Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB)


diindonesia merupakan angka tertinggi di bandingkan dengan negara-
negara di ASEAN lain. Berabagai faktor yang terkait terjadinya resiko
komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan dan cara pencegahan
telah di ketahui, namun demikian jumlah kematian ibu dan bayi tetap tinggi
(DEPKES RI, 2005).
Kemajuan di bidang teknologi kedokteran khususnya dalam metode
persalinan ini jelas membawa manfaat besar bagi ibu dan bayi. Di
temukannya bedah caesar memang dapat mempermudah persalinan
sehingga banyak ibu hamil yang lebih senang memilih jalan ini walaupun
sebenarnya mereka bisa melahirkan normal. Angka kematian operasi
caesar adalah 40-80 tiap 100.000 kelahiran hidup. Namun untuk kasus
infeksi memiliki angka 80 kali lebih tinggi di bandingkan dengan persalinan
pervagina. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Depresi postpartum merupakan masalah yang lebih serius daripada
maternity blues atau sering disebut juga postpartum blues. Postpartum
blues atau sering disebut dengan kesedihan sementara merupakan
tingkatan depresi paling rendah karena berlangsung sangat cepat,
sedangkan tingkatan paling parah yaitu postpartum psychosis. Fase
diantara terjadinya postpartum blues dan postpartum psychosis adalah
depresi postpartum (postpartum depression). Wanita yang mengalami
gejala postpartum blues dapat berlanjut menjadi depresi postpartum atau
bahkan di tingkat yang lebih parah yaitu psikosis. Sebanyak 20% ibu
dengan postpartum blues berlanjut menjadi depresi postpartum di tahun
pertama setelah kelahiran. Sekitar 10-15% wanita yang melahirkan akan
mengalami depresi postpartum selama satu bulan setelah melahirkan

1
(Gonidakis, 2007). Dalam beberapa penelitian, depresi postpartum terbukti
dapat menghambat keberlangsungan menyusui. Kejadian depresi
postpartum pada wanita melahirkan di Jepang telah mencapai 13,9%
(Haku, 2007). Prevalensi depresi di Iran mencapai 14-21,4%, sekitar
1,89% depresi terjadi pada wanita setiap tahunnya dan tiga kali lipat dari
itu dialami oleh wanita pada lima bulan pertama setelah melahirkan
(Tashakori, 2012). Faktor risiko terjadinya depresi postpartum yaitu depresi
atau kecemasan selama kehamilan, kurangnya dukungan sosial, adanya
riwayat depresi, komplikasi kehamilan dan kebidanan, status single parent,
hubungan dengan pasangan yang tidak harmonis dan status sosial
ekonomi yang rendah. Secara spesifik depresi postpartum akan
mempengaruhi perilaku ibu dalam menyusui dan dapat menyebabkan
mereka berhenti menyusui bayinya. Ibu yang mengalami depresi setelah
melahirkan lebih cenderung akan memberikan susu botol pada bayinya
(Roux et.al., 2006). ASI sangat bermanfaat bagi ibu maupun bayi, ASI
mengandung gizi yang sempurna untuk bayi yang dapat meningkatkan
sistem kekebalan tubuh, meningkatkan kecerdasan anak dan secara
psikologis dapat menjalin hubungan yang erat antara ibu dan bayi ketika
menyusui. Kondisi psikologi ibu sangat menentukan keberhasilan
menyusui (Jager et al., 2013). Ibu yang tidak mempunyai keyakinan
mampu memproduksi ASI akan menyebabkan produksi ASI akan
berkurang. Stres, kekhawatiran, ke tidak bahagiaan ibu pada periode
menyusui sangat berperan dalam keberhasilan pemberian ASI. Ibu dengan
kondisi depresi terutama pasca melahirkan kemungkinan akan lebih cepat
untuk melakukan penyapihan ASI dini kepada bayinya dibandingkan
dengan ibu dengan kondisi normal. Sebanyak 82% ibu dengan depresi
postpartum berhenti menyusui setelah mengalami gejala depresi (Jager et
al., 2012). Hal ini berhubungan dengan adanya kecemasan dan suasana
hati yang tidak mendukung setelah melahirkan (Dunn et al., 2006). Suatu
penelitian menunjukkan bahwa depresi postpartum mempengaruhi
hubungan psikologis antara ibu dan anak serta pertumbuhan dan

2
perkembangan anak. Anak yang lahir dari ibu dengan depresi postpartum
cenderung memiliki gangguan kognitif, perilaku dan interpersonal apabila
dibandingkan dengan anak yang lahir dari ibu tanpa depresi postpartum.
Sebuah penelitian yang dilakukan di Ruang Rawat Gabung RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta pada tahun 1998 diektahui bahwa sebanyak 33,3%
wanita pasca melahirkan primipara mengalami depresi postpartum
(Udayani, 1998). Dari penelitian lain yang dilakukan di Indonesia seperti di
Jakarta, Yogyakarta dan Surabaya ditemukan angka kejadian depresi
postpartum yaitu 11-30%, suatu jumlah yang tidak sedikit dan tidak
mungkin dibiarkan begitu saja apabila mengingat dampak negatif yang
ditimbulkannya (Sylvia, 2006).

1.2. Tujuan

A. Mahasiswa mengetahui dan memahami bagaimana asuhan


keperawatan pada klien dengan postpartum section caesaria
B. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana asuhan keperawatan
pada klien dengan depresi/babyblues

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep dasar section cesaria

I. Definisi

Section caesaria adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin


lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus persalinan buatan,
sehingga janin dilahirkan melalui perut, dinding perut dan dinding rahim
agar anak lahir dengan keadaan utuh dan sehat (Jitowiyono, 2012)
Sectio Caesaria adalah suatu persalinan buatan, dimana janin di
lahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan
syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram
(Prawirohardjo, 2007)

II. Etiologi
Menurut Jitowiyono (2012) penyebab di lakukannya pembedahan
sectiocaesaria adalah:

a. Pada ibu
1. Disproporsi kepala panggul
2. Disfungsi uterus
3. Distosia jaringan lunak plasenta previa

b. Pada bayi
1. Janin besar
2. Gawat bayi
3. Letak lingtang

4
III. Jenis-Jenis Section Caesaria

a. Section caesaria klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada


korpus uteri sectio.
b. Section caesaria transperitonialis dengan insisi segmen bawah
uterus. Keunggulan pembedahan ini:
 Perdarahan luka insisi tidak seberapa banyak
 Bahaya peritonitis tidak besar
 Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya rupture uteri
dikemudian hari tidak besar karena pada nifas segmen
baeah uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi
seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh sempurna.
c. Section caesaria ekstraperitonealis yaitu tanpa membuka peritoneum
parietalis dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.

IV. Komplikasi
Menurut Jitowiyono (2012). Komplikasi pada section caesaria adalah
 Pada ibu
a. Infeksi puerperalis
Ringa : Peningkatan suhu beberapa hari dalam masa nifas
Berat : Peritonitis sepsis
b. Perdarahan
c. Komplikasi : Komplikasi lain seperti luka kandung kemih,
emboli paru-paru

 Pada bayi
a. Kematian perinatal pasca section caesaria sebanyak 4-7
persen.

5
B. Konsep dasar depresi (postpartum blues)

I. Definisi

Menurut Hawari (2002) depresi adalah salah satu bentuk gangguan


kejiwaan pada alam perasaan (affective/mood disorder), yang ditandai
dengan kemurungan, kelesuan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak
berguna, putus asa. Lebih terperinci dijelaskan oleh Maramis (2005) yang
mengatakan depresi sebagai satu kesatuan diagnosis gangguan jiwa
adalah suatu keadaan jiwa dengan ciri sedih, merasakan sendirian, putus
asa, rendah diri dari hubungan sosial, tidak ada harapan penyesalan yang
patologis dan terdapat gangguan somatik seperti anoreksia, serta
insomnia. Menurut Bobak (2004) depresi postpartum adalah gangguan
suasana hati pada ibu postpatum yang tejadi dalam enam bulan setelah
melahirkan. Depresi post partum ini pertama kali di temukan oleh Pitt
pada tahun 1988, depresi post partum merupakan suatu keadaan
emosional yang ditunjukkan dengan mengekspresikan rasa lelah, mudah
marah, gangguan nafsu makan, dan kehilangan (Yulianti, 2010).
Depresi postpartum hampir sama dengan baby blues syndrom,
perbedaannya terletak pada frekuensi, intensitas, serta durasi
berlangsungnya gejala-gejala yang timbul. Pada saat mengalami depresi
postpartum, ibu akan merasakan berbagai gejala yang ada pada baby
blues syndrom, tetapi dengan intensitas yang lebih sering, lebih hebat,
serta lebih lama (Mansur, 2009).

II. Etiologi

Penyebab kesedihan atau depresi setelah melahirkan tidak jelas.


Penurunan tingkat hormon yang tiba-tiba, dalam hal ini estrogen dan
progesteron ikut berperan. Depresi juga merupakan sebuah penyakit yang
berlangsung di dalam keluarga. Kadangkala tidak jelas penyebabnya

6
(Yulianti, 2010). Terdapat empat faktor penyebab terjadinya depresi
postpartum, yaitu faktor konstitusional, fisik, psikologis dan sosial.

1. Faktor Konstitusional
Gangguan post partum berkaitan dengan status paritas
adalah riwayat obstetri pasien yang meliputi riwayat hamil sampai
bersalin serta apakah ada komplikasi dari kehamilan dan
persalinan sebelumnya dan terjadi lebih banyak pada wanita
primipara. Wanita primipara lebih umum menderita depresi
postpartum karena setelah melahirkan wanita primipara berada
dalam proses adaptasi, jika sebelumnya hanya memikirkan diri
sendiri begitu bayi lahir jika ibu tidak paham perannya akan
menjadi bingung sementara bayinya harus tetap dirawat (Yulianti,
2010).

2. Faktor Fisik
Perubahan fisik setelah kelahiran dan memuncaknya
gangguan mental selama dua minggu pertama menunjukkan
bahwa faktor fisik dihubungkan dengan kelahiran pertama
merupakan faktor penting. Perubahan hormon secara drastic
setelah melahirkn dan periode laten selama dua hari diantara
kelahiran dan munculnya gejala. Perubahan ini sangat
berpengaruh pada keseimbangan, kadang progesteron naik dan
estrogen menurun secara cepat setelah melahirkan merupakan
faktor penyebab yang sudah pasti (Yulianti, 2010).

3. Faktor Psikologis
Peralihan yang cepat dari keadaan hamil sampai melahirkan
dan melewati masa postpartum, ibu akan mengalami penyesuaian
psikologis yang berbeda-beda. Klaus dan Kennel (1972) dalam
Yulianti (2010) mengindikasikan pentingnya cinta dalam

7
menanggulangi masa peralihan untuk memulai hubungan baik
antara ibu dan anak.

4. Faktor Sosial
Pemukiman yang tidak memadai lebih sering menimbulkan
depresi pada ibu selain kurangnya dukungan dalam perkawinan.
Banyaknya kerabat khususnya suami yang selalu membantu pada
saat kehamilan, persalinan dan masa postpartum, akan membuat
beban seorang ibu karena kehamilannya akan sedikit berkurang
(Yulianti, 2010).

III. Fase-Fase Perubahan Psikologis Pada Ibu Pasca Partum

Seorang ibu yang berada pada periode pascapartum mengalami


banyak perubahan baik perubahan fisik maupun psikologi. Perubahan
psikologi pascapartum pada seorang ibu yang baru melahirkan terbagi
dalam tiga fase:

 taking in dimana pada fase ini ibu ingin merawat dirinya sendiri,
banyak bertanya dan bercerita tentang pengalamannya selama
persalinan yang berlangsung 1 sampai 2 hari.

 taking hold dimana pada fase ini ibu mulai fokus dengan bayinya yang
berlangsung 4 sampai 5 minggu.

 fase letting-go dimana ibu mempunyai persepsi bahwa bayinya adalah


perluasan dari dirinya, mulai fokus kembali pada pasangannya dan
kembali bekerja mengurus hal-hal lain.

8
IV. Gejala-Gejala Baby Blues Syndrome

Ibu yang baru melahirkan dapat merasakan perubahan mood yang


cepat dan berganti-ganti (mood swing) seperti kesedihan, suka menangis,
hilang nafsu makan, gangguan tidur, mudah tersinggung, cepat lelah,
cemas, dan merasa kesepian. (Aprilia,2010)
Beberapa gejala dapat mengindikasikan seorang ibu mengalami
baby blues syndrome menurut Puspawardani (2011), adalah sebagai
berikut :
1. Dipenuhi oleh perasaan kesedihan dan depresi disertai dengan
menangis tanpa sebab.
2. Mudah kesal, gampang tersinggung, dan tidak sabaran.
3. Tidak memiliki atau sedikit tenaga
4. Cemas, merasa bersalah dan tidak berharga.
5. Menjadi tidak tertarik dengan bayi anda atau menjadi terlalu
memperhatikan dan khawatir terhadap bayinya.
6. Tidak percaya diri
7. Sulit beristirahat dengan tenang
8. Peningkatan berat badan yang disertai dengan makan berlebihan.
9. Penurunan berat badan yang disertai tidak mau makan.
10. Perasaan takut untuk menyakiti diri sendiri atau bayinya.

V. Penyebab Terjadinya Baby Blues Syndrome

Beberapa hal yang disebutkan sebagai penyebab terjadinya Baby


Blues Syndrome menurut Ummu (2012), diantaranya :
a. Perubahan hormonal
Pasca melahirkan terjadi penurunan kadar estrogen dan
progesterone yang dratis, dan juga disertai penurunan kadar
hormone yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang menyebabkan
mudah lelah, penurunan mood, dan perasaan tertekan.

9
b. Fisik
Kehadiran bayi dalam keluarga menyebabkan perubahan ritme
kehidupan social dalam keluarga, terutama ibu. Mengasuh si kecil
sepanjang siang dan malam sangat menguras energy ibu,
menyebabkan berkurangnya waktu istirahat, sehingga terjadi
penurunan ketahanan dalam menghadapi masalah.
c. Psikis
Kecemasam terhadap berbagai hal, seperti ketidakmampuan
dalam mengurus si kecil, ketidakmampuan mengatasi dalam
berbagai permasalahn, rasa tidak percaya diri karena perubahan
bentuk tubuh dan sebelum hamil serta kurangnya perhatian
keluarga terutama suami ikut mempengaruhi terjadinya depresi.

d. Sosial
Perubahan gaya hidup dengan peran sebagai ibu baru butuh
adaptasi. Rasa keterikatan yang sangat pada si kecil dan rasa
dijauhi oleh lingkungan juga berperan dalam depresi.

VI. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Baby Blues Syndrome

Fakto-faktor yang menyebabkan baby blues syndrome menurut


Sujiyatini dkk (2010), yaitu :
1. Faktor hormonal berupa perubahan kadar estrogen, progeteron,
prolactin dan estriol yang terlalu rendah. Kadar estrogen turun
secara bermakna setelah melahirkan ternyata estrogen memiliki
efek serupsi aktifitas enzim non adrenalin maupun serotin yang
berperan dalam suasana hati dan kejadian depresi.
2. Ketidaknyaman fisik yang dialami wanita menimbulkan gangguan
pada emosional seperti payudara bengkak, nyeri jahitan dan rasa
mules.

10
3. Ketidakmampuan beradaptasi terhadap perubahan fisik dan
emosional yang kompleks.
4. Faktor postpartum syndrome baby blues umum dan paritas (jumlah
anak)
5. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan
6. Latar belakang psikososial wanita yang bersangkutan seperti
tingkat pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak
diinginkan, riwayat gangguan kejiawaan gangguan sebelumnya,
social ekonomi.
7. Stress yang dialami ibu dalam keluarga karena banyak kebutuhan
ditambah ekonomi keluarga semakin memburuk.
8. Kelelahan pasca persalinan juga dapat mempengaruhi psikologis
ibu.
9. Rasa memiliki bayi yang terlalu dalam sehingga timbul rasa takut
yang berlebihan akan kehilangan bayinya.

VII. Dampak Baby Blues Syndrome

Jika kondisi baby blues syndrome tidak disikapi dengan benar, bisa
berdampak pada hubungan ibu dengan bayinya, bahkan anggota
keluarga yang lain juga bisa merasakan dampak dari baby blues
syndrome tersebut. Jika baby blues syndrome dibiarkan, dapat berlanjut
menjadi depresi pasca melahirkan, yaitu lebih dan hari ke-7 pasca
persalinan. Depresi setelah melahirkan rata-rata berlangsung tiga sampai
enam bulan bahkan terkadang sampai delapan bulan. Pada keadaan
lanjut dapat mengancam keselamatan diri dan anaknya.

1. Pada ibu
 Menyalahkan kehamilannya
 Sering menangis
 Mudah tersinggung

11
 Sering terganggu dalam waktu istirahat atau insomnia berat
 Frustasi hingga berupaya untuk bunuh diri
2. Pada anak
 Masalah perilaku
Anak dari ibu yang mengalami baby blues syndrome lebih
memungkinkan memiliki masalah perilaku termasuk masalah
tidur, tantrum, agresif, dan hiperaktif
 Perkembangan kognitif terganggu
Anak nantinya mengalami keterlambatan dalam bicara dan
berjalan jika dibandingkan dengan anak-anak dari ibu yang
tidak depresi. Mereka akan mengalmi kesulitan dalam belajar di
sekolah.
 Sulit bersosialisasi
Anak dari ibu yang mengalami baby blues syndrome biasanya
mengalami kesulitan membangun hubungan dengan orang lain.
mereka sulit berteman atau cenderung bertindak kasar.
 Masalah emosional
Anak dari ibu yang mengalami baby blues syndrome cenderung
merasa rendah diri, lebih sering cemas dan takut, lebih pasif,
dan kurang independen.
3. Pada suami
Keharmonisan pada ibu yang mengalami baby blues syndrome
biasanya akan terganggu ketika suami belum mengetahui apa yang
sedang di alami oleh istrinya yaitu baby blues syndrome, suami
cenderum akan menganggap si ibu tidak becus mengurus anaknya
bahkan dalam melakukan hubungan suami istrinya biasanya mereka
merasa takut seperti takut mengganggu bayinya.

12
VIII. Pencegahan Baby Blues Syndrome

Tindakan atau meminimalisan baby blues syndrome menurut


Padji (2010), adalah sebagai berikut :
1. Mempersiapakan jauh-jauh hari kelahiran yang sehat, ibu yang
hamil dan suaminya harus benar-benar dipersiapkan dari segi
kesehatan janin pada saat kehamilan, mental, finansial, dan
social.
2. Adanya pembagian tugas antara suami dan istri pada saat
proses kehamilan berlangsung.
3. Tanamkan pada benak ibu hamil bahwa anak adalah anugrah
ilahi yang akan membawa berkah dan menambah jalinan cinta
kasih ditengah-tengah keluarga.
4. Bersama-sama istri merajut suatu kepercayaan dan keyakinan
dengan adanya anak karier kita akan terus berjalan.
5. Merencanakan mempekerjakan pembantu untuk membantu
mengurus dan merawat bayi dan pekerjaan rumah tangga
pasca ibu melahirkan.

Pencegahan baby blues syndrome menurut Conectique (2011),


juga dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu :
1. Mintlah bantuan orang lain, misalnya kerabat atau teman
untuk membantu anda mengurus si kecil.
2. Ibu yang baru saja melahirkan sangat butuh istirahat dan
tidur yang cukup. Lebih banyak istirahat di minggu-minggu
dan bulan-bulan pertama setelah melahirkan bisa mencegah
depresi dan memulihkan tenaga yang seolah terkuras habis.
3. Konsumsilah makanan yang bernutrisi agar kondisi tubuh
cepat pulih, sehat dan segar.

13
4. Cobalah berbagi rasa dengan suami atau orang terdekat
lainnya. Dukungan dari mereka bisa membantu anda
mengurangi depresi.

14
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU POSTPARTUM

(SECTIO CAESARIA, POSTPARTUM BLUES)

1. Pengkajian

Pengenalan gejala mood merupakan hal yang penting untuk dilakukan


oleh perawat perinatal. Rencana keperawatan harus merefleksikan respons
perilaku yang diharapkan dari gangguan tertentu. Rencan individu didasarkan
pada karakteristik wanita dan keadaannya yang spesifik. Suami atau pasangan
wanita tersebut juga dapat mengalami gangguan emosional akibat perilaku
wanita tersebut.Pengkajian pada pasien post partum blues menurut Bobak (
2004 ) dapat dilakukan pada pasien dalam beradaptasi menjadi orang tua baru.

Pengkajiannya meliputi ;

a Identitas klien.

Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan,


alamat, medical record dan lain-lain

b Keluhan Utama

Mudah marah, cemas, melukai diri

c Riwayat Kesehatan :
Riwayat Kesehatan Sekarang

Pada Ibu dengan depresi postpartum biasanya terjadi


kurang nafsu makan, sedih – murung, mudah marah,
kelelahan, insomnia, anorexia, merasa terganggu dengan
perubahan fisik, sulit konsentrasi, melukai diri

Riwayat Kesehatan Dahulu

15
Berhubungan dengan kejadian pada persalinan masa lalu
serta kesehatan pasien

Riwayat kesehatan keluarga

Berhubungan dengan dukungan keluarga terhadap keadaan


pasien

d Riwayat Persalinan

Banyak ibu memperlihatkan suatu kebutuhan untuk


memeriksa proses kelahiran itu sendiri dan melihat kembali
perilaku mereka saat hamil dalam upaya retrospeksi diri (Konrad,
1987). Selama hamil, ibu dan pasangannya mungkin telah
membuat suatu rencana tertentu tentang kelahiran anak mereka,
hal-hal yang mencakup kelahiran pervagina dan beberapa
intervensi medis. Apabila pengalaman mereka dalam persalinan
sangat berbeda dari yang diharapkan (misalnya ; induksi, anestesi
epidural, kelahiran sesar), orang tua bisa merasa kecewa karena
tidak bisa mencapai yang telah direncanakan sebelumnya. Apa
yang dirasakan orang tua tentang pengalaman melahirkan sudah
pasti akan mempengaruhi adaptasi mereka untuk menjadi orang
tua.

e Citra Diri Ibu

Suatu pengkajian penting mengenai konsep diri, citra tubuh,


dan seksualitas ibu. Bagaimana perasaan ibu baru tentang diri dan
tubuhnya selama masa nifas dapat mempengaruhi perilaku dan
adaptasinya dalam menjadi orang tua. Konsep diri dan citra tubuh
ibu juga dapat mempengaruhi seksualitasnya. Perasaan-perasaan
yang berkaitan dengan penyesuaian perilaku seksual setelah
melahirkan seringkali menimbulkan kekhawatiran pada orang tua
baru. Ibu yang baru melahirkan bisa merasa enggan untuk memulai
hubungan seksual karena takut merasa nyeri atau takut bahwa

16
hubungan seksual akan mengganggu penyembuhan jaringan
perineum.

f Interaksi Orang Tua-Bayi

Suatu pengkajian pada masa nifas yang menyeluruh


meliputi evaluasi interaksi orang tua dengan bayi baru. Respon
orang tua terhadap kelahiran anak meliputi perilaku adaptif dan
perilaku maladatif. Baik ibu maupun ayah menunjukkan kedua jenis
perilaku maupun saat ini kebanyakan riset hanya berfokus pada
ibu. Banyak orang tua baru mengalami kesulitan untuk menjadi
orang tua sampai akhirnya keterampilan mereka membaik. Kualitas
keibuan atau kebapaan pada perilaku orang tua membantu
perawatan dan perlindungan anak. Tanda-tanda yang
menunjukkan ada atau tidaknya kualitas ini, terlihat segera setelah
ibu melahirkan, saat orang tua bereaksi terhadap bayi baru lahir
dan melanjutkan proses untuk menegakkan hubungan mereka.

g Perilaku Adaptif dan Perilaku Maladaptif

Perilaku adaptif berasal dari penerimaan dan persepsi


realistis orang tua terhadap kebutuhan bayinya yang baru lahir dan
keterbatasan kemampuan mereka, respon social yang tidak matur,
dan ketidakberdayaannya. Orang tua menunjukkan perilaku yang
adaptif ketika mereka merasakan suka cita karena kehadiran
bayinya dan karena tugas-tugas yang diselesaikan untuk dan
bersama anaknya, saat mereka memahami yang dikatakan bayinya
melalui ekspresi emosi yang diperlihatkan bayi dan yang kemudian
menenangkan bayinya, dan ketika mereka dapat membaca
gerakan bayi dan dapat merasa tingkat kelelahan bayi. Perilaku
maladaptif terlihat ketika respon orang tua tidak sesuai dengan
kebutuhan bayinya. Mereka tidak dapat merasakan kesenangan
dari kontak fisik dengan anak mereka. Bayi-bayi ini cenderung akan
dapat diperlakukan kasar. Orang tua tidak merasa tertarik untuk

17
melihat anaknya. Tugas merawat anak seperti memandikan atau
mengganti pakaian, dipandang sebagai sesuatu yang
menyebalkan. Orang tua tidak mampu membedakan cara berespon
terhadap tanda yang disampaikan oleh bayi, seperti rasa lapar,
lelah keinginan untuk berbicara dan kebutuhan untuk dipeluk dan
melakukan kontak mata. Tampaknya sukar bagi mereka untuk
menerima anaknya sebagai anak yang sehat dan gembira.

h Struktur dan Fungsi Keluarga

Komponen penting lain dalam pengkajian pada pasien post


partum blues ialah melihat komposisi dan fungsi keluarga.
Penyesuaian seorang wanita terhadap perannya sebagai ibu
sangat dipengaruhi oleh hubungannya dengan pasangannya,
ibunya dengan keluarga lain, dan anak-anak lain. Perawat dapat
membantu meringankan tugas ibu baru yang akan pulang dengan
mengkaji kemungkinan konflik yang bisa terjadi diantara anggota
keluarga dan membantu ibu merencanakan strategi untuk
mengatasi masalah tersebut sebelum keluar dari rumah sakit.

i Perubahan Mood.

Kurang nafsu makan, sedih – murung, perasaan tidak


berharga, mudah marah, kelelahan, insomnia, anorexia, merasa
terganggu dengan perubahan fisik, sulit konsentrasi, melukai diri,
anhedonia, menyalahkan diri, lemah dalam kehendak, tidak
mempunyai harapan untuk masa depan, tidak mau berhubungan
dengan orang lain. Di sisi lain kadang ibu jengkel dan sulit untuk
mencintai bayinya yang tidak mau tidur dan menangis terus serta
mengotori kain yang baru diganti. Hal ini menimbulkan kecemasan
dan perasaan bersalah pada diri ibu walau jarang ditemui ibu yang
benar–benar memusuhi bayinya.

j Kebiasaan sehari-hari

18
Kebersihan perorangan

Biasanya kebersihan perorangan tidak terjaga (kebersihan


kurang)

Tidur

Biasanya klien mengalami gangguan tidur, gelisah

Data sosek

Biasanya gangguan psikologis ini banyak ditemukan pada


ekonomi rendah

Data psikologis

Biasanya klien murung, gelisah, rasa tidak percaya kepada


orang lain, cemas, menari diri.

k Pemeriksaan Fisik
Aktivitas/ istirahat

Biasanya aktivitas dan istirahat klien terganggu

Sirkulasi

Biasanya nadi meningkat, (tachikardia), TD kadang


meningkat

Eliminasi

Biasanya klien sering BAK, kadang terjadi diare

Makanan/ cairan

Biasanya terjadi anoreksia, mual atau muntah, haus ,


membrane mukosa kering

Neurosensori

Biasanya klien mengeluh sakit kepala

19
Pernafasan

Biasanya pernafasan cepat dan dangkal

Nyeri dan ketidaknyamanan

Biasanya terjadi nyeri/ ketidaknyamanan pada daerah


abdomen dan kepala

Integritas Ego

Biasanya klien ansietas, gelisah

Seksualitas

Biasanya seksualitas terganggu dan penurunan libido

TTV

Biasanya nadi meningkat, pernafasan meningkat, TD


meningkat

2. Diagnosa Keperawatan

a) Koping individu tidak efektif b/d stress kelahiran, konsep diri negative,
system pendukung, yang tidak adekuat

b) Koping keluarga yang tidak efektif, ketidak nyamanan b/d depresi


mental dan efek pada keluarga

c) Ansietas b/d krisis situasi, ancaman konsep diri, ancaman yang


dirasakan/aktual dari kesejahteraan maternal, dan janin transmisi
interpersonal.

d) Risiko tinggi terhadap infeksi yang b/d prosedur invasif pecah ketuban,

e) kerusakan kulit, dan penurunan Hb.

20
3. Intervensi

Intervensi (postpartum blues)

A Dx: Koping individu tidak efektif b/d stress kelahiran, konsep diri negative,
system pendukung, yang tidak adekuat

Tujuan: Koping individu kembali efektif

Kriteria Hasil:

 Klien menunjukkan kemampuan menyelesaikan masalah

 Klien menunjukkan kemampuan untuk mengekspresikan


perasaannya serta menunjukkan kemampuan memenuhi
kebutuhan fisiolgis dan psikologis

Intervensi:

 Terapkan hubungan terapeutik perawat- klien

R/: Pasien mungkin merasa lebih bebas dalam konteks hubungan ini

 Kaji munculnya kemampuan koping positif, misalnya penggunaan


teknik ralaksasi, keinginan untuk mengekspresikan perasaan

R/: Jika individu memiliki kemampuan koping yang berhasil dilakukan


pada masa lampau, mungkin dapat digunakan sekarang untuk
mengatasi ketegangan dan kontrol individu

 Dorong klien untuk berbicara mengenai apa yang terjadi saat ini
dan apa yang telah dilakukan untuk mengatasi perasaan ansietas

R/: Menyatakan petunjuk untuk membantu klien dalam


mengembangkan kemampuan koping

 Sediakan lingkungan yang tenang dan tidak memanipulasi serta


menentukan apa yang dibutuhkan klien

21
R/: Menurunkan ansietas dan menyediakan kontrol bagi klien selama
situasi krisis

 Diskusikan perasaan menyalahkan diri sendiri/ orang lain

R/: Ketika mekanisme ini dilindungi pada waktu kritis terdapat


perasaan kounter-produktif dan interfiksasi dari perasaan tidak
tertolong dan tanpa harapan

 Identifikasi tingkah laku penanggulangan yang baru bahwa klien


menunjukkan dan memperkuat adaptasi positif

R/: Selama krisis, klien mengembangkan cara baru dalam


menghadapi masalah yang dapat membantu revolusi situasi
sekarang dan krisis masa depan

B Dx: Koping keluarga yang tidak efektif, ketidak nyamanan b/d depresi mental
dan efek pada keluarga

Tujuan: Koping keluarga kembali efektif

Kriteria Hasil:

 Klien menunjukkan kemampuan untuk menunjukkan identifikasi


sumber-sumber dalam diri sendiri untuk berhadapan dengan situasi
 Klien menunjukkan kemampuan untuk menghadapi situasi dengan
caranya sendiri

Intervensi :

 Kaji tingkat ansietas yang muncul pada keluarga atau orang


terdekat

R/: Tingkat ansietas harus dihadapi sebelum pemecahan masalah


dapat dimulai

22
 Kaji masalah sebelum sakit/ tingkah laku saat ini yang
mengganggu perawatan/ proses penyembuhan klien.

R/: Informasikan mengenai masalah keluarga akan membantu dalam


mengembangkan rencana keperawatan yang sesuai

 Kaji tindakan orang terdekat sekarang ini dan bagaimana mereka


diterima oleh klien

R/: Orang terdekat mungkin berusaha untuk membantu namun tidak


dipersepsikan sebagai sebagai bantuan oleh klien

 Ikut sertakan orang terdekat dalam pemberian informasi,


pemecahan masalah dan perawatan klien sesuai kemungkinan

R/: informasi dapat mengurangi perasaab tanpa harapan dan tidak


berguna, keikut sertaan dalam perawatan akan meningkatkan
perasaan kontrol dan harga diri

 Dorong pencarian bantuan situasi kebutuhan memberikan


informasi mengenai orang dan institusi yang tersedia bagi mereka

R/: Izin untuk mencari bantuan sesuai kebutuhan akan membuat


mereka memilih untuk mengambil keuntungan dari apa yang tersedia.

Intervensi (section caesaria)

A Dx : Ansietas b/d krisis situasi, ancaman konsep diri, ancaman yang


dirasakan/aktual dari kesejahteraan maternal, dan janin transmisi
interpersonal.

Tujuan : ansietas pada ibu dapat teratasi.

Kriteria hasil :

 Mengungkapkan rasa takut pada keselamatan ibu dan janin.

 Mendiskusikan perasaan tentang kelahiran saesarea.


23
 Klien tampak benar-benar rileks.

 Menggunakan sumber/sistem pendukung dengan efektif.

Intervensi:

 Kaji respons psikologi pada kejadian dan ketersediaan sistem


pendukung.

R/: Makin ibu merasakan ancaman, makin besar tingkat ansietas.

 Pastikan apakah prosedur direncanakan atau direncanakan.

R/: Pada kelahiran caesarea yang tidak direncanakan, ibu dan


pasangan biasanya tidak mempunyai waktu untuk mempersiapan
psikologi atau fisiologi

 Tetap bersama ibu, dan tetap bicara perlahan, tunjukkan empati.

R/: Membantu membatasi transmisi ansietas interpersonal dan


mendemonstrasikan perhatian terhadap ibu/pasangan.

 Beri penguatan aspek positif dari ibu dan kondisi janin.

R/: Memfokuskan pada kemungkinan keberhasilan akhir dan


membantu membawa ancaman yang dirasakan/aktual ke dalam
perspektif.

 Anjurkan ibu pasangan mengungkapkan atau mengekspresikan


perasaan.

R/: Membantu mengidentifikasikan perasaan dan memberikan


kesempatan untuk mengatasi perasaan ambivalen atau berduka. Ibu
dapat merasakan ancaman emosional pada harga dirinya karena
perasaannya bahwa ia telah gagal wanita lemah.

24
 Dukung atau arahkan kembali mekanisme kopping yang
diekspresikan.

R/: Mendukung mekanisme koping dasar dan otomatis meningkatkan


kepercayaan diri serta penerimaan dan menurunkan ansietas.

 Berikan masa privasi terhadap rangsangan lingkungan seperti


jumlah orang yang ada sesuai keinginan ibu.

R/: Memungkinkan kesempatan bagi ibu untuk memperoleh informasi,


menyusun sumber-sumber, dan mengatasi cemas dengan efektif.

B Dx : Risiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan prosedur invasif


pecah ketuban, kerusakan kulit, dan penurunan Hb.

Tujuan : infeksi tidak terjadi

Kriteria hasil :

 Klien bebas dari infeksi.

 Pencapaian tepat waktu dalam pemulihan luka tanpa komplikasi

Intervensi :

 Tinjau ulang kondisi faktor risiko yang ada sebelumnya.

R/: Kondisi dasar ibu seperti DM dan hemoragi menimbulkan potensial


risiko infeksi atau penyembuhan luka yang buruk. Adanya proses
infeksi dapat meningkatkan risiko kotaminasi jamin.

 Kaji terhadap tanda dan gejala infeksi ( misalnya peningkatan suhu,


nadi, jumlah sel darah putih, atau bau/warna sekret vagina.

25
R/: Pecah ketuban terjadi 24 jam sebelum pembedahan dapat
mengakibatkan korioamnionitis sebelum intervensi bedah dan dapat
mengubah penyembuhan luka.

 Berikan perawatan perineal sedikitnya setiap 4 jam bila ketuban


telah pecah.

R/: Membantu risiko infeksi asenden.

 Lakukan persiapan kulit praoperatif, scrub sesuai protokol.

R/: Menurunkan risiko kontaminan kulit memasuki insisi, menurunkan


risiko infeksi pasca operasi.

 Dapatkan kultur darah vagina dan plasenta sesuai indikasi.

R/: Mengidentifikasi organisme yang menginfeksi dan tingkat


keterlibatan.

 Catat Hb dan Ht catat perkiraan kehilangan darah selama prosedur


pembedahan.

R/: Risiko infeksi pasca ,melahirkan serta penyembuhan lebih lama


bila kadar Hb rendah dan kehilangan darah berlebihan.

 Berikan antibiotik spektrum luas parenteral pada pra-operasi.

R/: Antibiotik profilaktik dapat dipesankan untuk mencegah terjadinya


proses infeksi sebagai pengobatan pada infeksi yang teridentifikasi.

4. Implementasi

Setelah rencana tindakan keperawatan disusun secara sistemik.


Selanjutnya rencana tindakan tersebut diterapkan dalam bentuk kegiatan yang
nyata dan terpadu guna memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan yang
diharapkan

26
5. Evaluasi

Akhir dari proses keperawatan adalah ketentuan hasil yang diharapkan


terhadap perilaku dan sejauh mana masalah klien dapat teratasi. Disamping itu
perawat juga melakukan umpan balik atau pengkajian ulang jika tujuan
ditetapkan belum berhasil/ teratasi.

27
BAB IV

PEMBAHASAN JURNAL

1.1 RELAKSASI AUTOGENIK TERHADAP PENURUNAN SKALA NYERI PADA


IBU POST OPERASI SECTIO SAECAREA

AUTOGENIC RELAXATION TO DECREASE SECTIO CAESAREA POST


OPERATION’S PAIN SCALE

Nung ati Nurhayati1*, Septian Andriyani2, Novi Malisa3


1,3 Akper RS. Dustira
2 Prodi D3 keperawatan Universitas Pendidikan Indonesia

Metode penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen dengan
One Group Pretest Posttest Design. Pretest dilakukan untuk mengukur skala
nyeri pasien dengan post operasi SC sebelum dilakukan intervensi relaksasi
autogenik. Selanjutnya Postest dilakukan setelah diberikan intervensi relaksasi
autogenik pada pasien dengan post operasi Sectio Caesarea.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu post operasi Sectio
Caesarea yang dirawat di Ruang Perawatan V/VI RS. Dustira Cimahi sebanyak
92 pada bulan Mei 2015. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 75 ibu post
sectio caesarea dalam waktu 1 bulan. Tehnik pengambilan sampel
menggunakan Non Probability Sampling berupa tehnik Purposive Sampling
dengan kriteria inklusi :
1. Pasien post operasi Sectio Caesarea (24 jam post partum)
2. Pasien yang mendapatkan anestesi spinal.
3. Pasien yang bersedia menjadi responden penelitian dari awal hingga
akhir

28
Kriteria eksklusi :
1. Pasien yang mengalami komplikasi post partum
2. Pasien yang selama penelitian menggunakan analgetik.
Cara pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan memberikan
penjelasan kepada responden mengenai maksud dan tujuan diadakannya
penelitian ini serta meminta responden untuk menandatangani lembar
persetujuan menjadi responden penelitian. Setelah responden penelitian
menandatangani lembar persetujuan, peneliti mengisi lembar checklist yang
berisi data karakteristik pasien dan melakukan pengukuran skala nyeri
responden sebelum dilakukan teknik relaksasi autogenik, serta mencatat skala
nyeri. Peneliti meminta responden untuk berbaring rileks, peneliti melakukan
teknik relaksasi autogenic kepada pasien selama 20 menit dan di iringi dengan
musik instrumental yang diletakkan di samping responden. Setelah teknik
relaksasi autogenik selesai dilakukan, peneliti kembali mengukur dan mencatat
skala nyeri responden pada lembar observasi. Peneliti melakukan wawancara
kepada pasien mengenai apa yang dirasakan sebelum, selama dan sesudah
dilakukan relaksasi autogenik.
Pada penelitian ini, peneliti tidak melakukan uji validitas karena peneliti
menggunakan alat ukur NRS yang telah dilakukan uji validitas sebelumnya
dengan nilai uji validitas r=0,90 dan pada penelitian ini, peneliti tidak melakukan
uji reliabilitas karena peneliti menggunakan alat ukur NRS yang telah dilakukan
uji reliabilitas dengan hasil menunjukkan reliabilitas lebih dari 0,95. Data diolah
dengan menggunakan analisa univariat untuk mengetahui karakteristik
responden yang meliputi usia, paritas dan riwayat operasi, sedangkan analisa
bivariat untuk mengetahui pengaruh teknik relaksasi autogenik terhadap skala
nyeri pada pasien post operasi Sectio Caesarea digunakan uji statistik uji
berpasangan (paired-test).

Hasil penelitian
Berdasarkan hasil penelitian dari 75 responden, frekuensi usia ibu
tertinggi yaitu berada pada rentang usia 26-45 tahun (62,7%). Rentang usia ini

29
masih termasuk dalam usia produktif bagi seseorang. Penduduk usia produktif
adalah penduduk yang berumur 15 - 64 tahun. Wanita Usia Subur adalah semua
wanita yang telah memasuki usia antara 15-49 tahun tanpa memperhitungkan
status perkawinannya (Kemenkes, 2011).
Usia dapat mempengaruhi proses persalinan semakin tinggi usia
seseorang maka akan beresiko dalam proses persalinan. Menurut (Depkes,
2010) dari aspek kesehatan ibu yang berumur < 20 tahun rahim dan panggul
belum berkembang dengan baik, begitu sebaliknya yang berumur > 35 tahun
kesehatan dan keadaan rahim tidak sebaik seperti saat ibu berusia 20 – 35
tahun. Umur ibu < 20 tahun dan > 35 tahun merupakan umur yang tidak
reproduktif atau umur tersebut termasuk dalam resiko tinggi kehamilan. Umur
pada waktu hamil sangat berpengaruh pada kesiapan ibu untuk menerima
tanggung jawab sebagai seorang ibu sehingga kualitas sumber daya manusia
makin meningkat dan kesiapan untuk menyehatkan generasi penerus dapat
terjamin.
Kehamilan diusia muda atau remaja dibawah usia 20 tahun akan
mengakibatkan rasa takut terhadap kehamilan dan persalinan, hal ini disebabkan
pada usia tersebut ibu mungkin belum siap untuk mempunyai anak dan alat - alat
reproduksi ibu belum siap untuk hamil. Begitu juga kehamilan di usia tua yaitu
diatas 35 tahun akan menimbulkan kecemasan terhadap kehamilan dan
persalinan serta alat - alat reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil (Wiknjosastro, H
2008). Wanita usia subur termasuk usia yang sangat produktif untuk mengalami
kehamilan, sehingga wanita usia subur perlu mengetahui upaya pencegahan
perdarahan pada ibu hamil supaya tidak terjadi perdarahan selama kehamilan,
dan kejadian kematian pada ibu hamil dapat diantisipasi.
Hasil penelitian seperti yang terlihat dalam tabel diatas didapatkan hampir
setengahnya dari responden (38,7%) adalah multipara yaitu 29 ibu post operasi
sectio caesarea. Menurut Saifuddin, 2009 (dalam Trivonia, 2012), paritas yang
paling aman adalah multi gravida. Primi gravida dan Grande multi gravida
mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh
kematangan dan penurunan fungsi organ-organ persalinan. Secara umum

30
paritas multi gravida merupakan paritas paling aman bagi seorang ibu untuk
melahirkan dan masih digolongkan dalam kehamilan resiko rendah. Meskipun
demikian tetap ada faktor resiko yang menyebabkan kemungkinan resiko atau
bahaya terjadinya komplikasi pada persalinan yang dapat menyebabkan
kematian atau kesakitan pada ibu dan bayinya. Pada ibu multi gravida yang
pernah gagal kehamilan, pernah melahirkan dengan vakum, transfusi darah,
serta riwayat bedah sesar pada persalinan sebelumnya (Trivonia, dkk, 2011).
Persalinan yang pertama sekali biasanya mempunyai resiko yang relatif tinggi
terhadap ibu dan anak, akan tetapi resiko ini akan menurun pada paritas kedua
dan ketiga, dan akan meningkat lagi pada paritas keempat dan seterusnya.
Paritas yang paling aman jika ditinjau dari sudut kematian maternal adalah
paritas 2 dan 3 (Prawirohardjo, 2011). Hasil analisis bivariate menunjukkan tidak
ada hubungan paritas dengan kejadian SC.
Menurut Sudirman, 2009 faktor-faktor medis dilakukan SC adalah karena
faktor ibu dan faktor janin. Faktor medis ibu dilakukannya SC adalah plasenta
previa (5,3%), riwayat persalinan ibu yang lalu mengalami SC (5,7%), disproporsi
sefalopelvic (3,3%), Pre-eklampsi Berat (25,6%), Ketuban Pecah Dini (31,7%).
Faktor medis Janin dilakukan tindakan SC yaitu letak sungsang (11%), letak
lintang (5,3%), gawat janin (7,7%) dan gemelli (7,7%) (Jovany, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian ibu yang mempunyai riwayat terbanyak
adalah kehamilan kedua. Keadaan yang pernah mengalami persalinan atau baru
akan terjadi dapat menyebabkan seorang wanita yang akan melahirkan merasa
ketakutan, khawatir dan cemas menjalaninya, karena kekhawatiran dan
kecemasan mengalami rasa sakit tersebut memilih persalinan sectio caesarea
untuk mengeluarkan bayinya (Kasdu, 2003).

31
2.1 POSTPARTUM BLUES PADA PERSALINAN DI BAWAH USIA DUA PULUH
TAHUN

Istiani Nur Chasanah 1, Kurniasari Pratiwi 1, Sri Martuti 2


1Akademi Kebidanan Yogyakarta,
Jl Parangtritis KM 6, Sewon, Yogyakarta
2Puskesmas Dlingo Bantul
Jl. Koripan Dlingo Bantul

Metode penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif karena dimaksudkan untuk
menyelidiki fenomena, yang hasilnya dipaparkan dalam bentuk deskripsi. Desain
yang digunakan dalam penelitian ini adalah retrospektif, yaitu penelitian yang
melihat ke belakang, artinya pengumpulan data dimulai dari efek atau akibat
yang telah terjadi. Kemudian dari efek tersebut ditelusuri penyebabnya atau
variabel-variabel yang mempengaruhi tersebut (Notoadmodjo, 2012).
Retrospektif rancangan bangun dengan melihat ke belakang dari suatu kejadian
yang berhubungan dengan kejadian kesakitan yang diteliti. Dengan kata lain dari
efek ke faktor risiko atau mencari penyebab/kausa/faktor risiko dari penelitian.
Populasi pada penelitian ini adalah ibu-ibu yang menikah dan sudah melahirkan
pada usia kurang dari 20 tahun di Desa Panggungharjo Sewon Bantul yang
berjumlah 35 orang. Hal tersebut sesuai dengan data dari KUA Kecamatan
Sewon, dimana populasi ibu-ibu yang menikah dibawah umur 20 tahun secara
keseluruhan adalah 35 orang dari tahun 2013-2015. Sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah 35 orang, peneliti menggunakan teknik total sampling
yaitu memberi hak yang sama kepada setiap subjek untuk memperoleh
kesempatan dipilih menjadi sampel. Namun demikian, terdapat 2 responden
yang pindah rumah ke luar kota, sehingga jumlah sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah 33 orang.

32
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini variabel tunggal yaitu
postpartum blues pada persalinan dibawah usia 20 tahun. Pengukuran
postpartum blues dilakukan dengan memberikan kuisioner Edinburgh Postnatal
Depression Scale (EPDS). Analisis data menggunakan teknik statistik deskriptif.

Hasil penelitian
Hasil penelitian yang dilakukan di Desa Panggungharjo didapatkan hasil
bahwa sebagian besar responden yang bersalin dibawah 20 tahun tidak
mengalami postpartum blues karena mendapatkan dukungan sosial dari
keluarga terutama dari suami. Adanya dukungan sosial membuat responden
dapat mengatasinya dan melewati masa postpartum blues dengan waktu yang
singkat. Hal ini didukung Urbayatun (2010) yang menyebutkan bahwa dukungan
sosial berhubungan negatif dengan kecenderungan depresi postpartum pada ibu
primipara.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan postpartum blues
diantaranya dukungan sosial, paritas, tingkat pendidikan dan perencanaan
kehamilan oleh karena itu seperti yang diungkapkan oleh responden meskipun
bersalin dibawah usia 20 tahun tetapi mendapatkan dukungan yang penuh oleh
keluarga sehingga tidak mengalami postpartum blues selain itu disebabkan
karena pribadi responden dalam menghadapi masa postpartum. Hal ini menjadi
analisis bagi peneliti bahwa ibu yang melahirkan dibawah usia 20 tahun pada
kenyataannya tidak semua mengalami postpartum blues karena dari ibu
menikmati keadaannya dan sudah siap memiliki anak. Rahmandani, Karyono &
Dewi (2009) menyebutkan adanya faktor internal dan faktor eksternal yang
mempengaruhi kejadian depresi postpartum. Faktor internal diantaranya adalah
isi kognitif, karakteristik kepribadian, dan sikap hati yang terbuka. Sementara
faktor eksternal diantaranya adalah dukungan sosial, penguatan positif, dan
tekanan dari luar.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, sebanyak tiga puluh tiga
responden menjawab kelelahan dalam mengurus anaknya, selain itu ada tiga
puluh dua responden yang menjawab cemas dengan keadaannya terutama

33
dalam mengurus anaknya merasa belum bisa memberikan yang terbaik selain itu
ada dua puluh delapan responden yang mengalami susah tidur karena terbebani
oleh kelahiran bayinya, ada juga dari delapan belas responden mengalami
gelisah karena kepikiran anaknya, enam belas responden mengalami binggung
dalam mengurus anaknya terutama saat menangis binggung harus bagaimana,
delapan responden mengalami lupa atas kelahiran anaknya sehingga
menyebabkan postpartum blues empat responden mengalami tangisan yang
kuat ketika bayinya menangis responden juga menangis.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa pendidikan terbanyak yang
mengalami postpartum blues adalah SD-SMP, yaitu dua belas responden
(54,5%) hal ini sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa pendidikan
rendah lebih sering mengalami postpartum blues dibandingkan dengan
pendidikan tinggi. Pendidikan dalam penelitian ini adalah jenjang pendidikan
formal yang ditempuh oleh ibu yang mempunyai bayi sampai memperoleh ijazah
yang sah. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Latipun (2001) yang
mengatakan bahwa pendidikan sesorang akan mempengaruhi cara berpikir dan
cara pandang terhadap diri dan lingkungannya, karena itu akan berbeda sikap
responden yang mempunyai pendidikan tinggi dibandingkan dengan yang
berpendidikan rendah dalam menyikapi proses selama persalinan sehingga pada
pendidikan rendah terjadi postpartum blues.
Berdasarkan hasil penelitan didapatkan hasil sebagian besar responden
yang mengalami postpartum blues adalah primipara yaitu 14 responden 63,6%
terdapat hubungan antara paritas dengan kejadian postpartum. Hal ini sesuai
dengan pendapat yang menyebutkan bahwa proses persalinan, lamanya
persalinan hingga komplikasi yang dialami setelah persalinan dapat
mempengaruhi kondisi psikologis seorang ibu, dimana semakin besar trauma
fisik yang dialami maka semakin besar trauma psikis yang muncul hal ini
semakin berat dirasakan wanita yang pertama kali melahirkan anak mereka.
Adanya perubahan selama kehamilan khususnya peningkatan hormon dapat
menimbulkan tingkat kecemasan yang semakin berat serta rasa khawatir
menerima peran baru menjadi krisis situasi yang terjadi sehingga hal ini dapat

34
menimbulkan terjadinya postpartum blues (Handerson & Jones, 2006 ). Menurut
Bobak (2004) hal ini sesuai dengan kriteria ibu yang mengalami gangguan
emosional adalah ibu primipara yang belum berpengalaman dalam mengasuh
anak. Hal ini berisiko terjadinya postpartum blues. Hasil penelitian ini
menunjukkan status kehamilan mempengaruhi terjadinya postpartum blues.
Hasil penelitian ini sesuai dengan Bobak (2004) yang menyatakan salah satu
faktor yang dapat menyebabkan postpartum bues adalah kehamilan yang tidak
diinginkan. Suami memegang peranan penting dalam terjadinya postpartum
blues dan diharapkan suami menyadai bahwa istri sangat membutuhkannya
pada saat– saat tertentu dan suami diharapkan ada saat istri sangat
membutuhkannya. Dukungan itu tidak hanya berupa dukungan material tetapi
dukungan psikologis, penilaian, informasi, dan finansial sangat dibutuhkan oleh
istri, jadi dukungan yang diberikan itu dikemas secara utuh sehingga istri merasa
nyaman dan dapat persalinan dengan baik. Dukungan suami merupakan strategi
coping penting pada saat mengalami stress dan berfungsi sebagai strategi
preventif untuk mengurangi stress dan konsekuensi negatifnya. Untuk itu
dukungan suami sangat dibutuhkan oleh perempuan setelah mengalami
postpartum blues.

35
BAB V
PENUTUP

Kesimpulan
Post partum adalah proses lahirnya bayi dengan tenaga ibu sendiri, tanpa
bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang
dari 24 jam (Saifuddin,2002). Post portum/ masa nifas dibagi dalam 3 periode (Mochtar,
1998) yaitu puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan
berjalan-jalan, purperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia
yang lamanya mencapainya 6 – 8 minggu dan remote puerperium yaitu waktu yang
diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil / waktu
persalinan mempunyai komplikasi.

Saran
a. Pasien
Diharapkan pasien dapat memahami pengertian, penyebab, klasifikasi, fisiologi
dan penatalaksanaan pada saat post partum .
b. Perawat
Diharapkan kepada perawat dapat menggunakan proses keperawatan sebagai
kerangka kerja untuk perawatan pasien dengan post partum.

36
DAFTAR PUSTAKA

Jitowiyono, S dan Kristiyanasari, W. 2012. Asuhan Keperawatan Post Operasi.


Yogyakarta : Nuha Medika
Prawirohardjo, S. 2007. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : YBP – SP
Hedrman, Heather 2010. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
Irhami. 2010. Proses Adaptasi Psikologis Ibu Masa Nifas. Jakarta
Rahayu Tri Puspa, 2017. Pengalaman Baby Blues. Fakultas Ilmu Kesehatan. UMP
Saleha, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta : Salemba Medika

37

Anda mungkin juga menyukai