Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN DISKUSI TOPIK

BLOK 3.C MINGGU 5


“ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS DENGAN MASTITIS ”

Dosen Pembimbing : Lusiana El Sinta B, S.St., M.Keb


Kelompok :4
Anggota :
Nur Avivah (1910331001)
Lulisa Desrama T. (1910331011)
Nixy Claudia (1910332003)
Rike Mahdayanti (1910332004)
Windhy Lathifah A. (1910333008)
Dita Dwi Amanda (1910332007)
Viorika Marshafa P. (1910333011)
Etri Wanesti (1910333002)
Nadia Rizki Annisa (1910333013)

PRODI S1 KEBIDANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2019/2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa nifas disebut juga masa post partum adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan
plasenta keluar dari rahim sampai enam minggu berikutnya, serta pulihnya kembali organ-
organ kandungan (Suherni, 2009) Salah satu diantara macam infeksi pada ibu nifas adalah
infeksi payudara. Dengan jumlah angka kejadian sekitar 30 -40% (WHO, 2002). Infeksi ini
terjadi akibat kurang perawatan sewaktu hamil dan kurangnya perhatian tenaga medis tentang
perawatan payudara yang dapat berakibat mastitis. Mastitis adalah infeksi dan peradangan
pada mammae terutama pada primipara yang infeksi terjadi melalui luka pada putting susu.
Biasanya muncul gejala pada ibu demam, payudara bengkak, kemerahan dan terasa nyeri
(Wiknjosastro, 2006).
Apabila mastitis tidak segera diobati akan menyebabkan abses payudara yang bisa pecah
kepermukaan kulit dan bisa menimbulkan borok yang besar, maka luka pada putting
payudara harus segera diobati karena dapat menghambat produksi ASI (Suherni, 2009).
Peran yang sangat penting yaitu untuk bayi bisa memberi kekebalan tubuh, serta sangat baik
untuk pertumbuhan dan perkembangan dan peran untuk ibu bisa mencegah terjadinya infeksi
payudara (Atiningsih, 2003).

Menurut Varney (2007), penanganan mastitis dilakukan dengan seseringnya menyusui dan
mengosongkan payudara, memakai bra dengan penyangga tetapi tidak terlalu sempit, jangan
menggunakan bra dengan kawat di bawahnya, perhatian yang cermat untuk mencuci tangan
dan merawat payudara, pengompresan dengan air hangat pada area yang efektif pada saat
menyusui untuk memfasilitasi aliran susu.

Mengingat pentingnya pemberian ASI, maka perlu adanya perhatian dalam proses laktasi
agar terlaksana dengan benar. Sehubungan dengan hal tersebut telah ditetapkan dengan
Kepmenkes RI. No. 450/MENKES/IV/2004 tentang pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara
eksklusif pada bayi Indonesia (Eny, 2004).
1.2 Rumusan Masalah
1. Pengertian mastitis
2. Tanda dan gejala mastitis
3. Penyebab terjadinya mastitis
4. Penatalaksanaan mastitis
5. Pencegahan terjadinya mastitis

1.3 Tujuan

1. Mengetahui pengertian mastits


2. Mengetahui tanda dan gejala mastitis
3. Mengetahui penyebab mastitis
4. Mengetahui penatalaksanaan mastitis
5. Mengetahui pencegahan mastitis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka Varney


Varney (1997) menjelaskan bahwa proses manajemen merupakan proses pemecahan masalah
yang ditemukan oleh perawat dan bidan pada awal tahun 1970, proses ini memperkenalkan sebuah
metode dengan pengorganisasian, perkiraan, tindakan-tindakan dengan urutan yang logis dan
menguntungkan baik bagi klien maupun bagi tenaga kesehatan. Dalam text book kebidanan yang
ditulisnya pada tahun 1981, proses manajemen kebidanan diselesaikan dalam lima langkah. Namun
setelah menggunakan Varney tahun 1997 melihat ada beberapa hal penting yang harus disempurnakan
sehingga ditambah dua langkah lagi untuk menyempurnakan teori lima langkah tersebut. Proses
manajemen kebidanan terdiri dari tujuh langkah yang berurutan dan setiap langkah disempurnakan
secara periodik, proses dimulai dari pengumpulan data dan berakhir dengan evaluasi. Ketujuh kerangka
tersebut Varney (1997) menjelaskan bahwa proses manajemen merupakan proses pemecahan
masalahyang ditemukan oleh perawat dan bidan pada awal tahun 1970, proses ini memperkenalkan
sebuah metode dengan pengorganisasian, perkiraan, tindakan-tindakan dengan urutan yang logis dan
menguntungkan baik bagi klien maupun bagi tenaga kesehatan.
Dalam text book kebidanan yang ditulisnya pada tahun 1981, proses manajemen kebidanan
diselesaikan dalam lima langkah. Namun setelah menggunakan Varney tahun 1997 melihat ada
beberapa hal penting yang harus disempurnakan sehingga ditambah dua langkah lagi untuk
menyempurnakan teori lima langkah tersebut. Proses manajemen kebidanan terdiri dari tujuh langkah
yang berurutan dan setiap langkah disempurnakan secara periodik, proses dimulai dari pengumpulan
data dan berakhir dengan evaluasi. Ketujuh kerangka tersebut membentuk kerangka yang lengkap yang
dapat diaplikasikan dalam situasi apapun. Adapun langkah tersebut adalah sebagai berikut :
Langkah 1. Pengumpulan data dasar
Pada langkah ini dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data
yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap yaitu :
1. Riwayat kesehatan
2. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhannya
3. Meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya
4. Meninjau data laboratorium dan membandingkannya dengan hasil studi Pada langkah ini
dikumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi
klien.
Langkah 2. Interpretasi data dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosis atau masalah dan
kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data dasar yang telah dikumpulkan. Data dasar
yang telah dikumpulkan diinterprestasikan sehingga ditemukan masalah atau diagnosis yang spesifik,
diagnosis kebidanan yang ditegakkan oleh bidan dalam lingkup praktek kebidanan yang memenuhi
standar nomenklatur (tata nama) diagnosis kebidanan. Standar nomenklatur tersebut adalah :
1. Diakui dan telah disahkan oleh profesi
2. Berhubungan langsung dengan praktis kebidanan
3. Memiliki ciri khas kebidanan
4. Didukung oleh clinical judgement dalam praktik kebidanan
5. Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan
Langkah 3. Mengidentifikasi diagnosis atau masalah potensial
Pada langkah ini bidan mengidentifikasi masalah atau diagnosis potensial lain berdasarkan
rangkaian masalah dan diagnosis yang telah diidentifikasi, langkah ini membutuhkan antisipasi, bila
memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien, bidan diharapkan bersiap – siap bila
diagnosis / masalah potensial ini benar-benar terjadi.
Langkah 4. Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang memerlukan
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter untuk penanganan segera
dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain atau ditangani bersama
dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien.
Langkah 5. Merencanakan asuhan yang menyeluruh
Pada langkah ini dilakukan perencanaan yang menyeluruh yang telah ditentukan oleh langkah –
langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosis atau masalah
yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa
saja yang sudah teridentifikasidari kondisi klien, tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap
klien tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan konseling,
merujuk klien bila ada masalah sosial ekonomi kultural atau masalah psikologi, setiap rencana asuhan
harus disetujui olehkedua belah pihak (bidan dan klien) agar dapat dilaksanakan dengan efektif.
Langkah 6. Melaksanakan perencanaan
Pada langkah ini, rencana asuhan yang menyeluruh dari langkah kelima harus dilaksanakan secara
efesien dan aman, pelaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnyaoleh bidan atau sebahagian dilakukan oleh
bidan dan sebahagian lagi dilakukan oleh pasien.
Langkah 7. Evaluasi
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan sebagaimana
telah diidentifikasi dalam masalah dan diagnosis, rencana tersebut dapat dianggap efektif bila benar –
benar efektif dalam pelaksanaannya
2.2. Tinjauan pustaka SOAP/Dokumentasi
1. Defenisi dokumentasi Menurut Thomas (1994 cit. Mufdlillah, dkk, 2001)
Dokumentasi adalah catatan tentang interaksi antara tenaga kesehatan, pasien, dan tim kesehatan
tentang hasil pemeriksaan, prosedur tindakan pengobatan pada pasien, pendidikan pasien dan respon
pasien terhadap semua asuhan yang telah diberikan (Muslihatun, 2009).Dokumentasi kebidanan adalah
bukti pencatatan dan pelaporan berdasarkan komunikasi tertulis yang akurat dan lengkap yang dimiliki
oleh bidan dalam melakukan asuhan kebidanan dan berguna untuk kepentingan klien, tim kesehatan,
serta kalangan bidan sendiri (Hidayat, 2009).

2. Tujuan Dokumentasi
Adapun tujuan dari dokumentasi kebidanan adalah sebagai sarana komunikasi,sarana tanggung
jawab dan tanggung gugat, informasi statistik, sarana pendidikan, sumber data penelitian, jaminan
kualitas pelayanan kesehatan, sumber data,perencanaan asuhan kebidanan berkelanjutan.

3. Manfaat Dokumentasi
1. Ditinjau dari aspek administrasi, dokumentasi bermanfaat sebagai sebuah catatan, karena berkas
tersebut mengandung nilai identitas, tanggal masuk dan keluar serta data askes.
2. Ditinjau dari aspek hukum, dokumentasi bermanfaat sebagai alat pembuktian yang sah. Isi sebuah
berkas menyangkut adanya jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan dalam rangka
menegakkan hukum dan menyediakan bahan bukti selama proses pengadilan berlangsung.
3. Ditinjau dari aspek pendidikan, suatu berkas catatan bermanfaat untuk mendukung kegiatan
pembelajaran. Isi dari berkas dokumentasi menyangkut data / informasi tentang kronologis
perkembangan pelayanan yang telah diberikan kepada pasien.
4. Ditinjau dari aspek penelitian, dokumentasi bermanfaat sebagai penyedian data untuk keperluan
penelitian. Data / informasi yang tercantum dalam sebuah berkas, dapat dipergunakan untuk
keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dibidang kesehatan.
5. Ditinjau dari aspek ekonomi, suatu berkas bermanfaat untuk mendokumentasikan besarnya dana
yang harus dikeluarkan, sehingga mengurangi terjadinya pemborosan. Isi dari sebuah berkas dapat
dijadikan bahan untuk menetapkan pembayaran pelayanan di sebuah institusi pelayanan
kesehatan. Tanpa adanya bukti pencatatan sebuah tindakan, maka pembayaran atas tindakan
tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan.
6. Ditinjau dari aspek manajemen, catatan yang lengkap dan disimpan dengan baik menunjukkan
adanya manajemen data yang baik juga.

4. Aspek – aspek penting dalam dokumentasi


Menurut Depkes (2011), ada beberapa aspek penting dalam pendokumentasian yaitu :
a. Tanggal dan waktu pada asuhan yang diberikan .
b. Identifikasi penolong persalinan.
c. Paraf atau tanda tangan (dari penolong persalinan) pada semua catatan.
d. Mencakup informasi yang berkaitan secara tepat, dicatat dengan jelas dan dapat dibaca.
e. Suatu sistem untuk memelihara catatan pasien sehingga selalu siap tersedia Kerahasiaan dokumen
– dokumen medis.

5. Prinsip – prinsip dokumentasi


Dokumentasi yang efektif tergantung pada kegiatan pencatatan oleh individu, peran, perilaku dan
kemampuan individu serta hasil dari sebuah pendokumentasian juga mempengaruhi keefektifan sebuah
dokumentasi, asuhan kebidanan merupakan suatu kegiatan yang saling berangkaian, setiap hari bidan
mengenal, menganalisis, merespon dan mencatatsecara bervariasi kebutuhan pasien, catatan pasien
dapat dipengaruhi oleh pendidikan dan pengalaman praktik bidan serta pengetahuan dan kemampuan
bidan dalam mendokumentasikan asuhan kebidanan (Muslihatun, 2009).
Menurut Carpenito (1991), ada tiga prinsip yang harus diperhatikan dalam sebuah dokumentasi
yaitu, keakuratan data, keringkasan dan kemudahan untuk dibaca. Ditinjau dari segi tehnik pencatatan,
ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan pendokumentasian antara lain :
a. Menuliskan nama pasien pada setiap halaman catatan bidan.
b. Hendaknya tulisan mudah dibaca, sebaiknya tulisan menggunakan tinta berwarna hitam atau biru,
sehingga apabila hendak digandakan (difotokopi) tulisan akan tampak jelas.
c. Dokumentasi segera dilaksanakan setelah dilakukan pengkajian pertama dan selesai melakukan
setiap langkah asuhan kebidanan.
d. Apabila memungkinkan kutip semua kalimat atau kata yang diungkapkan oleh pasien.
e. Pastikan kebenaran dari setiap data yang akan ditulis .
f. Bedakan antara informasi yang objektif dan penafsiran .
g. Dokumentasikan dengan baik apabila terjadi perubahan kondisi pasien atau muncul masalah baru,
respon pasien terhadap tindakan yang diberikan bidan dan respon pasien terhadap kegiatan
konseling oleh bidan .
h. Hindari dokumentasi yang bersifat baku, karena setiap pasien adalah unik dan mempunyai
permasalahan yang berbeda .
i. Hindari penggunaan istilah yang tidak jelas dan pergunakan singkatan yang sudah biasa dipakai
dan dapat diterima .
j. Apabila terjadi kesalahan dalam penulisan maka tulisan yang salah tersebut jangan dihapus, pada
tulisan yang salah, coret satu kali kemudian tulis kata “salah” diatasnya, serta bubuhkan paraf,
selanjutnya tuliskan informasi yang benar, validitasi data akan berkurang apabila dilakukan
penghapusan informasi
k. Setiap kegiatan dokumentasi cantumkan waktu, tanggal dan jam serta tanda tangan dan nama
terang.
l. Bila pencatatan bersambung pada halaman berikutnya, bubuhkan tanda tangan dan cantumkan
kembali waktu pada bagian halaman berikutnya.

2.3. Tinjauan Pustaka Kasus

1. Masa Nifas

a. Pengertian Nifas

Masa nifas disebut juga masa post partum atau puerperium


adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan placenta keluar lepas
dari rahim sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya
kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan yang
mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan
saat melahirkan (Suherni, 2008).
Masa nifas adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa
nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Saleha, 2009).
b. Klasifikasi Masa Nifas

Menurut Suherni (2008), tahapan masa nifas (post partum atau

puerperium) adalah :

1) Puerperium dini masa kepulihan, yakni saat ibu dibolehkan berdiri


dan berjalan-jalan
2) Puerperium Intermedial, masa kepulihan menyeluruh dari organ-
organ genital, kira-kira antara 6 – 8 minggu.

3) Remote Peurperium, waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat


sempurna terutama apabila ibu selama hamil atau persalinan
mempunyai komplikasi.
Tahap masa nifas menurut Winkjosastro (2007), meliputi :

1) Periode immediete postpartum

Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada


masa ini sering terjadi banyak masalah, misalnya perdarahan karena
atonia uteri. Oleh karena itu bidan dengan teratur harus melakukan
pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lokia, tekanan darah dan
suhu.
2) Periode early postpartum (24 jam – 1 minggu)

Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan


normal tidak ada perdarahan, lokia tidak berbau busuk tidak
demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, ibu dapat
menyusui dengan baik.
3) Periode late postpartum (1 minggu – 5 minggu)
Pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan
sehari-hari serta konseling KB.
c. Fisiologi nifas

1) Uterus

Terjadi kontraksi uterus yang meningkat setelah bayi keluar.


Hal ini menyebabkan iskemia pada lokasi perlekatan plasenta
(plascenta site) sehingga jaringan perlekatan plasenta dan dinding
uterus mengalami nekrosis dan lepas (Suherni, 2009).
2) Bekas Implantasi

Bagian implantasi plasenta merupakan suatu luka yang kasar


dan menonjol ke dalam kavum uteri, segera setelah persalinan.
Penonjolan tersebut, dengan diameter + 7,5 cm, sering disangka
sebagai suatu bagian plasenta yang tertinggal. Sesudah 2 minggu
diameternya menjadi 3,5 cm dan pada 6 minggu telah mencapai 2,4
mm. (Wiknjosastro, 2006)
3) Luka-luka perineum

Terjadi robekan perineum pada hampir semua persalinan


pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan
perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas
apabila kepala janin lahir terlalu cepat (Suherni, 2009).
4) After pains

After pains adalah rasa sakit yang mencengkeram (kram)


pada abdomen bagian bawah yang sering dijumpai pada hari ke-7
hingga ke-10 postnatal (Suherni, 2009).
5) Lochea

Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas.


Lochea mempunyai reaksi basa/alkalis yang dapat membuat

organisme berkembang lebih cepat daripada kondisi asam yang ada


pada vagina normal (Pusdiknakes, 2003).
Menurut Suherni (2008), macam-macam lochea antara lain:
a) Lochea rubra

Berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban. Sel-sel


desidua, venix caseosa atas palit atau semacam noda dan sel
epite yang menyelimuti, lanugo dan meconium atas getah
kelenjar usus dan air ketuban, berwarna hijau kehitaman,
selama 2 hari pasca persalinan.
b) Lochia Sanguinolenta

Warnanya merah kuning berisi darah dan lendir. Ini terjadi


pada hari ke 3 – 7 pasca persalinan.
c) Lochia Serosa

Berwarna kuning dan cairan ini tidak berdarah lagi pada hari
ke 7 – 14 pasca persalinan.
d) Lochea Alba

Lochea Alba adalah cairan putih yang terjadinya pada hari


setelah 2 minggu.
e) Lochea purulenta,

Lochea purulenta ini karena terjadi infeksi, keluar cairan


seperti nanah berbau busuk.
f) Lochiotosi
s

Lochiotosis adalah lochia tidak lancar keluarnya.


6) Servik

Perubahan-perubahan yang terdapat serviks ialah servik agak


menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri
yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan servik tidak
berkotraksi, sehingga seolah-olah pada perbatasan korpus dan
servik terbentuk semacam cincin (Wiknjosastro, 2005).
7) Ligamen-ligamen

Ligamen facia dan diafragma pelvis serta facia yang


meregang sewaktu kehamilan dan partus, setelah janin lahir,
berangsur-angsur mengecil kembali seperti sediakala. Tidak jarang
ligamentum rotondum menjadi kendor yang mengakibatkan uterus
jatuh ke belakang (Wiknjosastro, 2006).
d. Perubahan Sistem Tubuh lainnya

Menurut Suherni (2009), perubahan sistem tubuh lainnya, yaitu

1) Perubahan pada sistem pencernaan

Sering terjadi konstipasi pada ibu setelah melahirkan. Hal ini


umumnya disebabkan karena makanan pada dan kurangnya
makanan berserat selama persalinan. Di samping itu rasa takut
untuk buang air besar, sehubungan dengan jahitan pada perineum.
2) Perubahan Perkemihan

Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2 sampai 8 minggu


tergantung pada :
a) Keadaan atau status sebelum persalinan,
b) Lamanya partus kalau dilalui.

c) Besarnya tekanan kepala yang menekan pada saat persalinan.

Di samping itu dari hasil pemeriksaan sistocopic (sistoskopik)


segera setelah persalinan tidak menunjukkan adanya edema dan
hyperemia dinding vesica urinaria, akan tetapi sering terjadi
ektravasari.
3) Laktasi

Proses ini dikenal dengan istilah inisiasi menyusu dini, dimana ASI
baru akan keluar setelah ari-ari atau plasenta lepas. Plasenta
mengandung hormon penghambat prolaktin (hormon plasenta)
yang menghambat pembentukan ASI. Setelah plasenta lepas,
hormon plasenta tersebut tidak diproduksi lagi, sehingga susu pun
keluar. Umumnya ASI keluar 2 – 3 hari setelah melahirkan
(Saleha, 2009).
Perawatan dan hal-hal yang terjadi selama nifas adalah :

1) Genetalia interna dan eksterna alat-alat genitalia interna dan


eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan
sebelum hamil yang disebut involusi
2) Suhu badan pasca persalinan dapat naik lebih dari 0,50 C dari
keadaan normal tapi tidak lebih dari 390 C. Sesudah 12 jam
pertama melahirkan umumnya suhu badan kembali normal.
Bila lebih dari 380 C mungkin ada infeksi.
3) Keadaan serviks, uterus dan adneksia bila ada perdarahan
biasanya karena involusi uteri, dapat diberikan tablet
ergometrin dan tirah baring untuk menghentikan perdarahan.
4) Miksi harus secepatnya dilakukan sendiri. Bila kandung kemih
penuh dan tidak bisa miksi sendiri, dilakukan kateterisasi. Bila
perlu dipasang dower catheter atau indwelling catheter untuk
mengistirahatkan otot-otot kandung kencing.
5) Defekasi harus ada dalam 3 hari pascapersalinan. Bila terjadi
obstipasi dan timbul koprotase hingga skibala tertimbun di
rektum, mungkin terjadi febris. Lakukan klisma atau berikan
laksan peroral.
6) Perawatan Payudara

Perawatan payudara telah dimulai sejak wanita hamil supaya


putting susu lemas, tidak keras dan kering sebagai persiapan
untuk menyusui bayinya, kemudian dilanjutkan pada masa
nifas.
7) Perawatan vulva atau vulva hygiene

Setiap penderita ada masa nifas harus dilakukan vulva hygiene


dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi pada daerah vulva
dan perineum meliputi dalam uterus. Untuk perawatan daerah
kelamin dengan sabun dan air pastikan bahwa klien
membersihkan daerah vulva terlebih dahulu, dari depan ke
belakang, baru kemudian membersihkan sekitar anus
(Saifuddin, 2002).
2. Mastitis

a. Pengertian Mastitis

Mastitis adalah peradangan pada payudara terutama pada


primigravida, infeksi terjadi melalui luka pada putting susu, tetapi
mungkin juga melalui peredaran darah (Wiknjosastro, 2005).
Mastitis adalah radang pada payudara yang disebabkan
payudara bengkak yang tidak disusukan adekuat (Bahiyatun, 2008).
b. Patofisiologi Mastitis

Pada awalnya bermula dari kuman penyebab mastitis yaitu


puting susu yang luka atau lecet dan kuman tersebut berkelanjutan
menjalar ke duktulus-duktulus dan sinus sehingga mengakibatkan
radang pada mamae. Radang duktulus-duktulus menjadi edematus dan
akibatnya air susu tersebut terbendung (Ambarwati,2008).
c. Penyebab Mastitis

Penyebab terjadinya mastitis menurut Saleha (2009) adalah sebagai


berikut :
1) Payudara bengkak yang tidak disusui secara adekuat akhirnya
terjadi mastitis.
2) Putting susu lecet akan memudahkan masuknya kuman dan
terjadinya payudara bengkak.
3) Bra yang terlalu ketat mengakibatkan segmetal engorgement, jika
tidak disusui dengan adekuat, maka bisa terjadi mastitis.
4) Ibu yang dietnya buruk, kurang istirahat dan anemia akan mudah
terkena infeksi.
d. Tanda dan Gejala

Menurut Bahiyatun (2008), tanda mastitis adalah bengkak, nyeri


seluruh payudara atau nyeri local, kemerahan pada seluruh payudara
atau hanya local, payudara keras dan berbenjol-benjol, panas badan dan
rasa sakit umum.
e. Komplikasi

Bila penanganan mastitis karena terjadinya infeksi pada payudara


tidak sempurna, maka infeksi akan makin berat sehingga terjadi abses
dengan tanda payudara berwarna merah mengkilat dari sebelumnya
saat baru terjadi radang, ibu merasa lebih sakit, benjolan lebih lunak
karena berisi nanah (Suherni, 2009).
f. Penatalaksanaan mastitis

Menurut Varney (2007), penatalaksanaa mastitis adalah sebagai berikut:

1) Seringnya menyusui dan mengosongkan payudara untuk mencegah


statis.
2) Memakai bra dengan penyangga tetapi tidak terlalu sempit, jangan
menggunakan bra dengan kawat di bawahnya.
3) Perhatian yang cermat untuk mencuci tangan dan merawat
payudara.
4) Pengompresan dengan air hangat pada area yang efektif pada saat
menyusui untuk memfasilitasi aliran susu.
5) Meningkatkan pemasukan cairan

6) Istirahat, satu atau dua kali di tempat tidur.


7) Membantu kebutuhan prioritas ibu untuk mengurangi stress dan
kelelahan dalam kehidupannya.
8) Antibiotik, penisilin jenis penicillinase resisten atau cephalosporin.

Erythromicin dapat digunakan jika wanita alergi terhadap penisilin.

9) Diberi dukungan pada ibu.

g. Pencegahan Mastitis

Menurut Bahiyatun (2008), pencegahan mastitis meliputi:

1) Perawatan payudara pascanatal secara teratur untuk menghindari


terjadinya statis aliran Air Susu Ibu (ASI).
2) Posisi menyusui yang diubah-ubah.

3) Menggunakan bra/BH yang menyangga dan membuka bra tersebut


ketika terlalu menekan payudara.
4) Susukan dengan adekuat.

2.4. TELAAH JURNAL

1. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN MASTITIS DI RSUD


PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

Judul Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Mastitis Di


Rsud Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
Penulis Tri Anasari 1) , Sumarni 2)
Publikasi 2014

I. Deskripsi Jurnal
A. Komponen Deskripsi Jurnal
1. Tujuan penelitian
2. Metode penelitian
3. Hasil penelitian
4. Kesimpulan penelitian

B. Uraian Deskripsi Jurnal


1. Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh secara bersama-sama umur, paritas,
pekerjaan, riwayat mastitis sebelumnya terhadap kejadian mastitis.

2. Metode penelitian

Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah observasionaldengan pendekatan case control.
Sampelnya adalah ibu nifas yang mengalami mastitis sebanyak 45 orang dan yang tidak
mengalami mastitis sebanyak 45 orang. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan
menggunakansimple random sampling. Analisis bivariate menggunakan uji chi square
dananalisis multivariate menggunakan regresi logistik.

3. Hasil penelitian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar usia ibu nifas berisiko sebanyak 87,7% ,
paritas berisiko sebanyak 57,8% , pekerjaan tidak berisiko sebanyak54,4% dan riwayat mastitis
berisiko sebanyak 55,6%. Ada hubungan antara usia, paritas dan riwayat mastitis dengan
kejadian mastitis dan tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan kejadian mastitis di RSUD
Margono Soekarjo Purwokerto. Ada pengaruh secara bersama-sama antara usia, paritas dan
riwayat mastitis dengan kejadian mastitis di RSUD Margono Soekarjo Purwokerto.

4. Kesimpulan penelitian

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 90 ibu nifas di RSUD Margono Soekarjo
Purwokerto tahun 2012-2013 dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Ibu nifas di RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo tahun 2012-2013 sebagian besar termasuk
dalam kategori usia berisiko, paritas berisiko, pekerjaan tidak berisiko dan riwayat mastitis
berisiko. 50 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 4, No. 7, Januari 2014, 40-52

2. Ada hubungan usiadengan kejadian mastitis pada ibu nifas di RSUD Prof. Dr. Margono
Soekardjo tahun 2012-2013.

3. Ada hubungan paritas dengan kejadian mastitis pada ibu nifas di RSUD Prof. Dr. Margono
Soekardjo tahun 2012-2013.

4. Tidak Ada hubungan pekerjaan dengan kejadian mastitis pada ibu nifas di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekardjo tahun 2012-2013.
5. Ada hubungan antara riwayat mastitis sebelumnya dengan kejadian mastitis pada ibu nifas di
RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo tahun 2012- 2013.

Telaah Jurnal

1. Judul
Pada judul jurnal sudah spesifik dan efektif.
2. Nama penulis
Penulis jurnal ini adalah Tri Anasari 1) , Sumarni 2)
3. Abstrak
Pada jurnal sudah mengikuti kaidah penulisan abstak yang baik dan benar. Tetapi pada abstrak
hanya mengandung sedikit informasi mengenai pengaruh umur dan patitas lainnya terhadap
kejadia mastitis.
4. Isi
Pada jurnal sudah mencakup beberapa hal, yaitu : pengaruh secara bersama-sama umur, paritas,
pekerjaan, riwayat mastitis sebelumnya terhadap kejadian mastitis.
5. Daftar pustaka
Pada jurnal, daftar pustaka yang dipaparkan sangat lengkap dan jelas, jadi jurnal ini bisa
meyakinkan bagi pembacanya

2. HUBUNGANTEKNIK MENYUSUI DENGAN RISIKO TERJADINYA MASTITIS


PADA IBU MENYUSUI DI DESA KEMUNING KECAMATAN ARJASA KABUPATEN
JEMBER

Judul Hubunganteknik Menyusui Dengan Risiko Terjadinya


Mastitis Pada Ibu Menyusui Di Desa Kemuning Kecamatan
Arjasa Kabupaten Jember

Penulis Armita Iriyana Hasanah, Ratna Sari Hardiani, Latifa Aini


Susumaningrum

Publikasi Mei 2017

I. Deskripsi Jurnal
A. Komponen Deskripsi Jurnal
1. Tujuan penelitian
2. Metode penelitian
3. Hasil penelitian
4. Kesimpulan penelitian

1. Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara teknik
menyusui dan risiko terjadinya mastitis di Desa Kemuning Kecamatan Arjasa
Jember
2. Metode penelitian
Desain penelitian adalah survey analitik dengan metode cross sectional.
Responden adalah ibu menyusui yang memiliki bayi usia 0-6 bulan di Desa
Kemuning. Teknik sampling menggunakan total sampling dengan 57 responden.
Instrumen penelitian berupa lembar pengamatan teknik menyusui dan kuesioner
risiko terjadinya mastitis.
3. Hasil penelitian
Hasil penelitian menunjukkan 36 responden (63,2%) memiliki teknik menyusui
dalam kategori cukup dan 26 responden (45,6%) mengalami risiko sedang
terjadinya mastitis.Hasil uji chi square menggunakan CI=95% menunjukkan p
value=0,005 (p value.
4. Kesimpulan penelitian
Terdapat hubungan teknik menyusui dengan risiko terjadinya mastitis pada ibu
menyusui di Desa Kemuning Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember. Bidan dapat
memberikan pendidikan kesehatan berupa pelatihan dan demonstrasi teknik
menyusui, perawatan payudara yang benar, dan pemeriksaan payudara mandiri
untuk mendeteksi masalah payudara. Penelitian selanjutnya dapat berupa
penelitian mengenai pemberian perlakuan misalnya pelatihan teknik menyusui
dengan metode tertentu terhadap kemampuan teknik menyusui ibu, dan menggali
lebih dalam faktorfaktor lainnya yang dapat meningkatkan risiko terjadinya
mastitis.

Telaah Jurnal

1. Judul
Pada judul jurnal sudah spesifik dan efektif.
2. Nama penulis
Penulis jurnal ini adalah Armita Iriyana Hasanah, Ratna Sari Hardiani, Latifa Aini Susumaningrum .
3. Abstrak
Pada jurnal sudah mengikuti kaidah penulisan abstak yang baik dan benar. Tetapi pada abstrak
hanya mengandung sedikit informasi mengenai pengaruh teknik menyusui terhadap kejadian
mastitis.
4. Isi
Pada jurnal sudah mencakup beberapa hal, yaitu : pengaruh secara bersama-sama umur, paritas,
pekerjaan, riwayat mastitis sebelumnya terhadap kejadian mastitis.
5. Daftar pustaka
Pada jurnal, daftar pustaka yang dipaparkan sangat lengkap dan jelas, jadi jurnal ini bisa
meyakinkan bagi pembacanya
BAB III
ASUHAN KEBIDANAN
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Salah satu diantara macam infeksi pada ibu nifas adalah infeksi payudara. Mastitis adalah infeksi dan
peradangan pada mammae terutama pada primipara yang terjadi melalui luka pada putting susu. Gejala
pada ibu demam, payudara bengkak, kemerahan dan terasa nyeri. Kalau mastitis tidak segera ditangani
akan terjadi abses payudara.

4.1. Saran

1. Bagi Pasien dan Keluarga


a. Hendaknya ibu nifas memberikan ASI Eksklusif dan menyusui bayinya
dengan teratur.
b. Keluarga diharapkan untuk tetap memberikan dukungan moril pada
agar ibu nifas menjaga kebersihan payudaras sehingga tidak terjadi
infeksi.
2. Bagi Profesi
Lebih memberi wawasan bagi profesi atau tenaga kesehatan lainnya dalam
menangani kasus ibu nifas dengan mastitis sesuai dengan standar asuhan
kebidanan khususnya pada ibu nifas dengan mastitis yaitu dengan
memberikan penyuluhan tentang perawatan payudara dan tehnik menyusui
yang benar pada ibu nifas.

3. Bagi Institusi
a. Kesehatan (RB)
Diharapkan lebih meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan
khususnya pada ibu nifas dengan cara melakukan kunjungan rumah
ibu nifas.
b. Pendidikan
Agar lebih menambah bahan bacaan atau referensi dalam
penatalaksanaan kasus nifas dengan mastitis.
DAFTAR PUSTAKA

Maryunani, A. (2009). Asuhan pada ibu dalam masa nifas (postpartum). Jakarta: TIM.

Mitayani. (2009). Asuhan keperawatan maternitas. Jakarta: Salemba Medika.

Bahiyatun. (2009). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai