Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penyakit asma adalah suatu penyakit obstruksi pada jalan nafas yang reversibleyang
ditandai dengan bronkospasme, inflamasi dan peningkatan reaksi jalan nafas terhadap berbagai
stimulan.Penyakit ini memiliki tanda dan gejala berupa sesak nafas, batuk batuk dari ringan
sampai berat dan timbulnya suara mengi (Wheezing) (Suriadi, 2001).
Penyakit asma awalnya merupakan penyakit genetik yang diturunkan dari orang tua yang
karier pada anaknya. Namun, akhir akhir ini genetic bukan merupakan penyebab utama
penyakit asma. Polusi udara dan kurangnya kebersihan lingkungan di kota kota besar
merupakan faktor dominan dalam peningkatan serangan asma. Anak yang menderita penyakit
asma 70 % diantaranya adalah disebabkan karena perilaku individu dan gaya hidup yang kurang
bersih dan 30 % diantaranya adalah karena faktor genetik ( Susilowati,2008 ).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya terengah-engah dan berarti serangan nafas
pendek25). Nelson mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala wheezing (mengi)
dan atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik dan atau kronik,
cenderung pada malam hari/dini hari (nocturnal), musiman, adanya faktor pencetus diantaranya
aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan penyumbatan, serta
adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarga, sedangkan sebab-sebab lain sudah
Disingkirkan (. Nelson,1996)

Epidemiologi
Asma dapat timbul pada segala umur, dimana 30% penderita bergejala pada umur 1 tahun,
sedangkan 80-90% anak yang menderita asma gejala pertamanya muncul sebelum umur 4-5
tahun. Sebagian besar anak yang terkena kadang-kadang hanya mendapat serangan ringan
sampai sedang, yang relatif mudah ditangani (Naning,1991).
Asma sudah dikenal sejak lama, tetapi prevalensi asma tinggi. Di Australia prevalensi asma usia
8-11 tahun pada tahun 1982 sebesar 12,9% meningkat menjadi 29,7% pada tahun 1997).
Penelitian di Indonesia memberikan hasil yang bervariasi antara 3%-8%, penelitian di Menado,
Pelembang, Ujung Pandang, dan Yogyakarta memberikan angka berturut-turut 7,99%; 8,08%;
17% dan 4,8%( Sundaru Dan Sukamto ,2006)

Etiologi
Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkan faktor autonom, imunologis, infeksi,
endokrin dan psikologis dalam berbagai tingkat pada berbagai individu.Aktivitas
bronkokontriktor neural diperantarai oleh bagian kolinergik sistem saraf otonom.Ujung sensoris
vagus pada epitel jalan nafas, disebut reseptorbatuk atau iritan, tergantung pada lokasinya,
mencetuskan refleks arkus cabang aferens, yang pada ujung eferens merangsang kontraksi otot
polos bronkus.Neurotransmisi peptida intestinal vasoaktif (PIV) memulai relaksasi otot polos
bronkus. Neurotramnisi peptida vasoaktif merupakan suatu neuropeptida dominan yang
dilibatkan pada terbukanya jalan nafas.Faktor imunologi penderita asma ekstrinsik atau alergi,
terjadi setelah pemaparan terhadap faktor lingkungan seperti debu rumah, tepung sari dan
ketombe.Bentuk asma inilah yang paling sering ditemukan pada usia 2 tahun pertama dan pada
orang dewasa (asma yang timbul lambat), disebut intrinsik( Sundaru Dan Sukamto ,2006).
Klasifikasi Berdasarkan Berat Penyakit
Klasifikasi asma yaitu (Hartantyo,1997)

1. Asma ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena reaksi alergi
penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa-apaterhadap orang yang sehat.
2. Asma intrinsik
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari
allergen.Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi dan kodisi lingkungan yang buruk seperti
klembaban, suhu, polusi udara dan aktivitas olahraga yang berlebihan.
Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) penggolongan asma berdasarkan beratnya
penyakit dibagi 4 (empat) yaitu:
1. Asma Intermiten (asma jarang)
- gejala kurang dari seminggu
- serangan singkat
- gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan
- FEV 1 atau PEV > 80%
- PEF atau FEV 1 variabilitas 20% 30%
2. Asma mild persistent (asma persisten ringan)
- gejala lebih dari sekali seminggu
- serangan mengganggu aktivitas dan tidur
- gejala pada malam hari > 2 kali sebulan
- FEV 1 atau PEV > 80%
- PEF atau FEV 1 variabilitas < 20% 30%
3. Asma moderate persistent (asma persisten sedang)
- gejala setiap hari
- serangan mengganggu aktivitas dan tidur
- gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu
- FEV 1 tau PEV 60% 80%
- PEF atau FEV 1 variabilitas > 30%
4. Asma severe persistent (asma persisten berat)
- gejala setiap hari
- serangan terus menerus
- gejala pada malam hari setiap hari
- terjadi pembatasan aktivitas fisik
- FEV 1 atau PEF = 60%
- PEF atau FEV variabilitas > 30%
Faktor-faktor Risiko
1. Asap Rokok
2. Tungau Debu Rumah
3. Jenis Kelamin
4. Binatang Piaraan
5. Jenis Makanan
6. Perabot Rumah Tangga
7. Perubahan Cuaca( Sundaru Dan Sukamto ,2006).
8. Riwayat Penyakit Keluarga
Patofisilogi
Obstruksi saluran nafas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, sumbatan mukus,
edema dan inflamasi dinding bronkus.Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara
fisiologis saluran nafas menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat
terjadinya obtruksi terjebak tidak bisa diekspirasi, selanjutnya terjadi peningkatan volume
residu,kapasitas residu fungsional (KRF), dan pasien akan bernafas pada volume yang tinggi
mendekati kapasitas paru total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran nafas tetap
terbuka dan pertukaaran gas berjalan lancer(.Price 1995).

Diagnosis Asma
Penegakan diagnosis asma didasarkan pada anamnesis, tanda-tanda klinik danpemeriksaan
tambahan (Ramailah,2006)
1. Pemeriksaan anamnesis keluhan episodik batuk kronik berulang, mengi, sesak dada, kesulitan
bernafas,
2. Faktor pencetus (inciter) dapat berupa iritan (debu), pendinginan saluran nafas, alergen dan
emosi, sedangkan perangsang (inducer) berupa kimia, infeksi dan alergen.
3. Pemeriksaan fisik sesak nafas (dyspnea), mengi, nafas cuping hidung pada saat inspirasi
(anak), bicara terputus putus, agitasi, hiperinflasi toraks, lebih suka posisi duduk. Tanda-tanda
lain sianosis, ngantuk, susah bicara, takikardia dan hiperinflasi torak,
4. Pemeriksaan uji fungsi paru sebelum dan sesudah pemberian metakolin atau bronkodilator
sebelum dan sesudah olahraga dapat membantu menegakkan diagnosis asma.
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan radiologi.
2. Pemeriksaan tes kulit
3. Elektrokardiografi.
4. Scanning paru
5. Spirometri( Sundaru Dan Sukamto ,2006).
Tatalaksana
Pengobatan sesuai berat asma Semua tahapan : ditambahkan agonis
beta-2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan, tidak melebihi 3-4
kali sehari(Sidhartani,2007)
Berat Asma Medikasi Alternatif / Alternatif lain
pengontrol Pilihan lain
harian
Asma Tidak perlu -------- -------
Intermiten
Asma Persisten Glukokortikoste ------
Ringan roid inhalasi Teofilin lepas
(200-400 ug lambat
BD/hari atau Kromolin
ekivalennya) Leukotriene
modifiers

Asma Persisten Kombinasi


Sedang inhalasi Ditambah
glukokortikoste Glukokortikoste agonis beta-2
roid roid inhalasi kerja lama oral,
(400-800 ug (400-800 ug BD atau
BD/hari atau atau
ekivalennya) ekivalennya) Ditambah
dan ditambah teofilin lepas
agonis beta-2 Teofilin lepas lambat
kerja lama lambat ,atau
Glukokortikoste
roid inhalasi
(400-800 ug BD
atau
ekivalennya)
ditambah
agonis beta-2
kerja lama oral,
atau

Glukokortikoste
roid inhalasi
dosis tinggi
(>800 ug BD
atau
ekivalennya)
atau

Glukokortikoste
roid inhalasi
(400-800 ug BD
atau
ekivalennya)
ditambah
leukotriene
modifiers
Asma Persisten Berat Kombinasi inhalasi Prednisolon/
glukokortikosteroid metilprednisolon oral
(> 800 ug BD atau selang sehari 10 mg
ekivalennya) dan ditambah agonis beta-
agonis beta-2 kerja 2 kerja lama oral,
lama, ditambah 1 di ditambah teofilin
bawah ini: lepas lambat
- teofilin lepas lambat
- leukotriene
modifiers
- glukokortikosteroid
oral

1. Nelson WE. Ilmu Kesehatan Anak.Terjemahan Wahab S. Vol I: Jakarta.


Penerbit EGC. 1996:775.
2. Sidhartani M. Peran Edukasi Pada Penatalaksanaan Asma Pada Anak. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro Semarang.2007; 2-4.
3. Price AS, Alih Bahasa anugrah PatofisiologiProses-proses Penyakit, EGC,
1995 ; 689.
4. Sundaru H, Sukamto, Asma Bronkial, Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakulas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, juni 2006 ; 247.
5. Naning R. Prevalensi Asma pada murid Sekolah Dasar di Kotamadya
Yogyakarta, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FK UGM, RSUP Dr. sarjito,
Yogyakarta 1991.
6. Hartantyo I. Pedoman Pelayanan Medik Anak, RSUP. Dr. Karyadi Semarang
1997:57.
7. Sundaru H. Apa yang Diketahui Tentang Asma, Departemen Ilmu Penyakit
Dalam, FKUI/RSCM, 2006 ; 4.
8. Ramailah S. Asma Mengetahui Penyebab, Gejala dan Cara
Penanggulangannya, Bhuana Ilmu Populer, Gramedia. Jakarta. 2006.

Anda mungkin juga menyukai