Anda di halaman 1dari 3

LO 1

Ketuban Pecah Dini (KPD) atau biasa disebut dengan (PROM,Premature Rupture of
Membrane) merupakan suatu kondisi dimana ketuban pecah sebelum proses persalinan
dengan usia gestasi ≥37 minggu. Namun jika ketuban pecah pada usia gestasi <37 minggu
disebut ketuban pecah dini pada kehamilan premature (PPROM, Preterm Premature Rupture
of Membrane) (Tanto, 2014). Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan keluarnya cairan dari
jalan lahir sebelum proses persalinan. KPD dibedakan menjadi dua yaitu ketuban pecah
premature (PROM) dan ketuban pecah premature pada preterm (PPROM). Insiden PROM
dapat terjadi pada 6-19% kehamilan sedangkan insiden PPROM tejadi pada 2% kehamilan
(Khumaira, 2012).
KPD dalam keadaan normal akan pecah menjelang proses persalinan yaitu terjadi pada
pembukaan <4 cm (fase laten). Ketuban Pecah Dini dapat terjadi pada akhir kehamilan
maupun jauh sebelum waktu melahirkan. KPD preterm merupakan KPD yang terjadi sebelum
usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam
sebelum waktu melahirkan (Nugroho, 2012). Normalnya selaput ketuban akan pecah pada
akhir kala 1 atau awal kala 2 persalinan. Ketuban juga dapat pecah sampai saat mengedan,
sehinggapada harus dilakukan amniotomi (memecahkan ketuban) (Norma, 2013)

LO 4
4. Penyebab Gawat Janin
Menurut Prawirohardjo (2007) penyebab gawat janin sebagai berikut :
1) Persalinan berlangsung lama
Persalinan lama adalah persalinan yang terjadi lebih dari 24 jam pada primigravida dan lebih
dari 18 jam pada multigravida (Nugrahaeni, 2010). Persalinan lama dapat mengakibatkan ibu
menjadi Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat, pernapasan cepat dan
meteorismus. Di daerah lokal sering dijumpai: Bandle Ring, oedema serviks, cairan ketuban
berbau, terdapat mekonium.
2) Induksi persalinan dengan oksitosin
Induksi persalinan ialah suatu tindakan terhadap ibu hamil belum inpartu baik secara operatif
maupun mesinal, untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan.
Akibat pemberian oksitosin yang berlebih-lebihan dalam persalinan dapat mengakibatkan
relaksasi uterus tidak cukup memberikan pengisian plasenta.
3) Ada perdarahan
Perdarahan yang dapat mengakibatkan gawat janin yaitu karena solusio plasenta. Terjadinya
solusio plasenta dipicu oleh perdarahan kedalam desidua basalis. Desidua tersebut kemudian
terbelah sehingga meninggalkan lapisan tipis yang melekat pada miometrium. Sebagai
akibatnya, proses tersebut dalam stadium awal akan terdiri dari pembentukan hematoma
desidua yangmenyebabkan pelepasan, kompresi dan akhirnya penghancuran plasenta yang
berdekatan dengan bagian tersebut.
4) Infeksi
Infeksi, yang disebabkan oleh pecahnya ketuban pada partus lama dapat membahayakan ibu
dan janin,karena bakteri didalam amnion menembus amnion dan menginvasi desidua serta
pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu dan janin. Pneomonia pada
janin, akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi, adalah konsekuensi serius lainnya
(Prawirohadjo, 2009).
5) Insufisiensi plasenta
a) Insufisiensi uteroplasenter akut
Hal ini terjadi karena akibat berkurangnya aliran darah uterusplasenta dalam waktu singkat,
berupa: aktivitas uterus yang berlebihan, hipertonika uterus, dapat dihubungkan dengan
pemberian oksitosin, hipotensi ibu, kompresi vena kava, posisiterlentang, perdarahan ibu
karena solusio plasenta atau solusio plasenta.
b) Insufisiensi uteroplasenter kronis
Hal ini terjadi karena kurangnya aliran darah dalam uterusplasenta dalam waktu yang lama.
Misalnya : pada ibu dengan riwayat penyakit hipertensi.
6) Kehamilan Postterm
Meningkatnya resiko pada janin postterm adalah bahwa dengan diameter tali pusat yang
mengecil, diukur dengan USG, bersifat prediktif terhadap gawat janin pada intrapartum,
terutama bila disertai dengan oligohidramnion. Penurunan cairan amnion biasanya terjadi
ketika usia kehamilan telah melewati 42 minggu, mingkin juga pengeluaran mekonium oleh
janin ke dalam volume cairan amnion yang sudah berkurang merupakan penyebabnya
terbentuknya mekonium kental yang terjadi pada sindrom aspirasi mekonium.
7) Preeklamsia
Menurut Prawirohardjo (2009), Preeklamsia dapat menyebabkan kegawatan janin seperti
sindroma distres napas. Hal tersebut dapat terjadi karena vasopasme yang merupakan akibat
dari kegagalan invasi trofoblas kedalam lapisan otot pembuluh darah sehingga pembuluh
darah mengalami kerusakan dan menyebabkan alirandarah dalam plasenta menjadi terhambat
dan menimbulkan hipoksia pada janin yang akan menjadian gawat janin.
Penilaian Klinik Gawat Janin
Menurut Prawirohardjo (2007) tanda gejala gawat janin dapat Diketahui dengan :
1) DJJ Abnormal
Dibawah ini dijelaskan denyut jantung janin abnormal adalah Sebagai berikut :
a) Denyut jantung janinirreguller dalam persalinan sangat
Bervariasi dan dapat kembali setelah beberapa watu. Bila DJJ Tidak kembali normal setelah
kontraksi, hal ini menunjukan Adanya hipoksia.
b) Bradikardi yang terjadi diluar saat kontraksi, atau tidak Menghilang setelah kontraksi
menunjukan adanya gawat janin.
c) Takhikardi dapat merupakan reaksi terhadap adanya :
(1) Demam pada ibu
(2) Obat-obat yang menyebabkan takhikardi (misal: obat Tokolitik
LO 6
6. Secara klinik diagnosis KPD tidak sukar dibuat. Anamnesa pada klien Dengan keluarnya
air seperti kencing dengan tanda-tanda yang khas sudah dapat Menilai itu mengarah ke KPD.
Untuk menentukan betul tidaknya terjadi KPD bisa dilakukan dengan cara :
1) Adanya cairan yang berisi mekonium (kotoran janin), verniks kaseosa (lemak putih),
rambut lanugo atau bulu-bulu halus bila telah terinfeksi bau.
2) Pemeriksaan inspekulo, lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban Keluar dari
kanalis servikalis pada bagian yang sudah pecah, atau terdapat Cairan ketuban pada
forniks posterior.
3) Terdapat infeksi genital (sistemik)
4) Gejala Chorioamnionitis
a) Maternal: demam dan takikardi, uterine tenderness, cairan amnion yang keruh,
Leukositosis (peningkatan sel darah putih) meninggi, leukosit esterase (LEA)
Meningkat, kultur darah/ urine
b) Fetal: takikardi, kardiotokografi, profibiofisik, volume cairan ketuban
Berkurang.
5) Tes valsava (tes dengan melakukan ekspirasi paksa), tes valsava dapat Dilakukan
dengan cara melakukan ekspirasi paksa dengan menutup mulut Dan hidung yang akan
menambah tekanan pada telinga dan tekanan pada Bagian fundus, sehingga jika
terjadi KPD, maka air ketuban akan keluar (Fadlun, 2011 : 114)
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan menurut (Tanto, 2014);(Nugroho, 2012);
(Norma, 2013); (Sujiyatini, 2009) :
a. Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan cara :
1) Mengecek warna, konsentrasi bau dan pH cairan. Pengukuran pH cairan dilakukan dengan
cara menggunakan kertas lakmus(Nitrazin Test). Bila ada cairan ketuban maka kertas lakmus
akan berubah dari warna merah menjadi warna biru. Selama kehamilan pH normal vagina
yaitu4,5-6 sedangkan pH cairan amnion 7,1-7,3.
2) Mikroskopik (tes pakis), dilakukan dengan cara meneteskan air ketuban pada gelas objek
dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.
b. Pemeriksaan USG, dilakukan untuk mengetahui jumlah cairan ketuban serta
mengkonfirmasi adanya oligohidramnion. Normal volume cairan ketuban antara 250-1200
cc.
c. Hindari adanya infeksi, infeksi terjadi apabila suhu badan ibu >37,5 C, air ketuban keruh
dan berbau, leukosit >15000/mm3.

Anda mungkin juga menyukai