RANGKUMAN TM 10
Disusun Oleh :
NIM. 195070209111005
Unsur-unsur yang terdapat dalam pelayanan prima adalah kesederhanaan, kejelasan, kepastian,
keamanan, keterbukaan, efisien, ekonomis, keadilan merata serta ketepatan waktu. Dimensi mutu
pelayanan yaitu tangible (yang teramati : penampilan karyawan, peralatan, fasilitas fisik serta peralatan
komunikasi), reability (keandalan : kemampuan memberikan pelayanan yang
diinformasikan/dijanjikan), responsiveness (ketanggapan : kemampuan untuk membantu pelanggan
dengan pelayanan yang secepatnya), competence (kemampuan : memiliki semua kemampuan termasuk
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukan memberikan pelayanan secara efektif), courtesy
(sopan santun : sikap hormat, bijaksana serta keramahan dari tenaga medis yang memberikan
pelayanan), credibility (derajat kepercayaan dan kejujuran), security (keamanan), accessability
(kemudanan untuk dihubungi), communication (komunikasi dengan bahasa yang mudah dimengerti),
understanding (pengertian : usaha untuk memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan).
Rawat inap adalah pemeliharaan kesehatan rumah sakit dimana penderita tinggal/mondok sedikitnya
satu hari berdasarkan rujukan dari pelaksana pelayanan kesehatan lain. Pelayanan kesehatan perorangan
yang meliputi observasi, diagnosa pengobatn, keperawatan, rehabilitasi medik, dengan menginap di
ruang inap pada saran kesehatan rumah sakit pemerintah dan swasta, serta perawatan rumah bersalin
yang oleh karena penyakitnya penderita harus menginap (Robot et al., 2018)
Rawat jalan Dari ketiga jenis pelayanan di rumah sakit, instalasi rawat jalan merupakan salah satu
bagian integral dari kegiatan jasa pelayanan rumah sakit yang memberikan kontribusi yang berarti bagi
rumah sakit. Keberhasilan pelayanan rawat jalan merupakan salah satu cerminan mutu rumah sakit
sekaligus sebagai pintu masuk pasien sebagai konsumen dan pelanggan.Terdapat beberapa unit pokok di
instalasi rawat yaitu, klinik umum, klinik gigi, dan klinik spesialis.Sebagian besar pasien akan mengarah
pada klinik spesialis, sejalan dengan tuntutan pasar berupa pelayanan spesialis yang bermutu dengan
availibilitas yang baik. Pada praktek sehari-hari, klinik spesialis mempunyai peran yang besar dalam
membangun citra rumah sakit secara keseluruhan (Kriswidiati, 2014)
Di Indonesia penatalaksanaan hospice care masih belum terfokus, karena masih banyak dikaitkan
bahwa antara palliative care, hospice care dan homecare adalah sama dan masih belum adanya rumah
sakit di Indonesia yang menyediakan program perawatan hospice care yang dilakukan di Rumah Sakit.
Seperti halnya dengan perawatan paliatif, perawatan hospis juga tidak hanya dilakukan di rumah sakit.
Perawatan hospis dan home care diberikan oleh tim multi disiplin kesehatan dimana seorang perawat
menjadi koordinatornya. Rumah adalah tempat yang paling banyak dipilih oleh pasien bila mereka
mengetahui bahwa penyakitnya tidak dapat disembuhkan. Perawatan di hospis atau home care bertujuan
untuk mempertahankan konsep paripurna dan individualistik meliputi perawatan fisiologis, psikologis,
sosial, kultural, dan spiritual. Jenis pelayanan ini diharapkan dapat mempertahankan pola hidup klien
sebelumnya sehingga dapat mempertahankan kondisi kualitas hidup klien sesuai dengan harapannya.
Pengukuran kualitas hidup diukur berdasarkan kepuasan klien terhadap domain kehidupan meliputi
fisik, fungsional, sosial, spiritual, psikologis, dan ekonomi.
Hospice Homecare
Prinsip : perawatan suportif kepada orang Prinsip pengelolaan homecare ;
ditahap akhir Dilakukan oleh perawat/tim yang memiliki
Tujuan : Memelihara kesehatan klien keahlian khusus, mengaplikasi konsep
dasar, menentukan data dari hasil
pengkajian, data yang ditampilkan
sistematik dan akurat, pengembangan
dilakukan berdasarkan rencana
keperawatan dan diagnosa
Aziz, Y.A dan Wahidin, K. (2010) ‘Copceptualising The Service Excellence and Its Antecedents: The
Development Of The Structural Equation Model. Journal Of Tourism, Hospitality and Culinary
Arts’.
Endarini, S. (2001) Pelayanan Prima. Makalah (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Kanwil Departem en
Kesehatan Propinsi DIY..
Kriswidiati (2014) ‘Analisis Faktor-Faktor Manajemen Pelayanan Rawat Jalan Yang Mendukung Utilisasi Klinik
Spesialis Di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang’, Kesehatan Masyarakat (e-journal), pp. 1–11.
Robot, R. P. et al. (2018) ‘Aplikasi Manajemen Rawat Inap dan Rawat Jalan di Rumah Sakit’, Jurnal Teknik
Informatika, 13(4). doi: 10.35793/jti.13.4.2018.28109.
Suroso et al. (2015) ‘PELAYANAN KEPERAWATAN PRIMA BERBASIS BUDAYA Pendahuluan’, Jurnal
Keperawatan Indonesia, 18(1), pp. 38–44. Available at: http://e-resources.perpusnas.go.id/.
Mudawah Ami (2015) ‘PELATIHAN SERVICE EXCELLENCE PERAWAT DALAM MENINGKATKAN
KUALITAS PELAYANAN DI RUMAH SAKIT’.
Zaky, A., Novita Andriani, A. and Awal Bros Pekanbaru, Stik. (2020) ‘Journal of STIKes Awal Bros Pekanbaru’,
Ojs.Stikesawalbrospekanbaru.Ac.Id, (2014), pp. 41–47. Available at:
http://ojs.stikesawalbrospekanbaru.ac.id/index.php/jsabp/article/view/33.
Lampiran Jurnal
Armi Mawaddah
Armi_mawaddah21@yahoo.co.id
ABSTRAK
Pelayanan prima (service excellent) adalah kepedulian kepada pelanggan dengan memberikan layanan terbaik
untuk memfasilitasi kemudahan pemenuhan kebutuhan dan mewujudkan kepuasannya agar mereka selalu loyal
kepada perusahaan. Kualitas pelayanan di setiap institusi layanan kesehatan diharapkan dapat memenuhi
kepuasan pasien sebagai penerima pelayanan kesehatan. TUJUAN Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui
sejauhmana pelayanan prima (service excellence) dapat meningkatkan kualitas pelayanan di rumah sakit. Metode
dalam penulisan ini yaitu dengan mendeskripsikan dan menggambarkan tentang pelatihan service excellence
dalam meningkatkan kualitas pelayanan di rumah sakit. Adapun pengambilan data dengan menggunakan data
sekunder dan dari jurnal-jurnal penelitian. Hasil Pelatihan service exelence mempunyai pengaaruh terhadap
peningkatan kualitas pelayanan di rumah sakit. Rekomendasi: diharapkan rumah sakit memberikan pelatihan
service exelence secara merata kepada seluruh karyawan yang ada di Rumah sakit.
Kata Kunci : Service exelence, Perawat, Kualitas Pelayanan
1. Latar Belakang
Saat ini, rumah sakit berada dalam iklim persaingan yang sangat ketat. Masyarakat sebagai
pelanggan berada dalam posisi yang lebih kuat karena semakin banyak pilihan rumah sakit yang dapat
melayaninya. Pada saat yang bersamaan, masyarakat juga semakin kritis terhadap pelayanan kesehatan.
Dalam kondisi seperti ini, agar tetap dapat eksis melayani pelanggannya, rumah sakit harus memiliki
sumberdaya manusia yang berkualitas. Kualitas pelayanan tidak bisa lepas dari kepuasan pelanggan
(Palupi, 2013). Salah satu aspeknya adalah kemauan dan kemampuan dalam memberikan pelayanan
yang prima. Bukan pandangan aneh lagi apabila seseorang berada di rumah sakit pasti yang terlintas di
pikirannya adalah rasa takut dan bosan terhadap suasana rumah sakit, sering ditemui rumah sakit
memberikan pelayanan yang tidak memuaskan kepada pelanggan, khususnya pada tenaga medis yang
memberikan pelayanan kurang memuaskan dan akhirnya berdampak pelanggan tidak ingin berobat lagi
di rumah sakit tersebut. Jika kita berbicara kepuasan pelayanan tentunya kesuksesan tidak hanya
ditentukan oleh bagian customers services, melainkan peran serta seluruh departemen di rumah sakit
dituntut juga untuk menerapkan pelayanan prima (rivai, et all, 2019). Terciptanya kepuasan pasien akan
memberikan keuntungan banyak bagi rumah sakit itu sendiri, yaitu dapat menjalin hubungan yang
harmonis antara produsen dan konsumen, membentuk rekomendasi dari mulut ke mulut yang
menguntungkan sebuah perusahaan (rumah sakit), dan menciptakan dasar yang baik bagi pembelian
ulang serta terciptanya loyalitas pelanggan (Tjiptono dalam Nugrahaningsih, 2016).
Pelayanan prima (service excellent) adalah kepedulian kepada pelanggan dengan memberikan
layanan terbaik untuk memfasilitasi kemudahan pemenuhan kebutuhan dan mewujudkan kepuasannya
agar mereka selalu loyal kepada perusahaan (Atep Adya Barata 2004 : 21). Sepuluh dimensi kualitas
pelayanan yang telah dikemukakan para pakar pemasaran sebelumnya, dirangkum menjadi lima dimensi
pokok, yaitu: Keandalan (realibility) yakni kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan
dengan segera, akurat, dan memuaskan. Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, peralatan,
personel dan sarana komunikasi. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staff untuk
membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan tanggap. Jaminan (assurance), mencakup
kesopanan, kemampuan dan pengetahuan karyawan serta kemampuan mereka untuk menimbulkan
kepercayaan dan keyakinan, bebas dari bahaya, resiko dan keraguan. Empati (emphaty), meliputi
kemudahan dalam melakukan hubungan, kepedulian atau kesedihan karyawan untuk peduli, memberi
perhatian pribadi bagi pelanggan (Lupiyoadi, 2006).
Kualitas pelayanan di setiap institusi layanan kesehatan diharapkan dapat memenuhi kepuasan
pasien sebagai penerima pelayanan kesehatan. Kepuasan pasien sendiri memiliki pengaruh terhadap
peningkatan kualitas rumah sakit atau klinik tersebut (Shelton, 2000). Muttaqin (2008) menyatakan
pelayanan berkualitas merupakan harapan semua pasien yang menerima jasa pelayanan kesehatan.
Meski demikian, tidak semua rumah sakit mampu memberikan pelayanan yang diinginkan. Hal ini
disebabkan karena pelayanan kesehatan yang berkualitas hanya dapat diberikan oleh tenaga yang
professional yang memiliki pengetahuan dan kemampuan yang baik, sehingga pasien dapat merasa
nyaman (Silalahi dan Novy, 2013). Pengetahuan dan kemampuan tenaga professional dapat ditingkatkan
dengan memberikan pelatihan-pelatihan (Rivai, 2019).
Payaman Simanjuntak (2005) mendefinisikan pelatihan merupakan bagian dari investasi SDM
(human investment) untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja, dan dengan demikian
meningkatkan kinerja pegawai. Pelatihan biasanya dilakukan dengan kurikulum yang disesuaikan
dengan kebutuhan jabatan, diberikan dalam waktu yang relatif pendek, untuk membekali seseorang
dengan keterampilan kerja (Nofiyadi, 2018). Selama ini, pelayanan prima menjadi salah satu prinsip
utama yang dipegang oleh perusahaan komersil dalam menjaga kualitas dan kerjasama. Ketika
memasuki sebuah dealer mobil, konsumen akan disambut dengan keramah tamahan customer service.
Terdapat Standar operasional khusus tentang bagaimana cara menyapa konsumen hingga menawarkan
pelayanan yang mampu membuat konsumen merasa senang dan nyaman (Puspitasari, 2019).
2. Tujuan
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana pelayanan prima (service excellence) dapat
meningkatkan kualitas pelayanan di rumah sakit.
3. Metode
Metode dalam penulisan ini yaitu dengan mendeskripsikan dan menggambarkan tentang
pelatihan service excellence dalam meningkatkan kualitas pelayanan di rumah sakit. Adapun
pengambilan data dengan menggunakan data sekunder dan dari jurnal-jurnal penelitian.
4. Hasil
Hasil penelitian yang dilakukan Murbarani 2014 tentang Analisis Kualitas Pelayanan Menurut
Brady And Cronin Di Poli Anak yaitu Penilaian terhadap kualitas interaksi cukup baik karena nilai rata-
rata komposit keseluruhan 3,49. Sub variabel yang nilai mean kompositnya ≥3,49 yaitu kesopanan
dokter dan perawat saat memberikan pelayanan, pelayanan dokter dan perawat tanpa memandang status
sosial (tidak ada diskriminasi), keramahan dokter, perhatian untuk mendengar keluhan pasien (empati)
dan ketanggapan dokter. Tetapi masih terdapat sub variabel yang nilai mean kompositnya ≤3,49 yaitu
keramahan perawat, perhatian perawat untuk mendengar keluhan pasien (empati) dan ketanggapan
perawat.
Hasil Penelitian Immas (2013) tentang Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Pasien
Di Rumah Sakit Islam Kota Magelang yaitu Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa dimensi
keandalan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan pasien, dimensi daya tanggap
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan pasien, dimensi jaminan mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap kepuasan pasien, dimensi empati mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap kepuasan pasien, dimensi berwujud mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan
pasien. Dimensi keandalan, daya tanggap, jaminan, empati, dan berwujud secara parsial dan simultan
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan pasien.
Hasil penelitian yang dilakukan Suasnawa (2017) tentang Pengaruh Pelayanan Prima dan
Customer Relationship Management terhadap Loyalitas Pasien yang dimediasi oleh Kepuasan dan
Kepercayaan yaitu pelayanan prima berpengaruh positif terhadap kepuasan dan kepercayaan pasien di
Rumah Sakit Umum Bali Royal. Variabel Customer Relationship Managemen (CRM) berpengaruh
positif terhadap kepuasan dan kepercayaan pasien di Rumah Sakit Umum Bali Royal. Selain itu,
kepuasan dan kepercayaan berpengaruh positif terhadap kepercayaan pasien di Rumah Sakit Bali Royal.
Berdasarkan hasil penelitian Wadhani tentang pengaruh pelatihan service exelence untuk
meningkatkan pelayanan perawat yang berorientasi pada kepuasan pasien di rumah sakit yaitu dengan
menggunakan kuasi eksperimen dengan rancangan pre-post test control group design, yang dibagi dlam
dua kelompok yaitu keompok eksperimen dan kelompok control. Pelaksanaan pelatihan dilakukan
selama empat kali pertemuan masing-masing selama 3-4 jam. Evaluasi hasil pelatihan dilakukan dalam
tenggang waktu selama tiga minggu setelah pelaksanaan pelatihan, dan follow up diberikan enam
minggu setelah pelatihan, hasilnya adalah layanan perawat meningkat secara signifikan setelah pelatihan
service exelence diberikan (Wardhani, 2011).
5. Pembahasan
Hasil penelitian yang dilakukan Murbarani 2014 tentang Analisis Kualitas Pelayanan Menurut
Brady And Cronin Di Poli Anak yaitu Penilaian terhadap kualitas interaksi cukup baik karena nilai rata-
rata komposit keseluruhan 3,49. Sub variabel yang nilai mean kompositnya ≥3,49 yaitu kesopanan
dokter dan perawat saat memberikan pelayanan, pelayanan dokter dan perawat tanpa memandang status
sosial (tidak ada diskriminasi), keramahan dokter, perhatian untuk mendengar keluhan pasien (empati)
dan ketanggapan dokter. Tetapi masih terdapat sub variabel yang nilai mean kompositnya ≤3,49 yaitu
keramahan perawat, perhatian perawat untuk mendengar keluhan pasien (empati) dan ketanggapan
perawat.
Kualitas pelayanan kesehatan adalah tingkat kesempatan pelayanan kesehatan, yang disatu pihak
dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan kepuasan rata-rata penduduk, serta dilain
pihak tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik yang telah ditetapkan (Sulistyo
dalam Immas, 2013). Pelayanan prima dilaksanakan demi mencapai kepuasan pelanggan bahkan
menjadi perhatian penting dalam pemerintah daerah di Amerika Serikat (Abdelkader Benmansour,
2018). Hal ini membuktikan bahwa pelayanan memiliki peran penting dalam sebuah sistem yang
dijalankan berkaitan dengan kualitas, baik kualitas hidup maupun kualitas produk. Semakin tinggi
kualitas pelayanan, maka semakin rendah tingkat kekhawatiran pelanggan terhadap pelayanan sebuah
instansi (Simamora et al., 2019).
Pengaruh pelatihan pelayanan prima terhadap kepuasan pasien yang dilihat dari keramahan,
Informatif, Komunikatif, Responsif, Suportif dan Cekatan petugas dalam memberikan pelayanan, dari
hasil dapt dilihat bahwa keenam indikator kepuasan pasien seluruhnya memiliki pengaruh (Nofiyadi,
2018). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Hadjam (2001) bahwa Pelatihan Pelayanan Prima
cukup efektif untuk meningkatkan kualitas pelayanan prima pada perawat di Rumah Sakit. Hal tersebut
tampak dari kulitas pelayanan prima pada perawat sesudah mendapatkan pelatihan pelayanan prima
lebih tinggi daripada kualitas pelayanan prima pada perawat sebelum mendapatkan pelatihan.
Kepuasan pasien sebagai pengguna jasa merupakan salah satu indikator dalam menilai mutu jasa
pelayanan. Kepuasan yang tinggi akan menunjukkan keberhasilan dalam memberikan pelayanan yang
bermutu (Kusniati, 2016). Kepuasan konsumen pada hakekatnya merupakan tingkat perasaan dimana
seseorang menyatakan hasil perbandingan atas kinerja produk (jasa) yang diterima dan yang
diharapkan. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda tergantung dari system nilai yang
berlaku pada diri masing-masing, semakin banyak aspek-aspek nilai yang sesuai dengan keinginan
pelanggan dapat dikatakan makin tinggi pula tingkat kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan (Winardi,
2012).
Masyarakat yang puas dengan pelayanan yang didapatkan cenderung akan mematuhi rencana
pengobatan yang telah disepakati, namun sebaliknya masyarakat yang kurang puas cenderung tidak
mematuhi dan akan berganti fasilitas pelayanan kesehatan lain atau rumah sakit lain. Demi
mempertahankan kesetiaan pengguna layanan maka banyak rumah sakit terus mengembangkan program
pelayanan yang berkualitas pagi para konsumen dalam memenuhi kepuasan pelayanan kesehatan
(Kelana, 2015).
6. Penutup
Keseimpulan dari kajian ini adalah terdapat pengaruh pelatihan service exelence terhadap
peningkatan kualitas layanan kesehatan dan terhadap kepuasan pasien. Diharapkan rumah sakit
memberikan pelatihan service exelence secara merata kepada seluruh karyawan yang ada di Rumah
sakit.
Daftar Pustaka
Hadjam. (2001). Efektivitas Pelayanan Prima Sebagai Upaya Meningkatkan Pelayanan Di Rumah
Sakit (Perspektif Psikologi). Jurnal Psikologi. ISSN:0215-8884.
Immas. (2013). Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Pasien Di Rumah Sakit Islam
KotaMagelang. https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jiab/article/viewFile/2992/2856 .
Di unduh tgl 05/11/2019.
Kelana. (2015). Pengaruh Penerapan Pelayanan Prima (Service Exelence) Perawat Terhadap Tingkat
Kepuasan Pasien di Rumah Sakit Universitas Tanjungpura Kota
Pontianak.http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jmkeperawatanFK/article/download/11004/10483 .
Diunduh Tanggal 14/12/2019.
Kusniati. (2016). Pengaruh Kualitas Jasa dan Nilai Pelanggan Terhadap Minat Kunjungan Ulang
Melalui Kepuasan Pasien di Poli Umum di RSISA Semarang. Jurnal Manajemen Kesehatan
Indonesia Volume 4, No. 02.
Lupiyoadi, Rambat. 2006, Manajemen Pemasaran Jasa. Jakarta : Salemba Empat.
Murbarani. (2014). Analisis Kualitas Pelayanan Menurut Brady And Cronin Di Poli Anak.I. Jurnal
Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 2 Nomor 1 Januari-Maret 2014.
Nofiyadi. (2018). Pengaruh Pelatihan Pelayanan Prima Terhadap Kepuasan Pelanggan Rawat Jalan
Di Rumah Sakit Permata Hati Duri. Ensklopedia of Jurnal Vol 1 No.1
http://jurnal.ensiklopediaku.org.
Nugrahaningsih. (2016). Hubungan Sikap Perawat Dengan Kepuasan Pasien Dalam Pelayanan
Keperawatan Di Bangsal Pavilliun RSUD Salatiga.
http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/29/01-gdl-wahyunugra-1439-1-wahyunu-i.pdf .
Diunduh Tanggal 05/11/2019.
Palupi. (2013). Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap Di RS.
Panti Waluyo Surakarta.
https://www.ejurnal.unisri.ac.id/index.php/Exsplorasi/article/viewFile/773/640 . Diunduh Tanggal
05/11/2019.
Puspitasari et all. (2018). Supervisi Klinik Dalam Pelaksanaan Pelayanan Keperawatan Sebagai
Upaya Peningkatan Kompetensi Perawat di Rumah Sakit. Jurnal Perawat Indonesia, Volume 2 No. 2
Hal 51-61. E ISSN 2548-7051.
Rivai et all. (2019). Peningkatan Pengetahuan Karyawan Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji
Makassar Pasca Pelatihan Pelayanan Prima. Jurnal Terapan untuk Pengabdian Masyarakat
Volume 2 Nomor 1 Tahun 2019.
FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN MUTU PELAYANAN
PRIMA DIRUANG RAWAT INAP KELAS II DAN III RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH PETALA BUMI PROVINSI RIAU TAHUN 2016
Factors Associated with Quality of Service Excellence in The Room Hospitalization
Class II and III General Hospital Area Petala Bumi Riau Province 2016
The research was based on flukuasi the number of visits the patient at the last three years in
inpatient installationin PetalaBumiHospitalsRiau Province, specifically class II and III. The matter is
assumed as one of the causes are not yet optimal achievement of excellent service quality in
PetalaBumiHospitalsRiau Province, so need to look for to know the factors that relate to the quality
of service in the inpatient room class II and III in PetalaBumi HospitalsRiau Provincein 2016. This type
of research is quantitative research using Cross Sectional design research. Sample research as many
as 100 patients who are admitted in class II and III using the technique of accidental sampling and
measuring instruments used in the research questionnaire. Technique of data analysis using chi-
square test in which computerized data processing use. From the results of research shows there is a
connection between the factors of attitude(p-value = 0,028, OR=2,667), actio(p-value =
0,001,OR=4,195)n, empathy (p-value = 0,023, OR=2,846) and tangible (p-value = 0,000, OR=8,500)
against hospitalization patients excellent service class II and III. Related to the installation are
expected to improve the quality of service of the medical officer in the room hospitalization
especially classes II and III as well as the always direct review of facilities in the inpatient room class
II and III in order to achieve the quality of service in a Petala Bumi Hospital Riau Province.
Keywords : factors associated with quality of service excellent, attitude, action, tangible
Chi-Square=21.469
Mutu Pelayanan P OR
Sikap yang sangat besar terhadap kepuasan
Petugas Prima Jumlah Valu pasien ruang rawat inap anak RS Santo
n
Buruk% n Baik
% N %
Buruk 3 61, 2 38, 52 10
e
2.667(1.1 Yusup Bandung dan RS Sekar Kamulyan
8 Kuningan. Sikap dalam penelitian ini
2 5 0 5 0 0,02 8-5.985)
Baik 1 37, 3 62, 48 10 8 adalah Nilai-nilai yang dimiliki perawat
8 5 0 5 0 untuk menerima, merespon, dan
Jumla 5 50, 5 50, 10 10 menghargai dalam pelaksanaan family
h 0 0 0 0 0 0
Chi-Square=4.848 value) sebesar 0,028 (p< 0,05).
Sikap menurut Barata dalam Putri
(2015) adalah perilaku atau perangai yang
Mutu P OR harus ditonjolkan ketika menghadapi
Tindak Pelayanan Jumlah Val
an Prima ue pelanggan,
Petuga Buruk Baik
s n % n % N %
4.195(1.81
Buruk 3 68, 1 31, 45 10
1 8 4 1 0 0,00 0-9.728)
1
Baik 1 34, 3 65, 55 10
9 5 6 5 0
Juml 5 50, 5 50, 10 10
a 0 0 0 0 0 0
h
Chi-
Square=10.343
Mutu P OR
Empati Pelayanan Jumlah Valu
Petuga Prima e
s Buruk Baik
n % n % N %
Buruk 3 59, 2 40, 62 10 2.846(1.22
7 7 5 3 0 0,02 8-6.597)
Baik 1 34, 2 65, 38 10 3
3 2 5 8 0
Jumla 5 50, 5 50, 10 10
h 0 0 0 0 0 0
Chi-Square=5.136
11. PEMBAHASAN
a. Sikap
Hubungan sikap petugas
kesehatan dengan mutu pelayanan
prima dalam rumah sakit terlihat
dari hasil tabel distribusi yang
menunjukkan bahwa peningkatan
sikap petugas ke arah yang lebih
baik. Dengan nilai Chi Square
sebesar 4.848 dan signifikansi (p-
centered care di ruang rawat inap anak.
Berdasarkan hasil penelitian dan teori yang
relevan maka peneliti menyimpulkan
bahwa sikap perawat baik buruknya
tergantung dari pelayanan yang diterima
oleh pasien. Dimana dari hasil kuesioner
pasien lebih banyak memilih jawaban STS
(Sangat Tidak Setuju) pada “Perawat
ramah dengan pasien/keluarga pasien”, hal
ini akan berakibat negatif bagi pandangan
pasien terhadap profesionalisme perawat
dan hal tersebut dapat menjadi tolak ukur
pasien mengenai mutu pelayanan yang
diterima. Berdasarkan hal tersebut
diharapkan perawat dapat memberikan
pelayanan dengan ekspresi wajah ramah,
respon cepat, rasa menghargai serta 3S
(Senyum, Sapa, dan Salam) selalu
disematkan. Hasil observasi pada faktor
sikap yang dilakukan oleh peneliti selama
pengambilan data secara langsung, masih
adanya perawat yang kurang murah
senyum terhadap pasien maupun keluarga
pasien.
b. Tindakan
Hubungan tindakan petugas
kesehatan dengan mutu pelayanan
prima dalam rumah sakit terlihat dari
hasil tabel distribusi yang menunjukkan
bahwa peningkatan tindakan petugas
ke arah yang lebih baik. Dengan nilai
Chi Square sebesar 10.343dan
signifikansi (p-value) sebesar 0,001
(p< .0,05).
Tindakan menurut Barata dalam
Putri (2015) adalah berbagai kegiatan
nyata yang harus dilakukan dalam
memberikan layanan kepada
nilai Chi Square sebesar 5.136 dan
pelanggan.
Ditambahkan oleh Wijaya, Ardiana signifikansi (p-value) sebesar 0,023 (p<
&Prabowo (2014) kualitas pelayanan 0,05).
keperawatan dapat tercermin dalam
pelaksanaan (tindakan) asuhan Empati berarti bahwa perusahaan
keperawatan yang profesional. Perpaduan memahami masalah para pelanggannya
antara profesionalisme dan bertindak demi kepentingan pelanggan
perawat dan memiliki jam operasi yang nyaman
dengan pengetahuan (Porwoastuti, dkk 2015).
dan keterampilan yang meliputi Penelitian serupa juga dilakukan oleh
keterampilan intelektual, teknikal dan Manimaran, dkk pada tahun (2010) di
interpersonal dalam tindakannya harus Rumah Sakit Dindigul, yang memperoleh
mencerminkan perilaku yang di dasari hasil bahwa empati mempunyai hubungan
kepedulian. Itu artinya kepedulian signifikan dengan kepuasan pasien yaitu
merupakan bagian tindakan perawat dalam perawat meluangkan waktu untuk
memberikan pelayanan kesehatan kepada berkomunikasi dengan pasien dan
pasiennya. Tindakan, dalam ini adalah menghibur serta memberikan dorongan
berbagai kegiatan nyata yang harus kepada pasien untuk sembuh.
dilakukan dalam memberikan layanan peneliti menyimpulkan bahwa empati
kepada pasien. Berdasarkan hasil perawat baik buruknya tergantung dari
penelitian dan teori yang relevan maka pelayanan yang diterima oleh pasien.
peneliti menyimpulkan baik buruknya Dimana dari hasil kuesioner pasien lebih
tindakan medis yang diberikan tergantung banyak memilih jawaban STS (Sangat
dari pelayanan yang diterima oleh pasien. Tidak Setuju) pada “Perawat memberikan
Dimana dari hasil kuesioner pasien lebih perhatian terhadap pasien dengan baik” hal
banyak memilih jawaban STS (Sangat ini akan berefek negatif dimata pasien jika
Tidak Setuju) pada “Perawat mengawasi komunikasi individual antara perawat
keadaan pasien secara teratur” hal ini dengan pasien tidak terjalin sehingga akan
sangat dirasakan kurang oleh pasien dan membuat mutu pelayanan yang diterima
dapat mengakibatkan kurangnya mutu pasien tidak sesuai harapan. Berdasarkan
pelayanan yang diterima oleh pasien, hal tersebut diharapkan kepada perawat
sehingga pasien enggan untuk selaku pemberi pelayanan terhadap pasien
memberikan berita positif diluar rumah supaya lebih berkomunikasi, perhatian,
sakit. Berdasarkan hal tersebut diharapkan mendengarkan dan memperhatikan serta
agar perawat selalu mengawasi keadaan memberikan penjelasan terhadap tindakan
secara berkala dan sesalu tepat waktu yang dilakukan terhadap pasien.
serta perawat diharapkan dapat dengan d. Bukti Fisik
tenang menjelaskan kepada pasien terkait Hubungan bukti fisik dengan mutu
hal yang dianggap pasien tidak sesuai pelayanan prima dalam rumah sakit terlihat
dengan keinginannya. Jika berhubungan dari hasil tabel distribusi yang
dengan tindakan medis, maka perawat menunjukkan bahwa peningkatan bukti
menjelaskan kepada pasien sesuai dengan fisik ke arah yang lebih nyaman. Dengan
ilmu medis. Namun jika berhubungan nilai Chi Square sebesar 21.469 dan
dengan kebijakan rumah sakit, perawat signifikansi (p-value) sebesar 0,000 (p<
menjelaskan kepada pasien sesuai dengan 0,05).
kebijakan dan peraturan yang berlaku. Berdasarkan teori Tjiptono (2004) bukti
c. Empati fisik pada pelayanan asuhan keperawatan
Hubungan empati petugas kesehatan di ruang rawat inap merupakan hal yang
dengan mutu pelayanan prima dalam sangat penting untuk menunjang
rumah sakit terlihat dari hasil tabel kesembuhan dari pasien karena bukti fisik
distribusi yang menunjukkan bahwa memberikan petunjuk tentang kualitas jasa
peningkatan empati petugas ke arah yang semakin baik fasilitas yang diberikan oleh
lebih baik. Dengan
rumah sakit maka akan dapat perawat dalam pemberian asuhan
menimbulkan kepuasan. keperawatan seperti, mengadakan
Sejalan dengan penelitian yang pelatihan secara berkesinambungan
dilakukan oleh Bata, dkk (2013) yang sehingga nantinya perawat mampu
menyatakan bahwa bukti langsung memberikan asuhan keperawatan secara
memiliki pengaruh yang besar terhadap maksimal.
kepuasan pasien rawat inap akses sosial.
2. Kepada perawat di Ruang Rawat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
hubungan antara bukti langsung dengan InapRSUD Petala Bumi Provinsi Riau:
kepuasan pasien akses sosial dengan nilap a) Mengembangkan sikap yang
p value = 0,001 < 0,05. berorientasi pada kebutuhan pasien
Peneliti menyimpulkan bahwa bukti fisik dalam memberikan pelayanan
baik buruknya tergantung dari apa yang dengan ekspresi wajah ramah,
dirasakan dan dilihat oleh pasien. Dimana respon cepat, rasa menghargai
dari hasil kuesioner pasien lebih banyak
memilih jawaban STS (Sangat Tidak serta 3S (Senyum, Sapa dan Salam)
Setuju) pada “kondisi ruang rawat inap selalu disematkan, sehingga
kelas II dan III bersih”, hal ini dapat persepsi pasien semakin positif
menyebabkan citra rumah sakit akan terkait pelayanan di rumah sakit
berkurang dimata pasien, sebab bukti fisik Umum Daerah Petala Provinsi Riau,
hal pertama yang akan dirasakan oleh khususnya unit rawat inap kelas II
pasien saat pertama kali tiba. Berdasarkan
dan III
hal tersebut diharapkan kepada pihak
Rumah Sakit untuk lebih memperhatikan b) Meningkatkan tindakan yang lebih
kebersihan ruang rawat khususnya kelas III mengobservasi secara berkala
serta memantau fasilitas yang tersedia terhadapa keadaan pasien sesuai
diruang rawat inap, sebab kepuasan dengan penyakitnya serta perawat
pasien tidak hanya berasal dari pelayanan selalu mengawasi keadaan secara
yang diberikan petugas medis, namun
berkala dan selalu tepat waktu.
berasal juga dari apa yang dirasakan dan
dilihat oleh pasien selama dalam masa c) Perlu meningkatkan empati atau
rawat inap. perhatian perawat dalam
Hasil observasi terhadap fasilitas ruang memberikan asuhan keperawatan,
rawat inap ditemukan danya fasilitas yang seperti meluangkan waktu khusus
tidak berfungsi sebagaimana mestinya, untuk berkomunikasi dengan pasien
seperti kipas angin dan colokan listrik di dan mendengarkan keluhan pasien
ruang rawat inap kelas III yang tidak
berfungsi. AC dan TV dikelas II hidup tapi serta memberikan motifasi kepada
tidak berfungsi sesuai dengan harapan pasien agar dapat mempercepat
yang diinginkan pasien. proses kesembuhan pasien.
d) Kepada Instalasi rawat inap
khususnya di ruang kelas II dan III
untuk meningkatkan fasilitas sesuai
12. KESIMPULAN dengan standar serta melakukan
Semua variabel penelitian berhubungan maka perawatan fasilitas secara berkala
dapat disimpulkan bahwa mutu pelayanan
setiap tiga bulan atau enam bulan
prima di RSUD Petala Bumi Provinsi Riau
masih harus lebih ditingkatkan lagi. sekali.
e) Perawat yang bertugas sebaiknya
jangan terlalu banyak duduk di
13. SARAN bangsal (nurse station), hendaknya
1. Pihak manajemen Rumah Sakit, setiap setengah atau satu jam sekali
disarankan untuk lebih meningkatkan perawat melihat keruang rawat
upaya pengembangan keterampilan inap pasien untuk lebih mengetahui
keluhan maupun perkembangan
pasien secara langsung.
14. DAFTAR PUSTAKA
Adiwidjaja, Dhuhaniyati (2012). Implikasi Kesehatan &Akseptabilitsanya.
Pelayanan Prima (Service Jakarta:
Excellence) dan Paket Erlangga.
Agenda Reformasi
Daryanto, S. (2014). Kosumen Dan
Layanan
Pelayann Prima. Yogyakarta: Gava
Kesehatan: Pelajaran
Media.
Menarik Dari Singapura dan
Malaysia Bagi Muninjaya, G. (2012). Manajemen Mutu
Indonesia.https://www.google.Jurnal Pelayanan Kesehatan.Jakarta: Buku
Reformasi, Volume 2, Nomor 2, Juli Kedokteran EGC.
– Desember 2012. Diakses 26
Februari 2016.
Profil Kesehatan Indonesia. (2008). Departemen Kesehatan Republik Indonesia Jakarta, 2009.
Putri, A (2015). Faktor – Faktor yang Berhubungan Dengan Pelayanan Prima Pegawai Rawat
Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat. http//uinjkt.ac.id. diakses 1 juni
2016.
Sondakh, Marjati, Pipitcahyani. (2013). Mutu Pelayanan Kesehatan Dan Kebidanan. Jakarta:
Salemba Medika.
Sugiyono. (2013). Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Wijaya, Ardiana, Prabowo. (2014). Hubungan Tingkat Kognitif Perawat tentang Caring
dengan Aplikasi Praktek Caring di Ruang Rawat Inap RSU dr. H. Koesnadi Bondowoso.
http//e-Jurnal Pustaka Kesehatan. Diakses 1 juni 2016.
Wira, I (2014). Hubungan Antara Persepsi Mutu Pelayanan Asuhan Keperawatan Dengan
Kepuasan Pasien Rawat Inap Kelas III Di RSUD Wangaya Kota Denpasar.
http//pps.unud.ac.id. diakses 1 juni 2016.
Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 18 No.1, Maret 2015, hal 38-44
pISSN 1410-4490, eISSN 2354-9203
*E-mail: nifina_farhan@yahoo.com
Abstrak
Kepuasan pelanggan terhadap pelayanan kesehatan yang diterima dapat diwujudkan dengan melaksanakan pelayanan
prima. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pelayanan prima berbasis budaya terhadap tingkat kepuasan
pasien di rumah sakit. Metode penelitian menggunakan quasi experiment dengan rancangan pre and post with control
group design. Jumlah sampel adalah tiga puluh lima perawat dan seratus empat puluh pasien. Teknik pengambilan
sampel untuk perawat menggunakan total sampling, sementara untuk pasien dilakukan dengan consecutive sampling.
Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang bermakna (p< 0,05) terhadap tingkat kepuasan pasien setelah
perawat mendapatkan pelatihan pelayanan prima berbasis budaya pada sebelum dan sesudah di kelompok intervensi.
Rekomendasi yang dapat diberikan adalah perlunya meningkatkan peran supervisi agar keberlangsungannya tetap
terjaga. Selain itu, untuk penelitian berikut dapat juga dilakukan dengan model triangulasi.
Abstract
Nursing Care Prima Culture-Based Influence to Patient Satisfaction in Hospitals. This research aimed to determine
the effect of service excellent based on culture to patient satisfaction level in installation of hospitalization Hospital
Jayapura. This research is a quasi experiment with pre and post with control group design. The number of samples is
someone 35 nurses and 140 patients. The results showed have significant effect (p< 0.05) on the level of patient
satisfaction after nurses receive training excellent service based onculture pre and post intervention group.
Recommendations can be given is the need to enhance the role of supervision in order to maintain continuity, for the
following research maybe done by triangulation models.
Tabel 1. Perbedaan Kepuasan Pasien Sebelum dan Sesudah Pelatihan terhadap Kelompok Intervensi dan
Kontrol
Mean SD CI 95% p
Kelompok intervensi
a. Pretest -8.81 14.226 -20,26– 0,001*
7,24
b. Postest 4.95 14.795
Kelompok kontrol
a. Pretest 3,11 12,020 0,37–7,39 0,075
b. Postest 0,41 8,930
*bermakna pada α= 0,05
Hasil analisis pada Tabel 1 menunjukkan
bahwa skor rerata kepuasan pasien sebelum terhadap pasien dan keluarga. Akhtari-Zavare,
intervensi di kelompok kontrol terjadi Abdullah, Hassan, Said, dan Kamali (2010)
penurunan tingkat kepuasan pasien sebelum menjelaskan caring adalah esensi dari kepe-
dan sesudah pelatihan pelayanan prima rawatan yang berarti juga pertanggung jawaban
berbasis budaya kontrol. hubungan antara perawat dengan klien,
dimana perawat melibatkan klien untuk
berpartisipasi dalam memperoleh
19. Pembahasan
pengetahuan, dan mening- katkan derajat
kesehatan. Caring adalah kegiatan langsung
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata skor
untuk memberikan bantuan, dukungan perilaku
kepuasan pasien sebelum intervensi dan setelah
kepada individu atau kelompok melalui
intervensi mengalami peningkatan satu setengah
antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi
kali lipat lebih puas dari kondisi awal. Artinya ada
manusia atau kehidupan (Leininger & McFarland,
pengaruh pelatihan pelayanan prima berbasis
2002).
budaya terhadap kepuasan pasien pada
kelompok intervensi. Komunikasi perawat
Praktik perawatan yang berbasis nilai budaya
terhadap pasien menjadi faktor yang penting
dipengaruhi oleh bahasa, filosofi, agama, keke-
dalam pemberian pelayanan prima berbasis
luargaan, sosial, politik, pendidikan, ekonomi,
budaya.
teknologi, etnohistory, dan lingkungan. Keun-
tungan dari keperawatan yang berbasis
Pelayanan prima menurut Budiono (2012) adalah
budaya dapat memberikan kepuasan kepada
pelayanan jasa yang dapat membuat pelanggan
pasien sehingga mempengaruhi derajat
merasa mendapatkan pelayanan sesuai
kesehatan dan kesejahteraan individu, keluarga,
harapan, sesuai dengan indikator yang
kelompok, dan komunitas di dalam
ditentukan serta dapat dipertanggungjawabkan,
lingkungannya. Kebudayaan dan keperawatan
sehingga merasa puas. Pelayanan prima
yang seimbang dapat terwujud apabila pola dan
harus memberikan yang terbaik bagi
nilai-nilai perawatan digunakan secara tepat,
pelanggan, melakukan apapun yang mungkin
aman dan bermakna (Beach, et al., 2006).
untuk memuaskan pelanggan, serta membuat
keputusan yang dapat memberikan
keuntungan pada pelanggan tapi tidak merugikan Faktor komunikasi. Komunikasi adalah sesuatu
perusahaan (Gerson, 2011). Pelayanan prima untuk dapat menyusun dan menghantarkan
dilaksanakan dalam rangkaian kegiatan secara suatu pesan dengan cara yang gampang
utuh yang bersifat wajar, lancar, terbuka, sehingga orang lain dapat mengerti dan
sederhana, tepat sasaran, terjangkau, menerima (Nursalam, 2002). Komunikasi dalam
lengkap, dan tidak rumit. praktik keperawatan profesional merupakan
unsur utama bagi perawat dalam
Menurut Narayanasamy (2002), “Caring” yang melaksanakan pelayanan keperawatan untuk
berdasarkan kebudayaan adalah aspek mencapai hasil yang optimal. Adapun faktor-
asensial untuk mengobati dan menyembuhkan faktor yang mempengaruhi penerapan
dimana pengobatan tidak akan mungkin komunikasi terapeutik antara lain: pendidikan,
dilakukan tanpa perawatan, sebaliknya lama bekerja, dan pengetahuan, sikap dan
perawatan dapat tetap eksis tanpa pengobatan. kondisi psikologi (Sumijatun, 2011).
Konsep keperawatan kultural, arti, ekspresi,
pola-pola, proses, dan struktur dari bentuk Komunikasi yang baik dalam pelayanan prima
perawatan transkultural yang beragam dengan yang berkualitas akan membuat pasien menjadi
perbedaan dan persamaan yang ada. Setiap puas. Suatu pelayanan dinilai memuaskan
kebudayaan manusia memiliki pengetahuan dan apabila pelayanan tersebut dapat memenuhi
praktik keperawatan tradisional serta praktik kebutuhan dan harapan pelanggan. Jika
profesional yang bersifat budaya dan individual. pelanggan merasa tidak puas terhadap suatu
pelayanan yang disediakan, maka pelayanan
tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan
Pelayanan prima dalam keperawatan adalah
tidak efisien
pelayanan yang didasari oleh tindakan caring
(Suryawati, 2006). Supranto (2006)
mengemukakan bahwa jika pelayanan sehingga ilmu yang didapat setelah pelatihan
keperawatan yang dirasakan tidak sesuai dapat diaplikasikan kepada pasien sehingga
dengan harapan maka pasien akan merasakan meningkatkan kepuasan pasien yang dirawat.
ketidakpuasan terhadap layanan tersebut dan Sikap dan perilaku perawat juga mengalami
akan menimbulkan keluhan atau klaim dari perubahan dari yang kurang care menjadi lebih
pasien. care terhadap pasien, lebih ramah dengan
pasien, penampilan perawat juga menjadi lebih
Menurut Bail (2008) mengemukakan bahwa baik, cara komunikasi lebih efektif dengan
ketidakpuasan pasien dalam menerima pasien dan sebagian perawat sudah mulai
pelayanan keperawatan berhubungan dengan menggunakan dialek Papua ketika berinteraksi
ketidakjelasan prognosis, ketidakjelasan dengan pasien, khususnya pasien yang berasal
penyampaian informasi, dan pembuatan dari suku Papua.
keputusan. Tingkat kepuasan pasien
mengalami peningkatan setelah perawat Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat
mendapatkan pelatihan tentang pelayanan prima kepuasan pasien terhadap kelompok
berbasis budaya, artinya bahwa ada pengaruh intervensi terjadi peningkatan jika
intervensi tentang pelayanan prima berbasis dibandingkan antara sebelum pelatihan dan
budaya terhadap tingkat kepuasan pasien. setelah pelatihan. Hal ini terjadi karena
pemberian pelayanan prima berbasis budaya
Rumah sakit mempunyai tanggung jawab untuk yang dilakukan oleh perawat dapat diterima
selalu meningkatkan kepuasan pasien sehingga dan sesuai dengan budaya lokal di Papua,
rumah sakit juga mempunyai tanggung jawab artinya dalam pemberian pelayanan prima,
untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan kita perlu mempertimbangkan budaya lokal
tindakan perawatnya agar dapat memberikan yang tidak dapat kita hilangkan, tetapi dapat
pelayanan prima kepada pasien maupun kita modifikasi sehingga antara budaya dan
keluarga. pelayanan dapat berjalan seiring, tujuan
akhirnya adalah kepuasan bagi pasien,
keluarga maupun pengunjung (HH, TN).
20. Kesimpulan
Gulbu, T. (2006). The implications of transcultural nursing models in the provision of culturally
competent care. Icus Nurs Web J, 25, 1–11.
Bhui, K., Warfa, N., Edonya, P., McKenzie, K., & Bhugra, D. (2007). Cultural competence in mental
healthcare: A review of model evaluations. BMC Health Serv Res., 7 (15), 1–10. doi:
10.1186/1472-6963-7-15.
Leininger, M., & McFarland, M.R. (2002). Transcultural nursing: Concepts, theories, research, and
practice. United States: The McGraw-Hill Companies.
Beach, M.C., Gary, T.L., Price, E.G., Robinson, K., Gozu, A., Palacio, A., Smarth, C., Jenckes, M.,
Feuerstein, C., Bass, E.B., Powe, N.R., & Cooper, L.A. (2006). Improving health care quality
for racial/ethnic minorities: A systematic review of the best evidence regarding provider
and organization
interventions. BMC Public Health, 24 (6)
104.
Akhtari-Zavare, M., Abdullah, M.Y., Hassan, T.S., Said, S.B., & Kamali, M. (2010). Patient
satisfaction: Evaluating nursing care for patients hospitalized with cancer in Tehran
Teaching Hospitals, Iran. Global Journal of Health Science, 2 (1), 117–126.
Supranto, J. (2006). Pengukuran tingkat kepuasan pelanggan untuk menaikkan pangsa pasar.
Jakarta: Rineka Cipta.
Suryawati, C., Dharminto., & Zahroh, S (2006). Penyusunan indikator kepuasanpasien rawat
inap rumah sakit di propinsi Jawa Tengah. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, 9 (4),
177–184.