Anda di halaman 1dari 15

PENDAHULUAN

Hiperplasia endometrium merupakan prekursor terjadinya


kankerendometrium yang terkait dengan stimulasi estrogen yang tidak
terlawan(unopposed estrogen) pada endometrium uterus. Stimulasi estrogen yang
tidak terlawandari siklus anovulatory dan penggunaan dari bahan eksogen pada
wanita postmenopause menunjukkan peningkatan kasus hiperplasia endometrium
dankarsinoma endometrium.Kelainan ini biasanya muncul dengan perdarahan
uterus abnormal.Resiko terjadinya progresifitas sangat terkait dengan ada atau
tidak adanya sel atipik.
The American Cancer Society (ACS) memperkirakan ada 40.100 kasus
baru dari kanker rahim yang didiagnosis pada tahun 2003, dimana 95 % berasal
dari endometrium. Sistem klasifikasi dari hiperplasia endometrium sudah dibuat
berdasarkan kompleksitas dari kalenjar endometrium dan sel-sel atipik pada
pemeriksaan sitologi.Hiperplasia atipikal sangat terkait dengan progresifitas
menjadi karsinoma endometrium.Progresifitas dari hiperplasia endometrium,
menjadi kondisi patologis yang lebih agresif sangat terkait dengan diagnosis awal
pada endometrium.
Hiperplasia sederhana (simple hyperplasia) lebih sering mengalami
regresi jika sumber estrogen eksogen dihilangkan.Bagaimanapun, hiperplasia
atipikal seringkali berkembang menjadi adenokarsinoma kecuali diintervensi
dengan terapi medis.Terapi dengan penggantian hormon sedang dalam penelitian
untuk menentukan dosis dan tipe dari progestin untuk melawan efek stimulasi
berlebihan estrogen pada endometrium.Hiperplasia endometrium biasanya
didiagnosis dengan biopsy endometrium atau kuretase endometrium setelah
seorang wanita menemui dokter kandungan dengan perdarahan uterus abnormal.
Modalitas terapi tergantung dengan usia pasien, keinginan untuk
memiliki anak, dan keberadaan dari sel atipik pada bahan endometrium. Progestin
telah sukses digunakan pada wanita dengan hiperplasia endometrium yang
memilih untuk tidak dilakukan pembedahan.

HIPERPLASIA ENDOMETRIUM
1. Anatomi dan Fisiologi Endometrium

Uterus adalah organ muscular yang berbentuk buah pir yang terletak di
dalam pelvis dengan kandung kemih di anterior dan rectum di posterior.Uterus
biasanya terbagi menjadi korpus dan serviks. Korpus dilapisi oleh endometrium
dengan ketebalan bervariasi sesuai usia dan tahap siklus menstruasi. Endometrium
tersusun oleh kelenjar-kelenjar endometrium dan sel-sel stroma mesenkim, yang
keduanya sangat sensitive terhadap kerja hormone seks wanita.Hormon yang ada
di tubuh wanita yaitu estrogen dan progesteron mengatur perubahan endometrium,
dimana estrogen merangsang pertumbuhan dan progesterone
mempertahankannya.
1


Pada ostium uteri internum, endometrium bersambungan dengan kanalis
endoserviks, menjadi epitel skuamosa berlapis.
Endometrium adalah lapisan terdalam pada rahim dan tempatnya
menempelnya ovum yang telah dibuahi.Di dalam lapisan Endometrium terdapat
pembuluh darah yang berguna untuk menyalurkan zat makanan ke lapisan ini.
Saat ovum yang telah dibuahi (yang biasa disebut fertilisasi) menempel di lapisan
endometrium (implantasi), maka ovum akan terhubung dengan badan induk
dengan plasenta yang berhubung dengan tali pusat pada bayi.
Lapisan ini tumbuh dan menebal setiap bulannya dalam rangka
mempersiapkan diri terhadap terjadinya kehamilan,agar hasil konsepsi bisa
tertanam. Pada suatu fase dimana ovum tidak dibuahi oleh sperma, maka korpus
luteum akan berhenti memproduksi hormon progesteron dan berubah menjadi
korpus albikan yang menghasilkan sedikit hormon diikuti meluruhnya lapisan
endometrium yang telah menebal, karena hormon estrogen dan progesteron telah
berhenti diproduksi. Pada fase ini, biasa disebut menstruasi atau peluruhan
dinding rahim.

2. Siklus Endometrium Normal
Pada masa reproduksi dan dalam keadaan tidak hamil, epitel mukosa
padaendometrium mengalami siklus perubahan yang berkaitan dengan
aktivitasovarium. Perubahan ini dapat dibagi menjadi 4 fase endometrium, yakni :
a. Fase Menstruasi (Deskuamasi)
Fase ini berlangsung 3-4 hari.Pada fase ini terjadi pelepasanendometrium
dari dinding uterus yakni sel-sel epitel dan stroma yangmengalami
disintergrasi dan otolisis dengan stratum basale yang masihutuh disertai
darah dari vena dan arteri yang mengalami aglutinasi danhemolisis serta
sekret dari uterus, serviks dan kalenjar-kalenjar vulva.



b. Fase Pasca Haid (Regenerasi)
Fase ini berlangsung 4 hari (hari 1-4 siklus haid).Terjadi regenerasiepitel
mengganti sel epitel endometrium yang luruh. Regenerasi inimembuat
lapisan endometrium setebal 0,5 mm.

c. Fase Intermenstrum (Proliferasi)
Pada fase ini endometrium menebal hingga 3,5 mm. berlangsungselama
10 hari (hari ke 5-14 siklus haid).
a) Fase proliferasi dini (early proliferation phase)
Fase ini berlangsung selama 3 hari (hari ke 5-7).Pada fase
initerdapat regenerasi kelenjar dari mulut kelenjar dengan
epitelpermukaan yang tipis.Bentuk kelenjar khas fase proliferasi
yaknilurus, pendek dan sempit dan mengalami mitosis.
b) Fase proliferasi madya (midproliferation phase)
Fase ini berlangsung selama 3 hari (hari ke 8-10).Fase
iniberupakan bentuk transisi dan dapat dikenal dari epitel
permukaanyang berbentuk torak dan tinggi.Kelenjar berlekuk-
lekuk danbervariasi.Sejumlah stroma mengalami edema.
Tampak banyakmitosis dengan inti berbentuk telanjang (nake
nucleus)
c) Fase proliferasi akhir (late proliferation phase)
Fase ini berlangsung selama 4 hari.Fase ini dapat dikenali
daripermukaan kelenjar yang tidak rata dengan banyak
mitosis.Intiepitel kelenjar membentuk pseudostratifikasi.Stroma
semakintumbuh aktif dan padat.
d. Fase Pra Haid (Sekresi)
Fase ini berlangsung sejak hari setelah ovulasi yakni hari ke 14 sampaihari
ke 28. Pada fase ini ketebalan endometrium masih sama, namun yang
berbeda adalah bentuk kelenjar yang berubah menjadi berlekuk-
lekuk,panjang dan mengeluarkan getah yang semakin nyata.
Dalamendometrium telah tersimpan glikogen dan kapur yang
kelakdiperlukan sebagai makanan untuk telur yang dibuahi.Memang,
tujuanperubahan ini adalah untuk mempersiapkan endometrium
untukmenerima telur yang dibuahi. Fase ini terbagi menjadi dua, yakni :
a) Fase sekresi dini
Dalam fase ini endometrium lebih tipis dari sebelumnya
karenakehilangan cairan. Pada saat ini, endometrium dapat
dibedakanmenjadi beberapa lapisan yakni :
Stratum basale, yakni lapisan endometrium bagian
dalamyang berbatasan dengan miometrium.Lapisan ini tidak
aktif, kecuali mitosis pada kelenjar.
Stratum spongiosum, yaitu lapisan tengah berbentukanyaman
seperti spons.Ini disebabkan oleh banyaknya kelenjar yang
melebar, berkelok-kelok dan hanya sedikitstroma di
antaranya.
Stratum kompaktum, yaitu lapisan atas yang padat.Saluran-
saluran kelenjar sempit, lumennya berisi sekret
danstromanya edema.
b) Fase sekresi lanjut
Endometrium pada fase ini tebalnya 5-6 mm. dalam fase
initerdapat peningkatan dari fase sekresi dini,
denganendometrium sangat banyak mengandung pembuluh
darahyang berkelok-kelok dan kaya akan glikogen. Fase ini
sangatideal untuk nutrisi dan perkembangan ovum.Sitoplasma
sel-selstroma bertambah. Sel stroma ini akan berubah menjadi
seldesidua jika terjadi pembuahan.





1. Hiperplasia Endometrium
1.1.Defenisi
Hiperplasia endometrium adalah pertumbuhan yang berlebih dari kelenjar,
dan stroma disertai pembentukan vaskularisasi dan infiltrasi limfosit pada
endometrium.Bersifat noninvasif, yang memberikan gambaran morfologi berupa
bentuk kelenjar yang irreguler dengan ukuran yang bervariasi.Pertumbuhan ini
dapat mengenai sebagian maupun seluruh bagian endometrium.

Hiperplasia endometrium biasa terjadi akibat rangsangan / stimulasi
hormon estrogen yang tidak diimbangi oleh progesteron.Pada masa remaja dan
beberapa tahun sebelum menopause sering terjadi siklus yang tidak berovulasi
sehingga pada masa ini estrogen tidak diimbangi oleh progesteron dan terjadilah
hiperplasia.Kejadian ini juga sering terjadi pada ovarium polikistik yang ditandai
dengan kurangnya kesuburan (sulit hamil).

1.2.Klasifikasi
Risiko keganasan berkorelasi dengan keparahan hyperplasia, sehingga
diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Hiperplasia sederhana (hiperplasia ringan). Dicirikan dengan peningkatan
jumlah kelenjar proliferative tanpa atipia sitologik. Kelenjar tersebut,
meskipun berdesakkan dipisahkan oleh stroma selular padat dan memiliki
berbagai ukuran. Pada beberapa kasus, pembesaran kelenjar secara kistik
mendominasi (hiperplasia kistik). Risiko karsinoma endometrium sangat
rendah.
2) Hiperplasia kompleks tanpa atipia (hiperplasia sedang/hiperplasia
adenomatosa). Menunjukkan peningkatan jumlah kelenjar dengan posisi
berdesakan. Epitel pelapis berlapis dan memperlihatkan banyak gambaran
mitotic. Sel-sel pelapis mempertahankan polaritas normal dan tidak
menunjukkan pleomorfisme atau atipia sitologik. Stroma selular padat
masih terdapat di antara kelenjar.
3) Hiperplasia kompleks dengan atipia (hiperplasia berat/hyperplasia
adenomatosa atipikal). Dicirikan dengan berdesakannya kelenjar dengan
kelenajr yang saling membelakangi dan adanya atipia sitologik yang
ditandai dengan pleomorfisme, hiperkromatisme dan pola kromatin inti
abnormal. Hiperplasia kompleks dengan atipia menyatu dengan
adenokarsinoma in situ pada endometrium dan menimbulkan risiko
karsinoma endometrium yang tinggi.
1.3.Pathogenesis
Hiperplasia endometrium ini diakibatkan oleh hiperestrinisme atau adanya
stimulasi unoppesd estrogen (estrogen tanpa pendamping progesteron / estrogen
tanpa hambatan).Kadar estrogen yang tinggi ini menghambat produksi
Gonadotrpin (feedback mechanism).Akibatnya rangsangan terhadap pertumbuhan
folikel berkurang, kemudian terjadi regresi dan diikuti perdarahan.
Pada wanita perimenopause sering terjadi siklus yang anovulatoar
sehingga terjadi penurunan produksi progesteron oleh korpus luteum sehingga
estrogen tidak diimbangi oleh progesteron.Akibat dari keadaan ini adalah
terjadinya stimulasi hormon estrogen terhadap kelenjar maupun stroma
endometrium tanpa ada hambatan dari progesteron yang menyebabkan proliferasi
berlebih dan terjadinya hiperplasia pada endometrium. Juga terjadi pada wanita
usia menopause dimana sering kali mendapatkan terapi hormon penganti
yaituprogesteron dan estrogen, maupun estrogen saja.
Estrogen tanpa pendamping progesterone (unopposed estrogen)akan
menyebabkan penebalan endometrium. Peningkatan estrogen juga dipicu oleh
adanya kista ovarium serta pada wanita dengan berat badan berlebih.
1.4.Gejala Klinis
Siklus menstruasi tidak teratur, tidak haid dalam jangka waktu lama
(amenorrhoe) ataupunmenstruasi terus-menerus dan banyak (metrorrhagia).
Selain itu, akan sering mengalami flekbahkan muncul gangguan sakit
kepala, mudah lelah dan sebagainya. Dampak berkelanjutan dari penyakit ini,
adalah penderita bisa mengalami kesulitan hamil dan terserang anemia
berat.Hubungan suami-istri pun terganggu karena biasanya terjadi perdarahan
yang cukup parah.
1.5.Faktor Risiko
Hiperplasia Endometrium seringkali terjadi pada sejumlah wanita yang memiliki
resiko tinhggi :
1. Sekitar usia menopause
2. Didahului dengan terlambat haid atau amenorea
3. Obesitas ( konversi perifer androgen menjadi estrogen dalam jaringan
lemak )
4. Penderita Diabetes melitus
5. Pengguna estrogen dalam jangka panjang tanpa disertai pemberian
progestin pada kasus menopause
6. PCOS (Polycystic Ovarian Syndrome)
7. Penderita tumor ovarium dari jenis granulosa theca cell tumor


1.6.Diagnosis
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa hyperplasia
endometrium dengan cara USG, Dilatasi dan Kuretase, lakukan
pemeriksaanHysteroscopydan dilakukan juga pengambilan sampel
untuk pemeriksaan PA.Secara mikroskopis sering disebut Swiss cheese patterns.
Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Pada wanita pasca menopause ketebalan endometrium pada pemeriksaan
ultrasonografi transvaginal kira kira < 4 mm. Untuk dapat melihat keadaan
dinding cavum uteri secara lebih baik maka dapat dilakukan pemeriksaan
hysterosonografi dengan memasukkan cairan kedalam uterus.
Biopsy
Diagnosis hiperplasia endometrium dapat ditegakkan melalui pemeriksaan biopsi
yang dapat dikerjakan secara poliklinis dengan menggunakan mikrokuret.Metode
ini juga dapatmenegakkan diagnosa keganasan uterus.
Dilatasi dan Kuretase
Dilakukan dilatasi dan kuretase untuk terapi dan diagnosa perdarahan uterus.
Histeroskopi
Histeroskopi adalah tindakan dengan memasukkan peralatan teleskop kecil
kedalam uterusuntuk melihat keadaan dalam uterus dengan peralatan ini selain
melakukan inspeksi juga dapat dilakukan tindakan pengambilan sediaan biopsi
untuk pemeriksaan histopatologi.

1.7.Diagnosis Banding
Hiperplasia mempunyai gejala perdarahan abnormal oleh sebab itu dapat
dipikirkan kemungkinan:
1) karsinoma endometrium,
2) abortus inkomplit
3) leiomioma
4) polip

1.8.Terapi
Terapi atau pengobatan bagi penderita hiperplasia, antara lain sebagai berikut:
1) Tindakan kuratase selain untuk menegakkan diagnosa sekaligus sebagai terapi
untuk menghentikan perdarahan.
2) Selanjutnya adalah terapi progesteron untuk menyeimbangkan kadar hormon di
dalam tubuh. Namun perlu diketahui kemungkinan efek samping yang bisa
terjadi, di antaranya mual, muntah, pusing, dan sebagainya.Rata-rata dengan
pengobatan hormonal sekitar 3-4 bulan, gangguan penebalan dinding rahim sudah
bisa diatasi.Terapi progestin sangat efektif dalam mengobati hiperplasia
endometrial tanpa atipik, akan tetapi kurang efektif untuk hiperplasia dengan atipi.
Terapi cyclical progestin (medroxyprogesterone asetat 10-20 mg/hari untuk 14
hari setiap bulan) atau terapi continuous progestin (megestrol asetat 20-40
mg/hari) merupakan terapi yang efektif untuk pasien dengan hiperplasia
endometrial tanpa atipik. Terapi continuous progestin dengan megestrol asetat (40
mg/hari) kemungkinan merupakan terapi yang paling dapat diandalkan untuk
pasien dengan hiperplasia atipikal atau kompleks. Terapi dilanjutkan selama 2-3
bulan dan dilakukan biopsi endometrial 3-4 minggu setelah terapi selesai untuk
mengevaluasi respon pengobatan.
3) Jika pengobatan hormonal yang dijalani tak juga menghasilkan perbaikan,
biasanya akan diganti dengan obat-obatan lain.
Tanda kesembuhan penyakit hiperplasia endometrium yaitu siklus haid kembali
normal.Jika sudah dinyatakan sembuh, ibu sudah bisa mempersiapkan diri untuk
kembali menjalani kehamilan.Namun alangkah baiknya jika terlebih dahulu
memeriksakan diri pada dokter.Terutama pemeriksaan bagaimana fungsi
endometrium, apakah salurannya baik, apakah memiliki sel telur dan sebagainya.
4) Histerektomi Metode ini merupakan solusi permanen untuk terapi perdarahan
uterus abnormal.Khusus bagi penderita hiperplasia kategori atipik, jika memang
terdeteksi ada kanker, maka jalan satu-satunya adalah menjalani operasi
pengangkatan Rahim dan ini terkait dengan angka kepuasanpasien dengan terapi
ini.untuk wanita yang cukup memiliki anak dan sudah mencoba terapi konservatif
dengan hasil yang tidakmemuaskan, histerektomi merupakan pilihan yang terbaik.
Penyakit hiperplasia endometrium cukup merupakan momok bagi kaum
perempuan dan kasus seperti ini cukup dibilang kasus yang sering terjadi, maka
dari itu akan lebih baik jika bisa dilakukan pencegahan yang efektif.

1.9.Prognosis
Umumnya lesi pada hiperplasia atipikal akan mengalami regresi dengan
terapi progestin, akan tetapi memiliki tingkat kekambuhan yang lebih tinggi ketika
terapi dihentikan dibandingkan dengan lesi pada hiperplasia tanpa atipi.
Penelitian terbaru menemukan bahwa pada saat histerektomi 62,5% pasien
dengan hiperplasia endometrium atipikal yang tidak diterapi ternyata juga
mengalami karsinoma endometrial pada saat yang bersamaan. Sedangkan pasien
dengan hiperplasia endometrial tanpa atipi yang di histerektomi hanya 5%
diantaranya yang juga memiliki karsinoma endometrial.
1.10. Pencegahan
Langkah-langkah yang bisa disarankan untuk pencegahan, seperti:
1. Melakukan pemeriksaan USG dan / atau pemeriksaan rahim secara rutin,
untuk deteksi dini ada kista yang bisa menyebabkan terjadinya penebalan
dinding rahim.
2. Melakukan konsultasi ke dokter jika mengalami gangguan seputar
menstruasi apakah itu haid yang tak teratur, jumlah mestruasi yang banyak
ataupun tak kunjung haid dalam jangka waktu lama.
3. Penggunaan etsrogen pada masa pasca menopause harus disertai dengan
pemberian progestin untuk mencegah karsinoma endometrium.
4. Bila menstruasi tidak terjadi setiap bulan maka harus diberikan terapi
progesteron untuk mencegah pertumbuhan endometrium berlebihan.
Terapi terbaik adalah memberikan kontrasepsi oral kombinasi.
5. Rubah gaya hidup untuk menurunkan berat badan.

KESIMPULAN
Hiperplasia Endometrium adalah suatu kondisi di mana lapisan dalam
rahim (endometrium) tumbuh secara berlebihan.Kondisi ini merupakan proses
yang jinak (benign), tetapi pada beberapa kasus (hiperplasia tipe atipik) dapat
menjadi kanker rahim.
Endometrium merupakan lapisan paling dalam dari rahim.Lapisan ini
tumbuh dan menebal setiap bulannya dalam rangka mempersiapkan diri terhadap
terjadinya kehamilan, agar hasil konsepsi bisa tertanam. Jika tidak terjadi
kehamilan, maka lapisan ini akan keluar saat menstruasi.
Hormon yang ada di tubuh wanita: estrogen dan progesteron mengatur
perubahan endometrium, dimana estrogen merangsang pertumbuhannya dan
progesteron mempertahankannya. Sekitar pertengahan siklus haid, terjadi ovulasi
(lepasnya sel telur dari indung telur). Jika sel telur ini tidak dibuahi (oleh sperma),
maka kadar hormon (progesteron) akan menurun, sehingga timbullah
haid/menstruasi.
Pada saat mendekati menopause, kadar hormon-hormon ini berkurang.
Setelah menopause wanita tidak lagi haid, karena produksi hormon ini sangat
sedikit sekali.Untuk mengurangi keluhan/gejala menopause sebagian wanita
memakai hormon pengganti dari luar tubuh (terapi sulih hormon), bisa dalam
bentuk kombinasi estrogen + progesteron ataupun estrogen saja.
Estrogen tanpa pendamping progesteron (unopposed estrogen)akan
menyebabkan penebalan endometrium. Pada beberapa kasus sel-sel yang menebal
ini menjadi tidak normal yang dinamakan Hiperplasis atipik yang merupakan
cikal bakal kanker rahim.
Risiko terjadinya hiperplasia endometrium bisa tinggi pada: usia sekitar
menopause, menstruasi yang tidak beraturan atau tidak ada haid sama sekali, over-
weight, diabetes, SOPK (PCOS), mengonsumsi estrogen tanpa progesteron dalam
mengatasi gejala menopause. Gejalanya yang biasa/sering adalah perdarahan
pervagina yang tidak normal (bisa haid yang banyak dan memanjang).
Berikut ini beberapa pemeriksaan yang biasa dilakukan pada hiperplasia
endometrium:
USG : Terutama yang transvaginal.
Biopsi : Pengambilan sampel endometrium, selanjutnya
diperiksadengan mikroskop (PA)
Dilatasi dan Kuretase (D&C): Leher rahim dilebarkan dengan dilatator kemudian
hiperplasianya dikuret. Hasil kuret lalau di PA-
kan.
Hysteroscopy : Memasukkan kamera (endoskopi) kedalam rahim
lewat vagina. Dilakukan juga pengambilan
sampel untuk di PA-kan.
Pada kebanyakan kasus hiperplasisa dapat diobati dengan obat2an yaitu
dengan memakai progesteron.Progesteron menipiskan/menghilangkan penebalan
serta mencegahnya tidak menebal lagi.Namun pemakain progesteron ini
menimbulkan bercak (spotting).
Setelah mengkonsumsi progeteron dalam waktu tertentu, dilakukan
evaluasi kembali endometriumnya dengan cara di biopsi atau metode sampling
lainnya. Jika tidak ada perbaikan, dilakukan dapat diberikan obat
lagi.Histerektomi atau pengangkatan rahim dilakukan jika anak sudah cukup atau
hiperplasia nya jenis atipik.Namun jika masih ingin punya anak maka masih ada
pilihan dilakukan terapi hormonal.


DAFTAR PUSTAKA
1. Chandrasoma, Parakrama dan Taylor, Clive. R. Patologi Anatomi. Edisi 2.
Jakarta : EGC. 2006.
2. Cotran dan Robbins. Dasar Patologis Penyakit. Edisi 7. Jakarta : EGC. 2008
3. Ara, S., & Roohi, M. (2011). Abnormal Uterine Bleeding;
HistopathologicalDiagnosis by Conventional Dilatation and Curretage. The
Professional MedicalJournal , 587-591.
4. Elly, J. W., Kennedy, C. M., Clark, E. C., & Bowdler, N. C. (2006).
AbnormalUterine Bleeding: A Management Algortihm. JABFM , 590-602.
5. Montgomery, B. E., Daum, G. S., & Dunton, C. J. (2004).
EndometrialHyperplasia: A Review. Obstetrical and Gynecological Survey ,
368-378.
6. Munro, M. G., Critchley, H. O., Broder, M. S., & Fraser, I. S. (2011).
FIGOClassification System (PALM-COEIN) for Causes of Abnormal Uterine
Bleedingin Non Gravid Women of Reproductive Age. International Journal of
Gynecologyand Obstetrics , 3-12.
7. Wildemeersch, D., & Dhont, M. (2003). Treatment of Non Atypical and
AtypicalEndometrial Hyperplasia With a Levonorgestrel-Releasing Intra
Uterine System .American Journal of Obstretics and Gynecologics , 1-4.

Anda mungkin juga menyukai