Anda di halaman 1dari 14

REFERAT

PENYAKIT DAN KELAIANAN ALAT KANDUNGAN

Pembimbimg :
dr. Rusmaniah, Sp.OG, M.Kes

Disusun oleh :
Azhariansyah (2013730017)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA UTARA SUKAPURA
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2019

i
KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum wr wb,
Dengan memanjatkan puja dan puji syukur ke hadirat Allah SWT Tuhan Yang
Maha Esa karena atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan penulisan referat mengenai “Penyakit dan Kelainan Alat Kandungan”.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan arahan demi
terselesaikannya referat ini khususnya kepada dr. Rusmaniah, Sp.OG, M.Kes selaku
pembimbing referat.
Kami sangat menyadari dalam proses penulisan referat ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun metode penulisan. Namun demikian, kami telah
mengupayakan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki. Kami dengan rendah
hati dan dengan tangan terbuka menerima segala bentuk masukan, saran dan usulan guna
menyempurnakan referat ini.
Kami berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya.
Wassalammu’alaikum wr wb.

Jakarta, Maret 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1


BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................... 2
2.1. Anatomi dan Fisiologi ................................................................................................. 2
2.2. Embriologi................................................................................................................... 4
2.3. Anomali Uterus Kongenital ........................................................................................ 5
2.4. Diagnosa...................................................................................................................... 8
2.5. Tatalaksana.................................................................................................................. 8
BAB III KESIMPULAN ............................................................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Uterus merupakan organ yang bertanggung jawab untuk banyak tahap penting
dalam proses reproduksi. Migrasi sperma, implantasi embrio, pemberian nutrisi fetal,
pertumbuhan dan perkembangan, dan akhirnya dalam proses persalinan dan kelahiran;
semua proses tersebut bergantung pada uterus yang normal secara struktural dan
kompeten secara fungsional.
Duktus Mullerian adalah bentuk primordial dari saluran reproduktif wanita.
Duktus ini berdiferensiasi membentuk tuba fallopi, uterus, serviks uteri, dan bagian
superior dari vagina. Berbagai malformasi dapat terjadi ketika perkembangan dari
struktur ini terganggu.
Anomali uterin kongenital merupakan hasil dari abnormalitas dari formasi, fusi,
atau reabsorpsi dari duktus Mullerian selama masa fetal. Defek kongenital ini biasanya
terjadi antara 6 minggu dan 22 minggu in utero. Anomali ini terjadi pada 1 hingga 10%
dari populasi acak, 2 hingga 8% dari populasi wanita infertil, dan 5 hingga 30% dari
wanita dengan riwayat keguguran.
Klasifikasi Buttram dan Gibbons (1979) digunakan oleh American Fertility
Society untuk membantu dalam diagnosis kelainan ini. Dalam klasifikasi ini, anomali
terbagi menjadi tujuh kelas: agenesis/hipoplasia, unicornuate, didelphys, bicornuate,
septate, arcuate, dan kelainan terkait DES. Keberadaan dari anomali uterin pada maternal
ini berhubungan dengan peningkatan resiko persalinan preterm, PPROM, presentasi
sungsang, sectio caesar, plasenta previa, abruptio plasenta dan retardasi pertumbuhan
intrauterin (IUGR).

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi


Uterus adalah organ yang berbentuk seperti buah pir dan terdiri dari dua bagian utama
yang tidak setara. Terdapat bagian segitiga (badan/corpus) dan bagian silindris yang lebih inferior
(serviks), yang terproyeksi ke vagina. Ismus adalah tempat penyatuan dari serviks dan vagina.
Pada batas superolateral kanan dan kiri corpus terdapat kornu uteri, dimana terdapat saluran tuba
fallopi. Di antara dua titik insersi tuba fallopi terdapat segmen atas uteri berbentuk konveks yang
dinamakan fundus.

Gambar 2.1 Anatomi uterus pada wanita dewasa

Sebagian besar dari badan uteri tersusun dari otot. Lapisan dalam dari dinding anterior
dan posterior hampir saling bersentuhan, dan rongga antara kedua dinding hanya berbentuk garis.
Uterus nulligravida berukuran panjang 6 hingga 8 cm, sedangkan pada wanita multipara
berukuran 9 hingga 10 cm. Uterus memiliki berat rata-rata 60g dan biasanya memiliki bobot lebih
pada wanita yang sudah melahirkan.

2
Gambar 2.2 Potongan uterus menunjukkan rongga yang hanya berbentuk garis

Uterus mengalami perubahan seiring dengan usia dan paritas. Pada masa anak-anak
serviks lebih panjang dari korpus uteri, dengan proporsi 2:1. Dimulai dari masa pubertas, korpus
uteri mengalami pertumbuhan lebih cepat dari serviks dan serviks hanya sepertiga dari total
panjang uterus matur. Kehamilan menstimulasi pertumbuhan uterin yang cukup besar akibat dari
hipertrofi serabut otot. Hipertrofi uterus selama kehamilan akan mengalami involusi setelahnya,
namun tidak sepenuhnya kembali ke keadaan semula. Fundus uteri yang sebelumnya berbentuk
konveks pipih menjadi berbentuk kubah pada kehamilan.

Gambar 2.3 Perubahan proporsi serviks dan korpus uteri berubah seiring bertambahnya usia

3
2.2. Embriologi
Pada awalnya, baik pria maupun wanita memiliki dua pasang saluran genital, yaitu duktus
mesonefrik (Wolffian) dan duktus paramesonefrik (Mullerian). Duktus paramesonefrik berasal
dari invaginasi longitudinal dari epitel pada permukaan anterolateral dari urogenital ridge. Bagian
kranial dari duktus paramesonefrik ini terbuka ke arah rongga abdomen dengan bentuk
menyerupai corong. Pada bagian kaudal, duktus ini berada lateral dari duktus mesonefrik, dan
bersilangan pada bagian medial. Pada bagian ujung kaudal, kedua duktus bersatu membentuk
tuberkulum sinus.

Gambar 2.4 Proses embriologi reproduksi wanita berasal dari duktus Mullerian

Dengan adanya estrogen dan tidak adanya testosteron dan hormon anti-Mullerian, duktus
paramesonefrik berkembang menjadi duktus genital utama wanita. Dengan turunnya ovarium,
bagian kraniovertikal dan bagian horizontal bergabung membentuk tuba uterina, sedangkan

4
bagian kaudal mengalami fusi membentuk kanalis uteri. Fusi dari duktus paramesonefrik
membentuk korpus dan serviks uterus dan juga bagian atas dari vagina.

Gambar 2.5 Fusi dari duktus paramesonefrik membentuk korpus, serviks, dan vagina bagian
superior

Fusi duktus paramesonefrik dimulai pada 7-8 minggu (crown-rump length 22 cm) dan
selesai membentuk uterus pada usia 12 minggu gestasi. Serviks dan kopus uteri berdiferensiasi
pada usia 10 minggu gestasi. Septum uteri menghilang selama bulan ke 5 intrauterin. Epitelium
pelapis dan kelenjar uterus dan serviks terbentuk dari epitel kolomik. Myometrium dan stroma
endometrial terbentuk dari mesoderm dari duktus paramesonefrik.

2.3. Anomali Uterus Kongenital


Anomali uterus kongenital berasal dari kelainan formasi, fusi atau reabsorpsi dari duktus
Mullerian selama masa fetal. Anomali ini terjadi pada 1 hingga 10% dari populasi acak, 2 hingga
8% dari populasi wanita infertil, dan 5 hingga 30% dari wanita dengan riwayat keguguran.
Keberadaan dari anomali uterin pada maternal ini berhubungan dengan peningkatan resiko
persalinan preterm, PPROM, presentasi sungsang, sectio caesar, plasenta previa, abruptio
plasenta dan retardasi pertumbuhan intrauterin (IUGR).
Terdapat empat deformitas pokok yang berasal dari gangguan perkembangan embriologis
duktus Mullerian: (1) agenesis kedua duktus, baik secara fokal atau sepanjang duktus tersebut;
(2) maturasi unilateral dari salah satu duktus Mullerian dengan perkembangan inkomplit atau
tidak ada perkembangan pada duktus di sisi lainnya; (3) tidak adanya fusi midline dari duktus;
atau (4) gangguan kanalisasi. Klasifikasi yang digunakan oleh American Fertility Society untuk
anomali ini berasal dari Buttram dan Gibbons (1979).
Klasifikasi tersebut terbagi ke dalam tujuh kelas:
 Kelas I: Agenesis/hipoplasia Mullerian - segmental

5
 Kelas II: Unicornuate uterus
 Kelas III: Didelphys uterus
 Kelas IV: Bicornuate uterus
 Kelas V: Septate uterus
 Kelas VI: Arcuate uterus
 Kelas VII: Abnormalitas terkait dietilstilbestrol (DES)

Gambar 3.1 Klasifikasi anomali duktus Mullerian

Beberapa tipe anomali fusi duktus Mullerian:


1) Tipe arkuata (18% kasus): bagian kornual dari uterus tetap terpisah. Fundus uterin
tampak konkaf dengan kavitas berbentuk hati.
2) Tipe Didelphys (8% kasus): Tidak terdapat fusi duktus Mullerian dengan uterus ganda,
serviks ganda, dan vagina ganda

6
3) Tipe Bicornis (26% kasus): Terdapat berbagai tingkat fusi dinding otot dari kedua
duktus
- Uterus bicornis bicollis: terdapat dua kavitas uterin dengan serviks ganda dengan
atau tanpa septum vaginal
- Uterus bicornis unicollis: terdapat dua kavitas uterin dengan satu serviks. Kornu
dapat sama besarnya atau salah satu kornu rudimenter dan tidak ada komunikasi
dengan kornu yang berkembang
4) Tipe Septate (35% kasus): Kedua duktus Mullerian terfusi namun terdapat persistensi
septum diantara keduanya baik secara parsial atau total
5) Tipe unicornuate (10%): Kegagalan perkembangan salah satu duktus Mullerian
6) Abnormalitas terkait paparan Dietilstilbestrol (DES) selama masa intrauterin.
Malformasi pada uterin meliputi hipoplasia, kavitas berbentuk T, sinekia uterin.
Pada mayoritas kasus, keberadaan deformitas ini luput dari perhatian. Pada beberapa
kasus, keadaan ini secara tidak sengaja terdeteksi selama pemeriksaan infertilitas atau keguguran
berulang. Pada kasus lainnya, diagnosis dibuat selama operasi D+E (dilatasi dan evakuasi),
pelepasan plasenta secara manual atau selama sectio caesar. Beberapa manifestasi klinis yang
secara umum dapat terjadi pada anomali ini dapat dibagi menjadi manifestasi ginekologis dan
manifestasi obstetrik.
Manifestasi ginekologis berupa:
 Infertilitas dan dispareunia yang sering berhubungan dengan septum vaginal
 Dismenorea yang dapat disebabkan oleh kriptomenorea (penumpukan darah menstruasi
pada kornu rudimenter)
 Kelainan menstruasi lainnya (menorrhagia, kriptomenorea)
Manifestasi obstetrik berupa:
 Aborsi midtrisemester yang mungkin rekuren
 Kehamilan pada kornu rudimenter dapat terjadi akibat migrasi transperitoneal dari
sperma atau ovum ke sisi yang berlawanan. Kehamilan kornual (ektopik) pada akhirnya
akan menyebabkan ruptur pada sekitar minggu ke 16
 Inkompetensi servikal
 Peningkatan insiden malpresentasi
 Persalinan preterm, IUGR, IUD (intra uterine death)
 Prolonged labor karena aksi uterus yang tidak terkoordinasi
 Obstruksi persalinan akibat kornu nongravida
 Retensio plasenta dan perdarahan postpartum ketika plasenta terimplantasi pada septum
uterin

7
2.4. Diagnosa
Pada mayoritas kasus, keberadaan deformitas ini luput dari perhatian. Faktanya pada
sejumlah kasus, diagnosis dibuat selama kuretase uterin, pelepasan plasenta secara manual atau
sectio caesar. Untuk diagnosis pasti dari malformasi, arsitek internal dan eksternal dari uterus
harus divisualisasikan.
Visualisasi arsitek internal dan eksternal dapat dicapai dengan melakukan kombinasi
pemeriksaan yang berbeda, seperti histerografi, histeroskopi, laparoskopi, ultrasonografi, dan
MRI. Ultrasonografi dan MRI merupakan prosedur non invasif. Traktus urinarius juga dievaluasi
secara bersamaan. Abnormalitas saluran ginjal terkait abnormalitas Mullerian adalah sekitar 40%,
anomali dari sistem skeletal dalam kaitannya dengan anomali ini adalah sekitar 12%.

a b

c d
Gambar 3.3 Pemeriksaan yang digunakan dalam menentukan anomali uterin kongenital. a
histeroskopi uterus dengan septa, b ultrasonografi uterus dengan septa, c histerografi
unicornuate uterus, d histerografi bicornuate uterus

2.5. Tatalaksana
Untuk penanganan anomali ini secara umum, hanya keberadaan malformasi uterin saja
bukan merupakan indikasi intervensi pembedahan. Pada kehamilan, kornu rudimenter harus

8
dieksisi untuk mereduksi resiko kehamilan ektopik (8%). Operasi penyatuan diindikasikan pada
kasus malformasi uterin. Abdominal metroplasti dapat dilakukan baik dengan mengeksisi septum
atau dengan menginsisi septum. Tingkat keberhasilan abdominal metroplasti untuk kehamilan
hidup cukup tinggi (5-75%). Histeroskopik metroplasti lebih umum dilakukan. Reseksi septum
dapat dilakukan baik dengan resektoskop atau dengan laser. Histeroskopik metroplasti memiliki
beberapa keuntungan, yaitu:
1) tingkat keberhasilan tinggi (80-89%)
2) masa rawat inap yang pendek
3) reduksi morbiditas postoperatif
4) kemungkinan persalinan pervaginam setelahnya lebih tinggi dibandingkan abdominal
metroplasti, yang mengharuskan persalinan dengan sectio caesar
Hasil obstetrik yang lebih baik pada septate uterus (86%) dan bicornuate uterus (50%)
telah dijelaskan. Unicornuate uterus memiliki hasil kehamilan yang sangat buruk (40%). Tidak
ada penanganan yang umumnya efektif. Didelphys uterus memiliki kemungkinan terbaik untuk
keberhasilan kehamilan (64%). Operasi unifikasi pada kasus ini umumnya tidak diperlukan.
Penyebab lain dari infertilitas atau keguguran berulang harus dieksklusi terlebih dahulu.

9
BAB III
KESIMPULAN

Kelainan anatomik uterus terjadi pada 15% perempuan dengan kehilangan


kehamilan berulang. Septum uterus adalah kelaianan yang paling sering dijumpai dan
berkaitan dengan kegagalan reproduksi seperti kehilangan kehamilan berulang dan
persalinan prematur. Kemungkinan kehamilan berlanjut akan meningkat setelah
dilakukan metroplasti histeroskopik. Sinekia berat, leiomioma, dan kelaiann uterus
karena pemakaian DES juga berhubungan dengan kehilangan kehamilan berulang. Pda
perempuan dengan riwayat penggunaan DES harus dilakukan penilaian ketat
kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik, abortus spontan, dan persalinan prematur.
Penggunaan cerclage profilaksis pada perempuan dengan riwayat penggunaanDES
mungkin bermandaat. Diagnosis akurat adanya kelaianan uterus adalah pongabatan
terbaik untuk memperbaiki hasil kehamilan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Caserta, D; Mallozzi, M; Meldolesi, C; Bianchi, P; Moscarini, M. 2014. Pregnancy in a


Unicornuate Uterus: a Case Report. Journal of Medical Case Reports. 8:130
Cunningham, F.G; Leveno, K.J; Bloom, S.L; Spong, C.Y; Dashe, J.S; Hoffman, B.L;
Casey, B.M; Sheffield, J.S. 2014. William’s Obstetrics 24th ed. New
York:McGraw-Hill Education.
Dutta, D.C. 2013. DC Dutta’s Textbook of Gynecology including Contraception 6th ed.
New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers
Hassan, M.A.M; Lavery, S.A.; Trew, G.H. 2010. Congenital Uterine Anomalies and
Their Impact on Fertility. Women’s Health. 6(3):443-461
Khati, N.J; Frazier, A.A; Brindle, K.A. 2012. Unicornuate Uterus and Its Variants. J
Ultrasound Med. 31:319-331
Kumar, P; Malhotra, N. 2008. Jeffcoate’s Principles of Gynaecology 7th ed. New Delhi:
Jaypee Brothers Medical Publishers
Mane, S.B.; Shastri, P; Dhende, N.P; Obaidah, A; Acharya, H; Reddy, S; Arlikar, J; Goel,
N. 2010. Our 10-year Experience of Variable Mullerian Anomalies and Its
Management. Pediatr Surg Int. 26:795-800
Ozyuncu, O; Turgal, M; Yazicioglu, A; Ozek, A. 2013. Spontaneous Twin Gestation in
Each Horn of Uterus Didelphys Complicated with Unilateral Preterm Labor. Case
Rep. Perinat. Med. 3(1):53-56
Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan hal.753-755. Jakarta: PT Bina Pustaka.
Rezai, S; Bisram, P; Alcantara, I.L; Upadhyay, R; Lara, C; Elmadjian, M. 2015.
Didelphys Uterus: a Case Report and Review of the Literature. Case Reports in
Obstetrics and Gynecology. Article ID 865821
Sadler, T.W. 2015. Langman’s Medical Embryology 13th ed. Philadelphia: Wolters
Kluwer

11

Anda mungkin juga menyukai