LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT JIWA
Disusun oleh:
Hidah Rohmahwati
195070209111034
A. Definisi Kehamilan
Kehamilan adalah suatu rangkaian yang terjadi dari mulai bertemunya sel sperma
dengan sel telur yang sehat dan dilanjutkan dengan fertilisasi, nidasi, dan implantasi
(Sulistiyowati, 2012). Kehamilan adalah merupakan suatu proses merantai yang
berkesinambungan dan terdiri dari ovulasi pelepasan sel telur, migrasi spermatozoa dan
ovum, konsepsi dan pertumbuhan zigot, nidasi (implantasi) pada uterus, pembentukan
plasenta, dan tumbuh kembang hasil konsepsi sampai aterm (Manuaba, 2010). Kehamilan
merupakan proses alamiah (normal) dan bukan proses patologis, tetapi kondisi normal
dapat menjadi patologi. Menyadari hal tersebut dalam melakukan asuhan tidak perlu
melakukan intervensi-intervensi yang tidak perlu kecuali ada indikasi (Sulistyawati, 2009).
Kehamilan adalah proses alamiah yang dialami oleh setiap wanita dalam siklus reproduksi.
Kehamilan dimulai dari konsepsi dan berakhir dengan permulaan persalinan. Selama
kehamilan ini terjadi perubahan-perubahan, baik perut, fisik maupun fsikologi ibu (Varney,
2007). Kehamilan diawali adanya janin dalam rahim seorang perempuan sebagai hasil
konsepsi yang berlangsung sejak peristiwa tertanamnyahasil konsepsi pada dinding
endometrium di dalam uterus sampai lahirnya janin (Keliat, 2015). Pada masa ini seorang
ibu belajar untuk memahami dan memberikan respons positif terhadap perubahan fisiologis,
psikologis dan sosial selama usia kehamilannya.
1. Tahap Antisipasi
Dalam tahap ini wanita akan mengawali adaptasi perannya dengan merubah peran
sosialnya melalui latihan formal (misalnya kelas-kelas khusus kehamilan) dan informal
melalui model peran (role model). Meningkatnya frekuensi interaksi dengan wanita hamil
dan ibu muda lainnya akan mempercepat proses adaptasi untuk mencapai penerimaan
peran barunya sebagai seorang ibu.
Pada tahap ini wanita sudah mulai menerima peran barunya dengan cara mencoba
menyesuaikan diri. Secara internal wanita akan mengubah posisinya sebagai penerima
kasih sayang dari ibunya menjadi pemberi kasih sayang terhadap bayinya. Untuk memenuhi
kebutuhan akan kasih sayang, wanita akan menuntut dari pasangannya. Ia akan mencoba
menggambarkan figur ibunya dimasa kecilnya dan membuat suatu daftar hal-hal yang positif
dari ibunya untuk kemudian ia daptasi dan terapkan kepada bayinya nanti. Aspek lain yang
berpengaruh dalam tahap ini adalah seiring dengan sudah mapannya beberapa persiapan
yang berhubungan dengan kelahiran bayi, termasuk dukungan semangat dari orang-orang
terdekatnya.
Sering terjadi fluktuasi lebar aspek emosional sehingga perode ini mempunyai resiko
tinggi untuk terjadi pertengkaran atau rasa tidak nyaman.
b. Trimester II :
Fluktuasi emosional sudah mulai mereda dan perhatian wanita hamil lebih terfokus
pada berbagai perubahan tubuh yang terjadi saat kehamilan, kehidupan seksual keluarga
dan hubungan bathiniah dengan bayi yang dikandungannya.
c. Trimester III :
Berkaitan dengan bayangan resiko kehamilan dan proses persalinan sehingga wanita
hamil sangat emosional dalam upaya mempersiapkan atau mewaspadai segala sesuatu
yang akan dihadapi.
Reaksi cemas
Gangguan ini ditandai dengan rasa cemas dan ketakutan yang berlebihan, terutama
sekali terhadap hal-hal yang masih tergolong wajar.
Kecemasan baru terlihat apabila wanita tersebut mengungkapkannya karena gejala
klinik yang ada, sangat tidak spesifik (twitchung, tremor, berdebar-debar, kaku otot,
gelisah dan mudah lelah, insomnia)
Timbul gejala-gejala somatik akibat hiperaktifitas otonom (palpitasi, sesak nafas, rasa
dingin ditelapak tangan, berkeringat dingin, pusing, rasa terganjal pada leher).
Tenangkan dengan psikoterapi. Walau kadang-kadang upaya ini kurang memberi hasil
tetapi prosedur ini sebaiknya paling pertama dilakukan.
Hanya pada pasien dengan reaksi cemas berat, berikan diazepam 3 x 2 mg per hari.
Bila pasien tidak mampu untuk melakukan kegiatan sehari-hari atau kekurangan asupan
kalori/gizi maka harus dilakukan rawat inap di rumah sakit.
Reaksi panik
Ditandai dengan rasa takut dan gelisah yang hebat, terjadi dalam periode yang relatif
singkat dan tanpa sebab-sebab yang jelas.
Pasien mengeluhkan nafas sesak atau rasa tercekik, telinga berdenging, jantung
berdebar, mata kabur, rasa melayang, takut mati atau merasa tidak akan tergolong lagi.
Pemeriksaan fisik menunjukkan pasien gelisah dan ketakutan, muka pucat pandangan
liar, pernafasan pendek dan cepat dan takhikardi.
Tenangkan secara verbal, sebelum psikoterapi atau medikamentosaa. Sebaiknya
pasien dirawat untuk observasi tehadap reaksi panik ulangan dan pemberian terapi.
Karena reaksi panik hanya berlangsung dalam waktu yang relatif singkat, cukup
diberikan dosis tunggal diazepam 5 mg IV.
Reaksi Obsesif-Kompulsif
Gambaran spesifik dari gangguan ini adalah selalu timbulnya perasaan, rangsangan
ataupun pikiran untuk melakukan sesuatu, tanpa objek yang jelas, diikuti dengan
perbuatan yang dilakukan secara berulang kali.
Pengulangan perbuatan tersebut dapat mencelakai dirinya, bayi yang dikandung atau
orang lain.
Adanya potensi gawat darurat pada wanita hamil dengan reaksi obsesif-kompulsif
menjadi alasan untuk dirawat di rumah sakit atau dalam pengawasan tim medis yang
memadai. Psikoterapi cukup membantu untuk mengembalikan wanita ini pada status
emosional yang normal.
Pada kasus yang berat, beri diazepam 5 mg IV dan observasi ketat.
Depresi berat
Depresi pada wanita hamil, ditandai oleh perasaan sedih, tidak bergairah, menyendiri,
penurunan berat badan, insomnia, kelemahan, rasa tidak dihargai dan pada kasus yang
berat, ada keinginan untuk melakukan bunuh diri.
Penelitian di RS Dr. Sutomo, Surabaya (1990) menunjukkan angka kejadian Depresi
Pascapersalinan (Postpartum Blues) sebesar 15,2 % (persalinan fisiologis) dan 46,2 %
(persalinan patologis).
Sulit untuk melakukan komunikasi karena mereka cenderung menarik diri, tidak mampu
berkonsentrasi, kurang perhatian dan sulit untuk mengingat sesuatu .
Gunakan anti depresan Amitryptyline 2 x 10 mg oral.
Terapi kejutan listrik (ECT) digunakan apabila psikofarmaka gagal dan reaksi depresi
membahayakan pasien.
Trimester II
Subjektif:
1. Takut jika suami meninggalkan rumah dalam waktu relatif lama
2. Mulai merasakan gerakan janin
3. Merasa senang dan bahagia dengan gerakan janin
4. Merasakan ada ikatan dengan janin
Objektif:
1. Perut mulai kelihatan buncit
2. Payudara membesar
Trimester III
Subjektif:
1. Merasakan ketidaknyamanan pada tubuh: sesak, mudah lelah, kram kaki
2. Merasa kepanasan, mudah berkeringat, sering berkemih, sesak nafas, mudah
lelah,kram kaki
3. Membayangkan hari kelahiran dengan gembira
4. Mencari informasi dari banyak sumber tentang kehamilan, kelahiran dan janin
5. Memutuskan tempat alternatif untuk melahirkan
Objektif:
1. Keluar cairan kuning dari puting susu
2. Mempersiapkan segala kebutuhan bayi baik material maupun spiritual (nama terbaik,
tempat melahirkan, upacara kelahiran, perlengkapan bayi dan ibu, dan lain – lain).
Pada Keluarga
1. Kognitif: keluarga mampu mengenal
a. Perkembangan ibu hamil yang normal
b. Perkembangan ibu hamil yang menyimpang
2. Psikomotor: keluarga mampu memberikan dukungan pada ibu hamil
3. Afektif: keluarga mampu memberikan kebahagiaan dan motivasi pada ibu hamil
2. Tindakan Keperawatan
Tindakan pada ibu hamil
a. Diskusikan tentang perkembangan yang normal yang dialami selama kehamilan.
b. Diskusikan tentang perkembangan yang menyimpang yang dialami selama kahamilan
c. Diskusikan tentang perubahan biologis, psikologis, dan sosial pada kehamilan dan cara
adaptasi
d. Diskusikan tentang cara mencapai pertumbuhan dan perkembangan janin yang normal
dengan bonding dan attachment tercapai:
1) Trimester I : menyentuh/mengelus perut, berusaha bersikap tenang saat mengetahui
kepastian kehamilan, menghindari stres, mulai mengajak janin berbicara, banyak
berdoa, meditasi atau ibadah lain, berusaha memenuhi kebutuhan gizi janin, makan
sedikit tapi sering, melakukan kegiatan yang menyenangkan, selalu berfikir positif
(berbaik sangka terhadap segala sesuatu yang terjadi)
2) Terimester II : mengajak janin berbicara lebih sering sambil mengelus perut ibu,
kenalkan suara orang – orang di sekitar (ayak, kakak, nenek, kakek) secara teratur,
mendengar musik yang lembut, mendengarkan bacaan kitab suci, tetap menjaga
keseimbangan emosi, tidak mudah marah atau sedih, menghindari berkata dan berbuat
negatif, meyakini ada ikatan dengan janin, merespons gerakan janin dengan mengusap,
menekan dan sedikit menggoyang perut.
3) Trimester III : laku semua tindakan yang dilakukan pada trimester I dan II,sering jalan
pagi, senam hamil, mengenalkan lingkungan sambil mengajak janin berbicara, kenalkan
janin dengan cahaya (menyenter/mengarahkan lampu ke perut ibu), makan makanan
yang bervariasi rasanya, melakukan setiap kegiatan dengan hati yang tenang, senang
dan ikhlas, lebih sering melakukan latihan relaksasi, hindari rokok dan alkohol.
F. Diagnosa Keperawatan
1. Kesiapan peningkatan menjadi orang tua
Rencana Intervensi Keperawatan
Kesiapan peningkatan menjadi orang tua (SDKI)
Perencanaan
Diagnosis Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan Rasional
keperawatan
Kesiapan Setelah 3 kali melakukan Dukungan penampilan peran
peningkatan interaksi dengan klien peran Observasi
menjadi orang tua menjadi orang tua diharapkan 1. Identifikasi berbagai peran dan periode transisi 1. Mengidentifikasi peran dalam masa
membaik dengan kriteria hasil sesuai dengan tingkat perkembangan transisi dapat membatu adaptasi
1. Keinginan meningkatkan 2. Identifikasi peran yang ada dalam keluarga keluarga sesuai dengan tingkat
peran menjadi orang tua 3. Identifikasi jika ada peran dalam keluarga yang perkembangannya
2. Verbalisasi kepuasan tidak terpenuhi 2. Identifikasi peran dalam keluarga
memiliki bayi memudahkan pemberi asuhan dalam
3. Perilaku positif menjadi orang meyusun tindakan apa yang akan
tua diberikan kepada keluarga
3. Jika ada peran yang tidak terpenuhi
pemberi asuhan dapat memasukan
kedalam rencana intervensi untuk
keluarga.
Terapeutik
1. Fasilitasi adaptasi peran keluarga terhadap
perubahan peran yang tidak diinginkan 1. Bantu keluarga dalam beradaptasi
dengan keadaan baru dalam hal ini
kesiapan peningkatan menjadi orang
2. Fasilitasi diskusi peran menjadi orang tua
tua.
2. Berdiskusi dengan pasien terkait
dengan bagaimana peran menjadi
orang tua dapat membantu klien
memahami dan beradaptasi tentang
Edukasi peran orang tua
1. Diskusikan perilaku yang dibutuhkan untuk
mengembangkan peran dan diskusi tentang 1. Berdiskusi dengan klien terkait
strategi positif untuk mengelola perubahan dengan perilaku yang dibutuhkan
peran dalam mengembangkan peran
seperti bagaaimana perawatan bayi
baru lahir teknik menyusui dan lain
sebagainya dapat membantu klien
dalam menghadapi perubahan
peran menjadi orang tua.
Kolaborasi
1. Rujuk dalam kelompok untuk mempelajari
peran baru. 1. Berada dalam kelompok yang sama
memudahkan klien untuk
beradaptasi dengan peran yang
baru karena bertemu dengan orang
lain dengan kondisi yang sama
sehingga membantu klien dalam
sharing tentang pengalaman dan
Edukasi perawatan kehamilan
berbagi informasi
Observasi :
1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
menerima informasi
2. Identifikasi tentang perawatan masa kehamilan
1. menentukan kesiapan klien dalam
Terapeutik :
menerima informasi yang akan
1. Sediakan materi dan media pendidikan
disampaikan oleh pemberi asuhan
kesehatan
2. Membantu pemberi asuhan untuk
2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
memberikan perawatan apa yang
kesepakatan
dibutuhkan selama masa kehamilan
3. Berikan kesempatan untuk bertanya
3. Edukasi kepada klien dan keluarga
Edukasi juga meningkatkan pengetahuan
tentang perawatan kehamilan pada
1. Jelaskan perubahan fisik dan psikologis masa klien, bagaimana cara
kehamilan perawatannya, dan lain sebaginya
2. Jelaskan perkembangan janin serta membantu keluarga dalam
3. Jelaskan ketidaknyamanan selama kehamilan mendapatkan informasi yang
4. Jelaskan kebutuhan nurisi selama kehamilan adekuat dalam melaksanakan
5. Jelaskan seksualitas selama kehamilan perawatan kehamilan klien.
6. Jelaskan kebutuhan aktivitas dan istirahat
Terapeutik
1. Observasi menentukan tindakan
1. Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya
keperawatan apa yang akan
pada saat kehamilan
dilakukan serta rencana tindakan
2. Diskusikan perubahan penampilan akibat
baik tindakan secara mandiri maupun
kehamilan
kolaborasi yang akan diberikan
3. Diskusikan kondisi stress yang
kepada klien.
memepengaruhi citra tubuh pada saat
2. Monitor frekuensi pernyataan kritik
kehamilan
dapat membantu kita
4. Diskusikan persepsi pasien dan keluarga
mengidentifikasi kondisi terkait
tentang perubahan citra tubuh
gangguan citra tubuh yang dialami
Edukasi : klien terkait dengan kehamilannya
1. Jelaskan kepada keluarga tentang perawatan 3. Mendiskusikan perubahan bentuk
perubahan citra tubuh pada saat kehamilan tubuh pada saat kehamilan
2. Latih peningkatan penampilan diri misal membantu klien dalam meningkatkan
(berdandan) penerimaan terhadap bentuk
3. Latih pengungkapan kemampuan diri terhadap tubuhnya dan membantu klien untuk
orang lain maupun kelompok mengatasi ataupun mengurangi
penolakan akibat citra tubuh oleh
dirinya sendiri.
4. Berdiskusi tentang gangguan citra
tubuh dengan keluarga dan klien
dapat pada saat kehamilan
R
meningkatkan dukungan keluarga
kepada klien karena keluarga
merupakan support system utama
klie dalam menjalankan terapi
pengobatan terkait kondisinya saat
ini.
Tindakan keperawatan pasien Tindakan keperawatan keluarga
1. Diskusikan tentang perkembangan yang 1. Jelaskan tentang perkembangan ibu
normal yang dialami selama kehamilan. hamil yang normal
2. Diskusikan tentang perkembangan yang 2. Jelaskan tentang perkembangan ibu
menyimpang yang dialami selama hamil yang menyimpang
kahamilan 3. Diskusikan tentang perubahan biologis,
3. Diskusikan tentang perubahan biologis, psikologis, dan sosial ibu hamil serta
psikologis, dan sosial pada kehamilan dan cara adaptasi
cara adaptasi 4. Bantu keluarga memberikan dukungan
4. Diskusikan tentang cara mencapai selama hamil dan setelah bersalin
pertumbuhan dan perkembangan janin yang 5. Diskusikan dengan keluarga tentang
normal dengan bonding dan attachment pemeriksaan kesehatan selama
tercapai: kehamilan, minimal empat kali selama
1. Trimester I : menyentuh/mengelus perut, kehamilan
berusaha bersikap tenang saat mengetahui 6. Diskusikan dengan keluarga tentang
kepastian kehamilan, menghindari stres, mulai fasilitas pelayanan kesehatan yang
mengajak janin berbicara, banyak berdoa, dapat digunakan untuk melakukan
meditasi atau ibadah lain, berusaha pemeriksaan kesehatan selama
memenuhi kebutuhan gizi janin, makan sedikit kehamilan dan proses persalinan.
tapi sering, melakukan kegiatan yang
menyenangkan, selalu berfikir positif (berbaik
sangka terhadap segala sesuatu yang terjadi)
2. Terimester II :
mengajak janin berbicara lebih sering
sambil mengelus perut ibu, kenalkan
suara orang – orang di sekitar (ayak,
kakak, nenek, kakek) secara teratur,
mendengar musik yang lembut,
mendengarkan bacaan kitab suci,
tetap menjaga keseimbangan emosi,
tidak mudah marah atau sedih,
menghindari berkata dan berbuat
negatif, meyakini ada ikatan dengan
janin, merespons gerakan janin
dengan mengusap, menekan dan
sedikit menggoyang perut.
3. Trimester III :
Lakukan semua tindakan yang
dilakukan pada trimester I dan II,sering
jalan pagi, senam hamil, mengenalkan
lingkungan sambil mengajak janin
berbicara, kenalkan janin dengan
cahaya (menyenter/mengarahkan
lampu ke perut ibu), makan makanan
yang bervariasi rasanya, melakukan
setiap kegiatan dengan hati yang
tenang, senang dan ikhlas, lebih sering
melakukan latihan relaksasi, hindari
rokok dan alkohol.
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien : dalam proses kehamilan
2. Tujuan : ibu hamil mampu memahami,
a. Perkembangan yang normal pada ibu hamil
b. Perkembangan yang menyimpang pada ibu hamil
c. Cara menyesuaikan diri terhadap perubahan biologis, psikologis dan sosial selama
masa kehamilan
d. Melakukan adaptasi terhadap perubahan biologis, psikologis, dan sosial
e. Menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan janinnya
f. Melakukan pemeriksaan kehamilan dan persalinan pada fasilitas pelayanan kesehatan
g. ibu hamil merasa bahagia dan menerima kehamilannya
4.Tindakan Keperawatan
a. Diskusikan tentang perkembangan yang normal yang dialami selama kehamilan.
b. Diskusikan tentang perkembangan yang menyimpang yang dialami selama kahamilan
c. Diskusikan tentang perubahan biologis, psikologis, dan sosial pada kehamilan dan
cara adaptasi
d. Diskusikan tentang cara mencapai pertumbuhan dan perkembangan janin yang normal
dengan bonding dan attachment tercapai:
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“ Selamat pagi Ibu”.
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana keadaan Ibu hari ini ? bagaimana dengan kondisi kehamilan ibu sekarang?”
c. Kontrak
Topik
”Bagaimana, kalau kita bercakap-cakap mengenai kondisi bu terkait dengan kehamilan
ibu ?”
Waktu
” Berapa lama ibu punya waktu untuk berbincang- bincang dengan saya ? Bagaimana
kalau 20 menit ?”
Tempat
”Dimana kita bisa berbincang-bincang ? Bagaimana kalau di ruang tamu ?”
Tujuan
”Agar ibu dapat memhami kondisi kehamilan ibu, bagaimana perubahan bentuk tubuh yang
akan ibu alami, kemudian nutrisinya dan perawatan selama kehamilan Ibu”
2. Fase Kerja
”Mari bu kita membicarakan tentang kondisi kehamilan ibu dulu dan saat ini. Bagaimana
perasaan Ibu dan harapan ibu terhadap kondisi kehamilan dan perubahan tubuh yang
dirasakan saat ini?”
“baiklah bu, hal seperti itu memang sudah umum dan normal dialami oleh ibu hamil, oleh
karena itu kita perlu memahami penyebabnya agar ibu tidak salah memahami tentang
proses perubahan tubuh yang terjadi selama proses kehamilan”.
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
Subyektif
”Coba ibu sebutkan perubahan atau gejala apa saja yang biasa muncul pada
ibu hamil”?
b. Rencana Tindak Lanjut (RTL)
”Baiklah Ibu, selanjutnya dipertemuan berikutnya kita akan membahas tentang
nutrisi selama kehamilan, bagaimana ibu?”
c. Kontrak yang akan datang
Topik
”Baiklah Ibu, selanjutnya dipertemuan berikutnya kita akan membahas tentang
nutrisi selama kehamilan, bagaimana ibu?”
Waktu
”Kalau begitu jam berapa kita akan bertemu untuk membahasnya?”
Tempat
”Ibu mau dimana?”
Baik terimakasih sampaii jumpa dipertemuan yang akan datang..
us pada suatu waktu terhadap sejumlah kejadian (F.T Fisch Bach, 1991)
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, Budi Anna dkk. 2011. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC: Jakarta.
Yusuf., Fitriyasari, R., & Nihayati, H.E. 2015. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Salemba Medika:
Jakarta.
Mannawi, Juwita. 2016. Asuhan Keperawatan Gangguan Citra Tubuh pada Pasien
Splenomegali. FKUI: Jakarta
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta : DPD PPNI.
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPD PPNI
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPD PPNI
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT JIWA PADA BAYI
A. DEFINISI
Bayi merupakan didefinisikan pada keperawatan anak yaitu individu yang berusia 0 – 18
bulan yang sedang dalam proses tumbuh – kembang (Supartini, 2004) dan Pada usia
tersebut, Errikson menambahkan terjadi perkembangan psikososial dimana pada usia ini
bayi belajar terhadap kepercayaan dan ketidakpercayaan (Trust and Mistrust). Masa ini
merupakan krisis pertama yang dihadapi oleh bayi (Videbeck, 2008).
B. Karakteristik Perilaku
Karakteristik normal bayi : 0 – 18 bulan :
1. Menangis ketika ditinggalkan oleh ibunya
2. Menangis saat basah, lapar, haus, dingin, panas, sakit.
3. Menolak atau menangis saat digendong oleh orang yang tidak dikenalnya
4. Segera terdiam saat digendong, dipeluk atau dibuai
5. Saat menangis mudah dibujuk untuk diam kembali
6. Menyembunyikan wajah dan tidak langsung menangis saat bertemu dengan orang
yang tidak dikenalnya
7. Mendengarkan musik atau bernyanyi dengan senang
8. Menoleh mencari sumber suara saat namanya dipanggil
9. Saat diajak bermain memperlihatkan wajah senang
10. Saat diberikan mainan meraih mainan atau mendorong dan membantingnya.
C. Tahap Perkembangan
Menururt Whaley dan Wong (2000) dalam Supartini (2004) pertumbuhan sebagai
peningkatan jumlah dan ukuran sedangkan perkembangan adalah peningkatan secara
kualitas dimana terjadi peningkatan kapasitas individu untuk berfungsi yang dicapai melalui
proses pertumbuhan, pematangan, dan pembelajaran.
Perkembangan Psikososial Freud fase oral, fase anal, fase laten, dan fase genital, menururt
freud bayi usia 0 – 18 bulan masuk pada fase oral fase oral. Pada usia ini menurut Freud,
anak mulai sensitif terhadap seseorang yang memberikannya kasih sayang. Anak mulai
dapat mempercayai orang lain yang dianggap mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.
Tahap perkembangan yang lain oleh Erikson dalam Supartini (2004), mengklasifikasikan
menjadi lima tahap perkembangan psikososial yaitu, percaya versus tidak percaya, otonomi
versus rasa malu dan ragu, inisiatif versus rasa bersalah, industry versus inferiority, dan
identitas dan kerancuan peran. Tahap infant (sampai dengan 1 tahun) dalam fase trust and
mistrust, pada fase ini merupakan tahapan perkembangan yang sangat penting karena
pertama kalinya anak terbentuk rasa percaya kepada orang lain, yaitu kepada orang tuanya
sehingga jika pada usia 0 – 1 tahun orang tua tidak memperhatikan tahap perkembangan
ini, akan terjadi ketidakpercayaan anak pada orang lain.
D. PROSES TERJADINYA
1. Presdiposisi
a. Biologi
Faktor biologi merupakan faktor fisik dari bayi baik selama kehamilan sampai
kelahiran. Faktor yang mempengaruhinya yaitu:
1) Latar belakang Genetik : latar belakang bawaan normal, tidak memiliki latar
belakang penyakit yang menurun secara genetik.
2) Tidak ada riwayat kembar monozygot.: tidak ada riwayat penyakit
keturunan, riwayat terjadi kelainan kromosom 6,4,8,5,22 (seperti sindrom
down, sindrom turner)
3) Riwayat Prenatal baik : ibu selalu melakukan pemeriksaan kehamilan,
melakukan suntik TT
4) Riwayat intranatal dan postnatal baik: lahir secara spontan, tidak terjadi
asfiksia pada bayi, IRDS dan penyulit saat melahirkan. Pada post natal bayi
memiliki reflek hisap yang baik, pemberian ASI tidak mengalami hambatan.
5) Status nutrisi : Berat badan lahir tidak kurang dari 2500 gram
6) Tidak ada kelainan hormone
7) Riwayat kehamilan dan persalinan: ibu saat hamil menderita preklamsia,
kejang, hipertensi, saat lahir bayi BBLR dan lahir sebelum waktunya
8) Status Gizi: BB 5 bulan < 2 x BB lahir, BB 1 tahun < 3 x BB lahir dan TB 1
tahun< 1,5 x TB lahir
9) Kondisi kesehatan secara umum: riwayat imunisasi dasar
10)Penyakit Infeksi
b. Psikologis
1) Intelegensi/ ketrampilan verbal
Mampu mengoceh dan tertawa saat dibunyikan suara kerincingan.
Menengok ke arah sumber suara pada saat dipanggil namanya.
Kecerdasan dimiliki anak sejak lahir, anak yang memiliki tingkat
kecerdasan yang tinggi dapat di dorong oleh stimulus lingkungan untuk
berprestasi secra cemerlang.
2) Moral
Perkembangan moral anak yang dikemukakan Kohlberg didasarkan pada
perkembangan kognitif anak, pada infant masuk kedalam fase
preconventional anak belajar baik, dan buruk atau benar dan salah melalui
budaya sebagai dasar dalam peletakan nilai moral (Supartini, 2004). Peran
orang tua yang menjadi panutan moral bayi saat berbicara dengan bayi.
3) Kepribadian
Infant memiliki respon dengan menangis saat terjadi ketidaknyamanan
pada dirinya, contohnya popok basah,lapar dan lain sebagainya.
4) Pengalaman masa lalu
Pengalaman saat intranatal, prenatal, dan post natal, pada fase ini apakah
kehamilan diinginkan, terjadi trauma, apakah bayi mendapat perhatian dari
ibunya seperti IMD
5) Konsep diri
Mulai tidak mempercayai, membedakan diri dari lingkungan.
6) Motivasi
Tersenyum saat ada yang mengajak bercanda, memeluk dan mencium
7) Self control
Bayi mulai mengenal orang – orang terdekatnya yang menjadi
kepercayaan, sehingga jika diajak oleh orang lain dia akan merespon
menangis, karena merasa asing.
c. Sosial budaya
1) Usia : 0 – 18 bulan
2) Gender : laki – laki / perempuan
3) Status sosial: anak kandung, anak adopsi
4) Latar belakang budaya: Ras/suku bangsa kulit putih mempunyai
pertumbuhan somatik lebih tinggi daripada bangsa Asia
5) Pengalaman sosial: digandeng, dipeluk dan dibuai saat menangis menjadi
senang, Diberi makan dan minum jika haus dan lapar, diselimuti jika
kedinginan, diajak bermain dan berbicara
6) Peran sosial: bayi diterima sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
7) Agama dan Keyakinan : apakah gama yang diikuti bayi sama dengan kedua
orang tuanya atau dengan orangtua yang berbeda agama
2. Presipitasi
a. Natural
1) Biologi
Pemberian ASI Esklusif
Nutrisi gizi seimbang
Makanan tambahan diberikan setelah bayi berusia 6 bulan
Makanan padat diberikan setelah usia 12 bulan
BB bayi sesuai dengan TB: BB 5 bulan = 2 x BB lahir, BB 1 tahun 3 x BB
lahir
2) Psikologis
Keluarga memperlakukan bayi dengan penuh kasih sayang, menyebut
dengan panggilan sayang, memberikan respon saat bayi melakukan sesuatu
Menunjukkan rasa cinta, kasih sayang dan rasa aman pada bayi
Sering mengajak anak berbicara dengan lembut, panggil bayi dengan
namanya
Sering memeluk dan mencium anak’
Membuai, menimang dan menidurkan anak dan membacakan cerita
Membujuk ketika bayi rewel
Sering mengajak anak bermain
Memperlihatkan gambar yang lucu dan menarik
Mengajak melihat dirinya dikaca
Pada saat bayi menangis segera mencari tahu kebutuhan dasar yang
terganggu (lapar, haus, basah dan sakit)
3) Sosial budaya
Eksternal : Cuaca, keadaan geografis, struktur bangunan, ventilasi baik
kepadatan hunian layak, lingkungan memberikan pengaruh terhadap
perkembangan anak
Internal : Keluarga merasa bangga dan menerima bayi dalam
keluarganya dengan mengajaknya mengenal lingkungan, bersalaman,
dan mengenalkan dengan orang lain.
b. Origin
1) Internal: Anak senang dan gembira menerima stimulasi dan pertumbuhan
perkembangan sesuai usia
2) Eksternal: Pola asuh diikuti oleh fasilitas dan pelayanan yang memadai
c. Timing
Stimulasi disesuaikan dengan usia bayi, sehingga pencapaian perkembangannay
sesuai jangan sampai lebih lambat dalam menstimulasi.
d. Number
Semakin sering stimulasi dilakukan semakin baik bagi perkembangan anak, dan
disesuaikan dengan usia anak.
E. Tanda dan Gejala
1. Aspek Motorik
a. Motorik Kasar
1) Usia 0 – 6 Bulan
Menggerakkan kepala kekiri/kanan.
Mengangkat tangan kewajahnya
Menendang dan meluruskan kaki jika telentang
Mendekatkan kedua tangan
2) Usia 6 – 9 Bulan
Duduk tanpa bantuan
Mengangkat kepala
Melonjak
Berdiri dengan bantuan
3) Usia 9 – 12 Bulan
Merangkak
Berjalan dengan bimbingan
Membungkuk
4) Usia 12 – 18 Bulan
Menyusun dua kotak
Memasukkan kubus dalam dua kotak
b. Motorik Halus
1) Usia 0 – 6 Bulan
Bereaksi terhadap bunyi
Mengikuti benda dengan mata
Senyum
2) Usia 6 – 9 Bulan
Memegang dan memasukkan benda
Membuat bunyi-bunyian
Mencari mainan
3) Usia 9 – 12 Bulan
Menggambar
Menyusun balok
4) Usia 12 – 18 Bulan
Menyusun dua kotak
Memasukkan kubus dalam dua kotak
2. Aspek Kognitif
1) Usia 0 – 6 Bulan
Mengenal orang yang dekat/familiar
Mulai berusaha mencari benda yang hilang
Menendang saat lapar
2) Usia 6 – 12 Bulan
Menunjukkan gambar
Mengulang kata-kata
Menunjuk bagian-bagian tubuhnya
3) Usia 12 – 18 Bulan
Mengikuti perintah sederhana
Meniru kegiatan orang lain
3. Aspek Bahasa
1) Usia 0 – 6 Bulan
Mengoceh spontan
Mulai menggumam
2) Usia 6 – 12 Bulan
Mengeluarkan suara tanpa arti
Mencari sumber suara
Menirukan kata-kata
3) Usia 12 – 18 Bulan
Dapat mengatakan lima sampai sepuluh kata
4. Aspek Emosi
1) Usia 0 – 6 Bulan
Terpenuhinya kebutuhan rasa aman dan nyaman
Mengenal lingkungan diluar rumah
2) Usia 6 – 12 Bulan
Terpenuhinya rasa aman dan nyaman
Mengenal lingkungan diluar rumah
3) Usia 12 – 18 Bulan
Memperlihatkan rasa cemburu dan bersaing
5. Aspek Kepribadian
1) Usia 0 – 6 Bulan
Melihat diri didepan kaca
Terpenuhinya kebutuhan rasa nyaman
2) Usia 6 – 12 Bulan
Berusaha meraih mainan
Terpenuhinya kebutuhan rasa nyaman
3) Usia 12 – 18 Bulan
Mengekspresikan rasa takut dan malu
6. Aspek Moral
1) Usia 0 – 6 Bulan
Menggunakan tangan kanan dalam memberikan sesuatu dengan arahan orang
lain
Menggunakan tangan kanan dalam menerima sesuatu dengan arahan orang
lain
2) Usia 6 – 12 Bulan
Menggunakan tangan kanan saat makan
Menggunakan tangan kanan saat memberikan sesuatu
Menggunakan tangan akan saat menerima sesuatu
3) Usia 12 – 18 Bulan
Menggunakan tangan kanan saat makan
Menggunakan tangan kanan saat memberikan sesuatu
Menggunakan tangan akan saat menerima sesuatu
7. Aspek Spiritual
1) Usia 0 – 6 Bulan
Tampak nyaman dan mendengarkan ketika ibunya membacakan kitab suci
Tampak nyaman ketika dibacakan doa
2) Usia 6 – 12 Bulan
Tampak memperhatikan dan mendengarkan ketika ibunya membacakan kitab
suci
Tampak senang ketika dibacakan doa makan
3) Usia 12 – 18 Bulan
Tampak memperhatikan dan mendengarkan ketika ibunya membacakan kitab
suci
Tampak senang ketika dibacakan doa makan
8. Aspek Psikososial
1) Usia 0 – 6 Bulan
Tumbuhnya kemampuan sosialisasi
Senang / nyaman ketika diberikan pujian
2) Usia 6 – 12 Bulan
Bisa bermain ciluk ba
Menoleh ketika dipanggil namanya
3) Usia 12 – 18 Bulan
Mengeksplorasi sekeliling rumah
F. Sumber Koping
1. Personal
a. Masa intrauterin baik, tidak ada gangguan
b. perkembangan normal (sehnat)
c. Senang menerima stimulasi
d. Tidak ada gangguan fungsi tubuh.
2. Sosial
a. Orangtua lengkap dan motivasi tinggi untuk stimulasi perkembangan.
b. Sanitasi lingkungan baik.
c. Masyarakat di sekitarnya baik (aturan, norma, agama dan pendidikan)
d. Orangtua mengetahui cara menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan
sesuai usia anak.
3. Materia Asset
a. Orangtua bekerja, sosial ekonomi memadai
b. Sarana dan prasarana tersedia sesuai dengan usia perkembangan
c. Positif belief : terhadap kesembuhannya dan layanan kesehatan
G. Mekanisme Koping
1. Konstruktif
Berespon terhadap stimulus yang datang secara tepat, menangis jika kebutuhan
dasar tidak terpenuhi
2. Destruktif
Sering menangis hingga berontak ketika digendong, dan regreasi dan sering
mengompol
H. Pathway
Rasa Percaya
J. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul adalah sebagai berikut :
1. Kesiapan Peningkatan perkembangan bayi
K. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA TUJUAN KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL
KEP.
Kesiapan TUM : Setelah diberikan askep selama Bina hubungan saling percaya dengan Pada penelitian Sumangkut
Peningkatan (2019) menyatakan bahwa
Kognitif : ... menit dalam ..x pertemuan mengungkapkan prinsip komunikasi
perkembang komunikasi antarpribadi bagi
an bayi 1. Mengembangkan diharapkan TU dan TUK dapat therapeutic :
perawat sangat berperan
kemampuan tercapai dengan kriteria hasil : 1. Sapa pasien dengan ramah dan baik secara penting dalam menangani
berbicara/berbhas 1. bayi tidak menangis verbal dan non verbal. dan merawat pasien gangguan
jiwa. Komunikasi antarpribadi
2. Berespon terhadap 2. Menunjukan rasa senang 2. Perkenalkan diri dengan sopan.
yang
bunyi atau suara 3. Ada kontak mata 3. Tunjukkan sikap empati dan menerima dilakukan perawat dalam
3. Mengenal dan 4. Bayi dapat digendong pasien apa adanya. menangani dan merawat pasie
gangguan jiwa yaitu
embedakan orang- 4. Beri perhatian pada pasien
menggunakan komunikasi
orang di sekitarnya 5. Lakukan dengan halus dan lembut terapeutik sehingga akan
Psikomotor & afektif : 6. Berikan posisi mengendong yang nyaman terjalan BHSP antara perawat
1. Bayi mampu dan aman dan pasien. bila BHSP sudah
terbentuk maka akan
mengembangkan bermanfaat dalam :
kemampuan 1. memberikan informasi
motoriknya atau pesan antara
perawat dengan pasien
2. Bayi mampu
gangguan jiwa yang
mengekspresikan efektif
perasaan sebagai 2. hubungan yang baik
antara perawat dengan
respon terhadap
pasien gangguan jiwa
stimulus 3. kepercayaan antara
TUK 1 : perawat dengan pasien
Pasiendapat membina gangguan jiwa
4. menghilangkan rasa
hubungan saling
kecurigaan pasien
percaya terhadap perawat.
Sehingga asuhan keperawata
dapat efektif diberikan pada px
Melatih kognitif ... menit dalam ..x pertemuan Ajak bayi berbicara Stumulasi biasa dilakukan pad
pasien diharapkan TU dan TUK dapat Panggil bayi sesuai dengan namanya usia dini ini bertujuan untu
TUK 4: Setelah diberikan askep selama 1. Jelaskan perkemangan bayang harus Keluarga merupakan oran
Keluarga/pengasuh/ ... menit dalam ..x pertemuan dicapai bayi terdekat dengan pasie
care giver dapat diharapkan TU dan TUK dapat 2. Jelaskan cara memfasilitasi perkemabgan dikarenakan itu yang dap
mengerti, tercapai dengan kriteria hasil : rasa percaya diri bayi selalu memberikan stimula
memfasilitasi, 1. Keluarga mengerti 3. Latih cara menstimulasi perkembagan rasa dan deteksi dini pada ba
melatih/menstimulas perkembangan yang harus percaya diri bayi adalah ibunya sendiri ata
i perkembangan dicapai bayi 4. Latih keluarga menciptakan suasana keluarganya sendiri sehingg
bayi sesuai 2. Keluarga keluarga yang menstimulasi sangat pentin
umurnya memfasilitasi.melatih/mensti perkemabganan rasa percaya bayi eluarga/pengasuh untu
mulasi perkembaganan bayi 5. Diskusikan tanda penyimpangan mengetahui perkemangan da
3. Keluarga dekat dengan bayi perkemabgan dan cara mengatasinya pertumbuhan yang sesu
6. Motivasi kedekatan pengasuh/keluarga dengan umur serta melatih ata
dengan bayi menstimulasi perkemanga
bayi/anak sesuai dengan umur
L. Implementasi Keperawatan
1. Strategi Pelaksanaan (SP)
PASIEN KELUARGA
SP 1 SP 1
1. Melakukan pengkajian sesuai 1. Diskusikan masalah yang dihadapi oleh
dengan format pengkajian keluarga
2. Melihat pertumbuhan dan 2. Jelaskan perkembangan yang harus
perkembangan bayi dicapai bayi
3. Menentukan apakah terdapat 3. Diskusikan tanda penyimpangan
penyimpangan pertumbuhan dan perkemabganan dan cara mengatasinya
perkemangan bayi sesuai dengan 4. Latih cara menstimulasi perkembangan
usianya bayi dalam hal kognitif sesuai dengan
4. Melatih perkembangan bayi usia bayi sekarang
dalam hal kognitif sesuai dengan
usianya
SP 2 SP 2
1. Evaluasi kegiatan yang sudah 1. Evaluasi kegiatan yang sudah dilakukan
dilakukan. sebelumnya
2. Melatih psikomotor dan afektif 2. Latih cara menstimulasi perkemangan
bayi dalam hal psikomot dan afektif
bayi sesuai dengan usia bayi
sesuai dengan usia bayi
sekarang
STRATEGI PELAKSANAAN SP-1 KELUARGA : MENJELASKAN PERILAKU
BAYI YANG NORMAL DAN MENYIMPANG SERTA CARA
MENSTIMULASINYA
A. Kondisi Pasien
B. Diagnosa Keperawatan
D. Tindakan Keperawatan
Jika ibu akan pergi, jelaskan dan katakan akan kembali. Pada saat kembali,
jelaskan bahwa ibu menepati janji
4. Rencanakan tindakan untuk memupuk rasa percaya bayi
E. Strategi Pelaksanaan
1. Orientasi
“selamat pagi Ibu. Saya perawat Riri dari puskesmas Pauh. Saya merupakan
mahasiswa praktek profesi ners dari fkep Unand. Nama Ibu siapa? Biasa dipanggil
apa? Bagaimana kondisi bayi Ibu? Siapa namanya? Bagaimana kalau kita
berbincang-bincang tentang perkembangan bayi Ibu? Berapa lama Ibu punya
waktu? Bagaimana kalau 30 menit? Dimana kita akan bicara? Di ruangan ini saja?
Baiklah bu.”
2. Kerja
“Apakah menurut Ibu merawat bayi itu penting? Mengapa? Betul sekali. Selain itu
dengan merawat bayi secara baik dan benar, bayi akan merasa nyaman dan nyaman
sehingga memupuk rasa percaya bayi terhadap lingkungan, karena jika tidak bayi
akan mengalami rasa tidak percaya dan akan menghambat perkembangan
seterusnya.
“Perkembangan utama bayi adalah dapat memupuk rasa percaya, artinya bayi harus
dapat memercayai orang sekitar, khususnya itu karena pada usia ini bayi sangat
bergantung pada orang lain. Beberapa perilaku yang menandakan bayi mempunyai
rasa percaya adalah bayi bereaksi senang ketika ibunya datang, memperhatikan/
memandang wajah orang yang mengajak bicara dan mencari suara orang yang
memanggil namanya, bayi tidak langsung menangis saat bertemu orang asing, atau
bayi akan menangis saat lapar, haus, sakit dan gerah. Apakah bayi Ibu berperilaku
seperti ini? Kalau begitu Ibu merawatnya dengan baik. Supaya perkembangan bayi
lebih baik lagi, Ibu harus selalu memenuhi kebutuhannya, seperti makan, minum,
tidur, kebersihan, tidak nyeri, tidak kepanasan, merasa dicintai dan disayangi oleh
ibunya. Ibu juga harus mengajaknya berbicara dan jangan memperhatikan hal lain
saat menyusui atau merawatnya karena dapat menyebabkan bayi merasa tidak
diperhatikan. “
“Apakah ibu memperhatikan bagaimana perilaku bayi setelah makan atau disusui?
Itu mennadakan ia sangat senang dan nyaman. Kalau itu berlangsung terus sampai
berusia 1,5 tahun, bayi akan mempunyai rasa percaya pada lingkungan. Rasa
percaya ini akan membuat bayi jadi mudah bergaul dengan orang lain setelah besar
nanti. Sebaliknya jika kebutuhan tadi tidak terpenuhi, bayi akan mudah rewel, sulit
berpisah dengan ibunya, dan menjerit-jerit jika berpisah dengan ibu atau sulit
berhenti menghisap jempol/ empeng. Jika hal itu terjadi ibu harus membuat bayi
percaya lagi dengan cara memenuhi semua kebutuhan dasar bayi, menjaga agar
bayi merasa nyaman, diperhatikan, dicintai, dan disayang oleh orang sekitar.
Menurut ibu, bayi Ibu termasuk yang mana? Bagus sekali, Ibu sudah dapat
membuat bayi percaya.”
Mari kita coba lakukan ke anak ibu. Coba panggil namanya. Bagus, lihat bu,
mukanya gembira saat ibu panggil dan ibu gendong. Coba saya gendong. Mari dek
sama ibu. : (sambil mengulurkan tangan), “Lihat bu, dia lihat dulu muka saya dan
tidak mau saya gendong. Ini normal Bu karena dia baru pertama kali bertemu saya
dan tidak boleh dipaksa. Nanti kalau sudah kenal dan percaya pada saya, dia akan
mau.”
3. Terminasi
a. Evaluasi
A. Kondisi Pasien
B. Diagnosa Keperawatan
D. Tindakan Keperawatan
Jika ibu akan pergi, jelaskan dan katakan akan kembali. Pada saat kembali,
jelaskan bahwa ibu menepati janji
4. Rencanakan tindakan untuk memupuk rasa percaya bayi
E. Strategi Pelaksanaan
1. Orientasi
“Selamat pagi Ibu. Apakah ibu sudah mencoba cara merawat anak yang kita
bicarakan minggu lalu? Bagaimana hasilnya? Hari ini kita akan membahas cara
menstimulasi anak, sekaligus mendemonstrasikannya. Dimana anak ibu? Dapatlah
dibawa kesini? Berapa lama kita akan berbincang-bincang? 15-20 menit? Dimana
enaknya bu? Disini saja? Baiklah kalau begitu.”
2. Kerja
3. Terminasi
“Nah Bu, kita sudah berbincang-bincang tentang cara membuat bayi merasa
percaya pada lingkungan.. Bagaimana perasaan Ibu sekarang? Apakah bermanfaat?
Alhamdulillah kalau begitu. Apakah Ibu masih ingat bagaimana cara merawat bayi
supaya ia berkembang lebih baik lagi? Betul sekali. Bagus, Ibu sudah mengingat
dengan baik. Apakah masih ada hal lain yang ingin Ibu ketahui? Kalau begitu, Ibu
dapat mencoba beberapa cara yang belum dilakukan selama ini dan pada pertemuan
berikutnya ceritakan kepada saya. Saya dapat kesini lagi besok. Adakah yang ingin
1Ibu ketahui lagi dan dapat dibicarakan besok? Kalau begitu, besok kita akan
bicarakan tindakan yang Ibu lakukan dan bagaimana mempertahankannya. Baiklah,
saya permisi dulu Bu. Sampai jumpa.”
DAFTAR PUSTAKA
Chamidah, A. N. (2009). Pentingnya Stimulasi Dini Bagi Tumbuh Kembang Otak Anak.
Talkshow Tumbuh Kembang Dan Kesehatan Anak, 1–7.
Keliat, B.A, Wiyono, Akemat. P.W dan Susanti, H. (2011). Manajemen Kasus Gangguan
Jiwa CMHN (Intermediate Course). Cetakan I. Jakarta: EGC
Supartini, Yupi. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC
Townsend. M.C, (2010). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Psikiatri Rencana Asuhan &
Medikasi Psikotropik. Edisi 5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Wong, et all.(2002). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong Ed.6, vol 1 alih bahasa
:Agus Sutarna, Netty Juniarti, H.Y.Kuncara. Jakarta:EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT JIWA PADA ANAK TODDLER (18 Bulan- 3 Tahun)
1. Definisi
Perkembangan psikososial pada usia kanak – kanak usia 18 bulan – 3 tahun
adalah proses perkembangan kemampuan anak untuk mengembangkan kemandirian
dengan cara memberi kebebasan dan membiarkan anak untuk mempelajari dunianya.
apabila anak tidak difasilitasi untuk kebutuhannya, seperti selalu dilindungi atau
dikendalikan, maka anak akan merasa ragu-ragu, takut, tidak berani, dan malu untuk
melakukan aktivitasnya sehingga anak akan bergantung pada orang lain. Fase toddler
juga disebut fase otonomi vs shame (malu), dimana apabila tugasnya tidak terpenuhi
anak akan dependensi, ragu-ragu yang mendasar, pengekangan diri yang berlebihan,
keras kepala, menentang, sadistik, agresif dan obsesi kompulsif.
3. Pohon Masalah
4. Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
a. Bergaul dan mandiri :
Mengenal dan mengakui namanya
Sering menggunakan kata “jangan/tidak/nggak”
Banyak bertanya tentang hal/benda yang asing baginya (api, air, ketinggian,
warna dan bentuk benda)
Mulai melakukan kegiatan sendiri dan tidak mau diperintah misalnya minum
sendiri, makan sendiri, berpakaian sendiri.
Bertindak semaunya sendiri dan tidak mau diperintah
Mulai bergaul dengan orang lain tanpa diperintah
Mulai bermain dan berkomunikasi dengan anak lain diluar keluarganya.
Hanya sebentar mau berpisah dengan orangtua.
Menunjukkan rasa suka dan tidak suka.
Mengikuti kegiatan keagamaan yang dilakukan keluarga
Mampu menyatakan akan buar air besar dan buang air kecil
b. Motorik kasar
Berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan selama paling sedikit 2 hitungan
c. Motorik halus
Mampu membuat garis lurus
d. Berbicara, berbahasa dan kecerdasan
Mampu menyatakan keinginan paling sedikit dengan 2 kata.
2) Analisa Data
a. Data Subjektif :
Klien mengenal dan mengakui namanya
Klien sering mengatakan : “jangan/tidak/nggak”
Klien banyak bertanya tentang hal/benda yang asing baginya (api, air,
ketinggian, warna dan bentuk benda)
Klien mampu menyatakan akan buang air besar dan buang air kecil
b. Data Objektif :
Klien mulai melakukan kegiatan sendiri dan tidak mau diperintah misalnya
minum sendiri, makan sendiri, berpakaian sendiri.
Klien mulai bergaul dengan orang lain tanpa diperintah
Klien mulai bermain dan berkomunikasi dengan anak lain diluar keluarganya.
Klien mau berpisah dengan orangtua hanya sebentar
Klien menunjukkan rasa suka dan tidak suka.
Klien mengikuti kegiatan keagamaan yang dilakukan keluarga
Klien suka membantah dan tidak menurut perintah
3) Masalah Keperawatan
Potensial mengembangkan kemandirian
4) Intervensi Keperawatan
a. Tujuan : Untuk anak
a) Mengembangkan rasa kemandirian dalam melakukan kegiatan sehari -hari
b) Bekerjasama dan memperlihatkan kelebihan diri diantara orang lain.
Tindakan keperawatan bagi usia toddler
Tugas Tindakan keperawatan
Perkembangan
Perkembangan yang a. Latih anak-anak melakukan kegiatan secara
normal kemandirian mandiri.
b. Puji keberhasilan yang dicapai anak
c. Tidak menggunakan kata yang memerintah
tetapi memberikan alternatif untuk memilih.
d. Hindari suasana yang membuatnya bersikap
negatif (memisahkan dengan orangtuanya,
mengambil mainannya, memerintah untuk
melakukan sesuatu)
e. Tidak menakut-nakuti dengan kata-kata maupun
perbuatan.
f. Berikanan mainan sesuai usianya (boneka,
mobil-mobilan, balon, bola, kertas gambar dan
pensil warna )
g. Saat anak mengamuk (temper tantrum) pastikan
ia aman dari bahaya cedera kemudian
tinggalkan, awasi dari jauh.
h. Beritahu tindakan-tindakan yang boleh dan tidak
boleh dilakukan, yang baik dan yang buruk
dengan kalimat positif.
Contoh :
Mau tidak permen Nonik diambil orang?
Kalau begitu Nonik juga tidak boleh
mengambil permen Tono.
Supaya cantik apabila akan pergi Nonik harus
memakai baju yang rapi.
i. Libatkan anak dalam kegiatan-kegiatan
keagamaan
1. Definisi
Usia pra sekolah menurut PMK no. 66 tahun 2014 tentang Pemantauan
Pertumbuhan, Perkembangan, dan Gangguan Tumbuh Kembang Anak adalah usia 3-
6 tahun. Anak pada usia ini disebut juga anak usia dini. Perry dan Potter dalam Ahyani
(2018) menyebutkan usia anak prasekolah merupakan masa kanak-kanak awal, yaitu
berada pada usia 3 sampai 6 tahun.
Awal masa kanak-kanak dimulai sebagai penutup masa bayi, usia dimana
ketergantungan secara praktis sudah dilewati, diganti dengan tumbuhnya kemandirian
dan berakhir di sekitar usia masuk sekolah dasar. Anak mulai memiliki kesadaran
tentang dirinya sebagai pria atau wanita, dapat mengatur diri dalam buang air (toilet
training), dan mengenal beberapa hal yang dianggap berbahaya (mencelakakan
dirinya). Potensial mengembangkan rasa inisiatif adalah tahap perkembangan anak
usia 3-6 tahun dimana pada usia ini anak akan belajar berinteraksi dengan orang lain,
berfantasi dan berinisiatif, pengenalan identitas kelamin, meniru (yahya, 2011).
Perkembangan psikososial adalah proses perkembangan kemampuan anak
dalam berinisiatif menyelesaikan masalahnya sendiri sesuai dengan pengetahuannya.
Kemampuan ini diperoleh jika konsep diri anak positif karena anak mulai berkhayal dan
kreatif serta meniru peran-peran di sekelilingnya. Anak berinisiatif melakukan sesuatu
dan memberi hasil. Anak merasa bersalah jika tindakannya berdampak negatif. Sikap
lingkungan yang suka melarang dan menyalahkan, membuat anakn kehilangan
inisiatif. Pada saat dewasa, anak akan mudah mengalami rasa bersalah jika
melakukan kesalahan dan tidak kreatif (Keliat et.al, 2011).
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan tahap perkembangan
pra sekolah merupakan tahap perkembangan anak usia 3-6 tahun dimana pada usia
ini merupakan penutup masa bayi dan awal dari masa anak-anak. anak pada masa ini
akan belajar berinteraksi dengan orang lain, berfantasi dan berinisiatif, pengenalan
identitas kelamin, meniru serta berfantasi, berkhayal, kreatif dan berinisiatif
menyelesaikan masalahnya sendiri dengan meniru peran-peran di sekitarnya.
f. Perkembangan social
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh iklim sosiopsikologis
keluarganya (Yahya, 2011). Jika di lingkungan keluarga tercipta suasana yang
harmonis, saling memperhatikan, saling membantu dalam menyelesaikan tugas
keluarga, terjalin komunikasi antar anggota keluarga dan konsisten dalam
melaksanakan aturan, maka anak akan memilki kemampuan atau penyelesaian
sosial dalam hubungan dengan orang lain.
Pola perilaku sosial pada anak antara lain: meniru, persaingan, kerja sama,
simpati (kadang-kadang timbul sebelum usia 3 tahun), empati (mengerti perasaan
dan emosi orang lain dan membayangkan dirinya pada kondisi orang lain).
Sedangkan perilaku tidak sosial antara lain: negativisme (melawan otoritas orang
dewasa, perlawanan fisik berubah menjadi perlawaanan verbal dan pura-pura
tidak mendengar atau tidak mengerti), agresif (dari bentuk serangan fisik berubah
menjadi serangan verbal atau memaki/menyalahkan orang lain), perilaku
berkuasa, mementingkan diri sendiri, merusak, pertentangan seks (sering kali laki-
laki berperilaku agresif yang melawan anak perempuan), prasangka (prasangka
sosial timbul pertama-tama dari prasangka agama atau sosial ekonomi, tetapi
lebih lambat dari prasangka seks).
g. Perkembangan Moral
Menurut Piaget dalam Ahyani (2018) pada masa ini pengertian anak tentang
baik dan buruk, tentang keadilan, menjadi lebih beragam dan lentur. Dalam hal
penilaian baik-buruk ia mulai mempertimbangkan dampak dari situasi khusus. Ia
mulai memahami bahwa penilaian tentang baik dan buruk dapat berubah,
tergantung dari keadaan atau situasi munculnya perilaku itu. Piaget percaya
bahwa masa anak-anak awal ditandai oleh moralitas heteronom, tetapi pada usia
10 tahun mereka beralih ke suatu tahap yang lebih tinggi yang disebut moralitas
otonom. Menurut Piaget, anak anak yang lebih tua memperhitungkan maksud
individu, percaya bahwa aturan dapat berubah, dan sadar bahwa hukuman tidak
selalu menyertai suatu perbuatan yang salah.
Pada usia ini anak sudah dapat mengikuti tuntutan dari orang tua atau
lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini, anak sudah dapat memahami alasan
yang mendasari suatu peraturan. Disamping itu anak sudah dapat
mengelompokkan setiap bentuk perilaku dengan konsep benar-salah.
Menurut Keliat et.al (2011) karakteristik perilaku psikososial anak pra sekolah
antara lain:
1) Perkembangan normal : inisiatif
a. Perkembangan motorik halus : bisa mengikat tali sepatu, menggunakan gunting,
meniru gambar, menulis beberapa huruf dan angka.
b. Perkembangan motorik kasar : bisa mengendarai sepeda roda tiga, naik tangga,
melompat dengan satu kaki, menangkap bola, melompati tali.
c. Anak mengenal jenis kelaminnya.
d. Anak mengalami kecemburuan dan persaingan terhadap orang tua sesama
jenis.
e. Anak merasakan cinta terhadap orang tua lain jenis.
f. Anak sering meniru ibu dan ayahnya seperti dalam hal berpakaian.
g. Anak suka menghayal dan kreatif.
h. Orang terdekat anak adalah keluarga.
i. Kesadaran moral mulai berkembang.
j. Anak suka bermain dengan teman sebaya.
k. Mulai berkembang superego dan berkurang egosentrisnya.
2) Penyimpangan perkembangan : rasa bersalah
a. Tidak percaya diri, malu untuk tampil
b. Pesimis, tidak memiliki minat dan keinginan
c. Takut salah dalam melakukan sesuatu
d. Sangat membatasi aktifitasnya sehingga terkesan malas dan tidak mempunyai
inisiatif
3. Proses Terjadinya
Inisiatif adalah kelanjutan autonomi. Parameternya adalah kualitas usaha,
perencanaan, dan kegiatan dengan tujuan motorik melakukan sesuatu. Melalui cara
ini, anak belajar menguasai dunia di sekitarnya, mempelajari keterampilan dasar dan
hukum alam. Contohnya: benda jatuh ke bawah, bola dan roda menggelinding,
aritmatika sederhana seperti tambah dan kurang, bertanya dan menjawab pertanyan
dengan baik dan lain-lain. Setelah penguasaan pada hal-hal ini mulai berkembang,
anak mulai beraktivitas dengan tujuan nyata. Contohnya: anak berusia 3 tahun mulai
menyusun pasir di pantai untuk membuat rumah. Suatu emosi baru yaitu rasa
bersalah (guilt) mulai timbul dan dapat membingungkan anak bila upayanya gagal.
Pengertian guilt tersebut sangat berbeda dengan konsep rasa bersalah pada orang
dewasa, yang selain bersifat emosional juga bernuansa kognitif, sedangkan pada
tingkat perkembangan ini, pemahaman guilt lebih mendekati pemahaman emosi
“kecewa” pada orang dewasa. Karena itu, bila ia menyusun pasir terlalu tinggi
sehingga “rumah” tersebut runtuh, ia merasa bersalah dan marah atau menangis.
Karena itu, kita tidak boleh mengatakan kepada si anak, itulah, karena tidak mau
mendengar perkataan orang tua, rumahnya runtuh.” Rasa bersalah yang sangat kuat
akan timbul pada anak. Ia merasa bahwa dirinya anak nakal karena rumah tersebut
runtuh. Ia tidak berani lagi berinisiatif menyusun pasir tinggi-tinggi untuk membuat
rumah yang tinggi. Ia terhambat dalam mengembangkan jeberanian dan kemandirian.
Ia bergantung pada ide orang lain. Ia tidak mengembangkan kompetensi menjadi
orang berprestasi, konseptor, atau pemimpin dan tidak bercita-cita tinggi (Nurdin,
2011).
Pada tahap perkembangan ini, kompetensi penilaian (judgement) mulai
berkembang melalui krisis initiative versus guilt. Berdasarkan penilaian awal tersebut,
anak mulai mengembangkan perilaku kepemimpinan, konseptor, dan pencapaian
tujuan (goal oriented behaviour). Namun, perilaku tersebut harus kita kendalikan agar
tidak menjadi risk taking behavior. Contohnya: nekad menyeberang jalan raya,
memanjat di tempat berbahaya, bermain api, dan sebagainya. Anak tetap harus
merasakan rasa bersalah bila ia melakukan aktivitas yang tidak dapat ditoleransi.
Karena itu, keseimbangan antara inisiatif dan rasa bersalah sangat penting pada
tahap perkembangan ini (Nurdin, 2011).
4. Faktor predisposisi
1) Biologis
Imunisasi lengkap
Tidak ada riwayat sakit fisik/cacat
Tidak ada riwayat trauma kepala
Tidak ada riwayat genetic gangguan jiwa
2) Psikologis
Pencapaian 8 aspek perkembangan: kognitif, bahasa, komunikasi, emosi,
moral, spiritual, psikososial, fisik (motorik kasar dan halus)
Kemampuan toilet training (pada usia 1-3 tahun)
3) Sosiokultural
Dukungan keluarga dalam menstimulasi tumbang di usia 1-3 tahun
Anak yang diinginkan
Tidak ada labeling diri negative dari keluarga
Tidak ada kekerasan fisik, verbal, emosi
Dilibatkan dalam mengambil keputusan sederhana
Keluarga menstimulasi tumbuhnya inisiatif anak
Belajar konsep benar-salah, baik-buruk
Dilibatkan dalam kegiatan ibadah
5. Faktor presipitasi
1) Biologis
Pertumbuhan fisik sesuai usia
tidak ada keluhan fisik saat ini
status nutrisi baik
tidak ada gangguan tidur
belajar keterampilan fisik baru.
2) Psikologis
diberi kesempatan bertanya
diberi kesempatan bercerita tentang pengalamannya
diberi kesempatn bermain dengan teman sebayanya
diberi kesempatan berlatih mewarnai, membaca, menulis
3) Sosiokultural
mendapatkan kesempatan berteman, berinteraksi dengan orang lain
mudah adaptasi dengan lingkungan baru
mengenal jenis kelamin
mendapat kesempatan terlibat dalm pekerjaan rumah tangga sederhana
diterima dan disayangi oleh lingkungan keluarga
mendapat kesempatan mengenal hal baru
mendapat feedback dari lingkungan sekitar
6. Penilaian stressor
1) Kognitif
Mampu menunjukkan inisiatif, banyak bertanya, kritis terhadap informasi,
mampu menilai konsep benar-salah, sebab-akibat, mampu berbicara dengan
kalimat panjang, mengenal warna (minimal 4 warna)
2) Afektif
Amarah, takut, iri hati, sedih, cemburu, kasih sayang, gembira, ingin tahu.
3) Fisiologis
Tidak nafsu makan, perubahan kebiasaan tidur, kebiasaan latihan/aktifitas harian
anak, toileting : mengompol.
4) Perilaku
Tidak percaya diri, malu untuk tampil, pesimis, tidak memiliki minat dan
keinginan, takut salah dalam melakukan sesuatu, sangat membatasi aktifitasnya
sehingga terkesan malas dan tidak mempunyai inisiatif
5) Respon sosial
Tidak mau bermain, tidak mau keluar rumah, menarik diri.
7. Sumber koping
1) Personal ability
Kemampuan anak mengetahui identitas dirinya, menunjukkan minat pada hal
yang disenangi, mudah berpisah dengan orang tua
2) Social support
Kemampuan orang tua dalam mengetahui perkembangan anak usia prasekolah,
penyimpangan tugas perkembangan, cara menstimulasi, mencari informasi
yankes
3) Material Asset
Asuransi kesehatan: jamkesmas, dll; penghasilah keluarga: mencukupi
kebutuhan keluarga, keluarga memiliki tabungan dan asset pribadi, punya akses
ke yankes
4) Positif belief
Orang tua percaya dengan yankes, persepsi yang baik terhadap nakes, selalu
menggunakan yankes, keyakinan agama yang berhubungan dengan kesehatan,
keyakinan budaya keluarga yang berhubungan dengan kesehatan
8. Mekanisme koping
1) Konstruktif
Mudah berpisah dengan orangtua, menghayal dan kreatif, bermain dengan
menggunakan alat-alat yang ada di rumah, belajar keterampilan fisik baru,
melakukan prilaku yang benar misal: mengikuti disiplin orangtua,
mengidentifikasi jenis kelamin, mengenal warna (minimal 4 warna), berbicara
dalam kalimat panjang
2) Destruktif
Tidak percaya diri, malu untuk tampil, pesimis, tidak memiliki minat dan
keinginan, takut salah dalam melakukan sesuatu, sangat membatasi aktifitas
sehingga terkesan malas dan tidak punya inisiatif
9. Pengkajian
a. Identitas
Nama anak ,usia dan jenis Kelamin, nama dan pekerjaan orang tua/wali.
b. Keluhan
Keluhan utama saat pengkajian, keluhan yang paling sering muncul/dominan
dirasakan oleh anak maupun keluhan yang disampaikan orang tua tentang
kesehatan fisik maupun perilaku anaknya.
c. Status pertumbuhan dan perkembangan saat ini
Aspek yang dikaji berupa perkembangan fisik, psikoseksual, kognitif dan moral
sesuai tahapan usia anak pra sekolah.
d. Faktor predisposisi
Biologis :
Imunisasi lengkap
Tidak ada riwayat sakit fisik/cacat
Tidak ada riwayat trauma kepala
Tidak ada riwayat genetic gangguan jiwa
Psikologis
Pencapaian 8 aspek perkembangan: kognitif, bahasa, komunikasi, emosi,
moral, spiritual, psikososial, fisik (motorik kasar dan halus)
Kemampuan toilet training (pada usia 1-3 tahun)
Sosiokultural
Dukungan keluarga dalam menstimulasi tumbang di usia 1-3 tahun
Anak yang diinginkan
Tidak ada labeling diri negative dari keluarga
Tidak ada kekerasan fisik, verbal, emosi
Dilibatkan dalam mengambil keputusan sederhana
Keluarga menstimulasi tumbuhnya inisiatif anak
Belajar konsep benar-salah, baik-buruk
Dilibatkan dalam kegiatan ibadah
e. Faktor presipitasi
Biologis
Pertumbuhan fisik sesuai usia
tidak ada keluhan fisik saat ini
status nutrisi baik
tidak ada gangguan tidur
belajar keterampilan fisik baru.
Psikologis
diberi kesempatan bertanya
diberi kesempatan bercerita tentang pengalamannya
diberi kesempatn bermain dengan teman sebayanya
diberi kesempatan berlatih mewarnai, membaca, menulis
Sosiokultural
mendapatkan kesempatan berteman, berinteraksi dengan orang lain
mudah adaptasi dengan lingkungan baru
mengenal jenis kelamin
mendapat kesempatan terlibat dalm pekerjaan rumah tangga sederhana
diterima dan disayangi oleh lingkungan keluarga
mendapat kesempatan mengenal hal baru
mendapat feedback dari lingkungan sekitar
f. Penilaian terhadap stressor
Respon anak dalam menghadapi stressor baik respon kognitif, afektif,
fisiologis dan sosial
g. Sumber koping
Kemampuan yang dimiliki oleh anak dan orang tua untuk menghadapi
masalah/stressor, sumber daya lingkungan, dan asset material yang bisa
digunakan untuk mempertahankan kesehatan fisik dan mental anak.
h. Mekanisme koping
a) Konstruktif
Mudah berpisah dengan orangtua, menghayal dan kreatif, bermain dengan
menggunakan alat-alat yang ada di rumah, belajar keterampilan fisik baru,
melakukan prilaku yang benar misal: mengikuti disiplin orangtua,
mengidentifikasi jenis kelamin, mengenal warna (minimal 4 warna),
berbicara dalam kalimat panjang
b) Destruktif
Tidak percaya diri, malu untuk tampil, pesimis, tidak memiliki minat dan
keinginan, takut salah dalam melakukan sesuatu, sangat membatasi
aktifitas sehingga terkesan malas dan tidak punya inisiatif
TAHUN)
PROSES KEPERAWATAN.
Diagnosa Keperawatan
Fase Orientasi
Salam Terapeutik :
Evaluasi Validasi
Kontrak Topik : “Baiklah bu, hari ini kita akan berbincang-bincang tentang cara merawat
Tempat : “ Dimana ibu ingin kita berbincang-bincang bu? Di ruang tamu? Baiklah bu”
Tujuan : “tujuan kita berbincang-bincang hari ini yaitu agar ibu mengetahui
Fase Kerja
“baik buu, ini leaflet tentang perkembangan anak di usia prasekolah. Mari kita
pelajari bersama mengenai ciri perkembangan anak prasekolah yang normal seperti apa
dan yang menyimang seperti apa, kemudian apa dampaknya dan bagaimana cara
menstimulasi perkembangan anak. Baiklah bu, saya akan jelaskan satu per satu.
Kemampuan utama anak di usia 3-6 tahun secara normal adalah berinisiatif
menggunakan situasi di rumah untuk bermain (menyusun kursi jadi kereta api,
sebaya, cerita berkhayal, mudah pisah dengan orangtua, banyak bertanya danmengkuti
Apakah Anak ibu sudah sama kemapuannya sepeti yang kita pelajari ini Bu?
Sebagian besar sudah? Waah, bagus ya Bu. Untuk itu Ibu tinggal menstimulasinya
supaya kemampuan lain dapat tercapai. Anak yang tidak dapat mencapai kemampuan
tersebut maka ia akan tidak percaya diri, malu untuk tampil di depan umum, pesimis,
tidak memiliki cita-cita, takut salah melakukan sesuatu dan malas melakukan kegiatan
menyimpang seperti itu pada saat dewasa akan mengalami rendah diri dan tidak dapat
bergaul”.
Fase Terminasi
Evaluasi subjektif :bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita berdiskusi tadi Evaluasi
Objektif : Coba Bapak/ Ibu sebutkan lagi apa saja perkembangan normal pada anak usia
3-6 tahun, perkembangan yang menyimpang lalu apa saja dampak penyimpangannya?
Rencana tindak lanjut : Selanjutnya besok saya akan kembali mengunjungi Bapak/Ibu
dan Anak ibu untuk menjelaskan cara mengembangkan keterampilan motoric anak.”
Topik : “Baik bu, untuk pertemuan besok kita akan membahas cara mengembangkan
Waktu : “ jam berapa besok ibu ada waktu? Bagaimana kalau siang jam 2 bu? baiklah
Tempat : “ untuk tempat bagaimana kalau disini saja di ruang tamu ya bu”
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
TAHUN)
SP-2
PROSES KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan
Fase Orientasi
Kontrak
Topik : “Baiklah bu, hari ini kita akan berbincang-bincang tentang cara merawat anak
Tempat : “ Dimana ibu ingin kita berbincang-bincang bu? Di ruang tamu? Baiklah
bu”
Tujuan : “tujuan kita berbincang- bincang hari ini yaitu cara menstimulasi
perkembangan anak di usia 3-6 tahun. Kali ini kita akan stimulasi perkembangan motorik
kasarnya ya bu yaitu dengan bermain tangkap bola. Nah untuk itu saya akan langsung
“Selamat sore adik, Sehat? Sedang apa Wah, pintar. adik suka bermain? Suka
main apa? Oh bermain bola. Suka nya main bersama teman-temannya ya?
Bagaimana kalau sekarang main bersama kakak? Boleh pinjam bolanya? Wah,
terimakasih, baik sekali! Nah, sekarang kakk ingin mengajak adik untuk bermain tangkap
bola. Nanti, bola ini akan kakk lempar kepada adik, kamu harus siap menangkap ya?
Lau, nanti jika bolanya telah sampai pada adik, nanti dilempar kembali bolanya kepada
kakak. Begitu seterusnya. Mengerti? Bagus sekali. Nah, ayo sekarang coba tangkap
bolanya. Ia, bagus. Nah, lempar sini. Waah pintar. Baiklah, dik, Kakak akan berbicara
lagi dengan dan Ibu, adik terus bermain dengan teman/abangnya ya.”
Bapak/Ibu. Sekarang Bapak/Ibu coba melakukannya. Bagus sekali Pak/Bu. Jadi, kalau
anak ibu mau melakukan sesuatu, jangan langsung dilarang, bahkan dapat disuruh
perkembangannya akan bagus. Agar perkembangan anak ibu lebih baik lagi, mari kita
rencanakan kegiatan kita selanjutnya. kalau begitu, Apakah masih ada yang ingin
Bapak/Ibu tanyakan ?
Fase Terminasi
Evaluasi : bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan tadi ? Coba Bapak/Ibu
sebutkan lagi cara menstimulasi perkembangan motoric yang telah saya sampaikan
tadi ?”
Rencana tindak lanjut : Selanjutnya besok saya akan kembali mengunjungi Bapak/Ibu dan
untuk menjelaskan perkembangan moral anak usia 2-6 tahun dan cara mestimulasinya.
Waktu : “ jam berapa besok ibu ada waktu? Bagaimana kalau siang jam 2 bu?
Tempat: “ untuk tempat bagaimana kalau disini saja di ruang tamu ya bu”
Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu Pak/Bu dan terimakasih atas waktu nya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahyani, N.L, Astuti, D. (2018). Buku Ajar Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.
Penerbit : Badan Penerbit Universitas Muria Kudus. ISBN: 9 789021 180761.
Damayanti, R., Keliat. B.A.K., Hastono, S.P. (2010). Pengaruh Terapi Kelompok Terapeutik
(TKT) Terhadap Kemampuan Ibu dalam Memberikan Stimulasi Perkembangan Inisiatif
Anak Usia Pra Sekolah di Kelurahan Kedaung Bandar Lampung. FIK UI : Jakarta
Depkes.(2006). Pedoman Pelaksanaan Simualsi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh
Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Direktorat Bina Kesehatan
Anak Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat: Depkes RI
Keliat, B.A., Daulima, N.C.H., & Farida, P. (2011). Manajemen Keperawatan Psikososial
dan Kader Kesehatan Jiwa: CMHN (Intermediate Course). Jakarta: EGC
Muhmila M., Hardisana., dan Indria Dini. 2010. Psikologi Umum dan Anak: AKBID YPSDMI
GARUT;
Nurdin, A.E.(2011). Tumbuh kembang Perilaku Manusia. Cetakan I. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 66 tahun 2014 tentang Pemantauan Pertumbuhan,
Perkembangan, dan gangguan tumbuh Kembang Anak.
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta : DPD PPNI.
Psikologi Perkembangan (Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan). Jakarta.
Erlangga; Jahja Yurdik. 2011.
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT JIWA USIA SEKOLAH (6 – 12 TAHUN)
b. Psikologis
Intelengensi: normal
Sudah dapat mengidentifikasi peran gender
Sudah dapat mengidentifikasi peran di keluarga
Pencapaian 8 aspek perkembangan: kognitif, bahasa, komunikasi, moral,
emosi, spiritual
c. Sosial budaya
Dukungan keluarga dalam stimulasi tumbang
Anak yang diinginkan
Tidak ada labeling negativ dari keluarga
Tidak ada kekerasan fisik, verbal & emosi
Dilibatkan dalam mengambil keputusan sederhana
Keluarga menstimulasi terbentuknya kemampuan berkarya anak
Belajar benar-salah
Dilibatkan dalam kegiatan ibadah
Faktor presipitasi
a. Nature
Biologi
a) Bb & TB sesuai usia
b) Keluhan fisik saat ini
c) Status nutrisi
d) Suka olah raga
e) Gangguan tidur saat ini
f) Belajar keterampilan fisik baru
Psikologis:
a) Mendapatkan bimbingan PR
b) Kesempatan cerita pengalaman
c) Kesempatan cerita perasaan
d) Kesempatan bertanya
Sosial:
a) Kesempatan bermain sebaya
b) Kesempatan ikut kompetisi
c) Mengembangkan bakat & hobi
d) Kesempatan bantu orang lain
e) Diterima & di sayangi keluarga
f) Mendapat feedback positif dari lingkungan (keluarga, guru, teman)
b. Origin
Internal: kreatifitas tinggi, percaya diri, perasaan bersaing
Eksternal: pola asuh & stimulasi dari keluarga baik, masyarakat menerima &
mendukung keberadaanya
c. Timing
a) Waktu terjadinya stimulasi diberikan usia 6-12 th
b) Lamanya stressor terjadi: optimal
c) Frekuensi: optimal
d. Number
Jumlah dan kualitas stressor: tidak berlebihan, stimulus tumbang optimal (bio-
psikososio spiritual)
1.7 Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Jiwa pada Anak Usia Sekolah
Faktor – faktor yang mempengaruhi kesehatan jiwa pada anak usia sekolah
menurut Depkes RI (2001), dalam Noviana, 2010) antara lain:
1 Guru
Perilaku guru menunjukan suatu pengaruh yang besar dan kuat terhadap
iklim atau suasana sekolah, baik sosial maupun emosional. Keberhasilan
guru dalam mengajar dan mendidik, khususnya dapat membantu
perkembangan kepribadian anak.
2 Teman sebaya
Sehari-hari anak bergaul dengan teman sekolah atau teman di luar sekolah.
Orang tua dan guru harus mengetahui kelompok teman bermain anak baik di
sekolah maupun di luar sekolah. Di rumah anak berada dalam “dunia
dewasa”, yang penuh dengan norma dan nilai yang harus dipatuhi,
sedangkan di luar rumah anak dalam “dunia usia sebaya”, yang penuh
dengan kebebasan.
3 Kondisi fisik sekolah
Anak tidak akan tenang belajar, apabila sekolah terletak di dekat pasar,
perkampungan yang padat, dekat pabrik, atau disekitar tempat hiburan.
Keadaan semacam ini sangat berpengaruh terhadap perilaku anak.
4 Kurikulum
Kurikulum sekolah merupakan pedoman proses pembelajaran yang sangat
penting. Undang-undang No. 2 Tahun 1989 dan Peraturan Pemerintah No.
28 Tahun 1990 sudah menggariskan jenis dan muatan kurikulum, khususnya
kurikulum nasional yang cukup fleksibel menampung keperluan khusus
setempat dalam bentuk muatan lokal.
5 Proses pembelajaran
Suasana sekolah yang menantang dan merangsang belajar, akan
menentukan iklim sekolah. Hal ini tergantung pada kemampuan guru
mengajar, serta tata tertib yang berlaku di sekolah. Sekolah terasa nyaman
dan menarik, sehingga anak senang berada di sekolah dan guru pun
bergairah dalam mengajar.
6 Keluarga
Keluarga merupakan faktor pembentuk kepribadian anak secara dini yang
pertama dan utama. Orang tua yang bersifat otoriter, tidak sabar, mudah
marah, selalu mengatakan “tidak”, selalu melarang, sering memukul, akan
sangat berpengaruh buruk terhadap perkembangan kepribadian anak.
1.8 Pengkajian
Pengkajian sebagai tahap awal proses keperawatan meliputi pengumpulan
data, analisis data, dan perumusan masalah pasien. Data yang dikumpulkan adalah
data pasien secara holistik, meliputi aspek biologis, psikologis, sosial, dan spiritual.
Seorang perawat jiwa diharapkan memiliki kesadaran atau kemampuan tilik diri (self
awareness), kemampuan mengobservasi dengan akurat, berkomunikasi secara
terapeutik, dan kemampuan berespons secara efektif (Stuart dan Sundeen, 2002)
karena hal tersebut menjadi kunci utama dalam menumbuhkan hubungan saling
percaya dengan pasien. Hubungan saling percaya antara perawat dengan pasien
akan memudahkan perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
a. Data demografi
Nama, usia tempat tinggal dan tanggal lahir anak
Data orang tua
Riwayat kelahiran
Alergi, penyakit dan pengobatan yang pernah diterima anak
Aktivitas kehidupan sehari-hari anak: status gizi, jadwal makan, jadwal
tidur dan kualitas tidur, eliminasi
Kecacatan dan keterbatasan yang lainnya
b. Riwayat antenatal, kelahiran dan post natal serta penyakit yang pernah
diderita
c. Pemeriksaan fisik
Keadaan kulit, kepala, mata, hidung, mulut, pernapasan,
kardiovaskuler, muskuloskeletal dan neurologis anak
Pemeriksaan fisik lengkap untuk mengetahui kemungkinan pengaruh
gangguan fisik terhadap perilaku anak
Pemeriksaan adanya bekas penganiayaan yang pernah dialami anak
d. Status mental
Pemeriksaan status mental untuk memberikan gambaran mengenai
fungsi ego anak
Membandingkan perilaku dengan tingkat fungsi ego dai waktu ke
waktu, dikaji dari waktu ke waktu dengan suasana santai dan nyaman
Pemeriksaan mental meluputi: keadaan emosi, proses berpikir,
konsep diri, koping mekanisme, orientasi dan IQ
Pengkajian terhadap hubungan interpersonal anak dilihat dalam
hubungannya dengan teman sebaya, untuk mengetahui kesesuaian
perilaku dengan usia
e. Hubungan interpersonal
Hubungan anak dengan kelompoknya
Apakah mempunyai teman akrab
Posisi anak dalam struktur kelompok
f. Riwayat personal dan keluarga
Kesehatan fisik anak
Pola asuh
Faktor pencetus masalah
Riwayat gejala
Tumbuh kembang anak
g. Faktor resiko gangguan perkembangan anak:
Faktor keluarga: kurang pengetahuan ibu/pengasuh mengenai tumbuh
kembang anak, usia ibu kurang dari 20 tahun, ibu/pengasuh menderita
gangguan jiwa, jumlah anak usia kurang dari 3 tahun lebih dari 1
orang, ayah berkepribadian antisocial, hubungan keluarga tidak
harmonis, rumah kacau dan kotor serta kemiskinan.
Faktor masyarakat (lingkungan sosial); perumahan kumuh dan padat,
terdapat tem pat hiburan /lokalisasi yang buka sampai malam, bacaan
dan tontonan yang tidak sesuai, banyak anak putus sekolah dan
pengagurana.
DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN
Kesiapan 1. Mempertahank 1. Pemenuhan kebutuhan 1. Fisik yang optimal
peningkatan an pemenuhan fisik yang optimal merupakan ciri sehat
perkembangan kebutuhan fisik a. Kaji pemenuhan jiwa
usia sekolah yang optimal kebutuhan fisik anak a. Mengetahui kebutuhan
2. Mengembangk b. Anjurkan pemberian yang diperlukan anak
an ketrampilan makanan dengan b. Gizi seimbang dapat
motorik kasur gizi seimbang meningkatkan
dan halus c. Kolaborasi kebutuhan fisik anak
3. Mengembangk pemberian vitamin c. Vitamin dan vaksin
an ketrampilan dan vaksinasi ulang dapat meningkatkan
adaptasi d. Ajarkan kebersihan imunitas
psikososial diri d. Kebersihan merupakan
4. Mengembangk 2. Pengembangkan bagian dari kesehatan
an kecerdasan ketrampilan motorik 2. Perkembangan motorik
5. Mengembangk kasur dan halus halus dan kasar yang
an nilai-nilai a. Kaji ketrampilan tepat dan sesuai
moral motorik kasar dan merupakan ciri sehat
6. Meningkatkan halus anak jiwa
peran serta b. Fasilitasi anak untuk a. Mengetahui sejauh
keluarga dalam bermain mana perkembangan
meningkatkan menggunakan motorik halus dan
pertumbuhan motorik kasar kasar anak
dan (sepak bola, b. Meningkatkan/melatih
perkembangan bersepeda, lompat perkembangan motorik
tali) kasar
c. Fasilitasi anak untuk c. Meningkatkan/melatih
bermain perkembangan motorik
menggunakan halus
motorik halus d. Sefty dalam bermain
(belajar mengurangi resiko
menggambar, cedera pada anak
menulis, membaca) 3. Perkembangan
d. Menciptakan psikososial yang baik
lingkungan yang akan meningkatkan
aman dan nyaman hubungan dengan orang
bagi anak untuk lain
bermain a. Mengetahui sejauh
3. Pengembangkan mana adaptasi anak
ketrampilan adaptasi b. Meningkatkan
psikososial perkembangan
a. Kaji ketrampilan psikososial dan
adaptasi psikososial hubungan dengan
anak teman sebaya
b. Sediakan waktu c. Meningkatkan
bagi anak untuk keberanian dan
bermain keluar kepercayaan diri anak
rumah bersama d. Memotivasi anak untuk
teman sebayanya bersaing
c. Berikan dorongan e. Meningkatkan
dan kesempatan hubungan dan
ikut berbagai kepercayaan diri anak
perlombaan terhadap orang lain
d. Berikan hadiah atas 4. Kognitif merupakn dalah
prestasi yang diraih satu perkembangan
e. Latih anak anak usia sekolah dasar
berhubungan a. Mengetahui tingkat
dengan orang lain intelegensi anak
yang lebih dewasa b. Mengembangkan bakat
4. Pengembangkan yang dimiliki anak
kecerdasan c. Mengembangkan skill
a. Kaji perkembangan anak
kecerdasan anak 5. Moral yang baik dan
b. Mendiskusikan sesuai dengan
kelebihan dan lingkungan bukti anak
kemampuannya dapat beradaptasi
c. Memberikan 6. Orang tua dapat
pendidikan dan memberikan pengaruh
ketrampilan yang terkuat dalam
baik bagi anak perkembangan
d. Memberikan bahan kepribadian anak baik
bacaan dan secara langsung
permainan yang maupun tidak langsung
meningkatkan
kreatifitas
e. Bimbing anak
belajar ketrampilan
baru
f. Libatkan anak
melakukan
pekerjaan rumah
sederhana (mencuci
mobil, menyapu,
menyiram tanaman)
g. Latih membaca,
menggambar dan
berhitung
h. Asah dan
kembangkan hobby
yang dimiliki anak
5. Pengembangkan nilai-
nilai moral
a. Kaji nilai-nilai moral
yang sudah
diajarkan pada anak
b. Ajarkan dan latih
menerapkan nilai
agama dan budaya
yang positif
c. Ajarkan hubungan
sebab akibat suatu
tindakan
d. Bimbing anak saat
menonton TV dan
membaca buku
cerita
e. Berikan pujian atas
nilai-nilai positif
yang dilakukan anak
f. Latih kedisiplinan
6. Peningkatkan peran
serta keluarga dalam
meningkatkan
pertumbuhan dan
perkembangan
a. Tanyakan kondisi
pertumbuhan dan
perkembangan anak
b. Tanyakan upaya
yang sudah
dilakukan keluarga
terhadap anak
c. Berikan
reinforcement atas
upaya yang sudah
dilakukan keluarga
d. Anjurkan pada
keluarga untuk
memberikan
makanan bergizi
seimbang
e. Berikan pendidikan
kesehatan tentang
tugas
perkembangan
normal pada anak
usia sekolah
f. Berikan informasi
cara menstimulus
perkembangan
pada usia sekolah
1.15 Implementasi
a. Terapi bermain
Pada umumnya merupakan media yang tepat bagi anak untuk
mengekspresikan konflik yang belum terselesaikan, selain juga berfungsi
untuk :
Menguasai dan mengasimilasi kembali pengalaman lalu yang tidak
dapat dikendalikan sebelumnya.
Berkomunikasi dengan kebutuhan yang tidak disadari
Berkomunikasi dengan orang lain
Menggali dan mencoba belajar bagaimana berhubungan dengandiri
sendiri, dunia luar, dan orang lain
Mencocokkan tuntutan dan dorongan dari dalam diri dengan realitas
b. Terapi keluarga
Semua anggota keluarga perlu diikutsertakan dalam terapi keluarga.
Orangtua perlu belajar secara bertahap tentang peran mereka dalam
permasalahan yang dihadapi dan bertanggung jawab terhadap perubahan
yang terjadi pada anak dan keluarga. Biasanya cukup sulit bagi keluarga
untuk menyadari bahwa keadaan dalam keluarga turut meninbulkan
gangguan pada anak. Oleh karena itu perawat perlu berhati-hati dalam
meningkatkan kesadaran keluarga.
c. Terapi kelompok
Terapi kelompok dapat berupa suatu kelompok yang melakukan kegiatan
atau berbicara. Terapi kelompok ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan
uji realitas, mengendalikan impuls (dorongan internal), meningkatkan harga
diri, memfasilitasi pertumbuhan, kematangan dan keterampilan sosial anak.
Kelompok dengan lingkungan yang terapeutik memungkinkan anggotanya
untuk menjalin hubungan dan pengalaman sosial yang positif dalam suatu
lingkungan yang terkendali.
d. Psikofarmakologi
Walaupun terapi obat belum sepenuhnya diterima dalm psikiatri anak, tetap
bermanfaat untuk mengurangi gejala (hiperaktif, depresi, impulsif, dan
ansietas) dan membantu agar pengobatan lain lebih efektif. Pemberian obat
ini tetap diawasi oleh dokter dan menggunakan pedoman yang tepat.
e. Terapi individu
Ada berbagai terapi individu, terapi bermain psikoanalitis, psikoanalitis
berdasarkan psikoterapi, dan terapi bermain pengalaman. Hubungan antara
anak dengan therapist memberikan kesempatan apda anak untuk
medapatkan pengalaman mengenai hubungan positif dengan orang dewasa
dengan penuh kasih sayang dan uji realitas.
f. Pendidikan pada orang tua
Pendidikan terhadap orang tua merupkan hal yang penting untuk mencegah
gangguan kesehatan jiwa anak, begitu pula untuk meningkatkan kembali
penyembuhan setelah dirawat. Orang tua diajarkan tentang tahap tumbuh
kembang anak, sehingga orang tua dapat mengetahui perilaku yang sesuai
dengan usia anak. Keterampilan berkomunikasi juga meningkatkan
pengertian dan empati antara orangtua dan anak. Teknik yang tepat dalam
mengasuh anak juga diperlukan untuk mengembangkan disiplin diri anak.
Hal-hal lain seperti psikodinamika keluarga, konsep kesehatan jiwa, dan
penggunaan pengobatan, juga diajarkan.
g. Terapi lingkungan
Konsep terapi lingkungan dilandaskan pada kejadian dalam kehidupan
sehari-hari yang dialami anak. Lingkungan yang aman dan kegiatan yang
teratur dan terprogram, memungkinkan anak untuk mencapai tugas terapeutik
dari rencana penyembuhan dengan berfokus pada modifikasi perilaku.
Program yang berfokus pada perilaku, memungkinkan staf keperawatan
untuk memberikan umpan balik terus menerus kepada anak-anak tentang
perilaku mereka sesuai jadwal kegiatan. Untuk perilaku yang baik, mereka
menerima pujian, stiker atau nilai, tergantung pada tingkat perkembangannya.
Sebaliknya, perilaku negatif tidak ditoleransi.
1.16 Evaluasi
1 Keefektifan intervensi penanggulangan perilaku
2 Kemampuan untuk berhubungan dengan teman sebaya, orang dewasa dan
orang tua secara wajar
3 Kemampuan untuk melakukan asuhan mandiri
4 Kemampuan untuk menggunakan kegiatan program sebagai rekreasi dan
proses belajar
5 Respons terhadap peraturan dan rutinitas.
6 Status mental secara menyeluruh
7 Koordinasi dan rencana pemulangan
JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
PSIKOSOSIAL PADA ANAK USIA SEKOLAH
Azizah, Lilik M., Zainuri, Imam., Akbar, Amir (2016). Teori dan Aplikasi Praktik Klinik – Buku
Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta: Indomedia Pustaka
Dharma, A. &Andryanto, M., (2010) Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga.
Keliat,Budi Dkk.(2011).Manajemen keperawatan Psikososial dan Kader Kesehatan
Jiwa.Jakarta EGC
Stolte, K.M. (2004). Diagnosa Keperawatan Sejahtera (Wellness Nursing Diagnosis).
Cetakan 1. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC
Yusuf, H Syamsu (2011). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Yusuf, A., Fitryasari, R., & Nihayati, H.E (2015). Buku Ajar Kesehatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Media.
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT JIWA USIA REMAJA (12 – 18 TAHUN)
B. PENGERTIAN REMAJA
Kata remaja merupakan bahasa latin yaitu "Adolesence" yang memiliki arti
berkembang menuju kedewasaan. Adolesence sendiri memiliki makna yang luas
mencakup kematangan fisik, emosional, mental, dan sosial, (Hurlock, 1980). World
Health Organization (2017), mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan dan
perkembangan manusia yang terjadi setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa
dengan rentang usia 10-19 tahun, sedangkan dalam peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia nomor 25 pada tahun 2014, remaja merupakan individu dengan usia
antara 10 sampai 19 tahun dan belum menikah.
Keliat, Helena & Farida (2011), menyatakan bahwa pada tahap perkembangan usia
12-18 tahun, remaja harus mampu mencapai identitas diri meliputi peran, tujuan
pribadi, keunikan dan ciri khas diri. Bila hal ini tidak tercapai maka remaja akan
mengalami kebingungan peran yang berdampak pada rapuhnya kepribadian sehingga
akan terjadi gangguan konsep diri. Selama proses tersebut, terjadi perubahan yang
saling berkaitan pada aspek fisik, kognitif, serta aspek psikososial, hal tersebut lalu
dikenal dengan masa remaja (Papalia, et. al., 2011). Masa remaja merupakan periode
ketika individu menjadi matur secara fisik maupun psikologis dan memperoleh identitas
personal, yang dimulai saat usia 10 atau 12 tahun dan berakhir pada usia 18 atau 20
tahun (Kozier, et. al., 2010).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa remaja
merupakan individu dengan rentang usia 12 sampai 18 tahun dan belum menikah,
dimana mereka sedang berkembang dalam periode transisi antara usia anak-anak
menuju kedewasaan, mengalami perkembangan pada aspek fisik, kognitif, psikososial
serta kematangan mental. Masa remaja merupakan salah satu tahap perkembangan
sepanjang rentang kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus
penuh dengan tantangan dan harapan.
Masa remaja juga dikatakan sebagai masa pencarian identitas diri. Identitas adalah
potret diri yang tersusun atas berbagai aspek, antara lain, identitas pekerjaan/karir,
identitas politik, identitas spiritual, identitas relasi (lajang, menikah, bercerai), identitas
prestasi/intelektual, identitas seksual, identitas budaya/etnik, minat, kepribadian dan
identitas fisik (Santrock, 2012). Menurut Erikson, tugas remaja adalah mengatasi krisis
identitas diri versus kebingungan identitas (Papalia, et al., 2011).
Remaja yang mampu mencapai tugas perkembangannya, akan memiliki identitas diri
yang positif. Identitas diri yang positif akan menjadikan remaja mampu menilai perannya
di masyarakat, mampu menentukan jenis pekerjaan sesuai dengan minat, berperilaku
sesuai dengan norma agama yang dianut, mampu mengambil keputusan tanpa
melibatkan orang lain, memiliki prestasi yang baik, mempunyai cita-cita, memiliki hobi
yang positif, dan mampu bersosialisasi baik dengan keluarga, teman sebaya dan
lingkungan sekitar. Sebaliknya remaja yang tidak mampu menyelesaikan tugas
perkembangannya, akan mengalami kekacauan identitas. Kekacauan identitas yang
dialami remaja akan berdampak pada ketidakmampuan remaja menilai perannya di
masyakat, memiliki kepribadian yang labil, tidak memiliki cita-cita, hobi dan rencana
untuk masa depan, serta memiliki sikap dan perilaku yang buruk, bahkan remaja tidak
menunjukkan ketertarikan dalam berbagai hal (Marcia, 1980). Erikson dalam Santrock
(2012), menyatakan bahwa remaja yang memiliki identitas diri positif dapat menerima
keadaan dirinya dan memahami diri sendiri dengan sangat baik. Sebaliknya remaja yang
mengalami kekacauan identitas diri akan menarik diri, mengisolasi diri atau meleburkan
diri dalam kelompok sebaya sehingga kehilangan identitas dirinya.
D. RENTANG RESPON
Adaa
adaptif maladaptif
1. Remaja yang aktiv kegiatan 1. Memberontak
positif 2. Minum alcohol
2. Memiliki banyak tema 3. Pemakai napza
3. Memiliki prestasi/potensi 4. Menjadi anak jalanan
akademik 5. Tidak taat pada aturan
4. Mengembangkan hobi rumah/social/sekolah
5. Taat pada aturan
rumah/social/sekolah
Penilaian (Respons) Terhadap Stressor
1. Biologis
Wanita : Muncul tanda-tanda pubertas yaitu haid pertama, payudara membesar,
tumbuh rambut di area kemaluan dan ketiak Pria: mimpi basah, jakun, tumbuh
rambut di area kemaluan dan ketiak
Penambahan berat badan dan tinggi badan
2. Psikoseksual
Timbul ketertarikan pada lawan jenis
Fantasi/khayalan seksual meningkat
Perhatian terhadap penampilan diri meningkat
3. Kognitif
berpikir khayalan
memperkirakan, menduga, dan berpikir sebab dan akibat
membuat keputusan
menggabungkan ide, pikiran dan konsep
menganalisis Perubahan persepsi orang lain terhadap peran remaja
memahami orang lain
berpikir sistimatis Mampu berpikir logis
berpikir idealistik; harus menang, sempurna
menyelesaikan masalah
Penyangkalan peran
Ragu-ragu menjalankan peran
Perubahan persepsi diri tentang peran remaja
Ketidakpuasan terhadap peran remaja
Pengetahuan yang kurang tentang peran remaja
4. Bahasa
Kemampuan berbahasa meningkat
Mempunyai istilah-istilah khusus (bahasa gaul)
5. Moral
Mengerti nilai-nilai etika, norma agama dan masyarakat
Memperhatikan kebutuhan orang lain
Bersikap santun, menghormati orang tua dan guru
Bersikap baik terhadap teman
Mulai taat pada aturan dan tata tertib di masyarakat
6. Spiritual
Mulai rajin beribadah sesuai agama yang dianut
Mau menjalankan perintahNya dan menjauhi larangan-Nya
7. Emosi
Mampu tidak menuntut orang tua secara paksa untuk memenuhi keinginannya
Mampu mengontrol diri
Emosi lebih stabil
8. Psikososial
Mampu menyesuaika diri dengan lingkungan
Perhatian terhadap orang lain
Memiliki prestasi
9. Bakat
Memiliki bakat khusus yang terus berkembang
Mengikuti kegiatan tambahan (seperti OR, seni, pengajian, bela diri)
Kritis terhadap orang lain
10 Kreativitas
Selalu ingin tahu
Berani menyatakan pendapat dan keyakinan
Senang mencari pengalaman yang baru
Senang mengerjakan sesuatu yang sulit
H. PERKEMBANGAN REMAJA
Menurut Widyastuti dkk (2009) terdapat 3 perubahan pada Remaja, meliputi
Seksualitas, Psikis, Kognitif dan Emosi.
1 Seksualitas
a. Rambut. Rambut kemaluan pada wanita juga tumbuh seperti halnya
remaja laki-laki. Tumbuhnya rambut kemaluan ini terjadi setelah pinggul
dan payudara mulai berkembang. Bulu ketiak dan bulu pada kulit wajah
tampak setelah haid. Semua rambut kecuali rambut wajah mula-mula
lurus dan terang warnanya, kemudian menjadi lebih subur, lebih kasar,
lebih gelap dan agak keriting.
b. Pinggul. Pinggul pun menjadi berkembang, membesar dan membulat. Hal
ini sebagai akibat membesarnya tulang pinggul dan berkembangnya
lemak di bawah kulit.
c. Payudara. Seiring pinggul membesar, maka payudara juga membesar
dan puting susu menonjol. Hal ini terjadi secara harmonis sesuai pula
dengan berkembang dan makin besarnya kelenjar susu sehingga
payudara menjadi lebih besar dan lebih bulat.
d. Kulit. Kulit, seperti halnya laki-laki juga menjadi lebih kasar, lebih tebal,
pori-pori membesar. Akan tetapi berbeda dengan laki-laki kulit pada
wanita tetap lebih lembut.
e. Kelenjar lemak dan kelenjar keringat. Kelenjar lemak dan kelenjar
keringat menjadi lebih aktif. Sumbatan kelenjar lemak dapat
menyebabkan jerawat. Kelenjar keringat dan baunya menusuk sebelum
dan selama masa haid.
f. Otot. Menjelang akhir masa puber, otot semakin membesar dan kuat.
Akibatnya akan membentuk bahu, lengan dan tungkai kaki.
g. Suara. Suara berubah semakin merdu. Suara serak jarang terjadi pada
wanita.
2. Perkembangan Psikis
Widyastuti dkk (2009) menjelaskan tentang perubahan kejiwaan pada
masa remaja. Perubahan-perubahan yang berkaitan dengan kejiwaan pada
remaja adalah:
a Perubahan emosi. Perubahan tersebut berupa kondisi:
Sensitif atau peka misalnya mudah menangis, cemas, frustasi, dan
sebaliknya bisa tertawa tanpa alasan yang jelas. Utamanya sering
terjadi pada remaja putri, lebih-lebih sebelum menstruasi.
Mudah bereaksi bahkan agresif terhadap gangguan atau rangsangan
luar yang mempengaruhinya. Itulah sebabnya mudah terjadi
perkelahian. Suka mencari perhatian dan bertindak tanpa berpikir
terlebih dahulu.
Ada kecenderungan tidak patuh pada orang tua, dan lebih senang
pergi bersama dengan temannya daripada tinggal di rumah.
b. Perkembangan intelegensia, pada remaja perkembangan ini
menyebabkan:
Cenderung mengembangkan cara berpikir abstrak, suka
memberikan kritik.
Cenderung ingin mengetahui hal-hal baru, sehingga muncul
perilaku ingin mencoba-coba.
2. Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti
belajar, memori, menalar, berpikir, dan bahasa (Jahja, 2012). Menurut Piaget
(dalam Santrock, 2001; dalam Jahja, 2012), seorang remaja termotivasi untuk
memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam
pandangan Piaget, remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka, di
mana informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam
skema kognitif mereka. Remaja telah mampu membedakan antara hal-hal
atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga
mengembangkan ide-ide ini. Seorang remaja tidak saja mengorganisasikan
apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja mampu mengholah cara berpikir
mereka sehingga memunculkan suatu ide baru.
Kekuatan pemikiran remaja yang sedang berkembang membuka
cakrawala kognitif dan cakrawala sosial baru. Pemikiran mereka semakin
abstrak (remaja berpikir lebih abstrak daripada anak-anak), logis (remaja
mulai berpikir seperti ilmuwan, yang menyusun rencana-rencana untuk
memecahkan masalah-masalah dan menguji secara sistematis pemecahan-
pemecahan masalah), dan idealis (remaja sering berpikir tentang apa yang
mungkin. Mereka berpikir tentang ciriciri ideal diri mereka sendiri, orang lain,
dan dunia); lebih mampu menguji pemikiran diri sendiri, pemikiran orang lain,
dan apa yang orang lain pikirkan tentang diri mereka; serta cenderung
menginterpretasikan dan memantau dunia sosial (Santrock, 2002).
3. Perkembangan Emosi
Masa Remaja adalah masa peralihan antara masa anak-anak dan
masa dewasa, status remaja remaja agak kabur, baik bagi dirinya maupun
bagi lingkungannya. Perkembangan emosi seseorang pada umumnya
tampak jelas pada perubahan tingkah lakunya. Perkembangan emosi remaja
juga demikian halnya. Kualitas atau fluktuasi gejala yang tampak dalam
tingkah laku itu sangat tergantung pada tingkat fluktuasi emosi yang ada
pada individu tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari sering kita lihat
beberapa tingkah laku emosional, misalnya agresif, rasa takut yang
berlebihan, sikap apatis, dan tingkah laku menyakiti diri, seperti melukai diri
sendiri dan memukul-mukul kepala sendiri (Ali & Asrori, 2006).
Sejumlah faktor menurut Ali & Asrori (2006) yang dapat
mempengaruhi perkembangan emosi remaja adalah sebagai berikut:
a. Perubahan jasmani.
b. Perubahan pola interaksi dengan orang tua. Pola asuh orang tua
terhadap anak, termasuk remaja, sangat bervariasi. Ada yang
pola asuhnya menurut apa yang dianggap terbaik oleh dirinya
sendiri saja sehingga ada yang bersifat otoriter, memanjakan
anak, acuh tak acuh, tetapi ada juga yang dengan penuh cinta
kasih. Perbedaan pola asuh orang tua seperti ini dapat
berpengaruh terhadap perbedaan perkembangan emosi remaja.
Cara memberikan hukuman misalnya, kalau dulu anak dipukul
karena nakal, pada masa remaja cara semacam itu justru dapat
menimbulkan ketegangan yang lebih berat antara remaja dengan
orang tuanya.
c. Perubahan pola interaksi dengan teman sebaya. Remaja
seringkali membangun interaksi sesama teman sebayanya secara
khas dengan cara berkumpul untuk melakukan aktifitas bersama
dengan membentuk semacam geng. Interksi antaranggota dalam
suatu kelompok geng biasanya sangat intens serta memiliki
kohesivitas dan solidaritas yang sangat tinggi. Pembentukan
kelompok dalam bentuk geng seperti ini sebaiknya diusahakan
terjadi pada masa remaja awal saja karena biasanya bertujuan
positif, yaitu untuk memenuhi minat mereka bersama.
d. Perubahan pandangan luar. Ada sejumlah pandangan dunia luar
yang dapat menyebabkan konflik-konflik emosional dalam diri
remaja, yaitu sebagai berikut:
1) Sikap dunia luar terhadap remaja sering tidak konsisten.
Kadangkadang mereka dianggap sudah dewasa, tetapi
mereka tidak mendapat kebebasan penuh atau peran yang
wajar sebagaimana orang dewasa. Seringkali mereka masih
dianggap anak kecil sehingga menimbulkan kejengkelan pada
diri remaja. Kejengkelan yang mendalam dapat berubah
menjadi tingkah laku emosional.
2) Dunia luar atau masyarakat masih menerapkan nilai-nilai yang
berbeda untuk remaja laki-laki dan perempuan. Kalau remaja
lakilaki memiliki banyak teman perempuan, mereka mendapat
predikat populer dan mendatangkan kebahagiaan. Sebaliknya,
apabila remaja putri mempunyai banyak teman laki-laki sering
sianggap tidak baik atau bahkan mendapat predikat yang
kurang baik. Penerapan nilai yang berbeda semacam ini jika
tidak disertai dengan pemberian pengertian secara bijaksana
dapat menyebabkan remaja bertingkah laku emosional.
3) Seringkali kekosongan remaja dimanfaatkan oleh pihak luar
yang tidak bertanggung jawab, yaitu dengan cara melibatkan
remaja tersebut ke dalam kegiatan-kegiatan yang merusak
dirinya dan melanggar nilai-nilai moral.
e. Perubahan interaksi dengan sekolah. Pada masa anak-anak,
sebelum menginjak masa remaja, sekolah merupakan tempat
pendidikan yang diidealkan oleh mereka. Para guru merupakan
tokoh yang sangat penting dalam kehidupan mereka karena selain
tokoh intelektual, guru juga merupakan tokoh otoritas bagi para
peserta didiknya. Oleh karena itu, tidak jarang anak-anak lebih
percaya, lebih patuh, bahkan lebih takut kepada guru daripada
kepada orang tuanya. Posisi guru semacam ini sangat strategis
apabila digunakan untuk pengembangan emosi anak melalui
penyampaian materi-materi yang positif dan konstruktif.
Identitas Nama,Usia, Jenis Kelamin, Nomor Rekam Medik (CM) dan Diagnosa
Medis
2. Keluhan
Keluhan utama saat pengkajian yang paling sering muncul / dominan dirasakan
klien dan intervensi yan telah klien/keluarga berikan untuk meringankan keluhan.
3. Status Perkembangan
Data yang dikaji berupa riwayat perkembangan kesehatan 6 bulan terakhir terdiri
dari bio, psiko, sosial, spritual untuk mengetahui stimulasi dan perkembangan pasien
sesuai dengan umur pasien.
5. Faktor predisposisi
Faktor Predisposisi adalah faktor pendukung (bio, psiko, sosial) yang berkontrmas
dimassi timbulnya gangguan perkembangan. Faktor predisposisi yang harus dikaji
meliputi: kapan terjadinya, keluhan/tanda gejala, penyebab/faktor faktor yang melatar
belakangi, apa yang sudah dilakukan.
6. Pengkajian Psikososial
Data yang dikaji adalah penulusuran genetik yang berupa genogram, riwayat
penakit pasien/ keluarga beserta penatalaksanaannya, data tentang konsep diri klien (citra
tubuh, identitas diri, peran, ideal diri, harga diri), hubungan sosial dan aspek spiritual serta
pemknaan dalam spiritual.
Kesiapan Tum: Setelah 1x Membina hubungan saling percaya Komunikasi memiliki salah satu
peningkatan Remaja mampu pertemuan dengan prinsip komunikasi peranan yang penting dalam
perkembanga memenuhi diharapkan pasien terapeutik yaitu: kehidupan manusia, salah satu unsur
n remaja perkembangan dapat menunjukka 1. Sapapasien dengan rama secara dalam komunikasi yaitu untuk
kognitif, tanda tanda dapa verbal maupun nonverbal. menyampaikan informasi. Dalam
psikomotor dan membina hubungan 2. Perkenalkan diri dengan sopan merawat dan membimbing proses
afektifnya sebagai saling percaya 3. Tanyakan nama lengkap pasien pemulihan terhadap pasien gangguan
remaja serta dengan perawat, dan nama panggilannya jiwa, perawat mempunyai resiko yang
terhindar dari hal dengan kriteria hasil: 4. Jelaskan tujuan pertemuan sangat besar, sehingga perawat harus
hal negative. Ekspresi 5. Jujur dan menepati jani memiliki kemampuan dalam
TUK I bersahabat. 6. Tunjukkan sikap empati dan menangani pasien gangguan jiwa.
Pasien dapat Pasien menerma pasien apa adanya Salah satu kemampuan yang harus
membina meunjuukan rasa 7. Beri perhatian pada pemenuhan perawat miliki yaitu komunikasi.
hubungan saling senang kebutuhan pasien. Komunikasi merupakan pelekat antara
percaya Pasien bersedia perawat dalam melakukan proses
berjabat tangan. perawatan atau pemulihan kepada
Pasien bersedia pasien Komunikasi yang tidak efektif
menyebutkan akan mengarahkan kepada proses
nama perawatan atau pemulihan yang tidak
Ada kontak mata. tepat dan pengembangan rencana
Pasien bersedia asuhan tidak akan memenuhi pasien.
duduk Komunikasi yang digunakan oleh
berdampingan perawat harus efektif, sehingga
dengan perawat perawat dalam menyampaikan pesan
kepada pasien gangguan jiwa bisa
Pasien bersedia
diterima dan dimengerti, dan juga
mengutarakan
dalam proses perawatan dan
masalah yang
pemulihan kepada pasien gangguan
dihadapinya
jiwa bisa dilakukan dengan baik.
Komuikasi yang dilakukan dinamakan
bina hubungan saling percaya adalah
dasar dalam melakukan tindakan
keperawatan selanjutnya hal ini akan
membeikan dapak positif untuk
melanjutan interaksi dengan pasien.
Selain itu BHSP yang baik
mempengaruhi sifat keterbukaan
pasien terhadap kondisinya, dapat
juga digunakan untuk mengidentifikasi
apa yang sedang dialami dan
dirasakan pasien.
[ CITATION Boh19 \l 1033 ].
TUK I: Setelah 1x 1. Memfasilitasi remaja untuk Komunikasi keluarga yang baik akan
Remaja dapat pertemuan mengikuti kegiatan yang positif menunjang remaja dalam
mencapai tumbuh diharapkan pasien dan bermanfaat menemukan kegiatan positif,
kembang secara dapat menunjukka 2. Tidak membatasi atau terlau membuat lingkungn rumah semakin
optimal tanda tanda dapa mengekang remaja melainkan nyaman, menjadikean keluarga yang
membina hubungan membimbingnya demokratis tidak ada pengekangan
saling percaya 3. Menciptakan suasana rumah maupun perbedaan derajat dalam
dengan perawat, yang nyaman untuk rumah. Hal ini menunjukkan bahwa
dengan kriteria hasil: pengembangan bakat dan komunikasi merupakan suatu kunci
1. Remaja dapat kepribadian diri dalam keluarga. Seperti study kasus
memilih dan 4. Menyediakan waktu untuk yang dilakukan [ CITATION Mul19 \l
mengikuti kegiatan diskusi, mendengarkan keluhan, 1033 ] mengungkapkan bahwa
positif harapan dan cita-cita remaja dengan komunikasi yang benar maka
2. Remaja dapat dapat menanggulangi kenakalan
5. Tidak menganggap remaja
merasa nyaman remaja, teknik komunikasi yang
sebagai junior yang tidak
saat dirumah dilakukan dengan komunikasi pribadi
memiliki kemampuan apapun
3. Remaja dapat secara tatap muka sehingga pesan
menemukan yang disampaikan mudah dimengerti,
bakatnya jelas, dan tepat sasaran. Sehingga
4. Remaja dpat menghasilkan keterbukaan serta
mulai menyiapkan menguatkan hubungan emosional
masa depannya antara anak dan orang tua. Metode
(cita-cita) yang sapat digunakan dalam
komunikasi tatap muka seperti:
1. Metode dialog/diskusi
2. Metode teladan
3. Metode pembiasaan
4. Metode perhatian
5. Metode nasihat.
[ CITATION Mul19 \l 1033 ]
TUK II: Setelah 1x 1. Memfasilitasi remaja untuk Remaja pada umumnya meiliki
Remaja dapat pertemuan mengikuti kegiatan yang positif banyak komunitas hobi maupun
kembali mencapai diharapkan pasien bersama komunitas remaja komunitas belajar. Di Komunitas
tahap dapat menunjukka (olah raga, seni, bela diri, terdapat istilah sense of community
perkembangannya kepahaman dalam pramuka, pengajian,dll) adalah suatu perasaan yang dimiliki
secara normal mencapai tahap 2. Berperan sebagai teman curhat oleh individu bahwa dirinya adalah
perkembangan atau mendorong remaja untuk bagian dari suatu kelompok, penting
secara optimal bergaul dengan teman / orang bagi satu sama lain dan untuk
dengan kriteria hasil: lain kelompoknya, serta kepercayaan
1. remaja dapat 3. Berikan lingkungan yang (Goodwin et al., 2009). Menurut Arnett
mengikuti nyaman bagi remaja untuk (dalam Lane, 2015), pada tahap
kegiatan positif melakukan aktifitas bersama emerging adulthood, self-efficacy
2. remaja dapat kelompoknya yang dimiliki oleh individu masih
bergaul dengan 4. Membimbing remaja secara belum stabil karena individu berada
teman sebayanya bijak bila remaja terlibat dalam masa peralihan dan mengalami
3. remaja dapat kriminal, narkoba, perkelahian banyak perubahan. Akan tetapi,
bersosialisasi dan tindak asusila Sense of community dapat membantu
dengan individu untuk mengerjakan tugas
5. Sediakan waktu dan sesering
kelompoknya yang diberikan oleh komunitasnya
mungkin diskusi dengan remaja
4. remaja dapat karena, individu yang memiliki sense
menghindari of community akan lebih berusaha
kegiatan negatif untuk mengerjakan tugasnya dengan
baik karena ia menganggap bahwa
kelompok adalah hal yang penting
bagi dirinya dikarenakan sense of
community memiliki hubungan positif
dengan self-efficacy karena kelompok
memberikan ekspektasi yang harus
dicapai oleh anggota kelompok
lainnya. Selain itu, hubungan yang
terjadi di dalam kelompok dapat
meningkatkan kepercayaan diri
individu dalam mencapai ekspektasi
yang diberikan oleh kelompok.
Sumber informasi yang didapatkan
oleh individu melalui komunitasnya
dapat meningkatkan ketahanan
individu dalam menyelesaikan tugas.
Hal ini disebabkan karena dalam
menyelesaikan sebuah tugas yang
diberikan, individu membutuhkan
referensireferensi yang berguna untuk
menjadi bekalnya. Selain itu,
pengalaman orang lain dapat menjadi
suatu acuan ataupun bahan
pembelajaran bagi individu. Sehingga,
ketika individu menemukan suatu hal
yang menghambat penyelesaian
tugas tersebut, individu dapat
menjadikan pengalaman orang lain
sebagai referensinya untuk
menyelesaikan tugas yang diberikan
hingga selesai [ CITATION Luk18 \l
1033 ].
Pendidikan kesehatan pada
remaja tentang bahaya napza juga
dinilai sangat penting. Pendidikan
kesehatan yang diberikan dengan
baik dan benar maka akan membantu
meningkatkan pengetahuan
seseorang, kelompok, maupun
masyarakat selain itu dengan
pemberian pendidikan kesehatan
sebagai informasi dapat membantu
mempercepat seseorang untuk
memperoleh pengetahuan yang baru
Setelah diberikan pendidikan
kesehatan sebagian besar responden
mengalami peningkatan pengetahuan,
mereka tidak hanya telah mengetahui
namun juga telah mampu memahami
tentang pencegahan penyalahgunaan
NAPZA dengan baik dan secara
keseluruhannya seperti dampak bagi
individu, lingkungan sosial, dan
masyarakat. [ CITATION Car19 \l
1033 ]
TUK III: Setelah 1x 1. Jelaskan ciri perkembangan Pada masa remaja terdapat
1) Keluarga mampu pertemuan remaja yang normal dan perubahan perubahan dalam proses
memahami diharapkan keluarga menyimpang pertumbuhan dan juga
perilaku yang dapat membantu 2. Jelaskan cara yang dapat perkembangan sehingga remaja
menggambarkan remaja dalam dilakukan keluarga untuk perlu beradaptasi terhadap
perkembangan mencapai tahap memfasilitasi perkembangan perubahan yang terjadi. Dalam hal
remaja yang perkembangan remaja yang normal ini, rasa percaya diri yang dimiliki
normal dan dengan kriteria hasil: 3. Fasilitasi remaja untuk remaja dapat menimbulkan
menyimpang dan 1. Mengetahui berinteraksi dengan kelompok pandangan hidup yang positif pada
mengembangkan perkembangan sebay remaja dalam menghadapi
kemampuan remaja normal 4. Anjurkan keluarga agar permasalahan dalam hidupnya. Oleh
psikososial remaja dan negative memotivasi remaja untuk bergaul karena itulah pentingnya
2. Memfasilitasi dengan orang lain yang meningkatkan koping pada remaja
interaksi remaja membuatnya nyaman supaya dapat digunakan dalam
3. Keluarga dapat mencurahkan perasaan, menghadapi permasalahan yang
memotivasi perhatian, dan kekhawatiran terjadi dalam hidupnya. Remaja perlu
remaja dalam 5. Berperan sebagai teman curhat diimbangi dengan dukungan sistem
bersosialisasi bagi remaja pada remaja untuk keoptimlah
4. Keluarga dapat 6. Berperan sebagai contoh bagi kesehatan jiwa remaja (emosional,
menjadi tempat remaja daam melakukan psikologis dan sosial) diantaranya:
yang nyaman interaksi sosial yang baik 1. Keluarga
untuk bercerita 2. Sekolah
5. Keluarga dapat 3. Teman sekelas
menjadi role 4. Teman dekat
model yang baik Dalam jurnal yang berujudul
untuk remaja Gambaran Dukungan Sosial
Terhadap Kesejahteraan Emosional,
Psikologi Dan Sosial Pada
Kesehatan Jiwa Remaja
mengungkapkan bahwa dukungan
social tersebut mempengaruhi
kesejahteraan emosional, psikologi
dan social remaja, dan factor yang
paling berkontribusi adalah factor
dukungan social orang tua
[ CITATION Sul18 \l 1033 ].
H. STRATEGI PELAKSANAAN DAN SPTK PADA REMAJA
SP PASIEN KELUARGA
1. 1. Memfasilitasi remaja untuk mengikuti 1. Jelaskan ciri perkembangan remaja yang normal
kegiatan yang positif dan bermanfaat dan menyimpang
2. Tidak membatasi atau terlau mengekang 2. Jelaskan cara yang dapat dilakukan keluarga untuk
remaja melainkan membimbingnya memfasilitasi perkembangan remaja yang normal
3. Menciptakan suasana rumah yang nyaman 3. Fasilitasi remaja untuk berinteraksi dengan
untuk pengembangan bakat dan kelompok sebay
kepribadian diri 4. Anjurkan keluarga agar memotivasi remaja untuk
4. Menyediakan waktu untuk diskusi, bergaul dengan orang lain yang membuatnya
mendengarkan keluhan, harapan dan cita- nyaman mencurahkan perasaan, perhatian, dan
cita remaja kekhawatiran
5. Berperan sebagai teman curhat bagi remaja
5. Tidak menganggap remaja sebagai junior
6. Berperan sebagai contoh bagi remaja daam
yang tidak memiliki kemampuan apapun
melakukan interaksi sosial yang baik
2. 1. Memfasilitasi remaja untuk mengikuti
kegiatan yang positif bersama komunitas
remaja (olah raga, seni, bela diri,
pramuka, pengajian,dll)
2. Berperan sebagai teman curhat atau
mendorong remaja untuk bergaul dengan
teman / orang lain
3. Berikan lingkungan yang nyaman bagi
remaja untuk melakukan aktifitas bersama
kelompoknya
4. Membimbing remaja secara bijak bila
remaja terlibat kriminal, narkoba,
perkelahian dan tindak asusila
5. Sediakan waktu dan sesering mungkin
diskusi dengan remaja
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SPTK) 1
KESIAPAN PENINGKATAN PERKEMBANGAN REMAJA
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien:
Saudara Dimas Ariyo remaja berusia 17 tahun, pelajar kelas 3 SMA. Sdr Dimas
tinggal bersama kedua orang tua dan 2 kakaknya. Sehari-hari dimas berangkat ke
sekolah bersama teman dekatnya. Dimas merupakan seorang siswa SMA yang aktif
disekolah
2. Diagnosa Keperawatan: Kesiapan peningkatan perkembangan remaja
3. Tujuan khusus
a. Melakukan pengkajian faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan remaja
b. Memfasilitasi remaja untuk mengikuti kegiatan yang positif dan bermanfaat
c. Tidak membatasi atau terlau mengekang remaja melainkan membimbingnya
d. Menyediakan waktu untuk diskusi, mendengarkan keluhan, harapan dan cita-cita
remaja
e. Tidak menganggap remaja sebagai junior yang tidak memiliki kemampuan
apapun
4. Tindakan keperawatan
5. Membina hubungan saling percaya
a. Mendiskusikan dengan remaja factor-factor yang melatarbelakangi
perkembangan remaja
b. Memotivasi remaja untuk melakukan kegiatan yang positif
c. Memberikan reward kepada remaja atas kegiatan positif yang telh dilakukan
d. Memasukkan kejadwal kegiatan harian remaja
B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
Orientasi:
2. Salam terapeutik
“Selamat pagi mas, perkenalkan. nama saya Venty mahasiswi Profesi Keperawatan UB
yang bertugas untuk membantu warga dalam mendiskusikan masalah kesehatan yang
dialami wrga di RW ini selama 2 minggu, kalua boleh tau nama mas siapa? Suka
dipanggil siapa?”
3. Evaluasi/validasi.
“Bagaimana kabar Mas dimas hari ini? Apa yang Mas dimas rasakan hari ini?adakah
yang mas pikirkan ”
4. Kontrak : topik, waktu, tempat
“Bagaimana kalau Mas dimas menceritakan pada saya bagaimana perasaan dan
keadaan mas dimas? Boleh tentng kegiatan dirumah/kegiatan disekolah.“
“Kira-kira mas dimas mau berapa lama kita akan berbincang?baik 30 menit ya mas??”
“Mas dimas mau kita berbincang-bincang dimana? Di sini saja? Baiklah.”
Kerja:
“Apa saja kegiatan yang sering mas dimas lakukan di sekolah? Ooh, bermain basket
ya,kalau dirumah? Kegiatan mana yang paling mas dimas sukai? Apa yang mas dimas
rasakan kalau mas dimas sedang mengikuti kegiatan di sekolah? Senang dan semangat ya.
Bagaimana dengan kondisi fisik mas dimas dengan banyaknya kegiatan yang mas dimas
ikuti? Apa tujuan mas dimas mengikuti kegiatan – kegiatan tersebut?”
“Sejak kapan mas dimas merasa senang mengikuti kegiatan bersama teman – teman mas
dimas? Siapa yang menginspirasi mas dimas untuk aktif di berbagai kegiatan? Apakah hal
tersebut merupakan keinginan mas dimas secara pribadi atau ada orang lain yang
menyuruh mas dimas? Seberapa sering dalam seminggu mas dimas ikut kegiatan di luar
rumah? Pernahkah ada masalah yang terjadi antara mas dimas dengan teman sepermainan
atau di organisasi tempat mas dimas beraktivitas? Kalau pernah apa yang mas dimas
lakukan ketika ada masalah? Apakah cara yang mas dimas lakukan mampu menyelesaikan
masalah? Adakah cara lain yang mas dimas lakukan? Bagus sekali jawaban mas dimas…. “
“Bagaimana dengan orangtua, apakah mas dimas sering menceritakan masalah mas dimas
ke orangtua? Pernahkah mas dimas mengalami trauma terkait dengan pertemanan di masa
lalu? Kapan? Bagaimana ceritanya? Oiya tadi mas dimas bilang kalau salah satu tujuan
mas dimas berorganisasi adalah untuk memotivasi mas dimas meraih cita – cita. Apa
harapan dan cita – cita mas dimas? Ohh menjadi tentara ya. Apa saja selain berorganisasi
yang sudah mas dimas siapkan untuk meraih cita- cita mas dimas? Berllatih berenang dan
memperbaiki fisik dan mental ya. Bagus,… bagaimana kalau sekarang kita buat agenda
kegiatan harian mas dimas, agar dapat lebih rapi”
Terminasi
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
a. Penilaian subjektif :
“Bagaimana perasaan Mas dimas sekarang? Apa Mas dimas merasa senang
setelah kita bercakap-cakap?”
b. Penilaian objektif :
“Kalau begitu, coba Mas dimas jelaskan lagi, hal-hal yang Mas dimas dapatkan
dari perbincangan kita tadi”
2. Tindak lanjut klien (apa yang perlu dilatih klien sesuai dengan hasil tindakan yang
telah dilakukan)
“Baik, karena kegiatan mas dimas yang banyak bagaimana kalau kita membuat
jadwal kegiatan harian?gunanya unuk melatih kedisiplinan dan agar kegiatan mas
dimas dapat tertata rapi? Mau ya? Kalau begitu kita mulai menyusun kegiatan
tersebut ya. Nah setelah mas mempunyai jadwal kegiatan ini, mas dimas bias
menerapkan kegiatan sesuai jadwal dan akan kita evaluasi keefektifan penjadwalan
ini terhadap waktu mas dimas minggu depan, jangan lupa dicatat ya kegiatannya”
3. Kontrak yang akan datang (Topik, waktu, dan tempat)
“Sesuai dengan kontrak kita tadi kita berbincang-bincang selama 30 menit dan
sekarang sudah 30 menit mas. Mas dimas,, Bagaimana minggu depan pada hari
yang sama saya akan maen lagi kesini dan kita lihat bagaimana pelaksanaannya?
setuju? kalau minggu depan jam berapa mas dimas ada waktu luang untuk ketemu
dengan kakak? Dimana?” Sampai ketemu minggu depan ya, ditempat ini,OK?
Assalamu’alaikum.”
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SPTK) 2
KESIAPAN PENINGKATAN PERKEMBANGAN REMAJA
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien:
Saudara Dimas Ariyo remaja berusia 17 tahun, pelajar kelas 3 SMA. Sdr Dimas tinggal
bersama kedua orang tua dan 2 kakaknya. Sehari-hari dimas berangkat ke sekolah
bersama teman dekatnya. Dimas merupakan seorang siswa SMA yang aktif disekolah
2. Diagnosa Keperawatan: Kesiapan peningkatan perkembangan remaja
3. Tujuan khusus
a. Memfasilitasi remaja untuk mengikuti kegiatan yang positif (olah raga, seni, bela
diri, pramuka, pengajian,dll)
b. Berikan lingkungan yang nyaman bagi remaja untuk melakukan aktifitas bersama
kelompoknya
c. Membimbing remaja secara bijak bila remaja terlibat kriminal, narkoba,
perkelahian dan tindak asusila
d. Sediakan waktu dan sesering mungkin diskusi dengan remaja
4. Tindakan keperawatan
a. Mendiskusikan kegiatan positif untuk menunjang cita cita
b. Mediskusikan tentang lingkugan nyman untuk pelajar
c. Memberikan penkes untuk menjauhi tindakan kriminal, narkoba, atau perkelahian
d. Memotivasi untuk membentu SHG pada remaja remaja yang memiliki cita” sama
I. DOKUMENTASI KEPERAWATAN
Dokumentasi merupakan suatu dokumen yang berisi data lengkap, nyata, dan tercatat
bukan hanya tentang tingkat kesakitan pasien tetapi juga jenis dan kualitas pelayanan
kesehatan yang di berikan (Nurhafni, 2013). Perry & potter (2005) juga menjelaskan tujuan
pendokumentasian yaitu sebagai alat komunikasi tim kesehanan untuk menjelaskan
perawatan klien termaksuk perawatan individual, edukasi klien dan penggunaan rujukan
untuk rencana pemulangan. Dalam melaksanakan dokumentasi asuhan keperawatan harus
mengikuti tujuh standar dokumentasi asuhan keperawatan yaitu harus sabar, harus berisi
pekerjaan yang sebenarnya dari perawat pendidikan dan dokungan psikososial, ditulis harus
mencerminkan klinis perawat, harus logis dan berurutan, harus ditulis coteemporameously
(segera setelah peristiwa terjadi), catatan harus lengkap tentang keperawatan dan tentang
hal diluar keperawatan, harus memenuhi persyaratan hukum (Johnson, Jefferis & Landon,
2010). Tahapan dokumentasi:
1. Dokumentasi pengkajian askep
2. Dokuemtasi diagnosis askep
3. Dokumentasi rencana askep
4. Dokumentasi implementasi askep
5. Dokumentasi evaluasi askep
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M & Asrori, M., (2016). PSIKOLOGI REMAJA: PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK.
Jakarta :Bumi Aksara
Carolina, P., & Taringan, Y. U. (2019). PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP
TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA DALAM PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN
NAFZA DI SMA KATOLIK ST. PETRUS KANISIUS PALANGKA RAYA. Jurnal Surya
Medika volume 4 no 2, 79-87.
Dalami, Ermawati. 2010. KONSEP DASAR KEPERAWATAN JIWA. Jakarta : Trans Info
Media.
Harahaf, Nurhafni. PENGEMBANGAN DOKUMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN DI RUANG
PERAWATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LANGSA. 2013
Jahja, Yudrik. (2012). PSIKOLOGI PERKEMBANGAN. Jakarta: Prenadamedia Group
Johnson, M., Jefferies, D. & Langdon, R. THE NURSING AND MIDWIFERY CONTENT AUDIT
TOOL (NMCAT): A SHORT NURSING DOCUMENTATION AUDIT TOOL. JOURNAL
OF NURSING MANAGEMENT, 18, 832-845. 2010.
Keliat, B. A. dkk. 2011. KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA KOMUNITAS : CMHN
(BASIC COURSE). Jakarta : EGC.
Keliat., Daulima, N, H., C., & Farida (2011). MANAJEMEN KEPERAWATAN PSIKOSOSIAL
DAN KADER KESEHATAN JIWA: CMHN (INTERMEDIATE COURSE). Jakarta: EGC
Keliat, B. A., Soimah, Mulia, M., Wibawa, I. R., Triyaspodo, K., Rasmawati, & Khoirunnissa, M.
L. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN JIWA. Jakarta: EGC.
Kozier. (2010). BUKU AJAR PRAKTIK KEPERAWATAN KLINIS. Edisi 5. Jakarta : EGC
Lukito, A. C., Lidiawati, K. R., & Matahari, D. (2018). SENSE OF COMMUNITY DAN SELF-
EFFICACY PADA MAHASISWA YANG MENGIKUTI KOMUNITAS KESENIAN . Jurnal
Psikologi Talenta Volume 04, No 01.
Muliaty, A., Shuhufi, M., & Arif, M. (2019). STUDI KASUS DALAM MENANGGULANGI
KENAKALAN REMAJA MELALUI KOMUNIKASI KELUARGA . Jurnal Idaarah, Vol 3, No
1, 8-19.
Papalia, et. al. (2011) HUMAN DEVELOPMENT, 10th ed. Salemba humanika: Jakarta
Potter, P., & Perry, A., G., P. BUKU AJAR FUNDAMENTAL KEPERAWATAN KONSEP,
PROSES DAN PRAKTIK, Edisi 4. Volume 1,. Jakarta: EGC, 2005.
PSulistiowati, N. D., Keliat, B. A., Bersal, & Wakhid, A. (2018). GAMBARAN DUKUNGAN
SOSIAL TERHADAP KESEJAHTERAAN EMOSIONAL, PSIKOLOGI DAN SOSIAL
PADA KESEHATAN JIWA REMAJA. Jurnal Ilmu Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal
Volume 8 No 2, 116-122.
Santrock (2003) John W. ADOLESCENCE. PERKEMBANGAN REMAJA. EDISI KEENAM.
Jakarta: Erlangga.
Sarwono, Sarlito (2014) PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA. Indonesia: Rajawali Pers.
Sumiati & Asra. (2009). METODE PEMBELAJARAN. Bandung: CV Wacana Prima.
LAPORAN PENDAHULUAN DAN
ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT JIWA USIA DEWASA (19 – 64 TAHUN)
1. Konsep Dasar
1.1 Pengertian Dewasa
Dewasa merupakan tahap perkembangan manusia yang berada pada 19-30 tahun
dan pada usia ini individu harus mampu berinteraksi akrab dengan orang lain (Erickson,
1963).
Dewasa adalah tahap perkembangan manusia usia 30 – 60 tahun dimana pada
tahap ini individu mampu terlibat dalam kehidupan keluarga, masyarakat, pekerjaan, dan
mampu “membimbing anaknya”. Individu harus menyadari, apabila kondisi tersebut tidak
terpenuhi dapat menyebabkan “ketergantungan dalam pekerjaan dan keuangan”.
Pada masa ini penekanan utama dalam perkembangan identitas diri untuk membuat
ikatan dengan orang lain yang menghasilkan hubungan intim. Orang dewasa
mengembangkan pertemanan abadi dan mencari pasangan atau menikah dan terikat
dalam tugas awal sebuah keluarga.
Levinson (1978) mengatakan bahwa pada masa ini seseorang berada pada puncak
intelektual dan fisik. Selama periode ini kebutuhan untuk mencari kepuasan diri tinggi.
Selain itu masa dewasa awal seseorang berpindah melalui tahap dewasa baru, dari
asumsi peran junior pada pekerjaan, memulai perkawinan dan peran orang tua dan
memulai pelayanan pada komunitas ke suatu tempat yang lebih senior di rumah,
pekerjaan dan di komunitas. Kegagalan dalam berhubungan akrab dan memperoleh
pekerjaan dapat menyebabkan individu menjauhi pergaulan dan merasa kesepian lalu
menyendiri.
Perkembangan masa dewasa dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Dewasa awal
Dewasa awal merupakan masa dewasa atau satu tahap yang dianggap
kritikal selepas remaja yang berumur dua puluhan (20-an) sampai tiga puluhan (30-
an). Dianggap kritikal karena disebabkan pada masa ini manusia berada pada tahap
awal pembentukan karir dan keluarga. Pada peringkat ini, sesorang perlu membuat
pilihan yang tetap demi menjamin masa depannya terhadap pekerjaan dan keluarga,
pada masa ini juga seseorang akan menghadapi dilema antara pekerjaan dan
keluarga. Berbagai masalah mulai timbul terutama dalam perkembangan karir dan
juga hubungan dalam keluarga, masalah yang timbul tersebut merupakan salah satu
bagian dari perkembangan.
Sosio-emosional adalah perubahan yang terjadi pada diri setiap individu
dalam warna afektif yang meyertai setiap keadaan atau perilaku individu.
Menurut teori Erikson, tahap dewasa awal yaitu mereka di dalam lingkungan
umur 20 an ke 30an. Pada tahap ini manusia mulai menerima dan memikul
tanggung jawab yang lebih berat. Pada tahap ini juga hubungan intim mulai berlaku
dan berkembang.
2. Dewasa madya
Masa dewasa madya adalah masa peralihan dewasa yang berawal dari
masa dewasa muda dan berusia 40-60 tahun, pada masa dewasa madya, ada
aspek-aspek tertentu yang berkembang secara normal, dan aspek-aspek lainnya
berjalan lambat atau berhenti. Bahkan ada aspek-aspek yang mulai menujukkan
terjadinya kemunduran.
Aspek jasmaniah mulai berjalan lamban, berhenti dan secara berangsur
menurun, aspek-aspek psikis (intelektual-sosial-emosional-nilai) masih terus
berkembang walaupun tidak dalam bentuk penambahan atau peningkatan
kemampuan tetapi berupa perluasan dan pematangan kualitas. Pada akhir masa
dewasa madya (sekitar usia 40 tahun), kekuatan aspek-aspek psikis ini pun secara
berangsur ada yang mulai menurun, dan penurunannya cukup drastis pada akhir
usia dewasa.
Menurut Lavinson, masa dewasa Madya berusia 40-50 tahun. Masa dewasa
Madya adalah masa peralihan dari masa dewasa awal. Pada usia 40 tahun
tercapailah puncak masa dewasa. Setelah itu mulailah peralihan kemasa madya
(tengah baya antara usia 40-45 tahun), dalam masa ini seseorang memiliki 3 macam
tugas:
1. Penilaian kembali pada masa lalu
2. Perubahan struktur kehidupan
3. Proses individuasi
Artinya seseorang menilai masa lalu dengan kenyataan yang ada saat ini,
dan dengan pandangan kedepan seseorang merubah struktur kehidupannya dengan
penyesuaian pemikiran rasional pada zaman ini pula. Proses individuasi akan
membangun struktur kehidupan baru yang langsung sampai fase penghidupan yang
berikutnya yaitu pemulaan masa madya (45-50 tahun)
3. Dewasa Akhir
Masa dewasa lanjut usia merupakan masa lanjutan atau masa dewasa akhir
(60 keatas). Perlu memperhatikan khusus bagi orangtuanya yang sudah menginjak
lansia dan anaknya yang butuh dukungan juga untuk menjadi seorang dewasa yang
bertanggung jawab. Di samping itu permasalahan dari diri sendiri yang berubah fisik,
mulai tanda penuaan yang cukup menyita perhatian.
Saat individu memasuki dewasa akhir mulai terlihat gejala penurun fisik dan
psikologis, perkembangan intelektual dalam lambatnya gerak motorik, pencarian
makna hidup selanjutnya. Menurut Erikson tahap dewasa akhir memasuki tahap
integriti vs despair yaitu kemampuan perkembangan lansia mengatasi krisis
psikososialnya. Banyak stereotip positif dan negative yang mampu mempengaruhi
kepribadian lansia. Integritas ego penting dalam menghadapi kehidupan dengan
puas dan bahagia. Hal ini berdampak pada hubungan sosialnya dan produktifitasnya
yang puas. Lawannya adalah Despair yaitu rasa takut mati dan hidup terlalu singkat,
rasa kekecewaan. Beberapa cara hadapi krisis dimasa lansia adalah tetap produktif
dalam peran social, gaya hidup sehat dan kesehatan fisik.
Akibat perubahan fisik yang semakin menua maka perubahan ini akan
sangat berpengaruh terhadap peran dan hubungan dirinya dengan lingkungannya.
Dengan semakin lanjut usia seseorang secara berangsur-angsur ia mulai
melepaskan dirinya dari kehidupan socialnya Karena berbagai keterbatasan yang
dimiliknya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi social para lansia menurun, baik
secara kualitas maupun kuantitasnya sehingga hal ini secara perlahan
mengakibatkan terjadinya kehilangan dalam berbagai hal yaitu: kehilangan peran
ditengah masyarakat, hambatan kontak fisik dan berkurangnya komitmen.
Menurut Erikson, perkembangan psikososial masa dewasa akhir ditandai
dengan tiga gejala penting, yaitu keintiman, generative dan integritas.
a. Perkembangan keintiman
Keintiman dapat diartikan sebagai suatu kemampuan memperhatikan
orang lain dan membagi pengalaman dengan mereka. orang-orang yang tidak
dapat menjalin hubungan intim dengan orang lain akan terisolasi. Menurut
Erikson, pembentukan hubungan inti mini merupakan tantangan utama yang
dihadapi oleh orang yang memasuki masa dewasa akhir.
b. Perkembangan Generatif
Ketika seseorang mendekati usia dewasa akhir, pandangan mereka
mengenai jarak kehidupan cenderung berubah. Mereka tidak lagi memandang
kehidupan dan pengertian waktu masa anak-anak, seperti cara anak muda
memandang kehidupan, tetapi mereka mulai memikirkan mengenai tahun yang
tersisa untuk hidup. Pada masa ini, banyak orang yang membangun kembali
kehidupan mereka dalam pengertian prioritas, menentukan apa yang penting
untuk dilakukan dalam waktu yang masih tersisa
c. Perkembangan integritas
Integritas merupakan tahap perkembangan psikososial Erikson yang
terakhir. Integritas paling tepat dilukiskan sebagai keadaan yang dicapai
seseorang setelah memelihara benda-benda, orang-orang, produk-produk dan
ide-ide, serta setelah berhasil melakukan penyesuaian diri dengan berbegai
keberhasilan dan kegagalan dalam kehidupannya. Lawan dari integritas adalah
keputusan tertentu dalam menghadapi perubahan-perubahan siklus kehidupan
individu, terhadap kondisi-kondisi social dan historis, ditambah dengan kefanaan
hidup menjelang kematian.
Tahap integritas ini dimulai kira-kira usia sekitar 65 tahun, dimana orang-
orang yang tengah berada pada usia itu sering disebut sebagai usia tua atau
orang usia lanjut. Usia ini banyak menimbulkan masalah baru dalam kehidupan
seseorang. Meskipun masih banyak waktu luang yang dapat dinikmati, namun
karena penurunan fisik atau penyakit yang melemahkan telah membatasi
kegiatan dan membuat orang tidak merasa berdaya
Terdapat beberapa tekanan yang membuat orang usia tua ini menarik diri
dari keterlibatan social:
1) Ketika masa pensiun tiba dan lingkungan berubah, orang mungkin lepas dari
peran dan aktifitas selama ini
2) Penyakit dan menurunya kemampuan fisik dan mental, membuat ia terlalu
memikirkan sendiri secara berlebihan
3) Orang-orang lebih muda disekitarnya cenderung menjauh darinya
4) Pada saat kematian semakin mendekat, orang lain seperti ingin membuang
semua hal bagi dirinya tidak bermanfaat lagi.
Jadi, tumbuh kembang dewasa muda, menengah dan akhir berbeda.
Persamaannya dilihat dari tanda-tanda memasuki usia dewasa seseorang/
individu, yaitu:
a. Membuat keputusan penting dalam menunjang karir, kesehatan dan
hubungan personalnya
b. Memiliki kedudukan dan peran sebagai orang penting seperti pekerja, orang
tua dan pasangan hidup
c. Mencapai kematangan psikologis sebagai orang dewasa dan segala macam
tanggung jawabnya serta sistematis dan analitis
Menurut Lavinson, dewasa akhir mulai berumur 50-55 tahun sering
kali merupakan krisis bila sesorang tidak sepenuhnya berhasil dalam
penstrukturan kembali hidupnya pada peralihan ke dewasa madya. Sesudah
itu langkah puncak (55-60 tahun) sekaligus menandai masa dewasa akhir
Menurut Anderson dalam Mubin & Cahyadi (2006), seseorang yang sudah dewasa
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Ada tiga tahapan perkembangan psikososial pada usia dewasa antara lain:
1. Keintiman vs isolasi (intimacy versus isolation) adalah tantangan pada usia dewasa
muda, hal terpenting pada tahap ini adalah adanya suatu hubungan (Erikson 1902-
1994 dalam Wade & Tavris, 2008). Masa dewasa awal (young adulthood) ditandai
adanya kecenderungan intimacy dan isolation. Pada tahap ini individu sudah mulai
selektif membina hubungan yang intim, hanya dengan orang-orang tertentu yang
sepaham. Jadi pada tahap ini timbul dorongan untuk membentuk hubungan yang
intim dengan orang-orang tertentu, dan kurang akrab atau renggang dengan orang
lainnya.
Orang dewasa muda perlu membentuk hubungan dekat dan cinta dengan
orang lain. Cinta yang dimakssud tidak hanya mencakup hubungan dengan kekasih
namun juga hubungan dengan orang tua, tetangga, sahabat, dan lain-lain. Ritualisasi
yang terjadi pada tahap ini yaitu adanya afilisiasi dan elitism. Afilisiasi menunjukkan
suatu sikap yang baik dengan mencerminkan sikap untuk mempertahankan cinta
yang dibangun dengan sahabat, dan kekasih. Sedangkan elitisme menunjukkan sikap
yang kurang terbuka dan selalu menaruh curiga terhadap orang lain. Keberhasilan
memunculkan hubungan kuat, sedangkan kegagalan menghasilkan kesepian dan
kesendirian (Erikson dalam Sumanto, 2014).
Orang dewasa perlu menciptakan atau memelihara hal-hal yang akan menjadi
penerus hidup mereka, kerap dengan memiliki anak atau menciptakan suatu
perubahan positif yang memberi manfaat bagi orang lain. Melalui generativitas akan
dapat dicerminkan sikap memerdulikan orang lain, sedangkan stagnasi yaitu
pemujaan terhadap diri sendiri atau digambarkan dengan tidak perduli dengan siapa
pun.
Maladaptif yang kuat akan menimbulkan sikap terlalu perduli, sehingga mereka
tidak punya waktu untuk mengurus diri sendiri. Selain itu malignansi yang ada adalah
penolakan, dimana seseorang tidak dapat berperan secara baik dalam lingkungan
kehidupannya akibat dari semua itu kehadirannya di tengah-tengah area
kehidupannya kurang mendapat sambutan yang baik.
Harapan yang ingin dicapai pada masa ini yaitu terjadinya keseimbangan antara
generativitas dan stagnasi guna mendapatkan nilai positif. Ritualisasi dalam tahap ini
7. Integritas ego vs keputusasaan (ego integrity versus despair) adalah tantangan akhir
dari masa lanjut usia (Erikson 1902-1994 dalam Wade & Tavris, 2008). Hal terpenting
pada masa ini ialah adanya refleksi atas kehidupan. Saat beranjak tua, orang berusaha
mencapai tujuan akhir yaitu kebijaksanaan, ketenangan spiritual, dan penerimaan
dalam hidup. Orang dewasa akhir perlu melihat ke belakang dalam kehidupan mereka
dan merasakan suatu rasa pemenuhan. Keberhasilan tahap ini mendorong perasaan
arif, sedangkan kegagalan menghasilkan penyesalan, kepahitan, dan keputusasaan
(Upton, 2012).
1.5 Karakteristik
a. Karakteristik Perilaku Normal
1. Menjalin interaksi yang hangat dan akrab dengan orang lain
2. Mempunyai hubungan dekat dengan orang-orang tertentu (pacar, sahabat)
3. Membentuk keluarga
4. Mempunyai komitmen yang jelas dalam bekerja dan berinteraksi
5. Merasa mampu mandiri karena sudah bekerja
6. Memperlihatkan tanggungjawab secara ekonomi, sosial dan emosional
7. Mempunyai konsep diri yang realistis
8. Menyukai diri dan mengetahui tujuan hidup
9. Berinteraksi baik dengan keluarga
10. Mampu mengatasi stress akibat perubahan dirinya
11. Menganggap kehidupan sosialnya bermakna.
12. Mempunyai nilai yang menjadi pedoman hidupnya.
Identitas Nama,Usia, Jenis Kelamin, Nomor Rekam Medik dan Diagnosa Medis
2. Keluhan
Keluhan utama saat pengkajian yang paling sering muncul / dominan dirasakan klien dan
intervensi yan telah klien/keluarga berikan untuk meringankan keluhan.
3. Status Perkembangan
4. Faktor Presipitasi
Data yang dikaji berupa riwayat perkembangan kesehatan 6 bulan terakhir terdiri dari bio,
psiko, sosial, spritual untuk mengetahui stimulasi dan perkembangan pasien sesuai dengan
umur pasien.
5. Faktor predisposisi
Faktor Predisposisi adalah faktor pendukung (bio, psiko, sosial) yang berkontras dimasa
timbulnya gangguan perkembangan. Faktor predisposisi yang harus dikaji meliputi: kapan
terjadinya, keluhan/tanda gejala, penyebab/faktor faktor yang melatar belakangi, apa yang
sudah dilakukan.
6. Pengkajian Psikososial
Data yang dikaji adalah penulusuran genetik yang berupa genogram, riwayat penakit pasien/
keluarga beserta penatalaksanaannya, data tentang konsep diri klien (citra tubuh, identitas
diri, peran, ideal diri, harga diri), hubungan sosial dan aspek spiritual serta pemknaan dalam
spiritual.
Pengkajian yang digunakan untuk mellihat respon individu jika berhadapan dengan stressor,
terdiri dari respon kogitif, afektif,fisiologis, dan respon sosial.
8. Sumber koping
9. Mekanisme koping
Kaji respon klien dalam menghadapi suatu permasalahan, apakah menggunakan cara-
cara yang adaptif (konstruktif) atau maladaptive (distruktif)
Karakteristik Perilaku
a. Karakteristik Perilaku Normal
1. Menjalin interaksi yang hangat dan akrab dengan orang lain
2. Mempunyai hubungan dekat dengan orang-orang tertentu (pacar, sahabat)
3. Membentuk keluarga
4. Mempunyai komitmen yang jelas dalam bekerja dan berinteraksi
5. Merasa mampu mandiri karena sudah bekerja
6. Memperlihatkan tanggungjawab secara ekonomi, sosial dan emosional
7. Mempunyai konsep diri yang realistis
8. Menyukai diri dan mengetahui tujuan hidup
9. Berinteraksi baik dengan keluarga
10. Mampu mengatasi stress akibat perubahan dirinya
11. Menganggap kehidupan sosialnya bermakna.
12. Mempunyai nilai yang menjadi pedoman hidupnya.
b. Karakteristik penyimpangan perkembangan
1. Tidak mempunyai hubungan akrab
2. Tidak mandiri dan tidak mempunyai komitmen hidup
3. Konsep diri tidak realistis
4. Tidak menyukai diri sendiri
5. Tidak mengetahui arah hidup
6. Tidak mampu mengatasi stress
7. Hubungan dengan orang tua tidak harmonis
8. Bertindak semaunya sendiri dan tidak bertanggung jawab
9. Tidak memiliki nilai dan pedoman hidup yang jelas, mudah terpengaruh
10. Menjadi pelaku tindak antisosial (kriminal, narkoba, tindak asusila)
2.2 Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan Generalis
1. Meningkatkan pemisahan dari autokratis keluarga
Intervensi:
a. Persiapan peningkatan perkembangan dewasa
b. Perkuat kebebasan yang sesuai
c. Gali tindakan alternatif untuk membantu dalam membuat keputusan
d. Dorong komunikasi dengan keluarga
2. Memulai identitas orang dewasa
Intervensi:
a. Hargai tindakan bebas
b. Perkuat keputusan yang sesuai
3. Menjalankan peran kepemimpinan dalam komunitas
Intervensi:
a. Perkuat kesenangan dalam aktivitas komunitas
b. Gali cara untuk berpartisipasi dalam aktivitas komunitas
c. Dorong perkembangan keterampilan kepemimpinan
4. Memulai keseimbangan tanggungjawab pribadi dan pekerjaan
Intervensi:
a. Perkuat kebutuhan untuk menyeimbangkan tanggungjawab pribadi dan pekerjaan
b. Bantu menentukan kesenangan dan menyediakan sumberdaya untuk
mengembangkan kesenangan ini
5. Mengembangkan hubungan dalam pekerjaan
Intervensi:
a. Perkuat kebutuhan untuk jaringan kerja
b. Gali alternatif kerier dan cara untuk kemajuan
c. Gali pilihan untuk peningkatan tanggungjawab dan cara untuk mengatasi peningkatan
tanggung jawab
6. Meningkatkan kemampuan meyelesaikan masalah
Intervensi:
a. Bantu dalam aktivitas penyelesaian masalah dengan mengeksplorasika alternatif
b. Bantu dalam mengklarifikasi tujuan
c. Berikan informasi tentang sumber untuk perkembangan keterampilan atau pencapaian
tujuan
7. Menetapkan perilaku peran perkawinan
Intervensi:
a. Perkuat diskusi tentang pandangan dengan pasangan atau calon pasangan
b. Berikan informasi tentang pandangan atau opini alternatif
8. Memulai penerimaan peran ganda menjadi orangtua
Intervensi:
a. Gali perasaan
b. Gali nilai dan alternatif mengenai orangtua
c. Perkuat prilaku pencarian informasi
d. Berikan informasi tentang prilaku orangtua atau kelas orangtua
9. Mengevaluasi ulang dan mengembangkan keterampilan menjadi orangtua yang
konsisten dengan kebutuhan pertumbuhan anak
Intervensi:
a. Hargai pengakuan adanya perbedaan
b. Berikan informasi tentang perkembangan kebutuhan anak
c. Sarankan keterampilan alternatif sebagai orangtua
10. Menyesuaikan perubahan karier
Intervensi:
a. Gali perasaan tentnag perubahan karier
b. Sarankan cara untuk mengurangi stress selama perubahan karier
c. Sarankan strategi untuk memudahkan adaptasi dengan perubahan karier atau
menguatkan strategi yang telah digunakan gali dampak perubahan pada diri/ atau
keluarga
11. Menyesuaikan relokasi
Intervensi:
a. Gali dampak perubahan pada diri dan/atau keluarga
b. Berikan informasi tentang sumber lokal
c. Perkuat aktivitas pencapaian tujuan
12. Menyeimbangkan peran ganda
Intervensi:
a. Gali perasaan tentang peran ganda
b. Bantu dalam memprioritaskan aktivitas
c. Diskusikan aktivitas yang bisa dikurangi atau diterima oleh oranglain
Aktivitas/produktivitas harus te
dijaga pada dewasa
TUK 3: Setelah diberikan askep selama 1. Indentifikasi aktivitas yang dikarenakan dengan produ
Klien ... menit dalam ..x pertemuan biasa dilakukan oleh klien maka individu akan berpiki
bekerja/produktiv/beraktivi diharapkan TU dan TUK dapat 2. Berikan contoh aktivitas positif/kognitif yang lebih ba
tas tercapai dengan kriteria hasil : yang bisa dilakukan oleh mungkin dapat menamb
Dapat merawat/membuat 1. Klien menyebutkan klien untuk tetap produktif penghasilan dan sebagainya.
keluarga harmonis aktivitas yang bisa 3. Jelaskan cara Menurut Sauliyusta & Rekaw
Melakukan kegiatan dilakukan merawat/membuat (2016) mengungkapkan bah
masyarakat 2. Klien melakukan aktivitas keluarga tetap harmonis aktivitas fisikk da
3. Klien menyebutkan kembali 4. Jelaskan bagaimana saja mempengaruhi kongnitif indiv
cara merawat/membuat cara berperan aktif di terutama lansia.
keluarga tetap harmonis masyarakat maupun Dengan berperan aktif
4. Klien menyebutkan cara keluarga masyarakat maupun di keluar
berperan aktif 5. Motivasi klien melakukan akan berpengaruh pa
5. Klien berperan aktif aktivitas, merawat terjaganya hubungan yang b
keluarga/menjaga tetap antara klien dengan masyara
harmonis dan berperan maupun keluarga sehingga tim
aktif keharmonisan didalamn
dengan keharmonisan terse
klien akan melalui perkembang
dewasa tua dengan baik.
SP 1 Klien SP 1 Keluarga
1. Mendiskusikan tentang tahap perkembangan uusia 1. Mendikusikan permasalahan yang dihadapi keluarga
dewasa tua normal 2. Menj laskan tahap perkembangan yang harus dicapai
2. Menjelaskan tahapan perkembangan usia dewasa tua oleh usia dewasa tua
3. Menjelaskan pentingnya tetap produktiv 3. Menjelaskan cara memfasilitasi penyelesaian tahap/tugas
4. Menjelaskan pentingnya memiliki rasa peduli dan perkembangan keluarga dengan usia dewasa tua
berperan aktiv 4. Motivasi keluarga membantu klien
SP 2 Klien
1. Mendiskusikan aktivitas yang dapat dilakukan klien untuk
tetap produktiv
2. Mendiskusikan cara klien berperan aktiv di keluarga
maupun masyarakat
3. Jelaskan cara merawat keharmonisan keluarga
4. Memotivasi klien untuk merawat keluarga, berperan aktiv,
dan tetap produktiv
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (SPTK)
Kesiapan Peningkatan Perkembangan Dewasa Tua (KLIEN)
C. PROSES KEPERAWATAN
6. Kondisi klien:
Tn. B berumur 60 tahun, pada saat pengkajian Tn. B tidak mengeluhkan fisik apapun, px
mempunyai riwayat menderita penyakit tumor buli/kantung kemih sekitar 3 tahun yang
lalu, pernah kemoterapi, px sekarang dalam kondisi yang baik, dari data pengkajian
tidak ditemuukakn masalah kejiwaan maupun fisik pada Tn. B. Tn. B dan keluarga tidak
begitu mengerti tentang tahap perkembangan pada dewasa tua.
7. Tujuan
Kognitif, klien mampu memahami:
a. Ciri perkembangan usia dewasa tua
b. Perlunya pekerjaan
c. Perlunya berkeluarga
d. Perlunya peduli dan berperan aktif dalam keluarga dan masyarakat
Psikomotor klien mampu:
a. Melakukan pekerjaan dengan tekun dan kreatif
b. Merawat keluarga dengan harmonis
c. Melakukan kegiatan bersama masyarakat
Afektif, klien mampu:
a. Mengendalikan emosi
b. Memiliki rasa kepercayaan diri
c. Memiliki jiwa penolong
d. Memiliki kepuasan hidup
e. Berguna bagi banyak orang
8. Tindakan keperawatan (SP 1)
b. Membina hubungan saling percaya dengan prinsip terapeutik
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati janji
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7) Beri perhatian kepada klien dan memperhatikan kebutuhan dasar klien.
c. Mendiskusikan tentang tahap perkembangan usia dewasa tua normal
d. Menjelaskan tahapan perkembangan usia dewasa tua
e. Menjelaskan pentingnya tetap produktif
f. Menjelaskan pentingnya memiliki rasa peduli dan berperan aktif
9. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
Tahapan Komunikasi
Orientasi
Salam ““Selamat pagi, pak. Boleh saya berkenalan dengan bapak ?
Perkenalkan nama saya Hidah Rohmahwati, saya biasa dipanggil
Hidah. saya merupakan mahasiswa praktik di puskesmas
Tumpang, Kalau boleh tahu Nama bapak siapa ya? bapak
senang dipanggil siapa ya pak ? “
Evaluasi/ “Baik pak B, Bagamaina perasaan pak b pada hari ini ? apa ada
Validasi keluhan ? Alhamdulillah kalau bapak dalam kondisi yang baik”
Kontrak “jadi begini pak, bapak kan dalam kondisi sehat sekarang baik
jiwa maupun fisik, dan alhamdulillah, tetapi apakah bapak tahu
tentang tahapan perkembangan usia bapak ? nah tahap
perkembangan usia ini merupakan hal yang penting pak karena
apabila ini tidak diselesaikan atau dilakukan maka biasanya akan
mempengaruhi keadaan psikologis baik bapak maupun yang
lainnya, jadi saya disini kalau bapak tidak keberatan akan
menjelaskan tentang hal tersebut. Bagaimana pak ? apakah
bersedia ? baik pak. Untuk waktunya bapakmenghendaki berapa
menit ? dimana nggih pak ? baik disini saja nggih pak ? kita mulai
ya pak ?
Kerja
Pengkajian “baik sebelumnya terimakasih pak karena bapak sudah
Mendalam meluangkan waktunya, jadi kita mulai nggih pak, bapak sekarang
umur berapa nggih pak ? 60 tahun ya pak, nah pada usia
tersebut masuk pada kelompok usia dewasa tua pak, nah
sekarang saya mau tanya nggih pak, apa yang bapak ketahui
tentang tahapan perkembangan usia dewasa tua termasuk usia
bapak ? belum mengetahui nggih pak ? baik, kalau boleh tahu
tujuan hidup bapak sekarang apa nggih pak, kan sekarang sudah
pensiun kalau dulu mungkin salah satu tujuannya mencari
nafkah, kalau sekarang apa nggih pak dan apa yang membuat
motivasi bapak ? baik jadi tujuan bapak adalah sehat terus, tetap
aktiv ya pak dan yang menjadi motivasi adalah anak, istri dan
keluarga lain.
Menetapkan “Nah karena bapak ada di umur 60 tahun maka saya akan
Diagnosa menjelaskan tentang “kesiapan peningkatan perkembangan
dewasa tua”
Melakukan “jadi tahap perkembangan pada dewasa tua itu ada beberapa
Tindakan tahapan atau tugas perkembangan pak yaitu :”
1. Perkembangan Fisik
Pada perkembangan ini, banyak berubahan fisik yang
terjadi, antara lain sebagai berikut:
a) Penampilan
Rambut mulai tipis dan beruban, kelembapan kulit
berkurang, muncul kerutan pada kulit, jaringan
lemak diretribusikan kembali sehingga
menyebabkan deposit lemak di area abdomen.
b) Sistem muskuloskeletal
Massa otot skeletal berkurang sekitar usia 60-an.
Penipisan diskus interverbal menyebabkan
penurunan tinggi badan sekitar 1 inci. Kehilangan
kalsium dari jaringan tulang lebih sering terjadi pada
wanita pasca menstruasi. Otot tetap tetap
bertumbuh sesuai penggunaan.
c) Sistem kardiovaskular
Pembuluh darah kehilangan elastisitasnya dan
menjadi lebi tebal
d) Presepsi sensori
Ketajaman visual menurun, seringkali terjadi diakhir
usia 40-an, khususnya untuk pengelihatan
dekat(presbiopia). Ketajaman pendengaran untuk
suara frekuansi tinggijuga menurun(presbikusis),
khususnya pada pria. Sensasi perasa juga
berkurang.
e) Metabolisme
Metabolisme lambat, menyebabkan kenaikan berat
badan
f) Sistem pencernaan
Penurunan tonus usus besar secara bertahap dapat
menyebabkan kecendrungan terjadinya konstipasi
pada individu.
g) Sistem perkemihan
Unit nefron berkurang selama periode ini, dan laju
filtrasi glomelurus menurun.
h) Seksualitas
Perubahan hormonal terjadi pada pria maupun
wanita
2. Perkembangan Psikososial
Menurut havighurst, individu paruh baya memiliki tugas
perkembangan psikososial sebagai berikut:
a) Memenuhi tanggung jawab sebagai warga negara
dewasa dan tanggung jawab sosial;
b) Membangun dan mempertahankan standar ekonomi
hidup;
c) Membantu anak yang beranjakremaja untuk menjadi
individu dewasa yang bahagia dan bertanggung
jawab;
d) Mengembangkan berbagai aktivitas untuk mengisi
waktu luang;
e) Berinteraksi dengan pasangan sebagai seorang
individu; Menerima dan menyesuaikan perubahan fisk
di masa paruh baya;
f) Menyesuaikan diri dengan orang tua yang mulai
lansia.
3. Perkembangan Kognitif
Kemampuan kognitif dan intelektual di masa paruh baya
tidak banyak mengalami perubahan. Proses kognitif
meliputi waktu rekreasi, memori, persepsi, pembelajaran,
pemecahan masalah, dan kreativitas.
4. Perkembangan Moral
Pada tahap ini, individu perlu memiliki pengalaman yang
luas tentang pilihan moral personal serta tanggung
jawab.
5. Perkembangan Spiritual
Pada tahap ini, individu dapat memandang “kebenaran”
dari sejumlah sudut pandang. Mereka cenderung tidak
terlalu fanatik terhadap keyakinan agam, dan agama
seringkali membrikan lebih banyak kenyamanan pada
diri individu di masa ini dibandingkan sebelumnya.
Individu kerap kali bergantung pad akeyakinan spiritual
untuk membantu mereka menghadapi penyakit,
kematian, dan tragedi.
“nah seperti itu pak untuk tahap perkembangan pada dewasa tua,
kemudian selain itu bapak meskipun mohon maaf sudah sepuh
harus tetap menjalin interaksi sosial, tetap aktiv/produktif, dan
tetap berperan baik di dalam keluarga maupun masyarakat,
dikarenakan dengan bapak tetap produktiv maka bapak akan
mendapatkan banyak aktivitas sehari-hari dan pikiran bapak tidak
kosong sehingga pikiran positif diharapkan selalu ada, kemudian
dengan berperan aktiv maka bapak tetap menjalin hubungan
yang baik dengan sesama/sekitar sehingga hubungan dapat
tetap erjalin dengan baik, bila bapak membutuhkan sesuatu bisa
membantu dan sebaliknya pak. Bagaimana pak bagaimana
apakah ada pertanyaan ? tidak ada nggih pak ? siapp pak
Terminasi
Evaluasi “bagaimana pak setelah saya jelaskan tadi ? menambah ilmu
Subjektif nggih pak dan tahu apa perkembangan padausia dewasa, kalau
bapak mengerti coba bisa bapak jelaskan kembali apa saja tahap
perkembangan usia dewasa tua ?, apa pentingnya berperan aktiv
dan tetap produktif pak ? baik bagus sekali pak
Evaluasi Objektif
Rencana Tindak “baik pak saya rasa bapak cukup mengerti, ini saya ada selembar
Lanjut kertas yang menjelaskan hal itu tadi, ini untuk bapak mungkin
bisa dibaca-baca kembali.”
Kontrak “saya rasa pertemuan pada hari ini sudah cukup pak,
bagaimana ? baik, kalau saya besok kesini lagi untuk
membicarakan cara berperan aktiv, cara tetap prodktiv dan caara
menjaga hubungan keluarga harmonis apakah bisa pak ? baik,
bapak bisanya jam berapa ?, baik saya akan ke rumah bapak
besok pagi pukul 08.00, terimakasih pak atas waktunya, saya
pamit mohon maaf bila ada kesalahan baik kata perbuatan,
terimakasih, assalamualaikum.”
Tindakan keperawatan (SP 2)
a. Indentifikasi aktivitas yang biasa dilakukan oleh klien
b. Berikan contoh aktivitas yang bisa dilakukan oleh klien untuk tetap produuktiv
c. Jelaskan cara merawat/membuat keluarga tetap harmonis
d. Jelaskan bagaimana saja cara berperan aktiv di masyarakat maupun keluarga
e. Motivasi klien melakukan aktivitas, merawat keluarga/menjaga tetap harmonis
dan berperan aktiv
Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
Tahapan Komunikasi
Orientasi
Salam ““Selamat pagi, pak. Masih ingat dengan saya pak ?
alhamdulillah kalau masih ingat pak”
Evaluasi/ Validasi “bagaimana pak perasaan dan keadaan bapak pada hari ini ?
alhamdulillah baik pak nggih”
Kontrak “jadi begini pak, kedatangan saya kesini sesuai dengan kontrak
yang kemarin pak, yaitu akan menjelaskan tentang bagaimana
cara berperan aktiv, cara tetap prodktif dan cara menjaga
hubungan keluarga harmonis, jadi apakah bapak bersedia ?
baik pak, untuk waktunya bapak menghendaki berapa menit
ya ? 30 menit ? baik pak.
Kerja
Pengkajian “baik sebelumnya terimakasih pak karena bapak sudah
Mendalam meluangkan waktunya, jadi kita mulai nggih pak, kalau boleh tau
aktivitas apa saja yang biasa bapak lakukan dirumah pak ? wah
jadi biasanya berkebun, olahraga nggih pak, kalau di
masyarakat apa yang dilakukan bapak, wah jadi bapak
pengurus masjid juga perangkat RT ini nggih pak, baik bagus
sekali pak, bapak masih ada aktivitas dan berperan aktiv”
Menetapkan
Diagnosa
Melakukan “kegiatan yang bapak lakukan sehari-hari itu juga merupakan
Tindakan aktivitas produktif pak itu harus tetap dilakukan setiap harinya,
kemudian bapak juga masih ada peran di masyarakat yaitu
pengurus masjid dan perangkat RT nggih pak, itu hal yang
bagus dan harus tepat dilakukan pak, mungkin bisa ditingkatkan
dan bisa aktivitas yang menghasilkan uang misalnya membuat
tanaman bunga dan dijual dan sebagainya, itu kan sesuai
dengan aktivitas sehari-hari bapak nggih mungkin bisa seperti
itu juga pak, kemudian pak selama ini yang bapak lakukan
untuk menjaga hubungan harmonis dikeluarga bapak
bagaimana pak ? baik pak benar seperti itu, jadi banyak cara
untuk menjaga hubungan harmonis dikeluarga seperti menjaga
komunikasi antar anggota keluarga, meluangkan waktu
bersama keluarga, berdiskusi, menyelesaikan masalah anggota
keluarga, memberikan hadiah, menyatakan kecintaan atau rasa
sayang pada anggota keluarga dan sebagainya ”
Terminasi
Evaluasi Subjektif “bagaimana pak setelah saya jelaskan tadi ? menambah ilmu
nggih dan mungkin saran saya bisa menjadi tambahan atau
referensi bapak dalam berkehidupan sehari-hari, kalau bapak
sudah mengerti coba bisa bapak jelaskan kembali bagaimana
cara berperan aktiv, cara tetap produktiv dan cara menjaga
hubungan harmonis keluarga pak ? baik bagus sekali pak.
Evaluasi Objektif
Rencana Tindak “baik pak saya rasa bapak cukup mengerti, ini saya ada
Lanjut selembar kertas yang menjelaskan hal itu tadi, ini untuk bapak
mungkin bisa dibaca-baca kembali.”
Kontrak “saya rasa pertemuan pada hari ini sudah cukup pak,
bagaimana ? dan saya sudah menjelaskan beberapa hal yang
harus saya jelaskan kepada bapak dari hari kemarin dan hari
ini, insyaalah sudah cukup, semoga bisa berguna bagi bapak
nggih, terimakasih pak karena sudah meluangkan waktunya
selama 2 hari ini, saya pamit mohon maaf bila ada kesalahan
baik kata perbuatan, terimakasihpak, assalamualaikum.”
DAFTAR PUSTAKA
1. Konsep Dasar
1.1 Pengertian Lanjut Usia
Usia lanjut menurut World Health Organisation (WHO) adalah seseorang yang telah
memasuki usia 60 tahun ke atas. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang
telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupan. Kelompok yang dikategorikan lansia ini
akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan.
Usia lanjut adalah seseorang yang mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan,
dan sosial, hal ini akan memberikan pengaruh pada semua aspek kehidupan pada usia
lanjut termasuk kesehatan (Fatimah, 2010).
Seseorang dikatakan lanjut usia apabila berusia 60 tahun atau lebih, karena faktor
tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun
sosial ( Nugroho, 2012 ). Lansia bukanlah suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut
dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh
beradaptasi dengan stress lingkungan.
Menurut Kemenkes Republik Indonesia, seseorang dikatakan usia lanjut jika ia
berusia 60 tahun ke atas, hal ini tercantum dalam UU No. 13 tahun 1998 (Kemenkes RI,
2013). Seorang lansia dikatakan sehat jika mampu hidup dan berfungsi secara efektif
dalam kehidupan masyarakat, diantaranya mampu melatih rasa percaya diri dan
otonominya sehingga dapat mencapai derajat kesehatan maksimum yang dapat
dicapainya.
Klasifikasi Lansia menurut Depkes RI, 2013:
1. Pra lansia yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
2. Lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3. Lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah
kesehatan
4. Lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan kegiatan
yang dapat menghasilkan barang atau uang jasa
5. Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
Ada 4 ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan Psikogeriatri, yaitu :
1. Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia
2. Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif
3. Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila :
a. Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang lain).
b. Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai
sebab, diantaranya setelah menjalani masa pensiun, setelah sakit cukup berat dan
lama, setelah kematian pasangan hidup dan lain-lain.
4. Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga
membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif
terutama aspek psikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis
dan sebagainya. Hal itu biasanya bersumber dari munculnya stressor psikososial
yang paling berat, misalnya kematian pasangan hidup, kematian sanak keluarga
dekat, terpaksa berurusan dengan penegak hukum, atau trauma psikis.
2. Teori Sosial
- Teori interaksi sosial
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lanjut usia bertindak pada situasi tertentu,
yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat. Pokok-pokok interaksi sosial
adalah sebagai berikut (Hardywinoto dan Setiabudi, 1999: 43):
a. Masyarakat terdiri atas aktor-aktor sosial yang berupaya mencapai tujuan masing-
masing.
b. Dalam upaya tersebut, maka terjadi interaksi sosial yang memerlukan biaya dan
waktu.
c. Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai seseorang memerlukan biaya.
d. Aktor senantiasa berusaha mencari keuntungan dan mencegah terjadinya
kerugian.
e. Hanya interaksi yang ekonomis saja yang dipertahankan olehnya.
- Teori penarikan diri
Kemiskinan yang diderita lanjut usia dan menurunnya derajat kesehatan
mengakibatkan seseorang lanjut usia secara perlahan menarik diri dari pergaulan
sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik
secara kualitas maupun kuantitas. Pada lanjut usia sekaligus terjadi kehilangan
ganda (triple loss), yaitu sebagai berikut (Hardywinoto dan Setiabudi, 1999: 45):
a. Kehilangan peran (loss of role).
b. Hambatan kontak sosial (restriction of contact and relationship).
c. Berkurangnya komitmen (reduced commitment to social mores and values).
- Teori aktivitas
Teori ini dikembangkan oleh Palmore (1965) dan Lemon, dkk. (1972) yang
menyatakan bahwa penuaan yang sukses bergantung pada bagaimana seseorang
lanjut usia merasakan kepuasan dalam melakukan aktivitas dan mempertahankan
aktivitas tersebut selama mungkin. Adapun kualitas aktivitas tersebut lebih penting
dibandingkan dengan kuantitas aktivitas yang dilakukan (Hardywinoto dan Setiabudi,
1999: 46).
- Teori kesinambungan
Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan di dalam siklus kehidupan lanjut
usia, sehingga pengalaman hidup seseorang pada suatu saat merupakan
gambarannya kelak pada saat menjadi lanjut usia. Hal ini dapat terlihat bahwa gaya
hidup, perilaku, dan harapan seseorang ternyata tak berubah walaupun ia menjadi
lanjut usia (Hardywinoto dan Setiabudi, 1999: 47).
- Teori perkembangan
Teori ini menekankan pentingnya mempelajari apa yang telah dialami oleh lanjut usia
pada saat muda hingga dewasa. Menurut Havighurst dan Duval, terdapat tujuh tugas
perkembangan selama hidup yang harus dilaksanakan oleh lanjut usia yaitu sebagai
berikut:
a. Penyesuaian terhadap penurunan fisik dan psikis.
b. Penyesuaian terhadap pensiun dan penurunan pendapatan.
c. Menemukan makna kehidupan.
d. Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan.
e. Menemukan kepuasan dalam hidup berkeluarga.
f. Penyesuaian diri terhadap kenyataan akan meninggal dunia.
g. Menerima dirinya sebagai seorang lanjut usia.
3. Teori Psikologis
Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang berespons pada tugas
perkembangannya. Pada dasarnya perkembangan seseorang akan terus berjalan
meskipun orang tersebut telah menua.
- Teori hierarki kebutuhan dasar manusia Maslow (Maslow’s hierarchy of human
needs)
Dari hierarki Maslow kebutuhan dasar manusia dibagi dalam lima tingkatan mulai dari
yang terendah kebutuhan fisiologi, rasa aman, kasih sayang, harga diri sampai pada
yang paling tinggi yaitu aktualisasi diri. Seseorang akan memenuhi kebutuhan
kebutuhan tersebut. Menurut Maslow, semakin tua usia individu maka individu akan
mulai berusaha mencapai aktualisasi dirinya. Jika individu telah mencapai aktualisasi
diri, maka individu tersebut telah mencapai kedewasaan dan kematangan dengan
semua sifat yang ada di dalamnya, otonomi, kreatif, independen, dan hubungan
interpersonal yang positif.
- Teori individualisme Jung (Jung’s theory of individualism)
Menurut Carl Jung, sifat dasar manusia terbagi menjadi dua yaitu ekstrovert dan
introvert. Individu yang telah mencapai lanjut usia cenderung introvert. Dia lebih suka
menyendiri seperti bernostalgia tentang masa lalunya. Menua yang sukses adalah
jika dia bisa menyeimbangkan antara sisi introvert dan ekstrovertnya, tetapi lebih
condong ke arah introvert. Dia senang dengan dirinya sendiri, serta melihat orang
dan bergantung pada mereka.
- Teori delapan tingkat perkembangan Erikson (Erikson’s eigth stages of life)
Menurut Erikson, tugas perkembangan terakhir yang harus dicapai individu adalah
integritas ego vs menghilang (ego integrity vs disappear). Jika individu tersebut
sukses mencapai tugas perkembangan ini, maka dia akan berkembang menjadi
individu yang arif dan bijaksana. Namun jika individu tersebut gagal mencapai tahap
ini, maka dia akan hidup penuh dengan keputusasaan.
- Optimalisasi selektif dengan kompensasi (selective optimisation with compensation)
Menurut teori ini, kompensasi penurunan tubuh ada tiga elemen yaitu sebagai berikut:
a. Seleksi Adanya penurunan dari fungsi tubuh karena proses penuaan maka mau
tidak mau harus ada peningkatan pembatasan terhadap aktivitas sehari-hari.
b. Optimalisasi Lanjut usia tetap mengoptimalkan kemampuan yang masih dimilikinya
untuk meningkatkan kehidupannya.
c. Kompensasi Berbagai aktivitas yang sudah tidak dapat dijalankan karena proses
penuaan diganti dengan aktivitas lain yang mungkin bisa dilakukan dan
bermanfaat bagi lanjut usia.
1. Identitas klien
Identitas Nama,Usia, Jenis Kelamin, Nomor Rekam Medik dan Diagnosa Medis
2. Keluhan
Keluhan utama saat pengkajian yang paling sering muncul / dominan dirasakan klien dan
intervensi yan telah klien/keluarga berikan untuk meringankan keluhan.
3. Status Perkembangan
4. Faktor Presipitasi
Data yang dikaji berupa riwayat perkembangan kesehatan 6 bulan terakhir terdiri dari bio,
psiko, sosial, spritual untuk mengetahui stimulasi dan perkembangan pasien sesuai
dengan umur pasien.
5. Faktor predisposisi
Faktor Predisposisi adalah faktor pendukung (bio, psiko, sosial) yang berkontras dimasa
timbulnya gangguan perkembangan. Faktor predisposisi yang harus dikaji meliputi: kapan
terjadinya, keluhan/tanda gejala, penyebab/faktor faktor yang melatar belakangi, apa yang
sudah dilakukan.
6. Pengkajian Psikososial
Data yang dikaji adalah penulusuran genetik yang berupa genogram, riwayat penakit
pasien/ keluarga beserta penatalaksanaannya, data tentang konsep diri klien (citra tubuh,
identitas diri, peran, ideal diri, harga diri), hubungan sosial dan aspek spiritual serta
pemknaan dalam spiritual.
Pengkajian yang digunakan untuk mellihat respon individu jika berhadapan dengan
stressor, terdiri dari respon kogitif, afektif,fisiologis, dan respon sosial.
8. Sumber koping
Mengkaji kemampuan personal untuk mengelaola koping jika berhadapan dengan
stressor, mulai dari penyelesaian masalah, status kesehatan, kemamuan social,
intelegensi, pengetahuan, tumbuh kembang, sampai ke konsep diri pasien(citra diri,
ideal diri identitas, peran, harga diri). Serta mengkaji dukungan social yang
didapatkan pasien, asset material untuk kebutuhan pasien, keyakinan pasien.
9. Mekanisme koping
TUK 4 Setelah dilakukan intervensi 1. Diskusikan perkembangan dan perubahan pada Fungsi sosial berhubungan
Lansia dapat keperawatan selama …X… lansia dengan fungsi fisik dan
mengenal makna pertemuan, lansia dapat mengenal 2. Diskusikan aspek sosial yaitu berkurangnya mental. Peningkatan dalam
dan perubahan makna dan perubahan fungsi sosial sahabat, hal ini dapat diatasi dengan mengenang pola aktivitas dapat secara
fungsi sosial serta menyebutkan cara masa lalu, mengingat keluarga dan sahabat, negatif mempengaruhi
mengatasinya, dengan kriteria hasil: melihat album foto, membentuk kelompok. kesehatan fisik dan mental,
- Lansia mampu menyebutkan 3. Perubahan pekerjaan yaitu pensiun, hal ini dapat dan sebaliknya. Dukungan
makna dan perubahan fungsi diatasi dengan mengembangkan bakat yang untuk orang-orang di luar
sosial dapat dilakukan dirumah, misalnya membuat telur keluarga memainkan peran
- Lansia mampu menyebutkan asin, memelihara ayam/bebek dan berladang signifikan. Dukungan
cara mengatasinya komunitas berbasis
kepercayaan, khususnya
dalam bentuk program
perawatan, merupakan
sumber bantuan yang
bermakna bagi orang tua
yang tidak memiliki keluarga,
atau memiliki keluarga di
tempat yang terpisah secara
geografis. ( Sisilia, 2017 )
TUK 5 Setelah dilakukan intervensi 1. Diskusikan perkembangan dan perubahan pada Kondisi spiritual lansia harus
Lansia dapat keperawatan selama …X… lansia dikaji untuk mengetahui
mengenal makna pertemuan, lansia dapat mengenal 2. Kenang masa – masa aktif dalam kegiatan permasalahan yang
dan perubahan makna dan perubahan aspek spiritual sebenarnya.
aspek spiritual spiritual serta menyebutkan cara 3. Diskusikan kegiatan spiritual dan sesuaikan Pemberian Terapi Spiritual
mengatasinya, dengan kriteria hasil: dengan kondisi fisik. dapat menurunkan tingkat
- Lansia mampu menyebutkan 4. Membentuk kegiatan ibadah lansia: pengajian, depresi lansia. Perawat
makna dan perubahan aspek penelaahan Alkitab, berdoa bersama. dapat melakukan asuhan
spiritual keperawatan spiritualitas
- Lansia mampu menyebutkan atau religiusitas pada lansia
cara mengatasinya yang dapat membantu
mempertahankan serta
memperbesar semangat
hidup klien lansia termasuk
kesehatan mental depresi.
(Nur Ilmi, 2018)
TUK 6 Setelah dilakukan intervensi 1. Diskusikan dengan keluarga tahap perkembangan Dalam teori kepribadian
Keluarga dapat keperawatan selama …X… dan perubahan yang terjadi pada lansia menurut Ericson menyatakan
mengenal makna pertemuan, keluarga dapat 2. Jelaskan cara memfasilitasi integritas diri lansia lansia (usianya diatas 60
dan perubahan mengenal makna dan perubahan 3. Sediakan waktu untuk bercakap – cakap dengan tahun) merasa hidup mereka
pada lansia pada lansia dan menyebutkan cara lansia tentang makna hidup yang dialami dan sudah dekat dengan akhir
mengatasinya, dengan kriteria hasil: berikan pujian. hayat dan pada masa ini
- Keluarga mampu menyebutkan 4. Sediakan tempat yang aman dan nyaman buat kasih sayang dari lingkup
makna dan perubahan pada lansia: terang, tidak licin, ada alat bantu keluarga terdekat merupakan
lansia pegangan, dll kenikmatan tersendiri.
- Keluarga mampu menyebutkan 5. Fasilitasi pertemuan antar generasi dan beri
cara mengatasi perubahan pada kesempatan lansia untuk menyampaikan
lansia. pengalamannya
6. Diskusikan rencana pembagian warisan dan
pemakaman
7. Diskusikan masalah keeratan yang mungkin
terjadi dan pelayanan kesehatan yang tersedia
SRATEGI PELAKSANAAN LANSIA DAN KELUARGA
SP 3 :
Lansia dapat mengenal makna dan perubahan
pikiran (kognitif) :
- Lansia mampu menyebutkan makna dan
perubahan fungsi kognitif
- Lansia mampu menyebutkan cara
mengatasinya
SP 4 :
lansia dapat mengenal makna dan perubahan
fungsi sosial serta menyebutkan cara
mengatasinya
SP 5 :
lansia dapat mengenal makna dan perubahan
aspek spiritual serta menyebutkan cara
mengatasinya, dengan kriteria hasil:
- Lansia mampu menyebutkan makna dan
perubahan aspek spiritual
- Lansia mampu menyebutkan cara
mengatasinya.
Aspiani, R.,Y. (2014). Asuhan Keperawatan Gerontik, Aplikasi NANDA, NIC dan NOC – jilid
I.,Cetakan I. Jakarta : CV.Trans Info Media
Fakultas Keperawatan Kekhususan Keperawatan Jiwa. Universitas Indonesia.(2016). Draft
Scanning dan Standart Asuhan Keperawatan.(tidakdipublikasikan).
Fatimah. (2010). Merawat Manusia Lanjut Usia Suatu Pendekatan Proses Keperawatan
Gerontik. Jakarta :CV.Trans Info Media
Jazmi, 2016. Askep lansia, repository.ump.ac.id/1268/3 diakses tgl.12 April 2020
Keliat, B.A., Soimah, Mulia, M., Wibawa, I. R., Truyaspodo, K., rasmawati dan Khoirunissa,
M.L. 2019. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Kementrian Kesehatan RI. (2013). Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia.
Jakarta :Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI.
Nugroho, W. (2008).Keperawatan Gerontik dan Geriatrik, Edisi 3.Jakarta : EGC
Rahayu, Septirina. (2016). Pengalaman Lansia Tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha
(PSTW) dalam Menjalani Kehidupan Masa Tua Studi Fenomenologi. Tesis. Program
Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Stuart, G.W.(2009). Principles and Practice Of Psychiatric Nursing (9th ed). Canada: Mosby,
Inc
Videbeck, S.L. (2008). Buku Ajar KeperawatanJiwa (Psychiatric Mental Health
Nursing).Alihbahasa :Komalasari, R. &Hany, A. Jakarta : EGC.
Yusuf, A., PK, R.F., & Nihayati. H.E. 2015. Buku Ajar Keperawatan Jiwa 1. Jakarta: Salemba
Medika.