PEMERINTAH KOTA SEMARANG 2022 I. PENDAHULUAN Berdasarkan Undang-undang No 24 Tahun 2007, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 9 (PP No 21 Tahun 2008, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 6, pengertian mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Adapun mitigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf c dilakukan untuk mengurangi risiko bencana bagi masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana. (UU No 24 Tahun 2007 Pasal 47 ayat (1). Mitigasi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf c dilakukan untuk mengurangi risiko dan dampak yang diakibatkan oleh bencana terhadap masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana. (PP No 21 Tahun 2008 Pasal 20 ayat (1). Secara umum pengertian mitigasi adalah pengurangan, pencegahan atau bisa dikatakan sebagai proses mengupayakan berbagai tindakan preventif untuk meminimalisasi dampak negatif bencana yang akan terjadi. Pengertian dari Mitigasi Bencana Geologi (Geological Hazard Mitigation) adalah pengurangan, pencegahan atau proses mengupayakan berbagai tindakan preventif untuk meminimalisasi dampak negatif terhadap bencana alam geologi. Definisi Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. (Definisi bencana menurut UU No. 24 tahun 2007). Mitigasi bencana adalah istilah yang digunakan untuk menunjuk pada tindakan untuk mengurangi dampak dari suatu bencana yang dapat dilakukan sebelum bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan-tindakan pengurangan resiko jangka panjang. Dalam UU No. 24 Tahun 2007, usaha mitigasi dapat berupa prabencana, saat bencana dan pasca bencana. Prabencana berupa kesiapsiagaan atau upaya memberikan pemahaman pada penduduk untuk mengantisipasi bencana, melalui pemberian informasi, peningkatan kesiagaan kalau terjadi bencana ada langkah-langkah untuk memperkecil resiko bencana. Penanganan bencana harus dengan strategi proaktif, tidak semata-mata bertindak pascabencana, tetapi melakukan berbagai kegiatan persiapan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana. Berbagai tindakan yang bisa dilakukan untuk mengantisipasi datangnya bencana dengan membentuk sistem peringatan dini, identifikasi kebutuhan dan sumber-sumber yang tersedia, penyiapan anggaran dan alternatif tindakan, sampai koordinasi dengan pihak-pihak yang memantau perubahan alam. Dalam mitigasi dilakukan upaya-upaya untuk meminimalkan dampak dari bencana yang akan terjadi yaitu program untuk mengurangi pengaruh suatu bencana terhadap masyarakat atau komunitas dilakukan melalui perencanaan tata ruang, pengaturan tata guna lahan, penyusunan peta kerentanan bencana, penyusunan data base, pemantauan dan pengembangan. Mitigasi bencana merupakan kegiatan yang amat penting dalam penanggulangan bencana karena kegiatan ini merupakan kegiatan sebelum terjadinya bencana yang dimaksudkan untuk mengantisipasi agar korban jiwa dan kerugian materi yang ditimbulkan dapat dikurangi. Masyarakat yang berada di daerah rawan bencana maupun yang berada di luar sangat besar perannya, sehingga perlu ditingkatkan kesadarannya, kepeduliannya dan kecintaannya terhadap alam dan lingkungan hidup serta kedisiplinan terhadap peraturan dan norma-norma yang ada. II. LATAR BELAKANG Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Wilayah Negara kesatuan republik indonesia secara geografis terletak pada wilayah yang rawan terhadap bencana alam baik berupa gempa bumi, tanah longsor, letusan gunung berapi, tsunami, banjir dan lain-lain. Hal ini menuntut peran Puskesmas yang harus makin aktif sebagai ujung tombak dari pelayanan medik pada saat bencana, juga sebagai mata rantai dari sistem penanggulangan Gawat Darurat Terpadu ( SPGDT ) dalam keadaan sehari-hari dan bencana, seharusnya pelayanan medis menjadi makin cepat dan tepat berupa pertolongan pertama penderita gawat darurat dan di Puskesmas pelayanan rujukan Rumah Sakit sebagai jaringan rujukan bila membutuhkan pelayanan spesialistik. Memperhatikan hal tersebut diatas, Puskesmas Ngemplak Simongan Kota Semarang menghadapi bencana agar setiap karyawan mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya pada saat terjadi bencana, baik bencana internal maupun eksternal. III. TUJUAN Tujuan dari penyusunan pedoman kesiapan menghadapi bencana di Puskesmas adalah untuk : 1. Meningkatkan kesiapan UPTD Puskesmas Ngemplak Simongan dalam menangani bencana baik bencana internal maupun eksternal. 2. Menjadi pedoman bagi UPTD Puskesmas Ngemplak Simongan dalam membuat perencanaan dan penanganan bencana. IV. RUANG LINGKUP Pedoman kesiapan Menghadapi Bencana UPTD Puskesmas Ngemplak Simongan Kota Semarang meliputi : 1. Gambaran Umum Bencana 2. Pengorganisasian penanganan bencana 3. Sistem Komunikasi 4. Penanganan bencana 5. Pencatatan dan pelaporan
V. PERENCANAAN APABILA TERJADI BENCANA
Penanganan atau manajemen bencana, hakikatnya bukan hanya sekedar memberikan pertolongan dan bantuan kepada para korban manakala terjadi bencana, akan tetapi harus mencakup keseluruhan, mulai dari kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana, sampai upaya pemulihan dan restrukturisasi akibat bencana. Sesuai dengan gambaran pada siklus penanganan bencana. Manakala di suatu wilayah tidak terjadi bencana, artinya wilayah tersebut berada dalam tahap pra bencana, yang harus diisi dengan kegiatan-kegiatan antara lain Pencegahan, Mitigasi dan Kesiapsiagaan. Pencegahan dilakukan adalah untuk mencegah atau menghalang-halangi agar bencana tidak terjadi. Manakala tidak dapat dicegah, dilakukanlah mitigasi, yaitu meminimalisasi dampak atau akibat dari bencana, sehingga diharapkan kerugiannya akan minimal. Hal tersebut masih harus diikuti dengan kesiapsiagaan, untuk memastikan bahwa kita tidak dalam kondisi lengah dalam menghadapi bencana, yang sewaktu-waktu datang. Untuk menilai apakah suatu wilayah sudah siap siaga dalam menghadapi bencana, terdapat beberapa indikator, yang diantaranya adalah Perencanaan, yang meliputi Management disasster plan, Rencana Kontinjensi, Rencana Operasi dan Rencana Rehabilitasi. Dari keempat jenis rencana tersebut, Management disaster plan merupakan hal sangat strategis, sebab baik atau buruknya rencana tersebut akan sangat berpengaruh pada aktivitas dalam menjalani fase tanggap darurat bila terjadi bencana. Untuk mengantisipasi respon yang lamban dan kurang terkoordinasi maka diperlukan Management Disaster Plan sebagai bagian dari kegiatan Pra Bencana dalam upaya Penanggulangan dan Penanganan Krisisi Kesehatanakibat bencana. Adapun tujuan dari management disaster plan yaitu memberikan acuan bagi petugas kesehatan dalam kesiapsiagaan dan penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana, meningkatkan kesiapan SDM kesehatan dalam penanganan bencana, meningkatkan kesiapan fasilitas kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan, meningkatkan upaya pengendalian penyakit potensi wabah/KLB, mengurangi resiko krisis kesehatan akibat bencana. Penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi 3 tahap, yaitu: 1. Pra Bencana Puskesmas menyusun mapping/pemetaan wilayah daerah rawan bencana di wilayah kerjanya serta melakukan identifikasi jenis bencana yang mungkin terjadi dan juga menghitung populasi dari jumlah penduduk yang berisiko terkena bencana sehingga penanganan bencana dapat disiapkan seoptimal mungkin. Persiapan tersebut diantaranya meliputi : a. Pelatihan tenaga kesehatan tentang Penanggulangan Kegawatdaruratan Kesehatan (PPGD) b. Pelatihan kegawatdaruratan sehari-hari berbasis masyarakat c. Simulasi Penanganan Bencana (in house training) d. Penyusunan Standar Operasional Prosedur penanganan korban e. Sarana dan prasarana unit pelayanan di Puskesmas. f. Penyiapan pos kesehatan lapangan g. Perencanaan evakuasi korban. Pada saat pesan atau informasi mengenai bencana diterima oleh petugas Puskesmas, maka petugas yang menerima informasi tersebut segera melakukan koordinasi dengan Tim Siaga Penanggulangan Bencana Puskesmas yang telah dibentuk. Tim Siaga Penanggulangan Bencana Puskesmas segera mengaktifkan rencana penatalaksanaan korban bencana tersebut, memanggil dan memobilisasi petugas yang terlatih untuk segera memberi pertolongan terhadap korban bencana. 2. Tanggap Darurat
3. Penatalaksanaan Korban di Lapangan
a. Penanganan Korban Massal
Penanganan medis untuk korban cedera dalam jumlah besar diperlukan segera setelah terjadinya bencana baik gempa bumi, kecelakaan transportasi, gunung meletus dan banjir, longsor serta bencana lainnya. Kebutuhan terbesar untuk pertolongan pertama dan pelayanan kedaruratan medic muncul dalam beberapa jam pertama. Banyak jiwa tidak tertolong karena sumber-sumber daya local, termasuk transforatsi tidak dimobilisasi segera. Oleh karena itu, sumber daya lokal sangat menentukan dalam penanganan korban di fase darurat. b. Penatalaksanaan Lapangan Penatalaksanaan lapangan meliputi prosedur-prosedur yang digunakan untuk mengelola daerah bencana dengan tujuan memfasilitasi penatalaksanaan korban c. Proses Penyiagaan Proses penyiagaan merupakan bagian dan aktivitas yang bertujuan untuk melakukan mobilisasi sumber daya secara efisien. Proses ini mencakup peringatan awal, penilaian situasi, dan penyebaran pesan siaga. Proses ini bertujuan untuk memastikan tanda bahaya, mengevaluasi bersama masalah dan memastikan bahwa sumber daya yang ada memperoleh informasi dan dimobilisasi. d. Penilaian Awal Penilaian awal merupakan prosedur yang dipergunakan untuk segera mengetahui beratnya masalah dan risiko potensial dari masalah yang dihadapi. Aktivitas ini dilakukan untuk mencari tahu masalah yang sedang terjadi dan kemungkinan yang dapat terjadi dan memobilisasi sumberdaya yang adekuat sehingga penatalaksanaan lapangan dapat diorganisasi secara benar. Di Dalam penilaian awal dilakukan serangkaian aktivitas yang bertujuan untuk mengidentifikasi : 1) Lokasi kejadian secara tepat 2) Waktu terjadinya bencana 3) Tipe bencana yang terjadi 4) Perkiraan jumlah korban 5) Risiko potensial tambahan 6) Populasi yang terpapar oleh bencana Penilaian awal yang dilakukan harus segera dilaporkan ke pusat komunikasi sebelum melakukan aktivitas lain di lokasi bencana. Keterlambatan akan timbul dalam mobilisasi sumber daya ke lokasi bencana jika tim melakukan aktivitas lanjutan sebelum melakukan pelaporan penilaian awal atau informasi yang dibutuhkan dapat hilang jika kemudian tim tersebut juga terlibat dalam kecelakaan. e. Akses jalan ke lokasi Identifikasi awal lokasi-lokasi diatas akan memungkinkan masing-masing tim bantuan untuk mencapai lokasi yang merupakan daerah kerja secara cepat dan efisien, salah satu caranya dengan membuat peta sederhana lokasi bencana. f. Penyebaran Informasi Pesan Siaga Segera setelah pesan diterima, pusat komunikasi akan mengeluarkan pesan siaga, memobilisasi sumberdaya yang dibutuhkan dan menyebarkan informasi kepada tim atau institusi dengan keahlian khusus dalam penanggulangan bencana massal. Pesan siaga selanjutnya harus dapat disebarkan secara cepat dengan menggunakan tatacara yang telah ditetapkan sebelumnya.