Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Perkembangan pelayanan kesehatan di Indonesia telah berhasil meningkatkan

pelayanan kesehatan secara lebih merata. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

menyebabkan peningkatan golongan masyarakat yang berpendidikan dan menguasai

informasi, sehingga mereka akan memilih dan menuntut untuk memperoleh pelayanan

kesehatan yang berkualitas. Perkembangan pelayanan kesehatan menuju pelayanan

prima perlu mendapat perhatian dari segala pihak secara multidisiplin. Fasilitas

pelayanan kesehatan yang sering dipergunakan oleh masyarakat adalah rumah sakit

(Supriyanto & Ernawaty, 2010).

Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang mempunyai kewajiban

untuk melayani pasien dengan fasilitas yang lengkap serta pelayanan yang cepat dan

tepat. Untuk mencapai hal tersebut pengaturan manajemen rumah sakit harus

dilaksanakan dengan benar. Rumah sakit juga merupakan salah satu lembaga pemberi

pelayanan di bidang klinik, sehingga dalam pemberian pelayanannya rumah sakit harus

memiliki mutu klinik (Rhesavani, 2013).

Mutu klinik merupakan penampilan kerja para professional rumah sakit yang

dapat menentukan baik buruknya pelayanan rumah sakit. Oleh karena itu, dibutuhkan

sebuah standar untuk pengembangan pelayanan yang sesuai dan merata. Demi

mempertahankan mutu yang baik, maka saat ini dikembangkan sistem clinical

governance atau governance di klinik. Clinical governance terbagi atas tujuh pilar.
Kandungan dalam pilar mendeskripsikan unsur- unsur penopang yang berguna untuk

menciptakan sistem pelayanan kesehatan yang paripurn. Pilar clinical governance terdiri

atas service user, carer and public involvement; risk management; clinical audit; staffing

and staff management; education and training; clinical effectiveness; dan clinical

information.

Clinical effectiveness menerapkan patient centre care dengan pendekatan case

management. Pelaksanaan patient centre care di beberapa fasilitas kesehatan awalnya

dikembangkan hanya dengan mengandalkan medical approach. Namun, saat ini sudah

mulai dikembangkan dan diadopsi dengan pendekatan asuhan keperawatan, dimana

pendekatan yang digunakan lebih memfokuskan pada case management dengan

melibatkan beberapa disiplin ilmu. Oleh karena itu, seluruh anggota tim dalam case

management harus memiliki kesetaraan pemahaman mengenai prinsip dari patient

center care dengan pendekatan case management, serta mengerti dan memahami

implementasi dari penerapan patient center care, khususnya berkaitan dengan

keperawatan (Moreau, Alain, & Laurent et al., 2012).

The Institute of Medicine (IOM) mendefinisikan Patient Centered Care (PCC)

sebagai suatu bentuk pelayanan kesehatan yang menciptakan hubungan kerjasama yang

baik antara praktisi kesehatan, pasien, dan keluarganya dengan tujuan untuk menjamin

bahwa keputusan yang dibuat menghormati keinginan, kebutuhan, pilihan, serta

menjamin pasien mendapatkan pengetahuan dan mendukung pasien untuk mengambil

keputusan dan berpartisipasi dalam perawatan mereka sendiri secara mandiri (Shaller,

2007).
Patient centered care merupakan tujuan sekaligus alat yang digunakan untuk

meningkatkan hasil kesehatan. Penerapan konsep PCC dalam pemberian pelayanan tidak

hanya dengan berkomunikasi dengan pasien, tetapi memberikan informasi dan edukasi

pada setiap pasien dengan memperhatikan kebutuhan pasien sebagai individu,

memberikan dukungan emosional dan memberikan kenyamanan fisik, mulai dari masuk

rumah sakit sampai dengan perawatan lanjutan yang diperlukan (Cheraghi, Esmaeili, &

Salsali 2017).

Inti dalam penerapan patient centered care adalah memandang pasien sebagai

pribadi yang unik, menghargai nilai, dan keyakinan pasien dan merespon secara

fleksibel akan kebutuhan serta pilihan pasien (McCormack 2003; Mead and Bower

2000). Pada penerapan PCC tenaga perawatan kesehatan menilai karakteristik pasien,

kebutuhan, dan pilihan pasien lalu mendiskusikan dengan pasien tentang kondisi

kesehatan mereka dan rencana perawatan serta mendorong partisipasi pasien dalam

keputusan yang terkait untuk pengobatan dan menerapkan pilihan pengobatan yang

sesuai dengan kebutuhan pasien (Lauver et al. 2002; Schoot et al. 2005). Penerapan PCC

meningkatkan kualitas perawatan pada pasien, karena fokus perawatan tidak lagi terletak

pada penyelesaian tugas tapi penyesuaian personal (McCormack 2003).

Pemenuhan standar praktik keperawatan yang profesional menuntut perawat

untuk meningkatkan, mengubah, dan mendesain ulang sistem perawatan kesehatan serta

mengkaji hambatan - hambatan yang ada dalam melakukan komunikasi (Wolf, 2007).

Model keperawatan case management merupakan upaya untuk memujudkan preference

ataupun hak pasien dalam menentukan pilihan perawatan sesuai kebutuhan dan harapan

mereka. Case management dipimpin oleh seorang case manager yang bekerja sangat
dekat dengan pasien sehingga secara bersama-sama membuat perencanaan perawatan

agar sesuai dengan keinginan dan kebutuhan pasien (Morales & Asencio et al, 2010).

Case management merupakan prosedur untuk merencanakan, mencari,

mengevaluasi,serta memonitor layanan yang didapatkan pasien dari berbagai profesi

kesehatan. Case management diartikan sebagai suatu metode yang mengatur ketentuan

rencana perawatan yang akan diberikan kepada pasien dengan high cost medication.

Tujuan dari metode ini adalah untuk mengkoordinasikan seluruh perawatan sehingga

dihasilkan perawatan yang berkesinambungan dengan biaya yang lebih terjangkau atau

rendah. Fokus dari case management adalah menyediakan layanan personal pasien untuk

meningkatkan layanan perawatan secara komprehensif menggunakan komunikasi dan

sumber daya yang mendukung tercapainya hasil efektif dan efisien (Mullahy, 2014).

1.2. TUJUAN

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis

konsep, issue, serta solusi patient centered care dan case management pada tatanan

pelayanan kesehatan dan keperawatan.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PATIENT CENTER CARE

2.2.1. Definisi

Patient Centered Care (PCC) adalah mengelola pasien dengan merujuk

dan menghargai individu pasien meliputi preferensi/pilihan, keperluan, nilai – nilai,

dan memastikan bahwa semua pengambilan keputusan klinik telah

mempertimbangkan dari semua nilai – nilai yang diinginkan pasien. (Bleich MR.,

2015)

Patient Centered Care (PCC) adalah paradigm baru dalam peayanan

keseahtan yang memposisikan pasien sebagai pusat dari pelayanan. Konsep dari

PCC disebut juga pelayanan yang berusat pada seesorang, berpusat pada klien,

masyarakat, pasien da keluarga serta perawatan individual. (Rusmawati A, 2016)

The Institute Of Medicine (IOM) mendefinisikan patient center care adalah

bentuk pelayanan kesehatan yang menciptakan hubungan kerjasama yang baik


antara praktisi kesehatan, pasien dan keluarganya (jika diperlukan) untuk menjamin

keputusan yang dibuat untuk menghormati keinginan, kebutuhan, pilihan pasien

serta menjamin pasien mendapatkan pengetahuan juga mendukung pasien untuk

mengambil keputusan dan berpartisipasi dalam perawatan mereka sendiri (National

Healthcare Disparities Report, 2010).

Patient Center Care mempunyai fungsi dasar dalam pemberian informasi

pada pasien, memberikan jaminan, dukungan, kenyamanan, penerimaan, legitimasi

dan kepercayaan diri (Fulford, 1996), Selain itu, karena pasien sebagai centre dalam

pemberian perawatan juga diikut sertakan dalam mengambil keputusan terhadap

pemberian pelayanan kesehatan sehingga akhirnya akan berdampak terhadap

peningkatan kesehatan pasien (Robinson, 2008). Patient center care juga bertujuan

untuk meningkatkan praktik klinik dengan membangun hubungan perawatan yang

dijembatani oleh perbedaan demografi, sosial dan ekonomi antara petugas kesehatan

dan pasien. Melalui cara ini juga petugas kesehatan menghargai kondisi pasien, nilai

pasien, harapan yang ingin dicapai oleh pasien berdasarkan kondisi klien.

Sebuah organisasi seyogyannya menjadikan PCC sebagai prioritas.

Beberapa organisasi telah mencantumkan filosofi PCC dalam misi organisasi. Satu

kesepakatan dari seluruh aspek mengisyaratkan bahwa mereka memulai sebuah

perjalanan yang masih panjang. Setiap hari dapat memberikan kesuksesan, akan

tetapi juga dapat menumbuhkan tantangan baru dan kesempatan.

PCC menekankan bahwa pengelola rumah sakit perlu melihat dari perspektif

pasien atau membayangkan diri sendiri menjadi pasien untuk dapat memahami

kebutuhan pasien dan menjadi rumah sakit yang fokus pada pasien. Seluruh
komponen rumah sakit, termasuk klinisi harus menerapkan konsep PCC dan pola

pikir bahwa pasien adalah satu – satunya pasien yang ada sehingga benar – benar

fokus, serta tidak membuat keputusan tanpa melibatkan pasien ( no decision for me

without me ) (Sillow, et.al., 2006).

2.2.2. Tujuan

PCC adalah penting bagi profesi perawatan kesehatan dan dapat memberikan

wawasan berharga yang membantu menumbuhkan kemitraan kerja yang lebih baik

dan menyediakan layanan perawatan kesehatan yang memenuhi kebutuhan pasien.

Penyedia layanan kesehatan harus segera mengakui prinsip etika utama untuk

memastikan bahwa pasien diberikan informasi yang mereka butuhkan untuk

mengambil keputusan dan didukung dalam pengambilan keputusan apa pun.

(Delaney, Jo lori., 2018)

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menilai manfaat yang dikaitkan

dengan PCC dan menunjukkan hasil bahwa PCC (dalam kombinasi dengan praktik

perawatan kesehatan berbasis bukti) dapat memberikan manfaat bagi pasien dan

penyedia pelayanan kesehatan. Manfaat ini memiliki aliran penting pada efek untuk

organisasi perawatan kesehatan (mis., Mengurangi biaya, mengurangi penerimaan

kembali) dan individu (mis., Memengaruhi perubahan gaya hidup positif). Jadi,

ketika diberikan dukungan, edukasi dan informasi, pasien dapat menerapkan

informasi ini dengan tepat untuk mengelola kesehatan mereka dengan lebih baik dan

mengevaluasi status kesehatan mereka sendiri. (Delaney, Jo lori., 2018.


Di semua negara, perawat staf dan kualitas lingkungan kerja rumah sakit

(dukungan manajerial untuk perawatan, hubungan dokter-perawat yang baik,

partisipasi perawat dalam mengambil keputusan, dan prioritas organisasi pada

kualitas pelayanan) secara bermakna dikaitkan dengan kepuasan pasien, kualitas

dan keamanan perawatan, dan hasil perawat tenaga kerja. Lebih khusus, rumah sakit

dengan lingkungan kerja yang baik dan staf perawat telah meningkatkan hasil bagi

pasien dan perawat sama (Linda, et all, 2012). Patient Centered care telah

didefinisikan oleh banyak orang. Namun, sebagian besar pihak berwenang akan

menerima definisi yaitu beberapa petugas kesehatan dari berbagai latar belakang

profesional bekerja sama dengan pasien, keluarga, perawat, dan masyarakat untuk

memberikan pelayanan terbaik (WHO, 2010).

Tujuan Patient Centered Care pada bidang keperawatan adalah:

1. Perawatan diberikan secara tepat waktu, aman dan tepat sesuai dengan standar

profesi, persyaratan hukum dan perundang – undangan.

2. Perawatan selama transisi akan mencerminkan tingkat keterampilan staf.

3. Perawatan terkoordinasi untuk memastikan hasil yang terbaik bagi pasien.

4. Tidak ada duplikasi perawatan pasien.

5. Suatu distribusi yang adil dari pekerjaan.

6. Sebuah pendekatan multidisiplin untuk pemberian perawatan.

7. Untuk memastikan pendekatan holistik dalam pelayanan keperawatan yang

mencerminkan praktek profesional saat ini.

8. Mengembangkan dan menerapkan “Model of Care”

a. Komunikasi yang akurat dan tepat waktu dalam dokumentasi


b. Profesional, ketrampilan, pendidikan, pemberi asuhan, loyalitas,

komitmen dan keunggulan

c. Respek diri, budaya pasien dan organisasi

d. Sikap positif

e. Privasi

f. Transisi pasien, sumber daya dan staf

Dari berbagai jurnal penelitian mengenai PCC yang penulis dapatkan, PCC

memiliki manfaat sebagai berikut (Shaller 2007; Hudon et al. 2011; Ells, Hunt, and

Chambers-Evans 2011; Suhonen, Välimäki, and Leino- Kilpi, n.d.; Sidani 2008) :

1. Meningkatkan kepuasan pasien

2. Meningkatkan hasil klinis

3. Mengurangi pelayanan medis yang berlebihan dan tidak ber manfaat

4. Mengurangi kemungkinan malpraktek dan keluhan

5. Meningkatkan kepuasan dokter

6. Meningkatkan waktu konsultasi

7. Meningkatkan keadaan emosional pasien 8

8. Meningkatkan kepatuhan obat

9. Meningkatkan pemberdayaan pasien

10. Mengurangi tingkat keparahan gejala

11. Mengurangi biaya perawatan kesehatan


2.2.3. Unsur
Teory Mc Cormack dan Mc Cane, 2006 menjelaskan bahwa Patient Centered

Care dapat di tinjau dari 3 Faktor dalam Sistem yaitu Struktur, Proses dan Outcome.

1. Struktur; yang dapat mempengaruhi terbentuknya Patient Centered Care adalah

a. Karakteristik RS yang profesional :

1) Kemampuan profesional

2) Kemampuan interpersonal

3) Komitmen

4) Karakteristik perorangan

b. Aspek Organisasi :

1) Waktu

2) Peran Tenaga Kesehatan

3) Hubungan staf yang efektif

4) Mix skill

5) Pembagian wewenang

6) Sistem organisasi yang mendukung

7) Pengambilan keputusan bersama

c. Karakteristik Pasien:

1) Persepsi mengenai perawatannya

2) Partisipasi dalam perawatan

3) Persepktif pada penyakitnya


4) Kooperatif

5) Budaya

2. Proses dari Patient Centered Care terdiri dari komponen :

a. Bekerja dengan nilai – nilai dan kepercayaan dari pasien

b. Menyediakan kebutuhan fisik, psikologis, sosial, dan budaya

c. Berbagi dalam pengambilan keputusan

d. Memiliki sikap simpatic

e. Keterikatan ( hubungan dokter-pasien)

3. Out Come Patient Centered Care adalah :

a. Kepuasan dengan perawatan

b. Keterlibatan dengan perawatan

c. Peningkatan kesehatan

d. Kesejahteraan

e. Menciptakan budaya terapi

Bila ketiga system yang saling berhubungan tersebut dapat dilaksanakan

maka outcome dari Patient Centered Care dapat terealisasi di rumah sakit.

2.2.4. Model
Model Sistem dari Patient Centered Care, Flarey, 1995 yaitu ,Lingkungan dari

Patient Centered Care adalah terbentuknya Nilai-nilai yang baik untuk patient,

Pemberdayaan petugas kesehatan serta advocacy bagi pasien menjadi prioritas

keberhasilan dari Patient Centered Care. Komponen yang mempengaruhi

keberhasilan dari penerapan Patien center care adalah :


a. Organisasi yang Mandiri, ditandai dengan adanya 1). Pengembangan

(development) pada semua kegiatannya, 2) Menjelaskan Kebijakan untuk

rekruitmen atau Retention dari SDM yang tidak sesuai dengan capabilitas Rumah

sakit dan 3) Rumah sakit sesalu menjaga image untuk dapat memberikan

kepuasan dan kualitas bagi pelayanan do Rumah sakit.

b. Ahli dalam Perubahan (Master of Change); Organisasi maupun unit di rumah

sakit, mengedepankan Pembuatan Rencana yang maksimal dalam mencapai

Patient Centered Care, berlandaskan Penelitian- penelitian dalam membuat

keputusan dan mampu Beradaptasi dengan perubahan-perubahan.

c. Kerjasama dalam Perawatan (Parthner in care) Patient Centered Care ditandai

dengan adanya Kolaborasi antar Profesi dalam menangani pasien, ada Koordinasi

yang baik diantara team pemberi pelayanan kepada pasien yang paling penting

adalah Komunikasi diantara team pemberi perawatan pada pasien, baik

komunikasi tertulis yang tertuang dalam Rekam medis pasien dan Komunikasi

Verbal yang terlihat dari pertemuan antar profesi dalam memberikan asuhan

kepada pasien

2.2.5. Dimensi
Dalam pelaksanaannya, PCC (Patient Centered Care) terdiri dari 8 dimensi yaitu :

a. Menghormati nilai-nilai, pilihan dan kebutuhan yang diutarakan oleh pasien.

Yaitu libatkan pasien dalam pengambilan keputusan, dengan mengenali bahwa

mereka adalah individu dengan nilai dan preferensi unik mereka sendiri. Rawat
pasien dengan bermartabat, hormat, dan sensitif terhadap nilai-nilai budaya dan

otonomi mereka.

b. Koordinasi dan integrasi asuhan

Selama berdisikusi dengan pasien, pasien menyatakan merasa rentan

dan tidak berdaya dalam menghadapi penyakit. Koordinasi perawatan yang

tepat dapat mengurangi perasaan itu. Pasien mengidentifikasi tiga area di mana

koordinasi perawatan dapat mengurangi perasaan kerentanan:

1) Koordinasi perawatan klinis

2) Koordinasi layanan tambahan dan dukungan

3) Koordinasi perawatan pasien lini depan

c. Informasi, komunikasi dan edukasi

Dalam wawancara, pasien menyatakan kekhawatiran mereka bahwa

mereka tidak sepenuhnya diberitahu tentang kondisi atau prognosis mereka.

Untuk mengatasi ketakutan ini, rumah sakit dapat fokus pada tiga jenis

komunikasi:

1) Informasi tentang status klinis, perkembangan dan prognosis

2) Informasi tentang proses perawatan

3) Informasi untuk memfasilitasi otonomi, perawatan diri dan promosi

kesehatan

d. Kenyamanan fisik

Tingkat kenyamanan fisik yang dilaporkan pasien memiliki dampak

signifikan pada pengalaman mereka. Tiga area dilaporkan sangat penting bagi

pasien:
1) Manajemen nyeri

2) Bantuan dengan kegiatan dan kebutuhan hidup sehari-hari

3) Lingkungan dan lingkungan rumah sakit

e. Dukungan emosional dan penurunan rasa takut dan kecemasan

Ketakutan dan kecemasan yang terkait dengan penyakit bisa sama

melemahkannya dengan efek fisiknya. Pengasuh harus memperhatikan:

1) Kecemasan terhadap status fisik, perawatan dan prognosis

2) Kecemasan akan dampak penyakit pada diri mereka sendiri dan keluarga

3) Kecemasan akan dampak keuangan dari penyakit

f. Keterlibatan keluarga dan teman

Prinsip ini membahas peran keluarga dan teman dalam pengalaman

pasien. Dimensi keluarga dari perawatan yang berpusat pada pasien

diidentifikasi sebagai berikut:

1) Menyediakan akomodasi untuk keluarga dan teman

2) Melibatkan keluarga dan teman dekat dalam pengambilan keputusan

3) Mendukung anggota keluarga sebagai pengasuh

4) Mengenali kebutuhan keluarga dan teman

g. Asuhan yang berkelanjutan dan transisi yang lancar

Pasien menyatakan keprihatinan tentang kemampuan mereka untuk

merawat diri mereka sendiri setelah pulang. Memenuhi kebutuhan pasien di

bidang ini membutuhkan yang berikut:

1) Dapat dimengerti, informasi terperinci mengenai obat-obatan, keterbatasan

fisik, kebutuhan makanan, dll.


2) Mengkoordinasikan dan merencanakan perawatan dan layanan yang

berkelanjutan setelah pulang

3) Berikan informasi mengenai akses ke dukungan klinis, sosial, fisik dan

finansial secara berkelanjutan.

h. Akses terhadap pelayanan

Pasien perlu tahu bahwa mereka dapat mengakses perawatan ketika

dibutuhkan. Berfokus terutama pada perawatan rawat jalan, bidang-bidang

berikut ini penting bagi pasien:

1) Akses ke lokasi rumah sakit, klinik, dan kantor dokter

2) Ketersediaan transportasi

3) Kemudahan janji penjadwalan

4) Ketersediaan janji saat dibutuhkan

5) Aksesibilitas ke spesialis atau layanan khusus ketika rujukan dibuat

6) Instruksi yang jelas diberikan kapan dan bagaimana mendapatkan

referensi.

Penerapan PCC melalui Standar Akreditasi Rumah Sakit Versi 2012

Menghormati nilai-nilai, pilihan dan kebutuhan yang diutarakan pasien.; Pelayanan

berpusat dan bermitra dengan pasien. Pasien dan keluarga diibatkan dan di-support

untuk ikut serta dalam keperawatan dan pembuatan keputusan. Pasien bukan

sebagai obyek saja, tetapi sebagai center of care yang dilibatkan dalam perawatan

dan decision making. Perawat bertanggung jawab untuk memberikan proses yang

men- dukung hak pasien & keluarganya selama dalam pelayanan.


a. Perawat menyampaikan hak pasien dan keluarga selama dirawat di RS dan

menghargai sebagai individu yang unik dengan berbagai karakter. Setiap pasien

dijelaskan tentang hak-hak & tentang jawab mereka dengan cara dan bahasa

yang dapat mereka pahami.

b. Pelayanan dilaksanakan dengan penuh perhatian dan menghormati nilai-nilai

pribadi & kepercayaan pasien

c. Perawat mendengarkan dan menghormati pilihan pasien. Penge- tahuan, nilai-

nilai yang dianut, dan background budaya pasien ikut berperan penting selama

perawatan pasien dan menentukan outcome pelayanan kesehatan kepada

pasien.

d. Perawat menghormati kebutuhan privasi pasien. Tiap pasien memiliki

karakteristik yang unik sebagai individu, masing-masing memiliki kebutuhan

yang berbeda. Tiap individu memiliki kebutuhan privasi yang berbeda dan

harus dipenuhi oleh perawat. Perawat dididik tentang peran mereka dalam

mengidentifikasikan nilai-nilai & kepercayaan pasien serta melindungi hak dan

privasi pasien
2.2.6. Perbedaan Model Tradisional dengan Patient Centered Care

Model tradisional dalam pelayanan kesehatan masih menggunakan dokter sebagai

unit sentral atau pusat dalam model pelayanan kesehatan.

Gambar 1 Model Tradisional Pelayanan Kesehatan (Lumenta,2012)

Pada model tradisional pelayanan kesehatan, pasien dan keluarga diharapkan dapat

lebih patuh tanpa syarat apapun pada petugas kesehatan. Sedangkan Model Patient

Centered Care (PCC), lebih memberlakukan kemitraan yang setara. Model PCC

cara pendekatannya lebih modern di dalam pelayanan kesehatan sekarang. Model

ini menjadikan semua pemberi pelayanan kesehatan menjadi lebih dekat dengan

pasien dan berfokus kepada pasien (Sodomka, 2006).

Gambar 2 Model Patient Centered Care (Lumenta, 2012)


2.2.7. Pengetahuan dan Kemampuan Mendukung Patient Center Care

Pelaksanaan PCC sangat membutuhkan para staf yang professional, memiliki

pengalaman dan berpengetahuan di bidang kliniknya, serta didukung dengan

keahlian membuat data yang sesuai dengan kondisi pasien, kemampuan membuat

laporan klinik, serta kemampuan melakukan prosedur tindakan dan komunikatif

(Lipkin, 1984; Roter, 2004; Tongue, 2005; Beach, 2006). Selain itu, mampu

mengembangkan hubungan dengan pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya,

sehingga akan berpengaruh terhadap keberhasilan perawatan pasien (Binnie, 1999;

McCormack, 2003; Halloran, 2005; Price, 2006; Booth, 2007). Berikut tabel

pengetahuan dan kemampuan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pasien center

care :

2.2.8. Keuntungan dari Model Perawatan Pasien Center Care

Model perawatan Pasien Center Care berpusat dengan pasien yang dijadikan

sebagai pusat dari layanan kesehatan, sehingga dapat menciptakan pekerjaan yang

tepat dan efektif. PCC meningkatkan kolaborasi perawatan yang terintegrasi antar
petugas kesehatan, dengan meminimalkan pergerakan pasien didalam rumah sakit,

memberikan otonomi pasien, serta memberdayakan anggota staf untuk

merencanakan pekerjaannya yang lebih responsive terhadap kebutuhan pasien. PCC

merupakan salah satu keperawatan holistik, sehingga dapat meningkatkan

kemampuan komunikasi antara pasien dan petugas kesehatan, menekankan

perawatan yang berfokus pada tubuh menjadi perawatan keseluruhan, memfasilitasi

pendekatan antar staff kesehatan, dan mempelajari dan membagi kemampuan antara

professional kesehatan (Eliis, 1999).

2.2.9. Teori Sistem Patient Centered Care

Teory Mc Cormack dan Mc Cane, 2006 menjelaskan bahwa Patient Centered Care

dapat ditinjau dari 3 Faktor dalam Sistem yaitu:

a. Struktur; yang dapat mempengaruhi terbentuknya Patient Centered Care

adalah :

Karakteristik RS yang profesional :

1) Kemampuanprofesional

2) Kemampuan interpersonal

3) Komitmen

4) Karakteristik perorangan

Aspek Organisasi :

1) Waktu

2) Peran Tenaga Kesehatan

3) Hubungan staf yang efektif


4) Mix skill

5) Pembagian wewenang

6) Sistem organisasi yang mendukung

7) Pengambilan keputusan bersama

Karakteristik Pasien:

1) Persepsi mengenai perawatannya

2) Partisipasi dalam perawatan

3) Persepktif pada penyakitnya

4) Kooperatif

5) Budaya

b. Proses dari Patient Centered Care terdiri dari komponen :

1) Bekerja dengan nilai – nilai dan kepercayaan dari pasien

2) Menyediakan kebutuhan fisik, psikologis, sosial, dan budaya

3) Berbagi dalam pengambilan keputusan

4) Memiliki sikap simpatic

5) Keterikatan (hubungan dokter-pasien)

c. Out Come Patient Centered Care adalah :

1) Kepuasan dengan perawatan

2) Keterlibatan dengan perawatan

3) Peningkatan kesehatan

4) Kesejahteraan

5) Menciptakan budaya terapi


Bila ketiga sistem tersebut saling berhubungan dan dapat dilaksanakan, maka

outcome dari Patient Centered Care dapat terealisasi di rumah sakit.

2.2.10. Faktor –faktor yang Berkontribusi Dalam Patient Center Care

Beberapa faktor kunci yang berkontribusi dalam keberhasilan pelaksanaan PCC

yang didasarkan pada tingkatan menurut (Shaller, 2007):

a. Leadership (Pemimpin)

Faktor yang penting pada PCC (Patient Centered Care) yaitu adanya komitmen

dan keterlibatan pimpinan di tingkat CEO dan dewan direksi. Adanya

perubahan organisasi dalam mencapai asuhan berkelanjutan pada PCC (Patient

Centered Care) tidak akan terjadi tanpa dukungan dan partisipasi dari

pimpinan.

b. A clearly communicated strategic vision

Pengembangan visi harus jelas dan dapat dikomunikasikan dengan anggota di

organisasi dengan harapan akan meningkatkan komunikasi dan memperkuat

visi secara realistis, sehingga tujuannya dapat tercapai. Seorang pemimpin yang

berkomitmen pada organisasi, perlu mengembangkan visi dan rencana strategis

yang jelas untuk mengatur bagaimana PCC (Patient Centered Care) agar masuk

ke dalam prioritas dan proses secara operasional sehari-hari. Pernyataan visi

dan misi yang jelas, unsur-unsur yang sederhana dapat dengan mudah diulang

dan tertanam dalam kegiatan rutin.


Semua anggota staf Patient Centered Care melaksanakan tugasnya dengan

baik. Mengartikan visi ke dalam cara berperilaku yang merupakan kunci sukses

dalam organisasi.

c. Involvement of patients and families

Keterlibatan keluarga dalam berbagai aspek tidak hanya dalam proses

perawatan namun juga berkontribusi ketika mengumpulkan informasi, proses

perencanaan kesehatan, dan berperan serta dalam menentukan kebijakan guna

pemberian pelayanan yang berkualitas. Pada konsep PCC (Patient Centered

Care) jika pasien terlibat, maka keluarga juga terlibat. Memberikan dukungan

dan informasi selama proses perawatan pasien, tidak hanya dilakukan oleh

keluarga namun juga teman dekat dan orang lain yang berpengaruh. Menurut

Bev Johnson Presiden Institute for Patient and Family Centered Care, pasien

dan keluarga harus terlibat dalam perawatan di beberapa tingkatan, sesuai

dengan rekomendasi IOM.

d. Care for the caregivers through a supportive work environment

Lingkungan kerja yang terlibat di PCC seperti karyawan di berbagai aspek

dapat memperlakukan pasien dan keluarga dengan hormat dan bermartabat.

Suatu organisasi yang berorientasi pada PCC harus membuat dan memelihara

suatu lingkungan dimana tenaga kerja merupakan aset yang dihargai dan

diperlakukan pada tingkat yang sama, martabat dan rasa hormat bahwa

organisasi mengharapkan staf untuk memberikan pelayanan kepada pasien dan

keluarga. Menekankan pentingnya perekrutan, pelatihan, evaluasi, kompensasi


dan mendukung staf berkomitmen untuk menerapkan PCC (Patient Centered

Care)

e. Systematic measurement and feedback

Pengukuran yang sistematik dan adanya umpan balik harus dipantau secara

terus menerus agar berdampak pada perubahan intervensi dan memiliki strategi

yang lebih baik. Evaluasi yang dilakukan dapat meliputi mengukur kinerja,

seperti survey pengalaman pasien, keluhan, tindakan kepuasan pasien, dan

pemberian praktek, yang dikenal untuk meningkatkan kualitas perawatan

pasien melalui perubahan praktek.

Faktor utama yang berkontribusi terhadap PCC dalam meningkatkan kualitas

kesehatan adalah pedoman organisasi yang tidak dapat mengelola apa yang

tidak dapat mereka ukur. Kehadiran pelanggan ketika mendengarkan secara

kuat dapat memungkinkan organisasi untuk mengukur dan memantau kinerja

secara sistematis. Penting untuk mengalami proses dimana anggota staf

memainkan peran pasien dan mengalami layanan atau prosedur dengan cara

yang sama bahwa pasien dan keluarga memberikan umpan balik pada pemberi

pelayanan.

f. Quality of the built environment

Salah satu faktor terpenting yang berkontribusi pada PCC adalah kualitas

lingkungan fisik perawatan yang tersedia.

g. Supportive technology

Adanya tekhnologi yang mendukung seperti health information technology

(HIT) membantu pasien dan keluarga berhubungan langsung dengan pemberi


pelayanan mereka. HIT dapat berupa email yang sederhana antara pasien dan

perawat, atau portal web pasien yang memungkinkan pasien untuk berinteraksi

dengan catatan medis elektronik pemberi perawatan mereka.

Faktor yang berkontribusi, hampir semua elemen di atas adalah adanya

dukungan teknologi, khususnya teknologi informasi kesehatan. Dimana

teknologi tersebut melibatkan pasien dan keluarga secara langsung dalam

proses perawatan dengan memfasilitasi komunikasi dengan pemberi asuhan dan

menyediakan akses yang memadai terhadap informasi yang dibutuhkan.

Aplikasi teknologi informasi kesehatan yang muncul dalam beberapa tahun

terakhir, dari yang sederhana email komunikasi antara pasien dan dokter

melalui Web.

Ada 4 konsep inti yang ada dalam konsep PCC dalam PFCC 2012, Benchmarking

Project, Executive Summary and Strategy Map yaitu: martabat dan respek, berbagi

informasi, partisipasi, dan kolaborasi.

a. Martabat dan Respek


Dalam aspek ini, sikap seorang tenaga kesehatan mendengarkan, peduli dan

menghormati pilihan pasien. Pengetahuan, nilai-nilai yang dianut, dan

background budaya pasien ikut berperan penting selama perawatan pasien dan

menentukan outcome pelayanan kesehatan kepada pasien. Kebudayaan adalah

determinan paling fundamental dari keinginan dan perilaku seseorang. Seorang

anak memperoleh serangkaian nilai, persepsi, preferensi dan perilaku melalui

keluarganya (Thamrin, 2012). Aspek martabat dan respek dalam konsep patient

centered care adalah perilaku seorang perawat yang mencerminkan sikap

caring ketika melakukan pelayanan kesehatan. Sikap caring mengandung 3 hal

yaitu perhatian, tanggung jawab dan dilakukan dengan ikhlas (Dwiyanto,

2007). Sikap caring merupakan sikap peduli, menghargai dan menghormati

orang lain, memberi perhatian dan mempelajari kesukaan seseorang serta cara

berpikir dan bertindak.

b. Berbagi Informasi
Komunikasi dalam menginformasikan sesuatu kepada konsumen seharusnya

dilakukan secara efektif. Tanpa adanya komunikasi efektif di berbagai pihak,

orang-orang disekitar tidak akan melayani kebutuhan seorang konsumen

dengan baik (Nugroho J. Setiadi, 2013). Dalam hal ini, mengkomunikasikan

dan menginformasikan secara lengkap mengenai kondisi pasien dan hal-hal

yang berkaitan dengan pasien, maupun program perawatan dan intervensi yang

akan diberikan kepada pasien. Memberikan informasi secara lengkap dan

membantu perawatan pasien, meningkatkan pengetahuan pasien dan

pembuatan keputusan (PFCC, 2012).

c. Partisipasi

Pasien dan keluarga perlu dilibatkan dan didukung untuk ikut serta dalam

perawatan dan pembuatan keputusan (PFCC, 2012). Partisipasi merupakan hal

yang dapat mendorong peran serta pasien dalam penyelenggaraan pelayanan

keperawatan dengan memperhatikan aspirasi, dan harapan pasien. Keterlibatan

atau partisipasi merupakan status motivasi yang menggerakkan serta

mengarahkan proses kognitif dan perilaku konsumen pada saat mereka

mengambil keputusan (Nugroho J. setiadi, 2013).

d. Kolaborasi

Petugas kesehatan mengajak pasien dan keluarga untuk membuat

kebijaksanaan, perencanaan dan pengembangan program, implementasi dan

evaluasi program yang akan didapatkan oleh pasien (Kusumaningrum, 2009).

Planetree yaitu seorang pemimpin patient centered care yang diakui secara

internasional telah menunjukkan langkah besar dalam memajukan konsepnya


yaitu dengan pendekatan holistik berpusat pada pasien yang mempromosikan

penyembuhan mental, emosional, spiritual, social dan fisik, sebagian dengan

memperdayakan pasien dan keluarga melalui pertukaran informasi (Cliff,

2012).

2.2.11. Hambatan Patient Center Care

Pelaksananaan PCC perlu tetap berbenah, dengan memperhatikan berbagai

hambatan yang mungkin timbul dalam mencapai PCC (Silow, et al., 2006) adalah

sebagai berikut:

1. Kesulitan dalam merekrut dan mempertahankan dokter,

2. Kurangnya mendefinisikan batasan untuk mencapai keberhasilan staf yang

mungkin kewalahan untuk menentukan kesepakatan dengan tenaga kesehatan

lain, sosial, budaya dan faktor ekonomi pasien.

3. Persyaratan perekrutan yang ketat dapat menimbulkan hambatan untuk

memperoleh tenaga kesehatan dari lingkungan sekitar.

4. Kurangnya alat untuk mengukur dan memberikan reward kinerja PCC,

5. Kendala finansial

6. Kebiasaan lama dari staf yang tidak mau merubah paradigma lama sebagai

penyedia layanan atau relasi dengan pasien dan budaya serta faktor sosial

ekonomi.

2.2.12. Kebijakan Terkait Patient Center Care di Indonesia

Kebijakan adalah sekumpulan aturan, arahan, atau sistem yang di bangun

untuk menjamin tercapainya PCC. Kebijakan di keluarkan oleh pihak yang memiliki
otoritas dalam hal ini pemerintah yang harus di dukung oleh penetapan standar yang

harus dipenuhi terkait pelaksanaan PCC. Undang-undang No. 44 tahun 2009

menjelaskan bahwa rumah sakit harus menyelenggarakan jasa layanan kesehatan

sesuai dengan kepentingan pasien. Namun, hingga saat ini pemerintah belum

mengeluarkan sistem kebijakan yang spesifik terkait PCC, sehingga setiap unit

penyelenggara jasa layanan kesehatan di Indonesia harus menyusun sebuah sistem

terkait penyelenggaraan PCC yang di formulasikan dalam bentuk standar

operasional prosedur (SOP) dengan tetap memperhatikan 8 dimensi PCC.

Penyusunan SOP di sesuaikan dengan kondisi dan karakteristik unit penyedia jasa

layanan kesehatan yang bersangkutan.

2.2.13. Pengukuran Kepuasan Pasien dalam Pelaksanaan PCC

Pengukuran kepuasan pasien terkait PCC dapat menggunakan kuesioner

dengan metode SERQUAL yang telah dimodifikasi, seperti pada tabel dibawah ini:

METODE SERVQUAL MODIFIKASI

Jawaban:

SM : Sangat Memuaskan

M : Memuaskan

CM : Cukup Memuaskan

TM : Tidak Memuaskan

STM : Sangat Tidak Memuaskan

No Pernyataan SM M CM TM STM
1 Tenaga medis memberikan
pelayanan teliti dan tepat waktu
2 Tenaga medis dan petugas
lainnya membantu jika ada
permasalahan pasien
3 Dokter dan tenaga kesehatan
lainnya memberi informasi jenis
penyakit secara jelas, cara
perawatan dan cara minum obat
4 Tenaga medis memberikan
informasi kepada pasien
sebelum pelayanan diberikan
5 Tenaga medis bersedia
menanggapi keluhan pasien
Responsiveness
6 Perawat tanggap menangani
pasien
7 Tenaga medis menerima dan
melayani dengan baik
8 Tenaga medis melakukan
tindakan secara cepat dan tepat
9 Tenaga medis melakukan
tindakan sesuai dengan
prosedur
Assurance
10 Dokter mempunyai kemampuan
dan pengetahuan dalam
menentukan diagnosa penyakit
dengan cukup baik serta mampu
menjawab pertanyaan pasien
secara meyakinkan
11 Tenaga kesehatan menyediakan
obatobatan dna alat medis yang
lengkap
12 Tenaga medis medis bekerja
cekatan serta menghargai pasien
13 Dokter melayani dengan sikap
meyakinkan sehingga pasien
merasa aman
14 Tenaga medis mempunyai
catatan medis pasien

Emphaty
15 Dokter memberi waktu yang
cukup pada pasien
16 Perawat memberi pelayanan
yang sesuai dengan keinginan
dan kebutuhan pasien
17 Perawat memperhatikan pasien
dengan sungguh-sungguh
18 Dokter mendengarkan keluhan
penyakit pasien serta memberi
solusi dalam konsultasi
19 Perawat bersikap ramah dan
sopan
Tangible
20 Penampilan tenaga medis rapih
dan bersih

2.2.14. Penerapan Standar Akreditasi yang Berkaitan dengan Patient Centered Care
Pengukuran indikator penerapan Patient Centered Care dalam standar

akreditasi Rumah sakit terdapat pada 7 standar yaitu (1) Akses ke Pelayanan dan

Kontinuitas Pelayanan (APK); (2) Hak Pasien dan Keluarga (HPK); (3) Assesmen

Pasien (AP); (4) Pelayanan Pasien (PP); (5) Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB);

(6) Manajemen Penggunaan Obat (MPO); dan (7) Pendidikan Pasien dan Keluarga

(PPK).

Berdasarkan borang akreditasi dapat diamati bagaimana pelaksanaan Patient

Centered Care menggunakan Format telaah telusur rekam medis tertutup meliputi

7 Standar akreditasi Rumah Sakit versi 2012, yang merupakan kelompok standar

Pelayanan berfokus Pasien (Patient Centered Care) adalah:

1. Akses Pelayanan dan Kontuinitas Pelayanan (APK) yang mencakup APK 1.1.3

Pencatatan setiap keterlambatan, APK 3.2.1 Resume pulang yang memuat

alasan dirawat dan diagnosis, temuan fisik penting, tindakan diagnostik dan
prosedur yang dilakukan, obat yang diberikan termasuk obat setelah pulang,

serta instruksi tindak lanjut.

2. Hak Pasien dan Keluarga (HPK) yang mencakup HPK 6.3 Persetujuan umum,

HPK 6.4 Persetujuan operasi dan tindakan invasif, anestesi dan sedasi, transfusi

darah dan produk darah, tindakan dan prosedur risiko tinggi.

3. Assesmen Pasien (AP) yang mencakup AP 1.3 Kebutuhan medis pasien dan

keperawatan pasien, AP 1.4.1 Assesmen medis dan keperawatan selama 24 jam,

diupdate jika umur lebih dari 30 hari, AP 1.5 Assesmen terdokumentasi dalam

24 jam setelah masuk dirawat, AP 1.5.1 Assesmen medis terdokumentasi

sebelum operasi, AP 1.6 Assesmen gizi dan status fungsional, AP 1.7 Assesmen

nyeri saat masuk, AP 1.11 Assesmen awal untuk rencana keluar dari RS, AP 2

Assesmen setiap hari pada pasien akut (SOAP), AP 2.1 Assesmen awal masuk

RS.

4. Pendidikan Pasien dan Keluarga (PPK) yang mencakup PPK 2 Assesmen

kebutuhan pendidikan pasien dan keluarga, PPK 2.1 Assesmen yang meliputi

budaya pasien dan keluarga, tingkat pendidikan dan bahasa, kendala emosional,

fisik dan kognitif, serta ketersediaan pasien menerima informasi,

5. Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB) yang mencakup PAB 5.1 Risiko,

keuntungan, komplikasi, dan anestesi alternatif, PAB 7.1 Risiko, keuntungan,

komplikasi, dan alternatif operasi, PAB 3 Assesmen pra sedasi, monitoring

selama sedasi, kriteria sadar kembali, PAB 4 pengkajian pra anestesi dan pra

Induksi.
6. Manajemen Penggunaan Obat (MPO) yang meliputi: MPO 4 Daftar obat yang

diminum sebelum dirawat, MPO 4.3 Jenis obat yang diresepkan dicatat di

rekam medis, MPO 7 Efek obat yang tidak diharapkan.

7. Manajemen Komunikasi dan Informasi (MKI) yang mencakup MKI 19.3

Pencatatan, tanggal, waktu, setiap entry data.

2.2.15 Peran Case Manajer dalam mengimplementasikan PCC

Manajer Pelayanan Pasien (Case Manager) adalah profesional

dalam RS yang bekerja secara kolaboratif dengan PPA, memastikan bahwa pasien dirawat

serta ditransisikan ke tingkat asuhan yang tepat, dalam perencanaan asuhan yang efektif dan

menerima pengobatan yang ditentukan, serta didukung pelayanan dan perencanaan yang

dibutuhkan selama maupun sesudah perawatan RS. Case management yang bertugas disebut

juga case manager.

Untuk mempertahankan kontinuitas pelayanan selama pasien tinggal di rumah sakit,

staf yang bertanggungjawab secara umum terhadap koordinasi dan

kesinambungan pelayanan pasien atau pada fase pelayanan tertentu teridentifikasi dengan

jelas. Staf yang dimaksud adalah Manajer Pelayanan Pasien (case manager) yang dapat

seorang dokter atau tenaga keperawatan yang kompeten. Nama staff (manajer pelayanan

pasien) ini tercantum didalam rekam medis pasien atau dengan cara lain dikenalkan kepada

semua staf rumah sakit, serta sangat diperlukan apalagi bagi pasien-pasien tertentu yang

kompleks dan pasien lain yang ditentukan rumah sakit. Manajer Pelayanan Pasien perlu

bekerjasama dan berkomunikasi dengan pemberi pelayanan kesehatan yang lain.


Pelayanan case manager merupakan salah satu upaya yang dilakukan guna

meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien di rumah sakit sesuai dengan prioritas

kebutuhan pasien. Bahwa pelayanan kesehatan yang bermutu dan memuaskan harus

bercirikan: memiliki asesmen, perencanaan, implementasi dan evaluasi kebutuhan pasien

yang komprehensif, efektif, efisien dan menjamin keberlangsungan pelayanan maka perlu

dibentuk Manajer Pelayanan Pasien (Case Manager)

1. Prinsip-Prinsip Case Management

a. Communication (komunikasi)

b. Control How treatment is progressing (kontrol)

c. Cost effectiveness (efektifitas biaya)

2. Tugas Case Manager

a. Memonitor permasalahan yang potensial terjadi

b. Mengevaluasi permasalahan dan mengusulkan solusi.

c. Mengkomunikasikan solusi dan alternative pemecahan masalah pelayanan.

d. Melakukan tidakan emergensi bila diperlukan

e. Mengkoordinir pelaksnaan program

f. Penghubung pasien/keluarga dengan dokter utama atau bidang lain di Rumah Sakit

g. Penghubung antar dokter spesialis

h. Pertolongan gawat darurat

i. Pelayanan kepada pasien sesuai standar

j. Meningkatkan kepuasan pasien


k. Mengkoordinasikan pemberian pelayanan berkualitas

l. Mengkomunikasikan ,memonitor dan mengevaluasi pelayanan pasien sejak masuk

sampai keluar dari rumah Sakit.

3. Tanggungjawab case manager

Bertanggungjawab atas pelaksanaan program pemeriksaan penunjang dan

pelaksanaan terapi yang telah ditentukan agar pelayanan kepada ppasien diberikan dengan

baik dan sesuai standar sehingga kepuasan pasien meningkat.

4. Tugas Case Manager

a. Menghubungi dokter penanggungjawab pelayanan

b. Menjadwalkan pertemuan dokter dan bidang lain di rumah sakit

c. Memberikan KIE tentang hal hal umum yang berkaitan dengan kondisi pasien dan

bisa masuk kesetiap GT

d. Dapat melakukan tindakan emergensi demi kepuasan pasien.

e. Melakukan Komuniksai pelayanan setiap saat kepada petugas dan GT

f. Melakukan komunikasi setiap saat dengan direksi RS

5. Karakter Case Manager

a. Komunikatif

b. Sabar

c. Ramah

d. Dapat bekerjasama
e. Memiliki jiwa pemimpin

f. Managerial skill

g. Berwawasan luas

h. Memahami visi dan misi Rumah Sakit

i. Customer Oriented

j. Minimal dokter atau perawat senior.

k. Mampu berkomunikasi dan diterima baik oleh pasien.

l. Pengalaman minimal 5 tahun di pelayanan.

m. Memahami system pelayanan

n. Memahami marketing Rumah Sakit

6. Keuntungan Case Manager

a. Sebagai perpanjangan DPJP

b. Memiliki kemudahan untuk berkonsultasi

c. Mengurangi keluhan

d. Alih Pengetahuan,keterampilan dan supervise

e. Pemantauan pelyanan sejak pasien masuk sampai dengan keluar dari rumah sakit

7. Alur Pelayanan Case Manager


BAB III
ISSUES DAN SOLUSI

3.1 Kajian Situasi RSUD dr. Slamet Garut


Rumah Sakit Umum Daerah dr. Slamet Garut merupakan rumah sakit tipe B yang
merupakan salah satu rumah sakit rujukan di Kabupaten Garut. Rumah sakit ini mempunyai
tugas pokok menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan upaya penyembuhan,
pemulihan, peningkatan, pencegahan, pelayanan rujukan,menyelenggarkan pendidikan dan
pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian
pelayanan kesehatan. Penyelenggaraan penelitian dan pengembanagan serta penapisan
teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatiakan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

Keberhasilan kinerja RSUD dr. Slamet dapat diukur dengan indikator yang telah
ditetapkan guna mendukung Visi Kabupaten Garut yaitu: “Terwujudnya Kabupaten Garut
yang Bermartabat, Nyaman dan sejahtera”. Mengacu kepada Visi Kabupaten Garut, maka
RSUD dr. Slamet menetapkan Visi, yaitu: “RSUD dr. Slamet menjadi Kebanggaan
Masyarakat Garut yang Dipercaya, Aman, Nyaman dan Terjangkau”.

Adapun penjelasan makna Visi RSUD dr. Slamet adalah sebagai berikut:

a. Rumah Sakit yang menjadi kebanggaan masyarakat Garut berarti dalam melaksanakan
pelayanan selalu didukung dengan sumber daya sesuai dengan standar dan profesional
yang siap untuk berkompetisi dengan lembaga layanan kesehatan lainnya;
b. Rumah Sakit yang dipercaya berarti rumah sakit selalu membangun kepercayaan
masyarakat atas pelayanan yang dilaksanakan dan merupakan kegiatan yang harus
dilakukan seiring dengan harapan dan tuntutan untuk meningkatkan kepuasan
masyarakat;
c. Rumah Sakit yang aman berarti rumah sakit yang bebas dari bahaya atau resiko medis
dan non medis serta bebas dari tindakan pelayanan yang tidak profesional / kesewenang-
wenangan;
d. Rumah Sakit yang nyaman berarti rumah sakit yang memiliki suasana yang tenang,
damai dan sejuk, sehingga pelayanan dapat dilaksanakan sesuai dengan harapan;
e. Rumah Sakit yang terjangkau berarti setiap jenis pelayanan dilakukan secara cepat,
mudah dan dapat diakses oleh setiap pengguna pelayanan.

3.2 Analisa data Patient Center Care


3.2.1 Respect
Petugas kesehatan di RSUD dr. Slamet sudah mendorong pasien untuk
berbagi nilai, preferensi dan kebutuhan pasien terkait perawatan kesehatan karena hal
tersebut menjadi dasar dari rencana perawatan yang tentunya disesuaikan dengan
budaya masyarakat di Kabupaten Garut. Perawat sudah berupaya untuk
mengkomunikasikan hal-hal yang berkaitan dengan kondisi pasien baik antar sesama
tenaga kesehatan maupun kepada pasien dan keluarga namun belum terlaksana secara
optimal.
Perilaku caring hanya dirasakan oleh pasien sekali saja saat masuk IGD jika
pasien masuk dengan kondisi yang tidak gawat darurat (Kategori III-V dengan
menggunakan ATS). Dampaknya lama waktu tunggu pasien di IGD rata-rata >12 jam
karena tidak dilakukan observasi secara continue. Sehingga menyebabkan terjadinya
ketidakseimbangan antara pasien masuk dan pasien keluar dari IGD dan pasien
mengalami perburukan tanpa ada catatan perkembangan yang terdokumentasikan.

3.2.2 Care coordination and integration


Perawat di RSUD dr. Slamet sudah bertugas sebagai perawat collaborator dan
perawat advocator, sehingga apa yang dibutuhkan pasien dapat dikoordinasikan dengan
petugas kesehatan lainnya dapat memberikan perawatan yang optimal
3.2.3 Choice and empowerment
Pasien dan keluarga sudah dilibatkan dalam perawatan pasien dan memberikan
kebebasan kepada keluarga dan pasien dalam pengambilan keputusan melalui general
concent dan inform concent
3.2.4 Kenyamanan fisik
Rumah sakit ini sudah mengoptimalkan untuk memberikan lingkungan yang nyaman
dan mendukung dalam perawatan pasien. Selain itu, menyediakan perawatan
kesehatan dasar yang mendukung dalam pemelihaaan
3.2.5 Access and support
RSUD dr. Slamet sudah berusaha untuk memfasilitasi akses pelayanan dan bantuan
kepada pasien dan keluarga. Contohnya : rumah sakit sudah memasang alur pelayanan agar
mempermudah pasien dan keluarga ketika berobat di RSUD dr. Slamet. Selain itu, rumah
sakit telah menyediakan denah ruangan sehingga mempermudah pasien dan keluarga saat
berkunjung ke rumah sakit.

3.2.6 Dukungan emosional, penurunan rasa takut dan kecemasan


Perawat di RSUD dr. Slamet selalu mendengarkan keluhan pasien dan memberikan
perhatian dan selalu berusaha memberikan informasi yang jelas tentang penyakit yang
dibutuhkan pasien

3.2.7 Informasi
Perawat dan petugas lainnya sudah memberikan komunikasi, informasi dan
edukasi yang dibutuhkan oleh pasien dan keluarga. Misalnya diruang rawat inap,
pasien dan keluarga biasanya diajarkan edukasi tentang cara cuci tangan 6 langkah
atau sebelum pulang Perawatan pasien dan keluarga diberikan edukasi tentang obat,
waktu control dan edukasi lain yang dibutuhkan.

3.3 Langkah- langkah Strategi untuk Melakukan Penilaian Situasional


3.3.1 STEP 1: Identify Key Questions To Be Answerd
Apakah perawat IGD sudah menerapkan prinsip caring dan memberikan hak otonom
pasien dalan menggambil keputusan terkait pelayanan terhadap diri pasien
Hasil: perawat sudah memberikan pelayanan secara care namun belum optimal
(perawat hanya melakukan observasi 1 kali saja pada pasien yang tidak gawat
darurat).
3.3.2 STEP 2: Develop A Data Gathering Plan
Observasi dan wawancara (Pak Ramdani) ……perawat IGD tidak melakukan
observasi secara countinue sehingga pasien menumpuk dan didapatkan data rata-rata
waktu tunggu >12 jam, belum adanya instrument baku yang digunakan.
3.3.3 STEP 3: Gather The Data
3. PEMERIKSAAN STATUS NUTRISI

Apakah ada penurunan BB dalam 6 bulan terakhir?


Berat badan : ……………….. SKOR HASIL
a. Tidak ada 0
b. Tidak tahu 1
Tinggi badan : ……………… c. Ya 2
Catatan : bila skor ≥ 1, pasien dirujuk ke ahli gizi
4. DATA SOSIAL EKONOMI

Status ekonimi :  Perusahaan  BPJS PBI  Umum / biaya sendiri


 Asuransi  BPJS non PBI  ……………
Pekerjaan  PNS / ABRI  Swasta
Bahasa yang digunakan ………………………………..

Hambatan komunikasi  Tidak ada  Ada, jelaskan ………………………


5. DATA FUNGSIONAL

Mandiri Perlu bantuan, sebutkan ………………. Ketergantungan total

6. DATA PSIKOLOGIS

 Tenang  Gelisah  Panik  Tidak dapat dinilai


 Cemas  Takut  Murung  …………………….
7. DATA SPIRITUAL

Agama :  Islam  Kristen  Hindu  Budha  ……………….


Adakah faktor keyakinan atau tradisi / budaya yang mungkin  Tidak ada

Berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang diberikan  Ada, jelaskan …………………..


8. KEBUTUHAN EDUKASI PASIEN DAN / KELUARGA

 Memerlukan informasi tentang penyakitnya


 Memerlukan informasi tentang pengobatan dan perawatan di rumah sakit
 Memerlukan informasi tentang pengobatan dan perawatan di rumah
3.3.4 STEP 4: Organize, Synthesize And Summarize The Data
(Mengatur, Menyatukan, dan Merangkum Data Menggunakan SWOT
Analysis)
SWOT-UP ANALYSIS (PENERAPAN PCC)
STRENGHTS WEAKNESS OPPORTUNITY THREATS
1. RSUD dr. Slamet 1. Belum jalannya 1. SDM yang cukup 1. Terdapat RS
Garut sudah lulus hak otonom (dokter spesialis, Swasta (3) di
standar akreditasi pasien dalam perawat) daerah
KARS 2012 pengambilan 2. Perawat tahu tentang setempat,
2. RS tipe B keputusan PCC 2. Lingkungan
3. Sudah adanya pelayanan untuk 3. Colaborasi kerja yang
kebijakan dan SOP pasien interdisiplin baik crowded
tentang PCC 2. Waktu tunggu 4. Adanya dukungan 3. Meningkatnya
4. Perawat IGD pasien lebih dari dari manajemen tuntutan
sudah bersikap 12 jam dalam penerapan masayarakat
caring kepada 3. Belum PCC terhadap
keluarga dan berjalannya pentingnya
pasien pelayanan pelayanan
5. Perawat sudah psikologis kesehatan
memberikan 4. Observasi tidak 4. Kasus pasien
edukasi dan dilakukan secara yang tidak
informasi terkait continue (belum dapat
tindakan yang ada instrument diprediksi
diberikan baku yang 5. Beragamnya
6. Perawat sudah digunakan) budaya pasien
melibatkan
keluarga dalam
pemberian asuhan
kepada pasien
7. Perawat sudah
melakukan peran
sebagai
colaborator

Tentukan Skor: Nyatakanlah besarnya bobot masing-masing item SWOT yang dimiliki
dengan menggunakan skala 1 (sangat kecil), 2(kecil), 3(cukup), 4 (besar), 5(sangat besar).

No KEKUATAN (STRENGHT) BOBOT


1 RSUD dr Slamet Garut Sudah lulus Standar Akreditasi 4
KARS versi 2012
2 RS Tipe B 4
3 Sudah adanya kebijakan dan SOP tentang PCC 4
4 Perawat IGD sudah bersikap caring kepada keluarga 3
dan pasien
5 Perawat sudah memberikan edukasi dan informasi 4
terkait tindakan yang diberikan
6 Perawat sudah melibatkan keluarga dalam pemberian 3
asuhan kepada pasien
7 Perawat sudah melakukan peran sebagai colaborator 3
Jumlah 25
Rata-rata 3,57

No KELEMAHAN (WEAKNESS) BOBOT


1 Belum jalannya hak otonom pasien dalam pengambilan 3
keputusan pelayanan untuk pasien
2 Waktu tunggu pasien lebih dari 12 jam 4
3 Belum berjalannya pelayanan psikologis 3
4 Observasi tidak dilakukan secara continue (belum 4
adanya instrument baku yang digunakan)
Jumlah 10
Rata-rata 3,5

No PELUANG (OPPORTUNITY) BOBOT


1 SDM yang cukup (dokter spesialis, perawat) 4
2 Perawat tahu tentang PCC 4
3 Colaborasi interdisiplin baik 3
4 Adanya dukungan dari manajemen dalam penerapan 4
PCC
Jumlah 15
Rata-rata 3,75

No ANCAMAN (THREATH) BOBOT


1 Terdapat RS Swasta (3) di daerah setempat 3
2 Kasus pasien yang tidak dapat diprediksi 4
3 Lingkungan kerja yang crowded 4
4 Meningkatnya tuntutan masayarakat terhadap 3
pentingnya pelayanan kesehatan
5 Beragamnya budaya pasien 3
Jumlah 17
Rata-rata 3,4

Kwadran SWOT
O
3,75

3,5
W S S
3,57

3,4

Kesimpulan:
Berdasarkan kajian analisis SWOT (PCC), penyebaran aspek real yg digunakan
lebih condong mengarah pada peluang dan kekuatan, sehingga bentuk strategi yg
digunakan adalah stragegi progresif.
4.4.5 STEP 5: Komunikasikan Temuan Kepada Pemangku Kepentingan
Hasil temuan kajian analisis SWOT (PCC), penyebaran aspek real yg
digunakan lebih condong mengarah pada peluang dan kekuatan, sehingga bentuk
strategi yg digunakan adalah stragegi progresif. Temuan harus di komunikasikan
kepada pemangku kepentingan agar temuan yang didapatkan bisa di tindak
lanjuti, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengkomunikasikan
temuan kajian situasi terhadap pemangku kepentingan diantaranya :
a. Identifikasi pemangku kepentingan
Disini kita akan mengidentifikasi siapa saja yang akan berpengaruh dalam
kajian situasi ini, dalam hal kajin ini maka yang paling berpengaruh adalah
Direktur, wakil direktur, Kabid keperawatan, Kabid Medis, Komite PMKP,
pokja HPK, Kabag SDM.
b. Prioritaskan Pemangku Kepentingan
kita komunikasikan terlebih dahulu dengan pemegang program yaitu pokja
hak pasien dan keluarga (HPK) dan selanjutnya baru kita komunikasikan
temuan kita kepada direktur bersama dengan pemegang program, dan
mengkomunikasikan dengan pemangku kepentingan lainnya. Disini kami
akan menyajikan hasil temuan didapat.

4.4.6 STEP 6: Consider How To Proceed With Planning


Berdasarkan kajian pustaka dan kajian situasi sederhana yang dilakukan
dalam bab ini kan dibahas tentang penyelesaian masalah menggunakan langkah
evaluasi klinik sebagai berikut :
1. Identifikasi topik
Topik yang menjadi fokus kajian klinik berdasarkan hasil observasi
kelompok yaitu perawat belum menggunakan instrument baku untuk
melakukan observasi. Pengisian NEWS ini penting karena termasuk dalam
bagian proses keperawatan tahap pengkajian, dan merupakan lembar observasi
yang digunakan untuk mendeteksi dini keadaan klinis pasien di IGD. Topik ini
berkaitan dengan hasil observasi dimana pasien mengalami perburukan karena
tidak dapat diprediksi lebih awal oleh perawat ruangan salah satunya
disebabkan tidak adanya monitoring yang berkelanjutan karena terbatasnya
sumberdaya manusia. dan terjadinya overloading akibat dari
ketidakseimbangan antara proporsi pasien yang masuk, mentepat sementara
dan pasien keluar.
Beberapa pertimbangan lain dalam pemilihan topik adalah :
a. Kepala ruang dan kepala tim sudah mengikuti sosialisasi pengisian dan
penggunaan NEWS
b. Sebagaian perawat di IGD sudah pernah terpapar dan melakukan uji coba
penggunaan NEWS dari mahasiswa praktik manajemen
c. Belum adanya SOP NEWS yang dibuat
2. Menetapkan kriteria dan standar

Parameter fisiologis yang digunakan pada NEWS adalah frekuensi


pernafasan, saturasi oksigen, temperatur, tekanan darah sistolik, frekuensi nadi,
dan tungkat kesadaran. Selain keenam parameter tersebut, NEWS juga
memberikan nilai tambah 2, bila pasien menggunakan suplementasi oksigen.
Parameter penilaian NEWS secara jelas dijelaskan pada tabel dibawah ini.
Tabel 3.1 Tabel Penilaian NEWS
Royal College of Physician. National Early Warning Score: Standardising the assesment of acute-illness
severity in the NHS Report of a working party. London: RCP, 2012

3. Pengumpulan Data
Pengumpulan data tentang hal-hal yang akan di kaji adalah sebagai berikut :
a. Kelompok yang akan dilakukan analisa adalah perawat yang bertugas di
IGD yang melakukan tindakan/ asuhan keperawatan selama pasien
dirawat di IGD.
b. Profesional kesehatan yang termasuk pemberi pelayanan yang ditunjuk
sebagai case manager keperawatan
4. Membandingkan Hasil Pengumpulan Data dengan Standar

Pada tahap ini akan dilakukan analisis, berdasarkan hasil pengumpulan data
terkait dengan upaya penerapan NEWS di IGD oleh perawat yang bertugas di
IGD.

5. Melakukan Upaya Perbaikan

Hasil analisa tentang penerapan NEWS di IGD telah dibuktikan dengan


berbagai evidence based. Upaya perbaikan yang dapat dilakukan yaitu :

a. Melakukan sosialisasi terkait NEWS secara merata kepada seluruh


perawat
b. Melakukan uji coba penggunaan formulir, parameter yang di uji coba:
kemudahan dalam mengisi formulir.
c. Penyempurnaan formulir bila ada revisi.
d. Pembuatan SOP.
e. Sosialisasi pelaksanaan NEWS
f. Penerapan NEWS
6. Tindakan Korektif
Melaksanakan tindakan sesuai perbaikan sesuai rencana tindak lanjut yang
telah ditentukan.
7. Rencana Re-evaluasi
Pelaksanaan evaluasi ulang akan dilaksanakan sesuai dengan periode waktu
yang telah ditentukan dan dilakukan secara berkala untuk menilai penerapan
NEWS secara berkelanjutan. Rencana re-evaluasi bertujuan agar dapat
mengetahui;
1. Perawat mengetahui tentang efektifitas dan efisiensi penggunaan metode
Early Warning Score dalam penanganan pasien gawat darurat
2. Perawat dapat menerapkan Early Warning Score pada IGD RSU dr.
Slamet Garut
3. Perawat dapat mendeteksi secara dini perburukan yang terjadi pada pasien
4. Angka kejadian morbiditas dan mortalitas dapat ditekan dan berkurang.
DAFTAR PUSTAKA

1. Rusmawati A. 2016. Uoaya meningkatkan kemampuan perawat dalam menerapkan


patient centered care (PCC) di RUmah Sakit (Studi di RSUD Dr. Harjono Ponorogo
dan RSUD Dr. Iskak Tulungagung). Universitas Diponogoro, Semarang. 2016

2. Bleich MR. 2015. Patient-Centered Leadership. The Journal of Continuing


Education in Nursing. 2015; 46(7):267-298.

3. Delaney, Jo L. 2018. Patient-centred care as an approach to improving health care


in Australia. Collegian. 25(1), 119-123. Doi:10.1016.j.colegn.2017.02.005

4. Abdullah, Thamrin, Tantri, Francis. (2012). Manajemen Pemasaran. Jakarta: Raja


Grafindo Persada
5. Bev Johnson, et all. (2008). Partnering with Patients and Families to design a
Patient-and Family-Centered health Care system, Institute for Patient-and
Family-Centered Care. 20814www.ipfcc.org
6. Dwiyanto, A. (2007). Penerapan Hospital by Laws Dalam Meningkatkan Patient
Safety di Rumah Sakit. Semarang: Program Pascasarjana UNIKA Soegijapranata.
7. Komisi Akreditasi Rumah Sakit (2012). Instrumen Akreditasi Rumah Sakit Standar
Akreditasi Versi 2012 Edisi 1. Jakarta
8. Kusumaningrum, Arie. (2009). Aplikasi dan Strategi Konsep Patient Centered Care
Pada Hospitalisasi Anak Pra Sekolah. Fakultas Kedokteran Sriwijaya.
9. Lumenta, A. Nico. (2012). Patient Centered Care Sebagai “Trend Global”
dalam Pelayanan Pasien. Workshop Keselamatan Pasien dan Manajemen Risiko
Klinis. Ketua Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit. PERSI.
10. Setiadi, J Nugroho. (2010). Perilaku Konsumen. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group
11. Shaller, D. (2007). Patient-Centered Care: What Does It Take?
d.shaller@comcast.net. register to receive e-mail alerts. Commonwealth Fund
pub.no. 1067.
12. Sodomka, P (2006). Engaging Patients & Family: A High Leverage Tool for
Healthcare Leaders,AHA Quality Update.
13. Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Jakarta2009.
DAFTAR PUSTAKA

Cheraghi, Mohammad Ali, Maryam Esmaeili, and Mahvash Salsali. 2017. “Seeking
Humanizing Care in Patient-Centered Care Process: A Grounded Theory Study.”
Holistic Nursing Practice 31 (6): 359–68.
https://doi.org/10.1097/HNP.0000000000000233.

Lauver, Diane R., Sandra E. Ward, Susan M. Heidrich, Mary L. Keller, Barbara J. Bowers,
Patricia Flatley Brennan, Karin T. Kirchhoff, and Thelma J. Wells. 2002. “Patient-
Centered Interventions.” Research in Nursing & Health 25 (4): 246–55.
https://doi.org/10.1002/nur.10044.

McCormack, Brendan. 2003. “Researching Nursing Practice: Does PersonCentredness


Matter?” Nursing Philosophy 4 (3): 179–188.

Mead, Nicola, and Peter Bower. 2000. “Patient-Centredness: A Conceptual Framework and
Review of the Empirical Literature.” Social Science & Medicine 51 (7): 1087–1110.

Morales & Asencio, J. M., et all. (2010). Design of a case management model for people
with chronic disease (Heart Failure and COPD). BMC Health Services Research, 10,
324. http://doi.org/10.1186/1472-6963- 10-324

Moreau, Alain, Laurent Carol, Marie Cécile Dedianne, Christian Dupraz, Corinne Perdrix,
Xavier Lainé, and Gilbert Souweine. 2012. “What Perceptions Do Patients Have of
Decision Making (DM)? Toward an Integrative Patient-Centered Care Model. A
Qualitative Study Using Focus-Group Interviews.” Patient Education and Counseling
87 (2): 206–11. https://doi.org/10.1016/j.pec.2011.08.010.

Mullahy, C. (2014). Practice Settings and Models of Care. Jones & Bartlett Learning, LCC.
Schoot, Tineke, Ireen Proot, Ruud Ter Meulen, and Luc de Witte. 2005. “Actual Interaction
and Client Centeredness in Home Care.” Clinical Nursing Research 14 (4): 370–93.
https://doi. org/10.1177/1054773805280093.

Shaller, Dale. 2007. “Patient-Centered Care: What Does It Take?” Common Wealth Fund,
no. 1067: 34–34. www.commonwealthfund.org.

Wolf, D. M. (2007). Effect of PatientCentered Care on Patient Satisfaction at Hospital


Discharge. UMI Dissertation Publishing.

Anda mungkin juga menyukai