Anda di halaman 1dari 16

Manajemen Resiko Bencana

Menurut Syarief (2019) manajemen resiko Bencana adalah pengelolaan bencana


sebagai suatu ilmu pengetahuan terapan yang mencari dengan melakukan
observasi secara sistematis dan analisis bencana untuk meningkatkan tindakan-
tindakan (measure), terkait dengan pencegahan (preventif), pengurangan
(mitigasi), persiapan, prespon darurat dan pemulihan. Manajemen puncak
meliputi perencanaan (planing), pengorganisasian (coordinating), kepemimpinan
(directing), dan pengendalian (controlling). Tujuan Manajemen Resiko Bencana
yaitu:
1. Mengurangi atau menghindari kerugian secara fisik, ekonomi maupun
jiwa yang dialami oleh perorangan atau masyarakat dan negara
2. Mengurangi penderitaan korban bencana
3. Mempercepat pemulihan
4. Memberikan perlindungan kepada pengungsi atau masyarakat yang
kehilangan tempat ketika kehidupannya terancam.
Manajemen Penanggulangan Bencana Menurut Pedoman Teknis Penanggulangan
Krisis Kesehatan Akibat Bencana (2017), manajemen penanggulangan bencana
memiliki kemiripan dengan sifat-sifat manajemen lainnya secara umum. Meski
demikian terdapat beberapa perbedaan, yaitu:
1) Nyawa dan kesehatan masyarakat merupakan masalah utama
2) Waktu untuk bereaksi yang sangat singkat
3) Risiko dan konsekuensi kesalahan atau penundaan keputusan dapat berakibat
fatal
4) Situasi dan kondisi yang tidak pasti
5) Petugas mengalami stres yang tinggi
6) Informasi yang selalu berubah.
Manajemen penanggulangan bencana adalah pengelolaan penggunaan sumber
daya yang ada untuk menghadapi ancaman bencana dengan melakukan
perencanaan, penyiapan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi di setiap tahap
penanggulangan bencana yaitu pra, saat dan pasca bencana. Pada dasarnya, upaya
penanggulangan bencana meliputi:
1) Tahap prabencana, terdiri atas:
Situasi tidak terjadi bencana, kegiatannya adalah pencegahan dan mitigasi;
2) Situasi potensi terjadi bencana, kegiatannya berupa kesiapsiagaan:
a) Tahap saat bencana, kegiatan adalah tanggap darurat dan pemulihan
darurat;
b) Tahap pasca bencana, kegiatannya adalah rehabilitasi dan rekonstruksi.
Berbagai upaya penanggulangan bencana yang dapat dilakukan pada setiap tahap
dalam siklus bencana antara lain:
1. Pencegahan dan mitigasi
upaya ini bertujuan menghindari terjadinya bencana dan mengurangi risiko
dampak bencana. Upaya-upaya yang dilakukan antara lain:
a) Penyusunan kebijakan, peraturan perundangan, pedoman dan standar
b) Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah kesehatan
c) Pembuatan brosur/leaflet/poster
d) Analisis risiko bencana pembentukan tim penanggulangan bencana
e) Pelatihan dasar kebencanaan
f) Membangun sistem penanggulangan krisis kesehatan berbasis masyarakat.
2. Kesiapsiagaan
upaya kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya
bencana. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi
akan terjadi. Upaya-upaya yang dapat dilakukan antara lain:
a. Penyusunan rencana kontinjensi
b. Simulasi/gladi/pelatihan siaga
c. Penyiapan dukungan sumber daya
d. Penyiapan sistem informasi dan komunikasi.
3. Tanggap darurat
upaya tanggap darurat bidang kesehatan dilakukan untuk menyelamatkan nyawa
dan mencegah kecacatan. Upaya yang dilakukan antara lain:
a. Penilaian cepat kesehatan (rapid health assessment)
b. Pertolongan pertama korban bencana dan evakuasi ke sarana kesehatan
c. Pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan
d. Perlindungan terhadap kelompok risiko tinggi kesehatan.
Secara umum Tahapan Tanggap Bencana adalah:
1) Tahap pengaktifan:
a. Mengumumkan terjadinya bencana dan melaksanakan tanggap awal
b. Mengorganisasi komando dan pengendalian.
2) Tahap penerapan:
a. SAR
b. Triase, stabilisasi awal dan transport
c. Pengelolaan definitif atas pasien / sumber bahaya.
3) Tahap pemulihan:
a. Menghentikan kegiatan
b. Kembali ke operasi normal
c. Debriefing.
4. Pemulihan
upaya pemulihan meliputi rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya rehabilitasi
bertujuan mengembalikan kondisi daerah yang terkena bencana yang serba tidak
menentu ke kondisi normal yang lebih baik. Upaya rekonstruksi bertujuan
membangun kembali sarana dan prasarana yang rusak akibat bencana secara lebih
baik dan sempurna. Upaya-upaya yang dilakukan antara lain:
a) Perbaikan lingkungan dan sanitasi
b) Perbaikan fasilitas pelayanan kesehatan
c) Pemulihan psiko-sosial
d) Peningkatan fungsi pelayanan kesehatan.
Menurut Pasal 48 Undang-Undang Penanggulangan Bencana menyebutkan bahwa
penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi:
1) pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumber daya
2) penentuan status keadaan darurat bencana
3) penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana
4) pemenuhan kebutuhan dasar
5) perlindungan terhadap kelompok rentan
6) pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
Tahap Rehabilitasi Dan Rekonstruksi
Tahapan rehabilitasi dan rekonstruksi biasa dilakukan setelah terjadinya bencana.
Kegiatan inti pada tahapan ini adalah:
1. Bantuan Darurat
a. Mendirikan pos komando bantuan
b. Berkoordinasi dengan Satuan Koordinator Pelaksana Penanggulangan
Bencana (SATKORLAK PBP) dan pemberi bantuan yang lain.
c. Mendirikan tenda-tenda penampungan, dapur umum, pos kesehatan dan
pos koordinasi.
d. Mendistribusikan obat-obatan, bahan makanan dan pakaian
e. Mencari dan menempatkan para korban di tenda atau pos pengungsian.
f. Membantu petugas medis untuk pengobatan dan mengelompokan korban.
g. Mencari, mengevakuasi, dan makamkan korban meninggal.

2. Inventarisasi kerusakan
Pada tahapan ini dilakukan pendataan terhadap berbagai kerusakan yang terjadi,
baik bangunan, fasilitas umum, lahan pertanian, dan sebagainya.
3. Evaluasi kerusakan
Pada tahapan ini dilakukan pembahasan mengenai kekurangan dan kelebihan
dalam penanggulangan bencana yang telah dilakukan. Perbaikan dalam
penanggulangan bencana diharapkan dapat dicapai pada tahapan ini.
4. Pemulihan (Recovery)
Pada tahapan ini dilakukan pemulihan atau mengembalikan kondisi lingkungan
yang rusak atau kacau akibat bencana seperti pada mulanya. Pemulihan ini tidak
hanya dilakukan pada lingkungan fisik saja tetapi korban yang terkena bencana
juga diberikan pemulihan baik secara fisik maupun mental.
5. Rehabilitasi (Rehabilitation)
a. Mulai dirancang tata ruang daerah (master plan) idealnya dengan memberi
kepercayaan dan melibatkan seluruh komponen masyarakat utamanya
korban bencana. Termasuk dalam kegiatan ini adalah pemetaan wilayah
bencana.
b. Mulai disusun sistem pengelolaan bencana yang menjadi bagian dari
sistem pengelolaan lingkungan
c. Pencarian dan penyiapan lahan untuk permukiman tetap
d. Relokasi korban dari tenda penampungan
e. Mulai dilakukan perbaikan atau pembangunan rumah korban bencana
f. Pada tahap ini mulai dilakukan perbaikan fisik fasilitas umum dalam
jangka menengah
g. Mulai dilakukan pelatihan kerja praktis dan diciptakan lapangan kerja
h. Perbaikan atau pembangunan sekolah, sarana ibadah, perkantoran, rumah
sakit dan pasar mulai dilakukan
i. Fungsi pos komando mulai dititikberatkan pada kegiatan fasilitasi atau
pendampingan.
6. Rekonstruksi
Kegiatan rekonstruksi dilakukan dengan program jangka menengah dan jangka
panjang guna perbaikan fisik, sosial dan ekonomi untuk mengembalikan
kehidupan masyarakat pada kondisi yang lebih baik dari sebelumnya
7. Melanjutkan pemantauan
Wilayah yang pernah mengalami sebuah bencana memiliki kemungkinan besar
akan mengalami kejadian yang sama kembali. Oleh karena itu perlu dilakukan
pemantauan terus-menerus untuk meminimalisir dampak bencana tersebut. Dalam
keseluruhan tahapan Penanggulangan Bencana tersebut, ada 3 (tiga) manajemen
yang dipakai yaitu :
1. Manajemen Risiko Bencana
Adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan penekanan
pada faktor-faktor yang mengurangi risiko secara terencana, terkoordinasi,
terpadu dan menyeluruh pada saat sebelum terjadinya bencana dengan
fase-fase antara lain :
a. Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman
bencana
b. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana,
baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana
c. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui
langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Dalam fase ini juga
terdapat peringatan dini yaitu serangkaian kegiatan pemberian
peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan
terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang
2. Manajemen Kedaruratan
Adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan penekanan
pada faktor-faktor pengurangan jumlah kerugian dan korban serta
penanganan pengungsi secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan
menyeluruh pada saat terjadinya bencana dengan fase nya yaitu : Tanggap
darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan
segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang
ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban,
harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan
pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana
3. Manajemen Pemulihan
Adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan penekanan
pada faktor-faktor yang dapat mengembalikan kondisi masyarakat dan
lingkungan hidup yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali
kelembagaan, prasarana, dan sarana secara terencana, terkoordinasi,
terpadu dan menyeluruh setelah terjadinya bencana dengan fase-fasenya
nya yaitu :
a. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah
pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau
berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan
masyarakat pada wilayah pascabencana
b. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan
sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat
pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan
berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya
hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam
segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana

Aspek, Peran, dan Kepemimpinan pada saat bencana


1. Pencarian dan penyelamatan
a. Melokalisasi korban.
b. Memindahkan korban dari daerah berbahaya ke tempat
pengumpulan/penampungan.
c. Memeriksa status kesehatan korban (triase di tempat kejadian).
d. Memberi pertolongan pertama jika diperlukan.
e. Memindahkan korban ke pos medis lapangan jika diperlukan.

2.Triase
a. Identifikasi secara cepat korban yang membutuhkan stabilisasi segera
(perawatan di lapangan).
b. Identifikasi korban yang hanya dapat diselamatkan dengan pembedahan
darurat (life saving surgery).
c. Pasien harus diidentifikasi dan diletakkan secara cepat dan tepat,
mengelompokkan korban sesuai dengan keparahan pada masingmasing
warna tag yaitu kuning dan merah.
d. Area tindakan harus ditentukan sebelumnya dan diberi tanda.
e. Penemuan, isolasi dan tindakan pasien terkontaminasi/terinfeksi harus
diutamakan.

3. Pertolongan pertama
a. Mengobati luka ringan secara efektif dengan melakukan teknik
pertolongan pertama, seperti kontrol perdarahan, mengobati shock dan
menstabilkan patah tulang
b. Melakukan pertolongan bantuan hidup dasar seperti manajemen
perdarahan eksternal, mengamankan pernafasan, dan melakukan teknik
yang sesuai dalam penanganan cedera.
c. Mempunyai keterampilan Pertolongan pertama seperti membersihkan
jalan napas, melakukan resusitasi dari mulut-mulut, melakukan CPR/RJP,
mengobati shock, dan mengendalikan perdarahan.
d. Membuka saluran udara secepat mungkin dan memeriksa obstruksi saluran
napas harus menjadi tindakan pertama, jika perlu saluran udara harus
dibuka dengan metode Head-Tilt/Chin-Lift.
e. Mengalokasikan pertolongan pertama pada korban dengan perdarahan,
maka perawat harus mnghentikan perdarahan, karena perdarahan yang
tidak terkontrol dapat menyebabkan kelemahan dan apabila akhirnya
shock dapat menyebabkan korban meninggal.

4. Proses pemindahan korban


a. Pemeriksaan kondisi dan stabilitas pasien dengan memantau tandatanda
vital;
b. Pemeriksaan peralatan yang melekat pada tubuh pasien seperti infus, pipa
ventilator/oksigen, peralatan immobilisasi dan lain-lain.

5. Perawatan di rumah sakit


a. Mengukur kapasitas perawatan rumah sakit.
b. Lokasi perawatan di rumah sakit
c. Hubungan dengan perawatan di lapangan.
d. Arus pasien ke RS harus langsung dan terbuka.
e. Arus pasien harus cepat dan langsung menuju RS, harus ditentukan,
tempat tidur harus tersedia di IGD, OK, ruangan dan ICU
Disamping itu, perawat perlu mempersiapkan diri dengan memiliki pengetahuan
dasar serta keterampilan untuk menghadapi bencana. Dengan demikian, perawat
bertanggung jawab untuk mencapai peran dan kompetensi mereka dalam semua
tahap bencana, terutama pada fase respon atau tanggap darurat yang meliputi
peringatan, mobilisasi, dan evakuasi adalah tanggung jawab pertama yang dicapai.
Kemudian, menilai masalah kesehatan korban dan pelaporan data ke instansi
pemerintah terkait harus dilakukan dalam rangka untuk memberikan dan
menstabilkan kondisi kesehatan korban bencana.

Penanganan Manajemen banjir


1. Menjaga lingukungan sekitar
Yang utama adalah menjaga lingkungan sungai atau selokan, sungai sebaiknya
di pelihara dengan baik. Jangan membuang sampah ke selokan. Sungai atau
selokan jangan di jadikan tempat pembuangan sampah
2. Hindari membuat rumah di pinggiran sungai
Saat ini semakin banyak warga yang membangun rumah di pinggir sungai, ada
baiknya pinggiran sungai jangan di jadikan rumah penduduk karena
menyebabkan banjir dan tatanan masyarakat tidak teratur.
3. Melaksanakan program tebang pilih dan reboisasi
Pohon yang telah ditebang sebaiknya ada penggantinya. Menebang pohon yang
telah berkayu kemudian di tanam kembali tunas pohon yang baru. Hal ini
ditujukan untuk regenerasi hutan dengan tujuan hutan tidak menjadi gundul.
4. Buanglah sampah pada tempatnya
Sering kali masyarakat indonesia membuang sampah sembarangan terutama
membuang sampah ke sungai, tentu hal ini akan memebrikan dampak buruk di
kemudian hari. Karena sampah yang menumpuk bisa menyebabkan terjadinya
banjir saat curah hujan sedang tinggi. Pengelolahan sampah yang tepat bisa
membantu mencegah banjir.
5. Rajin Membersihkan Saluran Air
Perbaikan dan pembersihan saluran air tentu harus ada. Di wilayah tertentu bisa
diadakan secara gotong royong. Penjagaan ini harus dilakukan secara terus
menerus dengan waktu berkala. Hal ini bertujuan agar terjadi hujan deras, air
tidak akan tersumbat dan mampu mencegah terjadinya banjir.
Penanganan manajemen banjir
Pertama, identifikasi kondisi suasana kebatinan siri’ dan pesse/issi tambuk
(identify the condition of siri’ and pesse) terhadap korban atas problematika yang
dihadapi. Berdampak pada masalah sosial ekonomi kemasyarakat seperti
hilangnya harta benda, tekanan psikologis berupa traumatis yang mendalam, dan
korban jiwa. Hampir setiap rumah yang terdampak banjir mengalami kerugian
yang besar.
Kedua, identifikasi nilai-nilai siri’ dan pesse/issi tambuk (identify the values of
siri’ and pesse). Salah satu hal mendasar dalam penanganan banjir adalah terkait
dengan nilai-nilai (values) kearifan lokal. Faktor transedental ini terutama
berperan dalam penerimaan bantuan, distribusi bantuan, penanganan kondisi
darurat, dan yang utama adalah memperlakukan korban sebagai manusia
seutuhnya (sipakatuo). Saat dan awal pascabanjir, kolaborasi terbangun secara
spontanitas antara pemerintah, masyarakat, dan swasta (governansi). Manajemen
pengelolaan korban merupakan terbangun atas gerakan refleks karena adanya
dorongan kuat rasa pesse dan siri’ dari dalam diri mereka. Hal ini dapat dikatakan
sebagai kekuatan alam sadar. Kekuatan rasa pesse dan siri’ merupakan faktor
pengungkit (leverage) yang dahsat sehingga semua elemen bangkit membeirkan
bantuan secara bahu membahu.
Ketiga, identifikasi sumber daya yang tersedia. Terdapat dua bentuk distribusi
bantuan korban banjir. Pertama penyerahan secara langsung ke korban tanpa
melalui pemerintah. Bentuk ini dilakukan karena beberapa hal, di antaranya
memastikan bantuan tepat sasaran, karena ingin merasakan langsung rasa
pesse/issi tambuk (empati) dengan korban, dan ada juga karena ingin bertemu
keluarganya yang ditimpa banjir.
Keempat, identifikasi aspek kesejahteraan (value added). Kendati terimbas banjir
bandang, namun adanya rasa siri’ issi tambuk dan pesse yang mendorong
munculnya nilai kemammesaan dalam mendistribusikan bantuan sehingga para
korban merasa mendapatkan perhatian yang penuh. Bantuan yang mereka
dapatkan sehingga penderitaan yang mereka alami saat dan pasca banjir dapat
diatasi sedikit demi sedikit.
Kelima, identifikasi harkat dan martabat. Hal utama yang dapat dilihat di sisi ini
adalah harkat dan martabat yang dirasakan korban banjir. Harkat dan martabat
lahir dari pengakuan masyarakat atau pemerintah atas kondisi yang dirasakan
korban terutama pasca banjir. Masyarakat menganggap bahwa setelah pasca
banjir, kondisi korban sudah lebih baik dibanding sebelumnya. Alasannya
didasarkan atas sentuhan layanan penanganan saat dan pasca banjir yang
manfaatnya dirasakan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari distribusi bantuan
seperti bahan makanan, pakaian, selimut, sarung, tenda, rumah hunian sementara
dan tertap, bahkan uang dan berbagai bentuk lainnya. Atas dasar ini, korban
merasakan dihargai dan harkat martabatnya terangkat.

Penanganan Manajemen Pengungsian Banjir


penanganan pengungsi harus dikelola dan ditangani secara baik melalui upaya
terencana, terpadu dan terkordinasi antara pemerintah dan partisipasi masyarakat,
dengan memberdayakan semaksimal mungkin potensi sumber daya setempat guna
mewujudkan efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan penanggulangan bencana
dan atau penanganan pengungsi, maka perlu diatur dalam suatu prosedur tetap.
Prosedur tetap dimaksudkan sebagai kumpulan instruksi, pemerintah dan
sejenisnya untuk kegiatan administrasi, operasi, dan taktis lainnya dalam
penanggulangan bencana dan atau penanganan pengungsi. Ada beberapa
penanganan pengungsian banjir yaitu
Sebelum terjadi Bencana :
1. Membuat peta rawan banjir dan menginformasikannya kepada pemerintah dan
masyarakat yang bersangkutan.
2. Menyusun potensi Satuan Hansip/Linmas dan Satgas PBP di wilayah.
3. Menetapkan daerah alternative pengungsian korban banjir
4. Menyusun program PBP, antara lain pendidikan dan pelatihan, Geladi Posko
dan Geladi Lapang PBP, serta Prosedur Tetap PBP sesuai kondisi wilayah.
5. Menetapkan anggaran PBP dalam APBD
Pada saat terjadi Bencana :
1. Walikota menyampaikan pernyataan tentang terjadinya banjir dan langkah-
langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat
2. Memberikan petunjuk teknis pelaksanaan PBP yaitu mengadakan rapat
koordinasi dan konsolidasi Satlak PBP, mengirimkan Tim Reaksi Cepat / Satuan
Tugas Tanggap Darurat ke daerah bencana serta menyiapkan Satgas PBP.
3. Mengirimkan bantuan Satgas PBP ke daerah banjir untuk memperkuat Unit
Tanggap Darurat Kecamatan dan Kelurahan.
4. Memberikan bantuan sarana dan prasarana yang diperlukan, antara lain
penyediaan tempat penampungan sementara korban banjir, bantuan tenaga medis /
paramedic, obat-obatan, pakaian dan bahan makanan serta melakukan penilaian
kerusakan dan kebutuhan secara cepat (rapid assessment).
5. Melaporkan kejadian bencana dan penanggulangannya kepada Gubernur.
Sesudah terjadi Bencana :
1. Melaporkan jumlah korban banjir, perkiraan jumlah kerugian, jumlah
kebutuhan rehabilitas dan rencana penempatan kembali korban bencana kepada
Gubernur.
2. Memberikan bantuan dan melaksanakan rehabilitasi dan atau rekonstruksi
pemukiman, fasilitas social dan fasilitas umum di daerah banjir.
3. Mendorong terciptanya situasi dan kondisi bagi kelancaran pemerintah dan
pembangunan.
Trauma healing
Penerapan metode penanganan trauma yang tepat tentunya dihasilkan oleh
penelitian dan observasi yang tepat. Play therapy dalam membantu mengurangi
trauma sebagai dampak bencana gempa sangat tepat bila digunakan, apa lagi
untuk menangani trauma anak dengan kisaran umur enam sampai dua belas tahun
yang notabene berada pada usia-usia rentan mengalami trauma berkepanjangan.
Mereka memerlukan bantuan orang dewasa untuk keluar dari trauma mereka yang
tidak Nampak bila tidak diperhatikan secara seksama. Jalinan kerjasama antara
peneliti, pemerintah Negeri juga dengan pemuda negeri Liang kemudian
membuktikannya. Bahwasannya anak-anak korban banjir memang Nampak dari
luar biasab-biasa saja. Saat jam tidur mereka akan tidur, jam makan mereka akan
makan. Tapi ada yang tak diketahui dengan hanya melihat dari pandangan
kacamata biasa-biasa saja. Yakni kondisi psikis anak-anak korban banjir. Kejadian
banjir berlangsung ternya mempengaruhi pola pikir dan sendi-sendi kehidupan
masa kanak-kanak mereka yang harusnya dilalui dengan riang. Penerepan metode
yang peneliti lakukan jelas membuat perubahan yang baik dalam perkembangan
trauma anak. Hal tersebut ditandai dengan perubahan kebiasaan anak-anak yang
awalnya enggan ke sekolah karena takut banjir susulah sementara ia berada jauh
dari orang tua atau anak-anak yang tidak konsentrasi dalam pelajaran pada tenda-
tenda darurat karena takut banjir susulan membuat bangunan roboh dan menimpa
mereka. Ketakutan-ketakutan tersebut adalah trauma yang sama sekali tidak
dipahami anak-anak. Mereka akan larut dengan ketakutan-ketakutan tersebut dan
tanpa mereka sadari akan memperngaruhi kehidupan mereka secara berkelanjutan
bahkan terbawa hingga dewasa atau paling tidak mempengaruhi kehidupan
mereka hingga dewasa.
Penanggulangan trauma anak harus terus dilakukan hingga kondisi mereka
benar-benar kembali ke keadaan normal. Hanya saja kapasitas peneliti yang
terlalu kecil untuk menangani secara berkelanjutan. Perlu ada campur tangan
sebuah lembaga atau instansi dengan kapasitas mumpuni agar penangan trauma
anak korban banjir dapat teratasi dengan lebih baik. Paling tidak apa yang peneliti
lakukan telah membuktikan bahwa trauma anak korban banjir ada dan perlu
penanganan. Sementara metode penangan yang baik bisa menggunakan metode
play Therapy yang telah peneliti buktikan sendiri. Adapun beberapa saran yang
diharapkan berguna dalam penangan trauma anak-anak korban banjir adalah
sebagai berikut :
a. Perlu adanya proses penanganan trauma berkelanjutan yang terkordinir
b. Harus ada permintaan atau paling tidak catatan negeri tentang trauma anak
terdampak korban banjir
c. Pasokan kebutuhan bantuan banjir oleh pemerintah tidak hanya berupa
pemenuhan kebutuhan sembako. namun juga juga penangan trauma anak
d. Penelitian ini juga menjadi pertimbangan bagi penanganan korban banjir
yang mungkin akan terjadi. Sehingga anak-anak terdampak korban banjir
tidak dibiarkan lama dalam penanganan trauma mereka
Kegiatan trauma healing yang dilakukan adalah dengan media permainan ular
tangga, mewarnai gambar, senam bersama, cerita dongen, konseling, dan
pemeriksaan kesehatan. Media ular tangga yang diberikan yaitu berupa edukasi
tidak membuang sampah sembarangan dan pengenalan sayur dan buah untuk
anak-anak. Diharapkan dari trauma healing ini dapat membantu mengurangi
dampak psikologis khususnya pada anak-anak pasca bencana banjir sekaligus
penanaman sejak dini pada anak-anak tentang pentingnya mengkonsumsi buah
dan sayur dan dapat menjadi agent of change untuk tidak membuang sampah
sembarangan dimana sampah yang dibuang sembarangan merupakan salah satu
faktor yang menyebabkan bencana banjir tersebut, seperti hasil penelitian yang
telah dilakukan mengenai media permainan ular tangga “STOP TRASH” bahwa
perilaku anak dapat meningkat setelah mendapatkan perlakuan permainan
(Fitriyah, S., & Rahamawati A, 2020).
Kondisi bencana dapat menyebabkan banyak kerugian, kerugian sarana dan
prasarana serta gangguan psikologis. maupun psikis. Trauma healing sangat
diperlukan bagi anak-anak karena pada dasarnya anak-anak belum mampu untuk
mengartikulasikan perasaan yang dirasakan akibat adanya musibah, anak-anak
juga cenderung masih kesulitan untuk bercerita mengenai kecemasan dan
ketakutan yang dirasakan (Mulyasih, Rahmi Putri & Liza Diniarizky (2019).
Bermain adalah merupakan suatu aktifitas yang dilakukan dengan sukarela atas
dasar rasa senang dan menumbuhkan aktifitas yang dilakukan secara spontan.
Terapi bermain merupakan salah satu kegiatan yang dapat dilakukan dimana saja,
kapan saja, dan dengan siapa saja, karena dari anak kecil sampai dewasa suka
dengan yang namanya bermain. Dengan terapi bermain ini, pelakunya mampu
menghilangkan beban dihati, bisa tersenyum dan bahagia walaupun kondisinya
saat ini lagi kurang beruntung (Mariyati &Yuni, 2019).
Trauma healing selain dilakukan untuk anak-anak, juga dapat dilakukan bagi
lansia. dilakukan dengan curah pendapat dan memotivasi untuk selalu beraktifitas
seperti semula tanpa rasa takut. (Shalahuddin, dkk. 2018). Selain trauma healing
berguna untuk memotivasi para orang tua, trauma healing juga bisa dilakukan
dengan kegiatan senam bersama. Manfaat senam bersama dapat dirasakan secara
langsung oleh para korban seperti menghilangkan kesedihan. Berikut adalah salah
satu pernyataan partisipan yang mengikuti senam. Kegiatan trauma healing
memberikan manfaat yang baik bagi perbaikan psikologis korban bencana.
Kegiatan trauma healing ini mampu membuat semua anak bahagia, mampu
bersosialisasi dengan teman sebayanya dan lebih percaya diri. (Pramardika, dkk.
2020).
Terapi bermain juga dapat menghilangkan beberapa permasalahan diantaranya
seperti kecemasan, menghilangkan batasan, hambatan dalam diri, frustasi serta
mempunyai masalah pada emosi yang bertujuan untuk mengubah tingkah laku
anak yang kurang sesuai menjadi tingkah laku yang sesuai dan diharapkan
sehingga anak dapat bermain dan lebih kooperatif dan dapat mudah diajak untuk
kerjasama ketika menjalani terapi (Noverita, 2017).Timbulnya perasaan senang,
gembira, bahagia ketika bermain membuat permainan sangat digemari anak-anak
bahkan orang tua. Permaianan dapat digunakan sebagai terapi untuk anak-anak
yang megalami gangguan psikologis pasca terjadinya bencana (Nawangsih, E.
2019).
Kegiatan trauma healing diharapkan dapat mengurangi kesedihan yang
menimpa para korban bencana. Anak-anak maupun orang tua memerlukan
pemulihan kondisi psikologis agar mampu menghadapi bencana banjir dengan
lapangdada. Trauma healing juga dapat menambah pengetahuan serta wawasan
dan mengajarkan tentang kepedulian juga saling kerjasama baik pada anak-anak
anak-anak maupun orang tua.

Anda mungkin juga menyukai