Anda di halaman 1dari 50

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Post partum blues merupakan kesedihan atau kemurungan

setelah melahirkan, biasanya hanya muncul sementara waktu, yakni

sekitar dua hari hingga dua minggu sejak kelahiran bayi. Tanda dan

gejalanya antara lain cemas tanpa sebab, menangis tanpa sebab, tidak

sabar, tidak percaya diri, sensitif atau mudah tersinggung, serta merasa

kurang menyayangi bayinya.

Peningkatan dukungan mental atau dukungan keluarga sangat di

perlukan dalam mengatasi gangguan psikologis yang berhubungan

dengan masa nifas ini (Dahro, 2012) Saat ini dalam setiap menit, setiap

hari, seorang ibu meninggal disebabkan oleh komplikasi yang

berhubungan dengan kehamilan, kematian, persalinan dan nifas.

Organisasi Kesehatan dunia ( WHO ) melaporkan bahwa kematian ibu

diperkirakan sebanyak 500.000 kematian disetiap tahun diantaranya 99%

di negara berkembang. Indikator derajat kesehatan dan kesejahteraan

masyarakat adalah menurunkan angka kematian maternal dan perinatal.

Di Indonesia angka kematian maternal dan perinatal masih tinggi.

Hasil survey demografi indonesia ( SDKI ) pada tahun 2003, AKI

yaitu 307 / 100.000 kelahiran hidup ( Depkes, 2004 )


2

Angka kejadian post partum blues di luar negeri cukup tinggi

mencapai 26-85%. Secara global diperkirakan 20% wanita melahirkan

menderita post partum blues. Di belanda tahun 2001 diperkirakan 2-10%

ibu melahirkan mengidap gangguan ini. Diperkirakan 50-70% ibu

melahirkan menunjukkan gejala-gejala awal kemunculan postpartumblues,

walau demikian gejala tersebut dapat hilang secara perlahan karena

proses adaptasi yang baik serta dukungan dari keluarga yang cukup.

Suatu penelitian di Negara yang pernah di lakukan seperti di Swedia,

Australia, Italia dan Indononesia dengan menggunakan EDPS

(EdinburgPostnatal Depressiob Scale) tahun 1993 menunjukkan 73%

wanita mengalami post paritum blues(Munawaroh, 2008).

Sebagian besar kaum wanita menganggap bahwa kehamilan

adalah peristiwa kodrati yang harus dilalui tetapi sebagian wanita

menganggap sebagai peristiwa khusus yang sangat menentukan

kehidupan selanjutnya (Iskandar, 2007). Maka kualitas hidup manusia baik

fisik dan psikologis wanita perlu dipertahankan. Penurunan psikologis

dapat terjadi pada ibu post partum yaitu post partum blues. Post partum

blues terjadi karena kurangnya dukungan terhadap penyesuaian yang

dibutuhkan oleh wanita 18 dalam menghadapi aktifitas dan peran barunya

sebagai ibu setelah melahirkan (Iskandar, 2007). Namun hasil penelitian

yang dilakukan di DKI Jakarta oleh dr. Irawati Sp.Kj menunjukkan 25% dari

580 ibu yang menjadi respondennya mengalami sindroma ini. Dan dari
3

beberapa penelitian yang telah dilakukan di Jakarta, Yogyakarta dan

Surabaya, ditemukan bahwa angka kejadiannya 11-30 %, suatu jumlah

yang tidak sedikit dan tidak mungkin dibiarkan begitu saja (Sylvia,

2006).Walaupun hampir 80% wanita hamil mengalami serangan post

partum blues setelah melahirkan bayi mereka, depresi pasca kelahiran

merupakan masalah yang lebih serius. Menghinggapi kira-kira 10% ibu

baru, depresi ini lebih parah dan lebih kuat, serta bisa memengaruhi

kemampuan merawat bayi. Wanita yang pernah mengalami depresi lebih

rentan terhadap depresi, tanpa memandang usia atau jumlah kelahiran

sebelumnya (Deepak, David, dkk, 2006) Periode kehamilan dan

melahirkan merupakan periode kehidupan yang penuh dengan potensi

stres. Seorang wanita dalam periode kehamilan dan periode melahirkan

(Post Partum) cenderung mengalami stres yang cukup besarkarena

keterbatasan kondisi fisik yang membuatnya harus membatasi aktivitas.

Secara psikologis seorang ibu post partum akan melalui proses adaptasi

psikologi semasa post partum (Sarwono, 2005).

Dari kantor BKKBN provinsi aceh di temukan data bahwa 7 dari

10 ibu yang melahirkan di provinsi aceh pada tahun 2012 mengalami

depresi berat setelah melahirkan, gejala depresi seperti tidak nafsu makan

dan susah tidur merupakan keluhan yang paling sering di utarakan para

ibu pasca melahirkan. (BKKBN, 2012)


4

Data dari Dinas Kesehatan Aceh Besar juga menunjukkan bahwa

10 % ibu pasca melahirkan mengalami Post Partum Blues pada tahun

2011 dan meningkat pada tahun 2012, yaitu 11,4% ibu yang melahirkan 2-

14 hari setelah melahirkan mengalami gejala yang sama, yaitu tidak nafsu

makan, susah tidur dan merasa tidak mampu merawat bayinya sendirian.

Jumlah semua ibu bersalin di wilayah kerja Puskesmas Kajhu Kabupaten

Baitussalam pada Tahun 2013 antara bulan Januari s/d Desember 2013

tercatat ada 682 pasien yang datang rawat inap untuk melahirkan dan

jumlah ibu yang mengalami Post PartumBlues di wilayah kerja Puskesmas

Kajhu ada 416 (77,76 %) pasien. (Laporan Puskesmas Kajhu 2013).

Berdasarkan hasil wawancara yang telah di lakukan penulis di

RSUD Andi Djemma Masamba di ambil sampel Ibu Post Partum 7- 44 hari.

Dari hasil wawancara yang penulis dapatkan 8 dari 15 orang ibu

mengalami SyndromeBabyBlues, sedangkan 7 orang ibu lagi tidak

mengalami SyndromeBabyBlues, karena banyak ibu yang belum siap

menjadi seorang ibu dan kurangnya dukungan dari keluarga. (Puskesmas

Kajhu, 2013) Dari hasil wawancara tersebut, ke 8 ibu yang mengalami

Post Partum Blues mengatakan : ibu tidak mau menyusui setelah

melahirkan, cenderung marah ketika mendengar tangisan bayinya, tidak

mau mengurusi bayinya dan menyerahkan bayi kepada ibu atau

mertuanya, kesal ketika suaminya perhatian kepada bayi yang baru ia

lahirkan, gelisah dan susah tidur, ibu juga merasa cemburu atas kehadiran
5

bayinya. Sehingga dari itu penulis merasa tertarik untuk mengetahui

“Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Post partum Blues pada Ibu

Pasca Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Kajhu Kecamatan

Baitussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013”

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut,

dikemukakan masalah penelitian sebagai berikut: “Apakah Ada

Hubungan dukungan sosial suami dengan kejadian Post partum Blues di

Wilayah Kerja RSUD Andi Djemma Masamba tahun 2018”

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Hubungan dukungan sosial suami dengan

kejadian Post partum Blues di Wilayah Kerja RSUD Andi Djemma

Masamba tahun 2018”

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kejadian

PostPartumBlues di Wilayah Kerja RSUD Andi Djemma Masamba

tahun 2018.

b. Untuk mengetahui Hubungan dukungan suami dengan kejadian

PostPartumBlues di Wilayah Kerja RSUD Andi Djemma Masamba

tahun 2018
6

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Keilmuan

a. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai dokumentasi

pada perpustakaan STIKES Graha Edukasi Makassar serta

dapat dikembangkan lebih luas dalam penelitian sebelumnya.

b. Diharapkan penelitian ini mampu memperkaya khasanah ilmu

pengetahuan dan menjadi acuan bagi peneliti selanjutnya.

2. Manfaat Aplikatif

a. Diharapkan dapat menjadi acuan dan pembelajaran bagi

masyarakat, khusunya Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit agar

mampu meningkatkan pengetahuan tentang Postpartum Blues

b. Penelitian ini akan menjadi pengalaman yang berharga dalam

rangka proses memperdalam wawasan dan ilmu pengetahuan.


7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN UMUM TENTANGG POST PARTUM BLUES

1. Pengertian Post Partum Blues

Post PartumBlues adalah perasaan sedih dan depresi segera

setelah persalinan, dengan gejala dimulai dua atau tiga hari pasca

persalinan dan biasanyahilang dalam waktu satu atau dua minggu

(Gennaro, dalam Bobak dkk., 2004). Periode Post Partum adalah periode

waktu yang muncul sesegera setelah seorang wanita melahirkan hingga

52 minggu (Registered Nurses’Association of Ontario, 2005).

Post partumblues adalah suatu tingkat keadaan depresi bersifat

sementara yang dialami oleh kebanyakan ibu yang baru melahirkan

karena perubahan tingkat hormon, tanggung jawab baru akibat perluasan

keluarga dan pengasuhan terhadap bayi. Keadaan ini biasanya muncul

antara hari ke-tiga hingga ke-sepuluh pasca persalinan, seringkali setelah

pasien keluar dari rumah sakit. Apabila gejala ini berlanjut lebih dari dua

minggu, maka dapat menjadi tanda terjadinya gangguan depresi yang

lebih berat, ataupun psikosis post partum dan tidak boleh diabaikan

(Novak dan Broom, 2009)

Postpartumblues merupakan keadaan psikologis ini yang dapat

dijelaskan sebagai tingkat depresi post partum ringan, dengan reaksi


8

yang dapat muncul setiap saat pasca persalinan, sering kali pada hari ke-

tiga atau ke-empat dan mencapai puncaknya antara hari ke-lima hingga

hari ke-empat belas pasca persalinan (Bobak dkk., 2004). Dari tiga

pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian Post partum

blues adalah suatu keadaan psikologis setelah melahirkan yang bersifat

sementara dan dialami oleh kebanyakan ibu baru, muncul pada hari ke-

tiga atau ke-empat dan biasanya berakhir dalam dua minggu pasca

persalinan,ditunjukkan dengan adanya perasaan sedih dan depresi,

sebagai bentuk depresi postpartum tingkat ringan sehingga

memungkinkan terjadinya gangguan yang lebih berat, disebabkan karena

perubahan tingkat hormon, tanggung jawab baru akibat perluasan

keluarga dan pengasuhan terhadap bayi (Novak dan Broom, 2009).

2. Gejala post partum blues

Gejala post partumblues (Novak dan Broom, 2009) yaitu suatu

keadaan yang tidak dapat dijelaskan, merasa sedih, mudah tersinggung,

gangguan pada nafsu makan dan tidur. Selanjutnya dengan kata lain, ciri-

ciri post partum blues menurut Young dan Ehrhardt (dalam Strong dan

Devault, 2009) diantaranya:

a. Perubahan keadaan dan suasana hati ibu yang bergantian dan sulit

diprediksi seperti menangis, kelelahan, mudah tersinggung, kadang-

kadang mengalami kebingungan ringan atau mudah lupa.


9

b. Pola tidur yang tidak teratur karena kebutuhan bayi yang baru

dilahirkannya, ketidaknyamanan karena kelahiran anak, dan perasaan

asing terhadap lingkungan tempat bersalin.

c. Merasa kesepian, jauh dari keluarga, menyalahkan diri sendiri karena

suasana hati yang terus berubah-ubah.

d. Kehilangan kontrol terhadap kehidupannya karena ketergantungan bayi

yang baru dilahirkannya. Gennaro (dalam Bobak dkk., 2004)

menjelaskan bahwa selama Post partumblues, ibu akan mengalami

perasaan kecewa dan mudah tersinggung, ditunjukkan dengan perilaku

mudah menangis, kehilangan nafsu makan, mengalami gangguan tidur,

dan merasa cemas. Hansen, Jones (dalam Bobak dkk., 2004)

menjelaskan bahwa Post partumblues dapat menyebabkan serangan

menangis, perasaan kesepian atau ditolak,kecemasan, kebingungan,

kegelisahan, kelelahan, mudah lalai, dan sulit tidur. Kennerley dan Gath

menggambarkan suatu instrumen yang reliabel danvalid yang mengukur

tujuh gejala Postpartum Blues, yaitu perubahan suasana hati yang tidak

pasti, merasa “tidak mampu”, kecemasan, perasaan emosional yang

berlebihan, mengalami kesedihan, kelelahan, dan kebingungan atau

fikiran yang kacau (dalam Bobak dkk, 2004).

3. Penyebab post partum blues

Beberapa penyebab postpartumblues diantaranya :


10

a. Perubahan Hormon

b. Stress

c. ASI tidak keluar

d. Frustasi karena bayi tidak mau tidur, nangis dan gumoh

e. Kelelahan pasca melahirkan, dan sakitnya akibat operasi.

f. Suami yang tidak membantu, tidak mau mengerti perasaan istri maupun

persoalan lainnya dengan suami.

g. Masalah dengan Orang tua dan Mertua.

h. Takut kehilangan bayi.

i. Sendirian mengurus bayi, tidak ada yang membantu.

j. Takut untuk memulai hubungan suami istri (ML), anak akan terganggu.

k. Bayi sakit (Kuning, dll).

l. Rasa bosan si Ibu.

m.Problem dengan si Sulung.

4. Masalah pada post partum blues

Beberapa masalah yang dapat timbul pada klien yang mengalami

Postpartumblues diantaranya :

a. Menangis dan ditambah ketakutan tidak bisa memberi asi

b. Frustasi karena anak tidak mau tidur

c. Ibu merasa lelah, migraine dan cenderung sensitive

d. Merasa sebal terhadap suami

e. Masalah dalam menghadapi omongan ibu mertua


11

f. Menangis dan takut apabila bayinya meninggal

g. Menahan rasa rindu dan merasa jauh dari suami

h. Menghabiskan waktu bersama bayi yang terus menerus menangis

sehingga membuat ibu frustasi

i. Perilaku anak semakin nakal sehingga ibu menjadi stress

j. Adanya persoalan dengan suami

k. Stress bila bayinya kuning

l. Adanya masalah dengan ibu

m.Terganggunya tidur ibu pada malam hari karena bayinya menangis

n. Jika ibu mengalami luka operasi, yang rasa sakitnya menambah

masalah bagi ibu

o. Setiap kegiatan ibu menjadi terbatas karena hadirnya seorang bayi

p. Takut melakukan hubungan suami isteri karena takut mengganggu bayi

q. Kebanyakan para ibu baru ingin pulang ke rumah orang tuanya dan

berada didekat ibunya.

5. Penanganan post partum blues

Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan mengalami

fase-fase sebagai berikut :

a. Fase Taking in yaitu periode ketergantungan yang berlangsung pada

hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu focus

perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Pengalaman selama proses


12

persalinan sering berulang diceritakannya. Hal ini membuat cenderung

menjadi pasif terhadap lingkungannya.

b. Fase taking hold yaitu periode yang berlangsung antara 3-10 hari

setelah melahirkan. Pada fase ini ibu merasa khawatir akan ketidak

mampuannya dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Pada

fase ini ibu memerlukan dukungan karena saat ini merupakan

kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam

merawat diri dan bayinya sehingga timbul percaya diri.

c. Fase letting go merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran

barunya yang verlangsung sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu sudah

dapat menyesuaikan diri, merawat diri dan bayinya sudah meningkat.

Penanganan gangguan mental post partum pada prinsipnya tidak

berbeda dengan penanganan gangguan mental pada momen-momen

lainya. Para ibu yang mengalami post-partum blues membutuhkan

pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan

pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan

psikologis seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang harus juga dipenuhi.

Mereka membutuhkan kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan

perasaan mereka dari situasi yang menakutkan. Mungkin juga mereka

membutuhkan pengobatan dan/atau istirahat, dan seringkali akan merasa

gembira mendapat pertolongan yang praktis. Dengan bantuan dari teman

dan keluarga, mereka mungkin perlu untuk mengatur atau menata


13

kembali kegiatan rutin sehari-hari, atau mungkin menghilangkan

beberapa kegiatan, disesuaikan dengan konsep mereka tentang keibuan

dan perawatan bayi. Bila memang diperlukan, dapat diberikan

pertolongan dari para ahli, misalnya dari seorang psikolog atau konselor

yang berpengalaman dalam bidang tersebut. Para ahli obstetri

memegang peranan penting untuk mempersiapkan para wanita untuk

kemungkinan terjadinya gangguan mental pasca-salin dan segera

memberikan penanganan yang tepat bila terjadi gangguan tersebut,

bahkan merujuk para ahli psikologi/konseling bila memang diperlukan.

Dukungan yang memadai dari para petugas obstetri, yaitu: dokter

dan bidan/perawat sangat diperlukan, misalnya dengan cara memberikan

informasi yang memadai/adekuat tentang proses kehamilan dan

persalinan, termasuk penyulit-penyulit yang mungkin timbul dalam masa-

masa tersebut serta penanganannya.Dibutuhkan pendekatan

menyeluruh/holistik dalam penanganan para ibu yang mengalami post-

partum blues.Pengobatan medis, konseling emosional, bantuan-bantuan

praktis dan pemahaman secara intelektual tentang pengalaman dan

harapan-harapan mereka mungkin pada saat-saat tertentu. Secara garis

besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan di tingkat perilaku,

emosional, intelektual, sosial dan psikologis secara bersama-sama,

dengan melibatkan lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga teman

dekatnya.
14

6. Pencegahan post partum blues

Menurut para ahli, stres dalam keluarga dan kepribadian si ibu,

memengaruhi terjadinya depresi ini. Stres di keluarga bisa akibat faktor

ekonomi yang buruk atau kurangnya dukungan kepada sang ibu. Hampir

semua wanita, setelah melahirkan akan mengalami stres yang tak

menentu, seperti sedih dan takut. Perasaan emosional inilah yang

memengaruhi kepekaan seorang ibu pasca melahirkan.

Hingga saat ini, memang belum ada jalan keluar yang mujarab

untuk menghindari post partum blues. Yang bisa dilakukan, hanyalah

berusaha melindungi diri dan mengurangi resiko tersebut dari dalam diri.

Sikap proaktif untuk mengetahui penyebab dan resikonya, serta meneliti

faktor-faktor apa saja yang bisa memicu juga dapat dijadikan alternative

untuk menghindari post partum blues. Selain itu juga dapat

mengkonsultasikan pada dokter atau orang yang profesional, agar dapat

meminimalisir faktor resiko lainnya dan membantu melakukan

pengawasan.

Berikut ini beberapa kiat yang mungkin dapat mengurangi resiko

post partum blues yaitu :

a. Pelajari diri sendiri. Pelajari dan mencari informasi mengenai

Postpartum Blues, sehingga Anda sadar terhadap kondisi ini. Apabila

terjadi, maka Anda akan segera mendapatkan bantuan secepatnya.


15

b. Tidur dan makan yang cukup. Diet nutrisi cukup penting untuk

kesehatan lakukan usaha yang terbaik dengan makan dan tidur yang

cukup. Keduanya penting selama periode postpartum dan kehamilan.

c. Olah raga. Olah raga adalah kunci untuk mengurangi post partum.

Lakukan peregangan selama 15 menit dengan berjalan setiap hari,

sehingga membuat Anda merasa lebih baik dan menguasai emosi

berlebihan dalam diri Anda.

d. Hindari perubahan hidup sebelum atau sesudah melahirkan Jika

memungkinkan, hindari membuat keputusan besar seperti membeli

rumah atau pindah kerja, sebelum atau setelah melahirkan. Tetaplah

hidup secara sederhana dan menghindari stres, sehingga dapat

segera dan lebih mudah menyembuhkan postpartum yang diderita.

e. Beritahukan perasaan. Jangan takut untuk berbicara dan

mengekspresikan perasaan yang Anda inginkan dan butuhkan demi

kenyamanan Anda sendiri. Jika memiliki masalah dan merasa tidak

B. FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP TERJADINYA POST

PARTUM BLUES

Cycde (Regina dkk, 2001) mengemukakan bahwa depresi post

partum tidak berbeda secara mencolok dengan gangguan mental atau

gangguan emosional. Suasana sekitar kehamilan dan kelahiran dapat

dikatakan bukan penyebab tapi pencetus timbulnya gangguan emosional.

Nadesul (2002),
16

Penyebab nyata terjadinya gangguan pasca melahirkan adalah

adanya ketidak seimbangan hormonal ibu, yang merupakan efek

sampingan kehamilan dan persalinan. Sarafino (Yanita dan Zamralita,

2001), faktor lain yang dianggap sebagai penyebab munculnya gejala ini

adalah masa lalu ibu tersebut, yang mungkin mengalami penolakan dari

orang tuanya atau orang tua yang overprotective, kecemasan yang tinggi

terhadap perpisahan, dan ketidak puasaan dalam pernikahan.

Perempuan yang memiliki sejarah masalah emosional rentan

terhadap gejala depresi ini, kepribadian dan variabel sikap selama masa

kehamilan seperti kecemasan, kekerasan dan kontrol eksternal

berhubungan dengan munculnya gejala depresi. Hal ini sesuai dengan

yang diungkapkan oleh Llewellyn–Jones (2004), karakteristik wanita yang

berisiko mengalami depresi postpartum adalah : wanita yang mempunyai

sejarah pernah mengalami depresi, wanita yang berasal dari keluarga

yang kurang harmonis, wanita yang kurang mendapatkan dukungan dari

suami atau orang–orang terdekatnya selama hamil dan setelah

melahirkan, wanita yang jarang berkonsultasi dengan dokter selama

masa kehamilannya misalnya kurang komunikasi dan informasi, wanita

yang mengalami komplikasi selama kehamilan. Pitt (Regina dkk, 2001),

mengemukakan 4 faktor penyebeb depresi postpartum sebagai berikut :


17

1. Faktor konstitusional.

Gangguan post partum berkaitan dengan status paritas adalah riwayat

obstetri pasien yang meliputi riwayat hamil sampai bersalin serta

apakah ada komplikasi dari kehamilan dan persalinan sebelumnya dan

terjadi lebih banyak pada wanita primipara. Wanita primipara lebih

umum menderita blues karena setelah melahirkan wanita primipara

berada dalam proses adaptasi, kalau dulu hanya memikirkan diri

sendiri begitu bayi lahir jika ibu tidak paham perannya ia akan menjadi

bingung sementara bayinya harus tetap dirawat

2. Faktor fisik

Perubahan fisik setelah proses kelahiran dan memuncaknya gangguan

mental selama 2 minggu pertama menunjukkan bahwa faktor fisik

dihubungkan dengan kelahiran pertama merupakan faktor penting.

Perubahan hormon secara drastis setelah melahirkan dan periode

laten selama dua hari diantara kelahiran dan munculnya gejala.

Perubahan ini sangat berpengaruh pada keseimbangan. Kadang

progesteron naik dan estrogen yang menurun secara cepat setelah

melahirkan merupakan faktor penyebab yang sudah pasti.

3. Faktor psikologis.

Peralihan yang cepat dari keadaan “dua dalam satu” pada akhir

kehamilan menjadi dua individu yaitu ibu dan anak bergantung pada

penyesuaian psikologis individu. Klaus dan Kennel (Regina dkk, 2001),


18

mengindikasikan pentingnya cinta dalam menanggulangi masa

peralihan ini untuk memulai hubungan baik antara ibu dan anak.

4. Faktor dukungan dari keluarga.

Paykel (Regina dkk, 2001) mengemukakan bahwa pemukiman yang

tidak memadai lebih sering menimbulkan depresi pada ibu – ibu, selain

kurangnya dukungan dalam perkawinan.

a. Dukungan keluarga

1. Defenisi dukungan keluarga

Menurut Suparyanto (2012), dukungan keluarga adalah

sikap, tindakan dan penerimaan kelurga terhadap anggotanya.

Keluarga juga berfungsi sebagai sistem pendukung bagi

anggotanya dan anggota keluarga memandang bahwa orang yang

bersifat mendukung, selalu siap memberikan pertolongan dengan

bantuan jika diperlukan. Dukungan keluarga adalah suatu proses

hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosial keluarga

tersebut bersifat reprokasitas (sifat dan hubungan timbal balik),

advis atau umpan balik (kuantitas dan kualitas komunikasi) serta

keterlibatan emosional ke dalam intimasi dan kepercayaan dalam

hubungan sosial. Dukungan keluarga juga diartikan sebagai

keberadaan, kesedian, kepedulian, dari orang-orang yang dapat

diandalkan, serta dapat menghargai dan saling menyayangi

(Setiadi, 2008). Dukungan keluarga adalah komunikasi verbal dan


19

nonverbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang

diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subyek yang nyata

atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab

dengan subyek di dalam lingkungan sosial atau berupa kehadiran

dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau

berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini

seseorang merasa memperoleh dukungan secara emosional

merasa lega karena mendapat perhatian, saran atau kesan yang

menyenangkan pada dirinya (Purnawan, 2008).

2. Jenis dukungan keluarga

Jenis- Jenis Dukungan Keluarga House (Suhita, 2005)

berpendapat bahwa ada empat aspek

a. Emosional

Aspek ini melibatkan kekuatan jasmani dan keinginan untuk

percaya pada orang lain sehingga individu yang bersangkutan

menjadi yakin bahwa orang lain tersebut mampu memberikan

cinta dan kasih sayang kepada dirinya.

b. Instrumental

Aspek ini meliputi penyediaan sarana untuk mempermudah atau

menolong orang lain sebagai contohnya adalah peralatan,

perlengkapan, dan sarana pendukung lain dan termasuk

didalamnya memberikan peluang waktu.


20

c. Informative

Aspek ini berupa pemberian informasi untuk mengatasi masalah

pribadi. Terdiri dari pemberian nasehat, pengarahan, dan

keterangan lain yang dibutuhkan oleh individu yang

bersangkutan.

d. Penghargaan

Aspek ini terdiri atas dukungan peran keluarga yang meliputi

umpan balik, perbandingan sosial, dan afirmasi. Menurut

Barrera (Suhita, 2005) terdapat lima macam dukungan sosial

suami yaitu: Bantuan Materi: dapat berupa uang dan Bantuan

Fisik: interaksi yang mendalam, mencakup pemberian kasih

sayang dan kesediaan untuk mendengarkan permasalahan dan

Bimbingan: termasuk pengajarandan pemberian nasehat seta

Umpan balik: pertolongan seseorang yang paham dengan

masalahnya sekaligus memberikan pilihan respon yang tepat

untuk menyelesaikan masalah.

3. Sumber Dukungan Keluarga

Sumber- sumber dukungan keluarga menurut suhita (2005) yaitu

a. Suami

Menurut Wirawan (2001) hubungan prkawinan merupakan

hubungan akrap yang diikuti oleh minat yang sama,


21

kepentingan yang sama, saling membagi perasaan, saling

mendukung, dan menyelesaikan permasalahan bersama

b. Orang tua Menurut Heardman (2000) keluarga merupakan

sumber sumber dukungan keluarga karena dalam hubungan

keluarga tercipta hubungan yang saling mempercayai.

Individu sebagai anggota keluarga akan menjadikan keluarga

sebagai kumpulan harapan, tempat bercerita, tempat

bertanya, dan tempat mengeluarkan keluhan- keluhan

apabila individu sedang mengalami permasalahan.

c. Saudara

Menurut Kail dan Neilsen (Suhita, 2005) saudara merupakan

sumber dukungan keluarga karena dapat memberikan rasa

senang dan dukungan selama mengalami suatu

permasalahan. Sedangkan menurut Ahmadi (2001) bahwa

persaudaraan adalah hubungan yang saling mendukung,

saling memelihara, pemberian dalam persaudaraan dapat

terwujud barang atau perhatian tanpa unsur eksploitasi.

Menurut Purnawan (2008), ada 2 sumber dukungan keluarga

yaitu natural dan artifisial. Dukungan keluarga natural

diterima sesorang melalui interaksi sosial dalam

kehidupannya secara spontan dengan orang-orang yang

berada di sekitarnya misal anggota keluarga (ibu,


22

ayah,saudara dan kerabat) teman dekat. Dukungan keluarga

bersifat non formal sedangkan dukungan keluarga artifisial

adalah dukungan keluarga yang dirancang ke dalam

kebutuhan primer seseorang misalnya dukungan kelurga

akibat bencana alam melalui berbagai macam sumbangan

sehingga sumber dukungan keluarga natural memiliki

berbagai berbedaan jika dibandingkan dengan dukungan

keluarga artifisial perbedaan tersebut terletak pada:

1. Keberadaan sumber dukungan keluarga natural bersifat

apa adanya tanpa dibuat-buat sehingga mudah diperoleh

dan bersifat spontan.

2. Sumber dukungan keluarga yang natural mempunyai

kesesuaian dengan nama yang berlaku tentang kapan

sesuatu harus diberikan.

3. Sumber dukungan keluarga natural berakar dari

hubungan yang telah lama.

4. Sumber dukungan natural mempunyai keragaman dalam

penyampaian dukungan mulai dari dukungan secara fisik

dan dukungan secara moral.

5. Sumber dukungan keluarga natural terbebas dari beban

dan psikologis.
23

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga

Menurut Purnawan (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan

keluarga adalah:

a. Faktor Internal

1. Tahap perkembangan

Dukungan keluarga dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini

adalah pertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian setiap

rentang usia (bayi-lansia) memiliki pemahaman dan respon

terhadap perubahan yang dalam anggotanya yang bebeda-beda.

2. Pendidikan atau tingkat pengetahuan

Keyakinan seseorang terhadap adanya dukungan terbentuk oleh

variabel intelektual yang terdiri dari pengetahuan, latar belakang

pendidikan dan pengalaman masa lalu.

3. Faktor psikologis

Psikologis juga merupakan faktor yang berpengaruh dalam

dukungan keluarga terhadap anggota keluarganya terutama anak

pada usia prasekolah. Adapun yang dapat dilakukan oleh keluarga

dalam dukungan psikologis sebagai sumber penguatan emosional

seorang anak. Dimana pada usia prasekolah anak masih memiliki

psikologis yang masih labil dan memerlukan dukungan untuk

keluarga.
24

4. Faktor spritual

Aspek spiritual dapat terlihat dari bagaimana seseorang menjalani

kehidupannya, mencakup nilai dan keyakinan yang dilaksanakan

hubungan dengan keluarga atau teman, dan kemampuan mencari

harapan dan arti dalam hidup.

b. Faktor eksternal

1. Praktik dalam Keluarga

Cara bagaimana keluarga memberikan dukungan mempengaruhi

anggotanya dalam pencapaian pengembangan kebutuhan dasarnya

dan motivasi dalam belajar.

2. Faktor sosioekonomi

Faktor sosial dan psikososial dapat meningkatkan pengetahuan dan

cara berpikir seseorang untuk lebih meningkatkan kebutuhan

dasarnya seperti belajar. Semakin tinggi tingkat ekonomi suatu

keluarga biasanya akan lebih cepat untuk memenuhi setiap

tingkatan kebutuhan yang ia perlukan.

3. Faktor budaya Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan,

nilai dan kebiasaan keluarga dalam memberikan dukungan

termasuk bagaimana cara pemberian dukungan untuk pencapaian

pada pretasi belajar.


25

5. Cara Mengukur Dukungan Keluarga

Menurut Suparyanto (2012) cara untuk mengukur dukungan keluarga

dapat dilihat dengan ciri-ciri dukungan yaitu :

a. Informatif, yaitu dengan cara memberikan dukungan infomasi yang

diperlukan oleh keluarganya seperti pemberian nasehat, pengarahan,

ide-ide atau informasi lainnya.

b. Perhatian sosial, dukungan tersebut dapat ditunjukan berupa

dukungan simpati, empati, cinta, kepercayaan dan penghargaan

c. Bantuan instrumental, anggota keluarga bersedia menolong secara

langsung jika salah satu dari anggotanya mengalami kesulitan.

Misalnya dengan cara menyediakan peralatan yang lengkap dan obat-

obatan yangdibutuhkan anggota keluarganya.

d. Bantuan penilaian, pemberian penilaian positif dan negatif yang

pengaruhnya sangat berarti seperti pujian jika anggotanya melakukan

tindakan yang benar dan teguran saat anggotanya melakukan

kesalahan. Dukungan keluarga diterjemahkan sebagai sikap penuh

perhatian yang ditujukan dalam bentuk kerjasama yang baik, serta

memberikan dukungan moral dan emosional (Jacinta, 2005)

6. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Post partum Blues

Bedasarkan penelitian yang di lakukan terhadap 54 responden di

Rumah Sakit Bougenvil pada ibu-ibu postpartum kami mendapat

responden yang rata-rata mengalami postpartumblues sejak 2 hari setalah


26

melahirkan. Responden tersebut sering menangis tanpa sebab dan tidak

mau makan serta merasa tidak mampu mengurusi bayinya. Hal ini di

karenakan kurangnya dukungan dari keluarga baik suami maupun ibunya

dalam memperhatikan keluh kesah responden setelah melahirkan. Hasil

penelitian ini sejalan dengan teori bahwa Katc dan Kahn (2000), bahwa

perhatian dari lingkungan terdekat seperti suami dan keluarga dapat

berpengaruh terhadap terjadinya syndrome baby blues.

Dukungan berupa perhatian, komunikasi dan hubungan emosional

yang hangat sangat penting. Dorongan moraldari teman-teman yang

sudah pernah bersalin juga dapat membantu Suami berperan dalam

memberikan support atau dukungan terhadap masalah yang dihadapi oleh

anggota istrinya dalam melewati masa- masa adaptasi psokologis post

partum, dimana dukungan yang dibutuhkan tidak hanya secara fisik tapi

juga moral (Yofie dalam Hawari, 2001).

Selain hal tersebut, suami dalam membuat keputusan ditentukan

oleh kemampuan keluarga, tentunya hal iniakan berpengaruh pada

dukungan yang diberikan (Gillies, et all, 1989). Hubungan perkawinan

merupakan hubungan akrap yang diikuti oleh minat yang sama,

kepentingan yang sama, saling membagi perasaan, saling mendukung,

dan menyelesaikan permasalahan bersama (Wirawan, 2001).

Hasil penelitian yang di lakukan oleh Dian Irawati (2013) di di Ruang Nifas

RSUD R.A Bosoeni Mojokerto menunjukkan terdapat pengaruh dukungan


27

keluarga dengan terjadinya post partum blues dengan nilai p = 0,013.

Dukungan keluarga merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang di

dalamnya terdapat hubungan yang saling memberi dan menerima bantuan

yang bersifat nyata, bantuan tersebut akan menempatkan individu-individu

yang terlibat dalam sistem sosial yang pada akhirnya akan dapat

memberikan cinta, perhatian maupun sense of attachment baik pada

keluarga sosial maupun pasangan (Ingela,2009).

Dukungan keluarga sangat penting dan tidak bisa diremehkan dan

yang tak kalah penting membangun suasana positif, dimana istri

merasakan hari-hari pertama yang melelahkan. Oleh sebab itu dukungan

atau sikap positif dari pasangan dan keluarga akan memberikekuatan

tersendiri bagi ibu postpartum. Keluarga memegang peranan penting

dalam terjadinya postpartum blues dan diharapkan keluarga menyadari

bahwa ibu sangat membutuhkannya pada saat saat tertentu dan suami

diharapkan ada saat istri membutuhkannya. Dukungan itu tidak hanya

berupa dukungan psikologis tapi dukungan fisiologis, penilaian, informasi

dan finansial sangat dibutuhkan oleh istri, jadi dukungan yang diberikan itu

dikemas secara utuh sehingga istri merasa nyaman dan dapat persalinan

dengan baik.

Dukungan suami merupakan strategi coping penting pada saat

mengalami stres dan berfungsi sebagai strategi preventif untuk

mengurangi stres dan konsekuensi negatifnya. Untuk itu dukungan


28

keluarga sangat dibutuhkan oleh perempuan setelah mengalami

persalinan. Peran suami dalam meminimalkan post partum blues yaitu

memahami kebutuhan istri, suami bisameluangkan waktunya untuk

menemani istri dalam perawatan bayi, kesediaan suami mengambil alih

sebagian tugas-tugas rumah tangga yang selama inidilakukan istri,

kewajiban suami membagi perhatian secara adil kepada bayi danibunya.

Meskipun kehadiran bayi sangat menyenangkan dan

membahagiakan, perlu di ingat bahwa ibu yang melahirkannya, dan

Perlunya sentuhan fisik sangatdirasakan pada masa-masa

pascamelahirkan. Dengan dukungan sosial suami yang baik maka ibu

tidak terjadi post partum blues. Sehingga kualitas dukungan yang diberikan

pada ibu berupa dukungan instrumental, dukungan informatif, kemudian

dukungan emosional dan dukungan penghargaan akan berakibat pada

penanggulangan coping yang baik pada ibu dalam melewati mada

adaptasi psikologisnya. Kualitas dukungantersebut bisa diakibatkan salah

satunya oleh karena faktor internal yaitu faktor psikologis yaitu emosi.

Wirawan, 2001).

Dukungan suami yang diberikan kepada ibu akan mempengaruhi

kondisi psikolgis ibu, sehingga ibu akan mempunyai motivasiyang kuat

untuk melewati masa adaptasi psikologispost partum dengan baik. Faktor

eksternal contohnya saja dari segi pendidikan, semakin tinggi bangku

sekolah maka semakin maju dan luas pula pengetahuannya, dari segi usia
29

semakin matang usia seseorang cara serta pola berfikirnya pun akan jauh

berbeda dengan anak- anak usia remaja, dari segi pekerjaan saat ibu

memiliki banyak relasi atau teman hal ini juga dapat mempengaruhi karena

bisa berbagi pengalaman dengan orang yang lebih dulu mengalami

adaptasi post partum blues sehingga bisa mengurangi kemungkinan untuk

post partum blues. (Yofie dalam Hawari, 2001)

Dari semua hal diatas, yang paling berpengaruh yaitu

pengalaman, berbeda dengan ibu primipara yang belum pernah melewati

masa- masa adaptasi psikologispost partum, ibu multipara yang sudah

memiliki anak ke dua atau lebih mungkin lebih bisa menangani hal tersebut

karena dapat berkaca dari pengalaman sebelum- sebelumnya. (Wirawan,

2001).Oleh karena itu pada ibu primipara lebih dibutuhkan dukungan dari

orang - orang terdekat khususnya suami sebagai pendamping hidupnya

agar dapat melewati masa- masa adaptasipost partum tersebut dengan

baik dan bahagia.

Namun pada intinya faktor eksternal tidak bisa lepas dari faktor

internal, sehingga jika suami memberikan dukungan kepada ibu maka

motivasi ibu akan lebih kuat yang pada akhirnya ibu dapat terhindar dari

keadaan post partum blues, sebaliknya bila suami tidak memberikan

dukungannya, maka ibu juga lebih besar kemungkinan untuk terjadi post

partum blues. Berdasarkan hal tersebut, bila suami mendapatkan

pengetahuan tentang kondisi yang dijalani oleh ibu dengan benar dan
30

tepat, tidak hanya dari petugas kesehatan saja akan tetapi melalui

informasi dari media elektronik lainnya. (Wirawan, 2001). Diperkirakan

bahwa wanita dengan riwayat depresi pasca partum memiliki risiko untuk

terulang kembali sebesar 50% hingga 62% pada kehamilan yang

berikutnya (Hendrick, cohen dan Altshuler,2008). Beck (2006), dalam 44

penelitian meta-analisisnya menentukan besarnya jarak hubungan antara

depresi pasca partum dengan variabel-variabel yang mendukung,

mengidentifikasi pengaruh ringan dari riwayat depresi sebelumnya, kondisi

ekonomi lemah, meningkatnya stres dalam kehidupan, stres dalam

merawat anak, adanya bluespotspartum, dan menurunnya kebahagiaan

dalam perkawinan. Suatu pengaruh yang besar di temukan sebagai

faktor pendukung pada depresi prenatal

Secara umum sebagaian besar wanita mengalami gangguan

emosional setelah melahirkan. Clydde (Regina dkk, 2001), bentuk

gangguan post partum yang umum adalah depresi, mudah marah dan

terutama mudah frustasi serta emosional. Penelitian mengenai keefektifan

penambahan estrogen selama periode pasca partum terbatas oleh

sejumlah variabel bebas.

Penurunan progesteron setelah persalinan juga merupakan

implikasi perkembangan gejala depresi, namun penelitian gagal

menemukan hubungan antara depresi dengan kadar progesteron total

atau progesteron bebas. Tidak ada penelitian yang mengeksplorasi


31

pengaruh penambahan progesteron sebagai penatalaksanaan untuk

mencegah gejala depresi. Penelitian telah gagal menemukan hubungan

antara oksitosin, vasopresin, prolaktin dan kadar kortisol, dengan

perkembangan depresi. Wanita yang memiliki anti body tyroid dapat

berisiko mengalami depresi pasca partum. (Yofie dalam Hawari, 2001).


32

BAB III

KERANGKA KONSEP,HIPOTESIS, DAN DEFENISI

OPERASIOAL

A. Kerangka Konsep

Variabel Independen

Variabel Dependen Variabel Independen

Dukungan keluarga Post partum blues

dukungan suami

Bagan 3.1. Kerangka Konsep

Keterangan :

= Variabel Independen

= Variabel Dependen

= Variabel Yang Diteliti

B. Hipotesia Penelitian

1. Hipotesis Alternatif (Ha)

a. Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan post partum

blues
33

b. Ada hubungan antara dukungan suami dengan post partum

blues

2. Hipotesis Nol (H0)

a. Tidak Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan post

partum blues

b. Tidak Ada hubungan antara dukungan suami dengan post

partum blues

C. Defenisi Operasional

Definisi operasional adalah penentuan konstrak atau sifat yang

akan dipelajari sehingga menjadi variable yang dapat diukur. Definisi

operasional menjelaskan cara tertentu yang digunakan untuk meneliti

dan mengoperasikan konstrak, sehingga memungkinkan bagi peneliti

yang lain untuk melakukan replikasi pengukuran dengan cara yang

sama atau mengembangkan cara pengukuran konstrak yang lebih

baik.

a. Anemia

Kadar Hemoglobin dalam darah ibu hamil yang menunjukkan

terjadinya anemia atau tidak. Diukur melalui pemeriksaan Kadar

Hbdengan metode Cyanmet, pada waktu hamil dan saat sebelum

bersalin diambil dari catatan medik dan ANC. Dalam analisis faktor

risiko dikategorikan sesuai titik potong (10,95), yaitu :


34

1. >11%gr (tidak anemia)

2. < 11%gr (anemia)

b. Paritas

Jumlah anak yang pernah dilahirkan hidup maupun mati. Diukur

dengan cara diambil dari catatan medik. Dalam analisis faktor risiko

dikategorikan menjadi:

1. Primipara

2. Multipara

3. Grandemultipara

Definisi Hasil Skala


Variabel Cara Ukur Alat Ukur
Opersaional Ukur Ukur

Pos Adanya Menyebarkan Kuisioner - Ada Nominal


Partum perasaan kuisioner - Tidak
Blues sedih dan dengan ada
stress setelah kriteria: Ada :
melahirkan bila ibu
merasa sedih
setelah
melahirkan
Tidak ada :
bila ibu tidak
merasa sedih
setelah
melahirkan
35

Dukungan Perhatian Menyebarkan Kuisioner - Mendu Nominal


Keluarga keluarga Kuesioner kung
dalam dengan - Tidak
memberikan kriteria: mendu
dorongan Mendukung :  kung 
kepada ibu jika ibu
dalam menjawab ≥ 3
menghadapi Tidak Mendu
kondisi pasca kug jika ibu
persalinan menjawab < 3

Dukungan Perhatian Menyebarkan Kuisioner - Mendu Nominal


Suami suami dalam kuesioner kung
memberikan dengan - Tidak
dorongan kriteria: mendu
kepada ibu Mendukung :  kung
dalam jika ibu
menghadapi menjawab ≥ 3

Tabel. 3.1 Devinisi Operasional

BAB IV
36

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kuantitatif.

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha menggali dan

mendeskriminasikan atau menjelaskan gejala – gejala , peristiwa

kejadian yang terjadi pada saat sekarang. Sedangkan pengertian dari

kuantitatif bertujuan menjelaskan sebab perubahan berdasarkan fakta-

fakta yang terukur dan menemukan generalisasi berdasarkan data yang

bersifat kuantitatif atau angka. ( Rahmat dkk , 2016 ).

B. Lokasi & Waktu Penelitian

1. Waktu Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian akan dilakukan pada bulan november-

desember Tahun 2018.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di wilayah kerja RSUD Andi Djemma

Masamba

C. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau

keseluruhan subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian di tarik

kesimpulannya (Rahmat dkk, 2016).


37

Jumlah Populasi dalam penelitian ini adalah 682 ibu.

D. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Sampel adalah sebagian objek yang akan diteliti yang di anggap

mewakili ibu postpartum dan dalam penelitian ini pengambilan sampel

di lakukan dengan teknik purposive sampling yaitu pengambilan

sampel berdasarkan kriteria peneliti mengenai siapa – siapa saja yang

pantas (memenuhi persyaratan) untuk di jadikan sampel di wilayah

kerja puskesmas wonokerto.

Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini di peroleh 152 ibu dengan

menggunakan rumus slovin.

n= N

1 + N.e²

Ket :

N : Jumlah seluruh anggota populasi

n : jumlah sampel

e : taraf signifikan (0,1)

maka, n= 682
1 + 682.0,01

n= 682
1 + 6,82

n= 682
7,82
n = 152
38

Untuk menentukan siapa saja yang menjadi responden pengambilan

sampel di dasarkan pada kriteria sebagai berikut :

a) Kriteria Inklusi

Adalah sampel yang dapat di masukkan atau yang layak untuk di

teliti, yaitu :

1. ibu bersedia menandatangani informed consent & siap menjadi

responden.

b) Kriteria Eksklusi

Adalah karakteristik sampel yang tidak layak untuk di teliti, yaitu:

Ibu tidak bersedia menjadi responden

E. Instrumen Penelitian

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini untuk kuantitatif

dilakukan dengan wawancara langsung kepada responden. Instrumen

pengumpul data berupa kuesioner yang telah disusun sesuai dengan

kebutuhan variabel yang akan diteliti guna memperoleh informasi yang

relevan dengan tujuan penelitian.

Isi pertanyaan berkaitan dengan fakta, mengetahui pendapat

dan menggali informasi dari responden.

Sebelum kuesioner diberikan kepada responden dilakukan uji coba

kepada responden yang tidak termasuk dalam penelitian ini. Tujuan uji

coba ini adalah agar responden yang menjadi sasaran penelitian ini
39

memahami dengan baik materi pertanyaan sehingga akan diperoleh

jawaban yang lengkap dan benar. Teknis uji coba dilakukan dengan

membagikan kuesioner dan responden mengisi sendiri, setelah itu

kemudian dilakukan wawancara. Hasil uji coba dipergunakan untuk

menyempurnakan isi kuesioner

F. Pengumpulan Data & Penyajian Data

1. Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah cara peneliti untuk mengumpulkan data

yang akan dilakukan dalam penelitian (Rahmat dkk, 2016).

a. Data Primer.

Diperoleh dengan cara mengisih lembar kuesioner yang tersedia

yang berisi pertanyaan yang berkaitan dengan hubungan antara

anemia dan paritas pada ibu bersalin dengan kejadian

pendarahan post partum di RSUD Andi Djemma Masamba tahun

2018. yang digunakan untuk menggali informasi mengenai

variabel – variabel yang akan diteliti.

b. Data Sekunder

Dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara anemia dan

paritas pada ibu bersalin dengan kejadian pendarahan post

partum di RSUD Andi Djemma Masamba tahun 2018


40

2. Penyajian Data

Penyajian data merupakan salah satu cara dalam pembuatan

laporan hasil penelitian yang akan dilakukan agar dapat dipahami

dan analisa sesuai dengan tujuan yang diusulkan dan disajikan

dalam bentuk narasi table. Penyajian data dilakukan dengan

langkah-langkah sebagai berikut :

a. Penyunting data (editing)

Setelah data terkumpul, peneliti akan mengadakan seleksi dan

editing yakni memeriksa setiap kuesioner yang telah diisi

mengenai kebenaran data yang sesuai dengan variabel entri

data.

b. Pengkodean (coding)

Untuk memudahkan pengolahan data maka semua jawaban atau

data diberi kode, pengkodean ini di lakukan dengan memberikan

sybmbol dari setiap jawaban responden terhadap pertanyaan

kuesioner.

c. Entri data

Kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam

master table atau base komputer, kemudian membuat distribusi

frekuensi sederhana atau bisa juga dengan membuat tabel

kontigensi.

d. Tabulasi (tabulating)
41

Untuk memudahkan tabulasi data maka dibuat tabel untuk

menganalisa data tersebut menurut sifat yang dimiliki

sesuaitujuan penelitian.Selanjutnya dilakukan analisa data

dengan beberapa cara :

a) SPSS for windows merupakan salah satu program oleh data

statistic yakni dimulai data sederhana (mean, median, sum,

prosentase, minimum, maksimum, kuartil, desil, presentil,

ranges, varians, standar deviasi dan lain – lain. SPSS

menggunakan 2 tipe windows SPSS data editor dan output

viewer.

G. Analisis Data

Setelah data yang diperoleh telah akurat, maka diadakan proses

analisa dengan cara yaitu :

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan informasi hubungan

antara variable yang diteliti, dengan cara mendeskripsikan tiap

variabel yang digunakan dalam penelitian dalam bentuk distribusi

frekuensi dan presentase masing – masing variabel yang diteliti.

f
P= xK
n

Keterangan :

P = Presentase
42

f = Frekuensi

n = Jumlah Populasi

K = Konstanta (100%) (Rahmat, 2016).

H. Etika Penelitian

1. Anoxnimity (tanpa nama)

Dalam pendokumentasian hasil, tidak memberikan atau

mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya

menuliskan kode atau inisial pada lembar pengumpulan data atau

hasil penelitian yang akan disajikan.

2. Informed Consen (Lembar persetujuan menjadi responden)

Subjek yang akan diteliti diberi lembaran persetujuan menjadi

responden yang berisi informasi mengenai tujuan penelitian yang

akan dilaksanakan. Responden diberikan kesempatan membaca isi

lembar persetujuan tersebut dan selanjutnya mencantumkan tanda

tangan sebagai bukti kesediaan menjadi responden/objek penelitian

dan apabila subjek menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan

memaksa dan tetap menghormati hak – hak subjek.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Peneliti menjamin kerahasiaan penelitian, baik informasi maupun

masalah – masalah lainnya. Semua informasi yang telah

dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok

data tertentu yang akan di laporkan pada hasil riset.


43

I. Alur Penelitian

Ibu Nifas

  Purposive sampling

Dukungan Pos Partum Dukungan


Keluarga Blues Suami

Coding dan Editing Data

Analisis Statistik uji


Che-square

Laporan Penelitian
44

BAB V
HASIL PENELITIAN

A. Hasil penelitian

Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di

RSUD Andi Djemma Masamba. Pengumpulan data dilakukan dengan

cara membagikan kuesioner yang berisi pertanyaan tentang hubungan

dukungan Sosial suami terhadap kejadian post partum blues. Sebelum

memberikan kuesioner peneliti memberikan penjelasan mengenai

tujuan penelitian, kerahasian identitas responden dan cara pengisian

kuesioner kepada responden. Pengisian kuesioner dilakukan sendiri

oleh responden, setiap data yang terkumpul diperiksa kelengkapannya

maka diperoleh hasil sebagai berikut

1. Analisis unvariat

a. Post partum blues

Tabel Distribusi Frekuensi Post Partum Blues di wilayah


kerja Rsud Andi Djemma Masamba tahun 2018

No Post partum blues F %


1 Ada 75 49,3
Tidak ada 77 57,7
Jumlah 152 100
Tabel tersebut menujukkan bahwa dari 152 responden,

yang mengalami post partum blues pada pasien pasca

persalinan di wilayah kerja Rsud Andi Djemma Masamba Pada


45

Tahun 2018 sebagian besar tidak mengalami post partum blues

sebanyak 77 orang (57.7%).

b. Dukungan keluarga

Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga Di Wilayah Kerja


RSUD Andi Djemma Masamba
Tahun 2018

No Dukungan keluarga F %
1 Mendukung 85 55,9
Tidak mendukung 67 44,1
Jumlah 152 100

Berdasarkan tabel tersebut menujukkan bahwa dari 152

responden, dukungan keluarga pada pasien pasca persalinan di wilayah

kerja RSUD Andi Djemma Masamba

Tahun 2018 sebagian besar mendukung sebanyak 85 orang

(55.9%).

2. Analisa bivariat

a. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Post Partum Blues

Tabel Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Post Partum


Blues Di Wilayah Kerja RSUD Andi Djemma Masamba tahun
2018

Dukungan Ada Tidak total Valu


keluarga pp ada pp e
blues blues
f % F % F %
Mendukung 34 40 51 60 85 100 0.015
Tidak 41 61, 26 38,8 67 100
mendukung 2
46

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari 85

responden (100%) yang mendapat dukungan keluarga mengalami

Post Partum Blues, sebanyak 34 responden (40%) dan yang tidak

mengalami Post Partum Blues sebanyak 51 responden (60%) dan

dari 67 responden (100%) yang tidak mendapat dukungan

keluarga, mengalami Post Partum Blues sebanyak 41 responden

(61.21%) dan yang tidak mengalami Post Partum Blues sebanyak

26 responden (38.8%). Hasil uji statistik didapatkan nilai P value

( 0,015) berarti ada hubungan antara dukungan keluarga dengan

kejadian post partum blues.


47

BAB VI
PEMBAHASAN

A. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka penulisan pembahasan

berdasarkan variabel-variabel yang ada pada tujuan khusus.

1. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Post Partum Blues

Berdasarkan diatas menunjukkan bahwa dari 85 responden (100%)

yang mendapat dukungan keluarga mengalami Post Partum Blues,

sebanyak 34 responden (40%) dan yang tidak mengalami Post

Partum Blues sebanyak 51 responden (60%) dan dari 67 responden

(100%) yang tidak mendapat dukungan keluarga, mengalami Post

Partum Blues sebanyak 41 responden (61.21%) dan yang tidak

mengalami Post Partum Blues sebanyak 26 responden (38.8%).

Setelah dilakukan uji statistik diperoleh P value = 0,015 (P < 0,05),

sehingga hipotesa alternatif (Ha) yang ditegakkan dapat diterima

yaitu ada hubungan antara dukungan keluarga dengan Post Partum

Blues.

Berdasarkan penelitian yang di lakukan terhadap 54

responden di Rumah Sakit Bougenvil pada ibu-ibu post partum kami

mendapat responden yang rata-rata mengalami post partum blues

sejak 2 hari setalah melahirkan. Responden tersebut sering


48

menangis tanpa sebab dan tidak mau makan serta merasa tidak

mampu mengurusi bayinya. Hal ini di karenakan kurangnya

dukungan dari keluarga baik suami maupun ibunya dalam

memperhatikan keluh kesah responden setelah melahirkan

Dukungan keluarga sangat penting dan tidak bisa diremehkan dan

yang tak kalah penting membangun suasana positif, dimana istri

merasakan hari-hari pertama yang melelahkan. Oleh sebab itu

dukungan atau sikap positif dari pasangan dan keluarga akan

memberikekuatan tersendiri bagi ibu postpartum. Keluarga

memegang peranan penting dalam terjadinya postpartum blues dan

diharapkan keluarga menyadari bahwa ibu sangat

membutuhkannya pada saat saat tertentu dan suami diharapkan

ada saat istri membutuhkannya. Dukungan itu tidak hanya berupa

dukungan psikologis tapi dukungan fisiologis, penilaian, informasi

dan finansial sangat dibutuhkan oleh istri, jadi dukungan yang

diberikan itu dikemas secara utuh sehingga istri merasa nyaman

dan dapat persalinan dengan baik.

Dukungan suami merupakan strategi coping penting pada saat

mengalami stres dan berfungsi sebagai strategi preventif untuk

mengurangi stres dan konsekuensi negatifnya. Untuk itu dukungan

keluarga sangat dibutuhkan oleh perempuan setelah mengalami

persalinan (Wirawan, 2001).


49

BAB VII

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada 152

responden didapatkan hasil sebagai berikut :

1. Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kejadian post

partum blues di Wilayah Kerja RSUD Andi Djemma Masamba( p

value = 0,015)

B. Saran

1. Bagi Penulis

Dengan adanya skripsi ini di harapkan dapat menambah

pengetahuan dan pengalaman serta wawasan dalam melakukan

penelitian selanjutnya serta sebagai penerapan ilmu yang telah di

dapat selama di bangku kuliah

2. Bagi Responden

Agar ibu pasca melahirkan dapat mengetahui tentang post partum

blues dan lebih maksimal mempersiapkan diri menjadi seorang ibu

sehingga post partum blues tidak terjadi

3. Bagi Instansi Pendidikan

Dapat dijadikan masukan untuk pengembangan pendidikan serta

sebagai bahan bacaan yang dapat menambah referensi


50

perpustakaan, dan dapat dijadikan masukan untuk meningkatkan

mutu program-program kesehatan.

4. Instansi Kesehatan

Dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya

pelayanan pada ibu nifas (pasca persalinan) dan meningkatkan

derajat kesehatan pada ibu nifas secara optimal dan dapat

memperluas wawasan dengan cara memberikan penyuluhan kepada

ibu nifas sehingga resiko post partum blues dapat di cegah secara

maksimal

Anda mungkin juga menyukai