Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“ADAPTASI PSIKOLOGI IBU DALAM


MASA NIFAS”
Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Asuhan Kebidanan
Pasca Persalinan Dan Menyusui
Dosen Pengampu : Euis Nurhayati, S.ST., M.Kes

Disusun oleh:
Kelompok 6

 Hikmatul Andini Putri 029BA21011


 Ana Widi Muhamad 029BA21004
 Indah Ayu Astuti 029BA21012

PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN


POLTEKES YAPKESBI SUKABUMI
2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji syukur kehadirat Allah  SWT karena atas berkat rahmat dan hidayah-
Nyalah sehingga, tugas ini dapat diselesaikan tanpa suatu halangan yang amat
berarti. Tanpa pertolongannya mungkin penyusun tidak akan sanggup
menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.

 Tugas ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang


“Adaptasi Psikologi Ibu dalam Masa Nifas”, yang disajikan berdasarkan referensi
dari berbagai sumber. 

Penyusun mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Ibu Euis
Nurhayati, S.ST., M.Kes yang telah membimbing dan memberikan kesempatan
kepada penyusun sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa
juga penyusun ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
bantuan dan dukungannya dalam pembuatan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini kurang dari sempurna, untuk itu
penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran, baik dari dosen pembimbing
maupun teman-teman atau pembaca agar makalah ini dapat lebih sempurna.
Semoga  makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca, dan semoga dengan adanya tugas ini Allah SWT senantiasa
meridhoinya dan akhirnya membawa hikmah untuk semuanya.
Wassalamualaikum Wr.Wb.

Sukabumi, September 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................2
C. Tujuan...............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Proses Adaptasi Psikologi Ibu dalam Masa Nifas............................................3
B. Post Partum Blues.............................................................................................5
C. Kesedihan dan Duka Cita.................................................................................9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................................12
B. Saran.................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta
keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan
semula (sebelum hamil). Biasanya berlangsung selama lebih kurang 6-8
minggu. Secara psikologi, pascapersalinan ibu akan merasakan gejala-gejala
psikiatrik. Meskipun demikian, adapula ibu yang tidak mengalami hal ini.
Agar perubahan psikologi yang dialami tidak berlebihan, ibu perlu
mengetahui tentang hal tentang hal yang lebih lanjut.
Wanita banyak mengalami perubahan emosi selama masa nifas
sementara ia menyesuaikan diri menjadi seorang ibu. Ibu biasanya akan
mengalami atau merasakan hal-hal yang baru setelah melahirkan. Beberapa
ibu setelah melahirkan akan mengalami masa–masa sulit, ibu akan
terpengaruh dengan lingkungan sekitarnya. Ibu akan mulai beradaptasi
dengan hal yang baru seperti adanya bayi.
Penting sekali sebagian bidan untuk mengetahui tentang penyesuaian
psikologis yang normal sehingga ia dapat menilai apakah seorang ibu
memerlukan asuhan khusus dalam masa nifas ini, untuk suatu variasi atau
penyimpangan dari penyesuaian yang normal yang   umum terjadi.
Beberapa penulis berpendapat dalam minggu pertama setelah
melahirkan, banyak wanita yang menunjukan gejala-gejala psikiatrik,
terutama gejala depresi diri ringan sampai berat serta gejala-gejala neonatus
traumatic, antara lain rasa takut yang berlebihan dalam masa hamil struktur
perorangan yang tidak normal sebelumnya, riwayat psikiatrik abnormal,
riwayat perkawinan abnormal, riwayat obstetrik (kandungan) abnormal,
riwayat kelahiran mati atau kelahiran cacat, dan riwayat penyakit lainya.
Biasanya penderita akan sembuh kembali tanpa ada atau dengan
pengobatan. Meskipun demikian, kadang diperlukan terapi oleh ahli
penyakit jiwa. Sering pula kelainan-kelainan psikiatrik ini berulang setelah

1
persalinan berikutnya. Hal yang perlu diperhatikan yaitu adaptasi
psikososial pada masa pasca persalinan. Bagi keluarga muda, pasca
persalinan adalah “awal keluarga baru” sehingga keluarga perlu beradaptasi
dengan peran barunya. Tanggung jawab keluarga bertambah dengan
hadirnya bayi yang baru lahir. Dorongan serta perhatian anggota keluarga
lainya merupakan dukungan positif bagi ibu.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses adaptasi psikologi ibu dalam masa nifas?
2. Bagaimana post partum blues?
3. Bagaimana cara mencegah kesedihan dan duka cita?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui proses adaptasi psikologi ibu dalam masa nifas.
2. Untuk mengetahui gangguan psikologi pada masa nifas yaitu post
partum blues.
3. Untuk mengetahui cara mencegah dan menangani kesedihan dan duka
cita.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Proses Adaptasi Psikologi Ibu dalam Masa Nifas


Proses adaptasi psikologi sudah terjadi selama kehamilan, menjelang
proses kelahiran maupun setelah persalinan. Pada periode tersebut, kecemasan
seorang wanita dapat bertambah. Pengalaman yang unik dialami oleh ibu setelah
persalinan. Masa nifas merupakan masa yang rentan dan terbuka untuk bimbingan
dan pembelajaran. Tanggung jawab ibu mulai bertambah. Perubahan mood seperti
sering menangis, lekas marah dan sering sedih atau cepat berubah menjadi senang
merupakan manifestasi dari emosi yang labil. Proses adaptasi berbeda-beda antara
satu ibu dengan yang lain. Pada awal kehamilan ibu beradaptasi menerima bayi
yang dikandungnya sebagai bagian dari dirinya. Perasaan gembira bercampur
dengan kekhawatiran dan kecemasan menghadapi perubahan peran yang sebentar
lagi akan dijalani. Perubahan tubuh yang biasanya terjadi juga dapat
mempengaruhi kondisi psikologis ibu.
Menjelang proses kelahiran, kecemasan seorang wanita dapat bertambah.
Gambaran tentang proses persalinan yang diceritakan orang lain dapat menambah
kegelisahannya. Kehadiran suami dan keluarga yang menemani selama proses
berlangsung merupakan dukungan yang tidak ternilai harganya untuk mengurangi
ketegangan dan kecemasan tersebut.
Setelah persalinan yang merupakan pengalaman unik yang dialami ibu,
masa nifas juga merupakan salah satu fase yang memerlukan adaptasi psikologis.
Ikatan antara ibu dan bayi yang sudah lama terbentuk sebelum kelahiran akan
semakin mendorong wanita untuk menjadi ibu yang sebenarnya. Inilah pentingnya
rawat gabung atau rooming in pada ibu nifas agar ibu dapat leluasa menumpahkan
segala kasih sayang kepada bayinya tidak hanya dari segi fisik seperti menyusui,
mengganti popok saja, tapi juga dari segi psikologis seperti menatap, mencium,
sehingga kasih sayang ibu dapat terus terjaga.
Perubahan peran seorang ibu memerlukan adaptasi yang harus dijalani.
Tanggung jawab bertambah dengan hadirnya bayi yang baru lahir. Periode masa

3
nifas merupakan waktu dimana ibu mengalami stres pasca persalinan, terutama
pada ibu primipara.
Hal-hal yang dapat membantu ibu dalam beradaptasi pada masa nifas
adalah sebagai berikut :
1. Fungsi yang mempengaruhi untuk sukses dan lancarnya masa transisi menjadi
orang tua.
2. Respon dan dukungan dari keluarga dan teman dekat.
3. Riwayat pengalaman hamil dan melahirkan sebelumnya.
4. Harapan, keinginan dan aspirasi ibu saat hamil dan juga melahirkan.

Periode ini diekspresikan oleh Reva Rubin yang terjadi pada tiga tahap
berikut ini.
1. Taking in period
Fase taking in yaitu periode ketergantungan. Periode ini berlangsung 1-
2 hari setelah persalinan, ibu masih pasif dan sangat bergantung pada orang
lain, fokus perhatian terhadap tubuhnya, ibu lebih mengingat pengalaman
melahirkan dan persalinan yang dialami. Ibu akan berulang kali menceritakan
proses persalinan yang dialaminya dari awal sampai akhir. Ketidaknyamanan
fisik yang dialami ibu pada fase ini seperti rasa mules, nyeri pada jahitan,
kurang tidur dan kelelahan merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari.
2. Taking hold period
Periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Ibu lebih
berkonsentrasi pada kemampuannya dalam menerima tanggung jawab
sepenuhnya terhadap perawatan bayi. Pada masa ini ibu menjadi sangat
sensitif seperti mudah tersinggung dan gampang marah, sehingga
membutuhkan bimbingan dan dorongan perawat untuk mengatasi kritikan
yang dialami ibu. Kita perlu berhati-hati menjaga komunikasi dengan ibu.
Dukungan moril sangat diperlukan untuk menumbuhkan kepercayaan diri
ibu.
3. Letting go period

4
Periode yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Ibu mulai secara penuh
menerima tanggung jawab sebagai “seorang ibu” dan menyadari atau merasa
kebutuhan bayi sangat bergantung pada dirinya.

Hal-hal yang harus dapat dipenuhi selama masa nifas adalah sebagai
berikut.
1. Fisik
Istirahat, memakan makanan bergizi, sering menghirup udara yang
segar, dan lingkungan yang bersih.
2. Psikologi
Stres setelah persalinan dapat segera distabilkan dengan dukungan dari
keluarga yang menunjukkan rasa simpati, mengakui, dan menghargai ibu.
3. Sosial
Menemani ibu bila terlihat kesepian, ikut menyayangi anaknya,
menanggapi dan memerhatikan kebahagiaan ibu, serta menghibur bila ibu
terlihat sedih.
4. Psikososial

B. Post Partum Blues


Post partum blues sering juga disebut sebagai maternity blues atau baby
blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan efek ringan yang sering
tampak dalam minggu pertama pasca persalinan atau merupakan kesedihan atau
kemurungan pascapersalinan, yang biasanya hanya muncul sementara waktu
yakni sekitar 2 hari – 2 minggu sejak kelahiran bayi. Biasanya disebabkan oleh
perubahan perasaan yang dialami ibu saat hamil sehingga sulit menerima
kehadiran bayinya. Perubahan perasaan ini merupakan respon alami terhadap rasa
lelah yang dirasakan. Selain itu, juga karena semua perubahan fisik dan emosional
selama beberapa bulan kehamilan.
Faktor-faktor penyebab timbulnya post partum blues adalah sebagai
berikut:

5
1. Faktor hormonal berupa perubahan kadar estrogen progesterone, prolaktin,
serta estriol yang terlalu rendah. Kadar estrogen turun secara tajam setelah
melahirkan dan ternyata estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim non-
adrenalin maupun serotin yang berperan dalam suasana hati dan kejadian
depresi.
2. Ketidaknyaman fisik yang dialami sehingga menimbulkan perasaan emosi
pada wanita pasca melahirkan misalnya, rasa sakit akibat luka jahit atau
bengkak pada payudara.
3. Ketidakmampuan beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi,
seperti perubahan fisik dan emosional yang kompleks.
4. Faktor umur dan paritas (jumlah anak).
5. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinannya.
6. Latar belakang psikososial wanita tersebut misalnya, tingkat pendidikan,
kehamilan yang tidak diinginkan, status perkawinan, atau riwayat gangguan
jiwa pada wanita tersebut.
7. Dukungan yang diberikan dari lingkungan, misalnya dari suami, orang tua
dan keluarga.
8. Stres dalam keluarga misalnya, faktor ekonomi memburuk, persoalan dengan
suami, problem dengan mertua atau orang tua.
9. Stres yang dialami oleh wanita itu sendiri misalnya, karena belum bisa
menyusui bayinya atau ASI tidak keluar, frustasi karena bayi tidak mau tidur,
rasa bosan terhadap rutinitas barunya.
10. Kelelahan pasca melahirkan.
11. Ketidaksiapan terhadap perubahan peran yang dialami ibu dan adanya rasa
cemas terhadap kemampuan merawat bayi
12. Rasa memiliki bayinya yang terlalu dalam, sehingga timbul rasa takut yang
berlebihan akan kehilangan bayinya.
13. Problem anak setelah kelahiran bayi, kemungkinan timbul rasa cemburu dari
anak sebelumnya, sehingga hal tersebut cukup mengganggu emosional ibu.

6
Gejala – gejala postpartum blues ini bisa terlihat dari perubahan sikap
seorang ibu. Gejala tersebut biasanya muncul pada hari ke-3 atau 6 hari setelah
melahirkan. Beberapa perubahan sikap tersebut diantaranya, yaitu :

 Sering tiba-tiba menangis karena merasa tidak bahagia,


 Tidak sabar,
 Penakut,
 Tidak mau makan,
 Tidak mau bicara,
 Sakit kepala sering berganti mood,
 Mudah tersinggung ( iritabilitas),
 Merasa terlalu sensitif dan cemas berlebihan,
 Tidak bergairah,
 Tidak percaya diri,
 Khususnya terhadap hal yang semula sangat diminati,
 Tidak mampu berkonsentrasi dan sangat sulit membuat keputusan,
 Merasa tidak mempunyai ikatan batin dengan si kecil yang baru saja
dilahirkan,
 Merasa tidak menyayangi bayinya,
 Insomnia yang berlebihan.

Gejala – gejala itu mulai muncul setelah persalinan dan pada umumnya akan
menghilang dalam waktu antara beberapa jam sampai beberapa hari. Namun jika
masih berlangsung beberapa minggu atau beberapa bulan itu dapat disebut
postpartum depression.

PENATALAKSANAAN/CARA MENGATASI POST PARTUM BLUES

Penanganan gangguan mental pasca-salin pada prinsipnya tidak berbeda


dengan penanganan gangguan mental pada momen-momen lainya. Para ibu yang
mengalami post-partum blues membutuhkan pertolongan yang sesungguhnya.

7
Para ibu ini membutuhkan dukungan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini
membutuhkan dukungan psikologis seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang
harus juga dipenuhi. Mereka membutuhkan kesempatan untuk mengekspresikan
pikiran dan perasaan mereka dari situasi yang menakutkan. Mungkin juga mereka
membutuhkan pengobatan dan/atau istirahat, dan seringkali akan merasa gembira
mendapat pertolongan yang praktis.

Dengan bantuan dari teman dan keluarga, mereka mungkin perlu untuk
mengatur atau menata kembali kegiatan rutin sehari-hari, atau mungkin
menghilangkan beberapa kegiatan, disesuaikan dengan konsep mereka tentang
keibuan dan perawatan bayi. Bila memang diperlukan, dapat diberikan
pertolongan dari para ahli, misalnya dari seorang psikolog atau konselor yang
berpengalaman dalam bidang tersebut.

Para ahli obstetri memegang peranan penting untuk mempersiapkan para


wanita untuk kemungkinan terjadinya gangguan mental pasca-salin dan segera
memberikan penanganan yang tepat bila terjadi gangguan tersebut, bahkan
merujuk para ahli psikologi/konseling bila memang diperlukan. Dukungan yang
memadai dari para petugas obstetri, yaitu: dokter dan bidan/perawat sangat
diperlukan, misalnya dengan cara memberikan informasi yang memadai/adekuat
tentang proses kehamilan dan persalinan, termasuk penyulit-penyulit yang
mungkin timbul dalam masa-masa tersebut serta penanganannya.

Post-partum blues juga dapat dikurangi dengan cara belajar tenang dengan
menarik nafas panjang dan meditasi, tidur ketika bayi tidur, berolahraga ringan,
ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu, tidak perfeksionis dalam hal
mengurusi bayi, membicarakan rasa cemas dan mengkomunikasikannya, bersikap
fleksibel, bergabung dengan kelompok ibu-ibu baru. Dalam penanganan para ibu
yang mengalami post-partum blues dibutuhkan pendekatan menyeluruh/holistik.
Pengobatan medis, konseling emosional, bantuan-bantuan praktis dan pemahaman
secara intelektual tentang pengalaman dan harapan-harapan mereka mungkin pada
saat-saat tertentu.

8
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan di
tingkat perilaku, emosional, intelektual, sosial dan psikologis secara bersama-
sama, dengan melibatkan lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga teman
dekatnya.
Cara mengatasi gangguan psikologi pada nifas dengan postpartum blues
ada dua cara yaitu :
Dengan cara pendekatan komunikasi terapeutik .Tujuan dari komunikasi
terapeutik adalah menciptakan hubungan baik antara bidan dengan pasien dalam
rangka kesembuhannya dengan cara : Mendorong pasien mampu meredakan
segala ketegangan emosi , Dapat memahami dirinya Dapat mendukung tindakan
konstruktif. Dengan cara peningkatan support mental

C. Kesedihan dan Duka Cita


Dalam bahasan kali ini, gunakan istilah “berduka”, yang diartikan sebagai
respon psikologis terhadap kehilangan. Proses berduka sangat bervariasi,
tergantung dari apa yang hilang, serta persepsi dan keterlibatan individu terhadap
apa pun yang hilang. “kehilangan” dapat memiliki makna, mulai dari pembatalan
kegiatan (piknik, perjalanan atau pesta) sampai kematian orang yang dicintai.
Seberapa berat kehilangan tergantung dari persepsi individu yang menderita
kehilangan. Derajat kehilangan pada individu direfleksikan dalam respon
terhadap kehilangan. Contohnya, kematian dapat menimbulkan respon berduka
yang ringan sampai berat, bergantung pada hubungan dan keterlibatan individu
dengan orang yang meninggal.
Kehilangan maternitas termasuk hal yang dialami oleh wanita yang
mengalami infertilitas (wanita yang tidak mampu hamil atau yang tidak mampu
mempertahankan kehamilannya), yang mendapatkan bayinya hidup, tapi
kemudian kehilangan harapan (prematuritas atau kecacatan congenital), dan
kehilangan yang dibahas sebagai penyebab post partum blues (kehilangan
keintiman internal dengan bayinya dan hilangnya perhatian). Kehilangan lain
yang penting, tapi sering dilupakan adalah perubahan hubungan eksklusif antara
suami dan istri menjadi kelompok tiga orang, yaitu ayah, ibu, dan anak.

9
Dalam hal ini berduka dibagi menjadi 3 tahap, antara lain :
1. Tahap Syok
Tahap ini merupakan tahap awal dari kehilangan. Manifestasi perilaku
meliputi penyangkalan, ketidakpercayaan, marah, jengkel, ketakutan,
kecemasan, rasa bersalah, kekosongan, kesendirian, kesedihan, isolasi, mati
rasa, menangis, introversi (memikirkan dirinya sendiri), tidak rasional,
bermusuhan, kebencian, kegetiran, kewaspadaan akut, kurang inisiatif,
bermusuhan, mengasingkan diri, berkhianat, frustasi, dan kurang konsentrasi.
Manifestasi fisik meliputi gelombang distress somatic yang berlangsung
selama 20-60 menit, menghela nafas panjang, penurunan berat badan,
anoreksia, tidur tidak tenang, keletihan, penampilan kurus dan tampak lesu,
rasa penuh ditenggorokan, tersedak, napas pendek, mengeluh tersiksa karena
nyeri didada, gemetaran internal, kelemahan umum, dan kelemahan pada
tungkai.
2. Tahap Penderitaan (fase realitas)
Penerimaan terhadap fakta kehilangan dan upaya penyesuaian terhadap
realitas yang harus ia lakukan terjadi selama periode ini. Contohnya, orang
yang berduka akan menyesuaikan diri dengan lingkungannya tanpa kehadiran
orang yang disayanginya. Dalam tahap ini, ia akan selalu terkenang dengan
orang yang dicintai sehingga kadang akan muncul perasaan marah, rasa
bersalah,dan takut. Nyeri karena kehilangan akan dirasakan secara
menyeluruh, dalam realitas yang memanjang dan dalam ingatan setiap hari.
Menangis adalah salah satu pelepasan emosi yang umum. Selama masa ini,
kehidupan orang yang berduka akan terus berlanjut. Saat individu terus
melanjutkan tugasnya untuk berduka, dominasi kehilangannya secara
bertahap berubah menjadi kecemasan terhadap masa depan.
3. Tahap resolusi (fase menentukan hubungan yang bermakna)
Selama periode ini, orang yang berduka menerima kehilangan,
penyesuaian telah komplit, dan individu kembali pada fungsinya secara

10
penuh. Kemajuan ini berhasil karena adanya penanaman
kembaliemosiseseorang pada hubungan lain yang lebih bermakna.
Penanaman kembali emosi tidak berarti bahwa posisi orang yang hilang
telang tergantikan, tetapi berarti bahwa individu lebih mampu dalam
menanamkan dan membentuk hubungan lain yang lebih bermakna dengan
resolusi, serta perilaku orang tersebut telah kembali menjadi pilihan yang
bebas, mengingatkan selama menderita perilaku ditentukan oleh nilai-nilai
sosial atau kegelisahan internal.

Bidan dapat membantu orang tua untuk melalui proses berduka, sekaligus
memfasilitasi pelekatan mereka dan anak yang tidak sempurna dengan
menyediakan lingkungan yang aman, nyaman, mendengarkan, sabar,
memfasilitasi ventilasi perasaan negatif mereka dan permusuhan, serta penolakan
mereka terhadap bayinya. Saudara kandung dirumah juga harus diberitahu
mengenai kehilangan sehingga mereka mendapatkan penjelasan yang jujur
terhadap perilaku dari orang tua. Jika tidak, mereka mungkin akan
membayangkan bahwa mereka lah penyebab masalah yang mengerikan dan tidak
diketahui tersebut. Saudara kandung perlu diyakinkan kembali bahwa apapun
yang terjadi bukan kesalahan mereka dan bahwa mereka tetap penting, dicintai,
dan dirawat.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah melahirkan, ibu mengalami perubahan fisik dan fisiologis yang
juga mengakibatkan adanya beberapa perubahan dari psikisnya. Perubahan
psikologis mempunyai peranan yang sangat penting. Pada masa ini, ibu nifas
menjadi sangat sensitif, sehingga diperlukan pengertian dari keluarga-keluarga
terdekat. Peran bidan sangat penting dalam hal memberi pegarahan pada keluarga
tentang kondisi ibu serta pendekatan psikologis yang dilakukan bidan pada ibu
nifas agar tidak terjadi perubahan psikologis yang patologis.
Dalam teori Reva Rubin membagi peiode ini menjadi 3 bagian, yaitu
periode taking in, periode talking hold dan teori letting go. Adapun Faktor-faktor
yang mempengaruhi suksesnya masa transisi ke masa menjadi orang tua pada
saat post partum antara lain, respon dan dukungan keluarga dan teman, hubungan
dari pengalaman melahirkan terhadap harapan dan aspirasi, dan membesarkan
anak yang lalu, serta pengaruh budaya.
Setelah proses kelahiran tanggung jawab keluarga bertambah dengan
hadirnya bayi yang baru lahir, sehingga dalam proses adaptasi masa nifas, ibu
dapat mengalami gangguan psikologi post partum diantaranya, post partum blues,
post partum depression, dan psikosis post partum. Saat hal tersebut terjadi maka,
dorongan serta perhatian anggota keluarga lainnya maupun petugas kesehatan
merupakan dukungan positif bagi ibu.

B. Saran
Bagi calon ibu diharapkan lebih mempersiapkan diri sebelum melahirkan
agar persiapan diri baik mental, fisik dan ekonomi lebih matang supaya ibu dapat
melakukan proses adaptasi tanpa gangguan-gangguan yang mungkin terjadi. Pada
masa nifas, ibu juga harus sangat diperhatikan, baik keluarga maupun bidan.
Peran bidan sangatlah dibutuhkan ibu sebagai pembimbing dan pemberi nasehat
demi kesehatan ibu dan anaknya. 

12
DAFTAR PUSTAKA

Saleha, Sitti. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba
Medika.

Suherni, dkk.2009. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya.

Ambarawati, Eny Ratna dan Diah Wulandari. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Sunarsih, Tri dan Vivian Nanny Lia Dewi. 2011. Asuhan Kebidanan pada Ibu
Nifas. Jakarta: Salemba Medika.

13

Anda mungkin juga menyukai