Anda di halaman 1dari 12

Lanjut Usia

Pengertian lanjut usia

Menurut Undang-Undang nomor 13 tahun 1998 dalam Bab 1 pasal 1 ayat 2 yang berbunyi ”Lanjut usia
adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas. Hardywinoto (1999) Lanjut usia
adalah kelompok manusia yang berusia 60 tahun ke atas (Sunaryo, 2015).

Pembagian lansia menurut WHO, Depkes RI, dan Undang- Undang nomor 13 tahun 1998 antara lain:

Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria berikut: usia
pertengaahan (middle age)

ialah 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia
sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun.

Menurut Depkes RI (2003) mengklasifikasikan lansia dalam kategori berikut:

Pralansia (prasenilis) seseorang yang berusia antara 45-59 tahun

Lansia, seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih

Lansia resiko tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/ seseorang yang berusia 60 tahun atau
lebih dengan masalah kesehatan

Lansia potensial lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/ ataua kegiatan yang dapat
menghasilkan barang/ jasa.

Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya mencarai nafkah sehingga hidupnya bergantung pada
bantuan orang laian
Menurut Undang-Undang nomor 13 tahun 1998 dalam Bab 1 pasal

1 ayat 2, 3 dan 4, Lanjut Usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun (enam puluh) tahun
keatas. Lanjut Usia Potensial adalah lanjut usia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau
kegiatan yang dapat menghasilkanbarang dan/atau jasa. Lanjut Usia Tidak Potensial adalah lanjut usia
yang

tidak berdayamencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

Pengertian Menua

Menua atau menjadi tua adalah suatau keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses
menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai pada suatau waktu tertentu, tetapi
dimulai sejak permulaan kehidupan (Dewi, 2014).

WHO dan uu nomor 13 tahun 1998 menyebutkan bahwa 60 tahun merupakan usia permulaan tua.
Menua bukanlah suatau penyakit tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan
perubahan yang kumulatif, merupakan proses penurunan daya tahan tubuh dalam menghadapi
rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dengan kematian (Dewi, 2014).

Proses menua merupakan kombinasi berbagai macam faktor yang saling berkaitan sampai saat ini
banyak definisi dan teori yang menjelaskantentang proses menua yang tidak seragam. Secara umum
proses menua didefinisikan sebagai perubahan yang berkait waktu, bersifat universal, intrinsik, profesif
dan determinasi. Keadaan tersebut dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan beradaptasi
terhadap lingkungan untuk dapat bertahan hidup (Dewi, 2014).

Proses menua yang terjadi bersifat individual, yang berarti:

Tahap proses menua terjadi pada orang dengan usia yang berbeda
Setiap lansia memiliki kebiasaan yang berbeda

Tidak ada satu faktor pun yang dapat mencegahproses menua (Dewi, 2014)

Teori Penuaan

Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu teori biologis, teori psikologis, teori
sosial dan teori spiritual (Potter & Perry, 2005).

Teori biologis

Teori radikal bebas

Radikal bebas adalah produk metabolisme selular yang merupakan bagian molekul yang sangta reaktif.
Molekul ini memiliki muatan ekstraselular kuat yang dapat menciptakan reaksi dengan protein,
mengubah bentuk dan sifatnya; molekul ini juga dapat bereaksi dengan lipid yang berada dalam
membran sel, mempengaruhi permeabilitasnya, atau dapat berkaitan dengan organel sel (Potter &
Perry, 2005).

Proses metabolisme oksigen diperkirakan menjadi sumber radikal bebas terbesar (hayflick, 1987), secara
spesifik, oksidasi lemak, protein, dan karbohodrat dalam tubuh menyebabkan formasi radikal bebas.
Polutan lingkungan merupakan sumber eksternal radikal bebas (Ebersole dan Hess, 1994). Teori ini
menyatakan bahwa penuaan disebabkan akumulasi kerusakan ireversibel akibat senyawa pengoksidasi
ini. Penelitian tentang peran radikal bebas dalam penuaan
sedang dilakukan. Sebagi hasilnya, terdapat minat yang besar penggunaan vitamin seperti A, C, E dan
niasin pada masa kini untuk menetralkan efek radikal bebas dan memperpanjang hidup (Potter & Perry,
2005).

Teori cross-link

Teori cross-link dan jaringan ikat menyatakan bahwa molekul kolagen dan elastin. Komponen jaringan
ikat,membentuk senyawa yang lama meningkatkan rigiditas sel, cross-linkage diperkirakan akibat reaksi
kimia yang menimbulkan senyawa antara molekul-molekul yang normalnya terpisah (Ebersole dan Hess,
1994). Saat serat kolagen yang awalnya dideposit dalam jaringan otot polos, molekul ini menjadi
renggang berikatan dan jaringan menjadi fleksibel. Seiring berjalannya waktu, bagimana pun, sisi aktif
pada molekul kolagen yang berdekatan mengakibatkan molekul lebih berkaitan erat; sehingga jaringan
menjadi lebih kaku (Christiansen dan Grzybowski, 1993). Kulit yang menuan merupakan contoh cross-
linkage elastin. Contoh cross-linkage jaringan ikat terkait usia meliputi penurunan kekuatan daya
rentang dinding arteri, tanggalnya gigi, dan tendon kering dan berserat (Ebersole dan Hess, 1994). Usaha
penelitian ditunjukan pada faktor penyebab yang dapat menurunkan dan pengaruh cross-linkage (Potter
& Perry, 2005).

Teori imunologis

Beberapa teori menyatakan bahwa penurunan atau perubahan dalam keefektifan sistem imun berperan
dalam penuaan. Mekanisme seluler tidak tak-teratur diperkirakan menyebabkan serangan pada jaringan
tubuh melalui autoagresi atau imunodefisiensi (penurunan imun) (Ebersole dan Hess, 1994). Tubuh
kehilangan kemampuan untuk membedakan proteinnya sendiri dengan protein asing; sistem imun
menyerang dan menghancurkan jaringannya sendiri pada kecepatan yang meningkat secara bertahap
(Potter & Perry, 2005).

Dengan bertambahnya usia, kemampuan sistem imun untuk menghancurkan bakteri, virus dan jamur
melemah; bahkan sistem ini mungkin tidak memulai serangannya sehingga sel mutasi terbentuk
beberapa kali. Destruksi bagian jaringan yang luas dapat terjadi sebelum respons imun dimulai. Disfungsi
sistem imun ini diperkirakan menjadi faktor dalam perkembangan penyakit kronis seperti kanker,
diabetes, dan penyakit kardiovaskuler, serta infeksi. Penelitian dalam immunoengineering berusaha
untuk mengendalikan, mengurangi, atau menghilangkan efek autoimunitas dan imunodefisiensi (Potter
& Perry, 2005).

Teori psikososial

Pada masal lalu, teori perkembangan psikososial telah difokuskan terutama pada anak dan adolesens.
Tidak ada peristiwa yang adekuat untuk mendukung teori tentang aspek psikososial penuaan. Penelitian
telah menunjukkan bahwa genetik bukan determinan utama memanjangnya usia. Manusia menua
sepanjang dimensi biologis, termasuk dimensi psikologis dan sosial (Potter & Perry, 2005).

Teori disengagement

Teori disengagement dari cummings dan henry (1961) menyatakan bahwa orang yang menua menarik
diri dari peran yang biasanya dan terikat pada aktivitas yang lebih introspektif dan berfokus diri-sendiri.
Teori ini meliputi empat konsep dasar (maddox, 1974):

Individu yang menua dan masyarakat secara bersama saling menarik diri.

Disengagement adalah intrinsikdan tidak dapat dielakkan baik secara biologis dan psikologis.

Disengagement dianggap perlu untuk keberhasilan penuaan.

Disengagement bermanfaat baik bagi lansia dan masyarakat.


Teori disengagement ini tetap kontroversial karena teori ini tidak menunjukkan apakah masyarakat atau
individu yang

menua yang memulai disengagement atau faktor personalitas, kesehatan, budaya dan fktor lain yang
mempengaruhi disengagement (Potter & Perry, 2005).

Teori Aktivitas

Teori Aktivitastidak menyetujui teori disengagement dan menegaskan bahwa kelanjutan aktivitas
dewasa tengah penting untuk keberhasilan penuaan. Kerja klasik oleh lemon et al. (1972) mengusulkan
bahwa orang tua yang aktif secara sosial lebih cenderung menyesuaikan diri terhadap penuaan
denganbaik. Penelitian setelah itu telah menunjukkan bahwa lansia dengan keterlibatan sosial yang
lebih besar memiliki semangat dan kepuasan hidup yang tinggi, penyesuaian serta kesehatan mental
yang lebih positif dari pada lansia yang kurang terlibat secara sosial (Potter & Perry, 2005).

Akan tetapi, beberapa pendapat mengemukakan bahwa penuaan terlalu komples untuk dikarakteristikn
dalam cara sederhana tersebut. Merekan beralasan bahwa teori ini mengasumsikan lansia memiliki
kebutuhan yang sama seperti dewasa tengah, selain itu, teori ini tidak menunjukkan dampak perubahan
biopsikososial atau adanya kehilangan kemampuan yang mutipel pada lansia untuk melanjutkan
aktivitas. Konsensus pendapat umum bahwa terdapat banyak variabel
lain yang mempengaruhi respons penuaan, di mana dalam teori ini tidak dijelaskan secara adekuat
(Potter & Perry, 2005)..

Teori Kontinuitas

Teori kontinuitas atau teori perkembangan (Neugarten, 1964) menyatakan bahwa kepribadian tetap
sama dan perilaku menjadi lebih mudah diprediksi seiring penuaan. Kepribadian dan pola perilaku yang
berkembang sepanjang kehidupam menentukan derajat keterikatan dan aktivitas pada masa lansia.
Berdasarkan teori ini, kepribadian merupakan faktor kritis dalam menentukan hubungan antara aktivitas
peran sebagi teori yang menjanjikan karena teori ini menunjukkan kompleksitas proses penuaan dan
kemampuan adaptif seseorang. Beberapa berpendapat bahwa teori ini terlalu sederhana dan tidak
mempertimbangkan berbagai faktor yang mempengaruhi respons seseorang terhadap proses penuaan
(Potter & Perry, 2005).

Perubahan yang dihadapi lansia

Bebrapa klien lansia mungkin mengalami semua perubahan ini, dan lansia lainnya mengalami hanya
beberapa perubahan. Perubahan tubuh kontinu dengan usia, tetapi efek pada klien bergantung pada
kesehatan, gaya hidup, stresor, dan kondisi lingkunga(Potter & Perry, 2005).

Perubahan fisik

System integument. Kulit kehilangan kelenturannya dan kelembabannya pada masa lansia. Lapisan
epitel menipis dan serat kolagen elastik menyusut dan menjadi kaku. Kerutan di wajah dan pola refleks
leher seumur hidup pada kativitas otot dan ekpresi wajah, penarikan gravitasi pada jaringan dan
hilangnya elastisitas.

Noda dan lesi mungkin juga muncul pada kulit. Noda halus, coklat berbentuk tidak beraturan (noda
penuaan, atau senile lentigo) awalnya muncul pada punggung tangan dan pada lengan bawah. Angioma
merah coklat yang kecil, bulat, ditemukan pada tubuh. Lesi sebora atau keratosis dapat muncul sebagai
lesi yang tidak teratur bulat atau oval, coklat dan berair. Ulkus tekan (dekubitus) umum terjadi pada
populasi ini karena mereka mempunyai banyak faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya ulkus
ini. Faktor ganda dapat berperan pada pembentukan dekubitus, termasuk mobilitas dan akativitas,
persepsi sensori, kelembaban, gesekan dan kebotakan, status nutrisi, dan tekanan arteriolar (Potter &
Perry, 2005).

Kepal dan Leher. Raut wajah lansia menjadi lebih nyata karena hilangnya lemak dan elastisitas kulit. Raut
wajah nampak asimetris karena hilangnya atau pemasangan gigi palsu yang tidak benar. Selain itu,
perubahan pada nada suara (biasanya

keras) terjadi karena adanya penurunan kekuatan dan tingkat nada.

Ketajaman penglihatan lansia menurun. Hal ini akibat kerusakan retina, penurunan diameter pupil,
penurunan opasitas lensa, atau hilangnya elastisitas lensa. Presbiopia, penurunan pada kemampuan
mata untuk berakomodasi pada benda yang dekat, pekerjaan dengan benda kecil, umumnya terjadi.
Presbiopsi mulai terjadi pada awal dekade keempata dan berlanjut selama hidup. Lansia juga cahaya
yang menyilaukan dapat menyebabkan nyeri dan terbatasnya kemampuan untuk melihat (Potter &
Perry, 2005).

Perubahan pendengaran sangta terlihat dan dapat dinyatakan sebagai kesulitan dalam pendengaran.
Perubahan terkait usia pada ketajaman pendengaran disebut presbikus, hal ini mempengaruhi
kemampuan untuk mendengar bunyi bernada tinggi dan konsonan berdesis seperti s, sh dan ch.
Pengkajian pendengaran klien lansia paling baik dilakukan dengan menggunakan garpu tala dengan
frekuensi 500-1000 cps (cycles per second) untuk skrining kehilangan pendengaran frekuensi tinggi.

Atrofi saraf pengencap dan hilangnya efisiensi. Lansia tidak mampu merasakan asin, manis, asam, dan
pahit dengan cepat.
Rasa penghidu yang juga menurun menambah penurunan rasa sekresi saliva menurun (Potter & Perry,
2005).

Toraks dan paru. Karena adanya perubahan pada sistem muskuloskeletal, konfigurasi toraks kadang-
kadang berubah. Terdapat peningkatan diameter anteroposterior. Kifosis
merupakan perubahan tajam dan progesif pada strukur vertebra yang permanen bila disertai
osteoporosis. Klasifikasi kartilago kosta dapat menyebabkan penurunan mobilitas kosta. Penurunan
massa dan tonus otot menyebabkan penurunan ekspansi paru. Penurunan elastisitas alveoli paru
menyebabkan perubahan emfisematus pada paru, dan hiperesonan mungkin terdengar saat perkusi.
Jika terjadi kifosis atau penyakit obstruktif paru kronik, suara napas terdengar jauh (Potter & Perry,
2005).

Sistem Jantung dan Vaskular. Penurunan kekuatan kontraktil miokardium dan menyebabkan penurunan
curah jantung. Penurunan ini signifikan jika lansia mengalami stres karena ansietas, kegembiraan,
penyakit atau aktivitas yang berat. Tubuh berusaha untuk mengompensasi penurunan curah jantung
dengan meningkatkan denyut jantung selama latihan. Akan tetapi, setalh latihan fisik, memerlukan
waktu lama untuk mengembalikan denyut jantung klien ke frekuensi semula.

Seringkali, nilai dasar tekanan darah lansia meningkat. Hal ini merupakan akibat perubahan vaskular dan
akumulasi plak sklerotik sepanjang dinding pembuluh darah, menyebabkan kakunya vaskulatur secara
menyeluruh. Nadi perifer dapat dipalpasi tetpai seringkali lemah pada ektermitas bawah. Ekstermitas
bawah dapat menjadi dingin, terutama pada malam hari (Potter & Perry, 2005).

Payudara. penurunan massa, tonus dan elastisitas oto menyebabkan payudara lebih kecil pada wanita
lansia. Selain itu, payudara mengendur. Atrofi jaringan glandularis, disertai lebih banyaknya deposit
lemak, mengakibatkan payudara sedikit lebih kecil, kepadatannya berkurang dan nodular berkurang
(Potter & Perry, 2005).
Sistem Gastrointestinal dan Abdomen. Penuaan menyebabkan peningkatan jumlah jaringan lemak pada
tubuh dan abdomen. Akibatnya, terjadi peningkatan ukuran abdomen. Karena tonus dan elastisitas otot
menurun. Hal ini juga menyebabkan abdomen lebih membuncit.

Lansian juga mengalami perubanan pada fungsi gastrointestinal. Bebrapa mungkin merupakan
perubahan ringan, seperti munculnya intoleransi pada makanan tertentu secara tiba-tiba. Karena
penurunan peristaltik, lansia mengalami perlambatan pengosongan gaster dan mungkin tidak

mampu mengonsumsi makanan dalam jumlah besar. Penurunan peristaltik juga mempengaruhi
pengosongan kolon yang mengakibatkan konstipasi (Potter & Perry, 2005).

Sistem reproduksi. Perubahan pada struktur dan fungsi sitem reproduksi terjadi sebagi akibat perubahan
hormonal. Menopause pada awitan berkaitan dengan penurunan respons ovarium terhadap hipofisis
dan mengakibatkan penurunan kadar estrogen dan progesteron. Pada pria, tidak ada penghentian
fertilisasi tertentu dikaitkan dengan penuaan. Spermatogenesis mulai menurun selama dekade keempat
tetapi kontinu sampai dekade kesembilan, bagimana pun, perubahan struktur dan fungsi reproduktif
tidak mempengaruhi libido. Kurangnya frekuensi aktivitas seksual dapat diakibatkan oleh penyakit,
kematian pasangan seksual, penurunan sosialisasi, tau hilangnyaminat seksual (Potter & Perry, 2005).

Sistem perkemihan. Hipertrofi kelenjar prostatdapat terjadi pada pria lansia. Hipertrofi ini memperbesar
kelenjar, dan tekanannya terletak pada leher kandung kemih. Akibatnya , infeksi traktus urianarius,
sering berkemih, inkontinensia, dan terjadi retensi urine. Selainitu, hipertofi prostat dapat
mengakibatkan kesulitan memulai dan mempertahankan aliran urine (Potter & Perry, 2005).
Wanita lansia terutama wanita yang memiliki anak, dapat mengalami inkontinensia stres, yaitu terjadi
pelepasan urine involunter saat batuk, bersin atau mangangkat suatu benda. Hal ini adalah akibat
melemahnya otot perineal dan kandung kemih. Di samping itu, wanita lansia umumnya mengalami
urgensi dalam berkemih (Potter & Perry, 2005).

Sistem muskuloskeletal. Dewasa lansia yang berolahraga secara teratur tidak kehilangan massa atau
tonus otot dan tulang sebanyka dewasa lansia yang tidak aktif, serat otot berkurang ukurannya dan
kekuatan otot berkurang sebanding penurunan massa otot. Wanita pasca menopause memiliki laju
demineralisasi tulang yang lebih besar dari pada pria lansia. Wanita yang mempertahankan masukan
kalsium selama hidup dan kemudian masuk pada tahap menopause mengalami demineralisasi tulang
kurang dari wanita yang tidak pernah melakukannya (Potter & Perry, 2005).

Sistem Neurologis. Jumlah neuron pada sistem nervus mulai berkurang pada pertengahan dekade
kedua. Neuron ini tidak beregenerasi, dan penurunan atau kerusakan dapat menyebabkan perubahan
fungsi. Perubahna dapat mempengaruhi indra khusus yang telah dibahas sebelumnya. Selain itu klien
mungkin mengalami penurunan keseimbangan indra atau respons motorik tidak terkoordinasi. Siklus
bangun-

tidur juga dipengaruhi otak. Secara khas, lansia tidak tidur sepanjang malam (Potter & Perry, 2005).
Penyebab disrupsi ini adalah sebagi berikut:

Siklus tidur memendek

Disrupsi tidur dapat sebagi akibat pengosongan kandung kemih yang sering, nyeri atau gangguan
psikologis

Medikasi dapat mempengaruhi siklus bangun-tidur.

Perubahan mental
Faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat
pendidikan, hereditas, lingkungan, tingkat kecerdasan, dan kenangan (memori) (Effendi, 2009)
kemampuan belajar pada lansia masih ada tetapi relative menurun (Anisa, 2015).

Perubahan psikososial

Pada masa pensiun lansia akan kehilangan sumber financial, kehilangan status, relasi, dan pekerjaan dan
merasakan atau kesadaran akan kematian (Effendi, 2009). Perubahan psikologis pada lansia meliputi
short term memory, frustasi, kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematian,
perubahan keinginan, depresi, dan kecemasan (Anisa, 2015).

Anda mungkin juga menyukai