Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN DISKUSI TOPIK

BLOK 3.C
MINGGU 1

“Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas dengan Depresi Postpartum”

Dosen Pembimbing :
Aldina Ayunda Insani, S.keb., Bd., M.Keb

Oleh : Kelompok 2 B

Dian Novita Sari (1910331013)


Tiara Wulandari (1910331014)
Khusnul Khotia (1910331015)
Ayu Rahma Tika (1910332001)
Dian Juli Isyah Putri (1910332002)
Nixy Claudia A. (1910332003)
Rike Mahdayanti (1910332004)
Nadya Olivia (1910332005)
Dwi Putri Cahyani (1910332006)
Dita Dwi Amanda (1910332007)
Novrianda Rizkiani (1910332009)
Denisa Aulia Heramain(1910332010)

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN


UNIVERSITAS ANDALAS
2020

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa nifas merupakan hal penting untuk diperhatikan guna menurunkan angka kematian
ibu (AKI) angka kematian bayi (AKB) di Indonesia. Banyak Negara menanggulangi
kematian ibu dan bayi dengan upaya upaya pertolongan di fokuskan pada priode intrapartum.
Upaya ini telah terbukti menyelamatkan lebih dari separuh ibu bersalin dan bayi baru lahir
disertai dengan penyulit proses persalinan atau komplikasi yang mengancam keselamatan
jiwa. Namun tidak semua intervensi yang sesuai bagi suatu negara dengan serta merta
menjalankan dan memberi dampak menguntungkan bila deterapkan di negara lain (Saleha,
2009).
Masa nifas merupakan sebuah fase setelah ibu melahirkan dengan rentang waktu kira-
kira selama 6 minggu. Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta keluar sampai alat-
alat kandungan kembali normal seperti sebelum hamil. Selama masa pemulihan tersebut
berlangsung, ibu akan mengalami banyak perubahan, baik secara fisik maupun psikologis.
Perubahan tersebut sebenarnya sebagian besar bersifat fisiologis (Purwanti, 2012).
Penyebab kematian pada ibu postpartum adalah pada masa pendarahan capaian indikator
penanganan komplikasi kebidanan sebesar 79,13%. Gambaran capaian antar provinsi
menunjukkan Jawa Tengah memiliki persentase tertinggi, diikuti oleh Kalimantan Selatan
dan Jawa Timur. Sedangkan cakupan terendah terdapat di Provinsi Papua sebesar 12,75%,
diikuti oleh Papua Barat sebesar 18,33% dan Sumatera Utara sebesar 30,86%. Pada gambaran
capaian antar provinsi ini dapat diketahui adanya disparitas yang cukup tinggi antara provinsi
dengan capaian tertinggi dan provinsi dengan capaian terendah (Dinkes, 2015)
Lima penyebab kematian ibu terbesar yaitu perdarahan, hipertensi dalam kehamilan
(HDK), infeksi, partus lama/macet, dan abortus. Kematian ibu di Indonesia masih didominasi
oleh tiga penyebab utama kematian yaitu perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (HDK),
dan infeksi. Namun proporsinya telah berubah, dimana perdarahan dan infeksi cenderung
mengalami penurunan sedangkan HDK proporsinya semakin meningkat. Lebih dari 25%
kematian ibu di Indonesia pada tahun 2013 disebabkan oleh HDK. sehingga sangat tepat para
tenaga kesehatan
memberikan perhatian yang tinggi pada masa nifas ini. Adanya permasalahan pada ibu akan
berimbas juga kepada kesejahteraan bayi yang dilahirkan karena ibu yang sakit tentu saja
tidak dapat merawat dan menyusui bayinya dengan baik (Purwati, 2012).
Selain adanya pendarahan dampak dari pada Postpartum adalah adanya Postpartum
Blues. Menurut Siti dan Ade, (2013). Postpartum Blues merupakan perwujudan fenomena
psikologis yang dialami oleh wanita yang terpisah dari keluarga dan bayinya atau
ketidakmampuan seorang ibu untuk menghadapi suatu keadaan baru dimana kehadiran
anggota baru dalam pola asuhan bayi dan keluarga. Contonya bayi dan keluarga. Kirakira
80% dari semua pengalaman ibu-ibu postpartum selama waktu setelah persalinan, biasanya
terjadi 3-5 hari postpartum, ketika mereka menangis tanpa tahu alasanya. Keadaan tersebut
berlangsung bisa setiap jam atau kadang-kadang setiap hari. Dapat diatasi dengan cinta
support dan hiburan.
Faktor penyebab timbulnya Postpartum Blues adalah factor hormonal,
ketidaknyamanan fisik, faktor umur dan paritas, pengalaman dalam proses kehamilan serta
persalinan, latar belakang psikososial wanita, dukungan dari lingkunganya (suami, keluarga
dan teman), stress dalam keluarga, stress yang dialami oleh diri sendiri, kelelahan pasca
melahirkan, perubahan peran yang dialami ibu (Suherni dkk 2009).
Angka kejadian Postpartum Blues di Asia cukup tinggi dan bervariasi antara 26-85%,
sedangkan di Indonesia angka kejadian Baby Blues atau Postpartum Blues antara 50-70%
dari wanita pasca persalinan (Wijayati dkk, 2013). Penelitian yang dilakukan Wijayati dkk,
(2013).
Keluarga juga berfungsi sebagai system pendukung bagi anggotanya dan anggota keluarga
memandang bahwa orang yang bersifat mendukung, selalu siap memberikan pertolongan
dengan bantuan jika diperlukan (Setiadi, 2012).
Masa postpartum merupakan masa ketika terjadi berbagai perubahan pada wanita
setelah bersalin, baik perubahan fisiologis, psikologis, maupun sosio kultural dan spiritual.
Perubahan fisik dan emosional yang kompleks memerlukan adaptasi untuk menyesuaikan diri
dengan pola hidup setelah proses persalinan dan peran baru wanita menjadi ibu. Hal ini juga
merupakan pencetus berbagai reaksi psikologis, mulai dari reaksi emosional ringan hingga ke
tingkat gangguan jiwa yang berat. Menurut Townsend (2005), gangguan jiwa merupakan
respon maladaptif terhadap stressor dari dalam atau luar lingkungan, yag berhubungan
dengan perasaan dan perilaku yang tidak sejalan dengan budaya/kebiasaan/norma setempat
dan mempengaruhi interaksi sosial individu.
Maternal depressive symptoms merupakan kondisi kelainan psikiatri yang terjadi
pada ibu hamil sampai dengan postpartum. Kondisi ini dibagi menjadi postpartum blues,
postpartum depression dan postpartum psychosis. Perbedaan mendasar ketiga kondisi ini
adalah lama gejala yang dialami oleh ibu postpartum sampai gejala tersebut menghilang.
Gejala yang dialami beragam dan sulit membedakan tahap apa yang sedang terjadi pada ibu.
Belum jelas apakah kelainan tersebut merupakan kelainan yang terpisah antara satu dengan
lainnya, sehingga lebih mudah dipahami seandainya ketiganya dianggap sebagai suatu
kejadian yang berkesinambungan sebagai maternal depressive symptoms (Pearlstein et al.,
2009)
Ibu yang mengalami depressive symptoms cenderung mengabaikan kondisi yang
dialami dan memilih untuk tidak mencari bantuan petugas kesehatan profesional walaupun
sering berkontak dengan pelayanan kesehatan (Pearlstein et al., 2009).
Bahkan lebih dari setengah perempuan tersebut juga tidak meminta bantuan pada teman atau
keluarga. Perempuan cenderung menutupi perasaan (Tezel & Gozum, 2006). Lebih dari 50%
perempuan yang mengalami depresi postpartum tidak tahu bagaimana dan kemana mencari
bantuan untuk mengatasi kondisi yang dialami.
Perempuan yang mengalami depresi mengerti bahwa ada sesuatu yang salah dalam diri
mereka, mayoritas adalah ibu primipara dan ibu yang melahirkan yang anak terakhirnya
berusia di atas 5 tahun sehingga ibu sudah lupa dengan pengalaman sebelumnya, begitu juga
dengan ibu yang melahirkan bayi laki-laki setelah sebelumnya melahirkan bayi perempuan
(Bussel et al., 2009 ; Pillitteri, 2010).
Secara epidemiologis, depresi postpartum dapat terjadi pada semua golongan umur
persalinan dan di berbagai daerah di dunia maupun di Indonesia. Berdasarkan laporan World
Health Organization (WHO) diperkirakan wanita melahirkan yang mengalami depresi
postpartum ringan berkisar 10 per 1000 kelahiran hidup dan depresi postpartum sedang atau
berat berkisar 30 sampai 200 per 1000 kelahiran hidup.
Beberapa penelitian juga mengemukakan bahwa depresi postpartum bervariasi di setiap
daerah penelitian. Hasil penelitian O’Hara dan Swain (1996) menemukan kejadian depresi
postpartum di Belanda sekitar 2%-10%, di Amerika Serikat 8%-26%, di Kanada 50%-70%
dan sekitar 13% wanita primipara mengalami depresi postpartum pada periode tahun pertama
pasca melahirkan. Chen (2000), melaporkan kejadian depresi postpartum ringan sampai berat
di Taiwan sebesar 40%, di berbagai negara dilaporkan bahwa terdapat 50-80 % ibu yang baru
pertama kali melahirkan mengalami depresi postpartum.
Hasil penelitian Alfiben (2000) di RSUP Cipto Mangunkusumo mencatat 33% ibu setelah
melahirkan mengalami depresi postpartum. Hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Serang
mencatat 30% ibu setelah melahirkan mengalami depresi postpartum.
Penelitian terkait kejadian depresi pada ibu postpartum dilakukan Nugroho (2008) di
Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta diperoleh hasil bahwa angka kejadian depresi postpartum
ringan hingga sedang adalah 37,6%.
Faktor penyebab maternal depressive symptoms terdiri dari faktor biologis, karakteristik dan
latar belakang ibu. Kadar hormon estrogen (estradiol dan estriol), progesteron, prolaktin,
kortisol yang meningkat dan menurun terlalu cepat atau terlalu lambat merupakan faktor
biologis yang menyebabkan timbulnya depresi postpartum (Thompson & Fox, 2010).
Semakin besar penurunan kadar estrogen dan progesteron setelah persalinan makin besar
kecenderungan seorang wanita mengalami depresi dalam waktu 10 hari pertama setelah
melahirkan. Hormon estrogen dan progesteron memiliki efek supresi aktifitas enzim
monoamine oxidase yaitu suatu enzim yang bekerja menginaktifasi baik nor adrenalin
maupun serotonin yang berperan dalam suasana hati dan kejadian depresi. Estradiol dan
estriol merupakan bentuk aktif dari estrogen yang dibentuk oleh plasenta. Estradiol berfungsi
menguatkan fungsi neurotransmitter melalui peningkatan sintesis dan mengurangi pemecahan
serotonin sehingga secara teoritis penurunan kadar estradiol akibat persalinan berperan dalam
menyebabkan depresi pasca persalinan. Faktor penyebab biologis sulit dan jarang diukur
dalam kaitannya dengan maternal depressive symptoms (Thompson &Fox, 2010).
Faktor lain yang mempengaruhi maternal depresive symptoms dijelaskan dalam beberapa
penelitian diantaranya variabel interpersonal (gangguan syaraf, pengalaman hidup yang
buruk), variabel sosial (ketidakpuasan perkawinan, kurang dukungan sosial, status ekonomi)
dan variabel klinis terkait kehamilan (resiko pada kehamilan saat ini, masalah pada
kehamilan sebelumnya) (Bussel et al., 2009). Studi literatur yang dilakukan Beck (2002)
mendapatkan bahwa etiologi dari depresi postpartum tidak konsisten dan meragukan.
Beberapa kelompok telah melakukan penelitian tentang beberapa variabel demografis
yang berhubungan dengan kejadian depresi pasca persalinan yaitu: usia, status pernikahan,
paritas, tingkat pendidikan, dan status sosial ekonomi. Beberapa penelitian menyatakan
hubungan antara faktor demografis tersebut dengan depresi pasca persalinan sangat lemah,
namun suatu review penelitian faktor demografi sebagai risiko terjadinya depresi pasca
persalinan di asia menunjukkan hubungan yang kuat.
Faktor ekonomi, tradisi lokal, jenis kelamin bayi menjadi faktor risiko utama. (Bloch dkk,
2005; Cohen dan Nonacs, 2005; Elvira 2006; Klainin dan Arthur, 2009; Muhdi, 2009; O'Hara
dkk, 1991 cit Gondo, 2010).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud Depresi Postpartum?
2. Apa saja Etiologi dan Faktor Risiko Depresi Postpartum?
3. Bagaimana Diagnosis dan Tatalaksana pada Depresi Postpartum?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian Depresi Postpartum.
2. Mengetahui Etiologi dan Faktor Risiko Depresi Postpartum.
3. Mengetahui Diagnosis dan Tatalaksana pada Depresi Postpartum.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka Varney

Varney (1997) menjelaskan bahwa proses manajemen merupakan proses pemecahan


masalah yang ditemukan oleh perawat dan bidan pada awal tahun 1970, proses ini
memperkenalkan sebuah metode dengan pengorganisasian, perkiraan, tindakan-tindakan
dengan urutan yang logis dan menguntungkan baik bagi klien maupun bagi tenaga
kesehatan. Dalam text book kebidanan yang ditulisnya pada tahun 1981, proses
manajemen kebidanan diselesaikan dalam lima langkah. Namun setelah menggunakan
Varney tahun 1997 melihat ada beberapa hal penting yang harus disempurnakan sehingga
ditambah dua langkah lagi untuk menyempurnakan teori lima langkah tersebut. Proses
manajemen kebidanan terdiri dari tujuh langkah yang berurutan dan setiap langkah
disempurnakan secara periodik, proses dimulai dari pengumpulan data dan berakhir
dengan evaluasi. Ketujuh kerangka tersebut Varney (1997) menjelaskan bahwa proses
manajemen merupakan proses pemecahan masalahyang ditemukan oleh perawat dan
bidan pada awal tahun 1970, proses ini memperkenalkan sebuah metode dengan
pengorganisasian, perkiraan, tindakan-tindakan dengan urutan yang logis dan
menguntungkan baik bagi klien maupun bagi tenaga kesehatan.

Dalam text book kebidanan yang ditulisnya pada tahun 1981, proses manajemen
kebidanan diselesaikan dalam lima langkah. Namun setelah menggunakan Varney tahun
1997 melihat ada beberapa hal penting yang harus disempurnakan sehingga ditambah dua
langkah lagi untuk menyempurnakan teori lima langkah tersebut. Proses manajemen
kebidanan terdiri dari tujuh langkah yang berurutan dan setiap langkah disempurnakan
secara periodik, proses dimulai dari pengumpulan data dan berakhir dengan evaluasi.
Ketujuh kerangka tersebut membentuk kerangka yang lengkap yang dapat diaplikasikan
dalam situasi apapun. Adapun langkah tersebut adalah sebagai berikut :

Langkah 1. Pengumpulan data dasar

Pada langkah ini dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data


yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap yaitu :

1. Riwayat kesehatan
2. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhannya

3. Meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya

4. Meninjau data laboratorium dan membandingkannya dengan hasil studi Pada langkah
ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan
dengan kondisi klien.

Langkah 2. Interpretasi data dasar

Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosis atau masalah dan
kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data dasar yang telah
dikumpulkan. Data dasar yang telah dikumpulkan diinterprestasikan sehingga ditemukan
masalah atau diagnosis yang spesifik, diagnosis kebidanan yang ditegakkan oleh bidan
dalam lingkup praktek kebidanan yang memenuhi standar nomenklatur (tata nama)
diagnosis kebidanan. Standar nomenklatur tersebut adalah :

1. Diakui dan telah disahkan oleh profesi

2. Berhubungan langsung dengan praktis kebidanan

3. Memiliki ciri khas kebidanan

4. Didukung oleh clinical judgement dalam praktik kebidanan

5. Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan

Langkah 3. Mengidentifikasi diagnosis atau masalah potensial

Pada langkah ini bidan mengidentifikasi masalah atau diagnosis potensial lain
berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang telah diidentifikasi, langkah ini
membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati
klien, bidan diharapkan bersiap – siap bila diagnosis / masalah potensial ini benar-benar
terjadi.

Langkah 4. Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang memerlukan

Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter untuk penanganan
segera dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain
atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi
klien.

Langkah 5. Merencanakan asuhan yang menyeluruh

Pada langkah ini dilakukan perencanaan yang menyeluruh yang telah ditentukan oleh
langkah – langkah sebelumnya.Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap
diagnosis atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Rencana asuhan yang
menyeluruh tidak hanya meliputi apa saja yang sudah teridentifikasidari kondisi klien,
tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap klien tersebut seperti apa yang
diperkirakan akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan konseling, merujuk klien bila
ada masalah sosial ekonomi kultural atau masalah psikologi, setiap rencana asuhan harus
disetujui olehkedua belah pihak (bidan dan klien) agar dapat dilaksanakan dengan efektif.

Langkah 6. Melaksanakan perencanaan

Pada langkah ini, rencana asuhan yang menyeluruh dari langkah kelima harus
dilaksanakan secara efesien dan aman, pelaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnyaoleh
bidan atau sebahagian dilakukan oleh bidan dan sebahagian lagi dilakukan oleh pasien.

Langkah 7. Evaluasi

Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan
sebagaimana telah diidentifikasi dalam masalah dan diagnosis, rencana tersebut dapat
dianggap efektif bila benar – benar efektif dalam pelaksanaannya.

2.2. Tinjauan pustaka SOAP/Dokumentasi

1. Defenisi dokumentasi Menurut Thomas (1994 cit. Mufdlillah, dkk, 2001)

Dokumentasi adalah catatan tentang interaksi antara tenaga kesehatan, pasien, dan tim
kesehatan tentang hasil pemeriksaan, prosedur tindakan pengobatan pada pasien,
pendidikan pasien dan respon pasien terhadap semua asuhan yang telah diberikan
(Muslihatun, 2009).Dokumentasi kebidanan adalah bukti pencatatan dan pelaporan
berdasarkan komunikasi tertulis yang akurat dan lengkap yang dimiliki oleh bidan
dalam melakukan asuhan kebidanan dan berguna untuk kepentingan klien, tim
kesehatan, serta kalangan bidan sendiri (Hidayat, 2009).

2. Tujuan Dokumentasi
Adapun tujuan dari dokumentasi kebidanan adalah sebagai sarana komunikasi,sarana
tanggung jawab dan tanggung gugat, informasi statistik, sarana pendidikan, sumber
data penelitian, jaminan kualitas pelayanan kesehatan, sumber data,perencanaan
asuhan kebidanan berkelanjutan.

3. Manfaat Dokumentasi

1. Ditinjau dari aspek administrasi, dokumentasi bermanfaat sebagai sebuah catatan,


karena berkas tersebut mengandung nilai identitas, tanggal masuk dan keluar serta
data askes.

2. Ditinjau dari aspek hukum, dokumentasi bermanfaat sebagai alat pembuktian yang
sah. Isi sebuah berkas menyangkut adanya jaminan kepastian hukum atas dasar
keadilan dalam rangka menegakkan hukum dan menyediakan bahan bukti selama
proses pengadilan berlangsung.

3. Ditinjau dari aspek pendidikan, suatu berkas catatan bermanfaat untuk mendukung
kegiatan pembelajaran. Isi dari berkas dokumentasi menyangkut data / informasi
tentang kronologis perkembangan pelayanan yang telah diberikan kepada pasien.

4. Ditinjau dari aspek penelitian, dokumentasi bermanfaat sebagai penyedian data


untuk keperluan penelitian. Data / informasi yang tercantum dalam sebuah berkas,
dapat dipergunakan untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan dibidang kesehatan.

5. Ditinjau dari aspek ekonomi, suatu berkas bermanfaat untuk mendokumentasikan


besarnya dana yang harus dikeluarkan, sehingga mengurangi terjadinya
pemborosan. Isi dari sebuah berkas dapat dijadikan bahan untuk menetapkan
pembayaran pelayanan di sebuah institusi pelayanan kesehatan. Tanpa adanya
bukti pencatatan sebuah tindakan, maka pembayaran atas tindakan tersebut tidak
dapat dipertanggungjawabkan.

6. Ditinjau dari aspek manajemen, catatan yang lengkap dan disimpan dengan baik
menunjukkan adanya manajemen data yang baik juga

4. Aspek – aspek penting dalam dokumentasi


Menurut Depkes (2011), ada beberapa aspek penting dalam pendokumentasian yaitu :
a. Tanggal dan waktu pada asuhan yang diberikan .

b. Identifikasi penolong persalinan.

c. Paraf atau tanda tangan (dari penolong persalinan) pada semua catatan.

d. Mencakup informasi yang berkaitan secara tepat, dicatat dengan jelas


dan dapat dibaca.

e. Suatu sistem untuk memelihara catatan pasien sehingga selalu siap


tersedia Kerahasiaan dokumen – dokumen medis.

5. Prinsip – prinsip dokumentasi

Dokumentasi yang efektif tergantung pada kegiatan pencatatan oleh individu, peran,
perilaku dan kemampuan individu serta hasil dari sebuah pendokumentasian juga
mempengaruhi keefektifan sebuah dokumentasi, asuhan kebidanan merupakan suatu
kegiatan yang saling berangkaian, setiap hari bidan mengenal, menganalisis, merespon
dan mencatatsecara bervariasi kebutuhan pasien, catatan pasien dapat dipengaruhi oleh
pendidikan dan pengalaman praktik bidan serta pengetahuan dan kemampuan bidan
dalam mendokumentasikan asuhan kebidanan (Muslihatun, 2009).

Menurut Carpenito (1991), ada tiga prinsip yang harus diperhatikan dalam sebuah
dokumentasi yaitu, keakuratan data, keringkasan dan kemudahan untuk dibaca.
Ditinjau dari segi tehnik pencatatan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
kegiatan pendokumentasian antara lain :

a. Menuliskan nama pasien pada setiap halaman catatan bidan.

b. Hendaknya tulisan mudah dibaca, sebaiknya tulisan menggunakan tinta


berwarna hitam atau biru, sehingga apabila hendak digandakan (difotokopi)
tulisan akan tampak jelas.

c. Dokumentasi segera dilaksanakan setelah dilakukan pengkajian pertama dan


selesai melakukan setiap langkah asuhan kebidanan.

d. Apabila memungkinkan kutip semua kalimat atau kata yang diungkapkan


oleh pasien.

e. Pastikan kebenaran dari setiap data yang akan ditulis .


f. Bedakan antara informasi yang objektif dan penafsiran .

g. Dokumentasikan dengan baik apabila terjadi perubahan kondisi pasien atau


muncul masalah baru, respon pasien terhadap tindakan yang diberikan bidan
dan respon pasien terhadap kegiatan konseling oleh bidan .

h. Hindari dokumentasi yang bersifat baku, karena setiap pasien adalah unik
dan mempunyai permasalahan yang berbeda .

i. Hindari penggunaan istilah yang tidak jelas dan pergunakan singkatan yang
sudah biasa dipakai dan dapat diterima .

j. Apabila terjadi kesalahan dalam penulisan maka tulisan yang salah tersebut
jangan dihapus, pada tulisan yang salah, coret satu kali kemudian tulis kata
“salah” diatasnya, serta bubuhkan paraf, selanjutnya tuliskan informasi yang
benar, validitasi data akan berkurang apabila dilakukan penghapusan
informasi

k. Setiap kegiatan dokumentasi cantumkan waktu, tanggal dan jam serta tanda
tangan dan nama terang.

l. Bila pencatatan bersambung pada halaman berikutnya, bubuhkan tanda


tangan dan cantumkan kembali waktu pada bagian halaman berikutnya.

2.2 Tinjauan Pustaka Kasus


1. Definisi Depresi Postpartum
Depresi postpartum merupakan gangguan mood yang terjadi setelah melahirkan.
Gangguan ini merefleksikan disregulasi psikologikal yang merupakan tanda dari
gejala-gejala depresi mayor (Kusuma, 2017). Depresi postpartum biasanya dialami
oleh ibu setelah 4 minggu melahirkan. Tanda-tanda yang menyertainya adalah
perasaan sedih, menurunnya suasana hati, kehilangan minat dalam kegiatan sehari-
hari, peningkatan atau penurunan berat badan secara signifikan, merasa tidak berguna
atau bersalah, kelelahan, penurunan konsentrasi bahkan ide bunuh diri. Pada kasus
yang berat depresi dapat menjadi psikotik, dengan halusinasi, waham dan pikiran
untuk membunuh bayi. Diketahui sekitar 20–40% wanita melaporkan adanya suatu
gangguan emosional atau disfungsi kognitif pada masa pascapersalinan (Nasri,
Wibowo, & Ghozali, 2017).
Dampak negatif dari depresi postpartum tidak hanya dialami oleh ibu, namun dapat
berdampak pada anak dan keluarganya juga. Ibu yang mengalami depresi tersebut,
minat dan ketertarikan terhadap bayinya dapat berkurang. Ibu menjadi kurang
merespon dengan positif seperti pada saat bayinya menangis, tatapan matanya,
ataupun gerakan tubuh. Akhirnya ibu yang mengalami depresi postpartum tidak
mampu merawat bayinya secara optimal termasuk menjadi malas memberikan ASI
secara langsung (Wahyuni, 2014). Sari, Literature Review: Depresi Postpartum
2. Etiologi dan Faktor Risiko Depresi Postpartum
Penyebab depresi postpartum belum diketahui secara pasti, namun banyak penelitian
dan pustaka yang menyebutkan penyebab gangguan tersebut dapat berasal dari faktor
biologis maupun psikososial. Penurunan hormon progesteron yang signifikan dapat
mempengaruhi suasana hati dari ibu. Perubahan itu terlihat dengan adanya gejala
depresi seperti lemas dan lesu (Brockington, 2009). Berbagai faktor fisiologis dan
psikososial diteliti dapat menjadi penyebab dari depresi postpartum. Beberapa hal
yang diduga menjadi etiologi depresi postpartum antara lain (Brummelte & Galea,
2016):
1) Neurologi postpartum
Depresi postpartum secara mekanisme biologi berhubungan dengan adanya gangguan
depresif mayor. Secara umum, depresi berintegritas dengan penyakit pada sirkuit
neuron dengan ditandai adanya pengurangan volume otak. Pengurangan ini terjadi
pada seseorang yang mengalami gejala depresi mayor. Semakin lama seseorang
mengalami gejala tersebut, maka akan semakin berkurang volume otaknya. Jumlah
yang berkurang yaitu protein otak yang berfungsi mencetuskan pertumbuhan neuron
dan formasi sinaps. Adanya stres dan depresi dapat mengurangi jumlah protein otak
tesebut. Penelitian juga menunjukkan bahwa setelah dilahirkannya plasenta pada saat
persalinan maka kadar estrogen dan progesterone plasma dari sang ibu mulai turun
secara drastis. Kedua hormon tersebut memilki efek neural pada konsentrasi
psikologis. Maka dari itu, dengan adanya penurunan drastis dari hormon tersebut
dapat berefek pada psikologis.
2) Gangguan Autoimun
Selama persalinan, seorang ibu terpapar berbagai antigen fetal. Suatu penelitian
menduga bahwa akibat adanya paparan tersebut berefek pada kondisi psikologis ibu.
Seorang ibu menjadi cenderung emosional yang diduga asalnya dari gangguan
autoimun tersebut.
3) Gangguan Tidur dan Ritme Sikardian
Ketika seorang ibu melahirkan maka ia akan mengalami masa adaptasi untuk
perannya yang baru. Dengan adanya peran baru tesebut, seorang ibu menjadi
kekurangan waktu tidurnya karena harus menjaga bayinya. Aktivitas itu cenderung
membuat ibu menjadi kelelahan atau fatigue sehingga bisa memicu terjadinya depresi.
Kurangnya waktu tidur menyebabkan hormone tidur yang dihasilkan di kelenjar
pineal otak menjadi berkurang. Hormon tersebut adalah hormon melatonin.
Terganggunya produksi hormon tersebut merupakan kontributor terhadap depresi
postpartum (Sharkey, Pearlstein, & Carskadon, 2013).
3. Diagnosis dan Tatalaksana pada Depresi Postpartum
A. Diagnosis pada Depresi Postpartum
Kriteria yang digunakan dalam skrining penegakkan diagnosis depresi
postpartum dapat digunakan beberapa instrumen antara lain (Gjerdingen & Yawn,
2007):
1) Schedule of Afective Disorders and Schizophrenia (SADS)
SADS terdiri dari beberapa pertanyaan terbuka yang berkaitan dengan gejala
dengan penjajakan untuk pertanyaan berikutnya. Terdapat 11 gejala depresif
dalam delapan kategori yaitu gangguan makan, gangguan tidur, kelelahan, kurang
semangat, perasaan bersalah, gangguan konsentrasi, keinginan bunuh diri, dan
gangguan motorik. Setiap gejala tersebut diberi skor 1-6 oleh pemeriksa dengan
skor minimal 3 (ringan) pada setiap gejalanya. Gejala tersebut harus minimal
terjadi selama 2 minggu.
2) Structured Clinical Interview for DSM-IV-R (SCID)
SCID merupakan wawancara berbasis klinis yang menggabungkan kriteria
diagnosis DSM-IV dan memiliki versi berbeda yang digunakan untuk pasian
rawat inap, rawat jalan, hingga yang bukan populasi klinis. Instrumen ini terdiri
dari enam modul yang memerlukan 45-60 menit untuk melengkapinya.
3) Standard Psychiatric Interview (SPI)
SPI merupakan wawancara yang digunakan bukan untuk individu, namun survey
komunitas. Instrumen ini terdiri dari 10 gejala psikiatrik.
4) Present State Examination (PSE)
PSE merupakan wawancara yang digunakan untuk mencari gejala yang terjadi 4
minggu sebelum dilakukan wawancara tersebut. Biasanya instrumen ini
digunakan untuk studi dan penelitian mengenai depresi postpartum.
5) Hamilton Rating Scale for Depression (HSRD)
HSRD adalah instrumen untuk menilai keparahan depresi bagi pasien yang sudah
terdiagnosa. Terdiri dari 17 gejala depresi dan sering digunakan pada beberapa
literatur yang membahaas depresi postpartum.
6) Edinburgh Postnatal Depression Scale (EDPS)
EDPS adalah instrument yang berupa kuisioner 10 item yang mudah dijalankan,
dan merupakan alat skrining yang efektif dan spesifik untuk menskrining depresi
postpartum secara internasonal. Dari 10 pertanyaan tersebut, masing-masing
pertanyaan memiliki nilai 1-3, dengan skor total maksimal 30 poin. Jika seorang
perempuan mendapatkan poin l0 atau lebih dan memiliki pikiran untuk
membahayakan diri sendiri maupun bayinya, maka diperlukan wawancara lebih
lanjut dengan psikiater untuk melihat gejala dan menentukan diagnosis

B. Tatalaksana pada Depresi Postpartum


Secara umum, dalam menatalaksanaan ibu dengan depresi postpartum diberikan
dengan farmakologis, psikoterapi, hormonal therapy, dan prophylactic treatment.
1) Farmakologis
Pasien yang telah didiagnosis dengan gangguan depresi postpartum, diberikan
pengobatan dengan antidepressant. Pemberian selective serotonin reuptake
inhibitor (SSRIs) seharusnya diberikan pada karena golongan obat tersebut
mempunyai resiko efek toksik yang rendah. SSRis bisa membantu pasien yang
tidak mempunyai respon bagus terhadap tricyclic antidepressant, golongan
antidepressant lainnya dan cenderung ditoleransi lebih baik dengan dosis yang
rendah10. Bagaimanapun, jika pasien sebelumnya mempunyai respon baik
terhadap obat antidepressant jenis lainnya, obat tersebut secara kuat
dipertimbangkan untuk diberikan kembali. 7 Golongan obat lainnya yang
digunakan pada pasien depresi postpartum adalah tricyclic antidepressant (TCAs).
Cara kerja obat golongan untuk menurunkan gejala depresi tidak diketahui tetapi
jenis obat ini dapat menghalangi re-uptake berbagi neurotransmiter termasuk
serotonin dan norepinephrine pada membran neuronal.
Pada pasien multipara sensitif terhadap efek samping dari pengobatan,
pengobatan semestinya dimulai setengah dosis awal selama empat hari, dan
selanjutnya akan ditingkatkan dosisnya secara perlahan sampai dosis yang
direkomendasi tercapai. Peningkatan dosis secara perlahan sangat menolong
dalam mengatasi adanya efek samping dari obat. Jika pasien merespon terhadap
percobaan awal selama enam sampai delapan minggu, dosis yang sama harus
diberikan selama minimal enam bulan setelah toleransi penuh tercapai, dalam hal
untuk mencegah kambuhnya efek samping. Jika tidak ada perkembangan setelah
enam bulan terapi pengobatan atau jika pasien merespon namun gejalanya timbul
lagi, dirujuk ke psikiater dapat dipertimbangkan
2) Psikoterapi
Pada studi yang melibatkan 120 ibu melahirkan, interpersonal psikoterapi, dengan
pengobatan 12 sesi yang terfokus pada perubahan peran dan pentingnya suatu
hubungan sangat efektif untuk meredakan gejala depresi dan meningkatkan fungsi
psikososial. Sebuah grup berdasarkan intervensi pada psikotherapi interpersonal
diberikan selama kehamilan mencegah terjadinya depresi postpartum.
Bagaimanapun, 8 psikoterapi sebagai tambahan dikombinasikan dengan
fluoxetine tidkak meningkatkan pengobatan daripada dengan fluoxetine saja.
3) Hormonal Replacement Therapy
Estradiol telah dievaluasi sebagai pengobatan untuk depresi postpartum. Pada
studi yang membandingkan transdermal estradiol dengan plasebo, grup yang
diobati dengan estradiol mempunyai penurunan skor depresi yang signifikan
selama bulan pertama.
4) Profilaksis Treatment
Pasien yang mengalami riwayat depresi setelah kehamilannya dapat beresiko
menjadi depresi postparrtum setelah melahirkan. Terapi preventif setelah
melahirkan harus dipertimbangkan pada pasien dengan riwayat depresi
sebelumnya. Obat yang direspon pasien sebelumnya dengan selective-serotonin-
reuptake ( SSRIs ) inhibitor adalah pilihan rasional, tricyclic antidepressant
( TCAs ) tidak dapat melindungi sebagaimana dibandingkan dengan plasebo.
Minimal, penanganan depresi postpartum termasuk pengawasan untuk terjadinya
kekambuhan, dengan sebuah rencana intervensi cepat jika ada indikasi.1
Menyusui juga merupakan salah satu treatment yang bersifat profilaksis.
Menyusui tidak hanya untuk mengurangi stress untuk ibu, namun juga menguragi
tingkat stress pada bayi ketika ibunya mengalami depresi.Peneliti membandingkan
empat grup wanita yaitu ibu depresi yang menyusui atau melalui susu botol dan
ibu sehat yang menyusui atau melalui susu botol yang hasilnya dicatat dalam
babies 9 electroencephalogram (EEG). Peneliti menemukan bahwa bayi dari ibu
yang depresi dan tidak menyusui mempunyai pola EEG abnormal. Studi cross-
sectional pada 38 ibu dengan bayinya berumur 10 bulan yang diuji EEG selama
emosi berbeda dimana semua ibu dengan SES rendah dan 68% adalah Afrika-
Amerika Pasien dengan depresi dan bayinya menunjukkan pengaruh negatif
daripada pasien nondepresi. Pengaruh ngetif ini tidak hanya timbul selama
interaksi ibu dan bayinya, namun juga timbul pada rangsangan yang diciptakan
untuk menghilangkan pengaruh negatif selama pemisahan ibu dan anak. Pada
akhirnya disimpulkan bahwa, menyusui melindungi suasana hati ibu dengan
mengurangi tingkat stress. Ketika tingkat stress rendah, respon inflamasi ibu tidak
aktif dan akan mengurangi resiko depresi
2.4 Telaah Jurnal
1) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Depresi Postpartum Di
Kabupaten Bogor Tahun 2019
Judul Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Depresi
Postpartum Di Kabupaten Bogor Tahun 2019
Penulis Dwi Natalia Setiawati, Dewi Purnamawati, Nunung Cipta
Dainy, Andriyani, Rusdi Effendi
Publikasi 2019

I. Deskripsi Jurnal
A. Komponen Deskripsi Jurnal
1. Pendahuluan
2. Metode penelitian
3. Hasil dan pembahasan
4. Kesimpulan dan saran

B. Uraian Deskripsi Jurnal


1. Pendahuluan
Masa postpartum adalah merupakan fase transisi yang dapat menyebabkan
krisis kehidupan pada ibu dan keluarga. Pada masa ini ibu akan mengalami
perubahan fisik dan psikologis. Perubahan fisik yang dimaksud adalah adanya
perubahan organ-organ reproduksi dan organ tubuh lainnya (Anggraini, 2010).
Tidak sedikit wanita mengalami hal yang sama dan cenderung mengalami peristiwa
yang berat, penuh tantangan dan kecemasan (Palupi, 2013). Wanita yang tidak
berhasil menyesuaikan diri terhadap adanya perubahan, baik perubahan biologis,
fisiologis, maupun psikologis termasuk perubahan peran, maka akan cenderung
mengalami masalah emosional pasca persalinan (Restarina, 2017).
Depresi Postpartum adalah gangguan mood yang dapat mempengaruhi wanita
setelah melahirkan. Ibu dengan depresi Postpartum pengalaman perasaan kesedihan
ekstrim, kecemasan, dan kelelahan yang mungkin membuat sulit bagi mereka untuk
menyelesaikan kegiatan perawatan sehari-hari untuk diri mereka sendiri atau untuk
orang lain (National Institute Of Mental Health, 2019). Menurut Walsh (2008)
bahwa gangguan psikologis postpartum dibagi menjadi tiga kategori, yaitu
pascapartum blues atau kesedihan pascapartum, depresi pascapartum nonpsikosis
dan psikosis postpartum.

2. Metode penelitian
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Variabel independen yang
akan diteliti adalah dukungan suami, dan dipengaruhi variabel usia ibu, riwayat
komplikasi, pendapatan suami, dukungan suami, pekerjaan dan problematika
marital. Sedangkan variabel dependen adalah Depresi Postpartum. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin pada bulan Januari sampai dengan
Desember 2018 yang ada di Kabupaten Bogor.

3. Hasil dan pembahasan


Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa variable yang mempengaruhi kejadian
depresi porstpartum adalah usia, pendapatan dan dukungan suami setelah dikontrol
oleh riwayat komplikasi pekerjaan dan problematika marital. Faktor dominan yang
mempengaruhi depresi post partum adalah dukungan suami. Perubahan psikologis
yang terjadi pada ibu masa nifas terjadi karena beberapa hal yaitu pengalaman
selama melahirkan, tanggung jawab peran sebagai ibu, adanya anggota keluarga
baru (bayi) serta peran baru sebagai seorang ibu. Jenis persalinan berpengaruh
terhadap risiko depresi postpartum hal ini dikarenakan oleh pengalaman ibu.

4. Kesimpulan dan saran


KESIMPULAN
1) Sebanyak 59,2% responden mengalami depresi postpartum.
2) Terdapat hubungan yang signifikan antara usia ibu, riwayat komplikasi,
pekerjaan ibu, pendapatan suami, dukungan suami serta problematika marital
dengan kejadian depresi postpartum pada ibu bersalin di kabupaten bogor tahun
2019.\
3) Faktor dominan yang mempengaruhi kejadian depresi postpartum adalah
dukungan suami.
SARAN
Perlu pelibatan peran dan dukungan suami dalam setiap tahapan kehamilan dan
persalinan dengan berbagai program seperti meningkatkan kembali suami siaga
atau dalam kegiatan kelas ibu hamil

II. Telaah Jurnal


1. Judul
Pada judul jurnal sudah spesifik dan efektif.
2. Nama penulis
Penulis jurnal ini adalah Dwi Natalia Setiawati, Dewi Purnamawati, Nunung
Cipta Dainy, Andriyani, Rusdi Effendi.
3. Abstrak
Pada jurnal sudah mengikuti kaidah penulisan abstak yang baik dan benar.
4. Isi
Pada jurnal sudah mencakup beberapa hal, yaitu :
a. Pengertian depresi postpartum .
b. hubungan yang signifikan antara usia ibu, riwayat komplikasi, pekerjaan ibu,
pendapatan suami, dukungan suami serta problematika marital dengan kejadian
depresi postpartum pada ibu bersalin di kabupaten bogor tahun 2019.
c. Faktor dominan yang mempengaruhi kejadian depresi postpartum.

5. Daftar pustaka
Pada jurnal, daftar pustaka yang dipaparkan sangat lengkap dan jelas, jadi
jurnal ini bisa meyakinkan bagi pembacanya

2) Penerapan Cognitif Behavior Therapi (Cbt) Pada Ibu Nifas Sebagai Upaya
Pencegahan Depresi Post Partum Di Kabupaten Klaten

Judul Penerapan Cognitif Behavior Therapi (Cbt) Pada Ibu Nifas


Sebagai Upaya Pencegahan Depresi Post Partum Di
Kabupaten Klaten

Penulis Murwati, Suroso


Publikasi September 2017

I. Deskripsi Jurnal
A. Komponen Deskripsi Jurnal
1. Pendahuluan
2. Metode penelitian
3. Hasil dan pembahasan
4. Kesimpulan dan saran

B. Uraian Deskripsi Jurnal


1. Pendahuluan
Post partum adalah masa yang dimulai sesudah kelahiran bayi dan berakhir
setelah lebih kurang 6 minggu. Pada masa ini terjadi perubahan fisik dan psikologis.
Secara umum ada tiga gangguan psikologis utama pasca persalinan, dari yang ringan
sampai berat, yaitu postpartum blues, depresi post partum dan post partum psikosis.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya Depresi Post Partum, ada riwayat
depresi, kegelisahan selama kehamilan, konflik perkawinan, adanya tekanan hidup
atau pengalaman hidup tidak menyenangkan, dukungan sosial yang rendah, status
ekonomi yang rendah dan adanya komplikasi obstetrik (Stewart, et al. 2003)
2. Metode penelitian
Desain penelitian ini adalah quasi eksperiment. Adapun jenisnya adalah post
test control design (Kothari, 2004). Pengambilan data penelitian dilakukan pada
bulan Juli - Agustus tahun 2016 di BPM Wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten
Klaten. Sampel adalah sebagian Ibu postpartum normal hari ke 10 – 40, sebanyak 25
orang kelompok intervensi dan 25 orang kelompok control (Dahlan,M,2010). Tehnik
pengambilan sampel : Purposive consequtive sampling. Analisis Data dengan
Analisa Univariat dan Analisa Bivariat dengan Uji statistika Unpaired t-test dan
dilanjutkan uji regresi liner sederhana dengan persamaan Y = a + bx
(Dahlan,M,2014b).

3. Hasil utama penelitian


Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada pengaruh penerapan CBT
terhadap depresi postpartum yang ditunjukkan dengan nilai p< 0.014. Berdasar uji
regresi bahwa penerapan CBT dapat mengurangi 4,5 skor pada pengukuran DPP
berdasar skala EPDS, meskipun hal ini hanya dapat menjelaskan sekitar 13,3%,
sementara 86,7 % nya kemungkinan disebabkan oleh kondisi lain yang tidak diteliti.
Berdasar metodologis, hasil penelitian ini kemungkinan dipengaruhi berbagai
keterbatasan yang tidak dapat dihindari, seperti bias seleksi, informasi dan
pengontrolan terhadap perancu. Pengaruh bias ini dapat memperbesar atau
memperkecil pengaruh paparan sesungguhnya. Jaminan kausalitas dalam penelitian
ini berdasarkan kriteria konsistensi yang dikembangkan berdasarkan kajian literature
baik texbook maupun penelitian sebelumnya tentang faktor – faktor yang
mempengaruhi depresi postpartum termasuk teori dan konsep CBT pada ibu post
partum.
Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa penelitian bahwa pemberian
psikoedukasi termasuk konseling berbasis CBT adalah salah satu upaya pencegahan
DPP.
Upaya penanganan Depresi Postpartum meliputi pengobatan, terapi psikologi,
psikososial dan penanganan tanpa obat seperti latihan, akupunktur dan massage
terapi (Fitelson.et al,2011).

4. Kesimpulan penelitian
Hasil uji unpaired t-test diperoleh nilai significancy 0.014, hal ini berarti “ ada
perbedaan mean skor DPP yang bermakna antara kelompok intervensi dan kelompok
kontrol ”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh penerapan CBT
terhadap depresi postpartum. Hasil Uji regresi linier di dapatkan persamaan
linieritasnya adalah penerapan CBT = 4,516 + 0,223 KF. Hal ini berarti bahwa
penerapan CBT pada ibu nifas dapat menurunkan skor depresi sebesar 4,516
dibandingkan dengan asuhan nifas tanpa pemberian konseling berbasis CBT.

II. Telaah Jurnal


1. Judul
Pada judul jurnal sudah spesifik dan efektif.
2. Nama penulis
Penulis jurnal ini adalah Murwati, Suroso.
3. Abstrak
Pada jurnal sudah mengikuti kaidah penulisan abstak yang baik dan benar.
4. Isi
Pada jurnal sudah mencakup beberapa hal, yaitu :
a) Pengertian depresi postpartum
b) Pengaruh penerapan CBT terhadap depresi postpartum.
c) Penerapan CBT pada ibu nifas dapat menurunkan skor depresi sebesar 4,516
dibandingkan dengan asuhan nifas tanpa pemberian konseling berbasis CBT.
5. Daftar pustaka
Pada jurnal, daftar pustaka yang dipaparkan sangat lengkap dan jelas, jadi
jurnal ini bisa meyakinkan bagi pembacanya
BAB III
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS
DENGAN DEPRESI POST PARTUM TERHADAP Ny. “Yeni”
DI BPM BIDAN NISA
TAHUN 2020

A. DATA SUBJEKTIF
Tanggal : 30 November 2020
Pukul : 14.00 WIB

Identitas
Nama : Yeni Susanti Nama suami : Jatmiko
Umur : 21 tahun Umur : 30 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Suku : Minang Suku : Minang
Alamat : Padang Alamat : Padang

Keluhan utama : Ibu postpartum 2 minggu yang lalu mengeluh sangat merasa
sedih,tidak ingin melihat apalagi mendekati bayinya,karena lahir bayi perempuan,ibu tidak
nafsu makan,merasa lelah yang berlebihan dan tidak bias tidur.

Riwayat persalinan
Anak lahir tanggal : 16 November 2020 Pukul: 12:30 WIB
Jenis kelamin : Perempuan
Jenis persalinan : Spontan

Pola Kehidupan
a. Eliminasi :
Sebelum melahirkan :
 Ibu mengatakan BAB1 kali sehari
 Ibu mengatakan BAK 6-8 kali perhari/sesuai jumlah banyak dan warna jernih
Setelah melahirkan :
 Ibu mengatakan BAB 2 kali sehari
 Ibu mengatakan BAK 3-4 kali sehari,jumlah banyak dan warna jernih

b. Nutrisi :
Sebelum melahirkan :
 Ibu makan 3 kali sehari,dengan porsi 1 piring nasi, ½ mangkuk sayur,lauk-
pauk,tempe,tahu,kadang ayam/ikan. Ibu sering minum susu,nafsu makan
ada,minum 6-8 gelas/hari.
Setelah melahirkan :
 Ibu makan 2 kali sehari,dengan porsi ½ piring nasi, ¼ mangkuk sayur,lauk-
pauk,tempe,tahu,kadang ikan/ayam. Ibu sering minum susu,nafsu makan
ada,minum 6-8 gelas/hari.

c. Istirahat
Sebelum melahirkan : Ibu mengatakan tidur 7-8 jam/hari
Setelah melahirkan : Ibu mengatakan sulit tidur,tidur 4-5 jam/hari

d. Aktifitas
Sebelum melahirkan : ibu bekerja dengan beraktivitas seperti biasa dengan sendiri
Setelah melahirkan : ibu mengatakan masih perlu bantuan untuk beraktivitas

e. Personal hygiene
Sebelum melahirkan : mandi 2 kali sehari,ganti pakaian 2 kali sehari,cuci rambut 3
kali seminggu.
Setelah melahirkan : mandi 1 kali sehari,ganti pakaian 2 kali sehari,cuci rambut 1
kali seminggu.

Riwayat Kesehatan Sekarang


Keluhan : sulit tidur, cemas, tidak nafsu makan, perasaan tidak berdaya,
tidak senang melihat bayinya, tidak perhatian terhadap bayinya
dan penampilan dirinya.

Keadaan psikologi : Ibu sedih tidak mau melihat atau merawat bayinya karena bayi
lahir perempuan ibu cemas takut bila suami dan keluarga tidak
menyukai bayinya

B. DATA OBJEKTIF
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : ibu tampak kusut dan lemah
Kesadaran : composmentis
Tanda-tanda vital
TD : 100/70 mmHg Nadi : 90 x/menit
Suhu : 36oC RR : 24 x/menit

Pemeriksaan Fisik
Rambut : hitam, pendek dan agak lepek
Wajah : tidak ada oedema dan cloasma gravidarum
Mata :konjungtiva agak pucat, skelera tidak ikterik, tidak ada pembengkakan
Hidung : simetris, bersih, tidak ada peradangan, tidak ada polip, fungsi
penciuman normal
Mulut : kurang bersih, terdapat stomatitis, tidak ada caries, pengecapan baik
Telinga : simetris kanan/kiri, keadaan bersih, pendengaran normal
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan vena jugolaris
Dada : simetris kanan dan kiri, gerakan dada saat inspirasi dan ekspirasi
seirama, tidak terdengar ronchi, tidak terdengar wheezing, suara nafas
baik, jantung tidak ada mur-mur.
Payudara : simetris kanan/kiri, puting menonjol, tidak ada benjolan, keadaan
kurang bersih, terjadi pembengkakan
Abdomen : TFU tidak teraba, tidak ada nyeri tekan, terdapat strie albican
Genetalia : genetalia kurang bersih, tidak ada luka heating, lochea alba, tidak ada
oedema dan hemoroid.
Ekstremitas Atas : simetris kanan dan kiri, tidak ada cacat, bebas digerakkan, lengkap,
kurang bersih, kuku pada jari tangan panjangpanjang dan kotor
Ekstremitas Bawah : simetris kanan-kiri, tidak ada cacat, bebas di gerakan, lengkap kurang
bersih, kuku pada jari kaki panjang dan kotor tidak ada varices dan
oedema.

C. ANALISA
1. Diagnosa : Ibu P3A0 post partum 2 minggu dengan depresi post partum Dasar :
 Ibu P3A0 post partum tanggal 16 November 2020 pukul 15:45 WIB Ibu
mengatakan sulit tidur, tidak nafsu makan, perasaan tidak berdaya, tidak senang
melihat bayinya, tidak mau mendekati bayinya, tidak ada perhatian terhadap
penampilannya dengan keadaan ibu yang kotor dan lemah.
2. Masalah :
a. Gangguan pemenuhan nutrisi
Dasar :
 P3A0 post partum tanggal 16 November 2020 pukul 15:45 WIB
 Ibu tidak nafsu makan
 Ibu makan 2 kali sehari dengan porsi ½ piring nasi, ¼ mangkuk sayur dan lauk
pauk
b. Gangguan pola istirahat
Dasar :
 P3A0 post partum tanggal 16 November 2020 pukul 15:45 WIB
 Ibu mengatakan sulit tidur, tidur 4-5 jam/hari
 Ibu tidak pernah tidur siang
c. Gangguan personal hygiene Dasar :
 Ibu tidak perhatian terhadap dirinya dengan keadaan tubuh yang kotor
 Ibu tidak mandi 1x seminggu
 Ibu cuci rambut 1 x seminggu
 Ibu tidak mau merawat diri

3. Kebutuhan
a. Informasi perawatan bayi sehari-hari
b. Pemenuhan nutrisi ibu nifas
c. Penyuluhan personal hygiene
d. Penanganan depresi post partum
4. Identifikasi Diagnosa Dan Masalah Potensial
a. Potensial terjadi depresi berat Dasar :
 Ibu sulit tidur
 Ibu merasa sedih
 Ibu tidak mau melihat apalagi mendekati bayinya
 Ibu tidak ada perhatian terhadap penampilah dirinya
b. Potensial mastitis dan abses Dasar :
 Keadaan payudara yang kotor
 Air susu yang tidak disusukan pada anaknya
5. Kebutuhan Terhadap Intervensi Dan Kolaborasi Segera
 Kolaborasi dengan dokter atau psikiater untuk mendapat terapi

D. PENATALAKSANAAN
Tanggal : 16 November 2020, Pukul : 15:45 WIB
1. Menjelaskan pada ibu dan keluarga tentang keadaan ibu saat ini bahwa ibu menderita,
depresi post partum yaitu depresi setelah melahirkan yang dipengaruhi oleh keadaan
hormonal, dukungan sosial, emotional relation ship (teman dekat) komunikasi dan
kedekatan, setruktur keluarga, antropologi, perkawinan, demografi, psikososial dan
lingkungan. Ibu mengerti tentang kondisinya saat ini
2. Menjelaskan pada ibu bahwa ibu mengalami depresi karena tidak menghendaki
lahirnya anak perempuan, oleh karena itu beri penjelasan pada ibu bahwa anak
perempuan maupun laki-laki sama saja, karena sama-sama titipan Tuhan. Ibu
mengerti dengan penjelasan yang diberikan.
3. Membantu ibu memenuhi kebutuhan nutrisi dan personal hygiene dengan cara
menganjurkan ibu untuk makan 3 x sehari dengan menu yang sehat dan bergizi, ibu
bisa makan nasi dengan lauk, seperti tempe, tahu, telor, ikan, atau daging. Ibu
anjurkan banyak makan buah untuk memulihkan keadaan. Ibu bersedia melakukan
anjuran yang diberikan oleh bidan.
4. Mengajarkan ibu tentang perawatan bayi yang benar, mandi lap, dan mandi rendam.
Mengajarkan ibu cara perawatan tali pusat dengan kasa steril, kasa tidak boleh basah
dengan alkohol atau betadin. Alkohol atau betadin hanya dioles dengan cotenbooth.
Ibu mengerti penjelasan yang diberikan.
5. Menganjurkan keluarga dan teman-teman terdekat untuk memberi dukungan untuk
membantu ibu menjalin interaksi dengan anaknya dengan cara menggendong bayinya,
menyusuinya. Ibu mengerti penjelasan yang diberikan.
6. Menjelaskan pada ibu bahwa ada beberapa yang dapat memperberat depresi post
partum antara lain :
 Ketidak seimbangan hormon yang semakin meningkat
 Lingkungan dan keluarga yang tidak mendukung
7. Semangat ibu untuk sembuh sendiri Dan Mengajarkan cara penanganan depresi post
partum yaitu :
 Batasi pengunjung jika kehadiran mereka mengganggu istirahat

 Untuk sementara ini hindari konsumsi coklat atau gula berlebihan karena dapat
memicu depresi
 Perbanyak mendengar musik favorit agar merasa rileks, disarankan musik-musik
yang menenangkan
 Lakukan olahraga atau latihan-latihan ringan
 Sesekali berpergianlah agar tidak bosan
 Dukungan dari suami dan anggota keluarga lainnya sangat berpengaruh bagi
keadaan psikis ibu
BAB IV

4.1 KESIMPULAN
Depresi postpartum merupakan gangguan mood yang terjadi setelah
melahirkan. Gangguan ini merefleksikan disregulasi psikologikal yang merupakan
tanda dari gejala-gejala depresi mayor (Kusuma, 2017). Depresi postpartum biasanya
dialami oleh ibu setelah 4 minggu melahirkan. Tanda-tanda yang menyertainya adalah
perasaan sedih, menurunnya suasana hati, kehilangan minat dan kegiatan sehari-hari,
peningkatan atau penurunan berat badan secara signifikan, merasa tidak berguna atau
bersalah, kelelahan, penurunan konsentrasi bahkan ide bunuh diri.
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan terdapat lebih darii 50% ibu
yang mengalami depresi postpartum. Banyak factor yang menyebabkannya antara lain
usia ibu, Riwayat komplikasi, pekerjaan ibu, pendapatan suami, dukungan suami serta
problematika material dengan kejadian depresi postpartum pada ibu bersalin. Diantara
factor-faktor yang telah kami sebutkan di atas factor paling dominan yang
menyebabkan depresi postpartum adalah dukungan suami. Kurangnya dukungan yang
didapatkan ibu dari suaminya setelah persalinan menjadi pemicu paling utama
terjadinya derpesi postpartum.

4.2 SARAN
Petugas kesehatan terutama bidan dan perawat yang bekerja di bagian KIA
hendaknya melakukan skrining pada ibu post partum untuk mengetahui ibu memiliki
kecenderungan mengalami depresi post partum atau tidak. Untuk mempersiapkan
fisik dan mental ibu menjelang persalinan terutama pada ibu primigravida diharapkan
memberikan pendidikan kesehatan dan konseling yang telah dilakukan oleh konselor
terlatih sehingga ibu dapat membangun mekanisme koping yang positif. Bagi peneliti
lain yang ingin melanjutkan penelitian ini diharapkan melakukan homogenitas sampel
serta memberikan perlakuan konseling kepada sampel minimal dua kali, yaitu pada
saat ibu hamil dan pada masa post partum.
DAFTAR PUSTAKA

Murwati, Suroso.(2017). Penerapan Cognitif Behavior Therapi (Cbt) Pada Ibu Nifas Sebagai
Upaya Pencegahan Depresi Post Partum Di Kabupaten Klaten. Jurnal Kebidanan Dan
Kesehatan Tradisional, Volume 2, No 2.
Setiawati , Dwi Natalia, Dewi Purnamawati, Nunung Cipta Dainy, Andriyani, dan Rusdi
Effendi.(2019). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Depresi Postpartum Di
Kabupaten Bogor Tahun 2019. Muhammadiyah Public Health Journal, Volume 1, No 1.
Afiyanti., Yati. (2002). Negotiating Motherhood : The Difficulties and Chalenges of Rural
First-time Mother in Parung , West Java. Makara Kesehatan, vol 6 No 2.
Alfiben , Wiknjosastro, G.H., & Elvira, S.D. (2000). Efektifitas peningkatan dukungan suami
dalam menurunkan terjadinya depresi postpartum. Majalah Obstetric Gynecology Indonesia
(MOGI), 24 (4), 208-214.
Anonim, .(2008). Depresi setelah melahirkan, bagaimana cara mencegah dan mengatasinya.
Atmajaya Medical Education on Reproductive and Addictive. Retrieved from
http://www.tanyadokteranda.com/artik el/2008/07/depresi-setelah-melahirkanbagaimana-
cara-mencegah-danmengatasinya. diunduh tanggal 23 Maret 2010
Lowdermilk, D.L., Perry, S.E., & Bobak, I.M. (2000). Maternity women’s health care. 7th ed.
St. Louis: Mosby.Inc Lynn.,Christine.,E., & Pierre., Cathy., M. (2007).
The Taboo of Motherhood: Postpartum Depression. International Journal for Human Caring,
vol 11, No.2, 22-31

Anda mungkin juga menyukai