Anda di halaman 1dari 13

DHAIVINA ZAHIRA

P00320222010
MENGIDENTIFIKASI PROSES PENUAAN

1. Pengertian Penuaan

Penuaan adalah perubahan fisiologis yang biasanya terjadi seiring


bertambahnya usia pada semua organisme hidup secara bertahap. Semua organ
manusia, hewan, tumbuhan, dan organisme ber sel tunggal mengalami proses
tersebut. Fenomena fisiologis tersebut di antaranya penurunan jumlah sel,
penurunan laju metabolisme dan peningkatan penyakit. Penuaan juga di pengaruhi
oleh banyak fakor, seperti lingkungan, psikologi (stress), aktivitas fisik, merokok,
dan radiasi sinar ultraviolet (Pangkahila,2007). Sebuah proses kompleks dimana
beberapa teori juga menjelaskan bahwa kinerja seluler dari proses penuaan juga di
pengaruhi oleh faktor spesies oksigen reaktif (ROS) yang di produksi dalam sel.
ROS merupakan produk sampingan dari respirasi aerobik sel dan melibatkan
berbagai modifikasi dalam reaksi seluler, seperti paparan logam berat, radiasi
pengion, dan antioksidan.

Reactive oxygen species (ROS) dapat di hilangkan dengan antioksidan


endogen (enzimatis dan non enzimatis), seperti superoksida dismutase (SOD),
katalase (CAT), glutathione peroksidase (GPx), dan glutathione reduktase(GR).
Namun, stress oksidatif akan terjadi ketika peningkatan ROS dan penurunan
antioksidan dalam tubuh mengubah keseimbangan antara pro-oksidan dan
antioksidan, yang dapat menyebabkan kerusakan sel dan mempengaruhi proses
penuaan (Jia DKK., 2014;Kim DKK., 2016)

Pembentuk dan pengaruh proses penuaan sangat kompleks. Pada tahap


biologis, penuaan di kaitkan dengan akumulasi bertahap dari berbagai variasi
kerusakan molekuler dan seluler. Seiring waktu, kerusakan ini menyebabkan
penurunan cadangan fisiologis secara bertahap, peningkatan resiko banyak
penyakit, dan penurunan kapasitas individu secara umum. Bahkan bisa
menyebabkan kematian.
Ada kalanya perubahan ini tidak linier atau tidak konsisten, kecuali
beberapa orang tertentu yang mendapatkan kesehatan yang baik. Bahkan, ada
beberapa orang berusia 70 tahun masih menikmati fungsi fisik dan mental cukup
baik, sedangkan sebagian yang lain dengan kondisi fisik yang lemah. Hal ini di
sebabkan beberapa mekanisme penuaan secara random, tetapi pengaruh
lingkungan dan pola hidup individu sebelumnya merupakan vondasi tingkat
kesehatan seseorang.

Selain perubahan secara biologis, usia yang lebih tua sering kali
melibatkan perubahan signifikan lainnya. Hal ini termasuk pergeseran peran dan
posisi sosial, dan kebutuhan untuk mengatasi hilangnya hubungan dekat.

2. Tahap-Tahap Penuaan

Proses penuaan adalah suatu proses yang terjadi secara normal, proses
penuaan terjadi secara alami dan berlangsung terus menerus. Proses penuaan pada
setiap individu akan berjalan secara bertahap atau perlahan-lahan dan dibagi
menjadi beberapa tahap diantaranya:

 Tahap Subklinik (usia 25-35 tahun)


Seorang pada usia 25-35 tahun dianggap usia muda dan produktif tetapi
secara biologis terjadi penurunan kadar hormone dalam tubuh tetapi belum
ada tanda-tanda penurunan fungsi fisiologis dari tubuh.
 Tahap Transisi (35-45 tahun)
Pada tahap transisi ini mulai terjadi tanda penuaan, misalnya penampilan
fisik yang sudah tidak muda lagi, penumpukan lemak pada daerah sentral,
tumbuh rambut yang putih, kulit mulai keriput, penurunan kemampuan
fisik, penurunan gairah seksual, dan terjadi penurunan kadar hormone 25%
dari kadar optimalnya.
 Tahap Klinik (usia 45 tahun ke atas)
Tanda gejala penuaan lebih banyak dan nyata dari masing-masing sistem
tubuh mulai dari sistem endokrim, sistem kardiovaskuler (masa jantung
bertambah), sistem pernapasan (kemampuan batuk menurun, kekuatan
menghirup udara menurun), sistem persyarafan (lambat dalam merespon,
kurang sensitif terhadap sentuhan), sistem gastrointestinal (kehilangan
gigi, indra pengecapan menurun, kontipasi, rasa lapar menurun), sistem
genitourinaria (fungsi ginjal menurun, frekuensi BAB meningkat), sistem
indra (pendengaran menurun, menurunnya lapang pandang, hilangnya
akomodasi), sistem integument (proteksi kulit menurun, pertumbuhan
kuku lambat, kelenjar keringat berkurang, elastisitas kulit menurun,
keriput), sistem muskuluskeletal (tulang rapuh, osteoporosis, kifosis, otot-
otot mudah kram, tremor) dan sistem reproduksi (fungsi seksual menurun,
atropi payudara).

3. Teori-Teori Penuaan

Teori-teori penuaan sudah banyak yang di kemukakan, namun tidak


semuanya bisa di terima. Teori-teori itu dapat di golongkan dalam dua kelompok,
yaitu kelompok teori biologis dan psikososial.

 Teori biologis

Teori yang merupakan teori biologis sebagai berikut:

- Teori jam genetik


Menurut Hayflick (1965), secara genetik sudah terprogram bahwa material
di dalam inti sel dikatakan bagaikan memiliki jam genetis terkait dengan
frekuensi mitosis. Teori ini didasarkan pada kenyataan bahwa spesies-
spesies tertentu memiliki harapan hidup (life span) yang tertentu pula.
Manusia yang memiliki rentang kehidupan maksimal sekitar 110 tahun,
sel-sel nya di perkirakan hanya mampu membelah sekitar 50 kali, sesudah
itu akan mengalami deteriorasi.
- Teori intraksi seluler
Bahwa sel-sel satu sama lain saling berinteraksi dan memengaruhi.
Keadaan tubuh akan baik-baik saja selama sel-sel masih berfungsi dalam
suatu harmoni. Akan tetapi, bila tidak lagi demikian maka akan terjadi
kegagalan mekanisme feed-back dimana lambat laun sel-sel akan
mengalami degenerasi (Berger, 1994)
- Teori mutagenesis somatik
Bahwa begitu terjadi pembelahan sel (mitosis), akan terjadi “mutasi
spontan” yang terus menerus berlangsung dan akhirnya mengarah pada
kematian sel.
- Teori eror katastrop
Bahwa eror akan terjadi pada struktur DNA, RNA, dan sintesis protein.
Masing-masing eror akan saling menambah pada eror yang lainnya dan
berkulminasi dalam eror yang bersifat katastrop (Kane, 1994).
- Teori pemakaian dan keausan
Teori biologis yang paling tua adalah teori pemakaian dan keausan (tear
and wear) dimana tahun demi tahun hal ini berlangsung dan lama
kelamaan akan timbul deteriorasi.

 Teori Psikososial

Adapun mengenai kelompok teori psikososial, berturut-turut di kemukakan


beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:

- Disengagement teori
Kelompok teori ini dari Universitas of Chicago, yaitu disenggagement
teori, yang menyatakan bahwa individu dan masyarakat mengalami
disenggagement dalam suatu mutual withdrawl (menarik diri). Memasuki
usia tua, individu mulai untuk menarik diri dari masyarakat, sehingga
memungkinkan individu untuk menyimpan lebih banyak aktivitas-aktivitas
yang berfokus pada dirinya dalam memenuhi kestabilan pada stadium ini.
- Teori aktivitas
Menekankan pentingnya peran serta dalam kegiatan masyarakat bagi
kehidupan seorang lansia. Dasar teori ini adalah bahwa konsep diri
seseorang tergantung pada aktivitasnya dalam berbagai peran. Apakah hal
ini hilang, maka akan berakibat negatif terhadap kepuasan hidupnya.
Ditekankan pula bahwa mutu dan jenis interaksi lebih menentukan dari
pada jumlah interaksi. Hasil studi serupa ternyata menggambarkan pula
bahwa aktivitas informal lebih berpengaruh dari pada aktivitas formal.
Kerja yang menyibukkan tidaklah meningkatkan self esteem seseorang,
tetapi interaksi yang bermakna dengan orang lain lah yang lebih
meningkatkan self esteem.
- Teori kontinuitas
Berbeda dari kedua teori sebelumnya, disini di tekankan pentingnya
hubungan antara kepribadian dengan kesuksesan hidup lansia. Menurut
teori ini, ciri-ciri kepribadian individu berikut strategi kopingnya yang
telah berbentuk lama sebelum seseorang telah memasuki usia lanjut.
Namun, gambaran kepribadian itu juga bersifat dinamis dan berkembang
secara kontinu. Dengan menerapkan teori ini, cara terbaik unuk meramal
bagaimana seseorang dapat berhasil menyesuaikan diri adalah dengan
mengetahui bagaimana orang itu melakukan penyesuain terhadap
perubahan-perubahan selama hidupnya.
- Teori subkultur
Pada teori subkultur (Rose, 1962) dikatakan bahwa lansia sebagai
kelompok yang memiliki norma, harapan, rasa percaya, dan adat kebiasaan
sendiri, sehingga dapat di golongkan sebagai suatu subkular. Akan, tetapi
mereka ini kurang terintegrasi pada masyarakat luas an lebih banyak
berinteraksi dengan antarsesama mereka sendiri. Di kalangan lansia, status
lebih ditekankan pada bagaimana tingkat kesehatan dan kemampuan
mobilitasnya, bukan pada hasil pekerjaan/pendidikan/ekonomi yang
pernah di capainya. Kelompok-kelompok lanisa seperti ini bila
terkoordinasi dengan baik dapat menyalurkan aspirasinya, dimana secara
teoritis oleh para pakar di kemukakan bahwa hubungan antar-peer group
dapat meningkatkan proses penyesuaian pada masa lansia.
- Teori stratifikasi usia
Teori ini di kemukakan oleh Riley (1972) yang menerangkan adanya
saling ketergantungan antara usia dengan struktur sosial yang dapat di
jelaskan sebagai berikut:
a) Orang-orang tumbuh dewasa bersama masyarakat dalam bentuk
kohor dalam artian sosial, biologis, psikologis.
b) Kohor baru terus muncul dan masing-masing kohor memiliki
pengalaman dan selera tersendiri.
c) Suatu masyarakat dapat di bagi dalam beberapa strasa sesuai
dengan lapisan usia dan peran.
d) Masyarakat sendiri senantiasa berubah, begitu pula individu dan
perannnya dalam masing-masing strasa.
e) Terdapat saling keterkaitan antara penuaan individu dengan
perubahan sosial.

Kesimpulannya adalah, lansia dan mayoritas masyarakat senantiasa saling


mempengaruhi dan selalu terjadi perubahan kohor maupun perubahan
dalam masyarakat.

- Teori penyesuaian individu dengan lingkungan


Teori ini di kemukakan oleh Lawton (1982). Menurut teori ini, bahwa ada
hubungan antara kompentensi individu dengan lingkungannya.
Kompetensi disini berupa segenap proses yang merupakan segenap proses
yang merupakan ciri fungsional individu, antara lain:kekuatan ego,
keterampilan motorik, kesehatan biologis, kapasitas kognitif, dan fungsi
sensorik. Adapun lingkungan yang di maksud mengenai potensinya untuk
menimbulkan respons perilaku dari seseorang. Bahwa untuk tingkat
kompetensi seseorang terdapat suatu tingkatan suasana/tekanan
lingkungan tertentu yang mengguntungkan baginya. Orang yang berfungsi
pada level kompetensi yang rendah hanya mampu bertahan pada level
tekanan yang rendah pula, dan sebaliknya. Suatu korelasi yang sering
berlaku adalah semakin terganggu (cacat) seseorang, maka tekanan
lingkungan yang di rasakan akan semakin besar.

4. Proses Penuaan Pada Sel atau Jaringan


Setelah sel menerima sinyal yang sesuai untuk apoptosis,
selanjutnya organela-organela sel akan mengalami degradasi yang
diaktifasi oleh caspase proteolitik. Sel yang mulai apoptosis, secara
mikroskopis akan mengalami perubahan:
 Sel mengerut dan lebih bulat, karna pemecahan proteinaseous
sitoskeleton oleh caspase.
 Sitoplasma tampak lebih padat.
 Kromatin menjadi kondensasi dan fragmaentasi yang padat pada
membram inti (pyknotik).
 Membram inti menjadi diskontinue dan DNA yang ada di dalamnya
pecah menajdi fregmen-fregmen.
 Membram sel memperlihatkan tonjolan-tonjolan yang irreguler pada
sitoplasma.
 Sel terpecah menjadi beberapa fragmen, yang disebut dengan
apoptosis bodies.
 Apoptotic bodies ini akan difagosit oleh sel yang ada di sekitarnya.

5. Proses Penuaan Pada Organ


Faktor penuaan yang sehat dikatagorikan menjadi lima: biologis,
mental, perilaku, nutrisi, faktor sosial ekonomi. Faktor biologis meliputi
faktor fisiologis dan biokimia. Lebih khusus lagi, faktor fisiologis meliputi
komposisi tubuh, cacat fisik, nyeri, kesehatan gigi termasuk jumlah gigi
yang hilang dan pemakaian gigi tiruan, disfagia, gangguan pendengaran
dan penglihatan, fungsi ginjal dan anemia. Faktor fisiologis ini
berimplikasi pada dampak terhadap status kesehatan menyeluruh pada
lansia serta mortalitas.
Perubahan fisiologis pada lansia

a) Perubahan pada Sistem Sensori

Gangguan sensorik dalam penglihatan dan pendengaran terjadi begitu


umum dengan penuaan sehingga mereka cenderung mencirikan lanjut usia
dan proses penuaan. Gangguan ini disebabkan oleh proses penuaan
instrinsik yang terjadi pada organ indra dan komponen saraf dan otaknya,
mungkin disebabkan oleh efek lingkungan atau mewakili menifestasi
penyakit penuaan. Unsur-unsur yang terdiri dari berbagai indra dan
penuaan menggambarkan seluruh spektrum penuaan seluler, jaringan,
organ dan sistem. Sel-sel reseptor perifer koklea telinga dan retina mata
terbentuk secara permanen saat lahir, tanpa pergantian dan regenerasi di
kemudian hari, sebagian berkontribusi secara fungsional dalam
penglihatan dan pendengaran. Insiden gangguan sensorik meningkat tajam
dengan pada orang dengan penuaan. Lebih dri 25% populasi 85 tahun atau
lebih menderita kelainan visualdua kali lebih banyak menderita gangguan
pendengaran.

b) Perubahan pada Sistem Integumen


Perubahan fisiologis pada kulit yang menua termasuk perubahan struktural
dan biokimia serta perubahan persepsi neurosensori, permeabilitas,
respons terhadap cedera, kapasitas perbaikan, dan peningkatan insiden
beberapa penyakit kulit. Meskipun jumlah lapisan sel tetap stabil, kulit
menipis secara progresif selama masa dewasa dengan kecepatan yang
lebih cepat. Ketebalan epidermis berkurang, terutama pada wanita dan
terutama pada wajah, leher, dada bagian atas dan ekstensor. Permukaan
tangan dan lengan bawah, ketebalan berkurang rata-rata sekitar 6,4%per
dekade, dengan penurunan terkait jumlah sel epidermis.
Keratinosit, seiring bertambahnya usia kulit berubah bentuk menjadi lebih
pendek dan lebih gemuk, sedangkan korneosit menjadi lebih besar sebagai
akibat dari penurunan pergantian epidermal. Melanosit yang aktif secara
enzimatik menurun dengan kecepatan 8% hingga 20% per dekade,
mengakibatkan pigmentasi yang tidak merata pada kulit lansia. Meskipun
jumlah kelenjar keringat tidak berubah, produksi jumlah sebum menurun
sebanyak 60%. Penurunan emulsi air dan lemak alami pada kulit, seperti
hal nya kadar air di stratum korneum. Kandungan lipid global pada kulit
yang menua berkurang sebanyak 65%. Perubahan amino komposisi asam
pada kulit yang menua dapat mngerangi jumlah faktor pelembab alami
kulit, sehingga menurunkan kapasitasnya untuk mengikat air.
Perubahan struktural yang paling konsisten pada kulit yang menua adalah
pendataran sambungan dermo-epidermal lebih dari sepertiga, yang terjadi
dari hilangnya papila dermal serta berkurangnya interdigitasi antar lapisan.
Ketebalan dermis menurun seiring bertambahnya usia.
Penuaan pasti terkait dengan penurunan pergantian kolagen (karena
penurunan fibroblas dan sintesis kolagennya) serta elastin.
c) Perubahan Sistem Muskuloskletal
Perubahan terjadi pada otot rangka dengan bertambahnya usia. Perubahan
yang paling nyata adalah penurunan CSA (Cross-Sectional Area) otot dan
volume jaringan kontraktril di dalam CSA tersebut. Perubahan juga terjadi
pada fungsi serat otot, karakteristik pembakan dan kapasitas aerobik otot
rangka. Hasil dari perubahan ini adalah penurunan produksi gaya dan
seringkali penurunan fungsi.
d) Penurunan pada Sistem Kardiovaskuler
Usia lanjut merupakan faktor resiko penting untuk penyakit
kardiovaskuler, dan prediktor independent yang kuat untuk morbiditas,
mortalitas dan kecacatan kardiovaskuler. Sebagai hasil dari proses penuaan
molekuler dan seluler yang kompleks selama beberpa dekade, fisiologi
kardiovasuler pada lansia di tandai dengan:
1. Disfungsi endotel
2. Peningkatan kekakuan arteri
3. Peningkatan kekakuan ventrikel kiri
4. Melemahnya refleks barorefleks dan otonom
5. Perubahan degeneratif sistem konduksi
Perubahan ini menghasilkan sistem kardiovaskuler yang mengalami
penurunan fungsi maksimal dibandingkan dengan orang yang lebih muda
dan kapasitas cadangan yang lebih sedikit, serta dapat gagal memenuhi
kebutuhan saat stress.

Dengan bertambahnya usia, terjadi perubahan pada sistem kardiovaskuler


yang mengakibatkan perubahan fisiologis kardiovaskuler. Perubahan
fisiologis kardiovaskuler harus di bedakan dari efek patologi, seperti
penyakit arteri koroner, yang terjadi dengan frekuensi yang meningkat
seiring bertambahnya usia. Perubahan karena usia terjadi pada setiap orang
tetapi tidak harus pada tingkat yang sama, oleh karena itu
memperhitungkan perbedan yang terlihat pada beberapa orang antara usia
kronologis dan usia fisiologis. Perubahan sistem kardiovaskuler yang
berhubungan dengan penuaan adalah penurunan keelastisitan dan
peningkatan kekakuan sistem arteri. Hal ini menyebabkan peningkatan
afterload pada ventrikel kiri, peningkatan tekanan darah sistolik, dan
hipertrofi ventrikel kiri, serta perubahan lain pada dinding ventriker kiri
pada diastol. Terjadi penurunan pada sel-sel pacu jantung yang
mengakibatkan penurunan denyut jantung intrinsik. Terjadi penurunan
responsitivitas terhadap stimulasi resepror beta adrenergik, penurunan
reaktivitas terhadap baroreseptor dan kemoreseptor, dan peningkatan
katekolamin yang bersirkulasi. Perubahan ini mengatur terjadinya
hipertensi sistolik terisolasi, disfungsi diastolik dan gagal jantung, cacat
konduksi atrioventrikular, dan klasifikasi katup aorta, semua penyakit
yang telihat pada orang tua.

e) Perubahan pada Sistem Respirasi


Pada penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasital total paru
tetap, tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengompensasi
kenaikan ruang rugi paru, udara yang mengalir ke paru berkurang.
Perubahan pada otot, kartilago dan sendi toraks, mengakibatkan gerakan
pernapasan terganggu dan kemampuan peregangan toraks berkurang.
Penuaan fisiologis paru berhubungan dengan dilatasi alveolus, pembesaran
rongga udara, penurunan luas permukaan pertukaran dan hilangnya
jaringan pendukung untuk saluran napas, perubahan yang mengakibatkan
penurunan rekoil elastik statis paru dan peningkatan volume residu dan
kapasitas residu fungsional.
Perubahan sistem pernapasan yang di sebabkan oleh penuaan umumnya
meliputi perubahan struktur sangkar toraks dan parenkim paru, temuan
abnormal pada tes fungsi paru, kelainan ventilasi dan pertukaran gas dan
penurunan kekuatan otot pernapasan.
f) Perubahan pada Sistem Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan
produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata:
1. Kehilangan gigi
2. Indra pengecap menurun
3. Rasa lapar menurun
4. Liver makin mengecil dan menurunya tempat penyimpanan,
berkurangnya aliran dara
g) Perubahan pada Sistem Perkemihan
Perubuhan fisiologis terkait usia yang umum dalam fungsi ginjal
dijelaskan dibawah ini:
 Ketidakseimbangan elektrolit. Penurunan aliran darah ginjal dan GFR,
bersama dengan hilangnya nefron secara bertahap, mengurangi
kemampuan ginjal untuk menjaga elektrolit (natrium, kalium, kalsium
dan klorida) dalam kisaran optimal. Karna ini memainkan peran utama
dalam menjaga tekanan darah dan menghasilkan impuls saraf.
 Penurunan keseimbangan asam basa. Sementara paru-paru berperan
mengatur pH darah, hanya ginjal yang dapat mengeluarkan molekul
asam atau basa secara langsung. Sehingga mereka adalah pengatur
utama keseimbangan asam-basa. Seiring bertambahnya usia, mereka
menjadi kurang efesien dalam membersihkan metebolit/ion asam/basa
karena degenerasi tubulus.
 Pengurangan klirens kreatinin. Kreatinin adalah molekul yang terus
menerus dihasilkan oleh otot rangka, kadar serum biasanya tetap
konstan karerna ginjal membersihkannya dari darah pada kecepatan
yang sama seperti yang dihasilkan.
 Poliura dan nukturia hilangnya nefron secara progresif membuat ginjal
kurang efisien dalam mengkonsentrasi urine, oleh karna itu dibutuhkan
volume air yang lebih besar untuk mengekresikan produk limbah
beracun. Selain itu, efek hormon anti diuretik pada tubulus ginjal
berkurang pada orang tua, menyebab kan volume urine encer.
h) Perubahan Sistem Reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia di tandai dengan menciutnya ovary
dan uterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki testis masih dapat
memproduksi spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara berangusr-
angsur.
Daftar pustaka
irinti, T. t., pramono, S., & Sugiyanto. (2021). Penuaan dan Pencegahannya . Yogyakarta:
Gadjah Mada Universitas Press.

Lilis Maghfuroh S.Kep., N. M. (2023). Asuhan lansia . Bandung: Kaizen Media Publishi.

Ns. Kornelia Romana Iwa, M. N. (2022). Keperawatan Gerontik. jakarta : media sains
indonesia .

tamher. (2009). Kesehatan Usia Lanjut dgn Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta :
Salemba medika .

Anda mungkin juga menyukai