Anda di halaman 1dari 5

1.

Manajemen Penanggulangan Bencana


Manajemen penanggulangan bencana adalah pengelolaan penggunaan
sumber daya yang ada untuk menghadapi ancaman bencana dengan melakukan
perencanaan, penyiapan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi di setiap tahap
penanggulangan bencana yaitu pra, saat dan pasca bencana.
Terdapat kemiripan manajemen penanggulangan bencana dengan sifat-sifat
manajemen lainnya secara umum, tetapi terdapat beberapa perbedaan, meliputi:
1Nyawa dan kesehatan masyarakat merupakan masalah utama; 2Waktu untuk
bereaksi yang sangat singkat; 3Risiko dan konsekuensi kesalahan atau
penundaan keputusan dapat berakibat fatal; 4Situasi dan kondisi yang tidak
pasti; 5Petugas mengalami stres yang tinggi; 6Informasi yang selalu berubah
(Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana, 2011).
Dalam penanganan bencana terdapat beberapa siklus manajemen bencana
1
yang terdiri dari tiga tahap yaitu prabencana (kesiapsiagaan, mitigasi dan
pencegahan), 2bencana (tanggap darurat) dan 3pasca bencana (rekonstruksi dan
pemulihan) (Depkes RI, 2007). Upaya penanggulangan bencana terdiri dari tiga
tahap antara lain : 1)Tahap prabencana, meliputi a. Situasi tidak terjadi bencana,(
kegiatannya adalah pencegahan dan mitigasi) dan b.Situasi potensi terjadi bencana,
2)
(kegiatannya berupa kesiapsiagaan), Tahap saat bencana (kegiatannya adalah
3)
tanggap darurat dan pemulihan darurat), Tahap pasca bencana (kegiatannya
adalah rehabilitasi dan rekonstruksi) (Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis
Kesehatan Akibat Bencana, 2011).
Setiap tahap penanggulangan tersebut tidak dapat dibatasi secara tegas. Dalam
pengertian bahwa upaya prabencana harus terlebih dahulu diselesaikan sebelum
melangkah pada tahap tanggap darurat dan dilanjutkan ke tahap berikutnya, yakni
pemulihan. Siklus ini harus dipahami bahwa pada setiap waktu, semua tahapan dapat
dilaksanakan secara bersama‐sama pada satu tahapan tertentu dengan porsi yang
berbeda. Misalnya, tahap pemulihan kegiatan utamanya adalah pemulihan tetapi
kegiatan pencegahan dan mitigasi dapat juga dilakukan untuk mengantisipasi
bencana yang akan datang.
Berbagai upaya penanggulangan bencana yang dapat dilakukan pada setiap
tahap dalam siklus bencana antara lain pada fase prabencana meliputi :
a. Pencegahan dan mitigasi
Upaya ini bertujuan menghindari terjadinya bencana dan mengurangi risiko
dampak bencana. Upaya‐upaya yang dilakukan antara lain: 1) penyusunan
kebijakan, peraturan perundangan, pedoman dan standar; 2) pembuatan peta
rawan bencana dan pemetaan masalah kesehatan 3) pembuatan
brosur/leaflet/poster 4) analisis risiko bencana pembentukan tim penanggulangan
bencana 6) pelatihan dasar kebencanaan 7) membangun sistem penanggulangan
krisis kesehatan berbasis masyarakat.
b. Kesiapsiagaan
Upaya kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya
bencana. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi
1)
akan terjadi. Upaya‐upaya yang dapat dilakukan antara lain: penyusunan
2) 3)
rencana kontinjensi; simulasi/ gladi/ pelatihan siaga; penyiapan dukungan
sumber daya dan 4). Penyiapan sistem informasi dan komunikasi.
Upaya penanggulangan bencana pada tahap tanggap darurat bidang kesehatan
dilakukan untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan. Upaya tersebut
meliputi: 1). penilaian cepat kesehatan (rapid health assessment); 2).pertolongan
pertama korban bencana dan evakuasi ke sarana kesehatan; 3). pemenuhan
kebutuhan dasar kesehatan; 4). perlindungan terhadap kelompok risiko tinggi
kesehatan.
Sedangkan penanggulangan bencana pada tahap pemulihan meliputi
rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya rehabilitasi bertujuan mengembalikan kondisi
daerah yang terkena bencana yang serba tidak menentu ke kondisi normal yang lebih
baik. Upaya rekonstruksi bertujuan membangun kembali sarana dan prasarana yang
rusak akibat bencana secara lebih baik dan sempurna. Upaya‐upaya yang dilakukan
antara lain: 1). perbaikan lingkungan dan sanitasi; 2). perbaikan fasilitas pelayanan
kesehatan; 3). pemulihan psiko‐sosial; 4). peningkatan fungsi pelayanan kesehatan
(Ardia Putra, dkk. 2015).
Menurut BNPB 2008, tindakan penanggulangan bencana pada tahap pra
bencana meliputi : pencegahan dan mitigasi, kesiapsiagaan. upaya kegiatan
pencegahan dan mitigasi bertujuan untuk menghindari terjadinya bencana serta
mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana. tindakan mitigasi dilihat dari
sifatnya dapat digolongkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu mitigasi pasif dan
1
mitigasi aktif. tindakan mitigasi pasif meliputi: penyusunan peraturan
perundang-undangan.; 2pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah.;
3 4
pembuatan pedoman/standar/prosedur; pembuatan brosur/leaflet/poster;
5
penelitian / pengkajian karakteristik bencana; 6pengkajian / analisis risiko
7 8
bencana; internalisasi pb dalam muatan lokal pendidikan; pembentukan
organisasi atau satuan gugus tugas bencana; 9perkuatan unit-unit sosial dalam
10
masyarakat, seperti forum; pengarus-utamaan PB dalam perencanaan
pembangunan.
Sedangkan tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi aktif
1
antara lain: pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya,
2
larangan memasuki daerah rawan bencana dsb; pengawasan terhadap
pelaksanaan berbagai peraturan tentang penataan ruang, ijin mendirikan
bangunan (IMB), dan peraturan lain yang berkaitan dengan pencegahan
3
bencana. pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat;
4
pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke daerah yang lebih
aman. 5penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat; 6perencanaan
daerah penampungan sementara dan jalur-jalur evakuasi jika terjadi bencana.
7
pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah, mengamankan
dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana, seperti: tanggul, DAM,
penahan erosi pantai, bangunan tahan gempa dan sejenisnya.
Tindakan kesiapsiagaan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya
bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan
berubahnya tata kehidupan masyarakat. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada
saat bencana mulai teridentifikasi akan terjadi, kegiatan yang dilakukan antara
lain: 1pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur pendukungnya;
2
pelatihan siaga / simulasi / gladi / teknis bagi setiap sektor penanggulangan
bencana (SAR, sosial, kesehatan, prasarana dan pekerjaan umum); 3inventarisasi
sumber daya pendukung kedaruratan; 4penyiapan dukungan dan mobilisasi
sumberdaya/logistik; 5penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat
dan terpadu guna mendukung tugas kebencanaan; 6penyiapan dan pemasangan
7
instrumen sistem peringatan dini (early warning); penyusunan rencana
8
kontinjensi (contingency plan); mobilisasi sumber daya (personil dan
prasarana/sarana peralatan) (BNPB, 2008).

2. Peran Perawat dalam management bencana


Peran perawat sangat di butuhkan dalam setiap tahapan siklus bencana,
karena perawat sebagai tenaga kesehatan merupakan bagian dari sistem di
lembaga-lembaga penanggulangan bencana yang ada, baik pada tingkat lokal
maupun nasional. Disamping itu, peran perawat juga bisa berada di lembaga swasta
baik tergabung dalam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) maupun Organisasi
Masyarakat (Ormas). Menurut Amelia (2007) menjelaskan, untuk menjadi
perawat bencana harus mempunyai kompetensi khusus sesuai posisinya. Bila
dalam posisi manajer keperawatan, maka seorang perawat bencana harus
mempunyai kompetensi: mampu membuat keputusan cepat dalam rangka
mengatasi masalah bencana, misalnya menentukan staf (SDM) yang dilibatkan
dalam penanganan bencana, memenuhi alat dan obat-obatan yang harus
disiapkan, dan mampu memenuhi kebutuhan logistik penanganan bencana serta
mampu melakukan koordinasi dengan baik pada saat terjadi bencana.
Sedangkan sebagai pelaksana keperawatan, kompetensi yang harus dimiliki
adalah mampu: a).melakukan triage darurat bencana; b).melaksanakan
penyelamatan kehidupan dasar dan lanjutan; c).melaksanakan tindakan
keperawatan gawat; d).memenuhi kebutuhan klien gawat darurat;
e).melaksanakan pengawasan; f).membuat dokumentasi setiap tindakan,
g).menangani kepanikan klien dan keluarga, dan h). menangani sukarelawan.
Menurut International Council of Nurses, 2006, dalam Zukhri, 2017 aktivitas
keperawatan Pada Fase Pre Impact meliputi :
1) Berpartisipasi dalam penyusunan rencana pengurangan resiko bencana (PRB)
2) Berpartisipasi dalam pengkajian risiko bencana dengan menganalisis bahaya,
pembuatan peta bahaya dan analisis kerentanan
3) Menginisiasi upaya pencegahan meliputi: upaya pencegahan/penghilangan
bahaya, pemindahan kelompok risiko, melakukan kampanye kesadaran
masyarakat, pengembangan Early Warning System.
4) Melakukan simulasi
5) Mengidentifikasi kebutuhan pendidikan dan pelatihan untuk semua perawat
6) Pengembangan data base keperawatan bencana
7) Mengembangkan evaluasi terhadap perencanaan yg meliputi semua aspek
disaster
Menurut Sinaga, 2015 peran perawat pada tahap pra bencana meliputi:
1. Perawat mengikuti pedidikan dan pelatihan bagi tenaga keseahatan dalam
penanggulangan ancaman bencana untuk tiap fasenya (preimpact, impact,
postimpact). Materi pelatihan mencakup berbagai tindakan dalam
penanggulangan ancaman dan dampak bencana. Misalnya mengenai intruksi
ancaman bahaya, mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan saat fase darurat
(makanan, air, obat-obatan, pakaian, selimut, tenda dsb) dan mengikuti
pelatihan penanganan pertama korban bencana (PPGD)
2. Perawat ikut terlibat dalam berbagai tim kesehatan, baik dari dinas kesehatan
pemerintah, organisasi lingkungan, Palang Merah Nasional, maupun LSM
dalam memberikan penyuluhan dan simulasi dalam menghadapi ancaman
bencana kepada masyarakat. Penyuluhan atau pendidikan kesehatan kepada
masyarakat harus meliputi:
3. Usaha pertolongan diri sendiri (masyarakat korban) keluarga atau kelompok
1) Pelatihan pertolongan pertama pada anggota keluarga, misalnya menolong
anggota keluarga dengan kecurigaan fraktur, perdarahan dan pertolongan
luka bakar. Pelatihan ini akan lebih baik bila keluarga juga dikenalkan
mengenai perlengkapan kesehatan (first aid kit) seperti obat penurun panas
(parasetamol), tablet antasida, antidiare, antiseptik, laksatif, termometer,
perban, plester, bidai.
2) Pembekalan informasi tentang bagaimana menyimpan dan membawa
persediaan makanan, penggunaan air yang aman dan sehat
3) Perawat juga dapat memberikat beberapa alamat dan nomor telepon
darurat seperti dinas kebakaran, rumah sakit dan ambulans.
4) Memberikan tempat alternatif penampungan atau posko bencana.
5) Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa (misal
pakaian seperlunya, portable radio, senter dan baterai).

Anda mungkin juga menyukai