Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mutu pelayanan kesehatan menjadi hal yang penting dalam organisasi pelayanan
kesehatan, peningkatan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan pelayanan kesehatan
mendorong setiap organisasi pelayanan kesehatan untuk sadar mutu dalam memberikan
pelayanan kepada pengguna jasa organisasi pelayanan kesehatan. Setiap permasalahan
yang muncul dalam organisasi pelayanan kesehatan khususnya berkaitan dengan mutu
layanan kesehatan, terdapat tiga konsep utama yang selalu muncul. Konsep tersebut
adalah akses, biaya, dan mutu (Herlambang, 2016).

Pelayanan keperawatan merupakan pelayanan utama dari pelayanan rumah sakit. Hal ini
terjadi karena pelayanan keperawatan diberikan selama 24 jam kepada pasien yang
membutuhkannya, berbeda dengan pelayanan medis dan pelayanan kesehatan lainnya
yang hanya membutuhkan waktu yang relatif singkat dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada kliennya. Dengan demikian pelayanan keperawatan perlu ditingkatkan
kualitasnya secara terus-menerus dan berkesinambungan sehingga pelayanan rumahsakit
akan meningkat juga seiring dengan peningkatan kualitas pelayanan keperawatan.
(Ritizza, 2013).

Kualitas pelayanan keperawatan sangat dipengaruhi oleh proses, peran dan fungsi dari
manajemen pelayanan keperawatan, karena manajemen keperawatan adalah suatu tugas
khusus yang harus dilaksanakan oleh manajer/ pengelola keperawatan yang meliputi
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan serta mengawasi sumber-sumber yang ada,
baik sumber daya maupun sumber dana sehingga dapat memberikan pelayanan
keperawatan yang efektif dan efisien baik kepada klien, keluarga dan masyarakat.
(Donny, 2014).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian mutu pelayanan keperawatan?
2. Apa tujuan mutu pelayanan keperawatan?
3. Apa dimensi mutu pelayanan keperawatan?
4. Bagaimana penilaian mutu pelayanan keperawatan?
5. Bagaimana upaya peningkatan mutu?
6. Bagaimana strategi mutu pelayanan keperawatan?
7. Apa manfaat program jaminan mutu Kesehatan?
8. Bagaimana pengembangan standar mutu pelayanan keperawatan?
9. Apa peran pemimpin dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian mutu pelayanan keperawatan
2. Mengetahui tujuan mutu pelayanan keperawatan
3. Mengetahui dimensi mutu pelayanan keperawatan
4. Mengetahui penilaian mutu pelayanan keperawatan
5. Mengetahui upaya peningkatan mutu
6. Mengetahui strategi mutu pelayanan keperawatan
7. Mengetahui manfaat program jaminan mutu Kesehatan
8. Mengetahui pengembangan standar mutu pelayanan keperawatan
9. Mengetahui peran pemimpin dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian
1. Mutu
Mutu adalah nilai kepatutan yang sebenarnya (proper value) terhadap unit pelayanan
tertentu, baik dari aspek technical (ilmu, ketrampilan, dan teknologi medis atau
kesehatan) dan interpersonal (tata hubungan perawat–pasien, dokter–pasien:
komunikasi, empati dan kepuasan pasien) (Widayat, 2009).

Mutu dapat dikatakan sebagai kondisi dimana hasil dari produk sesuai dengan
kebutuhan pelanggan, standar yang berlaku dan tercapainya tujuan. Mutu tidak hanya
terbatas pada produk yang menghasilkan barang tetapi juga untuk produk yang
menghasilkan jasa atau pelayanan termasuk pelayanan keperawatan.
2. Pelayanan Keperawatan
a. Pelayanan
Produk yang dihasilkan oleh suatu organisasi dapat menghasilkan barang atau
jasa. Jasa diartikan juga sebagai pelayanan karena jasa itu menghasilkan
pelayanan (Supranto, 2006). Definisi mengenai pelayanan telah banyak dijelaskan,
dan Kottler (2000, dalam Supranto, 2006) menjelaskan mengenai definisi
pelayanan adalah suatu perbuatan di mana seseorang atau suatu kelompok
menawarkan pada kelompok/orang lain sesuatu yang pada dasarnya tidak
berwujud dan produksinya berkaitan atau tidak berkaitan dengan fisik produk,
sedangkan Tjiptono (2004) menjelaskan bahwa pelayanan merupakan aktivitas,
manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual, sehingga dapat dikatakan
bahwa pelayanan itu merupakan suatu aktivitas yang ditawarkan dan
menghasilkan sesuatu yang tidak berwujud namun dapat dinikmati atau dirasakan.

Berdasarkan dari pendapat-pendapat tersebut, maka dapat dikatakan bahwa


pelayanan merupakan salah satu bentuk hasil dari produk yang memberikan
pelayanan yang mempunyai sifat tidak berwujud sehingga pelayanan hanya dapat
dirasakan setelah orang tersebut menerima pelayanan tersebut. Selain itu,
pelayanan memerlukan kehadiran atau partisipasi pelanggan dan pemberi
pelayanan baik yang professional maupun tidak profesional secara bersamaan
sehingga dampak dari transaksi jual beli pelayanan dapat langsung dirasakan dan
jika pelanggan itu tidak ada maka pemberi pelayanan tidak dapat memberikan
pelayanan.

b. Keperawatan
Keperawatan sudah banyak didefinisikan oleh para ahli, dan menurut Herderson
menjelaskan keperawatan sebagai kegiatan membantu individu sehat atau sakit
dalam melakukan upaya aktivitas untuk membuat individu tersebut sehat atau
sembuh dari sakit atau meninggal dengan tenang (jika tidak dapat disembuhkan),
atau membantu apa yang seharusnya dilakukan apabila ia mempunyai cukup
kekuatan, keinginan, atau pengetahuan. Keperawatan adalah suatu bentuk layanan
profesional yang merupakan bagian integral dari layanan kesehatan, berbentuk
layanan bio-psiko-sosio-spiritual yangm komprehensif, ditujukan kepada individu,
keluarga, dan masyarakat baik sakit maupun sehat, yang mencakup seluruh proses
kehidupan manusia. Layanan keperawatan diberikan karena adanya kelemahan
fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan, serta kurangnya kemauan dalam
melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri.

Pelayanan Keperawatan yang diberikan kepada pasien menimbulkan adanya


interaksi antara perawat dan pasien, sehingga perlu diperhatikan kualitas
hubungan antara perawat dan pasien. Hubungan ini dimulai sejak pasien masuk
rumah sakit. Hubungan perawat-pasien menjadi inti dalam pemberian asuhan
keperawatan, karena keberhasilan penyembuhan dan peningkatan kesehatan
pasien sangat dipengaruhi oleh hubungan perawat-pasien. Oleh karena itu metode
pemberian asuhan keperawatan harus memfasilitasi efektifnya hubungan tersebut.
Konsep yang mendasari hubungan perawat pasien adalah hubungan saling
percaya, empati, caring, otonomi, dan mutualitas.

Mutu Pelayanan Keperawatan dapat merupakan suatu pelayanan keperawatan


yang komprehensif meliputi bio-psiko-sosio-spiritual yang diberikan oleh perawat
profesional kepada pasien (individu, keluarga maupun masyarakat) baik sakit
maupun sehat, dimana perawatan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien
dan standar pelayanan.
Mutu pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan akan
pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan
dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit atau
puskesmas secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan
memuaskan norma, etika, hukum, dan sosial budaya dengan memperhatikan
keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan masyarakat konsumen
(Herlambang, 2016).

B. Tujuan Mutu Pelayanan Keperawatan


Menurut Nursamalam cit Triwibowo (2013) tujuan mutu pelayanan keperawatan terdapat
5 tahap yaitu:
1. Tahap pertama adalah penyusunan standar atau kriteria
Dimaksudkan agar asuhan keperawatan lebih terstruktur dan terencana berdasarkan
standar kriteria masing-masing perawat.
2. Tahap kedua adalah mengidentifikasi informasi yang sesuai dengan kriteria
Informasi disini diharapkan untuk lebih mendukung dalam proses asuhan
keperawatan dan sebagai pengukuran kualitas pelayanan keperawatan.
3. Tahap ketiga adalah identifikasi sumber informasi
Dalam memilih informasi yang akurat diharuskan penyeleksian yang ketat dan
berkesinambungan. Beberapa informasi juga didapatkan dari pasien itu sendiri.
4. Tahap keempat adalah mengumpulkan dan menganalisa data
Perawat dapat menyeleksi data dari pasien dan kemudian menganalisa satu-persatu.
5. Tahap kelima adalah evaluasi ulang
Dihahap ini berfungsi untuk meminimkan kekeliruan dalam pengambilan keputusan
pada asuhan dan tidakan keperawatan.

Tujuan keperawatan merupakan hal yang harus direncanakan secara optimal oleh perawat.
Tujuan keperawatan menurut Gillies cit Asmuji (2012) menyebutkan:

1. Tujuan keperawatan harus jelas, sehingga tercipta output keberhasilan yang optimal.
Dari hasil yang optimal maka akan mendukung kinerja dan meningkakan kerja
perawat.
2. Tujuan yang memiliki kriteria sulit dan menantang harus dikolaborasikan dengan tim
sejawat lain maupun tim medis lainnya. Disini perawat tidak diperkenankan untuk
melakukan tindakan secara persepsi tetapi secara rasional berdasarkan hasil diskusi.
3. Tujuan keperawatan diharuskan dapat diukur, berisi ketentuan kuantitatif sehingga
akan lebih mudah membandingkan seberapa besar pencapaian keberhasilan tersebut.
4. Tujuan keperawatan harus berdasarkan waktu yang ditentukan, agar pencapaian target
lebih baik lagi. Waktu yang optimal dilaksanakan dengan target dan tidak
mengesampingkan kolaborasi dengan pasien.

C. Dimensi Mutu Pelayanan Keperawatan


Windy (2009) menyatakan bahwa dimensi mutu dalam pelayanan keperawatan terbagi
kedalam 5 macam, diantaranya:
1. Tangible (bukti langsung)
Merupakan hal-hal yang dapat dilihat dan dirasakan langsung oleh pasien yang
meliputi “fasilitas fisik, peralatan, dan penampilan staf keperawatan”. Sehingga
dalam pelayanan keperawatan, bukti langsung dapat dijabarkan melalui kebersihan,
kerapian, dan kenyamanan ruang perawatan, penataaan ruang perawatan,
kelengkapan, kesiapan dan kebersihan peralatan perawatan yang digunakan, dan
kerapian serta kebersihan penampilan perawat.
2. Reliability (keandalan)
Keandalan dalam pelayanan keperawatan merupakan kemampuan untuk memberikan
“pelayanan keperawatan yang tepat dan dapat dipercaya”, dimana “dapat dipercaya”
dalam hal ini didefinisikan sebagai pelayanan keperawatan yang “konsisten”. Oleh
karena itu, penjabaran keandalan dalam pelayanan keperawatan adalah prosedur
penerimaan pasien yang cepat dan tepat, pemberian perawatan yang cepat dan tepat,
jadwal pelayanan perawatan dijalankan dengan tepat dan konsisten (pemberian
makan, obat, istirahat, dan lain-lain), dan prosedur perawatan tidak berbelat belit.
3. Responsiveness (ketanggapan)
Perawat yang tanggap adalah yang “bersedia atau mau membantu pelanggan” dan
memberikan “pelayanan yang cepat/tanggap”. Ketanggapan juga didasarkan pada
persepsi pasien sehingga faktor komunikasi dan situasi fisik disekitar pasien
merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Oleh karena itu ketanggapan dalam
pelayanan keperawatan dapat dijabarkan sebagai berikut: perawat memberikan
informasi yang jelas dan mudah dimengerti oleh pasien, kesediaan perawat
membantu pasien dalam hal beribadah, kemampuan perawat untuk cepat tanggap
menyelesaikan keluhan pasien, dan tindakan perawat cepat pada saat pasien
membutuhkan.
4. Assurance (jaminan kepastian)
Jaminan kepastian dimaksudkan bagaimana perawat dapat menjamin pelayanan
keperawatan yang diberikan kepada pasien berkualitas sehingga pasien menjadi
yakin akan pelayanan keperawatan yang diterimanya. Untuk mencapai jaminan
kepastian dalam pelayanan keperawatan ditentukan oleh komponen, kompetensi yang
berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan perawat dalam memberikan
pelayanan keperawatan, keramahan yang juga diartikan kesopanan perawat sebagai
aspek dari sikap perawat, dan keamanan yaitu jaminan pelayanan yang menyeluruh
sampai tuntas sehingga tidak menimbulkan dampak yang negatif pada pasien dan
menjamin pelayanan yang diberikan kepada pasien aman.
5. Emphaty (empati)
Empati lebih merupakan “perhatian dari perawat yang diberikan kepada pasien secara
individual”. Sehingga dalam pelayanan keperawatan, dimensi empati dapat
diaplikasikan melalui cara berikut, yaitu: memberikan perhatian khusus kepada setiap
pasien, perhatian terhadap keluhan pasien dan keluarganya, perawatan diberikan
kepada semua pasien tanpa memandang status sosial dan lain-lain.

D. Penilaian Mutu Pelayanan Keperawatan


Penilaian terhadap mutu dilakukan dengan menggunakan pendekatan-pendekatan yang
dikelompokkan dalam tiga komponen, yaitu:
1. Audit Struktur (Input)
Donabedian mengatakan bahwa struktur merupakan masukan (input) yang meliputi
sarana fisik perlengkapan/peralatan, organisasi, manajemen, keuangan, sumber daya
manusia dan sumber daya lainnya dalam fasilitas keperawatan. Baik tidaknya
struktur sebagai input dapat diukur dari jumlah besarnya mutu, mutu struktur,
besarnya anggaran atau biaya, dan kewajaran. Penilaian juga dilakukan terhadap
perlengkapan-perlengkapan dan instrumen yang tersedia dan dipergunakan untuk
pelayanan. Selain itu pada aspek fisik, penilaian juga mencakup pada karakteristik
dari administrasi organisasi dan kualifikasi dari profesi kesehatan. Pendapat yang
hampir sama dikemukakan oleh Tappen, yaitu bahwa struktur berhubungan dengan
pengaturan pelayanan keperawatan yang diberikan dan sumber daya yang memadai.
Aspek dalam komponen struktur dapat dilihat melalui:
a. Fasilitas, yaitu kenyamanan, kemudahan mencapai pelayanan dan keamanan
b. Peralatan, yaitu suplai yang adekuat, seni menempatkan peralatan
c. Staf, meliputi pengalaman, tingkat absensi, ratarata turnover, dan rasio pasien-
perawat
d. Keuangan, yaitu meliputi gaji, kecukupan dan sumber keuangan.

Berdasarkan kedua pendapat di atas, maka pendekatan struktur lebih difokuskan


pada hal-hal yang menjadi masukan dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan,
diantaranya yaitu:

a. Fasilitas fisik, yang meliputi ruang perawatan yang bersih, nyaman dan aman,
serta penataan ruang perawatan yang indah
b. Peralatan, peralatan keperawatan yang lengkap, bersih, rapih dan ditata dengan
baik
c. Staf keperawatan sebagai sumber daya manusia, baik dari segi kualitas maupun
kuantitas
d. Keuangan, yang meliputi bagaimana mendapatkan sumber dan alokasi dana.
2. Proses (Process)
Donabedian menjelaskan bahwa pendekatan ini merupakan proses yang
mentransformasi struktur (input) ke dalam hasil (outcome). Proses adalah kegiatan
yang dilaksanakan secara profesional oleh tenaga kesehatan (perawat) dan
interaksinya dengan pasien.
Dalam kegiatan ini mencakup diagnosa, rencana perawatan, indikasi tindakan,
prosedur dan penanganan kasus. Dengan kata lain penilaian dilakukan terhadap
perawat dalam merawat pasien. Dan baik tidaknya proses dapat diukur dari relevan
tidaknya proses bagi pasien, fleksibelitas/ efektifitas, mutu proses itu sendiri sesuai
dengan standar pelayanan yang semestinya, dan kewajaran (tidak kurang dan tidak
berlebihan). Tappen juga menjelaskan bahwa pendekatan pada proses dihubungkan
dengan aktivitas nyata yang ditampilkan oleh pemberi pelayanan keperawatan.
Penilaian dapat melalui observasi atau audit dari dokumentasi.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendekatan ini difokuskan pada
pelaksanaan pemberian pelayanan keperawatan oleh perawat terhadap pasien dengan
menjalankan tahap-tahap asuhan keperawatan. Dan dalam penilaiannya dapat
menggunakan teknik observasi maupun audit dari dokumentasi keperawatan.
Indikator baik tidaknya proses dapat dilihat dari kesesuaian pelaksanaan dengan
standar operasional prosedur, relevansi tidaknya dengan pasien dan efektifitas
pelaksanaannya.
3. Hasil (Outcome)
Pendekatan ini adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan perawat terhadap pasien.
Dapat berarti adanya perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun
negatif. Sehingga baik tidaknya hasil dapat diukur dari derajat kesehatan pasien dan
kepuasan pasien terhadap pelayanan perawatan yang telah diberikan (Donabedian).
Sedangkan Tappen menjelaskan bahwa outcome berkaitan dengan hasil dari aktivitas
yang diberikan oleh petugas kesehatan. Hasil ini dapat dinilai dari efektifitas dari
aktivitas pelayanan keperawatan yang ditentukan dengan tingkat kesembuhan dan
kemandirian. Sehingga dapat dikatakan bahwa fokus pendekatan ini yaitu pada hasil
dari pelayanan keperawatan, dimana hasilnya adalah peningkatan derajat kesehatan
pasien dan kepuasan pasien. Sehingga kedua hal tersebut dapat dijadikan indikator
dalam menilai mutu pelayanan keperawatan.

E. Upaya Peningkatan Mutu


Peningkatan mutu dapat dilakukan dengan berebagai cara yang dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Mengembangkan akreditasi dalam meningkatkan mutu rumah sakit
2. ISO 9001:2000 yaitu standar internasional untuk sistem manajeman kualitas yang
bertujuan untuk menjamin kesesuaian proses pelayanan keperawatan
3. Memperbaharui keilmuan untuk menjamin tindakan medis dan tindakan keperawatan
didukung oleh bukti ilmiah yang mutakhir
4. Good corporate governance
5. Clinical governance
6. Mengembangkan aliansi dengan rumah sakit di dalam ataupun luar negeri
7. Melakukan evaluasi terhadap strategi pembiayaan
8. Orientasi ada pada pelayanan (Nursalam, 2014).

F. Strategi Mutu Pelayanan Keperawatan


1. Quality Assurance (Jaminan Mutu)
Quality Assurance mulai digunakan di rumah sakit sejak tahun 1960-an implementasi
pertama yaitu audit keperawatan. Strategi ini merupakan program untuk mendesain
standar pelayanan keperawatan dan mengevaluasi pelaksanaan standar tersebut.
Dengan demikian quality assurance dalam pelayanan keperawatan adalah kegiatan
menjamin mutu yang berfokus pada proses agar mutu pelayanan keperawatan yang
diberikan sesuai dengan standar. Dimana metode yang digunakan adalah:
a. Audit internal dan surveilan untuk memastikan apakah proses pengerjaannya
(pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien) telah sesuai dengan
standar operating procedure (SOP)
b. Evaluasi proses
c. Mengelola mutu
d. Penyelesaian masalah. Sehingga sebagai suatu system (input, proses, outcome),
menjaga mutu pelayanan keperawatan difokuskan hanya pada satu sisi yaitu
pada proses pemberian pelayanan keperawatan untuk menjaga mutu pelayanan
keperawatan
2. Continuous Quality Improvement (Peningkatan Mutu Berkelanjutan)
Continuous Quality Improvement dalam pelayanan kesehatan merupakan
perkembangan dari Quality Assurance yang dimulai sejak tahun 1980-an. Ada
perbedaan sedikit yaitu Total Quality Management dimaksudkan pada program
industry sedangkan Continuous Quality Improvement mengacu pada klinis.
Continuous Quality Improvement itu merupakan upaya peningkatan mutu secara
terus menerus yang dimotivasi oleh keinginan pasien. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan mutu yang tinggi dalam pelayanan keperawatan yang komprehensif
dan baik, tidak hanya memenuhi harapan aturan yang ditetapkan standar yang
berlaku.
Sehingga dapat dikatakan bahwa Continuous Quality Improvement dalam
keperawatan adalah upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan secara
terus menerus yang memfokuskan mutu pada perbaikan mutu secara keseluruhan dan
kepuasan pasien. Oleh karena itu perlu dipahami mengenai karakteristik-karakteristik
yang dapat mempengaruhi mutu dari outcome yang ditandai dengan kepuasan pasien.
3. Total quality manajemen (TQM)
Total Quality Manajemen (manajemen kualitas menyeluruh) adalah suatu cara
meningkatkan performansi secara terus menerus pada setiap level operasi atau
proses, dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan
semua sumber daya manusia dan modal yang tersedia dan berfokus pada kepuasan
pasien dan perbaikan mutu menyeluruh. (Windy, 2009)
G. Manfaat Program Jaminan Mutu Kesehatan
Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang dilakukan secara berkesinambungan,
sistematis, objektif dan terpadu dalam menetapkan masalah dan penyebab masalah mutu
pelayanan kesehatan berdasarkan standar yang telah ditetapkan, menetapkan dan
melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan yang tersedia, serta
menilai hasil yang dicapai dan menyusun saran-saran tindak lanjut untuk lebih
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan (Herlambang, 2016).
Menurut Herlambang (2016), menyatakan bahwa manfaat dari program jaminan mutu
adalah:
1. Dapat Meningkatkan Efektifitas Pelayanan Kesehatan
Peningkatan efektifitas pelayanan kesehatan ini erat hubungannya dengan dapat
diatasinya masalah kesehatan secara tepat, karena pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan telah sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi ataupun standar
yang telah ditetapkan.
2. Dapat Meningkatkan Efisiensi Pelayanan Kesehatan
Peningkatan efisiensi yang dimaksudkan ini erat hubungannya dengan dapat
dicegahnya pelayanan kesehatan yang dibawah standar ataupun yang berlebihan.
Biaya tambahan karena harus menangani efek samping atau komplikasi karena
pelayanan kesehatan dibawah standar dapat dihindari. Demikian pula halnya mutu
pemakaian sumber daya yang tidak pada tempatnya yang ditemukan pada pelayanan
yang berlebihan.
3. Dapat Meningkatkan Penerimaan Masyarakat Terhadap Pelayanan Kesehatan
Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuainya pelayanan
kesehatan dengan kebutuhan dan tuntutan pemakai jasa pelayanan. Apabila
peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan, pada gilirannya pasti akan berperan
besar dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
4. Dapat Melindungi Penyelenggara Pelayanan Kesehatan dan Kemungkinan
Timbulnya Gugatan Hukum
Pada saat ini sebagai akibat makin baiknya tingkat pendidikan masyarakat, maka
kesadaran hukum masyarakat juga telah semakin meningkat. Untuk mencegah
kemungkinan gugatan hukum terhadap penyelenggara pelayanan kesehatan, antara
lain karena ketidakpuasan terhadap pelayanan kesehatan, perlulah diselenggarakan
pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya.
H. Pengembangan Standar Pelayanan Keperawatan
1. Standar 1
Falsafah dan tujuan Pelayanan keperawatan diorganisasi dan dikelola agar dapat
memberikan asuhan keperawatan yang optimal bagi pasien sesuai dengan standar
yang ditetapkan. Kriteria:
a. Dokumen tertulis yang memuat tujuan pelayanan keperawatan harus
mencerminkan peran rumah sakit, dan harus menjadi acuan pelayanan
keperawatan serta diketahui oleh semua unit lain. Dokumen ini harus selalu
tersedia untuk semua petugas pelayanan keperawatan
b. Setiap unit keperawatan dapat mengembangkan sendiri tujuan khusus pelayanan
keperawatan.
c. Dokumen ini harus disempurnakan paling sedikit setiap 3 tahun.
d. Bagan struktur organisasi harus memperlihatkan secara jelas garis komando,
tanggung jawab, kewenangan serta hubungan kerja dalam pelayanan
keperawatan dan hubungan dengan unit lain.
e. Uraian tugas tertentu yang tertulis harus diberikan kepada setiap petugas hal hal
sebagai berikut:
1) Kualifikasi yang dibutuhkan untuk jabatan petugas yang bersangkutan garis
kewenangan
2) Fungsi dan tanggungjawab
3) Frekuensi dan jenis penilaian kemamapuan staf
4) Masa kerja dan kondisi pelayanan (Etika LavleeHongki, 2012)
2. Standar 2
Administrasi dan pengelolaan Pendekatan sistematika yang digunakan untuk
memberikan asuhan keperawatan yang berorientasi pada kebutuhan pasien. Kriteria:
a. Asuhan keperawatan mencerminkan standar praktek keperawatan yang berlaku
dan ditujukan pada pasien atau keluarganya, yang mencakup asuhan
keperawatan dasar, penugasan pasien atau keperawatan terpadu.
b. Perawat bertanggungjawab terhadap semua aspek asuhan keperawatan
c. Staff keperawatan senantiasa harus menghormati hak keleluasaan pribadi,
martabat dan kerahasiaan pasien.
d. Staff keperawatan berpartisipasi pada berbagai pertemuan tentag asuhan pasien
e. Penelitian keperawatan
f. Bila penelitian keperawatan dilakukan, hak asasi pasien harus dilindungi sesuai
dengan pedoman yang berlaku dengan menjunung tinggi etika profesi (Etika
LavleeHongki, 2012)
3. Standar 3
Staff dan pimpinan Pelayanan keperawatan dikelola untuk mencapai tujuan
pelayanan. Kriteria:
a. Pelayanan keperawatan dipimpin oleh seorang perawat yang mempunyai
kualifikasi manager.
b. Kepala keperawatan mempunyai kewenangan atau bertanggungjawab bagi
berfungsinya pelayanan keperawatan sebagai anggota pimpinan harus aktif
menghadiri rapat pimpinan.
c. Apabila kepala perawatan berghalangan harus ada seorang perawat pengganti
yang cakap dapat diserahi tanggungjawab dan kewenangan.
d. Setiap perawat harus mempunyai izin praktek perawat yang masi berlaku dan
berkualifikasi professional sesuai jabatan yang didudukinya.
e. Jumlah dan jenis tenaga keperawatan disesuaikan dengan kebutuhan pasien
fasilitas dan peralatan (Etika LavleeHongki, 2012)
4. Standar 4
Fasilitas dan peralatan harus memadai untuk mencapai tujuan peayanan keperawatan.
Kriteria:
a. Tersedianya tempat dan peralatan yang sesuai untuk melaksanakan tugas
b. Bila digunakan peralatan khusus, peralatan tersebut dijalankan oleh staf yang
telah mendapatkan pelatihan. (Etika LavleeHongki, 2012)
5. Standar 5
Kebijakan dan prosedur Adanya kebijakan dan prosedur secara tertulis yang sesuai
dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan prinsip praktek keperawatan yang konsisten
dengan tujuan pelayanan keperawatan. Kriteria:
a. Kepala keperawatan bertanggung jawab terhadap perumusan dan pelaksanaan
kebijakan dan prosedur keperawatan.
b. Staf keperawatan yang aktif terlibat dalam asuhan langsung kepada pasien harus
diikut sertakan dalam perumusan kebijakan dan prosedur keperawatan.
c. Ada bukti bahwa staf keperawatan bertindak berdasarkan ketentuan hukum yang
mengatur standar pratek keperawatan dan berpedoman pada etika profesi yang
berlaku.
d. Ada kebijakan mengenai ruang lingkup dan batasan tanggung jawab serta
kegiatan staf keperawatan Pengertian: Sebagai contoh kebijakan ialah
penyuntikan/ pengobatan pada terapi intravena, pemberian darah dan produk
darah, menerima pesan melalui telepon, pemberian informasi kepada mass media
dan polisi, pencatatan dan pelaporan, pelaksanaan prosedur kerja.
e. Tersedianya pedoman praktek keperawatan yang meliputi:
1) Prinsip-prinsip yang mendasari prosedur
2) Garis besar prosedur
3) Kemungkinan perawat menyesuaikan prosedur terhadap kebutuhan pasien.
(Etika LavleeHongki, 2012)
6. Standar 6
Pengembangan staf dan program pendididkan Harus ada program pengembangan dan
pendidikan berkesinambungan agar setiap keperawatan dapat meningkatkan
kemampuan profesionalnya. Kriteria:
a. Program pengembangan staf dikoordinasi oleh seorang perawat terdaftar
b. Tujuan program orientasi dan pelatihan harus mengacu pada efektifitas program
pelayanan.
c. Tersedianya program orientasi bagi smua staf keperawatan yang baru dan bagi
perawat yangbaru ditempatkan pada bidang khusus, meliputi :
1) Informasi tentang hubungan antara pelayana keperawatan dengan rumah
sakit
2) Penjelasan mengenai kebijakan dan prosedur kerja dirumah sakit dan
pelayanan keperawatan
3) Penjelasan mengenai metode penugasan asuhan keperawatan dan standar
praktek keperawatan.
4) Prosedur penilaian terhadap staf keperawatan
5) Penjelasan mengenai tugas dan fungsi khusus , garis kewenangan, dan ruang
lingkup tanggung jawab
6) Cara untuk mendapatkan bahan – sumber yang tepat
7) Identifikasi kebutuhan belajar bagi tiap individu
8) Petunjuk mengenai prosedur pengamanan yang harus diikuti
9) Pelatihan mengenai tekhnik pertolongan hidup dasar (basic life support).
d. Pencatatan kehadiran staf dalam program pengembanagan harus disimpan
dengan baik. (Etika LavleeHongki, 2012
7. Standar 7
Evaluasi dan pengendalian mutu Pelayanan keperawatan menjamin adanya asuhan
keperawatan yang mutu tinggi dengan terus menerus melibatkan diri dalam program
pengendalian mutu dirumah sakit. Kriteria:
a. Adanya rencana tertulis untuk melaksanakan program pengendalian mutu
keperawatan.
b. Program pengendalian mutu keperawatan meliputi:
1) Pelayanan keperawatan terhadap standar yang telah ditetapkan.
2) Penampilan kerja semua tenaga perawat.
3) Proses dan hasil pelayanan keperawatan.
4) Tersedianya pendayagunaan sumber daya dari rumah sakit.
c. Perawat terdaftar ditugaskan untuk mengkoordinasi program ini. Kegiatan
pengendalian mutu meliputi hal-hal:
1) Pemantauan: pengumpulan informasi secara rutin tentang pemberian
pelayanan yang penting. Pengkajian: pengkajian secara periode tentang
2) Informasi tersebut diatas untuk mengidentififkasi maslaah penting dalam
pemberian pelayanan dan kemungkinan untuk mengatasinya.
3) Tindakan: bila dan kemungkinan untuk mengatasi telah diketahui maka
tindakan harus diambil.
4) Evaluasi: keefektifan tindakan yang diambil harus di efaluasi untuk
dimanfaatkan dalam jangga panjang.
5) Umpan balik: hasil kegiatan dikomunikasikan kepada staf secara teratur.
d. Daftar hadir dan periksalah pertemuan disimpan,yang secara teliti mencerminkan
transaksi, kesimpulan, rekomendasi, tindakan yang diambil, dan hasil tindakan
tersebut, sebagai hasil dari kegiatan-kegiatan pengendalian mutu. (Etika
LavleeHongki, 2012)

I. Peran Pemimpin dalam Meningkatkan Mutu Pelayanan Keperawatan


Dalam menyikapi tantangan global terhadap tuntutan pelayanan keperawatan maka
diperlukan suatu kinerja kepemimpinan yang baik (leadership behavior). Berbagai kondisi
yang mempengaruhi pelayanan keperawatan saat ini adalah tingginya angka kematian ibu
dan bayi, gizi buruk, penyakit infeksi menular, degenerative, HIV/AIDS, flu burung,
SARS, tingginya angka dari gangguan kesehatan mental, dan lain lain.
Anggri (2011) menyatakan peran sebagai seorang pemimpin dalam pelayanan
keperawatan adalah menjadi model kepemimpinan yang berpusat pada prinsip (principle
centered leadership). Jika seseorang atau organisasi mempunyai sutu prinsip dalam hal
kepemimpinan, maka akan menjadi model bagi orang ataupun organisasi lainnya. Suatu
model, karakter, dan kompetensi akan menghasilkan sikap kepercayaan yang didapatkan
dari orang lain maupun lingkungan sekitar. Model kepemimpinan adalah suatu kombinasi
diri kita sebagai pribadi dan kompetensi yang telah kita kerjakan sehingga kedua kualitas
ini dapat mewakili potensi kita sebagai leadership.
Menurut keputusan mentri kesehatan republik Indonesia (2005) peran kepemimpinan
dalam bidang pendidikan keperawatan dapat diterapkan dalam tatanan akademik maupun
tatanan klinik, dimana keduanya sangat berperan penting dalam membentuk seseorang
yang profesional dan dapat mengembangkan profesi kepemimpinan yang dimiliki. Untuk
itu sangat diperlukan kemampuan institusi pendidikan dalam membangun pelayanan
keperawatan seperti yang ada pada puskesmas, rumah sakit dan pelayanan keperawatan
lainnya.
Upaya dalam peningkatan mutu pelayanan keperawatan dapat dilaksanakan melalui
clinical governance yang merupakan suatu cara atau system yang menjamin dan
meningkatkan mutu pelayanan secara sistematis dan efisien dalam suatu organisasi
kesehatan seperti halnya rumah sakit. Upaya peningkatan mutu sangat terkait dengan
standar baik secara input, proses maupun outcome. Standar outcome sangatlah penting
sebagai indicator mutu klinis. Dalam adanya penetapan indicator mutu pelayanan
keperawatan maka dapat memonitoring pencapaian outcome yang diharapkan atau
menjadi tujuan dari pelayanan keperawatan. Upaya peningkatan mutu pelayanan
keperawatan tidak dapat dipisahkan dengan upaya standarisasi pelayanan keperawatan,
karena itu pelayanan keperawatan di rumah sakit wajib memiliki standar pelayanan
keperawatan. Tanpa adanya standar sulit untuk melakukan pengukuran mutu layanan.
Standar pelayanan medis disusun oleh Ikatan Dokter Indonesia, sebagai salah satu upaya
penertiban dan peningkatan manajemen rumah sakit dengan memanfaatkan
pendayagunaan segala sumber daya yang ada pada rumah sakit agar mencapai hasil
pelayanan keperawatan yang seoptimal mungkin. Pasien safety dan kepuasan pasien
dalam pelayanan medis juga merupakan indikator yang sangat penting (Anggri, 2011).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manajemen mutu dalam pelayanan keperawatan merupakan suatu pelayanan keperawatan
yang komprehensif meliputi bio-psiko-sosio-spiritual yang diberikan oleh perawat
profesional kepada pasien (individu, keluarga maupun masyarakat) baik sakit maupun
sehat, dimana perawatan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien dan standar
pelayanan. Secara sederhana proses kendali mutu (Quality Control) dimulai dari
menyusun strandar–standar mutu, selanjutnya mengukur kinerja dengan membandingkan
kinerja yang ada dengan standar yang telah ditetapkan. Apabila tidak sesuai, dilakukakan
tindakan koreksi. Bila diinginkan peningkatan kinerja perlu menyusun standar baru yang
lebih tinggi dan seterusnya.
Dalam Manajemen Mutu dalam Pelayanan Keperawatan ada beberapa Dimensi mutu
yang mencerminkan segala pelayanan keperawatan tersebut diantaranya yaitu Dimensi
Tangible atau bukti fisik, Dimensi Reliability atau keandalan, Dimensi Responsiveness
atau ketanggapan, Dimensi Assurance atau jaminan dan kepastian, dan Empati.
Penilaian Mutu Pelayanan Keperawatan berupa Audit Struktur (Input, Proses (Process),
Hasil (Outcome). Dalam Manajemen Mutu dalam Pelayanan Keperawatan terdapat
Strategi Mutu Pelayanan Keperawatan, diantaranya Quality Assurance (Jaminan Mutu),
Total quality manajemen (TQM). Peran sebagai seorang pemimpin dalam pelayanan
kesehatan adalah menjadi model kepemimpinan yang berpusat pada prinsip (principle
centered leadership).
B. Saran
Penulis sadar bahwa penyusunan resume ini jauh dari sempurna. Untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Penulis berharap pembuatan resume ini
dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi mahasiswa sehingga dapat memahami
Mata Ajar Manajemen Keperawatan Mutu Pelayanan Keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Nursalam. 2014. Manajeman Keperawatan Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional.
Edisi Ke 4. Salemba Medika. Jakarta
Robbins. Stephen P. 2008. Perilaku Organisasi. Buku kedua, Edisi ke-12. Salemba Medika.
Jakarta.
Satrianegara, M. Fais. 2014. Organisasi dan Manajemen Pelayanan Kesehatan: Teori dan
Aplikasi dalam Pelayanan Puskesmas dan Rumah Sakit. Jakarta: Salemba Medika.
Sabarguna, B. S. 2006. Sistem Bantu Keputusan Untuk Quality Management. Konsorsium
RS Islam Jateng. Yogyakarta.
Walgito, Bimo. 2010. Pengantar Psikologi Umum. Andi. Yogyakarta.
Wijono, Dj. 2011. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan: Teori, Strategi dan Aplikasi
Volume 2. Cetakan Kedua. Surabaya. Airlangga Unniversity Press.

Anda mungkin juga menyukai