Anda di halaman 1dari 13

JOURNAL READING

PERAWATAN BAYI BARU LAHIR DENGAN KEARIFAN LOKAL

“Studi Fenomenologi : Budaya Perawatan Neonatus Di Kabupaten Kulon Progo”

Disusun untuk Memenuhi Tugas Profesi Bidan


Stase Kehamilan Fisiologis

Dosen Pembimbing Klinik


Yulia Silvani, S.Keb., Bd, M.Keb

Oleh :
Virgina Yasmin
NIM. 210070500111014

PROGRAM STUDI PROFESI KEBIDANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
JOURNAL READING : PERAWATAN BAYI BARU LAHIR

DENGAN KEARIFAN LOKAL

A. Jurnal utama

Judul : Studi Fenomenologi : Budaya Perawatan Neonatus Di Kabupaten

Kulon Progo

Penulis : Anafrin Yugistyowati, Wahyuningsih

Penerbit : Trends Of Nursing Science

Tahun terbit : 2021

Pemberian asuhan pada bayi dan anak balita yang baik dan benar belum dapat

diterapkan dengan sepenuhnya oleh keluarga dan masyarakat. Terutama pada daerah

pelosok masih banyak masyarakat yang melakukan perawatan bayi dengan cara-cara

tradisional. Faktor-faktor kepercayaan dan budaya termasuk pengetahuan tradisional

mendasari sikap perilaku masyarakat kaitanya dengan perawatan bayi.

di Kabupaten Kulon Progo terdapat keyakinan yang bereda-beda dalam merawat

bayinya yang mereka dapatkan dari bidan setempat ataupun informasi secara turun

menurun dari keluarga dan lingkungan sekitarnya. Peneliti tertarik untuk

mengidentifikasi bagaimana gambaran tentang budaya yang dianut keluarga dalam

perawatan neonatus.

Penelitian ini menggunakan desain studi fenomenologi deskriptif. Partisipan

penelitian sebanyak 6 orang didapatkan dari purposive sampling. Pengumpulan data

dengan wawancara yang kemudian direkam dengan recorder.

Hasilnya teridentifikasi sembilan tema:

a. Budaya praktik pemberian ASI

1) membersihkan payudara sebelum menyusui

2) pemberian ASI esklusif pada bayi karena percaya bahwa ASI itu penting
3) posisi menyusui bayi yang terkadang tiduran dan duduk

4) jadwal pemberian ASI tiap 2 jam atau sesuai keinginan bayi

Pemberian ASI sangat penting karena ASI merupakan asupan nutrisi yang tebaik

untuk kebutuhan bayi. Pengaturan posisi menyusui tegantung pada pengetahuan

ibu dalam merawat bayi agar hasilnya optimal.

b. Budaya cara perawatan tali pusat

Sebagian besar menggunakan betadin untuk membersihkan tali pusat meskipun

ada yang menggunakan alkohol swab. Praktik ini bertentangan dengan penelitian

terbaru bahwa tali pusat yang terbuka lebih mudah kering dan mudah lepas. Oleh

karena itu perlu edukasi bagi ibu postpartum mengenai perawatan tali pusat yang

baik.

c. Budaya perawatan kulit pada bayi

Partisipan dalam penelitian ini tidak melakukan pemberian apapun untuk merawat

kulit bayi dengan alasan kulit bayi yang sensitif. Hal ini dilakukan dengan tujuan

untuk mencgah iritasi pada kulit bayi.

d. Praktik pemberian imunisasi pada bayi

Praktik pemberian imunisasi pada bayi yang telah dilakukan meliputi jadwal

pemberian imunisasi dan macam- macam imunisasi pada bayi. Sebagia contoh

imunisasi BCG setelah lahir. Semua partisipan menyadari bahwa imunisasi sangat

penting dilakukan.

e. Praktik memandikan bayi

Praktik memandikan bayi diawali dnegan menyiapkan air hangat terlebih dahulu,

kemudian memeri shampoo dilanjutkan memberi sabun pada tubuh bayi.

f. Praktik menjaga kestabilan suhu tubuh bayi

Menjaga kestabilan suhu tubuh dilakukan dengan menjemur bayi di pagi hari,

memberikan pijatan pada bayi, dan sebagian besar partisipan membedong juga
memberikan minyak telon pada tubuh bayi. Menjaga kestabilan suhu tubuh sangat

penting bagi bayi di masa adaptasinya dengan lingkungan luar kandungan.

g. Praktik pemberian pakaian bayi

Macam pakaian yang dikenakan bayi menggunakaan popok, baju, sarung tangan

sarung kaki dan ada yang masih menggunakan gurita.

h. Budaya menjauhkan bayi dari gangguan makhluk halus

Budaya menjauhkan bayi dari gangguan makhluk halus yang dilakukan meliputi:

kepercayaan pada dukun bayi; menaruh kaca dan gunting; diberikan pencahayaan;

memakai gurita; membedong bayi; memasukan rempah- rempah dalam kendi;

memakai benang, peniti, jarum; dan memakai tulisan arab.

i. Manfaat kepercayaan dalam perawatan bayi

kepercayaan dalam peawatan bayi diantaranya: menggunakan gurita agar tidak

buncit, pemerian cahaya lampu pada plasenta agar tidak diganggu hewan.
B. Jurnal utama

Judul : Peran Dukun Dalam Perawatan Bayi Periode Perinatal

Penulis : Suratmini, Hajar G. Pramudyasmono, Sri Handayani Hanum

Penerbit : Jurnal Sosiologi Nusantara

Tahun terbit : 2016

Kemitraan bidan dengan dukun adalah bentuk kerjasama bidan dengan dukun

yang saling menguntungkan dengan prinsip kesetaraan, keterbukaan, dan

kepercayaan dalam upaya menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir. Keberadaan dukun

bayi tidak bisa dihilangkan dalam pemberian pertolongan persalinan. Hingga saat ini

keberadaan dukun bayi masih diakui dalam masyarakat, namun bukan lagi sebagai

tenaga penolong proses persalinan tetapi pendamping proses persalinan dan

perawatan bayi serta ibu setelah proses persalinan.

Penelitian ini disusun untuk mengetahui peranan dukun bayi dalam perawatan

bayi perinatal dan menggali rincian perawatan yang dilakukan oleh dukun terhadap

bayi baru lahir di desa Sidoharjo, Kec. Tugumulyo, Kab. Musiwaras, Sumatra Selatan.

Desain penelitian yang digunakan ada penelitian kualitatif. Pengumpulan data dengan

teknik wawancara dan observasi. Informan didapatkan dengan teknik purposive

sampling.

Dukun bayi adalah seseorang yang memiliki keterampilan dan kemampuan untuk

membantu proses persalinan. Dukun bayi lebih banyak dipilih oleh masyarakat karena

adanya kedekatan dan keterbukaan secara emosional sehingga iu tidak canggung

atau malu. Di desa Sidoharjo sendiri, dukun bayi diberi upah sekitar 300.000 rupiah

atau terkadang dengan hasil panen. Aktivitas keseharian dukun di desa ini adalah

petani.

Sejarah dukun di desa Sidoharjo bermula dari adanya migrasi masyarakat Jawa

ke daerah Sumatra. Dukun pertama bersuku Jawa ini sangat dihormati dan dipercaya
oleh masyarakat karena kemapuannya dalam memijat maupun memberikan saran bagi

warga yang memiliki hajatan.

Status dukun dalam masyarakat:

1) Pemimpin Ritual

a. Ritual Mitoni

Mitoni dilakukan dengan tujuan agar janin dalam kandungan dan ibu yang

mengandung senantiasa memperoleh keselamatan dan kesehatan.

Pelaksanaan acara mitoni ini dilakukan oleh dukun bayi untuk

mempersiapkan dan memimpin serangkaian upacara mitoni seperti siraman,

pecah telur, memutuskan benang atau janur, brojolan, pecah kelapa, ganti

busana, jual cendol dan rujak, serta potong tumpeng.

b. Mendhem ari-ari

Ari-ari dipercaya sebagai saudara kembar bayi dalam kandungan, sehingga

harus diperlakukan dengan baik dan dikubur dengan tujuan agar tidak

dimakan hewan.

c. Ritual brokohan

Brokohan berasal dari kata barokah-anyang berarti memohon berkah dan

keselamatan atas kelahiran bayi. Tetangga dan keluarga akan berkunjung

dalam upacara brokohan yang dilakukan pada hari pertama bayi lahir

sebagai bentuk ungkapan rasa syukur.

d. Ritual sepasaran

Sepasaran merupakan acara adat masyarakat suku Jawa yang dilakukan

setelah tali pusat yang menempel pada perut bayi telah lepas, umumnya

lepas pada hari kelia hingga hari ketujuh usia bayi.

2) Mitra bidan saat proses persalinan

Kemitraan bidan dengan dukun bayi menempatkan bidan sebagai penolong

persalinan dan menggantikan peran dukun dari penolong persalinan menjadi


mitra dalam melakukan perawatan bayi setelah proses kelahiran yang

didasarkan pada kesepakatan yang telah dibuat antara bidan dengan dukun bayi

yang melibatkan unsur-unsur didalam masyarakat.

3) Pemberi nasihat

Larangan jenis makanan ini berkaitan dengan budaya, adat serta sistem

kepercayaan yang dianut oleh masyarakat. Penyampaian tentang larangan jenis

makanan yang tidak boleh untuk dikonsumsi ibu menyusui (cabe, berminyak,

serta ikan air tawar maupun ikan air laut)

4) Perawatan bayi perinatal

a. Memandikan bayi

Dukun membantu memandikan bayi atas permintan ibu yang khawatir dan

takut. Ini biasanya berlangsung hingga lepanya tali pusat. Dukun pertama

menyiapkan air bersuhu hangat/ suam kuku, bak mandi, sabun dan handuk

kemudian memandikan bayi.

b. Merawat tali pusat

.Saat memandikan bayi, tali pusat harus dijaga dan dibungkus dengan

menggunakan bahan yang tahan air atau anti air agar tali pusat tidak terkena

air. Tali pusat bayi dijaga agar selalu tetap kering agar cepat lepas dari perut

bayi dan tidak menimbulkan bau yang tidak sedap.

Dapat disimpulkan bahwa masyarakat desa Sidoharjo masih mempercayai dukun

bayi untuk membantu proses persalinan dan juga melakukan perawatan bayi

dikarenakan faktor kesamaan budaya warga masyarakat, lingkungan sosial yang

sama, serta kedekatan secara emosional yang terjalin diantara dukun bayi dan warga

masyarakat.

Menjadikan dukun sebagai mitra bidan merupakan upaya yang dapat dilakukan

untuk mengurangi tingkat AKI dan AKB Pemerintah mengadakan pelatihan- pelatihan

kepada dukun bayi tentang cara pertolongan persalinan dan merawat bayi dengan
memperhatikan konsep-konsep kesehatan seperti menjaga kebersihan dan kesterilan

barang-barang yang digunakan agar ibu maupun bayi yang dilahirkan dalam keadaan

sehat.
C. Jurnal utama

Judul : Pratek Budaya Suku Kampung Yepase Terkait Perawatan

Kehamilan, Nifas dan Bayi di Distrik Depapre Kabupaten Jayapura

Penulis : Agustina Regina Yufuai, Laksmono Widadgo

Penerbit : Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia

Tahun terbit : 2013

Masih tingginya angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi di Indonesia dapat

disebabkan oleh penyebab tidak langsung yang erat kaitannya dengan faktor sosial

dan budaya, seperti kebiasaan, keyakinan, kepercayaan, sikap dan perilaku

masyarakat terhadap perawatan kehamilan, nifas dan bayi. Suatu masyarakat desa

yang sederhana dapat bertahan dengan cara pengobatan tertentu sesuai dengan

tradisi mereka, karena kebudayaan atau kultur dapat membentuk kebiasaan dan

respon terhadap kesehatan dan penyakit dalam masyarakat tanpa memandang

tingkatannya. Didalam masyarakat sederhana, kebiasaan hidup dan adat istiadat

dibentuk untuk mempertahankan hidup diri sendiri dan kelangsungan hidup mereka.

Masayarakat Kampung Yepase, Distrik Depapre, Kab. Jayapura sebagian besar

mata pencahariannya adalah meramu dan bercocok tanam. Dalam keseharinnya,

masyarakat ini memanfaatkan sumber daya alam yang secara turun temurun

digunakan sebagai pengobatan tradisional, khususnya dalam hal kehamilan, nifas, dan

bayi.

Tujuan dari penelitian ini untuk memahami gambaran budaya Papua terkait

perawatan kehamilan, nifas dan bayi dalam menurunkan AKI dan AKB. Metode

penelitian yang digunakan yaitu kualitatif deskriptif. Pengumpulan data dengan focus

group discussion dan wawancara mendalam. Analisis data menggunakan content

analysis.

a. Perawatan Kehamilan
 K1 tidak dilakukan, karena ibu memeriksakan ke dukun untuk menguatkan kandungan

 K2 jarang dilakukan karena ibu melakukan pemijatan oleh dukun untuk mengatur letak

janin, mengeluarkan darah kotor dari kepala akibat sakit yang berlebihan.

 K3-K4 pada UK 7 bulan karena permintaan kader untuk mendapatkan TTD,

mengetahui gizi, dan timbang.

 Pada UK 9 bulan tidak kembali ke tenaga kesehatan karena ada ritual pemijatan

dengan minyak kelapa dan ramuan untuk memperlancar persalinan.

 Ibu dan suami memiliki pantangan-pantangan selama kehamilan baik dalam hal

makanan (ikan mengakibatkan perdarahan, buah berair mengakibatkan vagina berair,

anjuran memakan campuran papeda, kelapa tua, dan garam) maupun perbuatan

(dilarang tidur sore dan saat bulan purnama, dianjurkan melakukan aktifitas berat,

tidur diteras hingg larut malam, larangan mandi diatas jam 6 sore, ayah dilarang

masuk ke lokasi keramat milik suku lain dan memegang parang serta memotong

tanaman orang lain).

b. Perawatan Nifas

 Pemberian sagu panas/ papeda phi segera setelah menyusui pertama kali dengan

tujuan memperlancar peredaran darah dari dalam perut.

 Selama 1 bulan, ibu nifas didudukan diatas uap handuk panas untuk mengeluarkan

darah kotor, tangan dukun kemudian dimasukkan untuk memeriksa bagian dalam

memastikan bahwa benar-benar bersih.

 Ibu nifas mengonsumsi ramuan-ramuan seperti prakepei/ tali kuning untuk mengatasi

gatal, daun siri untuk mengeringkan luka, daun miyana untuk pendarahan dan daun

turi untuk darah putih.

 Ibu nifas menggunakan hasduk/ pembalut yang dicuci dan digunakan kembali

 jarak kelahiran anak akan disampaikan oleh dukun dengan melihat pada titik hitam

yang berada ditali pusat anak sebelum di potong.

c. Perawatan Bayi

 Segera setelah lahir, bayi diminumkan kopi kental kemudian ditidurkan tengkurap

untuk mengeluarkan kotoran yang tertelan


 Bayi diberikan ASI berwarna hijau kekuningan

 kelapa atau sari buah ketepeng atau papeda cair sebagai pengganti ASI

 Dalam perawatan tali pusat, dukun menggunakan arang tempurung kelapa dan sisa

bakaran daun-daunan yang kemudian diusapkan dengan tangan yang diapanaskan

terlebih dahulu

 Untuk mengahangatkan bayi, anak ditidurkan di dekat bakaran api kayu/ tempurung

kelapa dalam suatu ruangan dan pada usia 3 bulan, dimandikan air dingin. Hal ini

diyakini bahwa pada masa pertumbuhan bayi akan tahan terhadap perubahan iklim

dan tulang menjadi kuat untuk memikul barang yang berat.

 sebelum pusat anak jatuh maka bayi tidak boleh dimandikan dengan cara

mencelupkan ke dalam air hanya dengan menyeka pada bagian tertentu dilakukan 2

kali sehari sampai dengan pusat anak jatuh.

 Bila tali pusat mengeluarkan darah maka salah orang tuanya

 Pelanggaran pantangan bagi orang tua dipercaya dapat berdampak pada kesakitan

dan kematian bayi. Pantangan-pantangan tersebut antara lain larangan ibu pergi ke

hutan dan kerja berat agar mempercepat keringnya tali pusat, juga larangan ayah

untuk memotong pohon di hutan selama tali pusat belum lepas agar darah tidak

keluar dari tali pusat, memegang benda tajam dan menanam tanaman jangka

panjang dapat mengganggu perkembangan anak.

Praktik perawatan kehamilan, nifas dan bayi di kampung Yepase sebagian besar

belum mendukung kesehatan seperti dukun menjadi prioritas utama dalam melakukan

perawatan meskipun sudah didampingi bidan kampung. Maka pentingnya dilakukan

Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) kepada ibu dalam menambah pengetahuan

ibu tentang budaya perawatan masa nifas yang sesuai dan perlu dipertahankan dalam

mencegah kematian bayi dan menghilangkan budaya tidak mendukung dan

menyebabkan kematian bayi.


ANALISIS DAN KESIMPULAN

Berdasarkan ketiga jurnal yang telah ditelaah, perawatan pada bayi baru lahir

masih banyak dipengaruhi oleh faktor sosial budaya yang diduga bekontribusi tehadap

masih tinggina angka kesakitan dan kematian bayi. Pada jurnal utama, menunjukkan

perawatan yang dilakukan oleh masyarakat sebagian besar praktik sudah sesuai

dengan anjuran kesehatan. Berbeda dengan jurnal pembanding 1 dan 2 yang masih

sangat kental pelayanan dukun di lingkungan masyarakat. Pada jurnal pembanding 1

menjelaskan bahwa di lingkungan masyarakatnya dukun berperan sebagai

pendamping bidan dalam memberikan pertolongan pesalinan dan perawatan bayi baru

lahir. Dukun juga berperan sebagai pemimpin upacara/ ritual yang masih banyak

dilakukan dengan dasar kepercayaan bahwa dapat meneyelamatkan sang bayi. Pada

jurnal pembanding 2, masyarakatnya masih sangat percaya dan memprioritaskan

dukun, ramuan-ramuan dan ritual-ritual kebudayaan sebagai upaya untuk merawat ibu

dan bayi baru lahir.

Maka pentingnya dilakukan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) kepada ibu

dalam menambah pengetahuan ibu tentang budaya perawatan yang sesuai dan perlu

dipertahankan dalam mencegah kematian bayi dan menghilangkan budaya tidak

mendukung dan menyebabkan kematian bayi. Menjadikan dukun sebagai mitra bidan

merupakan upaya lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat AKI dan AKB

Pemerintah mengadakan pelatihan- pelatihan kepada dukun bayi tentang cara

pertolongan persalinan dan merawat bayi dengan memperhatikan konsep-konsep

kesehatan seperti menjaga kebersihan dan kesterilan barang-barang yang digunakan

agar ibu maupun bayi yang dilahirkan dalam keadaan sehat.


DAFTAR PUSTAKA

Suratmini, dkk. 2016. Peran Dukun Dalam Perawatan Bayi Periode Perinatal. Jurnal

Sosiologi Nusantara, 2(1)

Yufuai Agustina dan Widadgo Laksmono. 2013. Pratek Budaya Suku Kampung

Yepase Terkait Perawatan Kehamilan, Nifas dan Bayi di Distrik Depapre

Kabupaten Jayapura. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia, 8(2):100-110

Yugistyowati Anafrin dan Wahyuningsih . 2021. Studi Fenomenologi : Budaya

Perawatan Neonatus Di Kabupaten Kulon Progo. Trends Of Nursing Science, 2

(1), 60-71

Anda mungkin juga menyukai