produksi horman sangat sedikit. Untuk mengurangi gejala dan keluhan
menopause sebagian wanita memakai hormon pengganti dari luar (terapi sulih
hormon) bisa dalam kombinasi (estrogen + progesteron), maupun estrogen
saja. Estrogen tanpa pendamping progesteron menyebabkan penebalan
endometrium. Peningkatan estrogen juga dipicu oleh adanya kista ovarium
serta berat badab berlebih.
Pada kebanyakan kasus hiperplasi dapat diobati dengan obat-
obatan yaitu dengan memakai progesteron. Progesteron menipiskan/
menghilangkan penebalan serta mencegah tidak menebal lagi. Namun
pemakaian progesteron ini menimbulkan bercak/ spoting.
Tindakan kuretase selain untuk menegakkan diagnosis sekaligus sebagai
terapi untuk menghentikan perdarahan.Terapi progseteron untuk
menyeimbangkan kadar hormon di dalam tubuh. Namun perlu diperhatikan
kemungkinan efek samping penggunaanya antara lain mual, muntah, pusing,
dan sebagainya. Rata-rata dengan pengobatan hormonal sekitar 3-4 bulan,
gangguan penebalan dinding rahim sudah bisa diatasi. Terapi progestin sangat
efktif dalam mengobati hiperplasia endometrium tanpa atipik, akan tetapi
kurang aktif untuk hiperplasia endometrium atipik.
Penelitian terbaru menemukan bahwa pada saat histerektomi 62.5% pasien
dengan hiperplasia endometrium atipikal yang tidak diterapi ternyata juga
mengalami karsinoma endometral pada saat yang bersamaan. Sedangkan
pasien dengan hiperplasi endometrium tanpa atipikal yang dihisterektomi
hanya 5% diantaranya yang juga memiliki kaesinoma endometrial

Hasil pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan pada pasien dengan kista ovarium
adalah Kista yang besar dan dapat teraba dalam palpasi abdomen. Walau pada
wanita premonopause yang kurus dapat teraba ovarium normal tetapi hal ini
adalah abnormal jika terdapat pada wanita postmenopause. Perabaan menjadisulit
pada pasien yang gemuk. Teraba massa yang kistik, mobile, permukaan massa
umumnya rata. Cervix dan uterus dapat terdorong pada satu sisi.Dapat juga teraba,
massa lain, termasuk fibroid dan nodul padaligamentum uterosakral, ini
merupakan keganasan atau endometriosis. Pada perkusi mungkin didapatkan
ascites yang pasif.(Wiknjosastro, 2007). Pada pasien ini, didapatkan pemeriksaan
fisik didapatkan Teraba massa diperut bagian kanan.
Pemeriksaan penunjang yang di lakukan untuk mendiagnosa kista ovarium
Pemeriksaan Penunjang,USG Merupakan alat terpenting dalam menggambarkan
kista ovarium. Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak batas tumor, apakah
tumor berasal dariuterus, atau ovarium, apakah tumor kistik atau solid dan dapat
dibedakan pulaantara cairan dalam rongga perut yang bebas dan tidak dapat
membantumengidentifikasi karakteristik kista ovarium. Foto Roentgen,
pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan adanya hidrotoraks.

USG ginekologi pada tanggal 5 november 2016 dengan terdapat gambaran


kista ovarii..

Penatalaksanaan yang dilakukan pada kista ovari Dapat dipakai prinsip


bahwa tumor ovarium neoplastik memerlukan operasi dan tumor non neoplastik
tidak. Tumor non neoplastik biasanya besarnya tidak melebihi 5 cm. Tidak jarang
tumor-tumor tersebut mengalami pengecilan secara spontan dan
menghilang.Tindakan operasi pada tumor ovarium neoplastik yang tidak ganas
adalah pengangkatan tumor dengan mengadakan reseksi pada bagian ovarium
yang mengandung tumor. Tetapi jika tumornya besar atau ada komplikasi perlu
dilakukan pengangkatan ovarium, disertai dengan pengangkatan tuba.
Seluruh jaringan hasil pembedahan perlu dikirim ke bagian patologi anatomi
untuk diperikasa.Pasien dengan kista ovarium simpleks biasanya tidak
membutuhkan terapi. Penelitian menunjukkan bahwa pada wanita post
menopause, kista yang berukuran kurang dari 5 cm dan kadar CA 125 dalam batas
normal, aman untuk tidak dilakukan terapi, namun harus dimonitor dengan
pemeriksaan USG serial.Sedangkan untuk wanita premenopause, kista berukuran
kurang dari 8 cm dianggap aman untuk tidak dilakukan terapi.Terapi bedah
diperlukan pada kista ovarium simpleks persisten yang lebih besar 10 cm dan
kista ovarium kompleks. Laparoskopi digunakan pada pasien dengan kista
benigna, kista fungsional atau simpleks yang memberikan keluhan. Laparotomi
harus dikerjakan pada pasien dengan resiko keganasan dan pada pasien dengan
kista benigna yang tidak dapat diangkat dengan laparaskopi.Eksisi kista dengan
konservasi ovarium dikerjakan pada pasien yang menginginkan ovarium tidak
diangkat untuk fertilitas di masa mendatang.Pengangkatan ovarium sebelahnya
harus dipertimbangkan pada wanita post menopause, perimenopause, dan wanita
premenopasue yang lebih tua dari 35 tahun yang tidak menginginkan anak lagi
serta yang beresiko menyebabkan karsinoma ovarium.
Operasi dilakukan karena ukuran kista yang melebihi 5 cm dan sudah
menggangu organ sekitar.

Prognosis pada pasien ini adalah Dubia ed Bonam jika penatalaksanaan telah
benar dan sesuai prosedur.
BAB V
KESIMPULAN

Kista ovarium merupakan pertumbuhan jaringan otot polos yang dapat


menimbulkan pembengkakan yang dapat berisi cairan maupun berbentuk padat.
Penemuan terbaru untuk penanganan kista ovarium dapat dilakukan
laparoskopi.Satu-satunya pengobatan untuk neoplasma dari ovarium adalah
operasi, tergantung pada jenis usia wanita dan perlu atau tidaknya wanita hamil
lagi, sebaiknya isi kista segera dibuka, sebelum perut ditutup kembali. Pada
wanita yang lebih tua (lebih dari 40 tahun) jalan yang baik adalah
hysterectomytotalis dan salping oophorectomy bilateral walaupun tidak terdapat
tanda-tanda keganasan.
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. Tumor


Ovarium Neoplastik Jinak. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran.
Jilid I. Jakarta :Media Aesculapius Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2000. p. 388-9.

Moeloek FA, Nuranna L, Wibowo N, Purbadi S. Standar Pelayanan Medik


Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Perkumpulan Obstetri dan
GinekologiIndonesia; 2006. p.130.

Sastrawinata, Sulaiman. dkk. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri


Patologi.Edisi 2. Jakarta: EGC hal :104.

Wiknjosastro H. Tumor Jinak Pada Alat Genital Dalam Buku Ilmu


KandunganEdisi 2., editor: Saifuddin A.B,dkk. Jakarta: Yayasan
Bina PustakaSarwono Prawirohardjo.2005: 345-346.

Wiknjosastro, Hanifa. dkk. 2007. Ilmu Kandungan. Edisi 2.Cetakan 5.


Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal : 346
362.

Anda mungkin juga menyukai