Disusun oleh :
Taufik Adi Susilo
J510 1650 86
Pembimbing :
Agung Priatmaja, dr., Sp.KJ, M. Kes
melelahkan. Kelelahan ini terkait dengan keadaan sang bayi maupun perubahan
kondisi fisik dan psikis ibu, dan hal ini dapat memicu perasaan tertekan (stres).
Banyak ibu baru melahirkan mengalami depresi pasca persalinan atau lebih dikenal
sebagai baby blues syndrome. Baby blues syndrome, atau sering juga disebut
postpartum distress syndrome adalah perasaan sedih dan gundah yang dialami oleh
sekitar 50-80% wanita setelah melahirkan bayinya. Umumnya terjadi dalam 14 hari
pertama setelah melahirkan, dan cenderung lebih buruk sekitar hari ke tiga atau
Gejala baby blues Syndrome yang biasanya dialami oleh ibu setelah 3-4 hari
Association, 2003). Baby Blues Syndrome (BBS) adalah depresi ringan yang
dialami ibu setelah melahirkan. BBS juga disebut maternity blues, atau postpartum
blues. Gejalanya berupa gangguan emosi sering menangis, murung, panik, mudah
marah (Atmadibrata, 2005), dan disertai dengan gejala depresi, mood swings,
gangguan tidur dan selera makan, serta gangguan konsentrasi yang kesemuanya
mengatakan bahwa mood wanita yang terjadi selama periode kehamilan merupakan
prediktor utama terjadinya mood wanita pada periode setelah melahirkan (Syahrir
S, 2008).
Baby blue syndrome perlu dibedakan dengan postpartum depression,
dimana pada postpartum depression gejalanya lebih berat dan sering serta onsetnya
lebih dari 2 minggu. Faktor risiko dari baby blues syndrome yaitu faktor umur,
paritas, adanya persalinan yang sulit dan kesulitan dalam menyusui, kehamilan
yang sulit atau penuh kekhawatiran, setiap jenis trauma (riwayat depresi) masa
kanak-kanak yang dapat menimbulkan depresi, lebih khusus lagi pada hubungan
yang penuh masalah dengan ibu di masa kanak-kanak dan dukungan dari suami
Banyak faktor yang bisa menyebabkan baby blue syndrome, yaitu : faktor
dari ibu, bayi yang di lahirkan dan lingkungan sekitar. Kelelahan saat melahirkan,
canggung mengurus bayi adalah beberapa contoh faktor yang berasal dari ibu.
Faktor kesulitan menyusui dan canggung menggurus bayi biasanya terjadi pada
kelahiran pertama, hal ini dikarenakan sang ibu belum terbiasa dan berpengalaman
mengurus bayi. Bahkan ada beberapa ibu yang takut menyentuh bayinya karena
melihat bayinya sangat kecil dan rapuh. Faktor hormon juga berpengaruh dalam
membuat ketidak-seimbangan emosi dari sang ibu. Kondisi dari bayi yang baru
lahir merupakan faktor yang berasal dari sang bayi, contohnya bayi lahir dengan
berat badan rendah atau bayi lahir dengan kondisi yang tidak normal. Faktor dari
lingkungan dapat berasal dari mertua, tetangga bahkan suami atau ayah bayi sendiri.
penelitia yang dilakukan terhadap 154 wanita pasca persalinan di Malaysia pada
tahun 1995 dilaporkan angka kejadian 3,9% terbanyak dari ras India (8,9%),
Melayu (3,0%), dan tidak adanya kasus pada ras Cina. Penelitian di Singapura
yang dilakukan oleh Jofesson dkk pada tahun 2002 didapatkan angka baby blues
Catatan medis tentang BBS telah ada sejak zaman Hippocrates, sekitar abad
ke 5 SM, namun dianggap kurang penting karena dipandang sekedar sebagai efek
kelelahan setelah melahirkan. Dr.dr. Irawati SpKj, M. Epid dari bagian psikiatri UI
melaporkan bahwa 25% dari 580 pasiennya (ibu melahirkan ) menagalami BBS.
Dr. Irawati menegemukakan gejala BBS dialami oleh sekitar 50-75% ibu
melahirkan, atau 2/3 dari jumlah ibu melahirkan di seluruh dunia (Atmadibrata,
bahwa sekitar 80% ibu yang melahirkan bayi untuk pertama kalinya mengalami
33,1% diantara wanita yang melahirkan secara spontan, dan ternyata didapatkan
pula bahwa baby blues syndrome tersebut lebih banyak dijumpai pada wanita
Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya pada tahun 1998-2001 ternyata angka kejadian
mencolok tinggi yakni sebesar 11%-30% dibandingkan dengan kejadian di negara
lain yang ada di Asia. Dan penelitian lain didapatkan angka baby blues syndrome
Hasil penelitian yang dilakukan Trika Rianta (2004) di RSIA Siti Fatimah
kejadian baby blues syndrome sebesar 23% sedangkan penelitian yang dilakukan
oleh Alfiben (2000) di RSU Hasan Sadikin Bandung melaporkan bahwa efektifitas
(depresi pasca persalinan) sebesar 33%. Selain itu kejadian baby blues syndrome
di RSB Pertiwi Propinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2007 adalah 23 kasus (20,0%)
postpartum di ruang rawat inap bersalin diketahui bahwa pada hari ketiga setelah
cemas, mudah marah, tidak nafsu makan, susah tidur dan kurang perhatian pada
bayinya pada saat menangis. Hal ini merupakan bagian dari gejala gangguan
criteria Handley dan O’Hara yaitu bila didapatkan minimal 4 di antara 7 gejala
tersinggung). Meski sering dianggap sebagai hal yang ringan dan bersifat Self
menjadi keadaan yang lebih berat, yaitu Psikosis puerperal yang mempunyai
dampak lebih buruk, terutama dalam hal masalah hubungan perkawinan dengan
Indonesia, 1998).
seorang ibu yang baru melahirkan, kondisi ini hampir 50-75% dialami oleh
perempuan yang baru melahirkan (Syahrir S, 2008). Kondisi ini dapat terjadi
sejak hari pertama setelah persalinan dan cenderung akan memburuk pada hari
Baby Blues Syndrome terjadi karena tubuh ibu yang habis melahirkan sedang
akan mengalami perubahan besar dan ibu baru saja melalui proses persalinan
yang melelahkan, semua ini akan mempengaruhi perasaan seorang ibu (Mayla,
2007).
mekanisme kerja tubuh kita, termasuk memengaruhi mood (emosi). Hal inilah
yang dialami para ibu pasca-melahirkan. Perubahan hormon yang terjadi pada
3-4 hari setelah persalinan memicu mood menjadi lebih sensitif, rasa sedih dan
karena si mungil yang dinanti-nanti selama sembilan bulan sudah ada dalam
dekapan. Kondisi yang mungkin terasa “aneh” inilah yang disebut baby blues
SpKJ menuturkan, baby blues merupakan fenomena normal yang dialami sekitar
pertama kali, biasanya masih gugup menghadapi perubahan peran dan fungsinya
sebagai ibu baru. Di satu sisi, hatinya terisi dengan kebahagiaan yang
Sindrom baby blues sering kali tidak disadari, baik oleh wanita yang
blues biasanya ditandai dengan gejala khas berupa depresi ringan, perasaan yang
tidak menentu (moody), mudah sedih, murung dan rasa ingin menangis.
Beberapa ada juga yang disertai gejala sulit tidur, sulit berkonsentrasi, sering
bingung, dan pikiran yang terlalu mengkhawatirkan bayi atau ragu akan
kemampuannya mengurus bayi. Namun, tidak perlu risau karena kondisi ini
2007).
diri secara mental untuk memiliki anak dan memiliki pengetahuan yang cukup
tentang tata cara merawat bayi maka dia tidak akan stress atau merasa terbebani
terhadap bayinya. Sedangkan wanita yang tidak siap secara mental maupun fisik,
dan ditambah dengan pengetahuan yang rendah tentang tata cara merawat
bayi, maka wanita tersebut rentan untuk depresi atau menderita baby blues
Sudah dikenal sejak lama. Savage pada tahun 1875 telah menulis
salin yang disebut sebagai “milk fever” karena gejala disforia tersebut muncul
bersamaan dengan laktasi. Dewasa ini, baby blue syndrome atau sering juga
sindroma gangguan afek ringan yang sering tampak dalam minggu pertama
nafsu makan. Gejala-gejala ini mulai muncul setelah persalinan dan pada
umumnya akan menghilang dalam waktu antara beberapa jam sampai beberapa
hari. Namun pada beberapa minggu atau bulan kemudian, bahkan dapat
berkembang menjadi keadaan yang lebih berat. Baby blues ini dikategorikan
sebagai sindrom gangguan mental yang ringan oleh sebab itu sering tidak
berkembang menjadi keadaan yang lebih berat yaitu depresi dan psikosis
dekade terakhir ini, banyak peneliti dan klinisi yang memberi perhatian khusus
pada gejala psikologis yang menyertai seorang wanita pasca salin, dan telah
baby blue syndrome di luar negeri melaporkan angka kejadian yang cukup
bergantung pada kepribadian yang lemah. Baby blue syndrome terjadi 50-80
% pada ibu baru. Kondisi ini ditunjukan dengan peningkatan respon emosi. Ibu
gelisah, irritabilitas, kesulitan tidur dan merasa tidak sehat. Lebih dari 50 %
dari ibu yang mengalami depresi sebelumnya setelah melahirkan anak akan
menjadi depresi kembali pada kelahiran berikutnya. Wanita akan lebih rentan
apabila pada saat hamil mereka sudah mengalami depresi atau memiliki gejala
depression. Ibu yang melahirkan bayi dengan berat badan di bawah normal
dibandingkan dengan ibu yang melahirkan bayi dengan berat badan normal.
hormonal ini berhubungan dengan gejala dari depresi yang dialami seorang ibu
baru. Wanita lebih rentan pada ketidakseimbangan hormonal dari pria. Itu
disebabkan terjadinya reaksi kimia antara hormon dan otak yang meningkatkan
resiko terjadinya baby blue syndrome. Hormon Thyroid. Kelenjar thyroid
biasa, kelemahan dan peningkatan berat badan. Akan tetapi tidak semua wanita
Perubahan gaya hidup. Ibu baru mengalami banyak perubahan gaya hidup, dan
Lingkungan yang meningkatkan resiko gejala baby blue syndrome antara lain
pada berat badan dan bentuk tubuh setelah hamil Kelelahan dan kurang tidur
akan kemampuan untuk menjadi ibu yang baik depresi Yang perlu diperhatikan
mengalami.
Sampai saat ini masih belum ada kesepakatan diantara para ahli
tentang Faktor yang menjadi penyebab dari depresi pasca persalinan (Sari LS,
antara lain :
a. Faktor Psikososial
yaitu perubahan hormonal yang menyertai kelahiran anak (Sari LS, 2009).
4. Stres lingkungan
b. Faktor Biologik
persalinan juga dapat terjadi disfungsi tiroid. Fungsi tiroid juga memainkan
peranan penting dalam pengaturan mood pada wanita (Parry BL dkk, 2000).
disfungsi tiroid sebesar 1,9%, sedangkan pada penelitian lain yang dilakukan
4,3% wanita pasca persalinan 3 bulan pertama dan juga di daerah Amerika
wanita normal yang diteliti pada hari kedua sampai hari kelima pasca
(Papayungan D, 2005).
tersebut maka sangat sulit untuk mengidentifikasi faktor risiko yang pasti
pada risiko tinggi mengalami depresi, antara lain (Sari LS, 2009) :
1. Dukungan sosial yang buruk, yang berarti tidak mempunyai seseorang yang
teman karib.
dengan keluarga atau rekan kerja yang sulit, perpindahan, pekerjaan baru
atau perubahan besar, kematian orang yang dicintai, masalah keuangan yang
serius.
seksual.
6. Infeksi jamur yang kronik, atau penggunaan antibiotik atau steroid yang
7. Diet rendah lemak, rendah protein atau kurang nutrisi lain, atau morning
penghentian pemberian air susu ibu (ASI) segera setelah melahirkan, baik
11. Peningkatan berat badan selama hamil dan penurunan berat yang sedikit
setelah melahirkan.
12. Pengalaman melahirkan yang traumatis, termasuk operasi caesar yang tidak
13. Kepulangan yang dini dari rumah sakit (kurang dari 24-40 jam).
16. Wanita yang melahirkan bayi pertama di atas usia 30 tahun (Sari LS,
2009).
Postpartum Distress Syndrome adalah perasaan sedih dan gundah yang dialami
Baby Blues Syndrome yaitu menangis tanpa sebab yang jelas, mudah kesal,
lelah, cemas, tidak sabaran, enggan memperhatikan si bayi, tidak percaya diri,
sulit beristirahat dengan tenang dan mudah tersinggung. Perbedaan Baby Blues
Depression, Anda akan merasakan berbagai gejala tersebut lebih sering, lebih
memperhatikan pola tidur si ibu. Jika ketika ada orang lain menjaga bayi, si ibu
bisa tertidur, maka besar kemungkinan si ibu hanya menderita Baby Blues
Syndrome (BBS). Namun jika si ibu sangat sulit tertidur walaupun bayinya
dijaga oleh orang lain, maka mungkin tingkat depresinya sudah termasuk ke
Depression yaitu Cepat marah, bingung, mudah panik, merasa putus asa,
perubahan pola makan dan tidur, ada perasaan takut bisa menyakiti bayinya,
ada perasaan khawatir tidak bisa merawat bayinya dengan baik, timbul perasaan
bahwa ia tidak bisa menjadi ibu yang baik dan PPD bisa berlangsung hingga 1
tahun setelah kelahiran bayi, pada kasus PPD akut, si ibu bisa saja bunuh diri
Bisa disebabkan oleh beberapa faktor antara lain faktor biologis dan
faktor emosi. Ketika bayi lahir, terjadi perubahan level hormon yang sangat
lain sisi terjadi peningkatan dari hormon menyusui. Perubahan hormon yang
selama siklus menstruasi dan memuncak saat kehamilan. Hormon sex yang
delta subunit reseptor GABAA pada wanita menunjukkan sikap depresi dan
akan berefek panjang pada sistem serotonin dan berpengaruh pada sensitivitas
reseptor GABAA. Sebagian besar ibu tidak siap untuk untuk menghadapi
kelahiran bayinya, mereka juga sangat khawatir bayi mereka yang terkena
kesehatan yang umum bagi bayi. Selain itu, ibu yang pertama kali memiliki
bayi merasa tidak sanggup merawat bayinya seorang diri dirumah baik itu dari
segi kasih sayang maupun dari segi finansial. Baby blue syndrome juga sangat
mungkin terjadi oleh para ibu yang pernah mengalami trauma melahirkan atau
Sekilas baby blues memang tidak berbahaya. Tapi kondisi ini, efeknya
sangat nyata pada perkembangan anak karena biasanya ibu yang mengalami
baby blues tidak dapat merawat anaknya dengan baik, jadi secara otomatis ia
juga tidak bias memberikan kebutuhan yang seharusnya diterima anaknya, baik
itu dari segi perhatian maupun nutrisi yang masuk ketubuhnya (Syahrir S,
2008).
Oleh karena itu seorang ibu hendaklah merawat anaknya dengan baik
yang disertai ketulusan hati dalam merawat anak tanpa adanya tekanan jiwa
atau pun rasa stress karena stress dan sikap yang tidak tulus ibu yang secara
terus menerus diterima oleh bayi kelak bisa membuatnya menjadi anak yang
kalah merugikan adalah bayi cenderung mudah sakit, kurangnya perhatian ibu
Umur itu sendiri bukan faktor utama yang menentukan apakah wanita
lebih rentan atau kurang rentan terhadap depresi pasaca melahirkan (baby
blues). Namun, ada gunanya bila kita mengetahui berbagai tekanan yang
dialami para wanita baik usia muda maupun tua karena hal ini berperan
dalam terjadinya depresi. Dewasa ini, lebih banyak wanita melahirkan di usia
yang lebih besar dan gaya hidup yang lebih mapan, wanita yang lebih tua
suatu sikap yang membuat depresi lebih muda terjadi bila hal itu berkaitan
dengan perwatan bayi. Wanita berkarir tinggi yang baru melahirkan bayi dan
dapat kembali bekerja dalam waktu sepuluh hari adalah mitos yang
sulit melepaskan sikapnya yang teratur sewaktu merawat bayi. Mereka pikir
dengan tangisannya yang terus menerus, rasa laparnya yang tidak teratur,
jadwal yang tidak jelas dan membuatnya kurang tidur, mereka umumnya
lebih rentan terhadap depresi. Sedangkan ibu yang usianya lebih muda,
meskipun lebih muda menyesuaikan diri, tidak terlalu kaku dalam bertindak
dan mempunyai energi fisik lebih besar, mereka tidak mempunyai kesabaran
atau kematangan seperti yang dimiliki wanita lebih matang, yang telah
kehilangan rasa mudanya , atau bahwa mereka harus kehilangan karir yang
sedang dibangunnya atau kadang baru dimulai. Kedua perasaan ini dapat
menimbulkan kesdihan yang ikut berperan dalam terjadinya depresi
(Marshall, 2004).
Ibu yang berusia 40 tahun ke atas mengalami risiko yang tinggi untuk
Tekanan darah tinggi, diabetes, kardiovaskular yang dialami oleh ibu yang
juga berisiko pada janin yang dikandungnya. Pada penelitian yang dilakukan
terhadap kejadian baby blues, besar risiko penderita baby blues pada umur
<20 tahun atau >35 tahun 3,5 kali lebih besar dibanding penderita yang
Paritas adalah jumlah persalinan yang pernah dialami oleh ibu baik
lahir hidup maupun lahir mati dengan umur kehamilan 28 minggu. Ibu
(Wiknojosastro, 1997).
blues, besar risiko penderita baby blues yang primipara 3,6 kali lebih besar
yang lebih besar. Untuk semua wanita (dengan atau tanpa riwayat depresi
kejadian baby blues, besar risiko terhadap kejadian baby blues yang
memiliki riwayat depresi 22 kali lebih besar dibanding penderita baby blues
dapat menyebabkan kematian pada ibu dan bayi (Obstetri Fisiologi. 1983).
1. Perdarahan
2. Pre-Eklamsia
umumnya terjadi dalam triwulan ke-3 kehamilan dan dapat terjadi pada
1983).
dalam jaringan tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat
badan serta pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka. Kenaikan berat
normal tetapi bila kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali, hal ini perlu
1983).
penyakit ini, akan tetapi tidak ada yang dapat memberi jawaban yang
dan demam berturut-turut selama dua hari sesudah persalinan dan yang
disertai keluarnya cairan yang berbau dari liang rahim. Infeksi jalan lahir
Fisiologi. 1983).
faktor risiko terhadap kejaidan baby blues, besar risiko penderita baby
tidak berfungsi dengan baik atau terpisah dari rahim, tekanan atatu
kekusutan pada tali pusar, aktivitas rahim yang panjang dan berlebihan atau
infeksi janin, cacat, perdarahan, serta penyakit pada ibu (anemia, hipertensi,
penyakit jantung, tekanan darah rendah yang tidak wajar), distosia bahu,
rahim robek, inverse rahim, luka goresan pada vagina dan leher rahim,
dirasakan sebagai hal yang tidak menyenangkan secara psikis dan ini tidak
dapat diterima oleh sekita 30% wanita (Mathai M, 2000). Penelitian yang
hubungan yang bermakna, yaitu bahwa baby blues lebih banyak dialami
oleh wanita dengan riwayat komplikasi obstetric yang kurang baik. Selain
itu, dari hasil penelitian Syahrir S (2008) di Rumah Sakit Bersalin Pertiwi
kejadian baby blues, besar risiko penderita baby blues yang memiliki
komplikasi persalinan 5,9 kali lebih besar dibanding penderita baby blues
pada ibu primipara yaitu responden yang menyatakan dukungan dari suami
terlibat dalam sistem sosial yang pada akhirnya akan dapat memberikan
bayinya, sang ayah tidak hanya tidur sepanjang malam. Ayah bisa
menemani ibu dan bayi, mengangkat bayi dari tempat tidurnya, mengganti
popok bayi bila perlu, memberikan bayi pada ibu saat jam menyusui, dan
Dukungan suami sangat penting dan tidak bisa diremehkan dan yang tak
pasangan dan keluarga akan memberi kekuatan tersendiri bagi ibu (Fatimah
S, 2009).
suami merupakan faktor risiko terhadap kejadian baby blues, besar risiko
penderita baby blues tanpa dukungan dari suami 24 kali lebih besar
(Syahrir S, 2008). Maka dari itu perlu adanya peningkatan peranan suami
Scale (EPDS)
mencakup hal-hal lain yang terdapat pada baby blues (Iskandar, 2007)
dan harus dipilih satu sesuai dengan gradasi perasaan yang dirasakan ibu
pasca persalinan saat itu (Mayu, 2004). Nilai skoring yang dianggap positif
bervariasi 9 sampai 13. Nilai skor ≥13 pada skala ini, dianggap pasien
dapat mendetksi depresi pasca persalinan pada sampel yang diambil dari
memilki sensitivitas 68% sampai 86% spesifitas sebesar 78% sampai 96%.
Skala ini terbukti memilki sensitivitas dan spesifitas baik untuk membantu
tersebut sebaiknya ibu tidak ditemani oleh anggota keluarga yang lain, hal
ini dilakukan untuk memberikan hasil yang lebih baik. Pertanyaan harus
dijawab sendiri oleh ibu dan rata-rata dapat diselesaikan dalam waktu 5
(Iskandar, 2007).
ibu remaja bahwa usia, dukungan status sosial ekonomi keluarga, secara
profil gejala yang sama. Dari 25 wanita menderita depresi pasca persalinan
sama pada minggu pertama pasca persalinan (skor EPDS hari ketiga adalah
pada wanita sekitar 25%. Paling sedikit 10% dari wanita menderita
Ringkasan Baby blues syndrome atau sering disebut juga dengan istilah
maternity blues atau post partum blues adalah gangguan emosi ringan yang
biasanya terjadi dalam kurun waktu 2 minggu atau 14 hari setelah ibu melahirkan.
Banyak faktor yang bisa menyebabkan baby blue syndrome, yaitu : dari ibu, bayi
yang di lahirkan dan lingkungan sekitar. Ketidakseimbangan hormonal, hormon
thyroid, perubahan gaya hidup juga dilaporkan sebagai faktor yang menyebabkan
baby blue syndrome. Baby blues ditandai perasaan sedih, seperti menangis,
perasaan kesepian atu menolak bayi, cemas, bingung, lelah, merasa gagal dan tidak
bisa tidur. Baby blues relatif ringan dan biasanya berlangsung 2 minggu.
Perbedaan dengan syndrome of postpartum distress adalah pada frekuensi,
intensitas dan lamanya durasi gejala. Dalam postpartum depression, gejala yang
lebih sering, lebih intens dan lebih lama. Seseorang terdiagnosis Baby Blues
Syndrome apabila terlihat secara psikologis kejiwaannya seperti di bawah ini.
Perasaan cemas, khawatir ataupun was was yang berlebihan, sedih, murung,
dan sering menangis tanpa ada sebab (tidak jelas penyebabnya). Seringkali merasa
kelelahan dan sakit kepala dalam beberapa kasus sering migrain. Perasaan
ketidakmampuan, misalnya dalam mengurus anak. Adanya perasaan putus asa
Jika pasien mengalaminya lebih dari 2 minggu, bisa jadi pasien mengalami
Post partum Depression. Apabila gejala diatas tidak disadari dan lama kelamaan
tekanan atau stres yang dirasakan semakin kuat atau semakin besar maka penderita
akan mengalami depresi pasca melahirkan yang berat.Meskipun gejalanya cukup
ringan bila dibandingkan dengan postpartum depression, bukan berarti sindrom ini
bisa di abaikan begitu saja. Penanganan yang bisa dilakukan antara lain : istirahat
yang cukup, berolahraga teratur, mengkonsumsi makanan yang bergizi, dan yang
paling penting adalah melakukan relaksasi agar emosi tetap terjaga.
DAFTAR PUSTAKA
Jofesson A dkk. 2002. Obstetric, Somatic, and Demographic Risk Factors for
Postpartum Depressive Symptoms; in the American College of
Obstetricians and Gynecologists.
Majalah Obstetri dan Ginekologi Indonesia, 1998. Vol.22. Nomor 2. Hlm 49-57;
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirihardjo.
Norhana SW, 1995. Pendekatan Psychiatry Liaison pada Depresi Pasca Partus.
Indonesian Psychiatric Quarterly ; XXVIII ;4:91-8.
Obstetri Fisiologi. 1983. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Padjajaran Badung.
Rianta, Trika. 2004. Efektifitas Pendampingan Suami Pada Kala II Persalinan dan
Kejadian Depresi Pasca Persalinan. (Skripsi) Program Pendidikan Dokter
Spesialis I (PPDS I) Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Sari LS, 2009. Sindroma Depresi Pasca Persalinan Di Rumah Sakit Umum Pusat
Haji Adam Malik Medan. (Tesis) Bidang Ilmu Kedokteran Jiwa pada
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan.
Syahrir S, 2008. Faktor Risiko Baby Blues di Rumah sakit Bersalin Pertiwi Propinsi
Sulwasesi Selatan Tahun 2007.(Skripsi) Program Studi Epidemiologi
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Makassar.
Bisa terjadi pada orang yang tidak pernah dan berasal dari anggota keluarganya
yang tidak pernah mengalami penyimpangan mood Tidak berpikir ingin bunuh
diri Jarang ada yang berpikir ingin menyakiti sang bayi Hampir tidak pernah
merasa bersalah dan tidak berdaya. Bisa kembali normal dengan sendirinya bila
dukungan dan bantuan anggota keluarga lain bisa membuat sang ibu baru tersebut
tenang
Sangat dipengaruhi kondisi sosial budaya dan tingkat ekonomi Sangat erat
hubungannya dengan pengalaman penyimpangan mood yang pernah/sedang
dialami. Bisa terjadi pada ibu yang anggota keluarga lainnya pernah mengalami
penyimpangan mood. Kadang berpikir ingin bunuh diri. Sering berpikir ingin
menyakiti sang bayi Sering merasa berlebihan merasa bersalah dan tidak berdaya
Perlu mendapatkan bantuan dan treatment
berdiri, tidak bisa berjalan/bergerak Terjadi beberapa hari, rata-rata 2-3 minggu
setelah kelahiran, hampir selalu dalam kurun 8 minggu 50% berasal dari keluarga
yang pernah mengalami penyimpangan mood Ingin bunuh diri atau membunuh
sang bayi. Bisa merasa ada suarasuara yang menyuruhnya bunuh diri atau
membunuh sang bayi Dari populasi penderita, 5% bunuh diri, 4 % membunuh
bayinya, 67% mengalami kejadian kedua kali penyimpangan emosional (affective
disorder) sepanjang tahun Proses kelahiran menjadi salah satu ketegangan yang
berkembang menjadi penyimpangan
mood yang hebat Harus mendapatkan bantuan, pengawasan dan treatment Tabel
2.1 Perbedaan Gejala Kinis dari Baby Blue Syndrome, Postpartum Deppression dan
Postpartum Psychotic 1
Berikut adalah perbedaan antara baby blues syndrome dengan post partum
depression. Karakteristik Insiden Onset Durasi Hari sampai minggu Stressor yang
berhubungan Pengaruh Budaya Riwayat Mood Disorder Riwayat Keluarga Mood
Disorder Rasa Sedih Mood Lability ya Sosial dan Baby Blues Syndrome 30-75%
pada ibu yang melahirkan 3-5 hari setelah melahirkan Post Patum Depression 10-
15% pada ibu yang melahirkan 3-6 bulan setelah melahirkan Minggu sampai
bulanan jika tidak mendapat perawatan Tidak ada hubungan Tidak ada hubungan
Tidak ada hubungan Tidak ada hubungan ya Ada terutama kurang nya dukungan
Ada hubungan yang kuat Ada hubungan yang kuat Ada beberapa hubungan ya
Sering pada awalnya kemudian depresi secara bertahap
Anhedonia Gangguan Tidur Keinginan Diri Keinginan untuk Menyakiti Bayi
Adanya Perasaan bersalah dan ketidakmampuan untuk Bunuh
Tidak Kadang-kadang Tidak ada Jarang Tidak ada dan jika ada biasanya ringan
Sering Sering Kadang-kadang Sering Sering dan biasanya berat
Tabel 2.2 Perbedaan antara Baby Blues Syndrome dengan Post Partum Depression
8