KONSELING PADA ORANG TUA DENGAN BAYI DAN ANAK DENGAN HIV AIDS
DISUSUN OLEH:
(195070209111005)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2020
Kasus :
Seorang bayi C 19 bulan tiba d IGD RS K dengan keluhan sering batuk pilek sejak 2
bulan disertai demam. Ibu bayi C mengatakan bahwa klien menjadi lebih kurus dari
sebelumnya. Riwayat penyakit keluarga ibu dengan HIV positif yang diketahui saat
melahirkan, selama hamil ibu sering menderita sariawan terus menerus. Ibu dan ayah bayi C
dahulu sering bertengkar membuat Ibu bayi C sering gonta-ganti pasangan, begitu juga
dengan ayah bayi C. Ayah pasien pernah diperiksa serologi HIV dan hasilnya juga reaktif
namun ayah bayi C menyangkal bahwa hasilnya tertukar dengan orang lain. Riwayat
persalinan Bayi C lahir secara caessar, cukup bulan dengan berat badan lahir 2.500 g dan
panjang 46 cm. Sejak lahir bayi C tidak mendapatkan ASI. Bayi C pernah mendapatkan
pemeriksaan antibodi HIV didapatkan hasil reaktif HIV. Setelah dilahirkan dan diperiksa hasil
reaktif HIV, bayi C tidak dibawa berobat lagi karena Ibu bayi C tidak mau anaknya menjadi
bahan omongan tetangga. Hasil observasi didapatkan bahwa Bayi C mengalami penurunan
berat badan 5% (BB awal bayi C 9kg, BB sekarang 8.5 kg), terdapat luka di sekitar bibir,
demam (39°C). Berdasarkan kondisi klinis bayi C dan riwayat orang tua HIV, kecurigaan
mengarah ke tanda gejala HIV. Saat dilakukan pemeriksaan oleh tim medis Ny.C menangis
dan bertanya terus-menerus kepada petugas terkait apa yang harus dilakukan untuk anaknya.
Pihak RS menganjurkan Ibu bayi C untuk mengikuti konsultasi ke poli VCT di rumah sakit.
A. Identitas Konseli: Ny.G berusia 25 tahun (Ibu bayi C)
B. Latar Belakang Konseli
1. Latar Belakang Keluarga: Ny. G seorang ibu rumah tangga yang memiliki
seorang anak bayi C. yang berusia 19 bulan. Suami Ny.G bekerja sebagai kepala
perusahaan asuransi sering berpergian keluar kota dan hanya di rumah 1 bulan 2x.
Dahulu, Ny.G sempat memiliki hubungan yang tidak baik dengan suaminya
karena suaminya masih suka main belakang dengan perempuan lain saat keluar
kota, hal itu membuat Ny.G juga melakukan hal yang sama. Semenjak lahir bayi
C, hubungan Ny.G dan suami membaik.
2. Latar Belakang Pendidikan: Ny.G adalah seorang ibu rumah tangga dengan latar
pendidikan perguruan tinggi.
3. Latar Belakang Sosial:
Ny.G tinggal di perantauan bersama suami dan anaknya. Lingkungan tempat
tinggal Ny.G sangat kondusif, tidak berada di lingkungan rentan penularan
HIV/AIDS dan narkoba. Dalam kesehariannya sebelum melahirkan bayi C, Ny.G
sering merasa bosan saat ditinggal suami, sehingga Ny.G banyak menghabiskan
waktu diluar.
C. Gejala yang Nampak
Bayi C mengalami batuk pilek sejak 2 bulan disertai demam, badan bayi C menjadi
kurus. Hasil pemeriksaan didapatkan bahwa Bayi C mengalami penurunan berat
badan 5% (BB awal bayi C 9kg, BB sekarang 8.5 kg), terdapat luka di sekitar bibir,
demam (39°C).
D. Keluhan yang dialami
Ibu bayi C mengeluh anaknya batuk pilek sejak 2 bulan yang lalu disertai dengan
demam, badan bayi C menjadi lebih kurus dari sebelumnya. Ibu bayi C juga
mengeluh terhadap tindakan apa yang harus diperbuat untuk anaknya.
E. Masalah yang sebenarnya
Berdasarkan kondisi klinis bayi C dan Riwayat orang tua positif HIV, bayi C
mengarah pada tanda gejala HIV. Pihak rumah sakit menganjurkan kepada Ny.G
untuk melakukan konseling di Poli VCT untuk memperoleh informasi terakit
kondisi, prosedur uji diagnostik yang akan dijalani oleh bayi C. Ny.G menuju ke
poli VCT dengan keadaan menangis.
F. Pendekatan yang digunakan
1. Nama Pendekatan:
Konseling Behavioral
2. Alasan Penggunaan Pendekatan
Pendekatan dengan teknik behavioral menekankan pada kemampuan kognitif
orang tua dan berorientasi pada modifikasi perilaku. Sehingga, pendekatan
berhavioral diharapkan dapat mengubah perilaku orang tua bayi C yang belum
tepat, memberikan informasi terkait cara pengasuhan bayi dengan HIV positif,
progresifitas penyakit yang dialami oleh bayi C, status imunologis bayi C, ketaatan
pengobatan bayi C, hal ini untuk mencegah kegagalan pengobatan bayi C.
3. Teknik yang Digunakan:
Pengelolaan diri dan latihan asertif
G. Tujuan Konseling
Untuk memberikan konseling terkait progresif penyakit, pengenalan obat ARV dan
kesediaan dalam kepatuhan minum obat ARV.
H. Pelaksanaan Konseling
No KEGIATA WAKTU PROSES KONSELING HASIL
. N
1 Pembukaan 5 Menit 1. Mengucapkan 1 Menjawab salam
salam 2 Menyetujui kontrak
2. Memperkenalkan waktu
diri 3 Menyimak tujuan
3. Memastikan konseling
identitas klien
4. Menyampaikan
tujuan konseling
5. Kontrak waktu
2. Isi 35 Meni 1. Menggali latar 1 Mendengarkan
t belakang keluarga bayi 2 Menjawab
C (orang tua) 3 Berdiskusi/bertanya.
2. Menggali masalah apa
yang sedang dialami
bayi C
3. Menggali gejala dari
masalah yang dialami
bayi C
4. Menggali seberapa
parahnya masalah
tersebut mengganggu
bayi C
5. Menggali persepsi
klien tentang asal mula
terjadinya masalah
tersebut
6. Menggali upaya apa
saja yang telah
dilakukan oleh orang
tua bayi C untuk
mengatasi masalah
bayi C
7. Menggali pengetahuan
orang tua bayi C
tentang pengobatan
tentang penyakit yang
diderita klien
8. Menggali pengetahuan
orang tua bayi C
tentang HIV dan obat
ARV
9. Menggali pengetahuan
orang tua bayi C
tentang manfaat ARV
10. Menjelaskan
pentingnya kepatuhan
pengobatan
11. Menjelaskan efek
samping dan tindakan
yang harus dilakukan
3. Penutup 5 Menit 1. Melakukan 1. Mendengarkan
evaluasi tentang 2. Menjawab
konseling yang telah 3. Menjawab salam
disampaikan
2. Menyimpulkan
masalah yang dialami
klien dan pilihan
alternatif solusi
3. Memotivasi orang
tua bayi C untuk patuh
menjalani pengobatan
bayi C
4. Mengucapkan
salam
SKENARIO
Sebuah kasus :
Seorang bayi C 19 bulan tiba d IGD RS K dengan keluhan sering batuk pilek sejak 2
bulan disertai demam. Ibu bayi C mengatakan bahwa klien menjadi lebih kurus dari
sebelumnya. Riwayat penyakit keluarga ibu dengan HIV positif yang diketahui saat
melahirkan, selama hamil ibu sering menderita sariawan terus menerus. Ibu dan ayah bayi C
dahulu sering bertengkar membuat Ibu bayi C sering gonta-ganti pasangan, begitu juga
dengan ayah bayi C. Ayah pasien pernah diperiksa serologi HIV dan hasilnya juga reaktif
namun ayah bayi C menyangkal bahwa hasilnya tertukar dengan orang lain. Riwayat
persalinan Bayi C lahir secara caessar, cukup bulan dengan berat badan lahir 2.500 g dan
panjang 46 cm. Sejak lahir bayi C tidak mendapatkan ASI. Bayi C pernah mendapatkan
pemeriksaan antibodi HIV didapatkan hasil reaktif HIV. Setelah dilahirkan dan diperiksa hasil
reaktif HIV, bayi C tidak dibawa berobat lagi karena Ibu bayi C tidak mau anaknya menjadi
bahan omongan tetangga. Hasil observasi didapatkan bahwa Bayi C mengalami penurunan
berat badan 5% (BB awal bayi C 9kg, BB sekarang 8.5 kg), terdapat luka di sekitar bibir,
demam (39°C). Berdasarkan kondisi klinis bayi C dan riwayat orang tua HIV, kecurigaan
mengarah ke tanda gejala HIV. Saat dilakukan pemeriksaan oleh tim medis Ny.C menangis
dan bertanya terus-menerus kepada petugas terkait apa yang harus dilakukan untuk anaknya.
Pihak RS menganjurkan Ibu bayi C untuk mengikuti konsultasi ke poli VCT di rumah sakit.
Setelah dilakukan konseling VCT dan hasil tes uji virologi bayi C dinyatakan reaktif. Berikut
proses percakapan sesuai tahapan konseling di ruang VCT :