Anda di halaman 1dari 84

MAKALAH PSIKOLOGI KESEHATAN

“”

DISUSUN OLEH : CERLI NUR OKTAVIA


TINGKAT 1A
DOSEN PENGAMPUH : NIPSI YULYANA, SST.,M.Keb

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU


PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN
TAHUNAKADEMIK 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah
ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa saya mengucapkan terima kasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
pikiran maupun materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.

Bengkulu, 27 Januari 2022


Penyusun

2
DAFTAR PUSTAKA

HALAMAN JUDUL ……....................................…………………......................………...…1


KATA PENGANTAR …………………………....................................………..................... 2
DAFTAR ISI ……….................................……………………......................…………….… 3
BAB I PENDAHULUAN ………………...................………….....................……………… 4
1. Latar Belakang ……………………………………….....................….. .................4
2. Rumusan Masalah ………………..........................................…………………….. 4
3. Tujuan ………………………………………....................................………………4
BAB III PEMBAHASAN …………………………………………….................................... 5
1. Adaptasi psikologi dalam kehamilan.......................................................................5
2. Perubahan psikologi pada ibu bersalin..…. ..........................................................10
3. Perubahan psikologi pada ibu nifas...........................................................…....… 14
4. Masa bayi neonatal..........................…........ ..........................................................18
5. Kondisi yang mempengaruhi penyesuaian kehidupan pascanaal...........................25
6. Masalah psikologis yang terjadi pada masa pesalinan...........................................30
7. Gangguan psikologis pada masa nifas....................................................................37
BAB IV PENUTUP ………………………………………… ...............................................44
1. Kesimpulan...............................................................................................................44
2. Daftar Pustaka..........................................................................................................45

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar dan

berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum

hamil). Biasanya berlangsung selama lebih kurang 6-8 minggu. Secara psikologi,

pascapersalinan ibu akan merasakan gejala-gejala psikiatrik. Meskipun demikian,

adapula ibu yang tidak mengalami hal ini. Agar perubahan psikologi yang dialami

tidak berlebihan, ibu perlu mengetahui tentang hal tentang hal yang lebih lanjut.

Wanita banyak mengalami perubahan emosi selama masa nifas sementara ia

menyesuaikan diri menjadi seorang ibu. Ibu biasanya akan mengalami atau

merasakan hal-hal yang baru setelah melahirkan. Beberapa ibu setelah melahirkan

akan mengalami masa–masa sulit, ibu akan terpengaruh dengan lingkungan

sekitarnya. Ibu akan mulai beradaptasi dengan hal yang baru seperti adanya bayi.

Penting sekali sebagian bidan untuk mengetahui tentang penyesuaian psikologis

yang normal sehingga ia dapat menilai apakah seorang ibu memerlukan asuhan

khusus dalam masa nifas ini, untuk suatu variasi atau penyimpangan dari

penyesuaian yang normal yang umum terjadi.

Beberapa penulis berpendapat dalam minggu pertama setelah melahirkan, banyak

wanita yang menunjukan gejala-gejala psikiatrik, terutama gejala depresi diri ringan

sampai berat serta gejala-gejala neonatus traumatic, antara lain rasa takut yang

berlebihan dalam masa hamil struktur perorangan yang tidak normal sebelumnya,

riwayat psikiatrik abnormal, riwayat perkawinan abnormal, riwayat obstetrik

4
(kandungan) abnormal, riwayat kelahiran mati atau kelahiran cacat, dan riwayat

penyakit lainya.

Biasanya penderita akan sembuh kembali tanpa ada atau dengan pengobatan.

Meskipun demikian, kadang diperlukan terapi oleh ahli penyakit jiwa. Sering pula

kelainan-kelainan psikiatrik ini berulang setelah persalinan berikutnya. Hal yang

perlu diperhatikan yaitu adaptasi psikososial pada masa pasca persalinan. Bagi

keluarga muda, pasca persalinan adalah “awal keluarga baru” sehingga keluarga

perlu beradaptasi dengan peran barunya. Tanggung jawab keluarga bertambah

dengan hadirnya bayi yang baru lahir. Dorongan serta perhatian anggota keluarga

lainya merupakan dukungan positif bagi ibu.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses adaptasi psikologi ibu dalam masa nifas?

2. Apa saja gangguan psikologi pada masa nifas?

3. Bagaimana cara mencegah dan menangani gangguan psikologi pada masa

nifas?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui proses adaptasi psikologi ibu dalam masa nifas.

2. Untuk mengetahui gangguan psikologi pada masa nifas.

3. Untuk mengetahui cara mencegah dan menangani gangguan psikologi pada

masa nifas

BAB II

PEMBAHASAN

5
1. Konsep Dasar

2.1.1 Kehamilan Trimester III

1. Pengertian

Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan

dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau

implantasi. Bila dihitung dari fase fertilitas hingga lahirnya bayi,

kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10

bulan lunar atau 9 bulan menurut kalender internasional. Kehamilan

berlangsung dalam tiga trimester, trimester satu berlangsung dalam

13 minggu, trimester kedua 14 minggu (minggu ke-14 hingga ke27), dan trimester ketiga 13
minggu (minggu ke-28 hingga ke-40)

(Evayanti, 2015:1). Kehamilan adalah proses normal yang

menghasilkan serangkaian perubahan fisiologis dan psikologis pada

wanita hamil (Tsegaye et al, 2016:1).

Kehamilan merupakan periode dimana terjadi perubahan

kondisi biologis wanita disertai dengan perubahan perubahan

psikologis dan terjadinya proses adaptasi terhadap pola hidup dan

proses kehamilan itu sendiri (Muhtasor, 2013:1). Proses kehamilan

sampai persalinan merupakan mata rantai satu kesatuan dari

konsepsi, nidasi, pengenalan adaptasi, pemeliharaan kehamilan,

perubahan endokrin sebagai persiapan menyongsong kelahiran bayi,

dan persalinan dengan kesiapan pemeliharaan bayi (Sitanggang dkk,

6
2012: 2)

Kehamilan adalah kondisi yang rentan terhadap semua jenis

"stres", yang berakibat pada perubahan fungsi fisiologis dan

metabolik (Wagey et al, 2011: 1). Kehamilan adalah pertumbuhan

dan perkembangan janin intrauterin mulai sejak konsepsi sampai

permulaan persalinan (Manuaba, 1998:4 dalam Dewi dkk, 2011:59).

Kehamilan terjadi jika ada spermatozoa, ovum, pembuahan ovum

(konsepsi), dan nidasi (implantasi) hasil konsepsi (Saifuddin,

2010:139).

2. Fisiologi Kehamilan

a. Proses Kehamilan

Proses kehamilan sampai persalinan merupakan mata rantai satu

kesatuan dari konsepsi, nidasi, pengenalan adaptasi, pemeliharaan

kehamilan, perubahan endokrin sebagai persiapan menyongsong

kelahiran bayi, dan persalinan dengan kesiapan pemeliharaan bayi

(Sitanggang dkk, 2012)

1) Ovulasi

Ovulasi adalah proses pelepasan ovum yang dipengaruhi oleh

sistem hormonal yang kompleks. Selama masa subur berlangsung

20-35 tahun, hanya 420 buah ovum yang dapat mengikuti proses

pematangan dan terjadi ovulasi (Manuaba, 2010:75). Setiap bulan

7
wanita melepaskan satu sampai dua sel telur dari indung telur

(ovulasi) yang ditangkap oleh umbai-umbai (fimbriae) dan masuk

ke dalam sel telur (Dewi dkk, 2010:59). Pelepasan telur (ovum)

hanya terjadi satu kali setiap bulan, sekitar hari ke-14 pada siklus

menstruasi normal 28 hari (Bandiyah, 2009:1)

2) Spermatozoa

Sperma bentuknya seperti kecebong terdiri atas kepala

berbentuk lonjong agak gepeng berisi inti (nucleus). Leher yang

menghubungkan kepala dengan bagian tengah dan ekor yang

dapat bergetar sehingga sperma dapat bergerak dengan cepat.

Panjang ekor kira-kira sepuluh kali bagian kepala. Secara

embrional, spermatogonium berasal dari sel-sel primitive tubulus

testis. Setelah bayi laki-laki lahir, jumlah spermatogonium yang

ada tidak mengalami perubahan sampai akil balig (Dewi dkk,

2011: 62). Proses pembentukan spermatozoa merupakan proses

yang kompleks, spermatogonium berasal dari primitive tubulus,

menjadi spermatosid pertama, menjadi spermatosit kedua,

menjadi spermatid, akhirnya spermatozoa. Sebagian besar

spermatozoa mengalami kematian dan hanya beberapa ratus yang

dapat mencapai tuba falopii. Spermatozoa yang masuk ke dalam

alat genetalia wanita dapat hidup selama tiga hari, sehingga cukup

8
waktu untuk mengadakan konsepsi (Manuaba, 2010:76-77)

3) Pembuahan (Konsepsi/Fertilisasi)

Pada saat kopulasi antara pria dan wanita (sanggama/koitus)

terjadi ejakulasi sperma dari saluran reproduksi pria di dalam

vagina wanita, dimana akan melepaskan cairan mani berisi sel sel

sperma ke dalam saluran reproduksi wanita. Jika senggama

terjadi dalam masa ovulasi, maka ada kemungkinan sel sperma

dlm saluran reproduksi wanita akan bertemu dengan sel telur

wanita yang baru dikeluarkan pada saat ovulasi. Pertemuan sel

sperma dan sel telur inilah yang disebut sebagai

konsepsi/fertilisasi (Dewi dkk, 2011:67). Fertilisasi adalah

penyatuan ovum (oosit sekunder) dan spermatozoa yang biasanya

berlangsung di ampula tuba (Saifuddin, 2010:141)

Menurut Manuaba dkk (2010:77-79), keseluruhan proses

konsepsi berlangsung seperti uraian dibawah ini:

a) Ovum yang dilepaskan dalam proses ovulasi, diliputi oleh

korona radiate yang mengandung persediaan nutrisi.

b) Pada ovum dijumpai inti dalam bentuk metaphase di tengah

sitoplasma yang vitelus.

c) Dalam perjalanan, korona radiata makin berkurang pada zona

pelusida. Nutrisi dialirkan ke dalam vitelus, melalui saluran

9
zona pelusida.

d) Konsepsi terjadi pada pars ampularis tuba, tempat yang

paling luas yang dindingnya penuh jonjot dan tertutup sel

yang mempunyai silia. Ovum mempunyai waktu hidup

terlama di dalam ampula tuba.

e) Ovum siap dibuahi setelah 12 jam dan hidup selama 48 jam.

4) Nidasi atau implantasi

Nidasi adalah masuknya atau tertanamnya hasil konsepsi ke

dalam endometrium. Umumnya nidasi terjadi pada depan atau

belakang rahim dekat fundus uteri. Terkadang pada saat nidasi

terjadi sedikit perdarahan akibat luka desidua yang disebut tanda

Hartman (Dewi dkk, 2011:71).

Pada hari keempat hasil konsepsi mencapai stadium

blastula disebut blastokista, suatu bentuk yang di bagian luarnya

adalah trofoblas dan di bagian dalamnya disebut massa inner cell.

Massa inner cell ini berkembang menjadi janin dan trofoblas akan

berkembang menjadi plasenta. Sejak trofoblas terbentuk,

produksi hormone hCG dimulai, suatu hormone yang memastikan

bahwa endometrium akan menerima (reseptif) dalam proses

implantasi embrio (Saifuddin, 2010:143)

Gambar 2.1

10
Proses Implantasi atau Nidasi

Sumber : Wiknjosastro. 2015

5) Plasentasi

Plasenta adalah organ vital untuk promosi dan perawatan

kehamilan dan perkembangan janin normal. Hal ini diuraikan oleh

jaringan janin dan ibu untuk dijadikan instrumen transfer nutrisi

penting (Afodun et al , 2015). Plasentasi adalah proses

pembentukan struktur dan jenis plasenta. Setelah nidasi embrio ke

dalam endometrium, plasentasi dimulai. Pada manusia plasentasi

berlangsung sampai 12-18 minggu setelah fertilisasi (Saifuddin,

2010:145).Pertumbuhan plasenta makin lama makin besar dan

luas, umumnya mencapai pembentukan lengkap pada usia

kehamilan sekitar 16 minggu. Plasenta dewasa/lengkap yang

normal memiliki karakteristik berikut:

a) Bentuk budar /oval

b) Diameter 15-25 cm, tebal 3-5 cm

c) Berat rata-rata 500-600 gr.

d) Insersi tali pusat (tempat berhubungan dengan plasenta)

dapat di tengah/sentralis, disamping/lateralis, atau tepi

ujung tepi/marginalis.

e) Di sisi ibu, tampak daerah-daerah yang agak menonjol

11
(katiledon) yang diliputi selaput tipis desidua basialis.

f) Di sisi janin, tampak sejumlah arteri dan vena besar

(pembuluh korion) menuju tali pusat. Korion diliputi

oleh amnion.

g) Sirkulasi darah ibu di plasenta sekitar 300 cc/menit (20

minggu) meningkat sampai 600-700 cc/ menit (aterm)

(Dewi dkk, 2011:84)

6) Pertumbuhan dan perkembangan hasil konsepsi.

Menurut dewi dkk (2011:72-80) pertumbuhan dan

perkembangan embrio dari trimester 1 sampai dengan trimester

3 adalah sebagai berikut:

a) Trimester 1

(1) Minggu ke-1

Disebut masa germinal. Karekteristik utama masa

germinal adalah sperma membuahi ovum yang

kemudian terjadi pembelahan sel (Dewi dkk, 2011:72)

(2) Minggu ke-2

Terjadi diferensiasi massa seluler embrio menjadi dua

lapis (stadium bilaminer). Yaitu lempeng epiblast (akan

menjadi ectoderm) dan hipoblast (akan menjadi

endoderm). Akhir stadium ini ditandai alur primitive

12
(primitive streak) (Dewi dkk, 2011:73)

(3) Minggu ke-3

Terjadi pembentukan tiga lapis/lempeng yaitu ectoderm

dan endoderm dengan penyusupan lapisan mesoderm

diantaranya diawali dari daerah primitive streak (Dewi

dkk, 2011:73)

(4) Minggu ke-4

Pada akhir minggu ke-3/awal minggu ke-4, mulai

terbentuk ruas-ruas badan (somit) sebagai karakteristik

pertumbuhan periode ini. Terbentuknya jantung,

sirkulasi darah, dan saluran pencernaan (Dewi dkk,

2011:73)

(5) Minggu ke-8

Pertumbuhan dan diferensiasi somit terjadi begitu

cepat, sampai dengan akhir minggu ke-8 terbentuk 30-

35 somit, disertai dengan perkembangan berbagai

karakteristik fisik lainnya seperti jantungnya mulai

memompa darah. Anggota badan terbentuk dengan

baik (Dewi dkk, 2011:74)

(6) Minggu ke -12

Beberapa system organ melanjutkan pembentukan

13
awalnya sampai dengan akhir minggu ke-12 (trimester

pertama). Embrio menjadi janin. Gerakan pertama

dimulai selama minggu ke 12. Jenis kelamin dapat

diketahui. Ginjal memproduksi urine (Dewi dkk,

2011:74)

b) Trimester II

(1) Sistem Sirkulasi

Janin mulai menunjukkan adanya aktivitas denyut

jantung dan aliran darah. Dengan alat fetal

ekokardiografi, denyut jantung dapat ditemukan sejak

minggu ke-12.

(2) Sistem Respirasi

Janin mulai menunjukkan gerak pernafasan sejak usia

sekitar 18 minggu. Perkembangan struktur alveoli paru

sendiri baru sempurna pada usia 24-26 minggu.

Surfaktan mulai diproduksi sejak minggu ke-20, tetapi

jumlah dan konsistensinya sangat minimal dan baru

adekuat untuk pertahanan hidup ekstrauterin pada akhir

trimester III.

(3) Sistem gastrointestinal

Janin mulai menunjukkan aktivitas gerakan menelan

14
sejak usia gestasi 14 minggu. Gerakan mengisap aktif

tampak pada 26-28 minggu. Secara normal janin minum

air ketuban 450 cc setiap hari. Mekonium merupakan isi

yang utama pada saluran pencernaan janin, tampak

mulai usia 16 minggu.

Mekonium berasal dari :

(a) Sel-sel mukosa dinding saluran cerna yang

mengalami deskuamasi dan rontok.

(b) Cairan/enzim yang disekresi sepanjang saluran

cerna, mulai dari saliva sampai enzim enzim

pencernaan.

(c) Cairan amnion yang diminum oleh janin, yang

terkadang mengandung lanugo (rambut-rambut

halus dari kulit janin yang rontok). Dan sel-sel dari

kulit janin/membrane amnion yang rontok.

(d) Penghancuran bilirubin.

(4) Sistem Saraf dan Neuromuskular

Sistem ini merupakan sistem yang paling awal mulai

menunjukkan aktivitasnya, yaitu sejak 8-12 minggu,

berupa kontraksi otot yang timbul jika terjadi stimulasi

lokal. Sejak usia 9 minggu, janin mampu mengadakan

15
fleksi alat-alat gerak, dengan refleks-refleks dasar yang

sangat sederhana.

(5) Sistem Saraf Sensorik Khusus/Indra

Mata yang terdiri atas lengkung bakal lensa (lens

placode) dan bakal bola mata/mangkuk optic (optic

cup) pada awalnya menghadap ke lateral, kemudian

berubah letaknya ke permukaan ventral wajah.

(6) Sistem Urinarius

Glomerulus ginjal mulai terbentuk sejak umur 8

minggu. Ginjal mulai berfungsi sejak awal trimester

kedua dan dalam vesika urinaria dapat ditemukan urine

janin yang keluar melalui uretra dan bercampur dengan

cairan amnion.

(7) Sistem Endokrin

Kortikotropin dan Tirotropin mulai diproduksi di

hipofisis janin sejak usia 10 minggu mulai berfungsi

untuk merangsang perkembangan kelenjar suprarenal

dan kelenjar tiroid. Setelah kelenjar-kelenjar tersebut

berkembang, produksi dan sekresi hormon-hormonnya

juga mulai berkembang

(8) Trimester III

16
(a) Minggu ke-28

Pada akhir minggu ke-28, panjang ubun-ubun

bokong adalah sekitar 25 cm dan berat janin sekitar

1.100 g (Dewi dkk, 2010:79). Masuk trimester ke-3,

dimana terdapat perkembangan otak yang cepat,

sistem saraf mengendalikan gerakan dan fungsi

tubuh, mata mulai membuka (Saifudin, 2010: 158).

Surfaktan mulai dihasilkan di paru-paru pada usia

26 minggu, rambut kepala makin panjang, kukukuku jari mulai terlihat (Varney, 2007:511).

(b) Minggu ke-32

Simpanan lemak coklat berkembang di bawah kulit

untuk persiapan pemisahan bayi setelah lahir. Bayi

sudah tumbuh 38-43 cm dan panjang ubun-ubun

bokong sekitar 28 cm dan berat sekitar 1.800 gr

Mulai menyimpan zat besi, kalsium, dan fosfor.

(Dewi dkk, 2010:80). Bila bayi dilahirkan ada

kemungkinan hidup 50-70 % (Saifuddin, 2010:159)

(c) Minggu ke-36

Berat janin sekitar 1.500-2.500 gram. Lanugo mulai

berkurang, saat 35 minggu paru telah matur, janin

akan dapat hidup tanpa kesulitan (Saifuddin,

17
2010:159). Seluruh uterus terisi oleh bayi sehingga

ia tidak bisa bergerak atau berputar banyak. (Dewi

dkk, 2010:80). Kulit menjadi halus tanpa kerutan,

tubuh menjadi lebih bulat lengan dan tungkai

tampak montok. Pada janin laki-laki biasanya testis

sudah turun ke skrotum (Varney, 2007:511)

(d) Minggu ke-38

Usia 38 minggu kehamilan disebut aterm, dimana

bayi akan meliputi seluruh uterus. Air ketuban

mulai berkurang, tetapi masih dalam batas normal

(Saifuddin, 2010:159)

A. Proses Adaptasi Psikologi Ibu dalam Masa Nifas

Proses adaptasi psikologi sudah terjadi selama kehamilan, menjelang proses

kelahiran maupun setelah persalinan. Pada periode tersebut, kecemasan seorang

wanita dapat bertambah. Pengalaman yang unik dialami oleh ibu setelah

persalinan. Masa nifas merupakan masa yang rentan dan terbuka untuk bimbingan

dan pembelajaran. Tanggung jawab ibu mulai bertambah. Perubahan mood seperti

sering menangis, lekas marah dan sering sedih atau cepat berubah menjadi senang

merupakan manifestasi dari emosi yang labil. Proses adaptasi berbeda-beda antara

satu ibu dengan yang lain. Pada awal kehamilan ibu beradaptasi menerima bayi

yang dikandungnya sebagai bagian dari dirinya. Perasaan gembira bercampur

18
dengan kekhawatiran dan kecemasan menghadapi perubahan peran yang sebentar

lagi akan dijalani. Perubahan tubuh yang biasanya terjadi juga dapat mempengaruhi

kondisi psikologis ibu.

Menjelang proses kelahiran, kecemasan seorang wanita dapat bertambah.

Gambaran tentang proses persalinan yang diceritakan orang lain dapat menambah

kegelisahannya. Kehadiran suami dan keluarga yang menemani selama proses

berlangsung merupakan dukungan yang tidak ternilai harganya untuk mengurangi

ketegangan dan kecemasan tersebut.

Setelah persalinan yang merupakan pengalaman unik yang dialami ibu, masa nifas

juga merupakan salah satu fase yang memerlukan adaptasi psikologis. Ikatan

antara ibu dan bayi yang sudah lama terbentuk sebelum kelahiran akan semakin

mendorong wanita untuk menjadi ibu yang sebenarnya. Inilah pentingnya rawat

gabung atau rooming in pada ibu nifas agar ibu dapat leluasa menumpahkan segala

kasih sayang kepada bayinya tidak hanya dari segi fisik seperti menyusui,

mengganti popok saja, tapi juga dari segi psikologis seperti menatap, mencium,

sehingga kasih sayang ibu dapat terus terjaga.

Perubahan peran seorang ibu memerlukan adaptasi yang harus dijalani. Tanggung

jawab bertambah dengan hadirnya bayi yang baru lahir. Periode masa nifas

merupakan waktu dimana ibu mengalami stres pasca persalinan, terutama pada ibu

primipara.

Hal-hal yang dapat membantu ibu dalam beradaptasi pada masa nifas adalah

19
sebagai berikut :

1. Fungsi yang mempengaruhi untuk sukses dan lancarnya masa transisi menjadi

orang tua.

2. Respon dan dukungan dari keluarga dan teman dekat.

3. Riwayat pengalaman hamil dan melahirkan sebelumnya.

4. Harapan, keinginan dan aspirasi ibu saat hamil dan juga melahirkan.

Periode ini diekspresikan oleh Reva Rubin yang terjadi pada tiga tahap berikut ini.

1. Taking in period

Fase taking in yaitu periode ketergantungan. Periode ini berlangsung 1-2 hari

setelah persalinan, ibu masih pasif dan sangat bergantung pada orang lain, fokus

perhatian terhadap tubuhnya, ibu lebih mengingat pengalaman melahirkan dan

persalinan yang dialami. Ibu akan berulang kali menceritakan proses persalinan

yang dialaminya dari awal sampai akhir. Ketidaknyamanan fisik yang dialami ibu

pada fase ini seperti rasa mules, nyeri pada jahitan, kurang tidur dan kelelahan

merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari.

2. Taking hold period

Periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Ibu lebih

berkonsentrasi pada kemampuannya dalam menerima tanggung jawab sepenuhnya

terhadap perawatan bayi. Pada masa ini ibu menjadi sangat sensitif seperti mudah

tersinggung dan gampang marah, sehingga membutuhkan bimbingan dan

dorongan perawat untuk mengatasi kritikan yang dialami ibu. Kita perlu berhati-hati

20
menjaga komunikasi dengan ibu. Dukungan moril sangat diperlukan untuk

menumbuhkan kepercayaan diri ibu.

3. Letting go period

Periode yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai

menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Ibu mulai secara penuh

menerima tanggung jawab sebagai “seorang ibu” dan menyadari atau merasa

kebutuhan bayi sangat bergantung pada dirinya.

Hal-hal yang harus dapat dipenuhi selama masa nifas adalah sebagai berikut.

1. Fisik

Istirahat, memakan makanan bergizi, sering menghirup udara yang segar, dan

lingkungan yang bersih.

2. Psikologi

Stres setelah persalinan dapat segera distabilkan dengan dukungan dari keluarga

yang menunjukkan rasa simpati, mengakui, dan menghargai ibu.

3. Sosial

Menemani ibu bila terlihat kesepian, ikut menyayangi anaknya, menanggapi dan

memerhatikan kebahagiaan ibu, serta menghibur bila ibu terlihat sedih.

4. Psikososial

B. Gangguan Psikologi Pada Masa Nifas

§ Post Partum Blues

Post partum blues sering juga disebut sebagai maternity blues atau baby blues

21
dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan efek ringan yang sering tampak

dalam minggu pertama pasca persalinan atau merupakan kesedihan atau

kemurungan pascapersalinan, yang biasanya hanya muncul sementara waktu yakni

sekitar 2 hari – 2 minggu sejak kelahiran bayi. Biasanya disebabkan oleh perubahan

perasaan yang dialami ibu saat hamil sehingga sulit menerima kehadiran bayinya.

Perubahan perasaan ini merupakan respon alami terhadap rasa lelah yang

dirasakan. Selain itu, juga karena semua perubahan fisik dan emosional selama

beberapa bulan kehamilan. Gejala-gejalanya sebagai berikut :

1. Cemas tanpa sebab.

2. Reaksi depresi/sedih/ disforia.

3. Menangis tanpa sebab.

4. Tidak sabar.

5. Tidak percaya diri.

6. Sensitif, cepat marah dan mudah tersinggung (iriabilitas).

7. Merasa kurang menyayangi bayinya.

8. Mood mudah berubah, cepat menjadi sedih dan cepat pula gembira.

9. Perasaan terjebak, marah kepada pasangan dan bayinya.

10. Cenderung menyalahkan diri sendiri.

11. Gangguan tidur dan gangguan nafsu makan.

12. Kelelahan.

13. Sangat pelupa.

22
Faktor-faktor penyebab timbulnya post partum blues adalah sebagai berikut:

1. Faktor hormonal berupa perubahan kadar estrogen progesterone, prolaktin,

serta estriol yang terlalu rendah. Kadar estrogen turun secara tajam setelah

melahirkan dan ternyata estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim nonadrenalin maupun
serotin yang berperan dalam suasana hati dan kejadian depresi.

2. Ketidaknyaman fisik yang dialami sehingga menimbulkan perasaan emosi

pada wanita pasca melahirkan misalnya, rasa sakit akibat luka jahit atau bengkak

pada payudara.

3. Ketidakmampuan beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi,

seperti perubahan fisik dan emosional yang kompleks.

4. Faktor umur dan paritas (jumlah anak).

5. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinannya.

6. Latar belakang psikososial wanita tersebut misalnya, tingkat pendidikan,

kehamilan yang tidak diinginkan, status perkawinan, atau riwayat gangguan jiwa

pada wanita tersebut.

7. Dukungan yang diberikan dari lingkungan, misalnya dari suami, orang tua dan

keluarga.

8. Stres dalam keluarga misalnya, faktor ekonomi memburuk, persoalan dengan

suami, problem dengan mertua atau orang tua.

9. Stres yang dialami oleh wanita itu sendiri misalnya, karena belum bisa

menyusui bayinya atau ASI tidak keluar, frustasi karena bayi tidak mau tidur, rasa

bosan terhadap rutinitas barunya.

23
10. Kelelahan pasca melahirkan.

11. Ketidaksiapan terhadap perubahan peran yang dialami ibu dan adanya rasa

cemas terhadap kemampuan merawat bayi

12. Rasa memiliki bayinya yang terlalu dalam, sehingga timbul rasa takut yang

berlebihan akan kehilangan bayinya.

13. Problem anak setelah kelahiran bayi, kemungkinan timbul rasa cemburu dari

anak sebelumnya, sehingga hal tersebut cukup mengganggu emosional ibu.

§ Post Partum Depression/Neurosa Post Partum

Depresi post partum merupakan tekanan jiwa sesudah melahirkan mungkin seorang

ibu baru akan merasa benar-benar tidak berdaya dan merasa serba kurang mampu,

tertindih oleh beban terhadap tangung jawab terhadap bayi dan keluarganya,tidak

bisa melakukan apapuan untuk menghilangakan perasaan itu. Depresi post partum

dapat berlangsung selama 3 bulan atau lebih dan berkembang menjadi depresi lain

lebih berat atau lebih ringan. Gejalanya sama saja tetapi di samping itu, ibu

mungkin terlalu memikirkan kesehatan bayinya dan kemampuanya sebagai seorang

ibu.

Walaupun banyak wanita yang mengalami depresi post partum segera setelah

melahirkan, namun beberapa wanita tidak merasakan tanda depresi sampai

beberapa minggu atau beberapa bulan kemudian. Depresi dapat saja terjadi dalam

kurun waktu enam bulan berikutnya. Depresi post partum mungkin saja

berkembang menjadi post partum psikosis, walaupun jarang terjadi.

24
Keluhan dan gejala depresi postpartum tidak berbeda dengan yang terdapat pada

kelainan depresi lainnya. Gejala-gejala yang mungkin diperlihatkan pada penderita

depresi post partum adalah sebagai berikut :

1. Perasaan sedih dan kecewa.

2. Sering menangis.

3. Merasa gelisah dan cemas.

4. Kehilangan ketertarikan terhadap hal-hal yang menyenangkan dan sukar

konsentrasi.

5. Nafsu makan menurun.

6. Kehilangan energi dan motivasi untuk melakukan sesuatu.

7. Phobia, rasa takut yang irasional terhadap suatu benda atau keadaan yang

tidak dapat dihilangakan (paranoid).

8. Tidak bisa tidur (insomnia) dan terkadang mimpi buruk.

9. Perasaan bersalah dan putus harapan (hopeless), hingga pikiran mau bunuh

diri.

10. Penurunan atau peningkatan berat badan yang tidak dapat dijelaskan.

11. Memperlihatkan penurunan keinginan untuk mengurus bayinya dan terkadang

ingin menyakiti bayinya atau dirinya sendiri.

Faktor terjadinya depresi post partum diantaranya adalah, kurangnya dukungan

sosial dan dukungan keluarga serta teman, kekhawatiran akan bayi yang

sebetulnya sehat, kesulitan selama persalinan dan melahirkan, merasa terasing,

25
masalah/perselisihan perkawinan atau keuangan, kehamilan yang tidak diinginkan.

Adapun faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya neurosa post partum,

antara lain :

1. Biologis. Faktor biologis dijelaskan bahwa depresi post partum sebagai akibat

kadar hormon seperti estrogen, progesteron dan prolaktin yang terlalu tinggi atau

terlalu rendah dalam masa nifas atau mungkin perubahan hormon tersebut terlalu

cepat atau terlalu lambat.

2. Faktor umur. Sebagian besar masyarakat percaya bahwa saat yang tepat bagi

seorang perempuan untuk melahirkan pada usia antara 20-30 tahun, dan hal ini

mendukung masalah periode yang optimal bagi perawatan bayi oleh seorang ibu.

Faktor usia perempuan yang bersangkutan saat kehamilan dan persalinan seringkali

dikaitkan dengan kesiapan mental perempuan tersebut untuk menjadi seorang ibu.

3. Faktor pengalaman. Depresi pasca persalinan ini lebih banyak ditemukan pada

primipara, mengingat bahwa peran seorang ibu dan segala yang berkaitan dengan

bayinya merupakan situasi yang sama sekali baru bagi dirinya dan dapat

menimbulkan stres.

4. Faktor pendidikan. Perempuan yang berpendidikan tinggi, menghadapi

tekanan sosial dan konflik peran, antara tuntutan sebagai perempuan yang memiliki

dorongan untuk bekerja atau melakukan aktifitasnya diluar rumah dengan peran

mereka sebagai ibu rumah tangga dan orang tua dari anak-anak mereka.

5. Faktor selama proses persalinan. Hal ini mencakup lamanya persalinan, serta

26
intervensi medis yang digunakan selama proses pesalinan. Diduga semakin besar

trauma fisik yang ditimbulkan pada saat persalinan maka akan semakin besar pula

trauma psikis yang muncul dan kemungkinan perempuan yang bersangkutan akan

menghadapi depresi pasca persalinan.

6. Faktor dukungan sosial. Banyaknya kerabat yang membantu pada saat

kehamilan, persalinan, dan pasca persalinan, beban seorang ibu karena

kehamilannya sedikit banyak berkurang.

§ Psikosis Post Partum (Post Partum Psychosis)

Insiden terjadinya psikosis port partum adalah 1-2 per 1000 kelahiran. Pada kasus

tersebut sebaiknya ibu dirawat karena dapat menampakkan gejala yang

membahayakan seperti, menyakiti diri sendiri atau bayinya. Hal tersebut

merupakan penyakit yang sangat serius dan merupakan depresi yang paling berat,

bahkan bisa sampai membunuh anak-anaknya.

Gejala psikosis port partum, diantaranya :

1. Gangguan tidur.

2. Gaya bicara yang keras dan cepat marah.

3. Inkoheren (berbicaranya kacau).

4. Menarik diri dari pergaulan.

5. Pikiran obsesif (pikiran yang menyimpang dan berulang-ulang).

6. Impulsif (bertindak diluar kesadaran).

7. Curiga berlebihan.

27
8. Delusi dan halusinasi.

9. kebingungan.

10. Sulit konsentrasi.

Faktor pemicu psikosis post partum, antara lain :

1. Faktor keturunan atau adanya riwayat keluarga menderita kelainan psikiatri.

2. Riwayat penyakit dahulu menderita penyakit psikiatri.

3. Adanya masalah keluarga dan perkawinan

4. Faktor sosial kultural (dukungan suami dan keluarga, kepercayaan atau etnik)

5. Faktor obstetrik dan ginekologik (kondisi fisik ibu dan kondisi fisik bayi)

6. Faktor psikososial (adanya stresor psikososial, faktor kepribadian, riwayat

mengalami depresi, penyakit mental, problem emosional, dll)

7. Karakter personal seperti harga diri yang rendah.

8. Perubahan hormonal yang cepat.

9. Masalah medis dalam kehamilan (pre eklampsia, DM).

10. Marital disfungsion atau ketidak mampuan membina hubungan dengan orang

lain yang mengakibatkan kurangnya dukungan.

11. Unwanted pregnancy atau kehamilan tidak di inginkan

12. Merasa terisolasi dan adanya ketakutan akan melahirkan anak cacat atau tidak

sempurna.

C. Cara Mencegah dan Menangani Gangguan Psikologi Pada Masa Nifas

a. Pencegahan

28
Beberapa intervensi berikut dapat membantu seorang wanita terbebas dari

ancaman depresi setelah melahirkan.

· Pelajari Diri Sendiri

Pelajari dan mencari informasi mengenai depresi post partum, sehingga ibu dan

keluarga sadar terhadap kondisi ini. Apabila terjadi, maka ibu akan segera

mendapatkan bantuan secepatnya.

· Tidur dan Makan yang Cukup

Diet nutrisi cukup penting untuk kesehatan, lakukan usaha yang terbaik dengan

makan dan tidur yang cukup. Keduanya penting selama periode post partum dan

kehamilan.

· Olahraga

Olahraga adalah kunci untuk mengurangi depresi post partum. Lakukan peregangan

selama 15 menit dengan berjalan setiap hari, sehingga membuat ibu merasa lebih

baik dan menguasai emosi berlebihan dalam dirinya.

· Hindari Perubahan Hidup Sebelum atau Sesudah Melahirkan

Jika memungkinkan, hindari membuat keputusan besar seperti membeli rumah atau

pindah kerja, sebelum atau setelah melahirkan. Tetaplah hidup secara sederhana

dan menghindari stres, sehingga dapat segera dan lebih mudah menyembuhkan

depresi post partum yang diderita.

· Beritahukan Perasaan Ibu

Jangan takut untuk berbicara dan mengekspresikan perasaan yang ibu inginkan dan

29
butuhkan demi kenyamanan ibu. Jika memiliki masalah dan merasa tidak nyaman

terhadap sesuatu, segera beritahukan kepada pasangan atau orang terdekat.

· Dukungan Keluarga dan Orang Lain Diperlukan

Dukungan dari keluarga atau orang yang ibu cintai selama melahirkan sangat

diperlukan. Ceritakan kepada pasangan atau orang tua, atau siapa saja yang

bersedia menjadi pendengar yang baik. Yakinkan diri, bahwa mereka akan selalu

berada di sisi ibu setiap mengalami kesulitan.

· Persiapkan Diri dengan Baik

Persiapan sebelum melahirkan sangatlah diperlukan. Ikutlah kelas senam hamil

yang sangat membantu serta buku atau artikel lainnya yang ibu perlukan. Kelas

senam hamil akan sangat membantu ibu dalam mengetahui berbagai informasi

yang diperlukan, sehingga nantinya ibu tidak akan terkejut setelah keluar dari

kamar bersalin. Jika ibu tahu apa yang diinginkan, pengalaman traumatis saat

melahirkan akan dapat dihindari.

· Lakukan Pekerjaan Rumah Tangga

Pekerjaan rumah tangga sedikitnya dapat membantu ibu melupakan gejolak

perasaan yang terjadi selama periode post partum. Kondisi ibu yang belum stabil

bisa dicurahkan dengan memasak atau membersihkan rumah.

· Dukungan Emosional

Dukungan emosi dari lingkungan dan juga keluarga akan membantu ibu dalam

mengatasi rasa frustasi yang menjalar. Ceritakan kepada mereka bagaimana

30
perasaan serta perubahan kehidupan yang ibu alami, sehingga ibu merasa lebih

baik setelahnya.

· Dukungan Kelompok Depresi Post Partum

Dukungan terbaik datang dari orang-orang yang ikut mengalami dan merasakan hal

yang sama dengan ibu. Carilah informasi mengenai adanya kelompok depresi post

partum yang bisa diikuti, sehingga ibu tidak merasa sendirian menghadapi

persoalan ini.

b. Penanganan

Cara untuk menangani gangguan psikologi post partum, antara lain :

· Dengan cara pendekatan terapeutik. Ini bertujuan menciptakan hubungan

baik antara bidan dengan pasien dalam rangka kesembuhannya dengan cara :

1) Mendorong pasien mampu meredakan segala ketegangan emosi

2) Dapat memahami dirinya

3) Dapat mendukung tindakan konstruktif

· Dengan cara peningkatan suport mental/dukungan keluarga kepada ibu dan

jangan mengabaikan ibu bila terlihat sedang sedih agar tidak merasa kehilangan

perhatian.

· Minta bantuan suami atau keluarga yang lain jika membutuhkan istirahat

untuk menghilangkan kelelahan.

· Beritahu suami mengenai apa yang sedang dirasakan ibu, mintalah dukungan

dan pertolongannya.

31
· Menyarankan ibu untuk membuang rasa cemas dan kekhawatiran akan

kemampuan merawat bayi karena semakin sering merawat bayi, ibu akan semakin

terampil dan percaya diri.

· Menyarankan ibu untuk mencari hiburan dan meluangkan waktu untuk diri

sendiri

· Menyarankan pada ibu untuk beristirahat dengan baik, berolahraga yang

ringan, berbagi cerita dengan orang lain, bersikap fleksibel, bergabung dengan

orang-orang baru.

· Respon yang terbaik dalam menangani kasus post partum depression adalah

kombinasi antara psikoterapi, dukungan sosial, dan medikasi seperti anti depresan.

Suami dan anggota keluarga yang lain harus dilibatkan dalam tiap sesi konseling,

sehingga dapat dibangun pemahaman dari orang-orang terdekat ibu terhadap apa

yang dirasakan dan dibutuhkannya.

· Pada psikosis post partum, penatalaksanaan yang dapat dilakukan yaitu

dengan pemberian anti depresan atau lithium dan perawatan di rumah sakit, serta

sebaiknya menyusui dihentikan karena anti depresan disekresi melalui ASI.

A. Masa Bayi

1. Pengertian Masa Bayi

a. Masa bayi (infancy) umur 0 sampai 11 bulan.

Masa ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu :

1) Masa neonatal, umur 0 sampai 28 hari.

32
Pada masa ini terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan terjadi

perubahan sirkulasi darah, serta mulainya berfungsi organ-organ.

Masa neonatal dibagi menjadi 2 periode :

a) Masa neonatal dini, umur 0-7 hari.

b) Masa neonatal lanjut, umur 8-28 hari.

Hal yang paling penting agar bayi lahir tumbuh dan berkembang

menjadi anak sehat adalah :

a) Bayi lahir ditolong oleh tenaga kesehatan yang terlatih, di

sarana kesehatan yang memadai.

b) Untuk mengantisipasi risiko buruk pada bayi saat dilahirkan,

jangan terlambat pergi ke sarana kesehatan bila dirasakan

sudah saatnya untuk melahirkan.

c) Saat melahirkan sebaiknya didampingi oleh keluarga yang

dapat menenangkan perasaan ibu.

d) Sambutlah kelahiran anak dengan perasaan penuh suka cita

dan penuh rasa syukur. Lingkungan yang seperti ini sangat

membantu jiwa ibu dan bayi yang dilahirkannya.

e) Berikan ASI sesegera mungkin. Perhatikan refleks menghisap

diperhatikan oleh karena berhubungan dengan masalah

pemberian ASI.

33
2) Masa post (pasca) neonatal, umur 29 hari sampai 11 bulan.

Pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat dan proses

pematangan berlangsung secara terus menerus terutama

meningkatnya sistem saraf.

Seorang bayi sangat bergantung pada orang tua dan keluarga

sebagai unit pertama yang dikenalnya. Beruntunglah bayi yang

mempunyai orang tua yang hidup rukun, bahagia dan memberikan

yang terbaik untuk anak.

Pada masa ini, kebutuhan akan pemeliharaan kesehatan bayi,

mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan penuh, diperkenalkan

kepada makanan pendamping ASI sesuai umurnya, diberikan

imunisasi sesuai jadwal, mendapat pola asuh yang sesuai.

2. Ciri-ciri masa bayi

Ciri-ciri tertentu masa bayi, meskipun sama dengan ciri-ciri

periode-periode lain dalam rentang kehidupan, adalah sangat penting

selama dua tahun masa bayi ini. Ciri-ciri tersebut membedakan masa bayi

dari periode-periode sebelumnya dan sesudahnya. Berikut ini adalah ciri-

10

ciri yang paling penting.

a. Masa Bayi Adalah Masa Dasar yang Sesungguhnya

Meskipun seluruh masa anak-anak terutama tahun-tahun awal

34
dianggap sebagai masa dasar. Namun masa bayi adalah dasar periode

kehidupan yang sesungguhnya karena pada saat ini banyak pola

perilaku, sikap dan pola ekspresi emosi terbentuk.

Ada empat alasan yang menyebabkan mengapa dasar-dasar

yang diletakkan pada masa bayi itu penting. Pertama, berlawanan

dengan tradisi, sifat-sifat yang buruk tidak berkurang dengan

bertambahnya usia anak; sebaliknya, pola-pola yang terbentuk pada

permulaan kehidupan cenderung mapan, apakah itu sifat yang baik

atau buruk, berbahaya atau bermanfaat. Kedua, kalau pola perilaku

yang kurang baik atau kepercayaan dan sifat yang buruk mulai

berkembang, maka semakin cepat hal-hal itu diperbaiki akan semakin

mudah bagi anak. Ketiga, karena dasar-dasar awal cepat berkembang

menjadi kebiasaan melalui pengulangan, maka dasar-dasar itu akan

selamanya mempengaruhi penyesuaian pribadi dan sosial. Dan

keempat, karena faktor belajar dan pengalaman memakinkan peran

yang penting dalam perkembangan, hal itu dapat diarahkan dan

dikendalikan sehingga perkembangannya sejajar dengan jalur yang

memungkinkan terjadinya penyesuaian pribadi dan sosial yang baik

(Hurlock, 2001).

11

b. Masa Bayi Adalah Masa di Mana Pertumbuhan dan Perubahan

35
Berjalan Pesat

Bayi berkembang pesat, baik secara fisik maupun psikologis.

Dengan cepatnya pertumbuhan ini, perubahan tidak hanya terjadi

dalam penampilan tetapi juga dalam kemampuan. Bayi lambat-laun.

Pertumbuhan dan perubahan intelek bejalan sejajar dengan

pertumbuhan dan perubahan fisik. Tidak ada perubahan yang lebih

menonjol selain dalam kemampuan bayi untuk mengenali dan bereaksi

kepada orang-orang dan objek-objek dalam lingkungan. Sebelum masa

bayi berakhir, bayi mampu mengerti banyak hal dan dapat

mengutarakan kebutuhan dan keinginannya dalam cara-cara yang

dapat dimengerti orang lain (Hurlock, 2001).

c. Masa Bayi Adalah Masa Berkurangnya Ketergantungan

Berkurangnya ketergantungan pada orang lain merupakan efek

dari pesatnya perkembangan pengendalian tubuh yang memungkinkan

bayi duduk, berdiri, berjalan dan menggerakkan benda-benda.

Gerakan-gerakan bayi yang acak dan menyeluruh kembali menjadi

gerakan yang terkoordinasi sehingga memungkinkan bayi melakukan

sendiri hal-hal yang sebelumnya harus dilakukan orang lain.

Kemandirian juga meningkat dengan berkembangnya kemampuan bayi

untuk mengkomunikasikan kebutuhan-kebutuhannya kepada orang

lain. Dengan berkurangnya ketergantungan, bayi tidak senang

36
"diperlakukan seperti bayi." Ia tidak lagi mau membiarkan orang lain

12

melakukan hal-hal yang dapat dilakukan atau yang dianggapnya dapat

dilakukan sendiri. Kalau ia ingin mencoba mandiri dan dilarang, ia

akan protes. Protes ini dapat berbentuk ledakan amarah dan tangisan

dan segera berkembang menjadi negativisme, yaitu ciri yang menonjol

pada akhir masa bayi (Hurlock, 2001).

d. Masa Bayi Adalah Masa Meningkatnya Individualitas

Mungkin hal yang terpenting dalam meningkatkan kemandirian

adalah bahwa keadaan ini memungkinkan bayi mengembangkan halhal yang sesuai dengan
minat dan kemampuannya. Akibatnya,

individualitas yang tampak pada waktu lahir semakin menonjol pada

saat menjelang akhir masa bayi. Individualitas tampak dalam

penampilan dan pola-pola perilaku. Bahkan bayi kembar pun

menunjukkan individualitasnya.

Dengan meningkatnya individualitas, maka setiap bayi harus

diperlakukan sebagai individu. Tidak dapat lagi semua bayi diharapkan

tumbuh berdasarkan makanan yang sama atau adanya jadwal makan

dan tidur yang sama. Tidak dapat diharapkan teknik-teknik latihananak yang sama akan
cocok untuk semua bayi. Sekalipun bayi belum

mencapai ulang tahunnya yang pertama, kebanyakan orang tua

mengetahui bahwa bayi adalah individu dan harus diperlakukan

37
sebagai individu.

13

e. Masa Bayi Adalah Permulaan Sosialisasi

Egosentrisme, yaitu diri bayi yang muda belia, cepat berubah

menjadi keinginan untuk menjadi bagian dari kelompok sosial. Bayi

menunjukkan keinginan untuk menjadi bagian dan kelompok sosial

dengan memprotes kalau dibiarkan sendiri selama beberapa waktu dan

dengan mencoba memperoleh perhatian dari orang-orang lain melalui

segala macam cara yang dapat dilakukannya.

Salah satu cara adalah dengan perilaku akrab. Bayi lebih dapat

mengandalkan perhatian dan kasih sayang ibu atau pengganti ibu

daripada anggota-anggota keluarga lain atau orang-orang lain. Oleh

karena itu, ia mengembangkan ikatan emosi yang kuat dengan ibunya

jauh sebelum periode masa bayi berakhir. Dari pemuasan perilaku

akrab inilah berkembang hubungan dengan orang lain yang hangat dan

kekal.

f. Masa Bayi Adalah Permulaan Berkembangnya Penggolongan PeranSeks

Hampir dari saat dilahirkan anak laki-laki diperlukan sebagai

laki-laki dan perempuan sebagai perempuan. Anak laki-laki, misalnya

diberi pakaian warna biru, diselimuti dengan selimut biru dan

kamarnya tidak diberi hiasan jumbai-jumbai dan kerat-kerat seperti

38
kamar anak perempuan. Mainan dipilihkan yang sesuai dengan anak

laki-laki dan mereka diberikan cerita-cerita tentang anak laki-laki dan

kegiatan-kegiatannya. Tradisi pengenalan seks yang sama juga

14

diperlakukan kepada anak perempuan.

Tekanan pada anak perempuan untuk bersikap sesuai dengan

jenis kelaminnya sejak masa bayi tidak terlampau kuat seperti tekanan

pada anak laki-laki, meskipun penggolongan peran-seks merupakan

bagian dari awal pendidikan anak perempuan. Secara tidak langsung

anak perempuan peran-seksnya sudah ditetapkan pada masa bayi dengan memperbolehkan
mereka menangis dan menunjukkan tandatanda lain "kelemahan wanita" yang tidak
diperkenankan pada bayi

laki-laki (Hurlock, 2001).

g. Masa Bayi Adalah Masa yang Menarik

Meskipun menurut ukuran orang dewasa bayi mempunyai

perbandingan tubuh yang tidak wajar, tetapi bayi menarik justru karena

kepalanya besar, perutnya buncit, anggota badannya kecil dan kurus,

tangan dan kakinya kecil. Kalau bayi memakai baju dan diselubungi

dengan selimut bayi, membuatnya semakin menarik.

Anak yang lebih besar seperti halnya orang dewasa

menganggap bayi menarik karena ketidak berdayaan dan

ketergantungannya. Lambat laun, dengan berkurangnya

39
ketergantungan karena meningkatnya kemampuan untuk melakukan

sesuatu bagi diri sendiri, dan menjadi kurang menariknya penampilan

karena adanya perubahan tubuh kecil yang seperti boneka ditutupi oleh

baju bayi menjadi tubuh yang lebih besar ditutupi oleh pakaian biasa

yang lebih kuat, maka bayi menjadi lebih sulit diatur dan menolak

15

bantuan orang lain (Hurlock, 2001).

h. Masa Bayi Merupakan Permulaan Kreativitas

Karena kurangnya koordinasi otot dan ketidakmampuan

mengendalikan lingkungan, bayi tidak mampu melakukan sesuatu

yang dapat dianggap orisinal atau kreatif. Namun dalam bulan-bulan

pertama bayi belajar rnengembangkan minat dan sikap yang

merupakan dasar bagi kreativitasnya kemudian dan untuk penyesuaian

diri dengan pola-pola yang diletakkan oleh orang lain (Hurlock, 2001).

i. Masa Bayi Adalah Masa Berbahaya

Meskipun semua tahapan dalam rentang kehidupan

mengandung bahaya, tetapi bahaya tertentu lebih banyak terdapat

selama masa bayi daripada dalam periode-periode lain. Bahaya dapat

merupakan bahaya fisik dan bahaya psikologis. Di antara bahayabahaya fisik, yang paling
parah adalah penyakit dan kecelakaan karena

sering menyebabkan ketidakmampuan atau bahkan kematian. Karena

pola perilaku, minat dan sikap terbentuk selama masa bayi, maka

40
bahaya psikologis dapat terwujud kalau diletakkan dasar-dasar yang

buruk pada masa ini.

Perkembangan yang pesat dari susunan saraf, pengerasan

tulang, dan penguatan otot, memungkinkan bayi menguasai tugastugas perkembangan masa
bayi, tetapi keberhasilan bayi dalam hal ini

banyak bergantung pada kesempatan yang diberikan untuk menguasai

tugas tersebut dan bergantung pada bantuan serta bimbingan yang

16

diperoleh.

Bayi yang berkernbang lambat dalam penguasaan tugas-tugas

perkembangan masa bayi akan mengalami kesulitan pada saat ia

mencapai awal masa kanak-kanak dan diharapkan untuk menguasai

tugas-tugas perkembangan selama tiga tahun: Dasar yang kurang baik

dalam keterampilan motorik atau berbicara, akan menyulitkan anak

belia untuk menguasai berbagai keterampilan di bidang perkembangan

itu. Sebaliknya, kalau tugas perkembangan ini dikuasai dengan baik

maka bayi akan memiliki dasar yang dibutuhkan untuk berhasil

menguasai keterampilan berbicara, keterampilan motorik dan bentuk

pengendalian tubuh lainnya yang penting untuk menjadi bagian dari

kelompok sebayanya, yaitu salah satu tugas perkembangan yang

penting dari awal masa kanak-kanak (Hurlock, 2001).

3) Tugas dan perkembangan masa bayi

41
Karena pola perkembangan dapat diramalkan meskipun bayi yang

berbeda mencapai hal-hal yang penting pada pola ini dalam usia yang agak

berbeda, dapatlah dibuat standar dari harapan-harapan sosial dalam bentuk

tugas-tugas perkembangan. Misalnya, semua bayi diharapkan belajar

berjalan, memakan makanan padat, sedikit mengendalikan alat-alat

pembuangan, mencapai stabilitas fisiologis yang baik (terutama dalam

irama lapar dan tidur), mempelajari dasar-dasar berbicara, dan

berhubungan secara emosional dengan orang tua dan saudara-saudara

kandung sampai derajat tertentu dan tidak sepenuhnya tersendiri seperti

17

pada saat dilahirkan. Tentu saja sebagian besar tugas-tugas perkembangan

ini belum dapat sepenuhnya dikuasai pada saat masa bayi hampir berakhir,

tetapi dasar-dasarnya harus sudah diletakkan (Hurlock, 2001).

Masa bayi adalah masa dimana kontak erat antara ibu dan anak

terjalin, sehingga dalam masi ini, pengaruh ibu dalam mendidik anak

sangat besar.

a. Tahun Pertama

Pertumbuhan fisik, pendewasaan,pencapaian kemampuan dan

reorganisasi psikologis terjadi dengan cepat selama tahun pertama.

Perubahan-perubahan ini tidak selamanya berjalan lancar tetapi lebih

mendesak dan tidak terus-menerus yang secara kualitatif mengubah

42
tingkah laku anak.

1) Usia 0-2 bulan

Tantangan biologis dan psikologis menghadapi neonatus.

Tantangan ini terdiri dari penentuan pemberian makanan yang

efektif dan siklus waktu tidur dan bangun yang dapat diperkirakan.

Dalam pelaksanan tugas-tugas ini, bayi dan orang tua bersatu

dalam interaksi social yang penting, mempersiapkan dasar untuk

perkembangan kognitif (kesadaran) dan emosi.

2) Usia 0-6 bulan

Pada usia sekitar 2 bulan, munculnya senyum dengan keinginan

sendiri(sosial) dan meningkatnya kontak mata menandai adanya

perubahan dalam hubungan orang tua dan anak, peningkatan

18

perasaanorang tua yang merasa lebih dicintai. Pada bulan

berikutnya, jangkauan motorik, control social dan penyatuan

kognitif bayi meningkat secara dramatis. Pengaturan bersama

mengambil bentuk pertukaran social yang kompleks.

3) Usia 6-12 bulan

Usia 6-12 bulan membuat peningkatan mobilitas dan pengenalan

benda-benda mati, perkembangan dalam kemampuan pemahaman

kognitif dan berkomunikasi, dan tekanan baru sekitar motif kasih

43
sayang dan pemisahan. Bayi mengembangkan kemampuan dan

hasratnya, sifat-sifat yang di terima oleh kebanyakan orang tua

tetapi masih mendapat tantangan untuk diatur. (Wahab, Samik :

2002).

Perkembangan fisik

Pertumbuhan yang pesat selama rentang kehidupan terjadi pada

masa bayi dan pada periode pubertas. Selama enam bulan pertama,

pertumbuhan terus terjadi dengan pesat seperti pada periode pranatal dan

kemudian mulai menurun. Dalam tahun kedua tingkat pertumbuhan cepat

menurun. Selama tahun pertama, peningkatan berat tubuh lebih besar

daripada peningkatan tinggi; selama tahun kedua terjadi hal yang

sebaliknya (Hurlock, 2001).

Kalau pertumbuhan pesat yang merupakan ciri dari periode

pranatal dari awal periode pascanatal tidak berkurang setelah lahir, anak

dapat tumbuh menjadi raksasa. Telah diperhitungkan bahwa kalau tingkat

19

pertambahan berat tubuh sama besarnya dengan tingkat pertumbuhan yang

terjadi selama tahun pertama, seorang anak yang pada waktu lahir beratnya

tujuh pon akan mempunyai berat sebesar 230,029 pon pada usia sebelas

tahun.

Meskipun pola umum dari pertumbuhan dan perkembangan sama

44
bagi semua bayi, tetapi tetap ada perbedaan dalam tinggi, berat,

kemampuan sensorik dan bidang perkembangan fisik lain. Beberapa bayi

memulai kehidupan dengan badan yang lebih kecil dan perkembangan

yang kurang normal. Mungkin ini disebabkan karena belum cukup umur

atau kondisi fisik yang buruk akibat ibu kekurangan gizi, mengalami

tekanan atau kondisi kurang baik lainnya selama periode pranatal.

Akibatnya, bayi itu cenderung tertinggal dari teman-teman sebayanya

dalam tahun-tahun di masa bayi.

Pola pertumbuhan fisik bayi laki-laki maupun perempuan adalah

sama. Namun di dalam kelompok seks terdapat perbedaan yang menonjol.

Selama tahun pertama terdapat sedikit perbedaan dalam tinggi dan berat

tubuh antara bayi kulit hitam dan bayi kulit putih dari tingkat, ekonomi

yang sama. Perbedaan mulai tampak dalam tahun kedua, karena anak kulit

hitam umumnya lebih ramping daripada anak kulit putih.

Juga terdapat perbedaan dalam ukuran tubuh bayi dari tingkat

sosial ekonomi yang berlainan. Bayi yang orang tuanya dari tingkat sosial

ekonomi yang rendah cenderung lebih kecil, baik dalam berat maupun

tinggi, daripada bayi yang orang tuanya berasal dari tingkat sosial ekonomi

20

yang lebih tinggi. Bentuk tubuh, yang mulai tampak dalam tahun kedua

juga menyebabkan perbedaan dalam tinggi dan berat.

45
Selama periode masa bayi perbedaan-perbedaan tidak saja terus

berlangsung tetapi semakin tampak mencolok. Perbedaan dalam berat

lebih besar daripada perbedaan dalam tinggi. Ini disebabkan karena

perbedaan berat sebagian bergantung pada bentuk tubuh dan sebagian lagi

bergantung pada kebiasaan makan dan jenis makanan (Hurlock, 2006).

Perkembangan Psikologis

Masa bayi adalah masa pembentukan pola-pola psikologis

fundamental untuk makan, tidur, dan buang air, meskipun pembentukan

kebiasaan tersebut mungkin tidak selesai pada akhir masa bayi.

Pola tidur selarna tahun pertama masa bayi, lama rata-rata tidur

malam meningkat dari 8½ jam pada tiga minggu pertama hingga 10 jam

pada 12 minggu pertama dan selanjutnya tetap konstan selama sisa tahun

tersebut. Selama tiga bulan pertama, penurunan jumlah waktu tidur siang

diimbangi oleh peningkatan jumlah waktu tidur malam. Sepanjang tahun

pertama, sikius bangun tidur selama kira-kira satu jam terjadi baik pada

waktu tidur siang maupun tidur malam, dengan tidur lelap hanya kira-kira

23 menit (Hurlock, 2006).

Pola makan, usia empat atau lima bulan, semua pola makan adalah

dalam bentuk mengisap dan menelan. Oleh karena itu, makanan haruslah

dalam bentuk cair. Mengunyah umumnya barulah muncul dalam pola

perkembangan sebulan sesudah menggigit. Akan tetapi, seperti menggigit,

46
21

mengunyah adalah dengan cara yang khas bayi, dan memerlukan banyak

latihan sebelum menjadi sempurna.

Ketidaksukaan makan, yang mulai berkem-bang pada tahun kedua,

sering merupakan akibat dari perpanjangan pola makan ala bayi. Setelah

terbiasa dengan makanan cair, cukup sulit bagi bayi untuk menyesuaikan

diri dengan makanan yang agak keras. Hal ini menambah ketidaksukaan

mere-ka terhadap makanan, sekalipun mereka mungkin menyukai rasanya.

Pola buang air Pengendalian (kontrol) buang air besar rata-rata

mulai pada usia enam bulan, sedangkan pengendalian buang air kecil

mulai antara usia 15 dan 16 bulan. Dalam hal buang air besar, kebiasaan

pengendalian terbentuk pada akhir masa bavi; meskipun sekali-sekali

dapat juga terjadi penyirnpangan, khususnya ketika bayi lelah, sakit, atau

secara emosional sangat senang. Sebaliknya, pengendalian buang air kecil,

belumlah sempurna pada akhir masa bayi. Jarang basah (buang air kecil)

selama siang hari dapat diharapkan untuk sebagian besar waktu, kecuali

bila si bayi sakit, lelah. atau tegang secara emosional. Tidak basah pada

malam hari sulit ditiarapkan dari rata-rata anak sampai beberapa tahun

berikutnya (Hurlock, 2006).

22

B. Ibu Nifas

47
1. Pengertian

Masa nifas ( Puerperium ) adalah masa setelah plasenta lahir dan

berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum

hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu

(Ambarwati, 2008 ).

Masa nifas adalah dimulai setelah partus selesai dan berakhir

setelah kira-kira 6 minggu akan tetapi seluruh alat genetalia baru pulih

kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan ( Muhtar

Rustam, 2002 ).

2. Periode Nifas

a. Puerperium Dini

Adalah masa nifas dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan

berjalan-jalan. Dalam agama Islam, dianggap telah bersih dan boleh

bekerja setelah 40 hari.

b. Puerperium Intermedial

Adalah Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8

minggu.

c. Remote Puerpurium

Adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna

terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai

komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna biasanya berminggu-minggu,

48
bulanan, atau tahunan ( Ambarwati, 2008).

23

c. Perubahan Fisiologi Pada Masa Nifas

a. Uterus

Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil ( Involusi ) sehingga

akhirnya kembali seperti sebelum hamil ( Sarwono, P. 2002 : 237 ).

b. Lochea

Adalah cairan yang keluar dari vagina yang berasal dari tempat

plasenta dalam rahim setelah persalinan. Dan ini terjadi segera

setelah plasenta dikeluarkan (Ambarwati., 2008).

Macam-macam Lochea :

1) Lochea Rubra ( Cruenta ) : Berisi darah segar dan sisa selaput

ketuban, Sel-sel Desidua, Verniks Kaseosa, Lanugo, dan

Mekonium, selama 2 hari Post Partum.

2) Lochea Sanguinolenta : Berwarna kuning berisi darah dan

lendir, hari 3-7 Post Partum.

3) Lochea Serosa : Berwarna kuning cairan tidak berdarah lagi,

pada hari ke 7-14 Post Partum.

4) Lochea Alba : Cairan berwarna putih, setelah 2 minggu.

5) Lochea Purulenta : Terjadi infeksi, keluar cairan seperti

nanah berbau busuk.

49
6) ochiostasis : Lochea tidak lancar keluarnya.

c. Bekas implantasi uri

Bekas implantasi uri, bentuknya mengecil karena kontraksi dan

menonjol ke kavum uteri dengan diameter 7,5 cm sesudah 2

24

minggu menjadi 3,5 cm pada minggu ke enam 2,4 cm dan akhirnya

pulih.

d. Luka-luka

Luka-luka pada jalan lahir bila tidak disertai infeksi akan sembuh

dalam 6-7 hari.

e. Rasa sakit

Rasa sakit disebabkan kontraksi rahim, biasanya berlangsung 2-4

hari pasca persalinan perlu diberikan pengertian pada ibu mengenai

hal ini dan bila terlalu mengganggu dapat diberikan obat-obat anti

sakit dan anti mules.

f. Servik

Setelah persalinan, konsistensinya lunak kadang-kadang terdapat

perlukaan kecil setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk rongga

rahim, setelah 2 jam dapat dilalui 1 jari.

g. Ligamen- ligament

Ligamen fasia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu

50
persalinan setelah bayi lahir secara berangsur- angsur menjadi

sempit dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh ke

belakang dan menjadi retrofleksi, karena ligamentum rotundum

menjadi kendor setelah melahirkan, kebiasaan wanita indonesia

melakukan berkusuk atau berurut di mana sewaktu diurut tekanan

intra abdomen bertambah tinggi karena setelah melahirkan

ligamenta fasia dan jaringan penunjang menjadi kendor. Jika

25

dilakukan urut banyak wanita akan mengeluh kandungannya turun

untuk memulihkan kembali sebaiknya dengan latihan- latihan dan

senam nifas.

2. Perubahan Fisik

Menurut Ambarwati, (2008) perubahan fisik ibu nifas ditandai

dengan:

a. Suhu badan

24 jam post partum suhu badan akan naik sedikit ( 37,50

C - 380

C)

sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan

dan kelelahan apabila keadaan normal suhu badan akan biasa lagi.

Pada hari ke tiga suhu badan akan naik lagi karena ada

51
pembentukan ASI.

b. Nadi

Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali permenit

sehabis melahirkan biasanya denyut nadi itu akan lebih cepat.

Setiap denyut nadi yang melebihi 100 adalah normal dan hal ini

mungkin disebabkan oleh infeksi atau perdarahan post partum

yang tertunda.

c. Tekanan darah

Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah yang akan

rendah setelah ibu melahirkan karena adanya darah yang keluar

saat persalinan. Tekanan darah tinggi pada post partum dapat

menandakan terjadinya pre eklamsi post partum.

26

d. Pernafasan

Pernafasan juga akan mengikutinya kecuali ada gangguan khusus

pada saluran pernafasan.

3. Perubahan Psikologi

Menurut Bahiyatun (2009) wanita mengalami gangguan

psikologis selama masa nifas, sementara itu menyesuaikan diri

menjadi seorang ibu. Cukup sering ibu menunjukan depresi ringan

beberapa hari setelah kelahiran. Depresi tersebut sering disebut

52
sebagai : Post Partum Blues. Adapun penyebab yang paling menonjol

adalah :

a. Kekecewaan emosional yang mengikuti rasa puas dan takut yang

dialami oleh kebanyakan wanita selama kehamilan dan

persalinan.

b. Rasa sakit masa nifas awal.

c. Kelelahan karena kurang tidur selama persalinan dan post partum

di Rumah Sakit.

d. Kecemasan tentang kemampuannya merawat bayi setelah

meninggalkan Rumah Sakit.

e. Ketakutan tentang penampilannya yang tidak menarik lagi bagi

suaminya.

27

4. Fase- Fase Yang Dialami Ibu Nifas :

( Menurut Ambarwati, 2008 )

a. Fase taking in

Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung

dari hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat

itu fokus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri.Pengalaman

selama proses persalinan sering berulang di ceritakannya

kelelahan membuat ibu kurang istirahat, untuk itu mencegaah

53
gejala kurang tidur seperti mudah tersinggung hal ini membuat

ibu cenderung menjadi pasif terhadap lingkungannya.

b. Fase taking hold

Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada

fase taking hold, ibu merasa khawatir akan ketidak mampuan dan

rasa tanggung jawab dalam merawat bayi, selain itu perasaannya

sangat sensitif sehingga mudah tersinggung jika kemungkinannya

kurang hati-hati.

c. Fase letting go

Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran

barunya yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah

mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan, keinginan untuk

merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini.

28

C. Praktek Ibu Nifas dalam Perawatan Bayi

Orang tua baru dapat merasa kebingungan dengan tugas yang akan

datang untuk merawat seorang bayi baru lahir. Salah satu konsep utama yang

harus ditekankan secara berulang ialah bahwa menjadi orang tua merupakan

peran yang dipelajari. Demonstrasi dan diskusi dasar-dasar keterampilan untuk

merawat bayi, seperti memberi makan, memandikan, mengganti popok,

perawatan tali pusat dan menggendong bayi termasuk dalam keterampilan

54
yang harus diperagakan. Orang tua harus diberi kesempatan untuk melatih

keterampilan merawat bayi yang didemonstrasikan (Bobak, Lowdermilk,

Jensen, 2004).

Pendidikan pada orang tua menjadi kewajiban dari tim perawatan

maternal-anak untuk mengajarkan ibu bagaimana cara merawat bayinya

(Hamilton, 1995). Alur perawatan memberi arah yang jelas untuk

mengkoordinasi perawatan, mengajarkan informasi penting, menyiapkan ibu

postpartum untuk pulang, dan mendukung orang tua untuk bisa mandiri

(Gillerman, Beckham, 1991 dalam Bobak, Lowdermilk, Jensen, 2004).

Berikut akan dijelaskan hal-hal yang harus diketahui oleh ibu tentang

perawatan bayi baru lahir:

1. Memandikan Bayi

Mandi memiliki beberapa tujuan. Mandi merupakan kesempatan

untuk (1) membersihkan seluruh tubuh bayi, (2) mengobservasi keadaan,

(3) memberi rasa nyaman, dan (4) mensosialisasikan orangtua-bayi-

29

keluarga (Bobak, Lowdermilk, Jensen, 2004). Sesuai dengan umur bayi,

ada cara untuk memandikan bayi.

a. Mandi Spons. Apabila tali pusatnya belum lepas, membersihkan bayi

dengan menggunakan spons. Jadi, tidak perlu memandikan bayi dalam

bak mandi. Mandi dengan cara ini bisa dilakukan sampai bayi berusia

55
4-6 minggu. Saat memandikan bayi, pilihlah posisi yang paling

nyaman. Misalnya, duduk sambil memangku bayi, atau berdiri dan

bayi diletakkan di atas meja. Sabunlah seluruh tubuh bayi dengan

spons. Khusus untuk membersihkan bagian kepala, selain

menggunakan sabun khusus bayi, dapat juga menggunakan sampo

khusus bayi. Membilas, dan mengeringkan dengan handuk lembut.

b. Mandi dalam bak mandi. Apabila tali pusat bayi telah lepas,

memandikan bayi dapat dilakukan di bak mandi. Gunakanlah bak

mandi sesuai ukurannya dengan bayi. Mengisi bak mandi dengan air

hangat (suhunya 36-37

C) setinggi 7,5-8,0 cm. Berhati-hatilah pada

waktu mencelupkan bayi ke dalam air. Bila bayi baru pertama kali

dimandikan, memberikan waktu kepada bayi untuk mengenal

bagaimana rasanya berada di dalam air, setelah itu mulai memandikan

bayi.

Menggosok tubuh bayi dengan waslap atau spons. Tetapi, untuk

membersihkan hidung dan telinga, digunakan cotton buds. Sebelum

mencuci rambut bayi, terlebih dahulu membasuh wajah bayi dengan

air lalu keringkan dengan handuk. Setelah itu, menggosok rambut

30

56
bayi dengan sampo. Pada waktu membilas, kepala bayi diangkat lebih

tinggi dari bak mandi (Musbikin, 2006).

2. Memberi ASI pada Bayi /Feeding

Makanan bayi yang terbaik, sehat, dan sempurna adalah ASI yang

diberikan minimal sampai anak berusia 2 tahun (Musbikin, 2006).

Pemberian ASI untuk yang pertama kali pada umumnya sebelum 5-6 jam

setelah bayi dilahirkan, dengan cara meletakkan bayi di atas payudara ibu.

Pemberian ASI diberikan selama 15-20 menit tiap kali menyusui

(Pudjiadi, 2001).

Metoda dalam pemberian ASI: (a). Memilih posisi yang nyaman

baik duduk, berdiri maupun berbaring dengan punggung terdukung dengan

baik, gunakan bantal untuk menyangga bayi sehingga mencapai ketinggian

payudara. Memastikan seluruh tubuh bayi, tidak hanya kepalanya

menghadap ke tubuh Anda. (b). Memegang bayi mendekat ke arah Anda

dan memastikan bahwa kepalanya berada dalam satu garis dengan

tubuhnya dan tidak berpaling ke satu sisi. (c). Memposisikan bayi

sehingga bibir atasnya setara dengan ketinggian putting, Mengusap pipi

bayi dengan jari atau dengan putting, dengan demikian bayi secara

naluriah akan berbalik, menempelkan mulutnya, dan mulai menghisap. (d).

Membantu bayi dalam mengangkap aerola dengan benar. (e). Menyisipkan

jari Anda ke sudut mulut bayi, menghentikan isapan bayi untuk melihat

57
apakah ada aliran dari payudara. (f). Bila perlu memutar musik yang

tenang dan jika rumah anda sangat ramai, cari tempat yang sunyi dimana

31

tidak akan menggangu selama memberikan ASI (The American Academy

of Pediatrics, 2004); (Nolan, 2003).

D. Karakteristik Ibu Nifas

1. Umur Ibu

Menurut Hartanto, usia reproduksi yang baik adalah pada usia 20-

35 tahun dimana usia tersebut merupakan periode yang paling baik untuk

hamil, melahirkan dan menyusui. Umur yaitu usia individu yang terhitung

mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. Semakin cukup umur

maka tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang

dalam berfikir dan bekerja (Nursalam, 2001, p.134).

Seorang wanita sebagai insan biologi sudah memasuki usia

produktif beberapa tahun sebelum mencapai umur dimana kehamilan dan

persalinan dapat berlangsung dengan aman yaitu umur 20-30 tahun.

Setelah itu resiko ibu akan meningkat setiap tahun. Besarnya resiko itu

sangat ditentukan oleh keadaan sosial ekonomi dan lingkungan setempat.

Angka kematian dan kesakitan ibu akan tinggi bila melahirkan terlalu

muda dan terlalu tua yaitu umur dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun.

Masa antara umur 20-35 tahun adalah tahun terbaik untuk mempunyai

58
keturunan yang berarti bahwa kemungkinan terjadinya gangguan pada

kehamilan dan persalinan adalah sangat kecil (Prawirohardjo, 2007, p.23).

Umur ibu sangat menentukan kesehatan maternal dan berkaitan

dengan kondisi kehamilan, persalinan, dan nifas serta cara mengasuh dan

32

menyusui bayinya. Ibu yang berumur kurang dari 20 tahun masih belum

matang dan belum siap dalam hal jasmani dan sosial dalam menghadapi

kehamilan, persalinan serta membina bayi yang dilahirkan (Depkes RI),

sedangkan ibu yang berumur 20-35 tahun, menurut Hurlock disebut

sebagai “masa dewasa“ dan disebut juga masa reproduksi, dimana pada

masa ini diharapkan masala-masalah yang dihadapi dengan tenang secara

emosional, terutama dalam menghadapi kehamilan, persalinan dan

merawat bayinya. Berdasarkan penelitian Kusmayanti (2005) bahwa

semakin meningkat umur maka presentasi berpengetahuan semakin baik

karena disebabkan oleh akses informasi, wawasan dan mobilitas yang

masih rendah. Menurut pendapat Hurlock B.E (2002) bahwa semakin

meningkatnya umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang dalam

berfikir dan bekerja akan lebih matang.

2. Pendidikan Ibu

a. Definisi Pendidikan

1) Notoatmodjo (2002) mengatakan bahwa : Pendidikan adalah suatu

59
kegiatan, usaha manusia meningkatkan kepribadian atau proses

perubahan perilaku menuju kedewasaan dan penyempurnaan

kehidupan manusia dengan jalan membina dan mengembangkan

potensi pribadinya yang berupa rohani (cipta, rasa, karsa) dan

jasmani. Pendidikan merupakan kemajuan-kemajuan masyarakat

dan kebudayaan sebagai suatu kesatuan.

33

2) Suryo (2001) mengatakan bahwa : Pendidikan pada dirinya adalah

penanaman pengetahuan serta pengembangan mental maupun

ketrampilan yang berlangsung dengan jangkauan waktu tertentu,

sejak mulai pelaksanaanya, sebaiknya juga diawali dari analisis

kebutuhan sampai dengan studi penerapan pendidikan tersebut

ditempat diharapkannya peserta didik dapat bekerja, dan tidak

berhenti sampai pada evaluasi hasil pendidikan saja.

b. Fungsi Pendidikan

Secara mikro, pendidikan membantu secara sadar

perkembangan jasmani dan rohani, secara makro kegiatan pendidikan

berlangsung dalam tiga lingkungan yaitu keluarga, sekolah,

masyarakat.

1) Pendidikan Keluarga

a) Merupakan lingkungan pertama bagi anak-anak untuk pertama

60
kali mendapat pengaruh sadar.

b) Keluarga sangat penting dalam membentuk pola kepribadian

anak, anak pertama kali berkenalan dengan nilai dan norma.

c) Dalam lingkungan keluarga yang harmonis mampu

memancarkan keteladanan kepada anak-anaknya, sehingga

akan lahir anak yang mempunyai kepribadian dengan pola

yang mantap

34

2) Pendidikan Sekolah

Sekolah merupakan jenis pendidikan yang berjenjang,

berstruktur dan berkesinambungan. Jenis pendidikan sekolah

mencakup pendidikan umum, kejurusan, kedinasan, keagamaan

dan pendidikan dasar, menengah, pendidikan tinggi serta ada

pendidikan pra sekolah. Mengenai jenjang pendidikan menurut

undang-undang RI No. 20 th 2003 tentang SISDIKNAS adalah:

a) Pendidikan Dasar

Adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan

ketrampilan, menumbuhkan sikap dasar yang diperlukan serta

mempersiapkannya untuk mengikuti pendidikan menengah.

Merupakan bakal dasar bagi perkembangan kehidupan baik

pribadi maupun masyarakat. Oleh karena itu warga negara

61
diberi kesempatan memperoleh pendidikan dasar. Terdiri dari

SD dan SMP.

b) Pendidikan Menengah

Adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik

menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan

mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial

budaya dengan alam sekitar serta dapat mengembangkan

kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau perguruan

tinggi. Pendidikan menengah terdiri dari pendidikan menengah

umum (SMA/MA) dan kejuruan.

35

c) Pendidikan Tinggi

Adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik

untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan

tingkat tinggi yang bersifat akademik atau profesional sehingga

dapat menerapkan, mengembangkan, menciptakan ilmu

pengetahuan dan tekhnologi dalam pembangunan nasional serta

meningkatkan kesejahteraan manusia. Pendidikan tinggi terdiri

dari Akademi, Instansi, Sekolah Tinggi, dan Universitas.

3) Pendidikan di Masyarakat

Masyarakat merupakan lembaga pendidikan ketiga yang

62
ikut bertanggung jawab dalam upaya mencerdaskan kehidupan

bangsa. Melalui pendidikan di masyarakat, anak akan dibekali

dengan penalaran, ketrampilan dan sikap, oleh karena itu sering

juga pendidikan di masyarakat dijadikan upaya untuk

mengoptimalkan perkembangan diri

c. Paritas

Paritas adalah kelahiran setelah gestasi 20 minggu, tanpa

memperhatikan apakah bayi hidup atau mati (Patricia W, 2006 :78).

Paritas (pernah melahirkan) ibu merupakan frekuensi ibu pernah

melahirkan anak, hidup atau mati, tetapi bukan aborsi (Salmah, 2006 :

133).

36

Kriteria paritas (jumlah anak) dibagi menjadi 2, yaitu :

1) Primipara (melahirkan anak 1x)

2) Multipara (melahirkan anak > 1x)

3) Granda multipara (melahirkan anak > 4x)

d. Faktor ibu yang berpengaruh dalam perawatan bayi baru lahir menurut

menurut notoadmojo (2003):

1) Faktor predisposisi (presdiposing factor):

Faktor-faktor yang dapat mempermudah atau mempredisposisi

terjadinya perilaku pada diri seorang atau masyarakat, adalah

63
pengetahuan dan sikap seseorang atau masyarakat tersebut

terhadap apa yang akan dilakukan.

2) Faktor pemungkin (enabling factors) :

Faktor pemungkin atau pendukung (enabling) perilaku adalah

fasilitas, sarana, atauprasarana yang mendukung atau yang

memfasilitasi terjadinya perilakuseseorang atau masyarakat.

c. Faktor penguat (reinforcing factors)

Pengetahuan, sikap, dan fasilitasyang tersedia kadang-kadang

belum menjamin terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat.

37

Faktor ibu yang berpengaruh dalam perawatan bayi baru lahir menurut

menurut jensen (2004):

1) Faktor Predisposisi

a) Tingkat pendidikan

Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem

pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan

64
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Menurut (Uhbiyati dan Ahmadi, 2007, p.70),

Pendidikan pada hakekatnya suatu kegiatan yang secara

sadar dan disengaja, serta penuh tanggung jawab yang

dilakukan oleh orang dewasa kepada anak sehingga

timbul interaksi dari keduanya agar anak tersebut

mencapai kedewasaan yang dicita-citakan dan

berlangsung terus menerus.

b) Tingkat pengetahuan

Perawatan bayi baru lahir yang baik dapat menjaga

kondisi bayi tetap sehat, maka ibu perlu tahu perawatan yang

benar. Menurut Bloom yang dikutip Notoatmodjo (2003) agar

38

seseorang dapat melakukan suatu prosedur dengan baik harus

sudah ada pada tingkatan pengetahuan aplikasi. Aplikasi

dianggap sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada suatu situasi atau kondisi sebenarnya. Jadi

seorang ibu bisa merawat bayinya dengan baik tergantung dari

tingkat pengetahuan ibu untuk mengaplikasikan

pengetahuannya.

c) Pengalaman

65
Pengalaman merupakan gambaran pengetahuan atau

suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh

sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai

upaya untuk memperoleh pengetahuan, hal ini dilakukan

dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh

dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa

lainnya.

Menurut Eisenberg , menyatakan bahwa pertama kali

seorang ibu merawat bayi mungkin akan merasa kecil hati

sejenak, merasa kaku untuk mengerjakannya dan ingin lari dari

kenyataannya. Perasaan ini hanya dialami setiap orang tua yang

baru pertama kali merawat anaknya karena kurangnya

ketrampilan dan pengalaman ibu dalam merawat bayi. Berbeda

dengan kelahiran anak kedua dan ketiga yang akan memberi

39

perubahan yang lebih jauh untuk memerankan fungsinya

dengan baik dalam merawat bayi.

d) Pekerjaan

Ibu yang bekerja dalam merawat bayinya juga

memberikan dampak yang sangat luas terhadap anaknya yaitu

dapat menyangkut kesehatan, keselamatan, keamanan,

66
pendidikan anak tersebut. Karena hak seorang anak dalam masa

pertumbuhan dan perkembangan adalah mendapat kasih sayang

dan perawatan secara continue (Suryabudhi, 2003).

e) Usia

Reaksi umum terhadap kelahiran bayinya sangat

bervariasi terutama jika terjadi reaksi pembelahan diri yang

menentang, merasa sangat dirugikan dan terhambat oleh

kehadiran bayinya karena bertambahnya macam-macam tugas

baru untuk merawat dan mengasuh bayinya. Perasaan semacam

ini terutama banyak dijumpai pada ibu-ibu yang usianya sangat

muda yang belum siap secara mental untuk menjadi seorang

ibu.

f) Sosial budaya

Sosial budaya juga mempengaruhi tindakan ibu dalam

merawat bayinya. Menurut Suryabudhi (2003) sejak kelahiran

bayi dorongan-dorongan biologis dan instruktif dari ibu

dilindungi dan distimulir oleh lingkungannya seperti halnya

40

usia ibu muda agar mampu menyusui serta memelihara

anaknya dengan cara memberikan macam-macam makanan dan

minuman tradisional seperti jamu. Ibu nifas berusaha

67
memberikan hal yang terbaik saja bagi bayinya dengan

mengikuti adat istiadat yang ada.

g) Sosial ekonomi

Menurut Kartono (1992) diantara kaum wanita kaya

raya, banyak yang memilih untuk menitipkan bayinya selama

beberapa tahun ke suatu rumah perawatan atau menyewa

seorang pengasuh untuk menyusui dan mengasuh anaknya,

agar tidak merasa direpotkan bayinya. Sedangkan ibu di kelas

ekonomi rendah lebih memilih untuk mengasuh anaknya

sendiri dari pada membayar seorang pengasuh untuk merawat

bayinya, sehingga ibu ini mempunyai pengetahuan dan

kepercayaan diri dalam merawat bayinya untuk berkontak

langsung dengan seorang bayi.

h) Dukungan suami

Primipara dan Multipara memiliki kebutuhan yang

berbeda. Multipara akan lebih realistis dalam mengantisipasi

keterbatasan fisiknya dan dapat lebih mudah beradaptasi

terhadap peran dan interaksi sosialnya. Primipara mungkin

memerlukan dukungan yang lebih besar dan tindak lanjut yang

mencakup rujukan ke badan bantuan dalam masyarakat.

41

68
Keluarga dan teman-teman orang tua dan anak yang baru lahir

ini membentuk dimensi penting dalam jaringan sosial orang

tua, yang sebagian besar mungkin tergantung pada keadaan

budaya. Hubungan cinta dan emosi yang positif tampaknya

sangat penting untuk memperkaya kemampuan menjadi orang

tua dan mengasuh anak (Gottlieb,1980;Schomkoff;1984).

Orang tua atau keluarga mertua, yang membantu urusan rumah

tangga dan tidak mengganggu keleluasaan pribadi atau tidak

hanya memberi kritikan, akan sangat dihargai. Kadangkala

jaringan kekerabatan yang luas menimbulkan masalah karena

nasihat yang diterima oleh orang tua baru saling bertentangan.

Pada beberapa kelompok budaya, suatu jaringan kekerabatan

yang luas dapat menjadi unsur pendukung yang penting

(Jensen, 2004, p.516).

2) Faktor pendukung

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau

fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat

pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan

makanan yang bergizi dan sebagainya, termasuk juga fasilitas

pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik,

posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktik swasta

69
dan sebagainya.

42

Faktor pemungkin adalah suatu faktor yang mendukung terjadinya

suatu perilaku, misalnya untuk terjadinya perilaku ibu untuk

merawat bayi baru lagir maka di perlukan: tersedianya persiapanpersiapan dalam merawat
bayi sesuai SOP yang sudah ditetapkan

oleh bidan.

3) Faktor pendorong

Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh

masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas

termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang,

peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah

yang terkait dengan kesehatan untuk berperilaku sehat

(Notoatmodjo, 2003).

Faktor penguat merupakan faktor pendukung selain pengetahuan,

sikap dan fasilitas. Sering terjadi bahwa masyarakat sudah

mengetahui tatacara merawat bayi dan juga tersedia fasilitas di

lingkungannya, tetapi mereka belum melaksanakan karena suami,

orang tua dan mertua tidak mendukung.

Postpartum Depression

70
Depresi postpartum atau postpartum depression adalah depresi yang terjadi setelah
melahirkan. Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan zat kimia di otak dan dialami oleh
10% ibu yang melahirkan.

Ada yang menganggap postpartum depression sama dengan baby blues, tapi anggapan itu
tidak benar. Baby blues merupakan perubahan emosi (mood swing) yang umumnya
menyebabkan sang ibu menangis terus-menerus, cemas, hingga sulit tidur selama beberapa
hari hingga 2 minggu setelah bayi lahir.

postpartum depression - alodokter

Sementara itu, postpartum depression merupakan kondisi yang lebih parah dibandingkan
dengan baby blues. Postpartum depression membuat penderita merasa putus harapan, merasa
tidak menjadi ibu yang baik, sampai tidak mau mengurus anak.

Postpartum depression bukan hanya dialami oleh ibu, tetapi juga bisa dialami oleh ayah.
Postpartum depression pada ayah paling sering terjadi 3-6 bulan setelah bayi lahir. Seorang
ayah lebih rentan terkena postpartum depression ketika istrinya juga menderita kondisi
tersebut.

Gejala Postpartum Depression

Gejala postpartum depression atau postnatal depression bisa terjadi pada awal kehamilan,
beberapa minggu sesudah melahirkan, atau hingga setahun sesudah bayi lahir. Ketika
mengalami postpartum depression, seseorang akan mengalami gejala-gejala berikut:

Merasa cepat lelah atau tidak bertenaga.

Mudah tersinggung dan marah.

71
Menangis terus-menerus.

Merasa gelisah tanpa alasan yang jelas.

Mengalami perubahan suasana hati yang drastis.

Kehilangan nafsu makan atau justru makan lebih banyak dari biasanya.

Tidak dapat tidur (insomnia) atau tidur terlalu lama.

Sulit berpikiran jernih, berkonsentrasi, atau mengambil keputusan.

Tidak ingin bersosialisasi dengan teman dan keluarga.

Kehilangan minat terhadap kegiatan yang biasa disukainya.

Putus asa.

Berpikir untuk melukai dirinya sendiri atau bayinya.

Munculnya pikiran tentang kematian dan ingin bunuh diri.

Kapan harus ke dokter

Sangat wajar jika seorang ibu yang baru melahirkan merasa lelah, cemas, dan kurang
bersemangat dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Hal itu disebabkan oleh penurunan
hormon serta perubahan kimia di dalam otak.

Namun, segera konsultasikan dengan dokter jika Anda merasa depresi hingga lebih dari 2
minggu setelah melahirkan. Apalagi jika perasaan tersebut membuat Anda kesulitan
mengurus bayi dan menjalani aktivitas sehari-hari.

Penderita depresi postpartum tetap perlu melakukan kontrol rutin ke dokter, meskipun sudah
tidak merasakan gejala setelah pengobatan, sebab pengobatan postpartum depression bisa
berlangsung hingga beberapa bulan.

72
Penyebab Postpartum Depression

Postpartum depression tidak disebabkan oleh satu faktor penyebab saja. Biasanya kondisi ini
disebabkan oleh kombinasi faktor fisik dan emosional.

Setelah melahirkan, kadar hormon estrogen dan progesteron di dalam tubuh ibu akan turun
drastis. Hal ini menyebabkan perubahan kimia di otak yang memicu terjadinya perubahan
suasana hati.

Ditambah lagi, kegiatan mengasuh bayi dapat membuat ibu tidak dapat beristirahat dengan
cukup untuk memulihkan dirinya setelah melahirkan. Kurangnya istirahat dapat
menimbulkan kelelahan, baik secara fisik maupun emosional, hingga akhirnya memicu
depresi pascamelahirkan.

Tidak hanya itu, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami
depresi postpartum, di antaranya:

Pernah menderita depresi sebelum atau selama

Menderita gangguan bipolar.

Ada anggota keluarga yang menderita depresi.

Menyalahgunakan NAPZA.

Kesulitan menyusui anak.

Hamil di usia muda dan memiliki banyak anak.

Di samping itu, risiko terjadinya depresi pascapersalinan juga akan meningkat jika ibu yang
baru melahirkan mengalami kejadian yang membuat stres, misalnya baru kehilangan
pekerjaan, mengalami masalah finansial, terlibat konflik dalam keluarga, menderita

73
komplikasi kehamilan, melahirkan bayi kembar, atau bayi yang dilahirkan menderita
penyakit tertentu.

Diagnosis Postpartum Depression

Psikolog atau psikiater akan menanyakan gejala yang dialami pasien, sekaligus melakukan
wawancara mendalam mengenai perasaan dan pikiran pasien. Hal ini dilakukan untuk
memeriksa kondisi mental pasien, sekaligus memastikan bahwa pasien mengalami depresi
pospartum.

Dokter juga akan melakukan pemeriksaan fisik untuk mengetahui gejala postpartum
depression, misalnya untuk melihat mata panda sebagai petunjuk bahwa pasien sulit tidur
atau mencari bekas luka sebagai tanda pasien melukai diri sendiri. Pemeriksaan fisik juga
bertujuan untuk melihat adanya tanda-tanda penyakit lain.

Selanjutnya, psikiater atau psikolog akan meminta penderita untuk menjalani skrining
postpartum depression. Saat menjalani skrining, penderita akan diminta untuk menjawab
kuesioner. Pertanyaan yang diberikan berkaitan dengan gejala-gejala yang dialami pasien
serta perubahan pada dirinya.

Selain skrining postpartum depression, dokter dapat melakukan tes penunjang jika depresi
postpartum diduga disebabkan oleh penyakit lain. Misalnya, dokter akan melakukan tes darah
untuk mengetahui apakah gejala yang dialami pasien disebabkan oleh kelenjar tiroid yang
kurang aktif.

Pengobatan Postpartum Depression

74
Penderita postpartum depression perlu mendapatkan pengobatan, namun durasi pengobatan
pada tiap penderita bisa berbeda-beda. Secara umum, pengobatan dapat dilakukan dengan
psikoterapi dan obat-obatan, serta dukungan dari keluarga.

Psikoterapi dilakukan agar penderita dapat membicarakan hal yang dirasakan atau
dipikirkannya, sekaligus untuk membantu penderita menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Terkadang, psikoterapi dilakukan juga dengan melibatkan pasangan atau anggota keluarga
lain untuk membantu menyelesaikan masalah yang dialami penderita.

Sebagai tambahan, psikolog dan psikiater dapat mengedukasi penderita dan keluarganya
mengenai kondisi emosional, serta meminta penderita untuk berpartisipasi dalam grup
dukungan emosional. Jika diperlukan, dokter juga dapat meresepkan obat antikecemasan dan
antidepresan untuk penderita.

Komplikasi Postpartum Depression

Komplikasi akibat postpartum depression dapat dialami oleh ayah, ibu, dan anak. Komplikasi
ini dapat menimbulkan masalah di dalam keluarga.

Komplikasi pada ibu

Depresi postpartum yang tidak tertangani dan berlangsung lama dapat berkembang menjadi
gangguan depresif kronis. Kondisi ini dapat meningkatkan risiko terjadinya depresi berat di
kemudian hari.

Komplikasi pada anak

75
Anak-anak dari ibu penderita depresi setelah melahirkan lebih berisiko mengalami gangguan
perilaku dan masalah emosional. Akibatnya, anak tidak mau makan, menangis terus menerus,
dan kemampuan bicaranya terhambat.

Komplikasi pada ayah

Saat ibu mengalami depresi, ayah juga memiliki kemungkinan yang tinggi untuk mengalami
depresi postpartum.

Pencegahan Postpartum Depression

Postpartum depression tidak dapat dicegah, namun dapat dideteksi lebih dini. Dengan kontrol
rutin pascamelahirkan, dokter dapat memonitor kondisi ibu, terutama jika sebelumnya ibu
pernah menderita depresi atau postpartum depression.

Jika diperlukan, dokter dapat meminta ibu menjalani konseling bahkan mengonsumsi obat
antidepresan untuk mencegah terjadinya postpartum depression, baik pada saat hamil maupun
setelah melahirkan.

Yang tidak kalah penting, ibu perlu menjalin komunikasi yang baik, menyelesaikan masalah,
atau berdamai dengan pasangan, keluarga, dan teman jika memiliki masalah.

Postpartum Blues Periode postpartum terjadi sesaat setelah bayi dilahirkan sampai organ-
organ ibu kembali normal seperti sebelum melahirkan yang biasanya juga sering disebut
masa nifas (Bobak, Lowdermilk dan Jensen, 2005). Pada masa postpartum ini terjadi pula
perubahan-perubahan psikologis sebagai akibat perubahan fisik yang terjadi dan hal ini
normal terjadi. Apabila ibu dapat memahami dan menyesuaikan diri dengan beberapa

76
perubahan baik fisik maupun psikologis, maka ibu tidak mengalami ketakutan, kekhawatiran
atau kecemasan. Sebaliknya ketika ibu baru ini terlalu takut, khawatir, dan cemas dengan
perubahan yang terjadi dalam dirinya maka ibu bisa mengalami ganguan-gangguan
psikologis. Terdapat tiga jenis gangguan psikologis terkait dengan afek atau mood ibu pasca
melahirkan yaitu postpartum blues, depresi postpartum, dan psikosis postpartum (Henshaw,
2003). Postpartum blues yaitu suatu keadaan depresi ringan yang sifatnya sementara, dialami
sebagian besar ibu yang terjadi sebagai akibat perubahan-perubahan baik fisiologis,
hormonal, maupun psikologis (Pieter dan Lubis, 2010). Gangguan ini terjadi 14 hari pertama
pasca melahirkan dan terjadi puncak reaksi gangguan pada 3 atau 4 hari pasca melahirkan.
Postpartum blues ini sering terjadi pada hampir setiap wanita pasca melahirkan. Periode
postpartum menjadi satu hal yang penting untuk digunakan sebagai tanda paling awal apakah
ibu mengalami postpartum baby blues atau tidak. Ibu pasca melahirkan di Indonesia hampir
sebagian besar yang tidak menyadari bahwa mereka mengalami postpartum blues dan
masyarakat sendiri masih menganggap bahwa gejala-gejala yang muncul pada ibu baru itu
merupakan sesuatu yang wajar. Masyarakat menganggap bahwa apa yang dirasakan oleh ibu
baru merupakan naluri seorang ibu karena baru memiliki bayi dan rasa ingin selalu di dekat
bayinya. Selain itu belum ada survey resmi dari pemerintah terkait dengan postpartum blues
pada ibu pasca melahirkan. Gejala postpartum blues mengarah pada keadaan yang sulit untuk
dijelaskan, ada perasaan sedih, mudah tersinggung, kelelahan, dan susah tidur. Seringkali ibu
yang mengalami postpartum blues berkembang lebih lama dan lebih berat intensitasnya.
Menurut American Psychiatric Association (2013), gejala postpartum blues terlihat secara
psikologis antara lain a) perasaan cemas, khawatir berlebihan, sedih, murung, dan sering
menangis tanpa sebab yang jelas; b) seringkali merasa kelelahan dan sakit kepala/ migren; c)
perasaan tidak mampu, misalnya mengurus si kecil; dan d) adanya perasaan putus asa.
Faktor-faktor yang Memengaruhi Postpartum Blues Coping stress. Persalinan atau
melahirkan merupakan peristiwa penting dalam kehidupan wanita. Hal ini menjadi peristiwa
yang menyenang-kan karena telah berakhir masa kehamilan dan ibu akan memberikan yang
terbaik bagi anaknya. Akan tetapi tidak jarang pula ditemui, menjelang persalinan calon ibu
merasakan ketegangan dan ketakutan yang luar biasa. Ini berpengaruh terhadap kondisi
psikologis Faktor-Faktor Psikologis yang Mempengaruhi Postpartum Blues (Susanti Prasetya
Ningrum) 209 ibu pasca melahirkan karena beberapa wanita mengalami perubahan
emosional. Seperti sudah dijelaskan sebe-lumnya, peristiwa ini adalah wajar tetapi akan
berdampak buruk bagi ibu, bayi dan keluarga jika dibiarkan berlarut-larut. Seorang ibu
membutuhkan kesiapan yang matang untuk mengantisipasi ciri-ciri dari munculnya kondisi

77
tegang yang bisa berakibat pada tingkat stress. Kemampuan ibu untuk mengatasi stressor ini
disebut dengan coping stress. Istilah coping menurut Sunberg, Winebager, dan Taplin (2007)
biasa dikaitkan dengan mekanisme pertahanan diri baik yang bersifat positif maupun negatif.
Folkman dan Lazarus (dalam Sarafino, 1994) membedakan bentuk dan fungsi coping ke
dalam dua jenis yaitu 1) problem focused coping (PFC) merupakan bentuk coping yang lebih
diarahkan kepada upaya untuk mengurangi tuntutan dari situasi yang penuh tekanan, artinya
coping yang muncul terfokus pada masalah individu yang akan mengatasi stress dengan
mempelajari cara-cara keterampilan yang baru. Individu cenderung menggunakan strategi ini
ketika mereka percaya bahwa tuntutan dari situasi dapat diubah. 2) emotion focused coping
(EFC) merupakan bentuk coping yang diarahkan untuk mengatur respon emosional terhadap
situasi yang menekan. Individu dapat mengatur respon emosionalnya dengan pendekatan
behavioral dan kognitif. Penyesuaian Diri. Wanita yang hamil dan melahirkan merupakan ciri
dari tugas perkembangan pada masa dewasa muda seperti yang dikemukakan oleh Havighurst
(dalam Hurlock, 1980) diantaranya mulai membina keluarga, mengasuh anak, dan mengelola
rumah tangga. Berkaitan dengan tugas-tugas perkembangan itu, wanita melakukan
penyesuaian-penyesuaian sesuai dengan peran baru melalui proses kehamilan dan persalinan
yaitu peran menjadi ibu dan orang tua. Untuk bisa menjadi ibu dan orang tua yang sesuai
harapan, tentu saja diawali dengan penyesuaian ibu tersebut terhadap beberapa kondisi yang
mengalami perubahan pasca melahirkan. Kehamilan dan persalinan seperti diuraikan di atas
adalah peristiwa alamiah dan normal, tetapi pada sebagian wanita kedua peristiwa itu bisa
menjadi periode krisis dalam kehidupan wanita. Hal ini disebabkan pada setiap tahap
kehamilan dan sampai pada persalinan ibu akan mengalami perubahan fisik maupun
psikologis sehingga perlu melakukan penyesuaian diri dengan kondisi tersebut. Definisi
penyesuaian diri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang yaitu penyesuaian diri sebagai bentuk
adaptasi (adaptation), penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity), dan
penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery) (Schneiders, 1955). Penyesuaian diri
adalah suatu proses yang mencakup respon-respon mental dan tingkah laku, yang merupakan
usaha individu supaya berhasil menghadapi kebutuhan internal, ketegangan, frustrasi,
konflik-konflik serta menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri
individu dengan tuntutan dunia luar atau lingkungan tempat individu berada. Menurut
Schneiders (1955) penyesuaian diri seseorang dapat dilihat dari aspekaspeknya yaitu 1)
penyesuaian pribadi adalah penerimaan individu terhadap dirinya sendiri. Penyesuaian
pribadi berkaitan dengan konflik, tekanan, dan keadaan dalam diri individu baik fisik maupun
psikisnya. Individu yang mengalami hambatan dalam penyesuaian pribadi ditandai oleh

78
adanya kecemasan, perasaan bersalah, perasaan tidak puas akan dirinya sendiri, 2)
penyesuaian sosial yang terjadi dalam lingkup hubungan sosial dimana individu tinggal dan
berinteraksi. Sama halnya dengan yang terjadi pada wanita yang hamil dan melahirkan/
bersalin. Kehamilan dan persalinan adalah proses transisi dan identitas sebagai wanita.
Wanita perlu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan dalam diri saat hamil dan
bersalin. Secara lebih jelas, Pieter dan Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Desember 2017,
Vol. 4, No. 2, Hal : 205 – 218 210 Lubis (2010) membagi fase penyesuaian diri wanita pasca
melahirkan sebagai berikut: 1) fase take in yaitu fase dimana ibu sangat tergantung pada diri
sendiri yang mana ibu menceritakan pengalaman melahirkan secara berulang-ulang kepada
setiap orang baik orang di sekitarnya maupun orang asing yang berkunjung ke rumah, 2) fase
taking hold yaitu fase peralihan yang awalnya ketergantungan menjadi kemandirian dan
berkisar selama 3-10 hari. Fase ini menentukan ibu bisa melalui penyesuaian dengan baik
atau tidak. Ketika ibu tidak dapat melalui fase ini maka bisa menyebabkan stress bahkan
depresi postpartum, 3) fase letting go yaitu fase menerima tanggung jawab dengan peran
barunya yang berlangsung selama 10 hari setelah melahirkan, dan 4) fase bounding
attachment yaitu fase kelekatan antara ibu dengan anak. Fase ketiga dan keempat mustahil
tercapai ketika ibu kesulitan menyesuaikan diri dengan perubahan pasca melahirkan.
Dukungan Sosial. Wanita yang telah mengalami proses persalinan, pada periode ini
membutuhkan bantuan. Dukungan sosial penting untuk kesehatan ibu, baik fisik maupun
psikologis setelah ibu melahirkan terutama saat ibu memiliki peran baru sebagai ibu (Hung,
2004). Pierce (dalam Kail dan Cavanaug, 2000) mendefinisikan dukungan sosial sebagai
sumber emosional, informasional atau pendampingan dari orang-orang di sekitar individu
yang sedang menghadapi masalah dan dalam kondisi krisis. Definisi ini hampir sama dengan
yang disampaikan oleh Saroson (dalam Smet, 1994) bahwa dukungan sosial adalah interaksi
interpersonal yang bertujuan untuk memberikan bantuan kepada seseorang sehingga yang
bersangkutan merasakan adanya bentuk perhatian, bernilai, dan dicintai. Berdasarkan
pendapat dua ahli di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah dukungan atau
bantuan yang diberikan oleh orang terdekat terhadap seseorang yang sedang menghadapi
permasalahan sehingga merasakan adanya bentuk perhatian, dihargai dan menjadi bagian dari
kelompok. Dukungan sosial ini memiliki klasifikasi di dalamnya, seperti disampaikan oleh
Cohen dan Syme (1985), yaitu; (1) Dukungan informasi, yaitu memberi-kan penjelasan
tentang situasi dan segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah yang sedang dihadapi
individu. Dukungan ini meliputi mem-berikan nasehat, petunjuk, masukan atau penjelasan
bagaimana seseorang bersikap. (2) Dukungan emosional, yang meliputi ekspresi empati

79
misalnya mendengar-kan, bersikap terbuka, menunjukkan sikap percaya terhadap apa yang
dikeluhkan, mau memahami, ekspresi kasih sayang dan perhatian. Dukungan emosional akan
membuat penerimanya merasa berharga, nyaman, aman, terja-min, dan disayangi. (3)
Dukungan instrumental adalah bantuan yang diberikan secara langsung, bersifat fasilitas atau
materi misalnya menyediakan fasilitas yang diperlukan, meminjamkan uang, memberikan
ma-kanan, permainan atau bantuan yang lain. (4) Dukungan appraisal atau penilaian,
dukungan ini bisa berbentuk penilaian yang positif, penguatan (pembenaran) untuk
melakukan sesuatu, umpan balik atau menunjukkan perbandingan sosial yang membuka
wawasan seseorang yang sedang dalam keadaan stress. Dukungan sosial yang dibutuhkan
oleh ibu pasca melahirkan tidak hanya dari suami, tetapi juga dari keluarga dan lingkungan
sekitarnya. Karena kenyataanya orang lain yang berada di sekitar ibu ini yang juga memiliki
peran sebagai stressor. Misalnya saja pemberian nasehat yang cenderung melarang ibu untuk
tidak melakukan ini dan itu menjadi sumber stressor tersendiri. Padahal ibu belum tentu
minim pengetahuan terkait perawatan setelah melahirkan maupun perawatan bayi sehingga
daripada memberikan nasehat atau informasi yang banyak lebih baik Faktor-Faktor
Psikologis yang Mempengaruhi Postpartum Blues (Susanti Prasetya Ningrum) 211 langsung
memberikan dukungan dalam bentuk bantuan langsung.

Jangan Anggap Remeh Gangguan Psikologis Setelah Melahirkan

Gangguan psikologis dapat terjadi pada siapa saja, termasuk pada ibu yang baru saja
melahirkan. Hal ini tidak boleh dianggap sepele. Pada beberapa kasus, gangguan psikologis
setelah melahirkan dapat memicu tindakan yang mampu mencelakai anak atau dirinya
sendiri.

Gangguan psikologis setelah melahirkan dapat terjadi dalam hitungan hari, minggu, atau
bahkan lebih lama. Kondisi ini memerlukan penanganan yang tepat dan bantuan psikiater,
terlebih jika gangguan psikologis yang dialami berlangsung lebih dari dua minggu.

Jangan Anggap Remeh Gangguan Psikologis Setelah Melahirkan - Alodokter

80
Jenis Gangguan Psikologis Setelah Melahirkan

Hingga kini, belum diketahui pasti penyebab utama terjadinya gangguan psikologis setelah
melahirkan. Hanya saja, diketahui ada beberapa faktor yang dapat memicu munculnya
gangguan ini, termasuk faktor hormonal, lingkungan, emosional, hingga faktor genetik.

Jenis gangguan psikologis setelah melahirkan juga beragam, berikut beberapa di antaranya:

Baby blues syndrome

Sekitar 40-80% wanita mengalami baby blues syndrome setelah melahirkan. Baby blues
syndrome ditandai dengan rasa khawatir atau keraguan yang berlebihan terhadap
kemampuannya merawat anak.

Selain itu, penderita baby blues kerap bersikap gelisah, tidak sabar, lekas marah, bahkan bisa
menangis tanpa alasan yang jelas, hingga sulit tidur. Sebagian penderita baby blues juga
merasa sulit membangun ikatan dengan bayinya.

Baby blues biasanya berlangsung selama beberapa hari dan dapat hilang dengan sendirinya
dalam waktu 1 hingga 2 minggu. Bertukar pikiran dengan sesama ibu atau teman yang
mampu memahami beban seorang ibu, kemungkinan dapat membantu pemulihannya.

Depresi pascamelahirkan

Jika baby blues terjadi lebih dari dua minggu, maka bisa jadi yang dialami bukanlah baby
blues, melainkan depresi pascamelahirkan atau postpartum depression. Gangguan psikologis
setelah melahirkan ini memang memiliki gejala yang hampir sama dengan baby blues, namun
jauh lebih berat.

Sebagian wanita yang mengalami depresi pascamelahirkan dapat memiliki rasa bersalah atau
penyesalan yang mendalam. Penderita depresi pascamelahirkan sering kali tidak mampu
mengurus dirinya sendiri, terlebih bayinya. Saat mengalami kondisi ini, kerap kali mereka
juga tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari.

81
Seorang wanita berisiko mengalami depresi pascamelahirkan, terutama jika memiliki riwayat
depresi sebelumnya atau bila ada anggota keluarga yang pernah terkena depresi.

Permasalahan rumah tangga, rasa percaya diri yang rendah, dan kehamilan yang tidak
direncanakan juga bisa memperbesar risiko terjadinya depresi pascamelahirkan. Kondisi ini
perlu segera mendapat penanganan dari psikiater atau psikolog, karena jika dibiarkan,
berisiko membahayakan nyawa sang ibu maupun anaknya.

Psikosis pascamelahirkan

Gangguan kesehatan psikologis ini tergolong berat, dan dapat terjadi pada para ibu baru.
Psikosis pascamelahirkan dapat terjadi dalam waktu yang cepat, umumnya sekitar tiga bulan
pertama setelah melahirkan. Gejala yang muncul hampir sama dengan baby blues dan depresi
pascamelahirkan, yaitu muncul rasa gelisah, cepat marah, dan sulit tidur.

Namun selain gejala tersebut, penderita psikosis pascamelahirkan dapat mengalami halusinasi
dan gangguan persepsi. Misalnya melihat atau mendengar sesuatu yang tidak nyata, serta
meyakini hal yang tidak masuk akal.

Wanita yang dicurigai mengalami psikosis pascamelahirkan harus segera mendapat


pengobatan, bahkan kemungkinan perlu dirawat. Sebab, penderita kondisi ini berisiko
menyakiti dirinya atau orang lain, termasuk bayinya.

Untuk menangani psikosis pascapersalinan dokter mungkin akan memberikan obat


antidepresan, antipsikotik, dan obat yang membantu menstabilkan suasana hati. Dokter perlu
memberikan obat-obat tersebut dengan pertimbangan yang tepat, karena berisiko terserap ke
dalam air susu ibu (ASI) yang akan diberikan pada bayi. Gangguan psikologis setelah
melahirkan tidak bisa disepelekan. Kenali gejalanya dengan baik, dan apabila timbul gejala-
gejala yang mengganggu aktivitas, segera konsultasikan keluhan tersebut ke dokter.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

82
Setelah melahirkan, ibu mengalami perubahan fisik dan fisiologis yang juga
mengakibatkan adanya beberapa perubahan dari psikisnya. Perubahan psikologis mempunyai
peranan yang sangat penting. Pada masa ini, ibu nifas menjadi sangat sensitif, sehingga
diperlukan pengertian dari keluarga-keluarga terdekat. Peran bidan sangat penting dalam hal
memberi pegarahan pada keluarga tentang kondisi ibu serta pendekatan psikologis yang
dilakukan bidan pada ibu nifas agar tidak terjadi perubahan psikologis yang patologis. Dalam
teori Reva Rubin membagi peiode ini menjadi 3 bagian, yaitu periode taking in, periode
talking hold dan teori letting go. Adapun Faktor-faktor yang mempengaruhi suksesnya masa
transisi ke masa menjadi orang tua pada saat post partum antara lain, respon dan dukungan
keluarga dan teman, hubungan dari pengalaman melahirkan terhadap harapan dan aspirasi,
dan membesarkan anak yang lalu, serta pengaruh budaya. Setelah proses kelahiran tanggung
jawab keluarga bertambah dengan hadirnya bayi yang baru lahir, sehingga dalam proses
adaptasi masa nifas, ibu dapat mengalami gangguan psikologi post partum diantaranya, post
partum blues, post partum depression, dan psikosis post partum. Saat hal tersebut terjadi
maka, dorongan serta perhatian anggota keluarga lainnya maupun petugas kesehatan
merupakan dukungan positif bagi ibu.

B. Saran

Bagi calon ibu diharapkan lebih mempersiapkan diri sebelum melahirkan agar persiapan diri
baik mental, fisik dan ekonomi lebih matang supaya ibu dapat melakukan proses adaptasi
tanpa gangguan-gangguan yang mungkin terjadi. Pada masa nifas, ibu juga harus sangat
diperhatikan, baik keluarga maupun bidan. Peran bidan sangatlah dibutuhkan ibu sebagai
pembimbing dan pemberi nasehat demi kesehatan ibu dan anaknya.

83
DAFTAR PUSTAKA

Saleha, Sitti. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika.

Suherni, dkk.2009. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya.

Ambarawati, Eny Ratna dan Diah Wulandari. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas.

Yogyakarta:

Nuha Medika.

Sunarsih, Tri dan Vivian Nanny Lia Dewi. 2011. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas.

Jakarta:

Salemba Medika.

http://andinurfitri27.blogspot.com/2013/04/makalah-prose-adaptasi-psikologiibu.html

http://yolandavivian.blogspot.com/2014/06/gangguan-psikologis-ibu-pada-masanifas.html

http://himmah-atika.blogspot.com/2012/07/gangguan-psikologis-pada-masanifas.html

http://bnhina.blogspot.com/2013/10/gangguan-psikologi-pada-masa-nifas.html

http://yunivia88.blogspot.com/2013/03/nifas.html

http://khalilaturrozha.blogspot.com/2013/12/gangguan-psikologis-pada-masanifas.html

http://wwwnyantai.blogspot.com/2011/04/artikel-psikologi-depresi-post-partum.html

http://blogshyfa.blogspot.co.id/2014/12/makalah-adaptasi-psikologi-ibu-dalam.html

Diposkan oleh Siti Fatimah di 04.32

84

Anda mungkin juga menyukai