Anda di halaman 1dari 14

Masalah Psikososial pada Lansia

PSIKOSOSIAL LANSIA

A. Landasan Teori
1. Konsep Lanjut Usia
a. Definisi
Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi
fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan
itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun
kesehatan jiwa secara khusus pada lansia (Kuntjoro, 2002).

Lanjut usia adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang yang
dikarunia usia panjang, terjadi tidak bisa dihindari oleh siapapun, namn manusia
dapat berupaya untuk menghambat kejadiannya (Arya, 2008)
Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam ukuran
dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu. Ada
beberapa pendapat mengenai “usia kemunduran” yaitu ada yang menetapkan 60
tahun, 65 tahun dan 70 tahun. Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65
tahun sebagai usia yang menunjukkan proses menua yang berlangsung secara
nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia. Lansia banyak menghadapi berbagai
masalah kesehatan yang perlu penanganan segera dan terintegrasi (Akhmadi,
2009)

Dari beberapa uraian diatas, lanjut usia dapat didefinisikan sebagai suatu proses
yang pasti dialami oleh semua orang, akan terjadi proses menghilangnya
kemampuan jaringan secara bertahap untuk memperbaiki diri serta
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya.

b. Batasan-Batasan Lanjut Usia


Batasan-batasan lanjut usia menurut beberapa ahli atau beberapa institusi berbeda-
beda, berikut adalah batasan-batasan lanjut usia yang dikutip dari Alfikri (2009) :
1) Menurut WHO, lanjut usia meliputi :
a) Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45-59 tahun
b) Lanjut usia (elderly) ialah kelompok usia antara 60-74 tahun
c) Lanjut usia tua (old) ialah usia antara 75-90 tahun
d) Usia sangat tua (very old) ialah usia diatas 90 tahun

2) Menurut Setyonegoro (2006), pengelompokan lanjut usia sebagai berikut :


a) Usia dewasa muda (elderly adulthood) ialah kelompok usia 18 atau 20-25 tahun
b) Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas ialah kelompok usia 25-60
atau 65 tahun
c) Lanjut usia (geriatric age) ialah kelompok usia > 65 atau 70 tahun, yang terbagi
menjadi: umur 70-75 tahun (young old), umur 75-80 tahun (old) dan > 80 tahun
(very old)

c. Fenomena Tentang Lansia


Terdapat fenomena stereotip yang tetap dan diskriminasi yang diderita oleh
banyak lansia dan waktu ke waktu. Hal ini telah digambarkan sebagai “ageism”
untuk mencocokkan dengan “isms” yang lain pada ras dan gender. Hal penting
dan fenomena ini yang menunjukkan banyak perbedaan dengan kelompok orang
yang lebih muda adalah bahwa kemampuan dan potensi lansia dinilai tidak
objektif sebagai individu. Sebaliknya mereka benar-benar terdiskriminasi oleh
pendapat mereka sendiri tentang kemunduran kemampuan fisik serta mental
mereka sehingga mereka merasa menjadi beban bagi masyarakat di tempat
mereka tinggal. Fenomena ini sangat nyata dan tampak jelas di negara modern dan
Barat. Jika hal tersebut terjadi, niscaya lansia akan bersikap negatif terhadap orang
yang lebih muda, seperti sikap yang ditunjukkannya terhadap penuaan itu sendiri.
Sikap ini menunjukkan pandangan yang sempit tentang penuaan karena hanya
terpusat pada kronologisnya. Meskipun lansia mengalami kecacatan dan
kelemahan, perasaan mereka tidak berbeda saat mereka muda. Dalam banyak
kasus, mereka lebih banyak mengisi hidupnya. Stres terhadap pekerjaan dan
pendidikan sebuah keluarga sudah tidak lagi mereka rasakan, dan sekarang
mereka mampu mencurahkan waktu untuk melakukan kegiatan yang mereka
sukai. Pada kenyataannya, sebagai orang yang telah berumur, banyak lansia
menjadi individu yang berarti dan perawat tentunya berperan penting dalam
membantu proses pemenuhan tersebut.
Tema yang berulang pada penelitian di bidang psikologi dan sosiologi mengenai
lansia adalah bahwa terdapat bermacam-macam pengalaman dan praktik yang
hampir tidak terbatas di antara mereka. Hal ini mendukung pandangan bahwa
umumnya di setiap kelompok usia, setiap lansia adalah individu dengan riwayat,
kemampuan, dan potensi sendiri untuk beraktivitas lebih jauh. Di dalam aspek
psikologis pada penuaan ini, praktik keperawatan harus sudah mengakar.
Sebagaimana teori biologis pada penuaan, perawat dapat memperluas wawasan
tentang aspek penuaan, pengetahuan tentang teori psikologi dan sosiologi pada
penuaan. Bagaimanapun, praktik keperawatan tidak harus khusus bergantung pada
teori penuaan. Perawat yang bekerja dengan lansia harus mempunyai tujuan
membantu mencapai potensinya, tanpa ada pemaksaan untuk terlibat dalam
aktivitas di luar kemampuan mereka sendiri (Watson, 2003).

d. Teori Lanjut Usia (Lansia)


Menurut Nugroho (2000).Teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu teori
biologi, teori psikologis, teori sosial, teori spiritual.
    1) Teori Biologi
Teori biologi mencangkup teori genetik dan mutasi, immunology slow theory,
teori stres, teori radikal bebas, dan teori rantai silang.
         a) Teori genetik dan mutasi
Menurut teori genetik dan mutasi, menua terprogram secara genetik untuk spesies-
spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang
diprogram oleh molekul–molekul DNA dan setiap sel pada saatnya akan
mengalami mutasi, sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel–sel kelamin
(terjadi penurunan kemampuan fungsi sel).
         b) Immunology slow theory
Menurut immunology slow theory, sistem imun menjadi efektif dengan
bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh yang dapat menyebabkan
kerusakan organ tubuh.
        c) Teori stres
Teori stres mengungkapkan menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa
digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan
lingkungan internal, kelebihan usaha, dan stres yang menyebabkan sel-sel tubuh
telah terpakai.
        d) Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat berbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas
(kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti
karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat melakukan
regenerasi.
        e) Teori rantai silang
Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi kimia sel-sel yang tua atau
usang menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kologen. Ikatan ini
menyebabkan kurangnya elastisitas, kekacauan, dan hilangnya fungsi sel.

2) Teori Psikologi
Pada usia lanjut, proses penemuan terjadi secara alamiah seiring dengan
penambahan usia. Perubahan psikologis yang terjadi dapat dihubungkan pula
dengan keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif.

3) Teori Sosial
Ada beberapa teori yang sosial yang berkaitan dengan proses penemuan, yaitu
teori interaksi sosial (social exchange theory), teori penarikan diri (disengagement
theory), teori kesinambungan (continuity theory), teori perkembangan
(development theory), dan teori stratifikasi usia (age stratification theory).

4) Teori interaksi sosial


Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia bertindak pada suatu situasi
tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat. Mauss, Homans dan
Blau mengemukakan bahwa interaksi sosial terjadi berdasarkan atas hukum
pertukaran barang dan jasa. Sedangkan pakar lain Simmons, mengemukakan
bahwa kemampuan lansia untuk terus menjalin interaksi sosial merupakan kunci
untuk mempertahankan status sosialnya atas dasar kemampuannya untuk
melakukan tukar-menukar.

5) Teori penukaran diri


Teori ini merupakan teori sosial tentang penuaan yang paling awal dan pertama
kali diperkenalkan oleh Gumming dan Henry. Kemiskinan yang diderita lansia
dan menurunnya derajat kesehatan mengakibatkan seorang lansia secara berlahan-
lahan menarik diri dari pergaulan di sekitarnya.
Selain hal tersebut, masyarakat juga perlu mempersiapkan kondisi agar para lansia
tidak menarik diri. Proses penuaan mengakibatkan interaksi sosial lansia mulai
menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas.

6) Teori kesinambungan
Teori dianut oleh banyak pakar sosial. Teori ini mengemukakan adanya
kesinambungan dalam siklus kehidupan lansia. Pengalaman hidup seseorang pada
suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat ia menjadi lansia. Hal ini
dapat terlihat bahwa gaya hidup, perilaku, harapan seseorang ternyata tidak
berubah meskipun ia telah menjadi lansia.
Menurut teori penarikan diri, proses penuaan merupakan suatu pergerakan dan
proses yang searah, akan tetapi pada teori kesinambungan merupakan pergerakan
dan proses banyak arah,bergantung dari bagaimana penerimaan seseorang
terhadap status kehidupannya.

7) Teori Spiritual
Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada pengertian hubungan
individu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang arti kehidupan.
Fowler mengungkapkan tujuh tahap perkembangan kepercayaan (Wong, et .al,
1999). Fowler juga meyakini bahwa kepercayaan/demensia spiritual adalah suatu
kekuatan yang memberi arti bagi kehidupan seseorang.
Fowler menggunakan istilah kepercayaan sebagai sesuatu bentuk pengetahuan dan
cara berhubungan dengan kehidupan akhir. Menurutnya, kepercayaan adalah
suatu fenomena timbal balik, yaitu suatu hubungan aktif antara seseorang dengan
orang lain dalam menanamkan suatu keyakinan, cinta kasih, dan harapan.
Fowler meyakini bahwa perkembangan kepercayaan antara orang dan lingkungan
terjadi karena adanya kombinasi antara nilai-nilai dan pengetahuan. Fowler juga
berpendapat bahwa perkembangan spiritual pada lansia berada pada tahap
penjelmaan dari prinsip cinta dan keadilan.

e. Tugas perkembangan lansia


Menurut Erickson yang dikutip oleh Maryam (2008), kesiapan lansia untuk
beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap tugas perkembangan usia lanjut
dipengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada tahap sebelumnya.
Apabila seseorang pada tahap tumbuh kembang sebelumnya melakukan kegiatan
sehari-hari dengan teratur dan baik serta membina hubungan yang serasi dengan
orang-orang di sekitarnya, maka pada usia lanjut ia akan tetap melakukan kegiatan
yang biasa ia lakukan pada tahap perkembangan sebelumnya seperti olahraga,
mengembangkan hobi bercocok tanam, dan lain-lain.
Adapun tugas perkembangan lansia adalah sebagai berikut.
1) Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun.
2) Mempersiapkan diri untuk pensiun.
3) Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya.
4) Mempersiapkan kehidupan baru.
5) Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial atau masyarakat secara
santai
6) Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan.

f. Tugas Perkembangan Keluarga Dengan Lansia


Menurut Maryam (2008) tugas perkembangan keluarga merupakan tanggung
jawab yang harus dicapai oleh keluarga dalam setiap tahap perkembangannya.
Keluarga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan biologis, imperatif (saling
menguatkan), budaya dan aspirasi, serta nilai-nilai keluarga.
Menurut Carter dan McGoldrick (1988) yang dikutip oleh Maryam (2008), tugas
perkembangan keluarga dengan lansia adalah sebagai berikut.
1) Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan
Pengaturan hidup bagi lansia merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam
mendukung kesejahteraan lansia. Perpindahan tempat tinggal bagi lansia
merupakan suatu pengalaman traumatis, karena pindah tempat tinggal berarti akan
mengubah kebiasaan-kebiasaan yang selama ini dilakukan oleh lansia di
lingkungan tempat tinggalnya. Selain itu, dengan pindah tempat tinggal berarti
lansia akan kehilangan teman dan tetangga yang selama ini berinteraksi serta telah
memberikan rasa aman pada lansia.
Kondisi ini tidak dialami oleh semua lansia, karena pindah tempat tinggal yang
telah dilakukan dengan persiapan yang memadai dan perencanaan yang matang
terhadap lingkungan baru bagi lansia, tentu akan berdampak positif bagi
kehidupan lansia.
2) Penyesuaian terhadap pendapatan yang menurun
Ketika lansia memasuki pensiun, maka terjadi penurunan pendapatan secara tajam
dan semakin tidak memadai, karena biaya hidup terus meningkat, sementara
tabungan/pendapatan berkurang.
Dengan sering munculnya masalah kesehatan, pengeluaran untuk biaya kesehatan
merupakan masalah fungsional yang utama. Adanya harapan hidup yang
meningkat memungkinkan lansia untuk dapat hidup lebih lama dengan masalah
kesehatan yang ada.
3) Mempertahankan hubungan perkawinan
Hal ini menjadi lebih penting dalam mewujudkan kebahagiaan keluarga.
Perkawinan mempunyai kontribusi yang besar bagi moral dan aktivitas yang
berlangsung dan pasangan lansia.
Salah satu mitos tentang lansia adalah dorongan seks dan aktivitas sosialnya yang
tidak ada lagi. Mitos ini tidak benar, karena menurut hasil penelitian
memperlihatkan keadaan yang sebaliknya. Studi-studi semacam ml menentukan
bahwa meskipun terjadi penurunan kapasitas seksual secara perlahan-lahan pada
lansia, namun keinginan dalam kegiatan -seksual terus ada, bahkan meningkat.
Salah satu penyebab yang dapat menurunkan aktivitas seksual adalah masalah
psikologis.
4) Penyesuaian diri terhadap kehilangan pasangan
Tugas perkembangan ml secara umum merupakan tugas perkembangan yang
paling traumatis. Lansia biasanya telah menyadari bahwa kematian adalah bagian
dan kehidupan normal, tetapi kesadaran akan kematian tidak berarti bahwa
pasangan yang ditinggalkan akan menemukan penyesuaian kematian dengan
mudah.
Hilangnya pasangan menuntut reorganisasi fungsi keluarga secara total, karena
kehilangan pasangan akan mengurangi sumber-sumber emosional dan ekonomi
serta diperlukan penyesuaian untuk menghadapi perubahan tersebut.
5) Pemeliharaan ikatan keluarga antargenerasi
Ada kecenderungan bagi lansia untuk menjauhkan diri dan hubungan sosial, tetapi
keluarga tetap menjadi fokus interaksi lansia dan sumber utama dukungan sosial.
Oleh karena lansia menarik diri dan aktivitas dunia sekitarnya, maka hubungan
dengan pasangan, anak-anak, cucu, serta saudaranya menjadi lebih penting.
6) Meneruskan untuk memahami eksistensi usia lanjut
Hal ini dipandang penting, bahwa penelaahan kehidupan memudahkan
penyesuaian terhadap situasi-situasi sulit yang memberikan pandangan terhadap
kejadian-kejadian di masa lalu. Lansia sangat peduli terhadap kualitas hidup
mereka dan berharap agar dapat hidup terhormat dengan kemegahan dan penuh
arti.

2. Konsep Dasar Psikososial lansia


a. Definisi
Perkembangan psikososial lanjut usia adalah tercapainya integritas diri yang utuh.
Pemahaman terhadap makna hidup secara keseluruhan membuat lansia berusaha
menuntun generasi berikut (anak dan cucunya) berdasarkan sudut pandangnya.
Lansia yang tidak mencapai integritas diriakan merasa putus asa dan menyesali
masa lalunya karena tidak merasakan hidupnya bermakna (Anonim, 2006).
Sedangkan menurut Erikson yang dikutip oleh Arya (2010) perubahan psikososial
lansia adalah perubahan yang meliputi pencapaian keintiman, generatif dan
integritas yang utuh.

b. Faktor yang mempengaruhi kesehatan psikososial lansia


Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan psikososial
lansia menurut Kuntjoro (2002), antara lain:
1) Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi
fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga
berkurang, enerji menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin
rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa
lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat
menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial,
yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang
lain. Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat,
maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik
maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi
kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur
cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara
seimbang.
2) Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan
dengan berbagai gangguan fisik seperti:
a) Gangguan jantung
b) Gangguan metabolisme, misal diabetes millitus
c) Vaginitis
d) Baru selesai operasi : misalnya prostatektomi
e) Kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat
kurang
f) Penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid,
tranquilizer, serta

Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :


a) Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia
b) Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh
tradisi dan budaya
c) Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya
d) Pasangan hidup telah meninggal
e) Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa
lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dsb.

3) Perubahan Aspek Psikososial


Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan
fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi,
pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan
perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif)
meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan,
tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami
perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia.
Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian
lansia sebagai berikut:
a) Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini
tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.
b) Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada
kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia
tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya
c) Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya
sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu
harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup
meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika
tidak segera bangkit dari kedukaannya.
d) Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah
memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan
yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan
kondisi ekonominya menjadi morat-marit.
e) Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini
umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain
atau cenderung membuat susah dirinya.
4) Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal
pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua,
namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering
diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan,
status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih
tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga
di atas.
Bagaimana menyiasati pensiun agar tidak merupakan beban mental setelah lansia?
Jawabannya sangat tergantung pada sikap mental individu dalam menghadapi
masa pensiun. Dalam kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan, ada
yang merasa senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah
acuh terhadap pensiun (pasrah). Masing-masing sikap tersebut sebenarnya punya
dampak bagi masing-masing individu, baik positif maupun negatif. Dampak
positif lebih menenteramkan diri lansia dan dampak negatif akan mengganggu
kesejahteraan hidup lansia. Agar pensiun lebih berdampak positif sebaiknya ada
masa persiapan pensiun yang benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk
mempersiapkan diri, bukan hanya diberi waktu untuk masuk kerja atau tidak
dengan memperoleh gaji penuh. Persiapan tersebut dilakukan secara berencana,
terorganisasi dan terarah bagi masing-masing orang yang akan pensiun. Jika perlu
dilakukan assessment untuk menentukan arah minatnya agar tetap memiliki
kegiatan yang jelas dan positif. Untuk merencanakan kegiatan setelah pensiun dan
memasuki masa lansia dapat dilakukan pelatihan yang sifatnya memantapkan arah
minatnya masing-masing. Misalnya cara berwiraswasta, cara membuka usaha
sendiri yang sangat banyak jenis dan macamnya. Model pelatihan hendaknya
bersifat praktis dan langsung terlihat hasilnya sehingga menumbuhkan keyakinan
pada lansia bahwa disamping pekerjaan yang selama ini ditekuninya, masih ada
alternatif lain yang cukup menjanjikan dalam menghadapi masa tua, sehingga
lansia tidak membayangkan bahwa setelah pensiun mereka menjadi tidak berguna,
menganggur, penghasilan berkurang dan sebagainya.
5) Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan
sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia.
Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan
kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu
sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama
yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan.
Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi
dengan orang lain dan kdang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah
menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta
merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya
seperti anak kecil.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang
memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat
beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan
kerabat umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan
pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara
karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak
dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri,
seringkali menjadi terlantar. Disinilah pentingnya adanya Panti Werdha sebagai
tempat untuk pemeliharaan dan perawatan bagi lansia di samping sebagai long
stay rehabilitation yang tetap memelihara kehidupan bermasyarakat. Disisi lain
perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa hidup dan kehidupan dalam
lingkungan sosial Panti Werdha adalah lebih baik dari pada hidup sendirian dalam
masyarakat sebagai seorang lansia

c. Macam-Macam Perubahan Psikososial yang Terjadi pada Lansia


Ada beberapa macam perubahan psikososial yang terjadi pada lansia menurut
Anonim (2006) antara lain :
1) Perubahan fungsi sosial
Perubahan yang dialami oleh lansia yang berhubungan dengan aktivitas-aktivitas
sosial pada tahap sebelumnya baik itu dengan lingkungan keluarga atau
masyarakat luas
2) Perubahan peran sesuai dengan tugas perkembangan
Kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap tugas
perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada tahap
sebelumnya. Apabila pada tahap perkembangan sebelumnya melakukan kegiatan
sehari-hari dengan teratur dan baik serta membina hubungan yang serasi dengan
orang di sekitarnya, maka pada usia lanjut ia akan tetap melakukan kegiatan yang
biasa ia lakukan pada tahap perkembangan sebelumnya.
3) Perubahan tingkat depresi
Tingkat depresi adalah kemampuan lansia dalam menjalani hidup dengan tenang,
damai, serta menikmati masa pensiun bersama anak dan cucu tercinta dengan
penuh kasih sayang
4) Perubahan stabilitas emosi
Kemampuan orang yang berusia lanjut untuk menghadapi tekanan atau konflik
akibat perubahan – perubahan fisik, maupun sosial – psikologis yang dialaminya
dan kemampuan untuk mencapai keselarasan antara tuntutan dari dalam diri
dengan tuntutan dari lingkungan, yang disertai dengan kemampuan
mengembangkan mekanisme psikologis yang tepat sehingga dapat memenuhi
kebutuhan – kebutuhan dirinya tanpa menimbulkan masalah baru

d. Pengukuran Perubahan Psikososial Pada Lansia


Pengukuran perubahan psikososial lansia pada penelitian ini yang didasarkan pada
kuesioner sudah baku pada buku panduan asuhan keperawatan lansia (2007)
adalah sebagai berikut :
1) Perubahan fungsi sosial
a) Skor 0-3 : Disfungsi sosial berat
b) Skor 4-6 : Disfungsi sosial menengah
c) Skor 7-10 : Disfungsi sosial ringan
2) Perubahan peran
a) Skor 10-12 : Sesuai dengan tugas perkembangan
b) Skor 4-9 : Kurang sesuai dengan tugas perkembangan
c) Skor 0-3 : Tidak sesuai dengan tugas perkembangan
3) Perubahan tingkat depresi berdasarkan indek ukur depresi Beck
a) Skor 0-4 : Tidak depresi atau normal
b) Skor 5-7 : depresi ringan
c) Skor 8-15 : depresi sedang
d) Skor > 15 : depresi berat

Anda mungkin juga menyukai