Anda di halaman 1dari 105

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Melahirkan merupakan proses keluarnya janin yang terjadi pada kehamilan dalam

37-42 minggu, selama 18 jam tanpa adanya komplikasi ibu maupun janin (Siyoto,

2013). Kelahiran membawa perubahan sangat besar bagi wanita, perubahan terlihat

sangat jelas pada ibu yang melahirkan anak pertama (primipara). Perubahan

tersebut berupa fisik dan psikis. Dari perubahan itu maka dibutuhkan penyesuaian

diri dalam menghadapi peran yang baru, terutama pada minggu pertama setelah

melahirkan anaknya. Primipara yang berhasil adalah penyesuaian diri dengan peran

dan aktivitas baru akan bersemangat mengasuh bayinya, namun apabila primipara

gagal untuk menyesuaikan diri dengan baik akan mengalami perubahan emosi

(Dahro, 2012). Perubahan pada ibu postpartum memerlukan adaptasi, jika adaptasi

gagal maka akan terjadi postpartum blues pada ibu, permasalahan didaerah

Trenggalek banyak kejadian bayi yang dibuang bahkan dibunuh. Sebagai perawat

yang bisa berperan seperti edukasi, advokasi, konselor dan care giver bisa

meminimalisir dampak negatif seperti sex bebas, hamil diluar nikah, menikah dini,

yang bisa menyebabkan postpartum blues.

Perubahan emosi ditandai dengan kesedihan, kemurungan, akan mudah cemas tanpa

sebab, menangis tanpa sebab, tidak sadar, tidak percaya diri, sensitif atau mudah

tersinggung, akan merasa kurang menyayangi bayinya, sampai pada gangguan

makan dan beristirahat. Perasaan – perasaan ini sering kali muncul sekitar dua

1
sampai tiga minggu setelah melahirkan bayi. Perubahan emosi ini sering disebut

postpartum blues, baby blues atau maternity blues (Dahro, 2012). Postpartum blues

merupakan sindrom yang sering tidak dihiraukan oleh ibu postpartum, keluarga dan

petugas kesehatan(Hidayah, Rahmawanti and Azizah, 2017). Namun jika perubahan

emosi tersebut tidak segera ditangani, ibu akan mengalami depresi postpartum blues

yang berdampak negatif pada perkembangan bayinya. Dampak yang muncul dari

anaknya berupa masalah perilaku seperti masalah tidur, terganggunya kognitif

seperti lambat bicara dan berjalan. Dampak lainnya adalah sulit bersosialisasi, sulit

berteman, bertindak kasar dan gangguan emosional seperti cemas, takut, lebih pasif

dan kurang independen(Diah Ayu, 2015).

Angka kejadian post partum blues di Asia bervariasi antara 26-85%, di Indonesia

angka kejadian postpartum blues yang dilakukan oleh Irawati dan Yuliani (2014) di

RSUD Boseni Mojokerto mengidentifikasi bahwa sebanyak 59,5% mengalami

postpartum blues, penelitian Kirana (2015) di RS Dustira Cimahi didapatkan 52,1%

ibu mengalami postpartum blues dengan menggunakan EPDS (Edinburgh Postnatal

Depression Scale). Menurut Hidayat (2007) menyatakan bahwa di Indonesia angka

kejadian postpartum blues di Indonesia antara 50-7-%. Di Jawa Timur 11-30%, di

Trenggalek dari hasil wawancara yang dilakukan di Dinas Kesehatan didapatkan

hasil 5-20% . Hasil dari wawancara di Puskesmas Karanganyar dan puskesmas

Slawe selama setahun terakhir didapatkan hasil antara 5-10% mengalami

postpartum blues. Penelitian yang dilakukan Hidayah Nur et all(2017) menunjukkan

70% primipara yang kurang memiliki dukungan dari suami, keluarga dalam bentuk

dukungan emosional instrumental, penghargaan, maupun dukungan dari tetangga

2
dan tenaga kesehatan akan mengakibatkan postpartum blues (Hidayah, Rahmawanti

and Azizah, 2017). Dukungan dari pihak lain seperti perawat akan membuat ibu

primipara lebih mampu menerima peran barunnya, ibu primipara dapat

menceritakan setiap masalah yang dihadapinya dengan mendapatkan solusi disetiap

masalahnya. Hal ini membuktikan betapa pentingnya dukungan suami, keluarga,

dan tenaga kesehatan dalan memberikan dukungan beradaptasi setelah melahirkan

salah satunya yaitu peran perawat sebagai konselor.

Salah satu peran perawatsebagai konselor. Konseling adalah tindakan yang

diberikan konselor bertujuan meningkatkan kemampuan fungsi mental untuk

menghadapi persoalan. Proses konseling dapat efektif bila dilakukan dengan

langkah-langkah yang sistematis yaitu, pertama membangun hubungan klien dengan

konselor supaya saling mengenal, percaya dan dapat menjalin kedekatan emosional

untuk memecahkan masalah. Kedua mengidentifikasi masalah dengan

mendiskusikan sasaran spesifik dan tingkah laku apa yang dapat menjadikan ukuran

keberhasilan konseling. Ketiga memfasilitasi perubahan konseling, dalam hal ini

konselor harus mampu mengevaluasi kemajuan apa yang telah dilakukan klien

selama proses konseling berlanjut, dan untuk mengetahui intervensi yang digunakan

tepat sasaran atau tidak. Keempat evaluasi dan terminasi, ini adalah tahap akhir

sukses atau tidaknya proses konseling, disini perawat menilai apakah ada kemajuan

atau tidak pada klien(Setiawan, 2018).

Peran perawat sebagai konselortidak hanya memberikan jalan keluar suatu masalah,

namun dapat juga sebagai pendengar cerita dari klien seperti pengalaman, harapan,

3
dan konflik yang dihadapinya. Teknik konseling disebut juga strategi

pengembangan potensi untuk mengatasi masalah dengan mempertimbangkan

kondisi lingkungan, seperti budaya, nilai sosial, dan agama (Setiawan, 2018).

Sehingga sebagai perawat dibutuhkan keterampilan untuk bisa menjadi konselor

yang baik. Pemberian konseling yang sukses dapat mengurangi angka postpartum

blues primipara dan dapat memotivasi ibu untuk dapat menerima perannya barunya,

sehingga lebih mempercepat proses adaptasi.

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti mengambil tema “Hubungan Peran

Perawat Sebagai Konselor Dengan Kejadian Postpartum Blues Pada Ibu Primipara”.

1.2 RumusanMasalah

Berdasarkan latar belakang diatas yang diuraikan ibu postpartum menyebabkan

perubahan fisik dan psikis. Sehingga diperlukannya kesiapan dan dukungan untuk

menerima perubahan yang dialami setelah melahirkan. Ketidak siapan ibu memiliki

seorang bayi (postpartum blues) khususnya melahirkan anak pertama (primipara)

dapat berdampak buruk bagi psikologis dan perkembangan anaknya. Salah satu

faktor kesiapan ibu yaitu dukungan sosial yang dapat diperoleh dari perawat.

Melalui pemberian konseling, apakah ada hubungan peran perawat sebagai konselor

dengan kejadian postpartum blues pada ibu primipara.

4
1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan peran perawat sebagai konselor dengan kejadian

postpartum blues pada ibu primipara.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Megidentifikasi peran perawat sebagai konselor pada ibu primipara.

1.3.2.2 Mengidentifikasi kejadian postpartum blues pada ibu primipara.

1.3.2.3Menganalisis hubungan peran perawat sebagai konselor dengan

kejadianpost partum blues pada ibu primipara.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Sebagai media untuk menambah wawasan peniliti tentang bagaimana realita

pengaruh dukungan sosial dengan kesiapan ibu primipara.

1.4.2 Bagi Tenaga Kesehatan

Dapat digunakan sebagai acuan pemberian konseling pada ibu postpartum

primipara.

1.4.3 Bagi ibu responden

Informasi yang diberikan dapat menambah wawasan dan pengetahuan

sehingga ibu postpartum primipara tidak mengalami postpartum blues.

5
1.4.4 Bagi keluarga

Supaya keluarga lebih memperhatikan dan mempedulikan bahwa dukungan

keluarga mampu melancarkan adaptasi ibu primipara dan dapat mengurangi

resiko postpartum blues.

1.5 Relevansi

Posartum blues merupakan ketidaksiapan mempunyai bayi atau kegagalan

beradaptasi dengan peran baru. Hal ini sering terjadi pada ibu primipara karena

terjadi peubahan fisik maupun psikis. Kegagalan beradaptasi berdampak buruk bagi

ibu dan juga perkembangan bayinya. Proses supaya adaptasi berjalan dengan lancar

yaitu diperlukannya dukungan dari suami, keluarga dan juga perawat. Peran

perawat disini membantu pemecahan masalah yang dihadapi ibu dengan

memberikan solusi sampai dengan menjadi pendengar dari cerita yang sekiranya

menjadi konflik yang menyebabkan terganggunya proses beradaptasi.

Penelitian seberapa besar pengaruh peran perawat sebagai konselor dengan ibu

postpartum blues pada ibu primipara merupakan penelitian yang relevan dengan

upaya memberikan solusi dan membantu proses beradaptasi dengan peran barunya.

Hal ini sejalan dengan peran suami, keluarga yang menghiraukan dukungan sosial

yang sangat penting. Melalui penelitian ini akan diketahui seberapa besar pengaruh

perawat dalam memberikan konseling pada ibu postpartum blues primipara.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pospartum

2.1.1 Pengertian Postpartum

Postpartum juga disebut Puerperium dari bahasa Latin, kata “Puer” berarti bayi

dan “Parous” berarti melahirkan. Postpartum dimulai setelah plasenta lahir dan

berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula(Anggraini,

2010). Periode postpartum adalah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai

organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil.

Postpartum merupakan masa beberapa jam sesudah lahiranya plasenta sampai

minggu ke enam setelah melahirkan (Marni, 2012). Masa postpartum dimulai

setelah kelahiran plasenta dan berakhir setelah alat-alat kandungan kembali pada

masa sebelum hamil yang berlangsung kira-kira enam minggu(Sujiyati, 2009).

Postpartum adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar

lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya

kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami

perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan (Suherni, 2009).

2.1.2 Postpartum Primipara

Postpartum primipara adalah wanita yang telah melahirkan bayi aterm sebanyak

satu kali (Manuaba, IBG, 2014). Primipara merupakan seorang wanita yang

7
pernah melahirkan bayi hidup untuk pertama kali (Mochtar, 2011). Seorang

wanita yang melahirkan bayi pertama kalinya harus melakukan adaptasi dengan

peran barunya. Adaptasi yang dilakukan seorang ibu primipara harus didukung

oleh suami, keluarga dan perawat.

Ibu primipara yang baru satu kali melahirkan menyebabkan ibu belum memiliki

pengalaman sama sekali dalam melakukan perawatan diri pasca melahirkan. Hal

ini menyebabkan ibu postpartum primipara akan mengalami kecemasan tentang

perawatan dirinya, sehingga berisiko untuk mengalami komplikasi tergantung

kesiapan fisik, psikologi dan pengetahuan tentang masa kehamilan sampai masa

postpartum (Indriyani, 2015).

Banyak bukti menunjukkan bahwa periode kehamilan, persalinan, dan pasca

melahirkan merupakan masa terjadinya stres berat, kecemasan, gangguan emosi,

dan penyesuaian diri (Marni, 2012).Adanya strategi coping keluarga dan

dukungan perawat berpotensi memperkuat kondisi ibu polstpartum primipara

untuk mengurangi stres.

2.1.2.1 Masalah Pada Postpartum Primipara

Beberapa masalah yang sering muncul pada ibu postpartum primipara

diantaranya :

a) Fisik

Kehadiran bayi dalam keluarga menyebabkan perubahan ritme kehidupan sosial

dalam keluarga, terutama ibu. Mengasuh si kecil sepanjang siang dan malam

sangat menguras energi ibu, menyebabkan berkurangnya waktu istirahat,

8
sehingga terjadi penurunan ketahanan dalam menghadapi masalah (Afiyanti,

Rachmawati and Nurhaeni, 2014).

b) Psikis

Kecemasan terhadap berbagai hal, seperti ketidak mampuan dalam mengurus si

kecil, ketidakmampuan mengatasi dalam berbagai permasalahan, rasa tidak

percaya diri karena perubahan bentuk tubuh dan sebelum hamil serta kurangnya

perhatian keluarga terutama suami, dapat mempengaruhi terjadinya despresi

postpartum (Afiyanti, Rachmawati and Nurhaeni, 2014).

Masalah tersebut sering terjadi pada ibu postpartum primipara karena belum

berpengalaman dalam melahairkan dan mengasuh bayi. Sehingga diperlukannya

dukungan untuk memperlancar proses adaptasi. Kegagalan beradaptasi dapat

menyebabkan postpartum blues, lebih parahnya bisa menyebabkan depresi

postpartum.

2.1.2.2 Adaptasi postpartum

a) Fisiologis

perubahan terjadi pada sistem reproduksi dan struktur yang berhubungan

dengan uterus, serviks, vagina dan perineum, dan dukungan otot panggul.

Sistem endokrin pada hormon plasenta dan hormon pituitari dan fungsi ovarium.

Sistem perkemihan pada komponen urine, diuresis postpartum, uretra dan

kandung kemih. Payudara terjadi pada ibu menyusui dan tidak menyusui. Sistem

kardiovaskular pada volume darah, curah jantung, anda vital, komponen darah.

Lainnya terjadi perubahan pada sistem saraf, muskuloskeletal, integumen dan

imun.

9
b) Psikologis

Fase taking in pada fase ini ketergantungan ibu sangat menonjol dan segala

kebutuhannya dipenuhi orang lain. fase talking hold yaitu keinginan untuk

melakukan aktivitas sendiri dan belajar dalam merawat bayi. Letting go yaitu

ibu sudah mampu melakukan aktivitas sendiri dan menerima peran barunya.

Adaptasi sendiri merupakan adaptasi yang dilakukan ibu postpartum sendiri

tanpa dukungan dari siapapun.

2.1.2.3 Komplikasi postpartum

a) Fisiologis

Perdarahan postpartum umumnya terjadi perdarahan berlebih selama period

dari pemisahan plasenta hingga ekspulsi atau pengeluarannya. Syok

hemoragik (hipovolemik) jika syok memanjang pola sirkulasi akan

terganggu sehingga diperlukannya penambahan cairan IV dan pemberian

oksigenasi dengan masker sungkup atau nonrebreathing 10-12L/menit dan

harus selalu dimonitor. Koagulopati disebabkan kehamilan idiopatik

trombositopenik purpura (ITP) atau penyakit von Willwbrand dan KID.

Penyakit tromboemboli yang diakibatkan pembentukan bekuan darah atau

sumbatan di dalam pembuluh darah dan disebabkan oleh inflamasi

(tromboflebitis) atau obstruksi parsial pembuluh darah. Gejala sisa dari

trauma melahirkan, komplikasi psikologis postpartum seperti gangguan

mood.

b) Psikologis

Gangguan kesehatan mental menyebabkan gangguan hubungan ibu dan

bayi, seperti gangguan mood yang bisanya terjadi dalam 4 minggu setelah

10
melahirkan. Perubahan mood yang berepanjangan akan menyebabkan

depresi postpartum jika onset terjadi dalam 4 minggu setelah melahirkan

2.1.3 Postpartum Blues

Postpartum blues adalah perasaaan sedih yang dibawa ibu sejak masa hamil yang

berhubungan dengan kesulitan ibu menerima kehadiran bayinya. Postpartum

blues terjadi pada 14 hari pertama pasca melahirkan, puncaknya 3 atau 4 hari

setelah melahirkan (Hamilton, no date).

Postpartum blues merupakan problem psikis sesudah melahirkan seperti

timbulnya perasaan sedih, cemas, kemurungan, kehilangan nafsu makan,

gangguan tidur, dan terkadang tidak peduli dengan bayinya. Jika keadaan ini

terjadi secara terus menerus dan tidak segera diatasi maka ibu akan jatuh pada

keadaan depresi (Fitriana, Lisna Anisa, 2015)

2.1.3.1 Faktor Penyebab Postpartum Blues

Penyebab postpatum blues belum diketahui secara pasti. Namun kejadian

postpartum blues dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu:

a) Faktor Internal

Faktor internal yang mempengaruhi terjadinya postpartum blues antara lain

fluktuasi hormonal, faktor psikologis dan kepribadian, pendidikan atau tingkat

pengetahuan, faktor emosi dan faktor spiritual.

11
b) Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang mempengaruhi terjadinya postpartum blues anatar lain

praktik di keluarga (dukungan dan perhatian dari suami dan keluarga), dukungan

perawat, sosioekonomi, latar belakang budaya (Pieter, 2011).

2.1.3.2 Gejala Postpartum Blues

Gejala Postpartum blues yaitu suatu keadaan yang tidak dapat dijelaskan, merasa

sedih, mudah tersinggung, gangguan nafsu makan dan tidur. Selajutnya ciri-ciri

postpartum blues diantaranya perubahan keadaaan dan suasana hati ibu yang

bergantian dan sulit diprediksi seperti menangis, kelelahan, mudah tersinggung,

kadang-kadang mengalami kebingungan ringan atau mudah lupa, pola tidur yang

tidak teratur karena kebutuhan bayi yang baru dilahirkannya, ketidaknyamanan

karena kelahiran anak dan perasaan asing terhadap lingkungan tempat bersalin,

merasa kesepian, jauh dari keluarga, menyalahkan diri sendiri karena suasana hati

yang terus berubah-ubah, kehilangan kontrol terhadap kehidupannya karena

ketergantungan bayi yang dilahirkan (Tindaon, 2018).

2.1.3.3 Penyebab Postpartum Blues

Beberapa penyebab postpartum blues diantaranya perubahan hormon, stres, asi

tidak keluar, frustasi karena bayi tidak mau tidur, menangis, dan gumoh,

kelelahan pasca melahirkan dan sakitnya akibat operasi. Suami yang tidak

membantu dan tidak mau mengerti perasaan istri maupun persoalan lainnya

dengan suami. Masalah dengan orang tua dan mertua, takut kehilangan bayi,

sendirian mengurus bayi, tidak ada yang membantu (Tindaon, 2018).

12
2.1.3.4 Masalah pada Postpartum Blues

Beberapa masalah yang dapat timbul pada klien yang mengalami postpartum

blues diantaranya menangis dan ditambah ketakutan tidak bisa memberi asi,

frustasi karena anak tidak mau tidur, ibu merasa lelah, migraine dan cenderung

sensitif, merasa sebal dengan suami masalah menghadapi omongan ibu mertua.

Menangis dan takut apabila bayinya meninggal, menahan rasa rindu dan merasa

jauh dari suami. Menghabiskan waktu dengan si bayi yang terus menangis

sehingga membuat ibu frustasi, kebanyakan para ibu ingin pulang kerumah

orang tuanya dan berada didekat ibunya (Tindaon, 2018).

2.1.3.5 Cara Mengukur Kejadian Postpartum Blues

a) Eiden’s Burgh Postpartum DepresiScale (EPDS)

Pengukuran skrining postpartum blues dengan metode Eidenburgh Postpartum

(Depresi Scale)

Eidenburg Postpartum Depressi Scale atau (EPDS) sudah dikembangkan untuk

mendeteksi perubahan ibu pasca persalinan, salah satunya yang paling parah

adalah depresi postpartum blues yang terjadi selama tujuh hari pertama.

Eidenburgh Postpartum Depresi Scal atau (EPDS) berupa kuersioner yang

terdiri dari 10 pertanyaan dan 4 jawaban dari masing-masing pertanyaan.

Ibu hanya menjawab dengan cara memberikan chek list pada setiap kota

jawaban dari pertanyaan yang disediakan.

Eidenburg Postpartum Depresi Scale atau (EPDS) metode kuersionernya berupa

lembar kertas maupun layar telepon, dan terkomputerisasi.

13
Metode skrining Eidenburgh Postpartum Depression Scale sering digunakan

untuk skrining perubahan suasana hati yang terjadi pada ibu postpartum blues,

untuk mengetahui tingkat kesiapan menjalani peran baru(Latifah, 2006).

Metode skrining postpartum blues menggunakan eidenburg postpartum

depression scale, karena kegagalan seorang ibu postpartum terutama ibu

primipara dalam melakukan peran barunya. Sehingga dengan skrining ini

peneliti bisa menilai proses adaptasi dengan jumlah skor yang didapat.

b) Keuntungan EPDS:

1. Mudah di interprestasikan oleh perawat, bidan, petugas kesehatan

lain.

2. Sederhana.

3. Cepat dikerjakan (membutuhkan waktu 5-10 menit bagi ibu untuk

menyelesaikan EPDS).

4. Mendeteksi dini terhadap adanya depresi pasca persalinan.

5. Dapat diterima oleh pasien.

6. Menggunakan skrining ini tidak memerlukan biaya.

c) Kekurangan EPDS:

1. Tidak bisa mendiagnosis depresi pasca persalinan .

2. Tidak bisa mengetahui penyebab dari depresi pasca persalinan.

d) Cara penilaian EPDS:

1. Pertanyaan 1, 2, dan 4

14
Mendapatkan nilai 0, 1, 2, atau 3 dengan kotak paling atas

mendapatkan nilai 0 dan kotak paling bawah mendapatkan nilai 3.

2. Pertanyaan 3,5 sampai dengan 10

Merupakan penilaian terbalik, dengan kotak paling atas mendapatkan

nilai 3 dan kotak paling bawah mendapatkan nilai 0.

3. Pertanyaan 10 merupakan pertanyaan yang menunjukkan keinginan

bunuh diri.

4. Nilai maksimal : 30.

5. Kemungkinan depresi: nilai 10 atau lebih.

6. Semakin tinggi skor yang didapat menyatakan semakin berat

gangguan depresi yang dialami.

2.2 Peran Perawat

2.2.1 Pengertian Peran Perawat

Peran perawat adalah suatu cara untuk menyatakan aktivitas perawat dalam

praktik, yang telah menyelesaikan pendidikan formalnya, diakui dan diberikan

kewenangan oleh pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab

keperawatan secara profesional sesuai dengan kode etik profesinya. Dalam

melaksanakan asuhan keperawatan, perawat mempunyai peran dan fungsi

sebagai perawat diantaranya pemberi perawatan, sebagai advokat keluarga,

pencegahan penyakit, pendidikan, konseling, kolaborasi, pengambil keputusan

etik dan penelitian (Asmadi, 2015).

15
2.2.2 Macam-macam Peran Perawat

2.2.2.1 Edukator

Peran edukator adalah peran yang dilakukan dengan membantu klien dalam

meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit, bahkan tindakan

yang akan diberikan sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah

dilakukan pendidikan kesehatan.

2.2.2.2 Advokator

Peran advokator dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam

menginterprestasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi

lain khususya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang

diberikan kepada pasiennya, juga dapat berperan mempertahankan dan

melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya,hak

atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima

ganti rugi akibat kelalaian (Asmadi, 2015).

2.2.2.3 Konselor

Konseling merupakan upaya perawat dalam melaksanakan peranya dengan

memberikan waktu untuk berkonsultasi terhadap masalah yang dialami oleh

pasien maupun keluarga, berbagai masalah tersebut diharapkan mampu diatasi

dengan cepat dan diharapkan pula tidak terjadi kesenjangan antara perawat,

keluarga maupun pasien itu sendiri. Konseling melibatkan pemberian dukungan

emosi, intelektual dan psikologis. Dalam hal ini perawat memberikan konsultasi

terutama kepada individu sehat dengan kesulitan penyesuaian diri yang normal

16
dan fokus dalam membuat individu tersebut untuk mengembangkan sikap,

perasaan dan perilaku baru dengan cara mendorong klien untuk mencari perilaku

alternatif, mengenai pilihan-pilihan yang tersedia dan mengembangkan rasa

pengendalian diri.

2.2.2.4 Care Giver

Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dengan memperhatikan

keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pelayanan

keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan. Proses pemberian

keperawatan kepada klien meliputi intervensi atau tindakan keperawatan,

observasi, pendidikan kesehatan, dan menjalankan tindakan medis sesuai dengan

pendelegasian yang diberikan.

2.2.3 Peran Perawat Sebagai Konselor

Peran perawat konselor sebuah sistem yang dilakukan untuk mengambil

keputusan yang dianggap terbaik bagi dirinya dengan kegiatan percakapan tatap

muka dua arah antara klien dengan perawat yang bertujuan memberikan bantuan

mengenai berbagai hal yang kaitanya dengan masalah yang dihadapinya, sehingga

klien mampu mengambil keputusan sendiri yang terbaik baginya.

Memberikan konseling informasi dan edukasi/KIE pada ibu dan keluarganya

tentang perubahan fisik dan tanda-tanda infeksi, pemberian asi, asuhan pada diri

sendiri, gizi seimbang, kehidupan seksual, dan kontrasepsi sehingga ibu mampu

merawat dirinya dan bayinya secara mandiri selama nifas.

17
2.2.3.1 Tujuan Perawat Konselor

Tujuan perawat konselor berupa mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien

terhadap peran baru yang dihadapinya, perubahan pola interaksi merupakan

“Dasar” dalam merencanakan metode untuk meningkatkan kemampuan

adaptasinya.

2.2.3.2 Syarat Seorang Konselor

Perawat konselor perlu memiliki persyaratan dan keterampilan berupa mempunyai

minat dan sikap positif terhadap klien, memiliki pengetahuan luas mengenai

masalah yang dihadapi sampai dengan pemecahan masalahnya, menguasai dasar-

dasar konseling. Kepribadian serta sikap yang kondesif untuk terciptanya interaksi

adekuat antara konselor dengan klien sangat diperlukan dalam proses konseling.

2.2.3.3 Indikator Peran Perawat Sebagai Konselor

1. Caring, merupakan suatu sikap rasa peduli, hormat, menghargai orang lain,

artinya memberi perhatian dan mempelajari kesukaan-kesukaan seseorang dan

bagaimana seseorang berpikir dan bertindak.

2. Sharing, artinya perawat senantiasa berbagai pengalaman dan ilmu atau

berdiskusi dengan pasiennya.

3. Laughing, artinya senyum menjadi modal utama bagi seorang perawat untuk

meningkatkan rasa nyaman pasien.

4. Crying, artinya perawat dapat menerima respon emosional baik dari pasien

maupun perawat lain sebagai suatu hal yang biasa disaat senang ataupun duka.

5. Touching, artinya sentuhan yang bersifat fisik maupun psikologis merupakan

komunikasi simpatis yang memiliki makna.

18
6. Helping, artinya perawat siap membantu dengan asuhan keperawatannya.

7. Believing in others, artinya perawat menyakini bahwa orang lain memiliki hasrat

dan kemampuan untuk selalu meningkatkan derajat kesehatannya.

8. Learning, artinya perawat selalu berlajar dan mengembangka diri dan

keterampilannya.

9. Respecting, artinya memperlihatkan ras homat dan penghargaan terhadap orang

lain dengan menjaga kerahasiaan pasien kepada yang tidak berhak mengetahui.

10. Listening, artinya mau mendengarkan keluhan pasiennya.

11. Feeling, artinya perawat dapat menerima, merasakan dan memahami perasaaan

duka, senang, frustasi dan rasa puas pasien.

2.2.3.4 Sikap Konselor

Sikap seorang konselor dalam melakukan pelayanan terhadap klien antara lain

sabar, ramah, empati dan terbuka, menghargai pendapat klien, memposisikan

duduk sejajar dengan klien, menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah

dimengerti, tidak menilai dan bisa menerima klien apa adanya, mampu membina

hubungan saling percaya (BHSP), menghindari pemberian informasi yang

berlebihan, membantu klien untuk mengerti dan mengingat, dan tidak

menempatkan posisi seperti klien dengan kalimat “jika saya diposisi ibu, saya

akan...” karena kalimat tersebut bukan termasuk dalam sikap yang dilakukan

seorang konselor.

19
BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

Penyusunan kerangka konsep akan membantu kita membuat hipotesis, menguji

hubungan tertentu, dan membantu peneliti dalam menghubungkan hasil penemuan

dengan teori yang menjelaskan keterkaitan antar variabel(Nursalam, 2017).

Kerangka konsep ialah suatu hubungan antar konsep-konsep atau variabel-variabel

yang akan diamati atau diukur melalui penelitian yang dimaksud (Notoatmojdo,

2010).

Kerangka kopsep adalah model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan

dengan berbagai macam faktor yang telah diidentifikasikan sebagai hal yang

penting, jadi dengan demikian kerangka onsep adalah sebuah pemahaman yang

paling mendasar dan menjadi pondasi bagi setiap pemikiran atau suatu bentuk

proses bentuk dari keseuruhan penelitian yang akan dilakukan (Sugiyono, 2010).

Kerangka konsep merupakan hubungan antar konsep-konsep dari 2 variabel yaitu

variabel independen (peran perawat sebagai konselor) dan variabel dependen

(kejadian postpartum blues pada ibu primipara) yang akan diteliti seperti yang

didefinisikan pada bagan 3.1 Kerangka Konseptual Hubungan Peran Perawat

Sebagai Konselor Dengan Kejadian Postpartum Pada Ibu Primipara.

20
Kerangka Konseptual

Ibu
Postpartum
Primipara

Adaptasi postpartum : Komplikasi Postpartum


postpartum : Blues :
a. Fisiologis
- Sistem reproduksi a. Fisiologis - Tidak
dam struktur yng - Perdarahan - Ringan
berhubungan - Hipovolemia - Sedang
- Koagulopati
- Sistem endokrin - Berat
- Penyakit
- Sistem saraf tromboemboli
- Sistem perkemihan - Infeksi
- Sistem imun - Gejala sisa dari
- Sistem pencernaan- trauma
Sistem integumen melahirkan
- Komplikasi
- Sistem kardiovaskuler
psikologi
- Sistem b. Psikis
muskuloskeletal - Perubahan
b. Psikologis mood
- Talking in - Depresi
- Talking hold -
- Letting go Postpartum
blues

Faktor yang Peran


mempengaruhi : Perawat
Konselor :
a. Faktor Internal
- Fluktuasi Hormonal
- Faktor psikologis Tenaga a. Caring
- Kepribadian Peran perawat : b. Sharing
kesehatan
- Pendidikan/tingkat c. Laughing
a. Edukator
pengetahuan - Dokter d. Crying
b. Advokator
- Faktor emosi - Bidan e. Touching
- Faktor spiritual c. f. Helping
c. Faktor Eksternal Perawa Konselor g. Believing
d. Care Giver
- Keluarga h. Learning
- Nutrisionis i. Respecting
Tenaga j. Listening
Kesehatan
- Sosioekonomi
- Latar belakang
budaya

Diteliti :

Tidak Diteliti :

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Hubungan Peran Perawat Sebagai Konselor


Dengan Kejadian Postpartum Blues Pada Ibu Primipara

21
3.2 Deskripsi Kerangka Konseptual

Pada bagan terdapat 2 variabel yaitu variabel independen (peran perawat sebagai

konselor) dan variabel dependen (kejadian postpartum blues pada ibu primipara).

Ibu postpartum mengalami perubahan, sehingga harus beradaptasi dengan peran

barunya. Adaptasi postpartum terdiri dari fisiologis seperti sistem reproduksi dalam

struktur yang berhubungan, sistem endokrin, sistem perkemihan, sistem

pencernaan, sistem kardiovaskuler, sistem muskuloskeletal, sistem saraf, sistem

imun, dan sistem integumen. Adaptsi psikologis terdiri dari talking in, talking hold,

dan letting go. Apbila adaptasi tidak berhasil atau tidak lancar, maka akan terjadi

komplikasi postpartum yang terdiri dari komplikasi fisiologis seperti perdarahan

postpartum, syock hemoragik (hipovolemia), koagulopati, penyakit tromboemboli,

infeksi postpartum, gejala sisa dari trauma melahirkan, dan komplikasi psikologi

postpartum. Sedangkan komplikasi psikis meliputi perubahan mood, depresi

postpartum dan postpartum blues yang sedang diteliti. Tingkatan dari postpartum

blues yaitu tidak postpartum blues, postpartum blues ringan, postpartum blues

sedang, dan postpartum blues berat. Postpartum blues dipengaruhi beberapa faktor,

faktor internal yaitu fluktuasi hormonal, faktor psikologis, kepribadian,

pendidikan/tingkat pengetahuan, faktor emosi, dan faktor spiritual. Sedangkan

faktor eksternalnya yaitu keluarga, tenaga kesehatan, sosioekonomi dan latar

belakang budaya. Tenaga kesehatan tersebut terdiri dari dokter, bidan, perawat

yaitu yang diteliti dan nutrisionis. Adapun macam-macam peran perawat yaitu

edukator, advokator, konselor yang diteliti dan care giver. Peran perawat

mempunyai indikator, yaitu caring (memberikan rasa peduli, sharing (memberikan

penghalaman dan berdiskusi), laughing (memberikkan rasa nyaman), crying

22
(menerima respon emosional pasien), touching (memberikan sentuhan yang

memiliki makna), helping (memberikan bantuan), believing (memberikan

keyakinan kepada pasien untuk bisa meningkatkan derajat kesehatan), learning

(mengembangkan diri dan keterampilan), respecting (menghargai orang lain),

listening (mendengarkan keluhan pasien), feeling (memahami perasaan pasien).

Indikator peran perawat sebagai konselor tersebut untuk mengurangi kejadian

postpartum blues.

3.3 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap umusan masalah peneliti, dimana

rumusan masalah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2016).

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,

dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat tanya.

Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasari pada teori yang

relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui

pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis

terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik (Sugiyono,

2016). Sebagai lawannya adalah hipotesis nol (nihil) yang dirumuskan karena teori

yang digunakan masih diragukan kehandalannya. Hipotesis adalah jawaban

sementara dan rumusan masalah atau pertanyaan penelitian (Nursalam, 2017).

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

H1 : Ada hubungan peran perawat sebagai konselor dengan kejadian postpartum

blues pada ibu primipara.

23
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian adalah sesuatu yang sangat penting dalam penelitian,

memungkinkan pengontrolan maksimal beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi akurasi suatu hasil (Nursalam, 2017). Desain penelitian yang

dipakai dalam penelitian ini adalah desain hubungan / korelasi yaitu suatu desain

penelitian yang bertujuan mengkaji hubungan antar variabel dengan pendekatan

cross sectional yaitu variabel sebab atau resiko dan akibat atau kasus yang

terjadi pada objek penelitian diukur dan dikumpulkan secara simultan, sesaat

atau satu kali dalam satu kali waktu (dalam waktu bersamaan) dan tidak

dilakukan follow up (Setiadi, 2012). Dalam hal ini mengkaji hubungan peran

perawat konselor kejadian postpartum blues pada ibu primipara.

4.2 Kerangka Kerja Penelitian

Kerangka kerja adalah skema yang menggambarkan bagaimana tahapan suatu

penelitian diselenggarakan(Notoatmodjo, 2012). Langkah-langkah kerja dalam

penelitian ini meliputi mengidentifikasi populasi, mengumpulkan data,

penyajian hasil penelitian, menguji hubungan kedua variabel dan menarik

kesimpulan. Kerangka kerja dalam penelitian ini dapat disajikan dalam bentuk

bagan dibawah ini.

24
Populasi
Populasi yang didapat dari Puskesmas Slawe kecamatan
Watulimo kabupaten Trenggalek dalam 1 bulan terakhir sebanyak
28 orang.

Gambar 4.2 Kerangka Kerja

25 Accidental
Sampel sampling
Sampel dalam penelitian ini adalah ibu postpartum primipara
sebanyak 20 responden.
Hubungan Peran Perawat Sebagai Konselor Dengan Kejadian Postpartum Blues Pada
Ibu Primipara

4.3 Sampling Desain

4.3.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang

mempunyai kualitas dan karaktristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sopiyudin Dahlan, 2016) .

Populasi yang didapat dari Puskesmas Slawe Kabupaten Trenggalek dalam 1

bulan terakhir sebanyak 28 orang.

4.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut

(Sopiyudin Dahlan, 2016).

Sampel dalam penelitian ini adalah ibu postpartum primipara sebanyak 20

responden.

4.3.3 Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian mewakili sampel

penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel (Nursalam, 2017).

Termasuk kriteria inklusi :

a. Ibu (postpartum) primipara yang bisa baca tulis.

b. Ibu (postpartum) primipara yang mengikuti penelitian sampai

dengan selesai.

c. Ibu rawat gabung dengan bayi

26
4.3.4 Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang

memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2017).

a. Ibu (postpartum) primipara yang buta huruf atau tuli / tidak bisa

baca tulis.

b. Ibu (postpartum) primipara yang tidak mengikuti penelitian sampai

dengan selesai.

c. Ibu dengan komplikasi pasca postpartum

d. Ibu dengan bayi yang mengalami komplikasi

e. Ibu rawat pisah dengan bayi

4.3.5 Teknik Sampling

Teknik sampling adalah teknik pengambilan sampel, untuk menentukan sampel

yang akan digunakan dalam penelitian terdapat berbagai teknik sampling yang

digunakan (Sugiyono, 2016).

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan Accidental

sampling yaitu pengambilan sampel yang dilakukan secara kebetulan, yaitu

siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dalam kurun waktu 2

minggu dapat digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2015).

4.4 Identifikasi Variabel

Variabel adalah suatu vasilitas yang pengukuran dan atau manipulasi suatu

penelitian (Nusalam, 2017).

27
Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari, sehingga diperoleh informasi

tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2016).

Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah variabel independen dan

variabel dependen. Adapun penjelasannya sebagai berikut :

4.4.1 Variabel Independen

Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau nilainya

menentukan variabel lain (Nursalam, 2017).

Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang

menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2016).

Variabel independen pada penelitian ini adalah peran perawat sebagai konselor.

4.4.2 Variabel Dependen

Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi nilainya oleh variabel

lain (Nursalam, 2017).

Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat,

karena adanya variabel independen (Sugiyono, 2016). Variabel dependen pada

penelitian ini adalah kejadian postpartum bluespada ibu primipara.

4.5 Definisi Operasional

Definisi operasionalisasi variabel menjelaskan mengenai variabel yang diteliti,

konsep, indikator, serta skala pengukuran yang akan dipahami dalam

28
operasionalisasi variabel penelitian. Tujuannya adalah untuk memudahkan

pengertian dan menghindari persepsi dalam penelitian (Sugiyono, 2016).

4.6 Pengumpulan Data dan Analisa Data

4.6.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses

pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian.

Langkah-langkah dalam pengumpulan data tergantung dari desain penelitian dan

teknik instrumen yang dipergunakan (Nursalam, 2013).

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam

penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data

(Sugiyono, 2016).

4.6.1.1 Proses Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data dimulai dari :;

1. Peneliti mencari tempat penelitian.

2. Mengajukan surat permohonan Studi Pendahuluan di wilayah yang telah

ditentukan kepada Ketua Program Studi S1 Keperawatan STIKES Karya

Husada Kediri.

3. Mengajukan surat studi pendahuluan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten

Trenggalek dan kepada kepala Puskesma Slawe Kabupaten Trenggalek.

4. Melakukan studi pendahuluan dan mengidentifikassi subyek dengan

meminta data populasi di temoat penelitian, diajukan disesuaikan dengan

kriteria inklusi dan eksklusi.

29
5. Setelah studi pendahuluan, peneliti mengajukan surat izin peneltian kepada

ketua Prodi S1 Keperawatan STIKES Karya Husada Kediri.

6. Surat izin penelitian yang sudah disetujui kemudian di berikan kepada

BAKESBANGPOL Kabupaten Trenggalek, Dinas Kesehatan Kabupaten

Trenggalek dan Kepala Puskesma Slawe Kabupaten Trenggalek.

7. Melakukan penelitian kepada beberapa ibu postpartum primipara di wilayah

kerja Puskesma Slawe Kabupaten Trenggalek.

8. Mendatangi calon responden untuk menyampaikan informed consent dan

jika responden setuju selanjutnya melakukan kontrak selama penelitian.

9. Jika calon responden setuju, responden akan diberikan kuersioner.

10. Membagikan kuersioner EPDS dan kuersioner Wolf modifikasi 1994.

11. Responden akan diberikan waktu untuk mnejawab kuersioner selama 10-15

menit.

12. Setelah semua data terkumpul dilanjutkan dengan proses pengolahan data

meliputi editing, coding, scoring, tabulating dan analisa data.

4.6.1.2 Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh

peneliti dalam kegiatan mengumpulkannya menjadi sistematis (Arikunto, 2013).

Instrumen pengumpulan data adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan.

Instrumen yang digunanakan dalam penelitian ini adalah kuersioner EPDS dan

kuersioner Wolf modifikasi 1994. Peneliti memilih kuersioner tersebut karena

merupakan kuersioner baku.

30
Tabel 4.5 Definisi Operasional

Hubungan Peran Perawat Sebagai Konselor Dengan Kejadian Postpartum Blues Pada
Ibu Pimipara

Variabel Definisi Parameter Alat Ukur Skala


Operasional
Variabel Aktivitas peran a. Caring Kuersioner Ordinal Skoring
indipenden perawat (memberikan dan pernyataan
peran rasa peduli) Checklist
dengan b. Sharing Peran
skor skala :
perawat memberikan Selalu
(memberikan perawat
sebagai asuhan pengalaman sebagai =2
konselor keperawatan dan berdiskusi konselor Kadang
kepada ibu dengan pasien) Wolf 1994 =1
c. Laughing
postpartum (memberikan
Tidak
primipara rasa nyaman) Pernah
dengan d. Crying =0
memperhatika (menerima
n prinsip aspek respon
emosional
peran perawat pasien)
Interprestasi
konselor. e. Touching a. baik
Dilakukan hari (memberikan = 30-44
ke-1 sampai sentuhan yang b. cukup
hari ke-3 memiliki = 22-29
makna)
setelah c. kurang
f. Helping
melahirkan. (memberikan = 0-21
bantuan)
g. Believing
(memberikan
keyakinan
kepada pasien
untuk bisa
meningkatkan
derajat
kesehatan)
h. Learning
(mengenmban
gkan diri dan
keterampilan)
i. Respecting
(menghargai
hak orang lain)
j. Listning
(mendengarka
n keluihan
pasien)
k. Feeling
(memahami
perasaan
pasien)

31
Variabel Definisi Parameter Alat Ukur Skala Skor
Operasional
Variabel Sesuatu yang a. Perasaaan Kuersioner Ordinal Skoring
dependen terjadi pada ibu tertekan EPDS
yang baru saja b. Hilangnya (Edinburgh
pernyataan
kejadian
melahirkan ketertarikan Postpartum skor skala :
ibu
untuk pertama dalam Depression Sering = 3
postpartum kalinya yang melakukan Scale)
blues pada ditandai dengan aktivitas yang Kadang-
ibu perasaan sedih, menyenangkan Kadang = 2
primipara cemas, c. Perasaan Jarang = 1
kemurungan, bersalah
kehilangan nafsu d. Perasaan Tidakperna
makan, cemas atau h=0
gangguan tidur, khawatir dan
dan terkadang perasaan takut
tidak peduli e. Energi yang
dengan bayinya. hilang, atau Postpartum
perasaan yang
lelah blues
f. Gangguan tingkat
tidur berat = 22-
g. Gejala
psikologis dari
30
depresi Postpartum
blues
sedang
= 15-21
Postpartum
blues
ringan
= 10-15
Tidak
postpartum
blues
= < 10

32
data dengan cara apapun (Notoatmodjo, 2012). Jenis kuersioner yang digunakan

yaitu :

1. Kuersioner peran perawat sebagai konselor (Kuesioner Wolf, 1994)

Berisi tentang kepuasan pelayanan yang diberikan perawat kepada pasien yang

terdiri dari 22 soal, masing-masing soal terdiri dari 3 yaitu sering dengan skor 2,

kadang dengan skor 1, dan tidak pernah dengan skor 0. Hasil skor tersebut

diinterpretasikan baik = 30-44, cukup = 22-29, kurang = 0-21. Teruji valid.

2. Kuersioner ibu postpartum blues dengan EPDS

Berisi tentang perubahan yang terjadi pada ibu postpartum dan untuk mengetahui

tingkat stres pada ibu postpartum. Kuersioner EPDS terdiri dari 10 soal, masing-

masing soal terdiri dari 4 jawaban sering dengan skor 3, kadang dengan skor 2,

jarang dengan skor 1, dan tidak pernah dengan skor 0. Nilai maksimal skor

adalah 30. Semakin tinggi skor yang didapat menyatakan semakin berat

gangguan depresi yang dialami. Teruji valid.

4.6.1.3 Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

a. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 23 Februari 2020 sampai 7 Maret

2020.

2. Tempat Penelitian

Lokasi penelitian adalah wilayah kerja Puskesmas Slawe kecamatan Watulimo

kabupaten Trenggalek.

33
4.6.2 Teknik Analisa Data

4.6.2.1 Pengolahan Data

1. Editing

Editing adalah suatu kegiatan yang dilakukan peneliti untuk mengecek atau

memperbaiki kembali isian formulir atau kuersioner. Kegiatan editing meliputi :

a. Memperbaiki atas kelengkapan pertanyaan yang telah terisi dalam

lembar kuersioner.

b. Pengkajian konsisten antar jawaban pertanyaan.

c. Pengkajian relevansi jawaban dan pertanyaaan.

d. Pengkajian atas kejelasan jawaban dari masing-masing pertanyaan

(Notoatmodjo, 2010).

2. Coding

Coding adalah mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka

atau bilangan. Coding atau pemberian kode ini sangat berguna dalam

memasukkan data (Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian ini, pemberian kode

dilakukan adalam data umum yang meluputi: umur, pekerjaan, agama dan

pendidikan dan penghasilan dalam keluarga.

3. Scoring

Scoring adalah memberikan nilai untuk tiap item pertanyaan, untuk menentukan

nilai tertinggi dan terendah. Masing-masing pertanyaan akan diberi skor dengan

nilai skala dan kategori jawaban yang diberikan.

a) Untuk data pada variabel independen (peran perawat sebagai konselor)

Pengambilan data dilakukan dengan cara angket kuersioner kepada ibu

(postpartum) primipara. Caranya dengan memberikan kuersioner

34
mengenai peran perawat sebagai konselor kepada ibu (postpartum)

primipara untuk beradaptasi.

Data dikumpulkan menggunakan kuersioner dimana pada setiap

pernyataan sudah ada skornya. Skor berkisar antara 0-2. Pernyataan yang

menunjukkan peran perawat sebagai konselor diberi skor 2, skor 0

untuk pernyataan tidak menggambarkan peran perawat sebagai konselor.

Favorable : selalu = 2, tidak = 0.

Pernyataan positif skor :

Selalu = 2

Kadang = 1

Tidak Pernah = 0

Di interpretasi menjadi :

Baik = 30-40

Cukup = 22-29

Kurang = 0-21

b) Untuk data pada variabel dependen (kejadian ibu postpartum blues pada

ibu primipara)

Data dikumpulkan menggunakan kuersioner dimana pada setiap

pernyataan sudah ada skornya. Skor berkisar antara 0-3. Pernyataan yang

menunjukkan kejadian postpartum blues pada ibu primipara diberi skor

0, skor 3 untuk pernyataan menggambarkan tidak adanya kejadian

postpartum blues pada ibu primipara.

Favorable : sering = 3, tidak pernah = 0.

Pernyataan positif skor :

35
Sering = 3

Kadang-kadang = 2

Jarang = 1

Tidak pernah = 0

Di interpretasi menjadi :

Postpartum blues berat = 22-30

Postpartum blues sedang = 15-21

Postpartum blues ringan = 10-15

Tidak postpartum blues < 10

4. Tabulating

Tabulating adalah kegiatan untuk meringkas data yang masuk atau antara data

mentah kedalam tabel yang dipersiapkan (Sugiyono, 2016).

4.7 Analisa Data

Analisa data adalah kegiatan setelah data dari seluruh responden atau sumber data

lain terkumpul. Kegiatan dalam analisis data adalah mengelompokkan data

berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel

dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan

perhitungan untuk menjawab rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk

menguji hipotesis yang telah diajukan (Sugiyono, 2016).

36
Analisa yang digunakan penilitian yaitu :

1. Analisa univariat. Analisa yang bertujuan menjelaskan karakteristik variabel

independen dan dependen.

2. Analisis bivariat. Digunakan untuk mengetahui hubungan variabel independen

(peran perawat sebagai konselor) dengan variabel dependen (kejadian

postpartum blues pada ibu primipara.

Untuk mengetahui peran perawat sebagai konselor terhadap kejadian postpartum

blues pada ibu primipara, data kursioner yang telah terkumpul dilakukan

penilaian. Kemudian ditabulasi dan dikelompokkan.

Untuk melihat adanya hubungan antara variabel independen dan dependen

dianalisa dengan menggunakan uji korelasi Spearman Rank dengan bantuan

komputerisasi. Hasil diinterprestasi dengan : H1 diterima jika : p value ≤ 0,05

(adanya perawat pengaruh peran perawat sebagai konselor terhadap kejadian

postpartum blues pada ibu primipara). H1 ditolak jika : p value > 0,05 (tidak

adanya pengaruh peran perawat sebagai konselor terhadap kejadian postparutum

blues pada ibu primipara).

N=
x100%
Keterangan :

N = Prosentase hasil

Sp = Skor yang didapat

37
Sm = Skor maksimal

Hasil penelitian data diinterpretasikan dengan menggunakan skala :

100% = Seluruh dari responden

76% - 99% = Hampir seluruh dari responden

51% - 75% = Sebagian besar dari responden

50% = Setengah dari responden

26% - 49% = Hampir setengah dari responden

1% - 25% = Sebagian kecil dari responden

0% = Tidak satupun dari responden

(Arikunto, 2013)

4.8 Etika Penelitian

Etika penelitian adalah suatu prinsip etika penelitian agar peneliti tidak

melanggar hak-hak (otonomi) manusia yag kebetulan sebagai pasien (Nursalam,

2017).

4.8.1 Prinsip Manfaat

1. Bebas dari penderita

Peneliti harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan kepada

subjek, khususnya jika menggunakan tindakan khusus.

2. Bebas dari eksploitasi

Partisipasi subjek dalam penelitian harus dihindarkan dari keadaan yang

tidak menguntungkan. Subjek harus diyakinkan partisipasinya dalam

38
penelitian yang telah diberikan tidak akan dipergunakan dalam hal yang bisa

merugikan subjek dalam bentuk apapun.

3. Risiko

Peneliti harus hati-hati mempertimbangkan risiko dan keuntungan yang

akan berakibat kepada subjek pada setiap tindakan penelitian.

4.8.2 Prinsip Menghargai Hak Azazi Manusia (Respect Human Dignity)

1. Hak ikut/tidak menjadi responden (Right To Self Determining)

Subjek harus diperlakukan secara manusiawi. Subjek mempunyai hak

memutuskan apakah bersedua menjadi responden ataupun tidak bersedia

menjadi responden tanpa adanya sangsi apapun.

2. Hak mendapat jaminan penelitian (Right to Disclosure)

Seorang peneliti harus memberikan penjelasan secara rinci serta

bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi terhadap subjek sebagai

responden.

3. Informed consent

Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan

penelitian, hak bebas berpartisipasi atau menolak sebagai responden.

Dalam informed consent juga dicantumkan bahwa data yang diperoleh

hanya digunakan untuk pembangunan ilmu.

4.8.3 Prinsip Keadilan (Right To Justuice)

1. Hak mendapatkan pengobatan (Right In Fier Treatmen)

Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama dan sesudah

keikut sertaannya dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi apabila

ternyata mereka tidak bersedia atau drop out sebagai responden.

39
a. Hak dijaga sebagai responden

Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan

harus dirahasiakan untuk itu perlu adanya tanpa nama (anonymity)

dan rahasia (confidentiality) (Nursalam, 2017).

40
BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil dan pembahasan dari penelitian akan dijabarkan pada bab 5 ini yaitu tentang

Hubungan Peran Perawat Sebagai Konselor Dengan Kejadian Postpartum Blues Pada

Ibu Primipara Di Puskesmas Slawe Kabupaten Trenggalek dengan jumlah sampel

sebanyak 20 responden.

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 23 Februari 2020 sampai dengan 7 Maret 2020

di Puskesmas Slawe Kabupaten Trenggalek. Hasil penelitian ini meliputi data umum

dan data khusus. Data umum responden antara lain tentang usia, agama, pendidikan

terakhir, pekerjaan, riwayat persalinan, hari postpartum, kondisi bayi, dan

pendampingan keluarga. Sedangkan pada data khusus akan ditampilkan mengenai

hubungan peran peraawat sebagai konselor dengan kejadian postpartum blues pada ibu

primipara di puskesmas Slawe kabupaten Trenggalek.

Pembahasan merupakan hasil penelitian dan teori yang ditulis dalam tinjauan pustaka

dengan penekanan pada hasil perhitungan yang dilakukan dan di tegakkan dengan teori

yang mendasar sebagai penjabaran pembahasan dari hasil penelitian yang

diperjelasdengan opini peneliti.

41
5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Data Umum

Data umum dalam penelitian ini meliputi karakteristik responden yang terdiri dari

distribusi frekuensi berdasarkan usia, agama, pendidikan terakhir, pekerjaan, riwayat

persalinan, hari postpartum, kondisi bayi, dan pendampingan keluarga sebagai berikut

5.1.1.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Responden


Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Responden di
Puskesmas Slawe kabupaten Trenggalek.
Karakteristik Responden Frekuensi Prosentase (%)
Usia < 20 3 15
20-25 12 60
26-30 5 25
Total 20 100
Agama Islam 20 100
Total 20 100
Pendidikan SMP 5 25
SMA 15 75
Total 20 100
Pekerjaan PNS 1 5
Swasta 8 40
IRT 11 55
Total 20 100
Riwayat Persalinan Normal 20 100
Total 20 100
Postpartum HariKe- Ke-3 20 100
Total 20 100
Kondisi Kesehatan Bayi Sehat 20 100
Total 20 100
Selama Perawatan Ya 20 100
Didampingi Keluarga Total 20 100
Sumber : Data Primer, diolah tahun 2020

Berdasarkan tabel 5.1 didapatkan karakteristik responden berdasarkan usia sebagian

besar 60% berusia 20-25 tahun, berdasarkan agama keseluruhan responden 100%

beragama islam, berdasarkan pendidikan responden sebagian besar 75% berpendidikan

42
SMA, berdasarkan pekerjaan responden sebagian besar 55% sebagai IRT, berdasakan

riwayat persalinan keseluruhan responden 100% dengan persalinan normal, berdasarkan

hari postpartum saat penelitian keseluruhan responden 100% dilakukan penelitian hari

ke-3, berdasarkan kondisi kesehatan bayi keseluruhan 100% bayi sehat, berdasarkan

selama perawatan keseluruhan responden 100% didampingi oleh keluarga.

5.1.2 Data Khusus

Data khusus menyajikan tabulasi data yang disajika dalam bentuk tabel berupa

identifikasi hubungan peran perawat sebagai konselor serta analisis kejadian postpartum

pada ibu primipara di puskesmas Slawe kabupaten Trenggalek sebagai berikut :

5.1.2.1 Distribusi Frekuensi Peran Perawat Sebagai Konselor


Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Peran Perawat Sebagai Konselor Di Puskesmas
Slawe Kabupaten Trenggalek.
Kriteria Peran Perawat Frekuensi Prosentase (%)
Sebagai Konselor
Baik 15 75
Cukup 4 20
Kurang 1 5
Total 20 100
Sumber : Data Primer, diolah tahun 2020

Berdasarkan Tabel 5.2 didapatkan karakteristik peran perawat sebagai konselor

berdasarkan penilaian dari responden didapatkan hasil sebagaian besar 75% berkriteria

baik.

5.1.2.2 Distribusi Frekuensi Kejadian Postpartum Blues Pada Ibu Primipara


Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Kejadian Postpartum Blues Pada Ibu Primipara
Di Puskesmas Slawe Kabupaten Trenggalek.
Kriteria Kejadian Frekuensi Prosentase (%)
Postpartum Blues

43
Pada Ibu Primipara
Sedang 4 20
Ringan 15 75
Tidak Postpartum Blues 1 5
Total 20 100
Sumber : Data Primer, diolah tahun 2020

Berdassarkan tabel 5.3 didapatkan karakteristik kejadian postpartum blues pada ibu
primipara berdasarkan penilaian dari responden didapatkan hasil sebagaian besar 75%
mengalami postpartum blues ringan.

5.1.2.3 Analisis Hubungan Peran Perawat Sebagai Konselor Dengan Kejadian


Postpartum Blues Pada Ibu Primipara Di Pusksmas Slawe Kabupaten
Trenggalek.

Tabel 5.4 Tabulasi Silang Hubungan Hubungan Peran Perawat Sebagai Konselor
Dengan Kejadian Postpartum Blues Pada Ibu Primipara Di Pusksmas Slawe Kabupaten
Trenggalek.

Kriteria Peran Kriteria Kejadian Postpartum Blues Pada Ibu


Perawat Primipara
Sebagai Total
Konselor Tidak
Berat Sedang Ringan Postpartum
Blues
f % F % f % f % f %
Baik 0 0 3 20 12 80 0 0 15 100
Cukup 0 0 1 25 2 50 1 25 4 100
Kurang 0 0 0 0 1 100 0 0 1 100
Total 0 0 4 20 15 75 1 5 20 100
P Value 0,16 (> 0,05)
Sumber : Data Primer, diolah tahun 2020

Berdasarkan tabulasi silang pada tabel 5.4 didapatkan hasil sebesar 80% responden

mengalami postpartum blues ringan dengan kriteria peran perawat kategori baik.

Hasil analisis penelitian hubungan peran perawat sebagai konselor dengan kejadian

postpartum blues pada ibu primipara di puskesmas Slawe kabupaten Trenggalek tahun

2020, yaitu hasil uji statistik menggunakan Spearman Rank didapatkan nilai P Value

44
0,16 (>0,05) hal ini menunjukkan bahwa H1 ditolak, artinya tidak ada hubungan peran

perawat sebagai konselor dengan kejadian postpartum blues pada ibu primipara.

X Y
Spearman's rho Correlation Coefficient 1.00 .160
Y Sig. (2-tailed) . .501
N 20 20
Correlation Coefficient .160 1.000
X Sig. (2-tailed) .501 .
N 20 20
Sumber : Data Primer, diolah tahun 2020

5.2 Pembahasan

5.2.1 Identifikasi Peran Perawat Sebagai Konselor

45
Hasil dari penelitian didapatkan peran perawat sebagai konselor yang berkriteria baik

sebanyak 75%, data tersebut didapat dari penilaian kuersioner peran perawat sebagai

konselor modifikasi wolf 1994 oleh ibu postpartum primipara.

Perawat mempunyai peran dan fungsi, diantaranya pemberi perawatan, sebagai advokat

keluarga, pencegahan penyakit, pendidikan, konseling, kolaborasi, pengambilan

keputusan etik dan penelitian (Asmandi, 2015).

Konselor yaitu seseorang yang memerlukan konseling terhadap masalah yang dialami

untuk mengambil keputusan yang dianggap terbak bagi dirinya.Konseling adalah

kegiatan percakapan tatap muka 2 arah antara klien dengan petgas kesehatan (perawat)

yang bertujuan memberikan bantuan mengenai berbagai hal yang ada kaitannya dengan

masalah yang dihadapinya (Asmandi, 2015).

Pelayanan keperawatan konseling diberikan karena adanya beberapa factor antara lain :

ketidak mampan, ketidak mauan, dan ketidak tahuan memenuhi kebutuhn dasar yang

sedang terganggu. Macam-macam bentuk pelayanan keperawatan sebagai konselor

antara lain adalah fisiologis, psikologis, dan social kultural. Fisioligis adalah gangguan

yang dialami setiap pasien yang dipengaruhi oleh gangguan fisiologis yang di hadapi

pasien. Serta Psikologis adalah pasien yang mengalami traumasehingga psikologisnya

terganggu, apabila psikologis tidak ditangani akan mempengaruhi lambatnya

penyelesain yang dihadapi pasien. Sedangkan Social dan Kultural adalah kurangnya

dorongan atau semangat pasien dari orang-orang sekitar atau social, jadi kegiatan

interaksi sosialnyapun sangatlah kurang. (Asmandi, 2015).

Peran perawat sebagai konselor bertujuan mengidentifikasi perubahan pola interaksi

terhadap peran baru yang dihadapinya, perubahan pola interaksi merupakan “dasar”

46
dalam merencanakan metode untuk meningkatkan kemampuan adaptasinya. Kedudukan

sebuah system konselor yaitu orang yang memerlukan konseling terhadap masalah yang

dialami untuk mengambil keputusan yang dianggap terbaik bagi dirinya. Konseling

adalah kegiatan percakapa 2 arah antara klien dengan petugas kesehatan (perawat) yang

bertujuan memberikan bantuan mengenai bebagai hal yang ada kaitanya dengan klien

sehingga klien mampu mengambil keputusan sendiri mengenai masalah yang

dihadapinya.Kerahasiaan dijunjung tinggi dalam konseling dan sifatnya berupa

pembahasan kasus bukan tentang cerita pribadi (Murni, 2014).

Hasil penelitian ini terdapat peran perawat sebagai konselor dengan kriteria baik

sebesar 75%, hal ini menunjukkan peran perawat sebagai konselor berpengaruh pada

kejadian postpartum blues pada ibu primipara. Perawat yang memberikan konseling

akan dapat membuat ibu postpartum mudah menerima peran barunya dan mendapatkan

pengetahuan.

Berdasarkan Table 5.1 diperoleh tanggapan responden bahwa peran perawat sebagai

konselor pada indikator usia didapatkan hasil 10 responden berusia 20-25 tahun

mendapatkan peran perawat sebagai konselor dengan kriteria baik sebesar 66,7%, 3

responden berusia 26-30 tahun mendapatkan peran perawat sebagai konselor dengan

kriteria baik sebesar 20%, 2 responden berusia <20 tahun mendapatkan peran perawat

sebagai konselor dengan kriteria baik sebesar 13,3%, 2 responden berusia 26-30 tahun

mendapatkan peran perawat sebagai konselor dengan kriteria cukup sebesar 50%, 1 dari

usia <20 tahun dan 20-25 mendapatkan peran perawat sebagai konselor dengan kriteria

cukup sebesar 25%, dan 1 responden berusia 20-25 tahun mendapatkan peran perawat

sebagai konselor dengan kriteria kurang sebesar 100%.

47
Gunarsa (2010) mengungkapkan bahwa bertambahnya umur seseorang dapat

berpengaruh pada kesehatannya dimana terjadi kemunduran struktur dan fungsi organ,

sehingga masyarakat yang berusia lebih tua cenderung lebih banyak memanfaatkan

pelayanan kesehatan dibandingkan dengan usia muda. Hasil tersebut menunjukkan

bahwa usia responden tidak mempengaruhi peran perawat sebagai konselor dengan

kejadian postpartum blues pada ibu primipara. Dikarenakan peran perawat kepada

responden sama namun penilaian responden terhadap peran perawat yang berbeda.

Sementara peran perawat sebagai konselor berdasarkan usia di Puskesmas Slawe

Kabupaten Trenggalek sebagaian besar dalam kategori baik.

Tanggapan responden pada indikator Agama dari berdasarkan hasil dari tabuasi peran

perawat sebagai konselor didapatkan hasil sebagian besar responden beragama Islam

mendapatkan peran perawat sebagai konselor dengan hasil yang baik sebanyak 15

responden dengan prosentase sebesar 100%. Sedangkan hasil cukup sebanyak 4

responden dengan prosentase sebesar 100%, dan hasil kurang 1 responden sebanyak

100%.

Agama yang dianut semua responden adalah islam, menurut Lubis (2011) profesi

keperawatan dalam pandangan islam memiliki aspek salah satunya tanpa membeda-

bedakan seorang pasien. Namun, ada kondisi responden berupa perubahan mood yang

menjadikan penilaian peran perawat sebagai konselor ada yang kurang.

Tanggapan responden pada indikator tingkat pendidikan berdasarkan hasil dari tabuasi

peran perawat sebagai konselor dengan tingkat pendidikan responden didapatkan hasil

12 responden urang sebesar 100%.

48
Pendidikan responden sebagian besar berpendidikan SMA termasuk pendidikan

menengan, sehingga memiliki pemahaman dalam menghadapi situasi, sehingga

penilaian peran perawat sebagai konselor termasuk dalam kategori baik. Notoatmodjo

(2012) mengatakan setiap orang mempunyai tingkatan pengetahuan yang berbeda

terhadap suatu objek, baik dari pemikiran dan pemahaman didasari pada tingkat

pendidikan yang didapat oleh seseorangtersebut, hal tersebut yang mendasari dan

membentuk suatu pemahaman yang berbeda-beda. Tingkat pendidikan ibu yang rendah

akan mempengaruhi pengetahuan ibu karena ibu yang mempunyai latar belakang

pendidikan lebih rendah akan sulit untuk menerima masukan dari pihak lain.

Tanggapan responden pada indikator Pekerjaan berdasarkan hasil dari tabuasi peran

perawat sebagai konselor didapatkan hasil 8 responden pekerjaan IRT mendapatkan

peran perawat sebagai konselor dengan kriteria baik sebesar 53,3%, terdapat 7

responden pekerjaan swasta mendapatkan peran perawat sebagai konselor dengan

kriteria baik sebesar 46,7%. Sedangkan 2 responden pekerjaan IRT mendapatkan peran

perawat sebagai konselor dengan kriteria cukup sebesar 50%, dan 1 dari pekerjaan PNS

dan swasta mendapatkan peran perawat sebagai konselor dengan kriteria cukup sebesar

25%. Serta 1 responden pekerjaan IRT mendapatkan peran perawat sebagai konselor

dengan kriteria kurang sebesar 100%.

Menurut Hasyim dan Prasetyo (2012), perawat merupakan tingkah laku yang

diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam sistem,

dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi yang bersifat konstan.

Maka dari itu pekerjaan responden berpengaruh pada peran perawat sebagai konselor.

Responden sebagai IRT menilai peran perawat sebagai konselor dalam kategori baik,

49
hal ini dikarenakan pekerjaan yang hanya sebagai IRT ingin tukar pikiran kepada

perawat untuk menambah pengetahuan tentang perawatan bayi maupun hal apa yang

perlu dilakukan setelah melahirkan. Sehingga responden menilai peran perawat sebagai

konselor dalam kriteria baik.

Tanggapan responden pada indikator Riwayat persalinan berdasarkan hasil dari tabuasi

peran perawat sebagai konselor didapatkan hasil yang baik sebanyak 15 responden

dengan prosentase sebesar 100%. Sedangkan hasil cukup sebanyak 4 responden dengan

prosentase sebesar 100%, dan hasil kurang 1 responden sebanyak 100%.

Rizki (2018) Dr. Pandora memiliki pengalaman lebih dari 20 tahun dalam bidang

keperawatan dan kebidanan. Beliau membuka kuliah umum dengan memaparkan bahwa

terdapat lebih dari 300.000 wanita meninggal saat melakukan proses persalinan, serta

terdapat lebih dari 2,7 juta bayi baru lahir yang meninggal dengan umur tidak lebih dari

28 hari. Maka, dalam hal ini perawat dan bidan memiliki pengaruh yang signifikan bagi

ibu melahirkan dan bayi yang baru lahir . Sehingga peran perawat sebagai konselor

terhadap ibu yang bersalin secara normal mendapatkan perlakuan baik, dikarenakan ibu

yang melahirkan secara normal akan banyak berkonsultasi sebelum dan setelah

melahirkan, tujuannya supaya tidak ada masalah saat proses melahirkan. Sehingga

penilaian responden terhadap peran perawat sebagai konselor dalam kategori baik.

Tanggapan responden pada indikator Hari Postpartum berdasarkan hasil dari tabuasi

peran perawat sebagai konselor didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden hari

ke-3 postpartum mendapatkan peran perawat sebagai konselor dengan hasil yang baik

sebanyak 15 responden dengan prosentase sebesar 100%. Sedangkan hasil cukup

50
sebanyak 4 responden dengan prosentase sebesar 100%, dan hasil kurang 1 responden

sebanyak 100%.

Postpartum blues puncaknya hari ke 3 atau 4 setelah melahirkan (Hamilton, no date).

Sehingga penelitian dilakukan hari ke-3 ketika responden mengalami perubahan mood,

dengan demikian tanda-tanda kejadian postpartum blues akan muncul dan peran

perawat sebagai konselor akan sangat berpengaruh. Semakin baik peran perawat sebagai

responden akan semakin menurunkan kejadian postpartum blues terutama pada ibu

primipara. Menurut Reeder, Martin & Koniak-griffin (2012) perencanaa keperawatan

meliputi pemberian perawatan langsung, penyuluhan, mendukung ibu dengan perawatan

diri dan meningkatkan pengetahuan.

Tanggapan responden pada indikator Kondisi bayi berdasarkan hasil dari tabuasi peran

perawat sebagai konselor didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden kondisi

bayinya sehat mendapatkan peran perawat sebagai konselor dengan hasil yang baik

sebanyak 15 responden dengan prosentase sebesar 100%, sedangkan hasil cukup

sebanyak 4 responden dengan prosentase sebesar 100%, dan hasil kurang 1 responden

sebanyak 100%.

Kondisi kesehatan bayi sangat berpengaruh pada kondisi psikis ibu, setelah bayi lahir

ibu akan menambah pengetahuan supaya bayinya tetap sehat salah satunya memberikan

ASI eksklusif (Charles, 1992 dalam Widdefrita, 2013). Oleh karena itu peran perawat

sebagai konselor berperan penting dalam memotivasi sehingga penilaian responden

kepada perawat masuk dalam kategori baik.

Tanggapan responden pada indikator Pendamping keluarga berdasarkan hasil dari

tabuasi peran perawat sebagai konselor didapatkan hasil bahwa sebagian besar

51
responden yang didampingi keluarga mendapatkan peran perawat sebagai konselor

dengan hasil yang baik sebanyak 15 responden dengan prosentase sebesar 100%,

sedangkan hasil cukup sebanyak 4 responden dengan prosentase sebesar 100%, dan

hasil kurang 1 responden sebanyak 100%.

Pendampingan keluarga yang diberikan pada ibu postpartum mempengaruhi psikis ibu

postpartum, secara empiris dapat dikatakan bahwa kesehatan anggota keluarga dan

kualitas kehidupan keluarga menjadi sangat berhubungan atau signifikan (Andarmoyo,

2012). Sehingga pendampingan dan dukungan keluarga dapat memperlancar proses

adaptasi dengan didukung peran perawat sebagai konselor untuk menambah

pengetahuan tentan peran barunya sebagai ibu.

5.2.2 Identifikasi Kejadian Postpartum Blues Pada Ibu Primipara

Hasil penelitian di puskesmas Slawe kabupaten Trenggalek didapatkan hasil 75%

responden mengalami postpartum blues ringan. Data tersebut didapat dari penilaian

kuersioner Edinburgh Postpartum Depression Scale (EPDS )oleh ibu postpartum

primipara.

Tanggapan responden pada indikator postpartum blues hasil dari penelitian didapatkan

ibu yang mengalami postpartum blues sedang sebanyak 4 responden atau 20%, ibu yang

mengalami postpartum blues ringan sebanyak 15 responden atau 75%, dan ibu yang

tidak mengalami postpartum blues ada 1 responden atau 5%.

Secara medis, postpartum blues merupakan gangguan karena kurangnya hormone tyroid

pada individu yang kelelahan dan pada ibu postpartum terdapat jumlah kadar tyroid

yang sangat rendah. Skrining mendeteksi gangguan mood/depresi merupakan acuan

52
pasca melahirkan yang rutin dilakukan.Salah satunya dengan kuersioner EPDS yang

teruji bisa mengukur intensitas perubahan perasaaan depresi.

Penanganan gangguan mental pasca persalinan pada prinsipnya tidak berbda dengan

penanganan gangguan mental pada moment-moment lainnya. Dukungan ang yang

memadai dari para tenaga medis terutama perawat sangat diperlukan misalnya

pemberian informasi maupun pemberian konseling. Bantuan-bantuan praktis dan

pemahaman secara intelektual tentang pegalaman dan harapan-harapan mereka mungkin

saat tertentu secara garis bedar bisa disajikan seperti tingkatan perilaku, emosional,

intelektual, social dan psikologis secara bersama-sama dengan melibatkan sosialnya

seperti suami dan keluarga diharapkan mampu mengurngi tngkat depresi atau

postpartum blues.

Ibu postpartum primipara yang baru satu kali melahirkan menyebabkan ibu belum

memiliki pengalaman sama sekali dalam melakukan perawatan diri pasca melahirkan.

Hal ini menyebabkan ibu postpartum primipara akan mengalami kecemasan tentang

perawatan dirinya, sehingga berisiko mengalami komplikasi tergantung kesiapan fisik,

psikologi dan pengetahuan tentang masa kehamilan sampai masa postpartum (Indriyani,

2015). Masalah tersebut dapat menyebabkan postpartum blues, postpartum blues

merupakan masalah psikis sesudah melahirkan yang menimbulkan perasaan sedih,

cemas, kemurungan, kehilangan nafsu makan, gangguan tidur, dan terkadang tdak

peduli dengan bayinya (Fitriana, Lisna Anisa, 2015).

Ibu postpartum blues harus ditangani secara adekuat, karena peran ibu sangat

berpengaruh terhadap perkembangan bayinya. Sehingga diperlukannya dukungan dari

orang-orang disekitarnya. Dalam menjalankan peran perawat sebagai konselor untuk

53
meningkatkan pengetahuan dan pemecahan masalah dengan memberikan informasi

supaya ibu postpartum blues tidak mengalami gangguan psikologis dan gangguan jiwa

(Fitriana, Lisna Anisa, 2015).

Beberapa masalah yang timbul dari ibu postpartum blues primipara dikarenakan ibu

merasa lelah, asi tidak keluar, merasa kurang perhatian dan jauh dari suami, keluarga

maupun orang sekitar. Salah satu cara mengurangi kejadian postpartum blues adalah

melakukan konseling dengan perawat. Konseling akan memberikan penyelesaian

mengenai masalah yang dihadapi sekaligus menambah informasi untuk mengurangi

kejadian postpartum blues.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Chairunnisa (2010) beberapa factor yang

menyebabkan postpartum blues yaitu (1) jenis persalinan, responden yang memiliki

jenis persalinan normal lebih sedikit yang mengalami postpartum blues sedangkan

responden yang memiliki jenis persalinan dengan tindakan lebih banyak mengalami

postpartum blues. (2) Dukungan social, responden yang tidak mempunyai dukungan

social lebih banyak mengalami postpartum blues sedangkan responden yang

mempunyai dukungan social sedikit yang mengalami postpartum blues. (3) Persiapan

untuk persalinan dan menjadi ibu, responden yang tidak ada persiapan untuk persalinan

dan menjadi ibu lebih banyak yang mengalami postpartum blues sedangkan responden

yang mempunyai kesiapan untuk persalinan dan menjadi ibu lebih sedikit yang

mengalami postpartum blues.

Secara psikologis, seorang wanita yang baru saja melahirkan akan mengalami tekanan

psikis. Banyak wanita yang sepintas merasa bahagia dengan kelahiran bayinya, namun

sejalan dengan itu, akan muncul gangguan suasana hati, perasaan sedih dan tekanan

54
yang dialami oleh seorang wanita setelah melahirkn yang berlangsung pada minggu

pertama terutama hari ke 3. Gangguan psikologis tersebut disebut postpartum blues

(Hasni, 2012).

Peran perawat sebagai konselor perlu mengidentifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi terjadinya gangguan psikologis pada ibu postpartum. Perawat perlu

untuk mengidentifikasi respon, koping dan adaptasi serta tindakan apa yang telah

dilakukan oleh ibu dan keluarga (Lowdermilk, Perry & Bobak, 2013).

Proses konseling yang efektif yaitu membangun hubungan saling percaya,

mengidentifikasi masalah, mengevaluasi dan terminasi, pada tahap akhir konselor

menilai apakah ada tidaknya kemajuan pada klien setelah melakukan konseling

(Setiawan, 2018). Teknik konseling disebut juga strategi pengembangan potensi untuk

mengatasi masalah dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan, seperti budaya,

nilai social, dan agama (Setiawan, 2018).

Kejadian postpartum blues sangat rentan pada ibu primipara karena belum memiliki

pengalaman sebelumya. Sehingga diperlukanlah konseling dikarenakan kondisi ibu

postpartum mengalami perubahan baik psikis maupun psikologis. Komplikasi yang

sangat berbahaya yaitu postpartum blues. Peran perawat sebagai konselor dimungkinkan

dapat mengurangi kejadian postpartum blues pada ibu primipara. Konseling mampu

memberikan solusi untuk mengatasi masalah yang dihadapi ibu postpartum. Salah satu

perlakuan perawat juga dapat memberikan rasa nyaman kepada ibu postpartum,karena

salah satu masalah yang dihadapi ibu postpartum adalah kurangnya perhatian, dengan

demikian perhatian dari seorang perawat dapat mengurangi rasan kurang perhatian dari

ibu postpartum. Hasil yang didapat dari data penelitian menunjukkan ibu postpartum

55
yang mendapat perlakuan baik dan mengalami postpartum blues ringan sebanyak 12

responden atau 80%.

5.2.3 Analisis Hubungan Peran Perawat Sebagai Konselor Dengan Kejadian Postpartum

Blues Pada Ibu Primipara.

Hasil penelitian hubungan peran perawat sebagai konselor dengan kejadian postpartum

blues pada ibu primipara di puskesmas Slawe kabupaten Trenggalek dari 20 responden

didapatkan 3 responden mengalami postpartum blues sedang dengan perlakuan perawat

berkriteria baik sebesar 20%, terdapat 1 responden mengalami postpartum blues sedang

dengan perlakuan perawat berkriteria cukup sebesar 25%. Terdapat 12 responden

mengalami postpartum blues ringan dengan perlakuan perawat berkriteria baik sebesar

80%, terdapat 2 responden mengalami postpartum blues ringan dengan perlakuaan

perawat dengan kriteria cukup sebesar 50%, dan 1 responden mengalami postpartum

blues ringan dengan perlakuan perawat dengan kriteria kurang sebesar 100%.Terdapat 1

responden tidak mengalami postpartum blues dengan perlakuan perawat berkriteria

cukup sebesar 25%. Total responden yang menilai peran perawat sebagai konselor

berkriteria baik sebanyak 15 responden, menilai perawat sebagai konselor berkriteria

cukup sebnyak 4 responden, dan meniai peran perawat sebagai konselor berkriteria

kurang sebanyak 1 responden. Sedangkan total responden yang mengalami postpartum

blues sedang sebanyak 4 responden, mengalami postpartum blues ringan sebanyak 15

responden, dan yang tidak mengalami postpartum blues sebanyak 1 responden. Hasil

tersebut didapat dari penilaian gabungan antar 2 variabel menggunakan kuersioner.

56
Secara psikologis, seorang wanita yang baru saja melahirkan akan mengalami tekanan

psikis. Banyak wanita yang sepintas merasa bahagia dengan kelahiran bayinya, namun

sejalan dengan itu, akan muncul gangguan suasana hati, perasaan sedih dan tekanan

yang dialami oleh seorang wanita setelah melahirkn yang berlangsung pada minggu

pertama terutama harike 3. Gangguan psikologis tersebut disebut postpartum blues

(Hasni, 2012).

Peran perawat sebagai konselor perlu mengidentifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi terjadinya Gangguan Psikologis Pada Ibu Postpartum. Perawat perlu

untuk mengidentifikasi respon, koping dan adaptasi serta tindakan apa yang telah

dilakukan oleh ibu dan keluarga (Lowdermilk, Perry & Bobak, 2013).

Proses konseling yang efektif yaiti membangun hubungan saling percaya,

mengidentifikasi masalah, mengevaluasi dan terminasi, pada tahap akhir konselor

menilai apakah ada tidaknya kemajuan pada klien setelah melakukan konseling

(Setiawan, 2018). Karena teknik konseling disebut juga strategi pengembangan potensi

untuk mengatasi masalah dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan, seperti

budaya, nilai social, dan agama (Setiawan, 2018).

Kejadian postpartum blues sangat rentan pada ibu primipara karena belum memiliki

pengalaman sebelumya. Sehingga diperlukanlah konseling dikarenakan kondisi ibu

postpartum mengalami perubahan baik psikis maupun psikologis. Komplikasi yang

sangat berbahaya yaitu postpartum blues. Peran perawat sebagai konselor dimungkinkan

dapat mengurangi kejadian postpartum blues pada ibu primipara. Konseling mampu

memberikan solusi untuk mengatasi masalah yang dihadapi ibu postpartum. Salah satu

perlakuan perawat juga dapat memberikan rasa nyaman kepada ibu postpartum,karena

salah satu masalah yang dihadapi ibu postpartum adalah kurangnya perhatian, dengan

57
demikian perhatian dari seorang perawat dapat mengurangi rasan kurang perhatian dari

ibu postpartum. Hasil yang didapat dari data penelitian menunjukkan ibu postpartum

yang mendapat perlakuan baik dan mengalami postpartum blues ringan sebanyak 12

responden atau 80%.

Hasil uji statistik korelasi Spearman Rank dengan bantuan komputerisasi (SPSS)

didapat P value 0,16> α 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada korelasi atas

peran perawat sebagai konselor dengan kejadian postpartum blues pada ibu primipara.

Hal ini mungkin dipengaruhi oleh variable lain yang tidak termasuk dalam penelitian,

atau kata lain dapat berhubungan tapi lemah. Variable yang tidak termasuk dalam

penelitian ini seperti seperti dukungan suami, dukungan keluarga, dukungan teman

sebaya, perawatan selama persalinan. Sehingga variabel tersebut mungkin bisa

dimasukkan dalam penelitian selanjutnya untuk mengetahui ada tidaknya hubungan atau

korelasi.

58
BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

6.1.1 Peran perawat sebagai konselor pada ibu postpartum primipara lebih dari setengah

dalam kategori baik.

6.1.2 Kejadian ibu postpartum blues pada ibu primipara sebagian besar mengalami

postpartum blues ringan.

6.1.3 Tidak ada hubungan peran perawat sebagai konselor dengan kejadian postpartum

blues pada ibu primipara.

59
6.2 Saran

6.2.1 Bagi Responden

Disarankan kepada responden harus ada rasa saling percaya kepada perawat agar

hasil yang didapatpun bisa lebih maksimal.

6.2.2 Bagi Peneliti

Sebaiknya peneliti terus meningkatkan informasi tentang peran perawat sebagai

konselor terhadap penurunan kejadian postpartun blues pada ibu primipara,

sehingga dapat digunakan sebagai acuan untuk penanganan masalah ibu

postpartun blues yang disebabkan perubahan adaptasi melalui penerimaan peran

baru.

6.2.3 Bagi Institusi Pendidikan

Disarankan pada institusi pendidikan untuk memberikan informasi melalui

pembelajaran pada peserta didiknya berkaitan dengan peran perawat sebagai

konselor pada ibu postpartum primipara, sehingga dapat digunakan sebagai suatu

masukan dan tambahan wawasan tentang peran perawat sebagai konselor pada ibu

postpartum primipara, yaitu seperti halnya institusi memberikan materi tambahan

pada peserta didiknya terkait peran perawat dan kejadian postpartum blues.

6.2.4 Bagi Puskesmas

Disarankan pada Puskesmas untuk meningkatkan pemberian informasi, wawasan

dan konseling pada ibu postpartun tentang penerimaan peran barunya yaitu

dengan memberikan konseling pasca melahirkan.

60
6.2.5 Bagi Peneliti Selanjutnya

Disarankan peneliti selanjutknya menjadikan hasil penelitian ini sebagai acuan

penelitian lanjutan serta mengembangkan penelitkan tentang peran perawat

sebagai konselor terhadap kejadian postpartum blues pada ibu primipara yang

lebih luas lagi yaitu dengan menambahkan variable penelitkan seperti dukungan

suami, dukungan keluarga, dukungan teman sebaya, perawatan selama persalinan,

serta menambahkan waktu penelitian lebih lama dengan responden lebih banyak.

Disarankan juga untuk peneliti selanjutnya memperbanyak refrensi buku maupun

jurnal-jurnal terkait.

61
DaftarPustaka
Afiyanti, Y., Rachmawati, I. N. and Nurhaeni, N. (2014) ‘Perbedaan Kepedulian
Maternal Antara Ibu Primipara dan Ibu Multipara Pada Awal Periode
Post Partum’, Jurnal Keperawatan Indonesia, 10(2), pp. 54–60. doi:
10.7454/jki.v10i2.174.
Andarmoyo. 2012. Konsep Teori, Proses dan Praktik Keperawatan.
https://scholar.google.com/citations?user=wRGRe5UAAAAJ&hl=en.
Diakses 10 Maret 2020.
Anggraini, Y. (2010) Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Edited by P. Rhama. Yogyakarta.
Asmadi (2015) Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.
Chairunnisa. (2010). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Baby Blues
Syndrom pada Ibu Post Partum di Puskesmas Suka Makmur.
Digilib.unimus.ac.id. Diakses 10 Maret 2020.
Dahro, A. (2012) Buku Psikologi Kebidanan analisis perilaku wanita untuk kesehatan.
Edited by S. Medika. Jakarta.
Diah Ayu, F. (2015) ‘Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Postpartum
Blues’, Jurnal EduHealth, 5(2), pp. 82–93.
Fitriana, Lisna Anisa, S. N. (2015) ‘Gambaran Kejadian Postpartum Blues pada Ibu
Umum Tingkat IV’, Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia, 1.
Gunawan. 2010. Hubungan Spiritual Perawat Dan Kompetensi Asuhan Spiritual.
http ://jks.fies.unsoed.ac.id. Diakses 10 Maret 2020.
Hamilton, P. (2015) Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas. Jakarta. EGC.
Hasni, et.all. 201). Hubungan Antara Citra Tubuh Saat Hamil Dan Kestabilan Emosi
Dengan Postpartum Blues Di Puskesmas Grogol Sukoharjo.
http://www.candrajiwa.psikologi.fk.uns.ac.id. Diakses 20 Maret 2020.
Hasyin, dan Praseto. 2012. Etika Keperawatan. Yogyakarta : Bangkit.
Hidayah, N., Rahmawanti, J. E. D. and Azizah, N. (2017) ‘Support Sistem, Pengalaman
Persalinan Dengan Resiko Post Partum Blues Di Bpm Yayuk
Kalbariyanto Kudus Tahun 2015’, Jurnal Ilmu Keperawatan dan
Kebidanan. doi: 10.26751/jikk.v8i2.293.
Indriyani, R. (2015) ‘Hubungan Postpartum Blues, Dan Efikasi Diri Dengan
Pelaksanaan Senam Nifas Di Polindes Tunas Bunda Desa Manddelen
Kecamatan Lenteng Tahun 2015’, Jurnal Kesehatan “Wiraraja Medika”.
Latifah, L. (2006) ‘Efektifitas Skala Edinburgh Dan Skala Beck Dalam Mendeteksi
Risiko Depresi Post Partum Di Rumah Sakit Umum Prof. DR. Margono
Soekarjo Purwokerto’, Soedirman Journal of Nursing, 1(1), pp. 15–19.

62
Lowdemilk, Perry dan Bobak. 2013. Pengkajian Psikososial Asuhan Keperawatan Masa
Postpartum.http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1361/3/3.%20Chapter
%202.doc.pdf. Diakses 10 Maret 2020.
Lubis. 2011. Keperawatan Dalam Dimensi Islam.
https://www.slideshare.net/khomsyasholikha/keperawatan-dalam-dimensi-
islam. Diakses 10 Maret 2020.
Manuaba, IBG (2014) ‘Penyakit Kandungan dan KB Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta.
EGC
Marni (2012) Asuhan Kebidanan Pada Persalinan. Edited by P. Pelajar. Yogyakarta.
Mochtar, R. (2011) Sinopsis Obstetri Jilid I, 2011. Jakarta. Rineka Cipta

Murni,D. (2014). Kajian faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja perawat


pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan di ruang rawat
inap RSUD Pariaman. Tesis. Pasca Sarjana Fakultas Keperawatan.
Universitas Andalas Padang. Tidak dipublikasikan. Diakses 10 Mare.
2020.
Notoatmodjo, S. (2012) ‘promosi kesehatan dan perilaku kesehatan (edisi revisi 2012)’,
Jakarta: rineka cipta.
Nursalam (2017) ‘Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis’,
Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis. Jakarta.
EGC
Reeder, Martin & Koniak griffin . 2012. Pengkajian Fisiologis Pascapartum.
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1361/3/3.%20Chapter%202.doc.pdf.
Diakses 10 Maret 2020.
Rizki. 2018. Pentingnya Peran Perawat Mendukung Ibu Melahirkan Secara Normal.
https://www.ui.ac.id/pentingnya-peran-perawat-mendukung-ibu-
melahirkan-secara-normal/. Diakses 10 Maret 2020.
Setiawan, M. A. (2018) Pendekatan-Pendekatan Konseling (Teori Dan Aplikasi).
Deepublish.
Siyoto, R. H. (2013) Buku Ajar Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Nuha Medika.
Sopiyudin Dahlan, M. (2016) Besar Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan
Kesehatan, Sagung Seto.
Sugiyono (2016) Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, CV Alfabeta.
Suharsimi, A. (2013) Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi),
Jakarta: Rineka Cipta.

63
Suherni (2009) Perawatan Masa Nifas. Edited by Fitramaya. Yogyakarta.
Sujiyati (2009) ‘Asuhan kebidanan Kehamilan’, in Medika, N. (ed.). Yogyakarta.
Tindaon, R. L. (2018) ‘Efektivitas Konseling Terhadap Post Partum Blues Pada Ibu
Primipara’, Universitas Prima Indonesia Medan, 3(2), pp. 115–126.
Widdefrita. 2013. Peran Petugas Kesehatan Dan Status Pekerjaan Ibu Dengan
Pemberian Asi Ekslusif.
http://jurnal.fkm.unand.ac.id/index.php/jkma/article/view/122. Diakses 10
Maret 2020.

64
Lampiran 1

65
Lampiran 2

66
Lampiran 3

67
Lampiran 4

68
Lampiran 5

69
Lampiran 6

70
Lampiran 7

71
Lampiran 8

72
Lampiran 9

PENJELASAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

(INFORMED CONSENT)

Kepada :
Yth. Pasien
Di
Puskesmas Slawe

Dengan hormat sehubungan penelitian sebagai salah satu tugas pada Program Studi S1
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karya Husada Kediri, maka dengan ini
saya mohon kesediaan ibu untuk menjadi responden pada penelitian yang akan saya
lakukan.
Adapun judul penelitian ini adalah “Hubungan Peran Perawat Sebagai Konselor
Dengan Kejadian Postpartum Blues Pada Ibu Primipara Di Puskesmas Slawe
Kabupaten Trenggalek”.
Penelitian ini dengan memberikan 2 kuersioner yaitu Edinburgh Postpartum
Depression Scale (EPDS) tentang kejadian postpartym blues dan kuersioner modifikasi
Wolf 1994 tentang peran perawat sebagai konselor. Manfaat dari penelitian ini untuk
menambah wawasan dan pengetahuan ibu postpartum (primipara) supaya tidak
mengalami postpartum blues dan untuk mengetahui pengaruh dukungan sosial dengan
kesiapan ibu postpartum primipara. Penelitian ini tidak menimbulkan akibat yang
merugikan bahaya bagi ibu postpartum (primipara) sebagai responden, semua informasi
yang diberikan akan dijaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk keperluan
penelitian.
Apabila ibu menyetujui maka saya mohon ketersediaannya untuk menandatangani
persetujuan dan menjawab pertanyaan yang telah disediakan, tetapi apabila ibu tidak
bersedia maka saya menyediakan hak undur diri menjadi responden. Atas perhatiannya
saya ucapkan terimakasih.
Hormat Saya,
Peneliti

ATMA WIDHA HAPSARI


NIM : 201601014

73
Lampiran 10

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA

DALAM PENELITIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini,

Nama lengkap :

Tgl. Lahir :

Alamat :

Menyatakan bersedia dan tidak keberatan menjadi responden dalam penelitian berjudul
“Hubungan Peran Perawat Sebagai Konselor Dengan Kejadian Postpartum Blues Pada
Ibu Primipara” yang dilakukan oleh Atma Widha Hapsari, yang bertempat di
Puskesmas Slawe Kabupaten Trenggalek

Surat pernyataan ini saya buat dengan kesadaran saya sendiri tanpa tekanan maupun
paksaan darimanapun.

Responden Peneliti

( ) ( )

Saksi

( )

Lampiran 11

74
PERNYATAAN PENGUNDURAN DIRI

SEBAGAI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini,


Nama (inisial) :
Umur :
Alasan :
Menyatakan mengundurkan diri sebagai responden pada penelitian dengan judul
“Hubungan Peran Perawat Sebagai Konselor Dengan Kejadian Postpartum Blues
Pada Ibu Primipara” yang dilakukan oleh mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan
STIKES Karya Husada Kediri atas nama : ATMA WIDHA HAPSARI dengan NIM
201601014.
Demikian pernyataan saya, dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari siapapun,
saya menyatakan mengundurkan diri sebagai rsponden.
Kediri,...............................2020

Responden Peneliti

( ) ( )

Saksi

( )

Lampiran 12

75
Data Umum Responden :

Kode Responden :

- Usia : <20Th 20-25Th

26-30Th >30 Th

- Agama : Islam Kristen

Hindu Budha

- Pendidikan :SD SMP

SMA S1

- Pekerjaan : PNS Swasta

IRT

- Riwayat Persalinan : Normal SC

- Postpartum Hari Ke : Ke-1 Ke-2

Ke-3 Ke-4

- Kondisi Kesehatan Bayi : Sehat Sakit

- Selama Perawatan

Didampingi Keluarga : Ya Tidak

Lampiran 13

76
Tabel kisi-kisi kuersioner

Eidenburgh Postpartyum Blues Scale (EPDS)

No. pertanyaan Indikator


1. Perasaan tertekan
2. Hilangnya ketertarikan dalam melakukan aktivitas yang
menyenangkan
3. Perasaan bersalah
4,5. Perasaan cemas atau khawatir dan perasaan takut
6. Energi yang hilang, atau perasaan yang lelah
7. Gangguan tidur
8,9,10. Gejala psikologis dari depresi

Lampiran 14

Tabel EPDS

Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS)

77
No. Responden : Alamat :
Tanggal Lahir : Tanggal Kelahiran Bayi :
No. Telepone :
Sebagaimana kehamilan atau proses persalinan yang baru saja anda alami, kami
ingin mengetahui bagaimana perasaan anda saat ini. Mohon memilih jawaban yang
paling mendekati keadaan perasaan anda DALAM 7 HARI TERAKHIR, bukan
hanya perasaan anda hari ini.
Dibawah ini ialah contoh pertanyaan yang telah disertai oleh jawabannya.
Saya merasa bahagia :
a. Ya, setiap saat
b. Ya, hampir setiap saat
c. Tidak, tidak terlalu sering
d. Tidak pernah sama sekali
Artinya jawaban diatas ialah : “saya merasa bahagia di hampir setiap saat” dalam
satu minggu terakhir ini.
Mohon dilengkapi pertanyaan lain dibawah ini dengan cara yang sama.
DALAM 7 HARI TERAKHIR
1. Saya bisa tertawa dan merasakan hal-hal yang menyenangkan
a. Sesering yang saya bisa
b. Kadang-kadang
c. Jarang
d. Tidak sama sekali
2. Saya mampu menikmati setiap hal yang telah saya lakukan
a. Selalu
b. Kadang-kadang
c. Jarang dibandingkan dengan sebelumnya
d. Tidak sama sekali
3. Saya menyalahkan diri saya sendiri saat sesuatu terjadi tidak sebagaimana
a. Ya, setiap saat
b. Ya, kadang-kadang
c. Tidak terlalu sering
d. Tidak pernah sama sekali
4. Saya merasa cemas atau merasa kuatir tanpa alasan yang jelas
a. Tidak pernah sama sekali
b. Jarang
c. Ya, kadang-kadang
d. Ya, sering sekali
5. Saya merasa takut atau panik tanpa alasan yang jelas
a. Ya, cukup sering
b. Ya, kadang-kadang
c. Tidak terlalu sering
d. Tidak pernah sama sekali
6. Saya merasa kewalahan dalam mengerjakan segala sesuatu
a. Ya, hampir setiap saat saya tidak mempu mengerjakannya

78
b. Ya, kadang-kadang saya tidak mampu mengerjakan seperti biasanya
c. Tidak erlalu, sebagian besar berhasil saya tangani
d. Tidak pernah, saya mampu mengerjakan segala sesuatu dengan baik
7. Saya merasa sangat tidak bahagia sehingga mengalami kesulitan tidur
a. Ya, setiap saat
b. Ya, kadang-kadang
c. Tidak terlalu sering
d. Tidak pernah sama sekali
8. Saya merasa sedih dan merasa diri saya sengsara
a. Ya, setiap saat
b. Ya, cukup sering
c. Tidak terlalu sering
d. Tidak pernah sama sekali
9. Saya merasa tidak bahagia sehingga menyebaban saya menangis
a. Ya, setiap saat
b. Ya, cukup sering
c. Disaat tertentu saja
d. Tidak pernah sama sekali
10. Muncul pikiran utuk menyakiti diri sendiri
a. Ya, cukup sering
b. Kadang-kadang
c. Jarang sekali
d. Tidak pernah sama sekali
Diperiksa/ditelaah oleh : Tanggal :

Sumber : Cox, J.L., Holden, J.M., and Sagovsky, R. 1987. Detection of Postnatal
Depression : Development of the 10-item: Edinburgh Postnatal Depression Scale.
British Journal of Psychiatry 150:782-786

Lampiran 15

Kisi-kisi kuersioner peran perawat sebagai konselor (Wolf , 1994)

79
No. pertanyaan Indikator
1,2 Caring
3,4 Sharing
5,6 Laughing
7,8 Crying
9,10 Touching
11,12 Helping
13,14 Believing
15,16 Learning
17,18 Respecting
19,20 Listening
21,22 Feeling

Lampiran 16

Kuersioner Peran Perawat Sebagai Konselor

Modifikasi dari Wolf 1994

Petunjuk pengisian kuersioner.Beri tanda (√) dikolom yang sesuai dengan pernyataan
anda.

80
Keterangan : S = Sering

K = Kadang

TP = Tidak Pernah

No. Pertanyaan S K TP
CARING
1. Perawat memperkenalkan diri pada saya
2. Perawat melayani saya dengan penuh perhatian
SHARING
3. Perawat memberikan pendidikan kesehatan setelah
persalinan
4. Perawat bisa diajak berdiskusi dengan saya
LAUGHING
5. Perawat berbicara sopan dan lembut kepada saya
6. Perawat memanggil nama saya dengan benar dan tersenyum
CRYING
7. Perawat mendorong saya untuk mengekspresikan perasaan
saya
8. Perawat menerima ekspresi perasaan positif dan negatif dari
saya
TOUCHING
9. Perawat membantu saya dalam pemenuhan sehari-hari
misalnya personal hygiene ketika saya tidak mampu
10. Perawat memberikan tindakan yang memberi saya rasa
nyaman secara fisik maupun privasi
HELPING
11. Perawat memberikan asuhan keperawatan kepada saya
dengan baik
12. Perawat menyusun jadwal kegiatan untuk saya sesuai dengan
kemampuan saya
BELIEVING
13. Perawat memberikan semangat dan motivasi kepada saya
14. Perawat menanamkan kepercayaan dan harapan untuk
kesembuhan kepada saya
LEARNING
15. Perawat memfasilitasi pengobatan alternatif yang cocok
untuk saya
16. Perawat tidak menyembunyikan kesalahan saat melakukan
perawatan kepada saya
RESPECTING
17. Perawat tidak pilih kasih antara saya dan pasien lain
18. Perawat dapat meyakinkan saya untuk bisa menjaga rahasia
saya
LISTENING

81
19. Perawat memberikan waktu untuk mendengarkan keluhan
saya
20. Perawat memberi solusi akan masalah yang menjadi
kekhawatiran saya
FEELING
21. Perawat bisa merasakan apa yang saya rasakan
22. Perawat menghargai perasaan saya
Skor

Keterangan : S = Sering

K = Kadang

TP = Tidak Pernah

Interpretasi :

1. Baik =30-44
2. Cukup = 22-29
3. Kurang = 0-21

Sumber : Setiawan, M. A. (2018) Pendekatan-Pendekatan Konseling (Teori Dan


Aplikasi). Deepublish.

Lampiran 17

Rekapitulasi Coding Peran Perawat Sebagai Konselor Dengan Kejadian


Postpartum Blues Pada Ibu Primipara

DATA UMUM
Kode Usia Agama Pendidikan Pekerjaan Riwayat Postpartum Kondisi Selama
Responden Persalina Hari Ke Kesehatan Perawatan

82
n Didampingi klg
1 2 1 2 3 1 3 1 1
2 3 1 3 2 1 3 1 1
3 2 1 2 2 1 3 1 1
4 2 1 2 3 1 3 1 1
5 2 1 3 2 1 3 1 1
6 3 1 2 1 1 3 1 1
7 2 1 3 3 1 3 1 1
8 1 1 3 2 1 3 1 1
9 1 1 3 3 1 3 1 1
10 3 1 3 3 1 3 1 1
11 2 1 3 3 1 3 1 1
12 2 1 3 3 1 3 1 1
13 2 1 3 3 1 3 1 1
14 2 1 3 2 1 3 1 1
15 2 1 2 3 1 3 1 1
16 2 1 3 3 1 3 1 1
17 2 1 3 2 1 3 1 1
18 3 1 3 2 1 3 1 1
19 1 1 3 2 1 3 1 1
20 3 1 3 3 1 3 1 1
Jumlah 42 20   50 20   20 20

(Y) KEJADIAN POSTPARTUM BLUES PADA IBU PRIMIPARA

Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 Y9 Y10 TOTAL_Y Y Y y baru


3 2 2 1 2 1 1 1 1 0 14 3 3 2
3 2 2 1 2 1 1 1 1 0 14 3 3 2
3 3 2 2 3 2 1 2 1 2 21 2 2 3
2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 19 2 2 3
3 2 2 1 2 1 1 1 1 0 14 3 3 3
2 1 0 3 0 2 0 0 0 0 8 4 4 1
3 3 2 1 2 1 1 0 1 0 14 3 3 2
3 3 2 2 2 0 0 0 1 0 13 3 3 2
2 1 2 1 1 2 2 1 1 0 13 3 3 2

83
2 2 0 2 0 1 2 3 1 0 13 3 3 2
2 1 2 1 1 2 2 2 1 0 14 3 3 2
3 2 2 2 2 1 1 0 1 2 16 2 2 3
3 3 2 1 1 1 1 1 1 0 14 3 3 2
3 3 1 1 2 2 0 0 1 1 14 3 3 2
3 2 2 2 1 2 1 2 2 0 17 2 2 3
2 3 0 1 0 2 0 2 1 0 11 3 3 2
3 3 2 1 2 1 0 1 0 0 13 3 3 2
3 2 2 1 2 1 0 0 0 0 11 3 3 2
3 2 2 1 2 1 0 0 0 0 11 3 3 2
3 2 2 1 2 1 0 0 0 0 11 3 3 2

(X) PERAN PERAWAT SEBAGAI KONSELOR

X1. X3.
X1.2 X2.1 X2.2 X3.1 X4.1 X4.2 X5.1 X5.2 X6.1 X6.2
1 2
2 2 2 2 2 1 1 1 1 2 1 1
2 2 2 2 2 1 1 1 1 2 1 1
2 2 1 1 2 1 2 1 1 2 2 2
2 2 2 2 2 1 1 2 1 2 0 1
2 2 2 2 2 1 1 1 2 1 1 2
2 2 1 2 2 1 0 2 1 2 2 0
1 2 2 1 2 1 2 2 1 2 2 2
1 1 2 1 1 1 0 1 1 1 1 0
1 2 2 2 2 1 1 1 1 2 1 1

84
1 1 2 2 2 1 2 1 2 2 0 1
1 2 2 2 2 1 1 1 1 2 1 1
1 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 2
1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0
2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 2
1 2 1 1 1 1 2 2 1 1 2 1
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 0
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 0
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 0
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 0
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 0

X7. X11.
X7.2 X8.1 X8.2 X9.1 X9.2 X10.1 X10.2 X11.2 X X
1 1
2 2 1 1 2 1 2 2 2 2 35 1
2 2 1 1 2 1 2 2 2 2 35 1
2 2 2 1 1 2 2 1 2 2 36 1
0 0 1 2 2 2 1 1 2 0 29 2
2 1 1 2 2 1 2 2 2 2 36 1
2 2 0 0 0 0 2 2 1 2 28 2
1 1 1 1 2 1 2 2 0 2 33 1
2 1 0 2 2 1 1 1 1 1 23 2
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 37 1
1 0 1 1 2 0 1 1 0 1 25 2
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 37 1

85
1 1 1 1 2 1 1 1 0 2 32 1
1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 16 3
2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 41 1
1 2 2 1 1 0 2 1 2 2 30 1
2 2 0 0 2 2 1 1 1 2 35 1
2 2 0 0 2 2 1 1 1 2 35 1
2 2 0 0 2 2 1 1 1 2 35 1
2 2 0 0 2 2 1 1 1 2 35 1
2 2 0 0 2 2 1 1 1 2 35 1

Lampiran 18

Rekapitulasi Data Umum

Usia
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid < 20 3 15.0 15.0 15.0
20-25 12 60.0 60.0 75.0
26-30 5 25.0 25.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

86
Agama
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Islam 20 100.0 100.0 100.0

Pendidikan_Terakhir
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid SMP 5 25.0 25.0 25.0
SMA 15 75.0 75.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Pekerjaan
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid PNS 1 5.0 5.0 5.0
Swasta 8 40.0 40.0 45.0
IRT 11 55.0 55.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Riwayat_Persalinan
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Normal 20 100.0 100.0 100.0

Hari_Postartum
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Ke-3 20 100.0 100.0 100.0

87
Kondisi_Bayi
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Sehat 20 100.0 100.0 100.0

Pendampingan_Klg
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Ya 20 100.0 100.0 100.0

Lampiran 19

Analisis Frekuensi Peran Perawat Sebagai Konselor Dengan Kejadian Postpartum


Blues Pada Ibu Primipara

Y (KEJADIAN POSTPARTUM BLUES)


Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Sedang 4 20.0 20.0 20.0
Ringan 15 75.0 75.0 95.0
Tidak_Postpartum 1 5.0 5.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

88
X (PERAN PERAWAT SEBAGAI KONSELOR)
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Baik 15 75.0 75.0 75.0
Cukup 4 20.0 20.0 95.0
Kurang 1 5.0 5.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Lampiran 20

Tabulasi Silang Peran Perawat Sebagai Konselor (X) Dengan Data Umum

X & USIA

Usia
< 20 20-25 26-30 Total
X Baik Count 2 10 3 15
% within
13.3% 66.7% 20.0% 100.0%
X
Cukup Count 1 1 2 4

89
% within
25.0% 25.0% 50.0% 100.0%
X
Kurang Count 0 1 0 1
% within
0.0% 100.0% 0.0% 100.0%
X
Total Count 3 12 5 20
% within
15.0% 60.0% 25.0% 100.0%
X

X & AGAMA

Agama
Islam Total
X Baik Count 15 15
% within
100.0% 100.0%
X
Cukup Count 4 4
% within
100.0% 100.0%
X
Kurang Count 1 1
% within
100.0% 100.0%
X
Total Count 20 20
% within
100.0% 100.0%
X
X & PENDIDIKAN TERAKHIR

Agama
Islam Total
X Baik Count 15 15
% within
100.0% 100.0%
X
Cukup Count 4 4
% within
100.0% 100.0%
X
Kurang Count 1 1
% within
100.0% 100.0%
X
Total Count 20 20
% within
100.0% 100.0%
X

90
X & PEKERJAAN

Pekerjaan
PNS Swasta IRT Total
X Baik Count 0 7 8 15
% within
0.0% 46.7% 53.3% 100.0%
X
Cukup Count 1 1 2 4
% within
25.0% 25.0% 50.0% 100.0%
X
Kurang Count 0 0 1 1
% within
0.0% 0.0% 100.0% 100.0%
X
Total Count 1 8 11 20
% within
5.0% 40.0% 55.0% 100.0%
X

X & RIWAYAT PERSALINAN

Riwayat_Persalinan
Normal Total
X Baik Count 15 15
% within
100.0% 100.0%
X
Cukup Count 4 4
% within
100.0% 100.0%
X
Kurang Count 1 1
% within
100.0% 100.0%
X
Total Count 20 20
% within
100.0% 100.0%
X

X & HARI POSTPARTUM

Hari_Postartum Total

91
Ke-3
X Baik Count 15 15
% within
100.0% 100.0%
X
Cukup Count 4 4
% within
100.0% 100.0%
X
Kurang Count 1 1
% within
100.0% 100.0%
X
Total Count 20 20
% within
100.0% 100.0%
X

X & KONDISI BAYI

Kondisi_Bayi
Sehat Total
X Baik Count 15 15
% within
100.0% 100.0%
X
Cukup Count 4 4
% within
100.0% 100.0%
X
Kurang Count 1 1
% within
100.0% 100.0%
X
Total Count 20 20
% within
100.0% 100.0%
X

X &PENDAMPING KELUARGA

Pendampingan_Klg
Ya Total
X Baik Count 15 15

92
% within
100.0% 100.0%
X
Cukup Count 4 4
% within
100.0% 100.0%
X
Kurang Count 1 1
% within
100.0% 100.0%
X
Total Count 20 20
% within
100.0% 100.0%
X

Lampiran 21

Tabulasi Silang Kejadian Postpartum Blues Pada Ibu Primipara (Y) Dengan Data
Umum
Y & USIA

Usia
< 20 20-25 26-30 Total
Y Sedang Count 0 4 0 4
% within
0.0% 100.0% 0.0% 100.0%
Y
Ringan Count 3 8 4 15
% within
20.0% 53.3% 26.7% 100.0%
Y
Tidak_Postpartu Count 0 0 1 1
m % within
0.0% 0.0% 100.0% 100.0%
Y
Total Count 3 12 5 20
% within
15.0% 60.0% 25.0% 100.0%
Y

Y & AGAMA

93
Agama
Islam Total
Y Sedang Count 4 4
% within
100.0% 100.0%
Y
Ringan Count 15 15
% within
100.0% 100.0%
Y
Tidak_Postpartu Count 1 1
m % within
100.0% 100.0%
Y
Total Count 20 20
% within
100.0% 100.0%
Y

Y & PENDIDIKAN TERAKHIR

Pendidikan_Terakhir
SMP SMA Total
Y Sedang Count 3 1 4
% within
75.0% 25.0% 100.0%
Y
Ringan Count 1 14 15
% within
6.7% 93.3% 100.0%
Y
Tidak_Postpartu Count 1 0 1
m % within
100.0% 0.0% 100.0%
Y
Total Count 5 15 20
% within
25.0% 75.0% 100.0%
Y

Y & PEKERJAAN

Pekerjaan
PNS Swasta IRT Total
Y Sedang Count 0 1 3 4
% within
0.0% 25.0% 75.0% 100.0%
Y
Ringan Count 0 7 8 15

94
% within
0.0% 46.7% 53.3% 100.0%
Y
Tidak_Postpartu Count 1 0 0 1
m % within
100.0% 0.0% 0.0% 100.0%
Y
Total Count 1 8 11 20
% within
5.0% 40.0% 55.0% 100.0%
Y

Y & RIWAYAT PERSALINAN

Riwayat_Persalinan
Normal Total
Y Sedang Count 4 4
% within
100.0% 100.0%
Y
Ringan Count 15 15
% within
100.0% 100.0%
Y
Tidak_Postpartu Count 1 1
m % within
100.0% 100.0%
Y
Total Count 20 20
% within
100.0% 100.0%
Y

Y & HARI POSTPARTUM

Hari_Postartum
Ke-3 Total
Y Sedang Count 4 4
% within
100.0% 100.0%
Y
Ringan Count 15 15
% within
100.0% 100.0%
Y
Count 1 1

95
Tidak_Postpartu % within
100.0% 100.0%
m Y
Total Count 20 20
% within
100.0% 100.0%
Y

Y & KONDISI BAYI

Kondisi_Bayi
Sehat Total
Y Sedang Count 4 4
% within
100.0% 100.0%
Y
Ringan Count 15 15
% within
100.0% 100.0%
Y
Tidak_Postpartu Count 1 1
m % within
100.0% 100.0%
Y
Total Count 20 20
% within
100.0% 100.0%
Y

Y & PENDAMPINGAN KELUARGA

Pendampingan_Klg
Ya Total
Y Sedang Count 4 4
% within
100.0% 100.0%
Y
Ringan Count 15 15
% within
100.0% 100.0%
Y
Count 1 1

96
Tidak_Postpartu % within
100.0% 100.0%
m Y
Total Count 20 20
% within
100.0% 100.0%
Y

Lampiran 22

Tabulasi Silang Peran Perawat Sebagai Konselor Dengan Kejadian Postpartum

Blues Pada Ibu Primipara

Sedang Ringan Tidak_Postpartum Total

X Baik Count 3 12 0 15

% within X 20.0% 80.0% 0.0% 100.0%

Cukup Count 1 2 1 4

% within X 25.0% 50.0% 25.0% 100.0%

Kurang Count 0 1 0 1

% within X 0.0% 100.0% 0.0% 100.0%


Total Count 4 15 1 20

% within X 20.0% 75.0% 5.0% 100.0%

97
Lampiran 23

Hasil Uji Korelasi Spearman Rank

Y X

Spearman's rho Y Correlation Coefficient 1.000 .160

Sig. (2-tailed) . .501

N 20 20

X Correlation Coefficient .160 1.000

Sig. (2-tailed) .501 .

N 20 20

98
Lampiran 24

Dokumentasi Penelitian

Dokumentasi penelitian sesuai surat penelitian yang dilaksanakan pada tanggal 23


Februari sampai 7 Maret 2020 di Puskesmas Slawe Kabupaten Trenggalek kepada ibu
postpartum primipara.

99
Lampiran 25

Daftar Hadir Responden

100
Lampiran 26

101
102
Lampiran 27

103
Lampiran 28

Lembar Konsultasi Skripsi

Nama : Atma Widha Hapsari


NIM : 201601014
JUDUL : Hubungan Peran Perawat Sebagai Konselor Dengan Kejadian
Postpartum Blues Pada Ibu Primipara Di Puskesmas Slawe
Kabupaten Trenggalek
PEMBIMBING 1 : Dina Zakiyyatul Fuadah, S.Kep.,Ns.,M.Kep.

No Tanggal Materi Bimbingan Keterangan TTD


.
1. 19 Maret Penulisan 5.1, penulisan 5.2 Revisi bab 5
2020 FTO
2. 31 Maret Sistematika penulisan, FTO,
2020 penulisan 5.2.
3. 6 April 2020 Penulisan 5.2, penambahan Lanjut bab 6, abstrak
teori yang mendasari dan Finishing
4. 6 April 2020 Penambahan teori 5.2, abstrak Lanjut Finishing
mengubah konklusi dan kata (cover-lampiran)
kunci
5. 8 April 2020 Penambahan teori yang Finishing & daftar ujian
mendasari 5.2
6. 12 April Penulisan, abstrak
2020 (discussion)
7. 15 April Revisi sedikit bab 4 ACC bab 5, 6, abstrak
2020 (menambah penjelasan teknik
sampling, pengumpulan data,
pelaksanaan penelitian)
8. 16 April Revisi bab 4 pengumpulan Melengkapi mulai
2020 data cover sampai lampiran-
lampiran
9. 19 April - TTD Lembar
2020 Pengesahan

104
Lampiran 29

Lembar Konsultasi Skripsi

Nama : Atma Widha Hapsari


NIM : 201601014
JUDUL : Hubungan Peran Perawat Sebagai Konselor Dengan Kejadian
Postpartum Blues Pada Ibu Primipara Di Puskesmas Slawe
Kabupaten Trenggalek
PEMBIMBING 2 : Dhina Widayati, S.Kep.,Ns.,M.Kep.

No Tanggal Materi Bimbingan Keterangan TTD


.
1. 10 Maret 2020 Revisi 5.1 tabel, penulisan,
keterangan tabel.
2. 1 April 2020 Tujuan khusus, penulisan, Lanjut penulisan abstrak
pembahasan 5.2 , opini 5.2,
3. 3 April 2020 Bab 5 alasan hasil penelitian ACC abstrak
4. 4 April 2020 Penulisan 6.1.1
5. 11 April 2020 Penambahan di lampiran lembar ACC BAB 5 6
konsultasi skripsi
6. 19 April - TTD Lembar
2020 Pengesahan

105

Anda mungkin juga menyukai