Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penulisan


Praktik refleksi dimulai oleh pengaruh Aristoteles pada zaman yunani kuno. Pada
zaman sekarang, praktik tersebut bukanlah hal yang baru dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam menekankan pentingnya refleksi perlu dikembangkannya pengalaman. Seorang
pendidik dan filsuf John Dewey mengembangkan idenya pada pemikiran dan
pembelajaran yang berfokus pada konsep berpikir secara reflektif.
Praktik refleksi merupakan dasar pengembangan profesional yang membuat makna
dari pengalaman dan mengubah wawasan strategi praktis secara pribadi. Persamaan dari
reflektif mencakup: eksplorasi pengalaman, analisis perasaan diri sendiri untuk
menginformasikan pembelajaran. Refleksi akan melibatkan perspektif dan tindakan yang
berubah serta refleksi memperhatikan elemen eksperimen dan ulasan, dan pembelajaran
yang bertujuan melalui pengalaman.
Tahap refleksi biasanya dihubungkan dengan apa yang sudah diketahui seseorang
dan situasinya serta bagaimana hubungannya dengan teori. Kesadaran akan perasaan
sendiri, asumsi dan kurangnya pengetahuan, berdampak pada situasi, pengetahuan, dan
keterbukaan yang mungkin membuat situasi berbeda. Memahami semua faktor tersebut
memungkinkan seseorang mengenali apa yang telah dipelajari dan perubahan apa yang
harus dibuat untuk situasi di masa depan.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk membuat makalah dengan judul
“Reflective practice dan aplikasi dalam praktik keperawatan anak”.

1.2 Tujuan Penulisan


Memberikan pemahaman mengenai reflective practice dan aplikasinya pada lingkup
praktik keperawatan anak.

1.3 Manfaat Penulisan


1.3.1 Teoritis
Hasil penulisan ini diharapkan menjadi masukan bagi pendidikan dalam proses
pembelajaran mahasiswa keperawatan, khususnya keperawatan anak agar dapat
memahami reflective practice dalam praktik keperawatan anak di tatanan pelayanan.

1.3.2 Aplikatif
Hasil penulisan ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan perawat anak
mengenai reflective practice.

BAB II
KONSEP REFLECTIVE PRACTICE

2.1 Perkembangan Reflective Practice


Konsep reflektif pada awalnya, dimulai oleh pengaruh filsuf Yunani Kuno
Aristoteles dalam gagasannya tentang kebijaksanaan atau penilaian praktis atau
phronesis. Aristoteles menekankan pentingnya refleksi di dunia nyata dengan
mengembangkan pengalaman. Dia juga menekankan persyaratan untuk memperhatikan
emosi dan imajinasi untuk mengembangkan persepsi tentang dunia, sehingga emosi dan
imajinasi tidak membuat dorongan untuk self-indulgent yang tidak diinginkan atau
pengaruh yang merusak cara berpikir rasional yang baik, tetapi lebih merupakan bagian
dari cara berpikir yang responsif dan efektif. Dengan cara ini, Aristoteles percaya untuk
mengembangkan pemahaman wawasan praktis yang nyata dan responsif (Nussbaum,
1990 dalam Bulman & Schutz, 2013).
Seorang pendidik dan filsuf John Dewey, juga sangat berpengaruh dalam diskusi
kontemporer tentang konsep refleksi. Dewey mengembangkan idenya pada pemikiran
dan pembelajaran yang berfokus pada konsep berpikir secara reflektif. Dewey melihat
pemikiran reflektif sebagai tujuan dan fokus pada kebutuhan untuk test dan merubah
keyakinan dengan menerapkan metode ilmiah melalui penalaran deduktif dan
eksperimen. Dia menyiratkan bahwa emosi dan perasaan adalah bagian dari pemikiran
reflektif tetapi, berbeda dengan Aristoteles, ini bukan sesuatu yang dikembangkan. Dia
membuat beberapa asumsi penting tentang orang yang menekankan terhadap solusi
cepat, kebiasaan dan kebiasaan mental. Pengaruh budaya dan lingkungan eksternal
secara monoton dan rutinitas internal adalah musuh terburuk (Dewey, 1933 dalam
Bulman & Schutz, 2013).
Dewey juga menekankan perlunya berpikir dihubungkan secara langsung dengan
tindakan, menunjukkan sifat pragmatis dari filosofinya, dan menyarankan bahwa
pemikiran apa pun bisa menjadi intelektual, sehingga menekankan pentingnya teoritis
dan praktis. Dia telah mempengaruhi banyak karya orang lain, misalnya, Clarke dan
Graham (1996), yang membantu menggambarkan masalah pengalaman, dan refleksi
sebagai sebuah proses penalaran. Dengan terlibat dalam refleksi biasanya orang terlibat
dalam suatu periode berpikir untuk memeriksa pengalaman atau situasi yang kompleks.
Masa berpikir (refleksi) memungkinkan individu untuk memahami pengalaman dengan
menyamakan pengalaman serupa lainnya dan menempatkannya dalam suatu konteks
(Bulman & Schutz, 2013).
Seorang Filsuf Donald Schön juga memberikan pengaruh besar dalam
pengembangan refleksi pada pendidikan profesional. Schön (1983, 1987) percaya bahwa
praktik harus menjadi pusat kurikulum profesional, sehingga belajar dengan melakukan
menjadi inti dari program tambahan. Perawat melakukan praktik dan belajar,
menyiratkan bahwa perawat perlu mengembangkan komitmen untuk praktik dan
memotivasi belajar dari dalam dirinya (Bulman 2004). Schön mendefinisikan refleksi
sebagai tindakan memikirkan kembali apa yang telah dilakukan untuk menemukan
caranya menemukan pengetahuan dengan tindakan yang mungkin berkontribusi pada
hasil yang tidak terduga. Perawat dapat melakukannya setelah menemukan fakta dalam
ketenangan atau dapat berhenti sejenak di tengah aksi (berhenti dan berpikir) (Schön,
1987). Refleksi berfokus pada pemikiran kritis retrospektif, untuk membangun dan
merekonstruksi peristiwa dan untuk mengembangkan diri sebagai seorang praktisi.
Secara signifikan, konsep refleksi melibatkan lebih dari berpikir intelektual, karena
perasaan praktisi dan pengakuan akan suatu hubungan timbal balik dengan tindakan
(Bulman & Schutz, 2013).

2.2 Definisi Reflective Practice


Defenisi menurut para ahli :
1. Refleksi merupakan proses secara aktif yang berlangsung terus-menerus dengan
mempertimbangkan keyakinan atau dugaan dari bentuk pengetahuan dan
menerangkan alasan yang mendukung kesimpulan lebih lanjut (Dewey 1933 dalam
Bulman & Schutz, 2013).
2. Refleksi sebagai tindakan memikirkan kembali apa yang telah dilakukan untuk
menemukan pengetahuan dengan tindakan yang mungkin berkontribusi pada hasil
yang tidak terduga (Schön, 1987).
3. Wong et al. (1997) menggambarkan bahwa refleksi berpusat pada pengalaman,
dimulai dengan adanya respons emosional, yang bisa jadi keduanya positif dan tidak
nyaman.
4. Freshwater et al. (2008) menggambarkan refleksi sebagai retrospektif dengan
mendapatkan pengalaman untuk mempengaruhi praktik di masa depan.
5. O'Donovan (2007) menggambarkan refleksi sebagai proses pemikiran deliberatif,
melihat ke belakang, memeriksa diri sendiri dan praktik seseorang untuk
meningkatkan praktik di masa depan.
6. Pembelajaran reflektif adalah proses pemeriksaan diri secara internal dengan
menelusuri masalah yang menjadi perhatian, dipicu oleh pengalaman, menciptakan
dan mengklarifikasi makna dalam diri yang menghasilkan perubahan perspektif
konseptual (Boyd dan Fales, 1983).
7. Refleksi dalam konteks pembelajaran adalah aktivitas manusia secara intelektual dan
afektif dimana individu melihat kembali pengalaman untuk menghasilkan pemahaman
baru dan penghargaan. '(Boud et al. 1985).
(Bulman & Schutz, 2013)
2.3 Persamaan dan Perbedaan Dari Proses Refleksi
Refleksi adalah konsep yang sulit untuk dijelaskan, namun dapat dilihat
persamaan dan perbedaannya. Persamaan dari reflektif mencakup: eksplorasi
pengalaman, analisis perasaan diri sendiri untuk menginformasikan pembelajaran,
refleksi akan melibatkan perspektif dan tindakan yang berubah serta refleksi
memperhatikan elemen eksperimen dan ulasan, dan pembelajaran yang bertujuan melalui
pengalaman. Ada juga perbedaan refleksi yaitu tidak semua menekankan pentingnya
perasaan dan emosi atau secara eksplisit mengakui adanya perubahan. Selain itu,
beberapa tidak secara terang-terangan menyebutkan pentingnya memiliki seseorang
untuk berefleksi, menyarankan yang lebih soliter interpretasi refleksi (Bulman & Schutz,
2013).

2.4 Komponen Kunci Dari Reflective Practice


1. Refleksi lebih dari sekadar berpikir, dimana proses refleksi memiliki potensi untuk
membantu perawat dan profesional lain untuk belajar dari pengalaman mereka
(Jarvis 1992).
2. Refleksi dengan meninjau pengalaman dari praktik sehingga dapat dijelaskan,
dianalisis, dievaluasi, dan akibatnya digunakan untuk menginformasikan dan
mengubah praktik masa depan secara positif (Bulman 2008).
3. Refleksi melibatkan seseorang untuk membuka diri untuk diperiksa orang lain,
akibatnya membutuhkan keberanian dan keterbukaan pikiran, serta kesediaan untuk
menerima, bertindak, kritik (Dewey 1933).
4. Refleksi melibatkan lebih dari 'pemikiran intelektual' karena melibatkan perasaan
dan emosi praktisi, dan mengakui hubungan timbal balik dengan tindakan
(Brockbank dan McGill 1998).
5. Refleksi dalam keperawatan berhubungan dengan motivasi profesional untuk 'move
on' dan 'berbuat lebih baik' dalam praktik, untuk belajar dari pengalaman dan
memeriksa secara kritis dan 'Mandiri' (Bulman et al. 2012).
(Bulman & Schutz, 2013)

2.5 Manfaat Reflective Practice


Manfaat refleksi praktik bagi perawat :
1. Refleksi praktik membantu perawat mengembangkan pemikiran kritis dengan
melibatkan pengetahuan, perasaan, kesadaran diri, afektif, dan perilaku dalam
memberikan praktik pelayanan yang terbaik bagi pasien dan keluarga sesuai
komitmennya.
2. Refleksi menjadi sarana bagi perawat untuk mengembangkan perasaan tentang apa
yang telah lakukan secara fisik dan praktis sehingga dapat menjadi bagian dari proses
pengembangan pengetahuan, ketrampilan dan perilakunya.
3. Melalui refleksi memberikan kesempatan bagi perawat untuk menemukan
pengetahuan dan profesinya dalam mencapai tujuan.
4. Refleksi praktik dapat memungkinkan perawat mengembangkan bahasa dan
mengkomunikasikan pengetahuan keperawatan dengan sejawat, dan dengan
melakukan refleksi mereka dapat menemukan pengetahuan tersebut.
5. Refleksi praktik mampu mengembangkan kesadaran kritis perawat tentang praktik
keperawatan dan untuk mengidentifikasi kelemahan atau kekuatan yang dimiliki
perawat untuk mencapai perubahan.
(Bulman & Schutz, 2013).

2.6 Tipe Reflective Practice


Terdapat dua tipe dalam refleksi praktik meliputi :
1. Reflection in action
Refleksi yang terjadi ketika seseorang terlibat dalam situasi saat interaksi dengan
pasien setiap hari. Reflection in action melibatkan penggunaan analisis pengamatan,
mendengarkan dan / menyentuh atau merasakan untuk menyelesaikan masalah.
Karenanya sangat mirip dengan penalaran klinis di mana refleksi berbeda dengan
penyelesaian masalah mengarah pada perubahan dalam pandangan praktisi tentang
diri, nilai-nilai dan kepercayaan. Fokusnya adalah untuk mendapatkan perspektif
baru, bukan hanya menyelesaikan masalah.
2. Reflection on action
Jenis refleksi ini dengan melihat kembali belakang dari suatu situasi, yang berarti
terjadi pada suatu waktu setelah situasi itu terjadi, sehingga menuntut komitmen
waktu, sesuatu yang menjadi tantangan. Meskipun demikian, ini memiliki tempat
penting dalam pengembangan profesional.
(https://latrobe.libguides.com).

2.7 Model Reflective Practice


Refleksi biasanya dimulai dengan deskripsi tentang apa yang telah terjadi.
Penting pada tahap ini untuk mengidentifikasi dengan tepat apa saja elemen-elemen
kuncinya, apa yang menjadikan masalah yang pantas untuk direfleksi. Sangat sering
situasi negatif atau tidak nyaman ('insiden kritis') memicu refleksi. Seseorang dapat
belajar dari kesalahan untuk menjadi benar. Namun, pengalaman positif juga dapat
memicu refleksi.
Tahap refleksi biasanya dihubungkan dengan apa yang sudah ketahui seseorang
dengan situasi, bagaimana teori relevan. Kesadaran akan perasaan sendiri, asumsi dan
kurangnya pengetahuan, situasi yang berdampak, pengetahuan, keterbukaan yang
mungkin membuat situasi berbeda, Memahami semua faktor tersebut memungkinkan
seseorang mengenali apa yang telah dipelajari dan perubahan apa yang harus dibuat
untuk situasi di masa depan. Tahap akhir refleksi adalah salah satu perubahan. Misalnya,
bagaimana seseorang melihat diri sendiri, melihat orang lain, keyakinan, nilai-nilai,
pandangan dan / atau pendapat. Hal ini yang perlu direfleksikan secara
mendalam.Terdapat beberapa model refleksi antara lain:
1. Model Atkins & Murphy, 1994.

2. Model Gibbs, 1988


Siklus reflektif Gibbs memiliki 6 tahap yaitu:
1. Description
Mengambarkan secara rinci pengalaman yang sedang direnungkan. Misalnya di
mana kamu; siapa lagi yang ada di sana; mengapa kamu ada di sana; apa yang
kamu lakukan; apa yang dilakukan orang lain; apa konteks kejadian tersebut; apa
yang terjadi; apa bagianmu dalam ini; bagian apa yang dimainkan orang lain;
Apakah hasilnya.
2. Feelings
Pada tahap ini mencoba mengingat dan mengeksplorasi hal-hal yang terjadi di
dalam diri yaitu mengapa peristiwa ini melekat dalam pikiran kamu? Misalnya;
bagaimana perasaan saat kejadian dimulai; apa yang dipikirkan saat itu; bagaimana
perasaanmu saat itu; bagaimana perasaan orang lain terhadap anda; bagaimana
perasaan anda tentang hasil dari kejadian tersebut; apa pendapatmu tentang
kejadian tersebut.
3. Evaluation
Mencoba untuk mengevaluasi atau membuat penilaian tentang apa yang telah
terjadi. Pertimbangkan apa yang baik tentang pengalaman itu dan apa yang buruk
tentang pengalaman itu atau tidak berjalan dengan baik.
4. Analysis
Membagi peristiwa menjadi beberapa komponen sehingga dapat dieksplorasi
secara terpisah dengan mengajukan pertanyaan yang lebih terperinci tentang
jawaban ke tahap terakhir. Misalnya apa yang berjalan dengan baik; apa yang
kamu lakukan dengan baik; apa yang dilakukan orang lain dengan baik; apa yang
salah atau tidak ternyata bagaimana seharusnya dilakukan; dengan cara apa anda
atau orang lain berkontribusi terhadap hal ini.
5. Conclusion
Menelusuri masalah dari sudut yang berbeda dan memiliki banyak informasi yang
menjadi dasar penilaian seseorang. Cenderung mengembangkan wawasan tentang
perilaku diri sendiri dan orang lain dalam hal bagaimana berkontribusi terhadap
hasil kejadian dan selalu mengingat pada tujuan refleksi yakni belajar dari
pengalaman. Tanpa analisis terperinci dan eksplorasi jujur yang terjadi pada semua
tahap sebelumnya, kemungkinan kecil semua aspek kejadian akan diperhitungkan
dan peluang berharga untuk belajar. Selama tahap ini harus bertanya pada diri
sendiri apa yang bisa dilakukan secara berbeda.
6. Action Plan
Selama tahap ini harus berpikir ke depan untuk menghadapi kejadian dan
merencanakan apa yang akan dilakukan. Misalnya: apakah seseorang akan
bertindak berbeda atau apakah akan melakukan hal yang sama? Apa yang dapat
dilakukan sementara untuk meningkatkan praktik / kemampuan seseorang untuk
merespons secara efektif dalam situasi yang sama? Di sini siklus diselesaikan
secara tentatif dan menyarankan bahwa jika peristiwa itu terjadi lagi, akan menjadi
fokus dari siklus reflektif lain.

3. Model Adapted from: Pfeiffer & Ballow, 1988.


4. Model Jhons, 1994
Model ini membantu praktisi mengakses, memahami, dan belajar melalui pengalaman.
Tahapan reflektif menurut Jhons, 1994 meliputi:
1. Deskripsi
Tulis deskripsi pengalaman, Apa masalah utama dalam uraian ini yang perlu saya
perhatikan?
2. Refleksi
a. Apa yang ingin dicapai?
b. Mengapa saya bertindak seperti saya?
c. Apa konsekuensi dari tindakan saya?
d. Untuk pasien dan keluarga,untuk diriku, untuk orang yang bekerja dengan saya?
e. Bagaimana perasaan saya tentang pengalaman ini ketika itu terjadi?
f. Bagaimana perasaan pasien tentang hal itu?
g. Bagaimana saya tahu bagaimana perasaan pasien tentang itu?
3. Faktor yang mempengaruhi
a. Faktor internal apa yang memengaruhi pengambilan keputusan dan tindakan
saya?
b. Faktor eksternal apa yang memengaruhi pengambilan keputusan dan tindakan
saya?
c. Sumber pengetahuan apa yang telah atau seharusnya memengaruhi pengambilan
keputusan dan tindakan saya?
4. Strategi alternatif
a. Mungkinkah saya menangani situasi dengan lebih baik?
b. Apa pilihan lain yang saya miliki?
c. Apa konsekuensi dari pilihan-pilihan lain ini?
5. Belajar
a. Bagaimana saya bisa memahami pengalaman ini mengingat pengalaman masa
lalu dan praktik di masa depan?
b. Bagaimana perasaan saya sekarang tentang pengalaman ini?
c. Sudahkah saya mengambil tindakan efektif untuk mendukung diri sendiri dan
orang lain sebagai hasil dari pengalaman ini?
d. Bagaimana pengalaman ini mengubah cara saya mengetahui dalam praktik?

2.8 Keterampilan dalam Reflective Practice


Ketrampilan yang diperlukan dalam praktik reflektif mencakup : kesadaran diri,
deskripsi, analisis kritis, sintesis dan evaluasi (Atkins & Murphy, 1994).
1. Kesadaran diri
Memungkinkan seseorang untuk menganalisis perasaan. Ini melibatkan kejujuran
tentang bagaimana situasi telah mempengaruhi individu dan bagaimana individu telah
mempengaruhi situasi.

2. Deskripsi
Melibatkan kemampuan untuk mengenali dan mengingat secara akurat peristiwa
penting dan yang menjadi kunci dari pengalaman dan untuk memperhitungkan
situasi.
3. Analisis kritis
Menganalisis situasi, mengidentifikasi pengetahuan yang ada, menantang asumsi dan
membayangkan dan mengeksplorasi alternatif, Sebuah yang ada.
4. Sintesis
Mengintegrasi pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya.Hal ini dapat
digunakan dengan cara yang kreatif untuk memecahkan masalah dan untuk
memprediksi kemungkinan konsekuensi dari tindakan.
5. Evaluasi
Memungkinkan pertimbangan yang akan dibuat tentang suatu nilai. Selain itu reflektif
praktik juga membutuhkan:
a. Kejujuran
b. Kepercayaan
c. Komitmen waktu
d. Motivasi
e. Praktek.

Anda mungkin juga menyukai