Perempuan banyak mengalami proses proses yang sulit, diantaranya hamil , melahirkan, nifas, menyusui, serta proses perubahan peran baru menjadi seorang ibu. ( Niken Kurnia,2016 ) Periode Nifas atau postpartum merupakan masa transisi bagi ibu karena banyak terjadi perubahan, baik secara fisik, psikologis, emosional dan sosial (Baston & Hall, 2016). Adaptasi atau perubahan yang dialami oleh ibu nifas secara fisiologi terjadi pada alat-alat genital baik interna maupun eksterna akan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Beberapa penyesuaian dibutuhkan ibu untuk memenuhi tanggung jawab dan peran barunya menjadi seorang ibu sehingga menyebabkan perubahan hormonal pada ibu (Rini, 2016). Perubahan hormonal terutama pada kortisol menyebabkan ibu postpartum mengalami kelelahan dan memiliki gangguan kualitas tidur (Hughes., et al, 2017). Selain itu, realisasi tanggung jawab sebagai seorang ibu setelah melahirkan bayi menjadi perubahan psikologi pada ibu postpartum. Perubahan psikologis pada ibu postpartum berupa gangguan emosi ringan yang disebut postpartum blues. Postpartum blues merupakan masa transisi mood setelah melahirkan yang sering terjadi pada 50-70% wanita pasca melahirkan. Postpartum blues merupakan salah satu bentuk gangguan perasaan akibat penyesuaian terhadap kelahiran bayi, yang muncul pada hari pertama sampai hari ke empat belas setelah proses persalinan, dengan gejala memuncak pada hari ke lima. Postpartum blues menunjukkan gejala- gejala depresi ringan yang dialami oleh ibu seperti mudah menangis, perasaan-perasaan kehilangan dan dipenuhi dengan tanggung jawab, kelelahan, perubahan suasana hati yang tidak stabil, dan lemahnya konsentrasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya postpartum blues adalah usia, paritas, dan dukungan suami (Fatmawati, 2015). Faktor lain yang mempengaruhi postpartum blues adalah ketidakpuasan dalam pernikahan, ketakutan menghadapi persalinan, dukungan sosial, dan kualitas tidur yang buruk (Maliszewska, Światkowska-Freund, Bidzan, & Preis, 2016). Postpartum memiliki waktu waktu tidur yang kurang karena harus beradaptasi dengan peran sebagai ibu.Tidur yang kurang pada ibu postpartum bisa berkembang menjadi insomnia kronis, juga mengakibatkan rasa kantuk di siang hari, mengalami penurunan kognitif, kelelahan, cepat marah serta ibu postpartum yang mempunyai masalah dengan tidurmerupakan salah satu gejala postpartum blues (de Laura,Misrawati, & Woferst, 2015) Penelitian yang dilakukan oleh Harahap & Adiyanti (2017) menunjukkan Kualitas tidur berhubungan secara negatif dengan kecenderungan munculnya gejala postpartum blues, semakin baik kualitas tidur maka semakin minimal gejala-gejala postpartum blues yang muncul. Kemudian pola tidur berhubungan secara negatif dengan kecenderungan munculnya gejala-gejala postpartum blues, semakin baik pola tidur, maka semakin minimal gejala postpartum blues yang muncul. baik kualitas tidur maupun pola tidur (secara gabungan dan parsial) terbukti memiliki sebagai predisposisi postpartum blues. Depresi pada ibu postpartum biasanya diawali dengan postpartum blues atau baby blues atau maternity blues. Postpartum blues dianggap sebagai suatu respons yang normal terhadap perubahan hormonal yang terjadi pada waktu kelahiran bayi. Kondisi ini dianggap wajar terjadi pada ibu postpartum sehingga seringkali kondisi ini tidak dilaporkan petugas kesehatan Bila tidak dilakukan penanganan dengan tepat dapat berlanjut menjadi depresi postpartum. Pada kondisi ini gejala dapat menetap sampai berbulan-bulan bahkan lebih dari satu tahun. Pada beberapa kasus dapat berkembang menjadi psikosis postpartum (Kurniasari & Astuti, 2015) Angka kejadian Postpartum bues di dunia masih cukup tinggi karena dianggap sebagai suatu respons yang normal terhadap perubahan hormonal yang terjadi pada waktu kelahiran bayi. Oleh sebab itu, postpartum blues sering tidak diperdulikan sehingga tidak terdiagnosis dan tidak ditatalaksanai sebagaimana mestinya. Pada akhirnya dapat menjadi masalah yang menyulitkan, tidak menyenangkan, dan dapat memunculkan perasaan-perasaan tidak nyaman bagi wanita yang mengalaminya. Apabila gejala ini berlanjut lebih dari dua minggu, maka dapat menjadi tanda terjadinya gangguan depresi yang lebih berat dan tidak boleh diabaikan (Harahap & Adiyanti, 2017). Data dari WHO (2018) mencatat prevalensi postpartum blues secara umum dalam populasi dunia adalah 3-8% dengan 50% kasus terjadi pada usia produktif yaitu 20-50 tahun. WHO juga menyatakan bahwa gangguan postpartum blues ini mengenai sekitar 20% wanita dan 12% laki-laki pada suatu waktu kehidupan (Hutagaol, 2019). Sementara prevalensi postpartum blues di Negara-negara Asia cukup tinggi dan bervariasi antara 26-85% dari wanita pasca persalinan (Munawaroh, 2018). Angka kejadian postpartum blues di Indonesia menurut USAID (United Stase Agency for International Development) (2016) terdapat 31 kelahiran per 1000 populasi. Indonesia menduduki peringkat keempat tertinggi di ASEAN setelah Laos. Di Indonesia beberapa penelitian sudah dilakukan tentang postpartum blues, menurut penelitian yang dilakukan oleh Edward (2021) angka kejadian postpartum blues di Indonesia mencapai 23%, sedangkan skrinning dengan menggunakan EPDS didapatkan bahwa 14-17% wanita postpartum berisiko mengalami postpartum blues. Tingginya angka kejadian postpartum blues pada ibu pasca melahirkan dapat menimbulkan dampak yang signifikan terhadap keadaan psikologis ibu. Hasil dari studi pendahuluan pada tanggal November 2022 - Desember 2022 di Wilayah Kerja BPM Bd S didapatkan data 15 orang ibu postpartum. Hasil wawancara dan observasi pada 15 ibu postpartum selama 3-5 hari menunjukkan bahwa 9 ibu nifas tidak bisa tidur karena sering bangun untuk menyusui bayinya maupun meganti popok, 3 ibu nifas sering tiba-tiba bangun pada malam hari dan sulit untuk memulai tidur lagi, 2 ibu nifas tampak senang dengan bayinya, tidak mudah cemas dan khawatir dalam merawat bayi,dan memberikan ASI untuk bayinya. Dampak pada ibu yang mengalami postpartum blues dapat mengganggu kemampuan ibu dalam menjalankan peran, salah satunya merawat bayi sehingga mempengaruhi kualitas hubungan antara ibu dan bayi. Ibu yang mengalami postpartum blues cenderung enggan memberikan ASI (Air Susu Ibu) dan enggan berinteraksi dengan bayinya. Dalam jangka waktu pendek bayi akan mengalami kekurangan nutrisi karena tidak mendapatkan asupan ASI dan hubungan emosional kurang terjalin. Dalam jangka waktu panjang akan menyebabkanketerlambatan perkembangan, mengalami gangguan emosional dan masalah social (Yodatama.,2015). Dukungan dari tenaga kesehatan sangat diperlukan terutama pada masa kehamilan untuk mencegah terjadinya postpartum blues misal dengan cara memberikan informasi yang memadai atau adekuat tentang proses kehamilan dan persalinan serta penyulit-penyulit yang mungkin timbul pada masa tersebut dan penanganannya (Chilmiyah,2015). Ibu postpartum mungkin perlu untuk mengatur atau menata kembali kegiatan rutin sehari-hari, atau mungkin menghilangkan beberapa kegiatan, disesuai-kan dengan konsep mereka tentang keibuan danperawatan bayi, bila diperlukan dapat diberikan pertolongan dari para ahli (Winarni., et al, 2017). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, dan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut terkait permasalahan dalam hubungan kualitas tidur pada ibu nifas dengan kejadian postpartum blues.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum Mengidentifikasi hubungan kualitas tidur pada ibu nifas dengan kejadian postpartum blues di Wilayah Kerja BPM Bd S
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi kualitas tidur pada ibu postpartum di Wilayah Kerja BPM Bd S 2. Mengidentifikasi postpartum blues pada ibu postpartum di Wilayah Kerja BPM Bd S 3. Menganalisis hubungan kualitas tidur pada ibu nifas dengan kejadian postpartum blues di Wilayah Kerja BPM Bd S
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis 1. Manfaat bagi Peneliti Sebagai sarana dalam penerapan ilmu pengetahuan sehingga dapat digunakan untuk menambah referensi dalam melakukan tindakan mengatasi kejadian postpartum blues. 2. Manfaat bagi Institusi Pendidikan Sebagai bahan untuk masukan dan dapat dijadikan sebagai referensi dalam membekali anak didik mengenai faktor resiko postpartum blues dengan kemampuan mendeteksi terjadinya postpartum blues dan penatalaksanaannya.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Manfaat Bagi Tenaga Kesehatan Acuan untuk pengembangan pelayanan kesehatann terutama pada saat postpartum dengan menerapkan asuhan postpartum secara tepat sehingga resiko tinggi dapat dideteksi secara dini dan dapat ditangani dengan tepat dan optimal untuk mencegah morbiditas ibu postpartum dan anaknya, dengan demikian angka kualitas hidup ibu postpartum dapat ditingkatkan
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan kualitas tidur pada ibu nifas dengan kejadian postpartum blues, dengan cara menggunakan data primer melalui kuisioner yang diisi Ibu Postpartum sebanyak 30 Responden. Penelitian ini merupakan survei analitik dengan rancangan cross sectional. Sampel adalah ibu postpartum yang diambil dari di Wilayah kerja BPM S periode November 2022- Januari 2023 Dalam penelitian iniada 2 tipe variabel di antara lain variabel independen dalam penelitian ini merupakan kualitas tidur sebaliknya variabel dependennya adalah postpartum blues.