Anda di halaman 1dari 12

TUGAS RESUME RCA ( ROOT CAUSE ANALYSIS )

DAN FMEA ( FAILURE MODE AND EFFECT


ANALYSIS )

OLEH :

NI KOMANG ADY TRI HAPSARI

1914101018

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN

ITEKES BALI

2020
RESUME RCA DAN FMEA

Keselamatan pasien atau patient safety merupakan hal yang marak dibicarakan
dalam dunia medis belakangan ini. Pertemuan tahunan Joint Comission International tahun
2005 telah menekankan mengenai pentingnya pelayanan kesehatan yang aman. Kesalahan
yang terjadi pada upaya pelayanan kesehatan adalah kesalahan dalam mendiagnosis,
kesalahan dalam menggunakan alat bantu penegakan diagnosis, kesalahan dalam
melakukan follow up, pengobatan yang salah atau kejadian yang tidak diharapkan setelah
pemberian pengobatan. Permasalahan-permasalahan diatas dapat terjadi karena
penggunaan teknologi yang tidak diimbangi kompetensi penggunanya, bertambahnya
pemberi pelayanan kesehatan tanpa mengindahkan komunikasi antar individu serta
tingginya angka kesakitan serta kecelakaan, perlunya pengambilan keputusan yang cepat
dan tepat yang menyebabkan stressor tersendiri serta kelelahan yang dialami oleh para staff
medis karena keterbatasan jumlah staff yang tersedia. Salah satu budaya patient safety
adalah mengkomunikasikan kesalahan, melaporkan kesalahan dengan tetap berpegang
pada keselamatan pasien dan belajar dari kesalahan dan mendesain ulang sistem
keselamatan pasien yang lebih baik. Untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi,
dicetuskan suatu ide sistem analisis yang proaktif sebagai strategi pencegahan error.
Root cause merupakan alasan yang paling mendasar terjadinya kejadian yang tidak
diharapkan. Apabila permasalahan utama tidak dapat diidentifikasi, maka kendala-kendala
kecil akan makin bermunculan dan masalah tidak akan berakhir. Oleh karena itu,
mengidentifikasi dan mengeliminasi akar suatu permasalahan merupakan hal yang sangat
penting. Root cause analysis merupakan suatu proses mengidentifikasi penyebab-penyebab
utama suatu permasalahan dengan menggunakan pendekatan yang terstruktur dengan
teknik yang telah didesain untuk berfokus pada identifikasi dan penyelesaian masalah.
Root cause analysis dipercaya mampu menurunkan terjadinya kejadian yang tidak
diharapkan.
Adapun langkah-langkah RCA dan tools yang dapat digunakan yaitu :

Langkah Deskripsi Note and Tools


1 Bentuk Tim (Organize a Anggota tim kurang dari 10
team)
2 Rumuskan masalah (Define Brainstorming, multivoting, FMEA
the problem)
3 Pelajari Masalah (Study the Brainstorm, flowchart, pareto, scatter,
problem) affinity diagram, etc
4 Tentukan apa yang terjadi Flow chart, timeline
(Determine what happen)
5 Identifikasi faktor penyebab Control chart, tree analysis, FMEA
(Identify contributing factors)
6 Identifikasi faktor-faktor lain Brainstorm, affinity diag, cause-effect
yang ikut mendorong diagram
terjadinya insiden (Identify
other contributing factors)
7 Ukur, kumpulkan dan nilai Kembangkan indikator
data berdasar penyebab utama
dan terdekat. (Measure,
collect and assess data on
proximate and
underlying causes)
8 Desain dan implementasikan Gantt chart
perubahan sementara (Design
and implement interim
changes)
9 Identifikasi sistem mana yang Flow chart, cause effect diag, FMEA, tree
terlibat (akar penyebab) analysis (analisis pohon), barrier analysis
(Identify which systems are
involved (the root causes))
10 Pendekkan/kurangi daftar
akar penyebab (Prune the list
of root causes)
11 Pastikan/konfirmasikan akar
penyebab (Confirm root
causes)
12 Cari dan identifikasi strategi FMEA
pengurangan risiko (Explore
& identify risk-reduction
strategies)
13 Formulasikan tindakan Brainstorm, flow chart, cause effect
perbaikan (Formulate diagram (diagram sebab akibat)
improvement actions)
14 Evaluasi tindakan perbaikan
yang diajukan (Evaluate
Proposes Improvement
Actions)
15 Desain perbaikan (Design Gantt chart
improvements)
16 Pastikan rencana diterima
(Ensure acceptability of the
action plan)
17 Terapkan rencana perbaikan PDCA, critical path
(Implement the Improvement
Plan)
18 Kembangkan cara
pengukuran efektiftifitas dan
pastikan keberhasilannya
(Develop measures of
effectiveness and ensure their
success)
19 Evaluasi penerapan rencana Run chart, control chart, histogram
perbaikan (Evaluate
implementation of
improvement plan)
20 Lakukan tindakan tambahan
(Take additional action)
21 Komunikasikan hasilnya
(Communicate the results)

Penelitian menggunakaan RCA diantaranya adalah penelitian oleh Yaqin,dkk


(2012) tentang Riset Operasional Peningkatan Kinerja Tim Keselamatan Pasien
Berdasarkan Standar Internasional Enam Tujuan Keselamatan Pasien. Penelitian ini
melakukan identifikasi pelaksanaan Enam Tujuan Keselamatan Pasien dari JCI dan
mengidentifikasi peran ketua dan anggota tim, menganalisis kesenjangan, serta melakukan
in tervensi berupa pelatihan keselamatan pasien ber- dasarkan standar pelaksanaan Enam
Tujuan Keselamatan Pasien, pertemuan tim dengan melakukan Root Cause Analysis (RCA).
Selain itu, dilakukan presentasi, kemudian diidentifikasi kembali kesenjangan setelah
intervensi, serta membuat rekomendasi pelaksanaan standar Internasional Enam Tujuan
Keselamatan Pasien agar berjalan lebih baik. Penelitian dilakukan di di RSIA Nyai Ageng
Pinatih Gresik dan dilaksanakan pada bulan April 2010 - Juni 2011. Dengan jumlah responden
sebanyak 42 orang dari 84 orang karyawan RSIA Nyai Ageng Pinatih. Dari hasil penelitian ini
didapatkan hasil Kondisi pelaksanaan kegiatan patient safety berdasarkan standar SGIPS
meningkat dari 2,5 menjadi 4,34 dan kriteria nilainya tetap pada kriteria “tidak memenuhi”;
Tingkat awareness sebagian besar individu meningkat dari awareness sedang pada sebelum
intervensi menjadi awareness tinggi setelah intervensi; Didapatkan kenaikan nilai
pengetahuan dan partisipasi serta penurunan personal objective anggota tim setelah
intervensi. Semua parameter individu ketua tim berupa coaching, monitoring, eliminate
performance problem, dan set and update objectives mengalami peningkatan setelah
intervensi. Intervensi dilakukan dengan pelatihan keselamatan pasien, sosialisasi standar
six goal international keselamatan pasien, serta pelatihan dan pelaksanaan RCA.
Penelitian oleh Utama, dkk ( 2016) tentang Pengukuran Kepuasan Pasien Terhadap
Pelayanan Puskesmas Dengan Metode Servqual. Analisa Gap 5 SERVQUAL
menghasilkan nilai kepuasan pasien terhadap masing – masing atribut pelayanan
Puskesmas, sedangkan Analisa Fishbone Diagram untuk mencari akar penyebab dari
ketidakpuasan pasien. Berdasarkan Analisa Gap 5 SERVQUAL terdapat beberapa atribut
puskesmas yang memiliki nilai kepuasan rendah yakni Petugas Loket Puskesmas Ngagel
Rejo dalam menjawab pasien saat kesulitan memahami prosedur : jelas, Pelayanan Petugas
loket di Puskesmas Ngagel Rejo : sopan dan ramah, Ruang Tunggu Puskesmas Ngagel
Rejo : nyaman, bersih dan rapi. Atribut-atribut ini yang kemudian diambil untuk dianalisa
terkait penyebab atribut tersebut bernilai sangat tidak memuaskan di mata pasien. Tujuan
dari analisis Fishbone Diagram ini adalah memberikan rekomendasi permasalahan yang
terdeteksi untuk bisa diselesaikan oleh penyedia jasa guna memperbaiki kualitas jasa.
Diagram ini menganalisis dan menemukan faktor-faktor yang berpengaruh secara
signifikan terhadap penyebab yang sesungguhnya dari masalah atribut yang terpilih diatas.
Berdasarkan analisa fishbone diagram dari atribut pertama didapatkan akar penyebab
permasalahannya antara lain prosedur yang ada terletak setelah loket, bahasanya kurang
mudah dipahami dan kurangnya wawasan tentang pelayanan jasa berkualitas. Untuk akar
masalah dari atribut kedua yaitu kurangnya wawasan pelayanan jasa berkualitas dan
petugas loket disibukkan dengan pekerjaan lain. Sedangkan untuk atribut terakhir,
didapatkan akar masalah kurang besarnya frekuensi pembersihan ruang tunggu dan
kurangnya jumlah tempat sampah yang disediakan.
Berbeda dengan RCA yang dilakukan setelah timbulnya masalah, maka FMEA
dilakukan sebelum masalah itu terjadi.
Banyaknya kejadian tidak diharapkan (KTD) yang sebenarnya dapat dicegah di
rumah sakit telah lama menjadi pusat perhatian, di Amerika the Joint Comission on
Accreditation of Health Organization (JCAHO) mewajibkan rumah sakit untuk melakukan
setidaknya satu Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) setiap tahun untuk dapat
mengidentifikasi berbagai upaya pencegahan. FMEA awalnya dikembangkan di luar
bidang pelayanan kesehatan dan sekarang digunakan di pelayanan kesehatan untuk menilai
resiko kegagalan dan kesalahan pada berbagai proses dan untuk mengidentifikasi area-area
penting yang membutuhkan perbaikan. Di bidang kesehatan sendiri, di Amerika FMEA
telah diterapkan di ratusan rumah sakit dalam berbagai program perbaikan pelayanan
kesehatan.
Program perbaikan pelayanan kesehatan yang dapat bertahan lama dan dapat
mengurangi kemungkinan kegagalan hanya dapat dicapai melalui perbaikan
sistem. Failure mode and effects analysis (FMEA) merupakan suatu teknik yang digunakan
untuk perbaikan sistem yang telah terbukti dapat meningkatkan keselamatan. FMEA
merupakan teknik yang berbasis tim, sistematis, dan proaktif yang digunakan untuk
mencegah permasalahan dari proses atau produk sebelum permasalahan tersebut
muncul/terjadi. FMEA dapat memberikan gambaran tidak hanya mengenai permasalahan-
permasalahan apa saja yang mungkin terjadi namun juga mengenai tingkat keparahan dari
akibat yang ditimbulkan.
Berikut ini adalah langkah-Langkah Failure Mode and Effect Analysis menurut Joint
Comission Resources

Langkah Deskripsi
1 Menentukan proses yang mempunyai resiko tinggi dan membentuk tim (Select a
high-risk process and assemble a team) … lihat HFMEA Decision Tree
2 Menyusun diagram proses (Diagram the process)
3 Brainstorming potential failure modes dan akibat-akibat yang ditimbulkan
(Brainstorm potential failure modes and determine their effects)
4 Menentukan prioritas failure modes (Prioritize failure modes) … lihat Langkah
Penetapan Prioritas berdasarkan Risk Priority Number (RPN)
5 Identifikasi akar penyebab masalah dari failure modes (Identify root causes of
failure modes)
6 Membuat rancangan ulang proses (Redesign the process)
7 Analisa dan pengujian proses baru (Analyze and test the new process)
8 Implementasi dan monitoring rancangan ulang proses (Implement and monitor the
new process)
Langkah untuk menentukan apakah failure modes perlu ditindak lanjuti dengan
HFMEA Decision Tree
Langkah Penetapan Prioritas berdasarkan Risk Priority Number (RPN)

# Tahapan Kegagalan OCC SEV DET RPN Prioritas


Proses
1              

2              

3              

4              

Failure mode effect analysis (FMEA) merupakan tehnik berbasis tim, sistematis
dan proaktif yang digunakan untuk mencegah sebelum permasalahan muncul sampai
dengan tingkat keparahan dari akibat yang ditimbulkan. Failure mode effect analysis
adalah metodologi untuk mengevaluasi kegagalan dalam sebuah sistem, desain, proses,
atau pelayanan (service). Identifikasi potensi kegagalan dilakukan dengan cara
pemberian nilai atau skor masing-masing mode kegagalan berdasarkan tingkat
kejadian (occurrence), tingkat keparahan (severity), dan tingkat deteksi(detection).
Penelitian oleh Shiti & Widiastuti (2018) tentang ketepatan identitasi pasien dengan
metode FMEA, dengan tujuan mengidentifikasi potensi resiko pada identifikasi pasien
akibat kesalahan identitas. Terdapat beberapa indicator yang berpotensi menyebabkan
ketidaktepatan identifikasi yang selanjutnya dianalisa dengan FMEA. Adapun langkah-
langkah dalam implementasi FMEA adalah sebagai berikut :

1. Menentukan masalah yang mempunyai resiko tinggi dan membentuk tim


2. Menyusun diagram proses
3. Brainstorming potential failure mode
4. Menentukan prioritas failure mode
5. Identifikasi akar penyebab masalah dari failure mode
6. Analisa dan pengumpulan data
7. Membuat rancangan ulang proses
8. Implementasi dan monitoring rancangan ulang proses.
Setelah itu, dilakukan perubahan system berupa redesain proses penerimaan pasien
di rawat inap dengan cara : membuat counter baru untuk rawat inap, menempatkan petugas
administrasi baru, meningkatkan kemampuan petugas dan menggunakan sistem barcode.
Sistem tersebut kemudian dievaluasi, dan menunjukkan menurunnya jumlah ketidaktepatan
identifikasi pasien di rawat inap. Kesimpulan penelitian adalah redesain dengan metode
FMEA berdampak positif dalam menjaga konsistensi identitas pasien, untuk
menurunkan resiko insiden keselamatan pasien.
Penelitian oleh Indiati, dkk (2012) tentang Healthcare Failure Mode and Effect
Analysis : Proses Pelayanan Operasi di Rumah Sakit. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi potensi risiko insiden keselamatan pasien (failure mode) pada proses
pelayanan operasi, penyebab failure mode di setiap tahapan proses dan strategi
pencegahannya di RS. Hasil penelitian ini adalah terdapat 25 aktivitas yang tidak dilakukan
ataupun dilakukan dengan tidak lengkap yang menimbulkan 26 risiko potensial kegagalan.
Setelah dilakukan sistem skoring didapatkan hazard score antara tiga sampai dengan delapan
seperti terlihat pada bands risiko, yaitu derajat risiko yang digambar- kan dalam empat warna
(biru, hijau, kuning, merah). Warna biru dan hijau memerlukan investigasi seder- hana,
sedangkan kuning dan merah memerlukan investigasi komprehensif dengan root cause
analysis (RCA). Hasil HFMEA proses pasien operasi di RS ini mengidentifikasi empat
potensi risiko insiden ekstrim, yaitu:
1. Terjadinya perdarahan selama proses operasi pada subproses serah terima pasien di
kamar operasi oleh perawat ruang rawat inap kepada petugas kamar operasi karena
tidak dilakukan pengecekan persediaan darah.
2. Terjadinya perdarahan selama proses operasi pada subproses persiapan sebelum
dilakukan anestesi pada pasien (sign in), karena tidak dilakukan pengecekan
persediaan darah.
3. Terjadinya perdarahan dari jaringan yang dipotong pada subproses sebelum pasien
mening- galkan kamar operasi (sign out) karena tidak dilakukan pengecekan ulang
perdarahan dan tidak ada komunikasi verbal oleh seluruh anggota tim.
4. Tidak terambilnya atau hilangnya bahan peme- riksaan pada subproses sebelum pasien
meninggalkan kamar operasi (sign out) karena tidak dilakukan komunikasi verbal dan
pengecekan ulang dokumen.
Faktor penyebab terjadinya potensi risiko setalah dilakukan RCA adalah factor
beban kerja berlebih, kompetensi perawat yang kurang, tidak adanya dokter operator tetap,
kurangnya supervisi, monitor dan evaluasi, serta banyaknya transisi yang mendorong
terjadinya pengabaian prosedur komunikasi pada setiap transisi antar bagian atau antar
shift. Semua faktor menggambarkan belum berkembangnya budaya keselamatan pasien.
Selanjutnya solusi untuk mengurangi potensi resiko ini adalah menyarankan redesign
prosedur, pelatihan dan penyegaran berkala tentang komunikasi efektif dan proses transisi,
pemindahan petugas yang memiliki kompetensi sesuai tapi masih bertugas di unit lain,
supervisi berkala, pengiriman perawat untuk pelatihan dan pengadaan dokter spesialis tetap.
Re- design proses dilakukan untuk memperpendek rantai transisi antara rawat inap dengan
kamar operasi dan transisi antara subproses sign in ke time out dan ke sign out pada
beberapa tindakan, yang disesuaikan dengan kemampuan dan kesepakatan tim.

Anda mungkin juga menyukai