Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

EPIDEMIOLOGI KLINIS DALAM KEBIDANAN (NIFAS)


Dosen Pengampu: Dwi Yulinda, S.Si. T.,M.Keb

Disusun Oleh: Kelompok 3

Anggi Veren Nita (222207119)


Bella Nurmala (222207120)
Rana Ismawati (222207121)

PROGRAM STUDI KEBIDANAN (S-1)


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Karunia-
Nya kami dapat menyelesaikan Tugas Makalah pada Mata Kuliah Penelitian Dalam
Kebidanan Dengan Judul Epidemiologi Klinis Dalam Kebidanan (Nifas). Adapun
maksud dan tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui Epidemiologi
Klinis Dalam Kebidanan (Nifas).

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami mengucapkan Terima kasih semoga Makalah


Epidemiologi Klinis Dalam Kebidanan (Nifas) ini bisa bermanfaat bagi seluruh
mahasiswa/i Program Studi Kebidanan S-1 Fakultas Kesehatan Universitas
Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.

Yogyakarta, 30 Oktober 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................


BAB I PENDAHULUAN ................................................................................
A. Latar Belakang .....................................................................................
B. Rumusan Masalah ................................................................................
C. Tujuan...................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................


2.1 Pengertian Nifas ....................................................................................
2.2 Tahapan Masa Nifas ..............................................................................
2.3 Gangguan Psikologis Pada Masa Nifas ................................................
2.4 Pengertian Postpartum Blues.................................................................
2.5 Faktor Resiko Postpartum Blues ...........................................................
2.6 Kasus .....................................................................................................

BAB III PENUTUP..........................................................................................


3.1 Kesimpulan ............................................................................................
3.2 Saran ......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masa nifas merupakan masa yang dilalui oleh setiap wanita setelah
melahirkan. Masa ini berlangsung sejak plasenta lahir sampai dengan 6 minggu
setelah kelahiran atau 42 hari setelah kelahiran. Pada masa tersebut dapat terjadi
komplikasi persalinan baik secara langsung maupun tidak langsung. Masa nifas
ini merupakan masa yang cukup penting bagi tenaga kesehatan khususnya bidan
untuk selalu melakukan pemantauan terhadap ibu karena pelaksanaan yang
kurang maksimal dapat menyebabkan ibu mengalami berbagai masalah, bahkan
dapat berlanjut pada komplikasi masa nifas seperti sepsis puerperalis. Jika
ditinjau dari penyebab kematian ibu, infeksi merupakan penyebab kematian
terbanyak nomor dua setelah perdarahan sehingga sangat tepat jika tenaga
kesehatan memberikan perhatian yang tinggi pada masa ini.
Pelayanan kesehatan ibu nifas harus dilakukan minimal tiga kali sesuai
jadwal yang dianjurkan, yaitu pada enam jam sampai dengan tiga hari pasca
persalinan, pada hari ke empat sampai dengan hari ke-28 pasca persalinan, dan
pada hari ke-29 sampai dengan hari ke-42 pasca persalinan. Jenis pelayanan
kesehatan ibu nifas yang diberikan terdiri dari: pemeriksaan tanda vital (tekanan
darah, nadi, nafas, dan suhu), pemeriksaan tinggi puncak rahim (fundus uteri),
pemeriksaan lokhia dan cairan pervaginam lain,pemeriksaan payudara dan
pemberian anjuran ASI eksklusif, pemberian komunikasi, informasi, dan
edukasi (KIE) kesehatan ibu nifas dan bayi baru lahir, termasuk keluarga
berencana pasca persalinan, pelayanan keluarga berencana pasca persalinan.
Postpartum blues (baby blues) dapat disebabkan oleh banyak faktor,
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kejadian tersebut antara lain,
adaptasi psikologis dimana seorang ibu akan lebih sensitif dalam segala hal
terutama berkaitan dengan bayinya selain itu usia ibu, paritas, pendidikan,
pekerjaan, dan dukungan sosial. Postpartum blues (baby blues) sering dianggap
ringan dan kurang mendapat perhatian di Indonesia, meskipun banyak yang
mengalami mereka sering menganggap hanya efek samping dari kelelahan
setelah melahirkan (Oktiriani, 2017). Hal ini juga yang menyebabkan kurang
adanya konsultasi dan pelaporan kepada pihak kesehatan, terutama bagi seorang
ibu yang mengalami postpartum blues (baby blues), dikarenakan kurangnya
pengetahuan tentang tanda dan gejala yang dialami oleh seorang ibu.
Dampak postpartum blues (baby blues) pada bayi yaitu dapat menghambat
tumbuh kembang bayi, seperti keterlambatan bahasa dan IQ rendah, serta ibu
yang mengalami depresi juga akan sulit dalam memahami emosional bayinya.
Kondisi seorang ibu yang tidak mampu memahami dengan baik kebutuhan
bayinya dapat menimbulkan stress pada bayi, semakin lama sang ibu akan
merasa dan menilai dirinya sebagai kegagalan menjadi seorang ibu yang
sempurna, hal ini yang akan menyebabkan semakin memperburuk keadaan
(Surjaningrum dkk., 2018). Adapun kasus postpartum blues (baby blues) yang
banyak beredar di media masa dengan beberapa kasus yang berbeda misalnya,
pembunuhan bayi yang dilakukan oleh ibu kandung karena tidak kuat
mendengar perkataan dari tetangga karena asi dari ibu tidak bisa keluar,
perubahan fisik yang dialami, muncul rumor yang membuat ibu merasa rendah
di keluarga besar dan tetangganya, adapun karena faktor ekonomi, faktor
pekerjaan, faktor dari keluarga juga sangat mempengaruhi munculnya
postpartum blues (baby blues) dan juga disebabkan karena pengetahuan yang
kurang.
Postpartum blues (baby blues) bisa menjadi gejala gangguan depresi mayor,
lebih dari 20% perempuan mengalami gangguan depresi mayor dalam waktu
satu tahun setelah melahirkan jika tidak ditangani dengan serius, ini akan
berkembang menjadi depresi postpartum dan yang paling parah dapat
berkembang menjadi menjadi postpartum psychosis (Yunita et al., 2021).
Postpartum blues (baby blues) sering menyebabkan terputusnya komunikasi
antara ibu dan bayi serta mengganggu perhatian dan bimbingan yang
dibutuhkan bayi untuk berkembang secara normal.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa Yang Dimaksud Nifas?
1.2.2 Apa Saja Tahapan Masa Nifas?
1.2.3 Apa Saja Gangguan Psikologis Pada Masa Nifas?
1.2.4 Apa Yang Dimaksud Dengan Postpartum Blues?
1.2.5 Apa Saja Faktor Resiko Postpartum Blues?
1.2.6 Apa Saja Kasusnya?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk Mengetahui Pengertian Nifas
1.3.2 Untuk Mengetahui Tahapan Masa Nifas
1.3.3 Untuk Mengetahui Gangguan Psikologi Pada Masa Nifas
1.3.4 Untuk Mengetahui Pengertian Postpartum Blues
1.3.5 Untuk Mengetahui Faktor Dari Postpartum Blues
1.3.6 Untuk Mengetahui Khasus
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Nifas
Masa nifas atau postpartum disebut juga puerpurium yang berasal dari
bahasa latin yaitu dari kata “Puer” yang artinya bayi dan “Parous” berarti
melahirkan. Nifas yaitu darah yang keluar dari rahim karena sebab melahirkan
atau setelah melahirkan (Anggraeni, 2010).

Masa nifas (puerpurium) dimulai sejak plasenta lahir dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung kira-kira 6 minggu. Puerperium (nifas) berlangsung selama 6
minggu atau 42 hari, merupakan waktu yang diperlukan untuk pulihnya alat
kandungan pada keadaan yang normal (Ambarwati dan Wulandari, 2010).

Jadi masa nifas adalah masa yang dimulai dari plasenta lahir sampai alat-
alat kandungan kembali seperti sebelum hamil, dan memerlukan waktu kira-kira
6 minggu.

2.2 Tahapan Masa Nifas

Tahapan masa nifas adalah sebagai berikut:

a. Puerperium Dini
Kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-
jalan. Dalam agama Islam dianggap bersih dan boleh bekerja setelah 40
hari.
b. Puerperium Intermedial
Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu.
c. Remote Puerperium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama
bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu
untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan, tahunan
(Anggraeni, 2010).
2.3 Gangguan Psikologi Masa Nifas

Gangguan psikologis pasca persalinan dibagi menjadi 3, yaitu : 1.


Postpartum blues, 2. Depresi pasca persalinan, 3. Psikosis pasca persalinan.
Marcé Society, suatu organisasi internasional yang mendedikasikan diri untuk
melakukan penelitian mengenai kelainan psikiatri pasca persalinan,
mendefinisikan penyakit psikiatri pasca persalinan sebagai suatu episode yang
terjadi dalam satu tahun setelah kelahiran bayi. Ketiga gangguan tersebut
memiliki gejala yang saling tumpang tindih, belum jelas apakah kelainan
tersebut merupakan kelainan yang terpisah, lebih mudah dipahami seandainya
ketiganya dianggap sebagai suatu kejadian yang berkesinambungan. Adanya
ketidakdekatan atau ketidakcocokan orang tua dan bayi maka diperlukan
intervensi ahli lebih lanjut (rujukan) untuk memastikan proses ikatan.

a. Reaksi Penyesuaian dengan Perasaan Depresi (Postpartum Blues/Baby


Blues)
Postpartum blues sering disebut jugamaternity blues atau baby
syndrome, yaitu kondisi transien dalam periode sementara terjadinya
depresi dari peningkatan reaktifitas emosional yang dialami oleh
separuh dari wanita yang seringkali terjadi selama beberapa hari
pertama atau dalam jangka waktu satu minggu pasca persalinan dan
cenderung lebih buruk pada hari ketiga dan keempat (Suririnah, 2008).
Postpartum Blues menurt Ambarwati (2009) adalah perasaan sedih yang
dialami oleh ibu setelah melahirkan, hal ini berkaitan dengan bayinya.
Menurut Cunninghum (2006), postpartum blues adalah gangguan
suasana hati yang berlangsung selama 3-6 hari pasca melahirkan.
Berdasarkan pengertian dari beberapa sumber, maka dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan postpartum blues adalah suasana hati
yang dirasakan oleh wanita setelah melahirkan yang berlangsung selama
3-6 hari dalam 14 hari pasca melahirkan, dimana perasaan ini berkaitan
dengan bayinya.
Gejala-gejala Baby blues antara lain, ibu mengalami perubahan
perasaan, menangis, cemas, kesepian, khawatir mengenai bayinya, tidak
mampu beradaptasi, sensitif, tidak nafsu makan, sulit tidur, penurunan
gairah seks dan kurang percaya diri terhadap kemampuan menjadi
seorang ibu. Seringkali terjadi pada saat ibu masih dirawat di rumah
sakit atau klinik bersalin, tetapi juga bisa berlangsung setelah ibu di
rumah. Baby blues lebih berat dialami oleh ibu primipara daripada
multipara. Baby blues dapat sembuh kembali tanpa pengobatan, namun
bila gejala-gejala baby blues terjadi menetap atau memburuk, ibu
membutuhkan evaluasi lebih lanjut terhadap depresi pascapartum.
Gejala klinis jelas terlihat dari hari ke 3-5, berlangsung beberapa hari
sampai 2 minggu dan menghilang dalam beberapa hari kemudian. Oleh
karena begitu umum, keadaan ini tidak dianggap sebagai penyakit.
Postpartum blues tidak mengganggu kemampuan seorang wanita untuk
merawat bayinya sehingga ibu dengan postpartum blues masih bisa
merawat bayinya. Kecenderungan untuk mengembangkan postpartum
blues tidak berhubungan dengan penyakit mental sebelumnya dan tidak
disebabkan oleh stress. Namun stress dan riwayat depresi dapat
memengaruhi postpartum blues menjadi depresi besar. Lebih dari 70
faktor resiko dilaporkan sebagai penyebab postpartum blues. Faktor
risiko tersebut antara lain :
1) Perubahan fisik selama beberapa bulan kehamilan.
Ketidaknyamanan fisik dan ketidakmampuan beradaptasi
terhadap perubahan yang terjadi menimbulkan perasaan emosi
ibu postpartum, misalnya rasa sakit akibat luka jahit atau
bengkak pada payudara.
2) Kelelahan fisik karena aktivitas mengasuh bayi, menyusui,
memandikan, mengganti popok dan menimang sepanjang hari
bahkan tak jarang di malam buta sangat menguras tenaga.
Apalagi jika tidak ada bantuan dari suami atau anggota keluarga
yang lain.
3) Faktor hormonal, berupa perubahan cepat kadar estrogen,
progesteron, prolaktin dan estriol yang terlalu rendah. Kadar
estrogen turun secara bermakna setelah melahirkan dan
memiliki efek supresi terhadap aktivitas enzim monoaminasi
oksidan atau enzim non adrenalin yaitu suatu enzim otak yang
bekerja menginaktivasi, baik noradrenalin maupun serotonin
yang berperan dalam suasana hati dan kejadian depresi. Setelah
melahirkan dan lepasnya plasenta dari dinding rahim, tubuh ibu
mengalami perubahan besar dalam jumlah hormon tersebut
sehingga membutuhkan waktu untuk penyesuaian diri.
4) Penyesuaian emosional akibat perubahan perasaan yang dialami
ibu saat hamil sehingga sulit menerima kehadiran bayinya, yang
merupakan respon alami terhadap rasa lelah yang dirasakan.
Dimana kehadiran seorang bayi dapat membuat perbedaan besar
dalam kehidupan ibu dalam hubungannya dengan suami,
orangtua, maupun anggota keluarga lain.
5) Faktor demografik yaitu umur dan paritas (jumlah anak). Umur
yang terlalu muda untuk melahirkan, sehingga dia memikirkan
tanggung jawabnya sebagai seorang ibu untuk mengurus
anaknya. Sedangkan postpartum blues banyak terjadi pada ibu
primipara, mengingat baru memasuki perannya sebagai seorang
ibu tetapi tidak menutup kemungkinan juga terjadi pada ibu yang
pernah melahirkan, yaitu jika ibu mempunyai riwayat
postpartum blues sebelumnya. Beberapa penelitian menyatakan
hubungan antara faktor demografis tersebut dengan depresi
pasca persalinan di asia menunjukkan hubungan yang kuat.
b. Gangguan alam perasaan mayor pascapartum (Depresi Pasca
Persalinan)
Depresi pasca melahirkan ini biasa disebut depresi berat yang terjadi
bila ibu merasakan kesedihan yang berlebihan karena kebebasan,
otonomi, interaksi sosial, dan kemandiriannya berkurang. Gangguan
psikologis ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan gangguan
psikologis lainnya, hanya saja yang membedakan terletak pada
frekuensi, intensitas, serta durasi berlangsungnya gejala-gejala yang
timbul.
c. Psikosis pasca persalinan (Postpartum Kejiwaan)
Postpartum psikosis adalah masalah kejiwaan serius yang dialami
ibu setelah proses persalinan dan ditandai dengan agitasi yang hebat,
pergantian perasaan yang cepat, depresi dan delusi. Wanita yang
mengalami postpartum psikosis ini membutuhkan perawatan segera dan
pengobatan psikiater (Nirwana, 2011). Psikosis pasca persalinan pada
umumnya merupakan gangguan bipolar namun bisa merupakan
perburukan dari gangguan depresi mayor. Angka kejadian terjadinya
psikosis postpartum ini adalah 1-2 per 1000 dari ibu yang baru
melahirkan, biasanya terjadi dalam 3 bulan pertama postpartum.
Psikosis pasca persalinan merupakan bentuk terburuk dari kelainan
psikiatri pasca persalinan. Onset terjadi pada minggu ke 2 hingga 4
pasca persalinan.

2.4 Pengertian Postpartum Blues

Postpartum merupakan masa atau waktu sejak bayi dilahirkan, sampai


dengan kembali pulihnya organ kandungan ibu seperti keadaan sebelum hamil.
Pada masa postpartum ibu banyak mengalami perubahan psikologis untuk
menghadapi masa nifas, bila tidak ditangani dengan baik dapat membahayakan
kesehatan bagi ibu pada masa nifas. Menurut Rini & Kumala (2017),
perubahan psikologis ini terjadi pada masa postpartum yang terdiri dari tiga
periode penyesuaian seorang ibu terhadap peran barunya menjadi orang tua
yaitu ada periode taking in (fase ketergantungan), periode taking hold (fase
transisi antara ketergantungan dan kemandirian) dan periode letting go (fase
mandiri).

Postpartum blues (baby blues) dapat disebabkan oleh banyak faktor,


beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kejadian tersebut antara lain,
adaptasi psikologis dimana seorang ibu akan lebih sensitif dalam segala hal
terutama berkaitan dengan bayinya selain itu usia ibu, paritas, pendidikan,
pekerjaan, dan dukungan sosial. Postpartum blues (baby blues) sering dianggap
ringan dan kurang mendapat perhatian di Indonesia, meskipun banyak yang
mengalami mereka sering menganggap hanya efek samping dari kelelahan
setelah melahirkan (Oktiriani, 2017). Hal ini juga yang menyebabkan kurang
adanya konsultasi dan pelaporan kepada pihak kesehatan, terutama bagi
seorang ibu yang mengalami postpartum blues (baby blues), dikarenakan
kurangnya pengetahuan tentang tanda dan gejala yang dialami oleh seorang
ibu.

Dampak postpartum blues (baby blues) pada bayi yaitu dapat menghambat
tumbuh kembang bayi, seperti keterlambatan bahasa dan IQ rendah, serta ibu
yang mengalami depresi juga akan sulit dalam memahami emosional bayinya.
Kondisi seorang ibu yang tidak mampu memahami dengan baik kebutuhan
bayinya dapat menimbulkan stress pada bayi, semakin lama sang ibu akan
merasa dan menilai dirinya sebagai kegagalan menjadi seorang ibu yang
sempurna, hal ini yang akan menyebabkan semakin memperburuk keadaan
(Surjaningrum dkk., 2018). Adapun kasus postpartum blues (baby blues) yang
banyak beredar di media masa dengan beberapa kasus yang berbeda misalnya,
pembunuhan bayi yang dilakukan oleh ibu kandung karena tidak kuat
mendengar perkataan dari tetangga karena asi dari ibu tidak bisa keluar,
perubahan fisik yang dialami, muncul rumor yang membuat ibu merasa rendah
di keluarga besar dan tetangganya, adapun karena faktor ekonomi, faktor
pekerjaan, faktor dari keluarga juga sangat mempengaruhi munculnya
postpartum blues (baby blues) dan juga disebabkan karena pengetahuan yang
kurang.

2.5 Faktor Resiko

Ibu mengalami depresi, ibu mungkin mengalami kesulitan untuk mencintai


dan merawat bayi sepanjang waktu. Hal ini dapat berujung pada ikatan yang
buruk yang dapat memengaruhi kesehatan emosional anak di kemudian hari.

a. Mengalami kesulitan berinteraksi dengan ibu mereka saat besar nanti. Ia


mungkin tidak ingin bersama ibu, atau mungkin merasa kesal ketika sedang
bersama ibu.
b. Memiliki masalah tidur.
c. Mengalami perkembangan yang terhambat.
d. Memiliki lebih banyak kolik.
e. Menjadi pendiam atau pasif.
2.7 Khasus
a. Hubungan Tingkat Kecemasan Post Partum Dengan Kejadian Post Partum
Blues Di Rumah Sakit Dustira Cimahi
b. Gambaran Kejadian Postpartum Blues Pada Ibu Nifas Berdasarkan
Karakteristik Di Rumah Sakit Umum Tingkat IV Sariningsih Kota
Bandung
c. Masalah
1) Hubungan tingkat kecemasan Post Partum dengan kejadian Post
Partum Blues
2) Kejadian postpartum blues pada ibu nifas di Rumah Sakit Umum TK
IV Sariningsih Bandung bulan Mei 2015 menunjukkan bahwa hamper
setengahnya mengalami postpartum blues ringan dan hampir
setengahnya mengalami postpartum blues berat.
d. Data Penunjang
1) Sampel penelitian menggunakan teknik Purposive Sampling,diperoleh
jumlah sampel 96 orang responden dengan Kriteria responden yaitu ibu
Post Partum hari 1-2, semua jenis persalinan, primipara dan multipara ,
pengumpulan data menggunakan Zung Self Rating Anxiety Scale dan
Endinburg Posnatal Depression Scale dan pengolahan data
diinterprestasikan menurut klasifikasi alat ukur masing-masing.
2) Metode dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif, dengan teknik
pengambilan sampel menggunakan Purposive consecutive Sampling.
Jumlah sampel yang diambil sebanyak 40 responden. Intrumen
penelitian menggunakan instrument baku yaitu instrument EPDS
(Edinburg Postnatal Depression Scale) dengan jumlah soal 10
pertanyaan.
e. Tujuan Penelitian
1) Tujuan dari penelitian untuk mengetahui hubungan tingkat kecemasan
Post Partum dengan kejadian Post Partum Blues pada Taking In Phase
yang di rawat di ruang perawatan nifas Rumah Sakit Dustira Cimahi.
Desain yang dugunakan deskriptif korelasi dengan pendekatan Cross
Sectional.
2) Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi Gambaran
Kejadian Postpartum Blues Pada Ibu Nifas Berdasarkan Karakteristik
di Rumah Sakit Umum TK IV Sariningsih Kota Bandung.
f. Metode Penelitian
1) Desain yang di gunakan deskriptif korelasi dengan pendekatan Cross
Sectional.
2) Metode dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif, dengan teknik
pengambilan sampel menggunakan Purposive consecutive Sampling.
g. Hasil Penelitian
1) Hasil Penelitian diperoleh bahwa hubungan tingkat kecemasan Post
Partum dengan kejadian Post Partum Blues pada Phase Taking In
adalah jumlah yang cemas mengalami Post Partum Blues 71,1% dan
yang tidak cemas mengalami Post Partum Blues 35,3%.
2) Hasil penelitian menunjukkan hampir setengahnya mengalami
postpartum blues ringan (42,5%) dan hamper setengahnya (35,0%)
mengalami postpartum blues berat. Berdasarkan usia hamper
setengahnya ringan dan berat (30,0%), berdasarkan pendidikan
sebagian kecil ringan (20,0%), berdasarkan jumlah paritas sebagian
kecil ringan (25,0%), berdasarkan jenis persalinan hampir setengahnya
berat (27,5%), berdasarkan jumlah penghasilan perbulan hampir
setengahnya ringan (37,5%), berdasarkan pekerjaan hamper
setengahnya ringan (30,0%), berdasarkan status kehamilan sebagian
kecil ringan (22,5%) dan berdasarkan dukungan sosial hampir
setengahnya ringan (35,0%). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa hampir setengahnya ibu nifas di Rumah Sakit Umum TK IV
Sariningsih Kota Bandung mengalami postpartum blues ringan dan
berat. Adapun rekomendasi dari penelitian ini adalah diadakannya
penyuluhan tentang cara mengatasi postpartum blues.
BAB III
PENUTUAN
3.1 Kesimpulan
Masa nifas (puerpurium) dimulai sejak plasenta lahir dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung kira-kira 6 minggu. Puerperium (nifas) berlangsung selama 6
minggu atau 42 hari, merupakan waktu yang diperlukan untuk pulihnya alat
kandungan pada keadaan yang normal (Ambarwati dan Wulandari, 2010).
Jadi masa nifas adalah masa yang dimulai dari plasenta lahir sampai alat-
alat kandungan kembali seperti sebelum hamil, dan memerlukan waktu kira-
kira 6 minggu.
Postpartum merupakan masa atau waktu sejak bayi dilahirkan, sampai
dengan kembali pulihnya organ kandungan ibu seperti keadaan sebelum hamil.
Pada masa postpartum ibu banyak mengalami perubahan psikologis untuk
menghadapi masa nifas, bila tidak ditangani dengan baik dapat membahayakan
kesehatan bagi ibu pada masa nifas. Menurut Rini & Kumala (2017).
Postpartum blues (baby blues) dapat disebabkan oleh banyak faktor,
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kejadian tersebut antara lain,
adaptasi psikologis dimana seorang ibu akan lebih sensitif dalam segala hal
terutama berkaitan dengan bayinya selain itu usia ibu, paritas, pendidikan,
pekerjaan, dan dukungan sosial. Postpartum blues (baby blues) sering dianggap
ringan dan kurang mendapat perhatian di Indonesia, meskipun banyak yang
mengalami mereka sering menganggap hanya efek samping dari kelelahan
setelah melahirkan (Oktiriani, 2017).
Dampak postpartum blues (baby blues) pada bayi yaitu dapat menghambat
tumbuh kembang bayi, seperti keterlambatan bahasa dan IQ rendah, serta ibu
yang mengalami depresi juga akan sulit dalam memahami emosional bayinya.
Kondisi seorang ibu yang tidak mampu memahami dengan baik kebutuhan
bayinya dapat menimbulkan stress pada bayi, semakin lama sang ibu akan
merasa dan menilai dirinya sebagai kegagalan menjadi seorang ibu yang
sempurna, hal ini yang akan menyebabkan semakin memperburuk keadaan
(Surjaningrum dkk., 2018).
Ibu mengalami depresi, ibu mungkin mengalami kesulitan untuk mencintai
dan merawat bayi sepanjang waktu. Hal ini dapat berujung pada ikatan yang
buruk yang dapat memengaruhi kesehatan emosional anak di kemudian hari.

f. Mengalami kesulitan berinteraksi dengan ibu mereka saat besar nanti. Ia


mungkin tidak ingin bersama ibu, atau mungkin merasa kesal ketika sedang
bersama ibu.
g. Memiliki masalah tidur.
h. Mengalami perkembangan yang terhambat.
i. Memiliki lebih banyak kolik.
j. Menjadi pendiam atau pasif.

3.2 Saran
Diharapkan bagi masyarakat khususnya ibu Nifas untuk menjaga kesehatan
tubuh dan rohani dengan baik, mengingat kondisi setelah melahirkan dapat
memengaruhi kondisi kesehatan maupun mental bayi yang telah dilahirkan.
Menjaga agar kondisi kesehatan tubuh dan mental agar tetap sehat dapat
dilakukan dengan menjaga pola istirahat, makan dan kesehatan tubuh yang
diberikan oleh tenaga kesehatan dan medis seperti perawat, bidan dan dokter.
DAFTAR PUSTAKA
Kirana Dustira. (2015). Hubungan Tingat Kecemasan Post Partum Dengan
Kejadian Post Partum Blues Di Rumah Sakit Dustira Cimahi. Jurnal Ilmu
Keperawatan: AKPER.
Fitria Anisa Lisna. The Illustration Of Postpartum Blues Cases In Postpartum
Mothers Seen From Their Characteristics. Universitas Pendidikan Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai