Anda di halaman 1dari 14

Sistem evakuasi korban bencana

A. Konsep dasar manajemen bencana

Manajemen secara umum difahami sebagai seni atau prinsip dalam melakukan
pengorganisasian, melalui langkah-langkah Perencanaan (Planning), Penataan
organisasi (Organizing), pelaksanaan pengorganisasian dalam bentuk pergerakan
tindakan (Actuating) serta pengendalian atau pengawasan (Controlliing).
Manajemen dalam pengertian luas merupakan suatu proses yang sistematis untuk
pengorganisasian sehingga dapat dilakukan pengendalian dan pengawasan dalam
mencapai tujuan tertentu. Selanjutnya manajemen dalam pembahasan ini adalah
manajemen penanggulangan bencana atau manajemen penanggulangan bencana.
Manajemen penanggulangan bencana didefinisikan sebagai segala upaya atau
kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka upaya pencegahan, mitigasi,
kesiapsiagaan, tanggap darurat dan pemulihan berkaitan dengan bencana yang
dilakukan pada tahapan sebelum, saat dan setelah bencana. Manajemen
penanggulangan bencana bersifat dinamis, dapat berubah dan berkembang
menyesuaikan dengan perubahan situasi dan kondisi yang terjadi selama siklus
bencana. Manajemen penanggulangan bencana dikembangkan dari fungsi
manajemen yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pembagian tugas,
pengendalian dan pengawasan Proses tersebut dilaksanakan dengan melibatkan
berbagai macam organisasi yang harus bekerjasama untuk melakukan
pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat dan pemulihan akibat
bencana. Undang-undang 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana
menjelaskan bahwa penanggulangan bencana merupakan serangkaian upaya yang
meliputi kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan
pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi. Dengan demikian dapat di
bahwa manajemen penanggulangan bencana dilaksanakan selaras dengan siklus
bencana, artinya dapat dilakukan secara periodic dan terus menerus sepanjang
siklus bencana. Dengan demikian, tahapan manajemen bencana dalam upaya
menerapkan manajemen penanggulangan bencana, dilaksanakan melalui 3 (tiga)
tahapan:
1. Penanggulangan bencana pada tahap sebelum bencana (pra bencana) yang
dilakukan pada periode dimana bencana belum atau tidak terjadi dan
terdapat potensi bencana.
2. Penanggulangan bencana pada tahap tanggap darurat (intra bencana) yang
diimplementasikan dan dilaksanakan pada saat terjadi bencana.
3. Penanggulangan bencana pada tahap setealh bencana (pasca bencana)
yang direapkan setelah terjadi bencana.

Manajemen penanggulangan bencana pada setiap tahapan tersebut, menggunakan


3 konsep penanggulangan bencana yang biasa dipakai dan digunakan, yaitu
manajemen resiko bencana, manajemen tanggap darurat dan manajemen
pemulihan. Masingmasing tahapan siklus bencana memiliki ciri dan parameter
khas dalam manajemen penanggulangan bencananya.

1. Sebelum bencana (pra bencana)

Pada saat pra bencana metode atau model manajemen bencana yang menonjol
dilaksanakan dan diimplementasikan adalah metode manajemen resiko.
Manajemen Risiko Bencana Adalah pengaturan/manejemen bencana dengan
penekanan pada faktor-faktor yang bertujuan mengurangi risiko saat sebelum
terjadinya bencana. Manajemen risiko ini dilakukan dalam bentuk :

 Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai


upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana.
 Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana. Upaya mitigasi merupakan
upaya penanganan dengan memfokuskan pada pengenalan daerah rawan
ancaman bencana dan pola perilaku individu/ masyarakat yang
menimbulkan kerentanan terhadap bencana. Mitigasi atau meminimalkan
dampak terhadap ancaman bencana dapat dilakukan secara
struktural/bangunan, sedangkan mitigasi terhadap pola perilaku yang
rentan melalui non struktural, seperti relokasi permukiman, peraturan-
peraturan bangunan dan penataan ruang.
 Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah
yang tepat guna dan berdaya guna. Kesiapsiagaan ini sebenarnya masuk
manajemen darurat, namun letaknya di pra bencana. Dalam fase ini juga
terdapat peringatan dini yaitu serangkaian kegiatan pemberian peringatan
sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya
bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang.

Manajemen pengurangan resiko memerlukan analisis Kombinasi dari sudut


pandang teknis dan ilmiah terhadap kondisi sosial, ekonomi dan politis.
Pengurangan resiko dianalisi berdasarkan unsur ancaman/bahaya, kerentanan dan
kemampuan masyarakat. Tujuan dari metode pengurangan resiko adalah untuk
meningkatkan kemampuan dalam mengelola dan mengurangi risiko, dan juga
mengurangi terjadinya dampak bencana. Dalam proses implementasinya,
Manajemen bencana dilakukan bersama oleh semua parapihak (stakeholder),
lintas sektor dan dengan pemberdayaan masyarakat.

2. Saat bencana (intra bencana)

Pada saat intra bencana metode atau model manajemen bencana yang paling
implementatif dilaksanakan dan diimplementasikan adalah metode manajemen
kedaruratan atau manajemen tanggap darurat. Manajemen tanggap darurat
merupakan penanganan bencana difokuskan pada saat kejadian bencana melalui
pemberian bantuan darurat (relief) berupa: pangan, tempat penampungan,
termasuk bantuan kesehatan. Manajemen kedaruratam atau tanggap darurat adalah
pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan penekanan pada faktor-faktor
pengurangan jumlah kerugian dan korban serta penanganan pengungsi saat
terjadinya bencana. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak
buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi
korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan
pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. Tujuan utama
penanganan bantuan darurat adalah adalah untuk meringankan penderitaan
korban, memperbaiki kerusakan ketika terjadi bencana dan segera mempercepat
upaya pemulihan (recovery).

3. Setelah bencana (pasca bencana)

Pada saat pasca bencana metode atau model manajemen bencana yang lazim
dilaksanakan dan diimplementasikan adalah metode manajemen pemulihan atau
manajemen rehabilitasi dan rekonstruksi. Manajemen Pemulihan Adalah
pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan penekanan pada faktor-faktor
yang dapat mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang
terkena bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana, dan
sarana secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh setelah terjadinya
bencana.

 Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan


publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah
pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya
secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada
wilayah pascabencana.
 Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana,
kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan
maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya
kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan
ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek
kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.
B. Peran keperawatan penanggulangan bencana

Keperawatan sebagai petugas kesehatan yang sering terlibat dalam


penanggulangan bencana, di berbagai tempat seperti di rumah sakit, di pusat
evakuasi, di tatanan klinik dan di puskesmas/komunitas, ICN, 2009 dalam
Hamarna, 2016
1. Peran keperawatan di Rumah Sakit yang berdampak penanggulangan
bencana, yakni:
a) Sebagai Manager, seorang perawat mempunyai tugas mengelola
pelayanan gawat darurat, mengelola fasilitas, peralatan, dan obat-
obatan live saving, mengelola administrasi/keuangan,
melaksanakan pengendalian mutu pelayanan gawat darurat dan
melakukan koordinasi dengan unit RS lain.
b) Sebagai Leadership, memiliki tugas mengelola tenaga medis,
tenaga keperawatan, tenaga non medis dan mengatur jadwal dinas
dalam penanggulangan bencana.
c) Sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan (Care Giver), seorang
perawat, harus melakukan pelayanan siap siaga bencana dan dapat
menyelesaikan masalah fisik maupun psikologis dalam proses
penanggulangan bencana pada pasien.
2. Peran Keperawatan di Pusat Evakuasi, yakni:
a) Koordinator untuk mengkoordinir sumberdaya baik tenaga
kesehatan, peralatan evakuasi dan bahan logistik, mengkoordinir
daerah yang menjadi tempat evakuasi dalam proses
penanggulangan bencana.
b) Sebagai pelaksana evakuasi seorang perawat dapat melakukan
transportasi pasien, stabilisasi pasien, merujuk pasien, membantu
penyediaan air bersih dan sanitasi di daerah bencana dalam proses
penanggulangan bencana.
3. Peran Keperawatan di Tatanan Klinik Lapangan (Mobile Clinic) yakni
melakukan beberapa tindakan berupa triage, penanganan trauma,
perawatan emergency, perawatan akut, pertolongan pertama, kontrol
infeksi, pemberian caring, supportive dan palliative secara komprehensif.
4. Peran Keperawatan di Puskesmas/Komunitas pada saat terjadi bencana
yakni melakukan perawatan pasien ringan, pemberian obat ringan,
merujuk pasien. Namun menurut fungsi dan peran seorang perawat dalam
situasi penanggulangan bencana dijabarkan menurut 3 (tiga) fase yakni:
a) Fase Pra-bencana: seorang perawat dapat mengikuti pendidikan
dan pelatihan, terlibat dalam berbagai organisasi dalam penyuluhan
dan simulasi persiapan menghadapi ancaman bencana, terlibat
program promosi kesehatan pada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat dalam dalam proses penanggulangan bencana.
b) Fase Bencana: seorang perawat memberikan tindakan cepat dan
tepat pada para korban selamat, berkoordinasi untuk menciptakan
kepemimpinan dalam merancang master plan of revitalizing.
c) Fase Pasca Bencana: seorang perawat memberikan pengkajian
kebutuhan komunitas, memberikan perawatan fisik dan psikologis
bagi korban, memberikan pemulihan untuk mengembalikan fungsi
pelayanan kesehatan secara komprehensif untuk mempercepat
keadaan sehat dan aman.
C. Evakuasi dan transportasi korban bencana
1. Pengertian

Pemindahan korban dari dari tempat kejadian ketempat yang lebih aman untuk
mendapat penanganan lebih lanjut dimana sebelumnya pertolongan pertama telah
di lakukan.

2. Prinsip dasar transportasi

Dalam melakukan proses evakuasi terdapat beberapa prinsip yang harus


diperhatikan agar proses ini dapat berjalan dengan lancar dan tidak menimbulkan
masalah yang lebih jauh lagi. Prinsip-prinsip itu antara lain:

 Lokasi kejadian

Tempat kejadian tidak memungkinkan untuk melakukan tindakan lebih lanjut


sehingga tindakan evakuasi diperlukan agar korban dapat diselamatkan dan tidak
mengalami cidera yang lebih jauh lagi.

 Kondisi Korban
Dalam melakukan evakuasi, evaluasi terhadap kondisi korban yang ditemukan
harus diperhatikan agar proses evakuasi dapat berjalan dengan lancar. Kondisi
yang perlu untuk diperhatikan antara lain:

 Kondisi korban dapat bertambah parah ataupun dapat menyebabkan


kematian
 Kontrol ABC
 Tidak terdapat trauma tulang belakang atau ataupun cedera leher
 Jika terdapat patah tulang pada daerah yang lain hendaknya dilakukan
imobilisasi pada daerah cedera
 Angkat tubuh korban bukan tangan/kaki
 Jangan menambah parah kondisi korban
3. Peralatan

Seharusnya dalam melakukan suatu proses transportasi penggunaan perlatan yang


memadai perlu di perhatikan. Hal ini penting karena dengan adanya peralatan
yang memadai proses transportasi dapat lebih mudah dan cidera lebih lanjut pada
korban dapat lebih di perkecil kemungkinannya. Penggunaan peralatan ini juga
harus sesuai dengan tempat korban di temukan.

4. Pengetahuan dan keterampilan perorangan

Pengetahuan yang dimiliki dan kemampuan dari orang yang akan melakukan
proses evakuasi juga menjadi faktor penting karena dengan pengetahuan dan
keterampilan ini semua masalah yang dapat timbul selama proses evakuasi dapat
ditekan. Sebagai contoh, dengan keterampilan yang ada seseorang dapat
melakukan evakuasi dengan alat seadanya. Dalam melakukan evakuasi,
keselamatan penolong haruslah diutamakan. Penolong harus memiliki kondisi
fisik yang prima dan terlatih serta memilik penanganan medis dasar (seperti
paramedik, para pelaku Pertolongan Pertama Palang Merah Indonesia dan lain-
lain). Dan tentunya semangat untuk menyelamatkan korban dari bahaya yang
lebih besar atau bahkan kematian.

5. Syarat-syarat transportasi korban


a) Penilaian awal sudah dilakukan lengkap, dan monitor terus keadaan umum
korban
b) Denyut nadi dan napas korban stabil dan dalam batas normal
c) Perdarahan yang ada sudah diatasi dan dikendalikan
d) Patah tulang yang ada sudah diatasi
e) Mutlak tidak ada cedera spinal
f) Rute yang dilalui memungkinkan dan tidak membahayakan penolong dan
korban- korban perlu mendapatkan perhatian yang seriusJangan sampai
akibat cara melakukan yang salah mengakibatkan cedera atau keadaan
korban bertambah parah, atau bahkan penolong mengalami sederaUntuk
mencegah hal-hal diatas ada beberapa hal yang harus diperhatikanyaitu:
1) Pikirkan kesulitan memindahkan sebelum mencobanya
2)Jangan coba angkat dan turunkan korban jika tidak dapat
mengendalikannya
3) Selalu mulai dari posisi seimbang dan tetap jaga keseimbangan
4) Rencanakan pergerakan sebelum mengangkat
5) Upayakan untuk memindahkan korban serapat mungkin dengan tubuh
penolong.
6) Lakukan gerakan secara menyeluruh, serentak dan upayakan agar
bagian tubuh saling menopang
7) Bila dapat kurangi jarak atau tinggi yang harus dilalui korban
8) Perbaiki posisi dan angkat secara bertahap
9) Punggung tegak saat mengangkat korban atau menjaga kelurusan tulang
belakang
5. aturan umum tentang transportasi
 Perhatikan kondisi korban, apakah mengalami ceedera atau trauma yang
membutuhkan kehati-hatian dalam pengevakuasian.
 Bila mungkin, terangkan kepada korban apa yang akan dilakukan, agar
dapat bekerjasama.
 Jangan pindahkan korban sendiri jika bantuan belum tersedia.
 Jika beberapa orang melakukan evakuasi, 1 orang memberikan komando
 Angkat dan bawa korban dengan benar agar tidak mengalami cedera
otot/sendi
 Jangan abaikan keselamatan penolong sendiri

6. Aturan dalam mengangkat dan menurunkan korban

 Tempatkan posisi kaki senyaman mungkin, salah satu kaki ke depan


guna menjaga keseimbangan
 Berdiri tegak dan tekuk lutut
 Pegang kurban/bungkus dengan semua jari
 Jaga agar tubuh korban diangkat dengan bantuan pembantu
 Jika kehilangan keseimbangan/pegangan, letakkan korban, atur posisi
kembali, lalu mulai kembali mengangkat.
1. Hal-hal yang harus di perhatikan saat membawa korban dengan tandu
 andu diperiksa dari kerusakan, dicoba apa mampu menahan berat
korban
 Korban tidak sadar yang dibawa ke tempay jauh, sebaiknya selalu
diikat
 Asisten paling berpengalaman, memberi perintah pada setiap
gerakan
 Kaki korban selalu di depan, kecuali pada keadaan :
a. Korban cedera tungkai berat menuruni tangga/turun di tempat
yang miring
b. Korban hipotermia, menuruni tangga/turun di tempat yang
miring
c. Korban dengan stroke/kompresi otak tidak boleh di ngkat
dengan kepala lebih rendah dari kaki.
2. Tahap-tahap transportasi

Transportasi adalah suatu proses dimana terdapat tahapan - tahapan di dalamnya.


Tahapan itu antara lain

 Aktualisasi
o Telah Melalui tahapan initial assesment
o Penanganan awal korban saat ditemukan

 Mobilisasi
o Penggunaan teknik transportasi yang sesuai
o Pemilihan jalur transportasi
o Tempat tujuan evakusi
D. Teknik transportasi/pemindahan korban

Terdapat berbagai macam teknik dalam melakukan transportasi dimana tekniknya


disesuaikan dan dikembangan menurut kondisi yang ada. Secara umum, teknik
dalam melakukan transportasi dibagi sebagai berikut:

1) Dengan alat
 Dalam mengangkut korban dengan menggunakan tandu, biasanya 1 regu
penolong terdiri dari enam sampai tujuh orang, dengan tugas masing-
masing:
 Pimpinan/ Komandan Regu memberi komando, mengatur pembagian kerja
pada saat mengangkat berhadapan dengan wakil dan anggotanya, tempat
waktu mengusung: kanan depan tandu
 Wakil pimpinan regu membantu pimpinan dan mengobati pasien, waktu
mengangkat: bagian bawah kaki, tempat mengusung: kiri depan tandu.
 Anggota A: Mengobati dan membalut, waktu mengangkat: bagian badan
dan punggung, tempat waktu mengusung: kanan belakang tandu.
 Anggota B: Membantu anggota C mengatur tandu dan membalut, waktu
mengangkat: bagian kepala dan dada, tempat waktu mengusung: kiri
belakang tandu
 Anggota C: Mengatur tandu dan menyiapkan obat dan alat yang
digunakan, waktu mengangkat mengumpulkan alat-alat P3K dan barang
milik pasien, memantau kondisi pasien selama proses transportasi.
 Angggota D: Menjadi Pemandu atau pembuka jalur dan memeriksa situasi
dan kondisi jalur yang akan atau sedang dilewati, mencatat hal-hal
penting.
2) Tanpa alat
 1 asisten
o Korban anak-anak
Cradle (membopong)
Pembantu berjongkok atau berlutut di samping anak/korban. Satu lengan
diletakkan di bawah paha korban dan lengan lainnya melingkari
punggung. Korban digendong kuat-kuat dan dipeluk pada badan, penolong
berdiri dengan meluruskan lutut dan pinggul. Uluran tangan harus kuat
dalam melakukan teknik ini.

Pick a back (menggendong)


Digunakan untuk korban yang sadar Penolong pertama berjongkok atau
berlutut dan memerintahkan anak/korban untuk meletakkan lengannya
dengan longgar di bahupenolong. Genggam masing-masing tungkai
korban. Berdiri dengan meluruskan lutut dan pinggul.
 Korban dewasa
Pick a back (menggendong)
Korban digendong dan berada dibelakang penolong dan igunakan untuk
korban sadarTeknik ini sama seperti yang dilakukan pada anak.

Memapah (one rescuer assist)


Tindakan yang aman untuk korban yang adar dan dapat dengan jalan
memapahnya. Caranya dengan berdiri disampingnya pada bagian yang
sakit ( kecuali pada cederaekstremitas atas) dengan melingkarkan tangan
pada pinggang korban dan memegang pakaiannya pada bagian pinggul
dan lingkarkan tangan korban di leher penolong dan memegangnya
dengan tangan yang lain.

Menyeret (One Rescuer Drags)


Dapatdigunakan untuk korban yang sadar maupun tidak sadar, pada jalan
yang licin (aman dari benda yang membahayakan) seperti lantai rumah,
semak padang rumput, dlla. Caranya dengan mengangkangi korban
dengan wajah menghadap ke wajah korban dan tautkan (ikatkan bila
korban tidak sadar) kedua pergelangan korban dan lingkarkan di leher.
Merangkak secara perlahan-lahan. Kontraindaksinya adalah patah atau
cedera ekstemitas atas dan pundak (scapula).
Fireman Lift
Merupakan tindakan yang aman bagi korban baik dalam keadaan sadar
ataupun tidak sadar tetapi tidak terjadi fraktur pada ekstremitas atas atau
vertebraBiasanya digunakan pada korban dengan berat badan ringan.

 Lebih dari 1 oranf


Membopong
Teknik pengangkutan yang teraman dari semua teknik yang ada baik bagi
korban maupun penolong. Teknik ini tidak dapat digunakan untuk korban
yang tidak dapat membengkokkan tulang belakang (cedera cervical) dan
cedera dinding dada. Caranya penolong jongkok/melutut di kedua sisi
korban dengan pinggul menghadap korban. Korban diangkat dalam posisi
duduk dalam rangkain tangan penolong dan instruksikan untuk meletakkan
lengan-lengannya di atas pundak para penolong, para penolong
menggenggam tangan kuat-kuat di bawah paha korban sedangkan tangan
yang bebas digunakan untuk menopang tubuh korban dan diletakkan di
punggung korban.

Memapah
Korban berada ditengah-tengah penolong dan cocok untuk korban sadar
maupun tidak sadar dan tidak mengalami cedera leher

Mengangkat
Cara paling aman untuk melakukan transportasi pada korban yang tidak
sadar dan mengalami cidera multipel. Penolong lebih dari 2 orang dimana
tiga/dua penolong mengangkat badan dan salah seorang dari anggota tim
memfiksasi kepala korban. Pengangkatan ini dilakukan secara sistematis
dan terkoordinir untuk menghindari cidera yang lainnya.

Anda mungkin juga menyukai