Anda di halaman 1dari 35

BAGIAN RADIOLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN NOVEMBER 2023


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

“CHOLELITIASIS”

Oleh :
HUSNUL HATIMA
(1055011114221)

Pembimbing :
dr. Anita A.J. Asmal, M.Kes, Sp.Rad

(Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik bagian Radiologi)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2023
KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah subhanu wa ta’ala karena
atas rahmat, hidayah, kesehatan dan kesempatan-Nya sehingga laporan kasus
dengan judul “Kolelitiasis” ini dapat terselesaikan. Salam dan shalawat senantiasa
tercurah kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, sang pembelajar sejati
yang memberikan pedoman hidup yang sesungguhnya.

Pada kesempatan ini, secara khusus penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dosen pembimbing, dr. Anita A.J.
Asmal, M.Kes, Sp. Rad yang telah memberikan petunjuk, arahan dan nasehat
yang sangat berharga dalam penyusunan sampai dengan selesainya referat ini.

Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak terdapat kelemahan dan kekurangan


dalam penyusunan laporan kasus ini, baik dari isi maupun penulisannya. Untuk itu
kritik dan saran dari semua pihak senantiasa penulis harapkan demi
penyempurnaan laporan kasus ini.

Demikian, semoga referat ini bermanfaat bagi pembaca secara umum dan penulis
secara khususnya.

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Makassar, November 2023

Penulis

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menerangkan, bahwa:

Nama : Husnul Hatima

Judul Lapsus : Colelitiasis

Telah menyelesaikan laporan kasus dalam rangka Kepaniteraan Klinik di Bagian


Radiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, November 2023

Pembimbing,

dr. Anita A.J. Asmal, M.Kes, Sp. Rad

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii


LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................. iii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iv
BAB I LAPORAN KASUS ................................................................................... 1
A. Identitas Pasien............................................................................................. 1
B. Anamnesis Pasien......................................................................................... 1
C. Pemeriksaan Fisik ........................................................................................ 2
D. Pemeriksaan Radiologi................................................................................. 3
E. Diagnosis ...................................................................................................... 4
F. Pengobatan ................................................................................................... 4
G. Resume ......................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 6
A. Anatomi Vesica Billiaris ............................................................................ 6
B. Cholelitiasis ................................................................................................. 7
1. Definisi ..................................................................................................... 7
2. Epidemiologi ............................................................................................ 9
3. Etiologi ..................................................................................................... 8
4. Patogenesis ............................................................................................... 9
5. Klasifikasi ............................................................................................... 10
6. Faktor Resiko...........................................Error! Bookmark not defined.
7. Gejala Klinis ........................................................................................... 14
8. Diagnosis ................................................................................................ 16
9. Diagnosis Banding.................................................................................. 14
10. Tatalaksana ............................................................................................. 14
11. Prognosis dan Komplikasi ...................................................................... 16
12. Edukasi ................................................................................................... 17
13. Aspek Keislaman .................................................................................... 17
BAB III DISKUSI KASUS ................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 19

iv
BAB I

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. AH
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 52 Tahun
Alamat : Dsn. Abbineng, Bone
B. Anamnesis Pasien
- Keluhan utama : Nyeri perut bagian atas tembus ke belakang
- Anamnesis terpimpin :
Pasien dirujuk ke UGD RS. TK II Pelamonia untuk melakukan
pemeriksaan lengkap, dengan keluhan nyeri perut bagian atas yang
terasa tembus ke belakang, disertai mual-mual lebih dari 5x, tanpa
disertai muntah. Pasien sudah sering merasakan nyeri namun masih
bisa ditahan, hanya saja nyeri tiba-tiba memberat dalam 2 hari
belakangan secara terus menerus, disertai mual-mual. Pasien
sebelumnya sempat mengkonsumsi omeprazole namun nyeri masih
terasa, sehingga dilarikan ke RS Sidrap, pasien tidak mengeluh ada
keluhan lain seperti demam, sakit kepala, batuk, fungsi neurologis
juga baik, dan tidak ada gangguan otonom.
Riwayat Penyakit
Sebelumnya belum pernah merasakan hal yang sama, hanya saja saat
melakukan medical check up tahun 2013, sempat ditemukan kista
berukuran 1 cm di rahim, namun tidak ada tindakan yang dilakukan
untuk penanganan kista saat itu, pasien juga memiliki riwayat maag
sejak setahun yang lalu.
Riwayat penyakit seperti DM, atau Hipertensi disangkal. Hanya saja
untuk kolestrol pasien tidak pernah melakukan check selama
bertahun-tahun belakangan karena merasa tidak ada keluhan.

1
Riwayat Pengobatan
Konsumsi omeprazole saat maag kambuh.
Pasien juga mendapatkan terapi saat dirawat di Rumah Sakit
sebelumnya, hanya saja tidak ada informasi terkait obat yang
didapatkan.
Riwayat Keluarga
Pasien menyangkal adanya keluhan yang sama dalam anggota
keluarganya.
Riwayat Sosial
Pasien merupakan seorang pekerja swasta yang masih aktif berdagang
baju dipasar setiap harinya dan mengemudi sendiri, sebelumnya
pasien mengaku memiliki pola makan yang kurang sehat, makan junk
food, gorengan, dan tinggi lemak tanpa batasan, pasien baru
membatasi beberapa makanan sejak setahun terakhir setelah kena
maag, dan mulai rutin melakukan zumba sekali seminggu.
Riwayat Reproduksi
Pasien merupakan ibu dari 5 orang anak, pasien haid pertama kali di
usia 15 tahun dan melahirkan anak pertamanya di usia 17 tahun, dan
melahirkan anak terakhir pada tahun 2003, disertai dengan penutupan
kandungan, dimana sebelumnya sempat memasang KB spiral namun
tidak sampai satu tahun kemudian tutup kandungan. Namun di usia 52
tahun saat ini pasien masih haid dengan siklus normal perbulannya,
dan dalam jumlah yang normal.

C. Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalis
• Keadaan umum : Sedang
• GCS : 15 (E4M6V5)
• Berat Badan : 83 kg
• Tinggi Badan : 165 cm

2
2. Tanda Vital
• Tekanan Darah : 159/102 mmHg
• Nadi : 79 x/menit
• Suhu : 36 C
• Pernapasan : 20 x/menit
3. Kepala/Leher : Normochephal, KGB (-), deviasi trakea (-), kelenjar
tiroid tidak membesar.
4. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera icteric (- /-), pupil isokor,
refleks pupil +/+ normal.
5. Thorax :
- Cor : bunyi jantung normal reguler, bunyi tambahan (-)
- Pulmo : pergerakan hemitorax dalam keadaan statis dan dinamis
simetris kanan dan kiri, terdengar bunyi vesikuler, Rhonki -/-,
wheezing -/-
- Abdomen : hepar dan lien tidak teraba besar, tympani pada
seluruh kuadran abdomen, bising usus/peristaltik (+), nyeri tekan
bagian superior (+)
6. Extremitas atas : Akral hangat, edema -/-, sianosis -/-
7. Extremitas bawah : akral hangat, edema -/-, sianosis -/-

D. Pemeriksaan Radiologi
- USG
USG Whole Abdomen dengan proyeksi

3
Gambar 1.1 USG Abdomen dengan proyeksi

Hasil Pemeriksaan USG Abdomen:


• Hepar :
Ukuran dan echo parenkim dalam batas normal, tidak tampak dilatasi
bile duct, tidak tampak SOL
• GB :
Dinding tidak menebal, tampak echo batu dengan ukuran +/-2,53 cm
• Ginjal Kanan :
Ukuran dan echotexture normal, tidak tampak dilatasi PCS, tidak tampak
echo batu
• Ginjal Kiri :
Ukuran dan echotexture normal, tidak tampak dilatasi PCS, tidak tampak
echo batu.
• Pankreas :
Ukuran dan echotexture dalam batas normal, tidak tampak dilatasi duktus
pankreatikus. Tidak tampak massa
• Lien :
Ukuran dan echotexture normal, tidak tampak massa
• VU :
Dinding tidak menebal, mukosa regular, tidak tampak echo batu/SOL,
tampak massa heterogen pada bagian posterior uterus, ukuran 3,40 x 3,68
x 3,24 cm.

Kesan :
- Cholelitiasis
- Mioma Uteri

4
E. Pemeriksaan Laboratorium

Hematologi rutin Hasil Nilai rujukan Satuan

WBC 5.29 4.00 – 10.00 103 /ul


RBC 3.69 4.00 – 6.20 106 /ul
HGB 10.8 11.0 - 18.0 g/dl
HCT 33.1 35.0 - 55.0 %
PLT 28.9 150 – 450 103 /ul
NEUT% 37.0 50-70 %
LYMPH% 46.9 25.0-40.0 %
MONO% 12.73 2-8 %
EO% 2.1 0-04 %
BASO% 13 0.0-0.5 %
LED% 95 0-20 mm

Kimia Darah Hasil Nilai Rujukan Satuan


SGOT 33 0-31 U/L
SGPT 42 0-41 U/L
Glukosa Sewaktu 80 70-20 Mg/dl

F. Diagnosis

Cholelitiasis

G. Tatalaksana
• Farmakologi

- IVD RL 20 tpm
- Ranitidine 1 amp / 12 jam/ iv
- Dexketoprofen amp/ 8 jam/iv

• Non-Faramako
- Diet dengan konsistensi makanan lunak 3x sehari.
- Memperbanyak istirahat
- Mengurangi makanan-makanan yang berlemak tinggi, minuman
beralkohol, tinggi gula.

5
H. Resume
Pasien dirujuk ke UGD RS. TK II Pelamonia untuk melakukan
pemeriksaan lengkap, dengan keluhan nyeri perut bagian atas yang terasa
tembus ke belakang, disertai mual-mual lebih dari 5x, tanpa disertai
muntah. Pasien sudah sering merasakan nyeri namun masih bisa ditahan,
hanya saja nyeri tiba-tiba memberat dalam 2 hari belakangan secara terus
menerus, disertai mual-mual. Pasien sebelumnya sempat mengkonsumsi
omeprazole namun nyeri masih terasa, sehingga dilarikan ke RS Sidrap,
pasien tidak mengeluh ada keluhan lain seperti demam, sakit kepala,
batuk, fungsi neurologis juga baik, dan tidak ada gangguan otonom.
Sebelumnya pasien juga memiliki riwayat maag sejak setahun
yang lalu.Namun, riwayat penyakit seperti DM, atau Hipertensi disangkal.
Hanya saja untuk kolestrol pasien tidak pernah melakukan check selama
bertahun-tahun belakangan karena merasa tidak ada keluhan. Pasien
menyangkal adanya keluhan yang sama dalam anggota keluarganya.
Sebelumnya pasien mengaku memiliki pola makan yang kurang
sehat, makan junk food, gorengan, dan tinggi lemak tanpa batasan, pasien
baru membatasi beberapa makanan sejak setahun terakhir setelah kena
maag, dan mulai rutin melakukan zumba sekali seminggu. Pasien
merupakan ibu dari 5 orang anak, haid pertama kali pada usia 15 tahun,
kemudian melahirkan anak pertamanya di usia 17 tahun, dan melahirkan
anak terakhir (ke-5) pada tahun 2003, disertai dengan penutupan
kandungan, namun sampai saat ini haidnya masih lancar sesuai jadwal.
Berdasarkan pemeriksaan status generalisata didapatkan BMI
pasien 30.5 yang berarti masuk kategori obesitas, dengan pemeriksaan
Tanda-tanda vital didapatkan pasien sudah masuk kategori hipertensi
dengan tekanan darah 159/102 mmHg. Adapun untuk pemeriksaan fisik
didapatkan adanya nyeri tekan area abdomen superior.
Selanjutnya untuk pemeriksaan penunjang yakni pemeriksaan
radiologi didapatkan kesan cholelitiasis dan mioma uteri, dengan tampak
echo batu berukuran +/-2,53 cm pada gallbladdernya, selain itu dilakukan

6
juga pemeriksaan penunjang lain berupa pemeriksaan laboratorium dengan
hasil hasil pemeriksaan didapatkan, RBC, HGB dan HCT sedikit
menurun, yakni RBC 3.69 106 /ul, HGB 10.8 g/dl, HCT 33.1 %, disertai
dengan ketidak normalan komponen sel darah putih, seperti penurunan
Neuthrophil 37.0 %, peningkatan Lymphosit 46.9%, Basophyl 13 %,
Monoshit 12.73 %, dan Eosinofhil 2.1%. Pada pemeriksaan lab juga
didapatkan peningkatan pada SGOT yang menandakan adanya sedikit
gangguan fungsi hati pasien dengan kadar SGOT 33 U/L.
Sehingga berdasarkan anamnesis lengkap, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang pasien didiagnosis cholelitiasis yang kemudian
diberikan terapi berupa, terapi non – farmako : IVD RL 20 tpm, Ranitidine
1 amp / 12 jam/ iv, Dexketoprofen amp/ 8 jam/iv, selain terapi farmako,
pasien juga diberikan terapi non-farmako berupa edukasi singkat seputar
penyakitnya serta anjuran untuk menghindari beberapa makanan yang
memiliki risiko memperberat penyakitnya seperti makanan berlemak
tinggi, mengandung alkohol dan juga tinggi gula.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Vesica Billiaris

Gambar 2.1 Vesica Billiaris1

Kandung empedu merupakan organ yang berbentuk seperti buah


pir yang terletak di kuadran kanan atas perut. Ukuran kandung empedu
sekitar 7 cm sampai 10 cm dan lebar 4 cm. Kandung empedu merupakan
bagian dari sistem bilier, yang dikenal juga sebagai saluran bilier.
Kandung empedu terletak di anterior pada permukaan bawah
segmen hati ke IV dan V. Kandung empedu merupakan kandung
berdinding tipis yang berada di antara kedua lobus hepatic. 2 .
Bagian-bagian dari kandung empedu menurut syaifuddin
(2012:180) adalah:
- Fundus vesika falea, merupakan bagian kandung empedu yang
paling akhir setelah korpus vesika falea.
- Korpus vesika falea, bagian dari kandung empedu yang
didalamnya berisi getah empedu.

8
- Leher kandung kemih, merupakan dari leher kandung empedu
yaitu saluran pertama masuknya getah empedu ke kandung
empedu.
- Duktus sistikus, panjang 30% cm berjalan dari leher kandung
empedu dan bersambung dengan duktus hepatikus, membentuk
saluran empedu ke duodenum
- Duktus hepatikus, saluran yang keluar dari leher.
- Duktus koledukos saluran yang membawa empedu ke duodenum3 .

Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan


memekatkan empedu yang dihasilkan hati. Kandung empedumampu
menyimpan sekitar 45 ml empedu. Pembuluh limfedan pembuluh darah
mengabsorbsi air dan garam-garamanorganik dalam kandung empedu
sehingga cairan empedulebih pekat 10 kali lipat daripada cairan
empeduhati. Kandung empedu akan mengosongkan isinya ke
dalamduodenum melalui kontraksi otot dan relaksasi sfingter oddi dan
dirangsang oleh masuknya kimus duodenum(Suratun2010) Lemak yang
terdapat pada makanan juga merangsangkontraksi sfingter oddi atas
pengaruh hormone CCK(cholecystokinin). Komposisi empedu terdiri atas
bilirubin, garam asam empedu, kolesterol, fosfolid, garam-garamorganic,
musin/lender, air dan beberapa metabolic. Bilirubindiproduksi oleh sel-sel
retikuloendotelial (RES) terutamadi sumsum tulang dan limpa. Bahan
dasar pembuatan bilirubinadalah hemoglobin (Hb) yang lebih tua.
Metabolismebilirubin terdiri dari empat tahap (Lusianah, 2010)4 .

B. Cholelitiasis
1. Definisi
Cholelithiasis adalah penyakit hepatobiler kronik yang disebabkan
oleh terganggunya metabolisme dari kolesterol, bilirubin dan asam
empedu yang ditandai dengan pembentukan batu empedu dalam saluran
empedu hepatic atau di dalam empedu (Pimpale et al., 2019)5 baik itu pada

9
kandung empedu, saluran empedu, atau keduanya. Batu empedu terbagi
menjadi tiga jenis yaitu batu kolestrol, batu pigmen (batu bilirubin), dan
batu campuran. Batu pigmen terdiri dari pigmen coklat dan pigmen hitam,
dan batu kolestrol adalah jenis yang paling sering dijumpai.
Batu kolestrol umumnya berbentuk oval, multifokal atau mulberry
dan mengandung lebih dari 70% kolesterol. Batu pigmen kalsium
bilirubunan (pigmen coklat) umumnya berwarna coklar atau coklat tua,
lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium bilirubinat sebagai
komponen utama, batu pigmen coklat terbentuk akibat adanya faktor stasis
dan infeksi saluran empedu. Batu pigmen hitam biasanya ditemukan pada
pasien hemolisis kronik atau sirosis hati dan terdiri dari derivat
polymerized bilirubin. Batu campuran merupakan campuran kolestrol
yang mengandung kalsium6 .

2. Epidemiologi
Prevalensi kolelitiasis berbeda-beda di setiap negara dan berbeda antar
setiap etnik di suatu negara. Epidemiologi kolelitiasis atau batu empedu di
negara maju sekitar 10‒15% dari populasi dewasa, dengan prevalensi jenis
kolelitiasis kolesterol. Sedangkan di negara Asia epidemiologi kolelitiasis
berkisar 3‒10%7 . Prevalensi kolelitiasis tertinggi yaitu pada orang-orang
Pima Indians di Amerika Utara, Cili, dan ras Kaukasia di Amerika Serikat.
Sedangkan di Singapura dan Thailand prevalensi penyakit kolelitiasis
termasuk yang terendah (Ko dan Lee, 2009)8 .
Perbaikan keadaan sosial ekonomi, perubahan menu diet yang
mengarah ke menu gaya negara Barat, serta perbaikan sarana diagnosis
khususnya ultrasonografi, mengakibatkan prevalensi penyakit empedu di
negara berkembang termasuk Indonesia cenderung meningkat (Ginting,
2013). Walaupun kolelitiasis memiliki angka mortalitas yang rendah,
namun penyakit ini berdampak signifikan terhadap aspek ekonomi dan
kesehatan penderita (Chang et al., 2013). Diperkirakan lebih dari 20 juta
orang di Amerika Serikat menderita kolelitiasis (Ko dan Lee, 2009) .

10
Kolelitiasis juga merupakan penyakit tersering dan termahal dari
seluruh penyakit digestif di Amerika Serikat, setiap tahun, sekitar 1 juta
orang dirawat dan 700.000 orang menjalani kolesistektomi (Corte et al.,
2008). Sekitar 2% dari dana kesehatan Amerika Serikat dihabiskan untuk
penyakit kolelitiasis dan komplikasinya (Kumar et al., 2007). Di Negara
Asia prevalensi kolelitiasis berkisar antara 3% sampai 10%. Berdasarkan
data terakhir prevalensi kolelitiasis di Negara Jepang sekitar 3,2 %, China
10,7%, India Utara 7,1%, dan Taiwan 5,0% (Chang et al., 2013). Angka
kejadian kolelitiasis dan penyakit saluran empedu di Indonesia diduga
tidak berbeda jauh dengan angka negara lain di Asia Tenggara (Wibowo et
al., 2002).
Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun 2010-2011
didapatkan 101 kasus kolelitiasis yang dirawat (Girsang JH, 2011).
Kolelitiasis terutama ditemukan di negara Barat, namun frekuensinya di
negara-negara Afrika dan Asia terus meningkat selama abad ke 20. Di
Tokyo angka kejadian penyakit ini telah meningkat menjadi dua kali lipat
sejak tahun 1940 (Nuhadi M, 2010). Angka kejadian kolelitiasis sangat
dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Terdapat peningkatan kejadian
kolelitiasis yang progesif berhubungan dengan peningkatan usia seseorang
(Kumar dan Clark, 2006). Di Amerika Serikat 5%- 6% populasi yang
berusia kecil dari 40 tahun menderita kolelitiasis, dan pada populasi besar
dari 80 tahun angka kejadian kolelitiasis menjadi 25%-30% (Kumar et al.,
2007). Kolelitiasis lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria
(Tierney et al., 2010)8 .
Menurut Third National Health and Nutrition Examination Survey
(NHANES III) dalam Greenberger dan Paumgartner (2011), prevalensi
kolelitiasis di Amerika Serikat yaitu 7,9% pada laki-laki dan 16,6% pada
perempuan. Perbandingan kejadian kolelitiasis pada pria dan wanita yaitu
3:1, dan pada dekade keenam dan ketujuh kehidupan perbandingan akan
semakin kecil (Kumar et al., 2007). Selain umur dan jenis kelamin, angka
kejadian kolelitiasis juga dipengaruhi oleh obesitas, kehamilan, intoleransi

11
glukosa, resistensi insulin, diabetes mellitus, hipertrigliseridemia, pola
diet, penyakit Crohn’s, reseksi ileus terminal, dan faktor lain (Hunter dan
Oddsdettir, 2007; Conte et al., 2011).

3. Etiologi
Kolelitiasis merupakan penyakit multifaktoral, batu empedu dapat
terbentuk karena terdapat ketidakseimbangan susunan kimiawi empedu di
dalam kandung empedu, tetapi belum ada teori yang dengan baik
menjelaskan apa yang menyebabkan ketidakseimbangan kimia tersebut 2 .
Batu empedu dapat terbentuk jika empedu mengandung terlalu
banyak kolesterol, terlalu banyak bilirubin, atau tidak memiliki cukup
garam empedu. Batu empedu juga dapat terbentuk jika kandung empedu
tidak dapat melakukan pengosongan empedu secara sempurna.
Ketidakseimbangan kimia pada kandung empedu menyebabkan kristal
kecil berkembang di empedu yang secara bertahap dapat tumbuh menjadi
batu padat sebesar butiran pasir atau sebesar kerikil. Umumnya hanya satu
jenis batu yang dapat terbentuk, tetapi pada beberapa kasus seringkali
terdapat beberapa batu yang terbentuk sekaligus (Reshetnyak, 2012)
(National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases, 2017;
National Health Service, 2021)2

4. Patogenesis
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1)
pembentukan empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan
inti batu, dan (3) berkembang karena bertambahnya pengendapan.
Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam
pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu
dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid
(terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara
normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air. Empedu
dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang

12
mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik
dari garam empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan,
atau kadar asam empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan
keadaan yang litogenik. Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat
suatu nidus atau inti pengendapan kolesterol.
Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid
membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Pada tingkat supersaturasi
kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu nidus,
dan membentuk suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih
rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau
partikel debris yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih
pengkristalan. Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari
keempat anion ini : bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen
(bilirubin) pada kondisi normal akan terkonjugasi dalam empedu.
Bilirubin terkonjugasi karena adanya enzim glokuronil tranferase bila
bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan karena kurang atau tidak adanya
enzim glokuronil tranferase tersebut yang akan mengakibatkan
presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan karena
bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam lemak.
Sehingga lama kelamaan terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi
yang bisa menyebabkan batu empedu9 .
Kristal yang terbentuk dalam kandung empedu, kemudian lama-
kelamaan kristal tersebut bertambah ukuran, beragregasi, melebur dan
membentuk batu. Faktor motilitas kandung empedu, billiary statis, dan
kandungan empedu merupakan predisposisi pembentukan batu kandung
empedu10 .

5. Klasifikasi
Menurut Corwin (2007) ada 3 tipe utama kolelitiasis :
- Batu pigmen, kemungkinan berbentuk pigmen tak terkonjugasi
dalam empedu melakukan pengendapan sehingga terjadi batu.

13
- Batu kolesterol, terjadi akibat konsumsi makanan berkolesterol
seperti fast food dengan jumlah tinggi. Kolesterol yang merupakan
unsur normal pembentuk empedu tidak dapat larut dalam air. Pada
pasien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi
penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis
kolesterol dalam hati. Keadaan ini mengakibatkan supersaturasi
getah empedu oleh kolesterol yang kemudian keluar dari getah
empedu, mengendap dan menjadi batu empedu.
- Batu campuran, batu campuran dapat terjadi akibat kombinasi
antara batu pigmen dan batu kolesterol atau salah satu dari batu
dengan beberapa zat lain seperti kalsium karbonat, fosfat, dan
garam empedu3 .

6. Faktor Risiko
Pembentukan batu empedu merupakan hasil dari berbagai interaksi
antara faktor genetic dan faktor lingkungan. Faktor risiko tradisional untuk
batu empedu adalah empat "F" yaitu female, fertile, fat, forty.
Batu empedu sepuluh kali lebih mungkin terjadi pada orang
berusia 40 tahun ke atas karena terjadinya penurunan aktivitas kolesterol
7a-hidroksilase, yang merupakan enzim pembatas untuk sintesis asam
empedu. Penurunan aktivitas enzimatik tersebut dan peningkatan
kolesterol bilier mengakibatkan individu yang sudah tua mengalami
saturasi kolesterol dan penurunan mobilitas pengosongan kandung
empedu.
Jenis kelamin adalah faktor risiko yang paling menonjol untuk
penyakit batu empedu. Wanita umumnya berisiko lebih tinggi terkena
kolelitiasis daripada pria karena kadar estrogen alami wanita lebih tinggi,
multiparitas dan konsumsi kontrasepsi oral berbasis estrogen.
Kolesterol merupakan zat yang paling umum pada batu empedu.
Kolestrol adalah jenis lipid yang disintesis terutama di hati, dan
diekskresikan hanya melalui sistem bilier. Faktor yang berhubungan

14
dengan pembentukan batu empedu kolesterol adalah hipersekresi dan
supersaturasi kolesterol, konsentrasi garam empedu dan fosfolipid,
nukleasi kristal, dismotilitas kandung empedu, dan fungsi absorpsi dan
sekresi kandung empedu. Kolesterol tinggi, LDL tinggi, dan kadar HDL
rendah diduga dapat meningkatkan ekskresi kolesterol dengan empedu dan
menyebabkan penyakit batu empedu kolesterol. Kadar kolesterol serum,
LDL, HDL, dan trigliserida tidak menunjukkan korelasi yang sederhana
dengan pembentukan batu empedu kolesterol, melainkan hubungan yang
multifaktorial, kompleks, dan juga bergantung pada sifat-sifat individu
lainnya (Pak & Lindseth, 2016)2 .
Saat wanita hamil maka kadar estrogen akan meningkat
signifikan11 , dimana estrogen diduga berperan penting pada wanita dengan
kolelitiasis dimana estrogen dapat menstimulasi reseptor lipoprotein hepar
dan meningkatkan pembentukan kolesterol empedu serta meningkatkan
diet kolesterol, 1 dalam penelitiannya mengatakan penggunaan kontrasepsi
steroid yang mengandung estrogen dan progesterone mempengaruhi
pembentukan batu empedu pada pasien wanita dengan usia 20-44 tahun12 .
Terdapat berbagai faktor risiko intrinsik dan ekstrinsik selain faktor
resiko tradisional tadi yang dapat menjadi penyebab batu empedu, faktor –
faktor tersebut adalah genetik, paritas, obesitas, penurunan berat badan
yang cepat, obat seperti terapi pengganti estrogen dan pil kontrasepsi oral,
nutrisi parenteral total, diabetes mellitus tipe 2, sindrom metabolik,
dislipidemia, hiperinsulinemia, peningkatan sirkulasi enterohepatik
bilirubin, motilitas kandung empedu yang rusak, infeksi hepatitis B,
infeksi hepatitis C, sirosis dan menopause (Attri, et al., 2021; Pak &
Lindseth, 2016; Hung, et al., 2011)2 .

7. Gejala dan Manifestasi Klinis


Pembentukan batu empedu berlangsung lama, 10-15tahun. Batu
empedu bersifat bisu atau silent stone, sering tanpa keluhan dan gejala

15
nyata. Bergantung pada ukuran dan jumlah batu empedu yang terbentuk
serta lokasinya, keparahan gejala dapat beragam.
Gejala- gejala ini dapat berupa :
- Nyeri berat dibagian perut atas.
- Sakit kuning ( terjadi ketika penyubatan dalam waktu lama)
- Demam ( jika timbul komplikasi)
- Muntah dan mual.
Dalam kebanyakan kasus batu empedu tidak menimbulkan gejala.
Bila menimbulkan gejala, biasanya karena batu empedu menyumbat
saluran empedu sehingga menimbulkan apa yang disebut kolik biler/kolik
empedu. Dalam kondisi tersebut, akan dirasakan nyeri hebat diperut
bagian atas kanan, yang mungkin menyebar hingga ketulang belikat, bahu
dan dada. Rasa sakit biasanya disertai mual dan muntah. Gejala kolik
bilier pada beberapa kasus dimana operasi tidak dapat dilakukan atau
berisiko, obat berbasis asam empedu mungkin diberikan untuk
mengencerkan batu empedu yang terbuat dari kolesterol. Namun, obat
tersebut hanya efektif untuk batu berukuran kecil dan tidak mencegah
pembentukan batu empedu bila pengobatan dihentikan. (Dalam buku
penyakit dalam, jilid 1. 2007)13

8. Diagnosis
Penegakan diagnosis kolelitiasis harus ditujukan untuk
mengidentifikasi jenis batu dan penyebab dasar dari kolelitiasis tersebut.
Diagnosis adanya kolelitiasis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang seperti USG sebagai pilihan utama untuk
menegakkan diagnosis14
Setengah sampai dua pertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis
dan keluhan yang biasanya timbul adalah dispepsia yang kadang disertai
intoleran pada makanan berlemak. Pada pasien simtomatis keluhan utama
berupa nyeri di daerah epigastrium atau perikondrium. Rasa nyeri lain
yang dapat dikeluhkan adalah kolik bilier yang berlangsung lebih dari 15

16
menit dan baru menghilang beberapa jam kemudian, nyeri yang timbul
kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus nyeri muncul secara
tiba-tiba. Nyeri biasanya menyebar pada bagian tengah, skapula, atau ke
klavikula dan disertai mual muntah. Keluhan nyeri menetap dan
bertambah saat menarik nafas dalam.
Batu Pada kandung empedu maka pada pemeriksaan fisik akan
ditemukan murphy sign positif yaitu apabila penderita merasakan nyeri
tekan dan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang. Batu pada
saluran empedu biasanya tidak menimbulkan gejala namun akan teraba
saat perabaan hepar dan apabila sumbatan saluran empedu bertambah
berat maka akan timbul ikterus klinis.
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium
dan pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan laboratorium akan ditemukan
kenaikan serum kolesterol, kenaikan fosfolipid, penurunan ester
kolesterol, kenaikan protrombin serum time, penurunan urobilinogen,
peningkatan sel darah putih, dan peningkatan serum amilase, selain itu
apabila terjadi sindroma mirizzi akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin
serum akibat penekanan duktus koledokus oleh batu.
Pemeriksaan foto polos abdomen biasanya tidak memberikan
gambaran yang khas dikarenakan hanya sekitar 10 -15% batu kandung
empedu yang bersifat radiopak.
Kolelitiasis pada USG memiliki penampilan struktur hyperechoic di
dalam kandung empedu dengan bayangan akustik di distal. Endapan di
kandung empedu juga dapat terlihat berupa lapisan hyperechoic di dalam
kandung empedu. Endapan tidak menghasilkan bayangan akustik. Tanda-
tanda lain 16 yang dapat muncul seperti dinding anterior kandung empedu
menebal (lebih besar dari 3 mm), adanya cairan pericholecystic, atau
Murphy’s sign sonografi positif, dapat dicurigai sebagai kolesistitis akut.
Pengukuran besar batu dapat diperoleh dengan USG. Ukuran normalnya
adalah 4 mm pada pasien normal hingga usia 40 tahun, setiap
bertambahnya dekade kehidupan, maka bertambah 1mm2 .

17
Pemeriksaan kolesistografi oral merupakan pemeriksaan terbaik untuk
mengetahui jenis batu, namun pemeriksaan akan gagal pada keadaan ileus
paralitik, muntah, kadar bilirubin serum diatas 2 mg/dl, obstruksi pylorus
dan hepatis, dikarenakan pada keadaan tersebut kontras tidak dapat
mencapai hati.
Pemeriksaan sonogram dapat menentukan apakah dinding kandung
empedu menebal. Pemeriksaan Endoscopic Retrograde
Colangiopancreatografi (ERCP) memungkinkan visualisasi struktur secara
langsung dan hanya dapat dilihat pada saat laparotomi. Pemeriksaan ini
meliputi insersi endoskopi serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus
sampai mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukan ke
dalam duktus koleduktus dan duktus pankreatikus kemudian bahan kontras
disuntikan ke dalam duktus untuk menentukan keberadaan batu dan
memungkinkan visualisasi serta evaluasi percabangan bilier6 .

9. Diagnosis Banding
Pertimbangan yang matang harus dilakukan bahwa patologi
intraabdominal dan ekstra-abdomen dapat muncul dengan bentuk nyeri
perut bagian atas, dan kondisi ini dapat terjadi bersamaan dengan
kolelitiasis. Penyakit berbeda yang patut untuk dipertimbangkan adalah
penyakit tukak lambung, pankreatitis (akut atau kronis), hepatitis,
dispepsia, penyakit refluks gastroesofageal (GERD), sindrom iritasi usus,
spasme esofagus, pneumonia, nyeri dada jantung, dan ketoasidosis
diabetikum (Heuman , 2019)2 .

10. Tatalaksana
Pada pasien batu empedu, asimptomatik tidak perlu dilakukan
penanganan apapun sampai terjadi perkembangan berikutnya 15 , hanya saja
perlu diedukasi untuk melakukan monitoring dengan check up berkala dan
mengharuskan pasien untuk dikonseling mengenai gejala yang

18
kemungkinan dapat muncul serta memberikan informasi tentang kapan
harus mencari perawatan medis2 . Namun untuk pasien dengan gejala
simptomatik terdapat beberapa pilihan penatalaksanaan tergantung
manifestasi klinis dengan tujuan utama mengurangi gejala klinis dan
mencegah perkembangan komplikasi15
Tatalaksana kolelitiasis dibedakan menjadi 2 yaitu penatalaksanaan
non bedah dan bedah. Penatalaksanaan non bedah dapat dilakukan dengan
penatalaksaan pendukung dan diet, 80% pasien kolelitiasis sembuh dengan
istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik.
Oral dissolution therapy yaitu penghancuran batu dengan pemberian obat
oral, pemberian obat ini dapat menghancurkan batu pada 60% pasien
kolelitiasis, kriteria disolusi media adalah diameter batu, 20mm, batu
kurang dari 4 batu, fungsi kandung kemih baik dan duktus sistik paten,
namun pada anak anak terapi ini tidak dianjurkan kecuali anak dengan
risiko tinggi untuk menjalani operasi. Disolusi kontak yaitu cara untuk
menghancurkan batu dengan memasukan cairan pelarut ke dalam kandung
empedu melalui kateter perkutaneus melalui hepar atau kateter nasobilier,
larutan yang dipakai adalah methyl terbutyl eter yang dimasukan ke dalam
kandung empedu dan mampu menghancurkan batu empedu dalam 24 jam.
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) yaitu menggunakan
gelombang suaran amplitudo tinggu untuk menghancurkan batu, namun
pada anak-anak metode ini tidak direkomenasikan karena angka
kekambuhan tinggi.
Tatalaksana bedah terbagi menjadi kolisistektomi terbuka dan
kolisistektomi laparoskopi. Kolisistektomi terbuka merupakan standar
terbaik untuk pasien dengan kolelitiasis simtomatik, komplikasi yang
dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris dan indikasi paling umum
adalah kolik biliaris rekuren diikuti oleh kolesistitis akut. Indikasi
kolisistektomi laparoskopi adalah pasien dengan kolelitiasis simtomatik
tanpa adanya kolesistitis akut. kolisistektomi merupakan baku emas (gold
standard) untuk tatalaksana kolelitiasis dengan gejala 6 .

19
11. Prognosis dan komplikasi
Prognosis kolelitiasis dengan pengobatan adalah baik, Tingk at
mortalitas setelah terapi bedah kurang dari 0,1%. Seringkali, setelah
kolesistektomi pasien mengeluh nyeri persisten atau rekurens, yang biasa
disebut “sindrom post kolesistektomi”. Bila sudah timbul komplikasi
berupa kolesistitis akut, maka prognosis bisa menjadi dubia atau malam,
bahkan tingkat mortalitas dapat lebih dari 50%. kolelitiasis tanpa
kolesistektomi memiliki tingkat kekambuhan sekitar 60% selama 6 tahun16 .
Komplikasi yang dapat muncul dari kolelitiasis adalah kolesistitis,
koledokolitiasis, kolangitis, pankreatitis, infeksi saluran empedu dan
penyakit kuning, kanker kandung empedu hernia insisional, dan nyeri
kuadran kanan atas kronis (Jones, et al., 2022) (Lindenmeyer, 2021)2 .

12. Edukasi
Edukasi pasien berpusat pada menjaga pola makan rendah lemak,
kepatuhan terhadap pengobatan, menjelaskan patofisiologi kondisi, janji
tindak lanjut untuk melacak kemajuan, dan menjelaskan potensi intervensi
bedah jika diperlukan17 .

13. Aspek Keislaman


Sebagaimana kita ketahui bahwa salah satu yang menyebabkan
batu empedu adalah obesitas dengan pola makan berlebih yang tinggi
kolestrol, yang mana hal ini sebenarnya telah dijelaskan pada Q.S. Al-
A’raaf ayat 31 artinya sebagai berikut :

۞ ‫ي ٰادَ َم ُخذُ ْوا ِزيْنَتَكُ ْم ِعنْدَ كُ ِل َمس ِْجد َّوكُلُ ْوا َوا ْش َرب ُْوا‬
ْ ِ‫ٰيبَن‬
‫ࣖ َو َل تُس ِْرفُ ْوا اِنَّه َل ي ُِحب الْ ُمس ِْرفِيْ َن‬
“Wahai anak cucu adam pakailah pakaianmu yang bagus pada
setiap memasuki masjid, makan dan minumlah jangan berlebihan.
Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebihan.

20
Dari ayat diatas, dapat kita ketahui bahwa Allah tidak menyukai
hambanya yang berlebih-lebihan terutama saat makan. Oleh karena itu, kita
sebagai hambanya janganlah berlebihan ketika makan agar terhindar dari
berbagai jenis penyakit, salah satunya seperti penyakit batu empedu. Dan
juga berbagai penyakit lain seperti diabetes mellitus dan sebagainya16 .

21
BAB III

DISKUSI KASUS

Cholelithiasis adalah penyakit hepatobiler kronik yang disebabkan


oleh terganggunya metabolisme dari kolesterol, bilirubin dan asam
empedu yang ditandai dengan pembentukan batu empedu dalam saluran
empedu hepatic atau di dalam empedu 5 . Untuk penyebabnya sendiri
kolelitiasis merupakan penyakit multifaktoral, batu empedu dapat
terbentuk karena terdapat ketidakseimbangan susunan kimiawi empedu di
dalam kandung empedu2 , dengan Faktor risiko tradisional untuk
terbentuknya batu empedu adalah empat "F" yaitu female, fertile, fat,
forty2 .
Adapun untuk penegakan diagnosis kolelitiasis berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti USG
sebagai pilihan utama untuk menegakkan diagnosis14 Kolelitiasis pada
USG memiliki penampilan struktur hyperechoic di dalam kandung
empedu dengan bayangan akustik di distal. Endapan di kandung empedu
juga dapat terlihat berupa lapisan hyperechoic di dalam kandung empedu.
Endapan tidak menghasilkan bayangan akustik 2 .
Pada pasien batu empedu, asimptomatik tidak perlu dilakukan
penanganan apapun sampai terjadi perkembangan berikutnya, sedangkan
untuk pasien yang menunjukkan gejala dapat diberikan terapi farmakologi
sebelum tindakan bedah, 80% pasien kolelitiasis sembuh dengan istirahat,
cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik 6 . Seperti
pada kasus pasien ini diberikan tatalaksana berupa cairan infus ringer
laktat dan Ranitidine sebagai obat antihistamin antagonis H218 , untuk
menekan produksi asam lambung berdasarkan keluhan mual pasien, serta

22
diberikan analgetik berupa dexketoprofen untuk mengurangi nyeri yang
dirasakan pasien.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Paulsen, W. Anatomi sobotta ‘Atlas of Human Anatomy’ Edisi XV. 1–23


(2016).
2. Yasmin, N. Hubungan Kolelitiasis Dengan Kadar Bilirubin Total, Gamma
Glutamyl Transferase Dan Alkaline Phosphatase Di Rumah Sakit Abdoel
Moeloek Tahun 2019-2021. Fak. Kedokteran. Univ. Lampung 2021, 1–34
(2023).
3. Empedu, A. K. Anatomi Vesika Billiaris, Batu Empedu. 6–22 (2012).
4. Abarca, R. M. Konsep Kolelitiasis. Nuevos Sist. Comun. e Inf. 2013–2015
(2021).
5. R. Wijayanti, M. U. Cholelithiasis Dengan Cholesystitis Akut. 35–42.
6. Rafilia Adhata, A., Mustofa, S. & Umiana Soleha, T. Diagnosis and
Management Cholelithiasis. Med. Prof. J. Lampung 12, 75–78 (2022).
7. Susilo, J. et al. Case Study : Gallstones (Cholelithiasis) in Long-tailed
Macaques (Macaca fascicularis). J. Med. Vet. 15, 122–127 (2021).
8. Universitas Andalas. Distribusi kasus cholelitiasis Bagian Bedah RSUP
DR. M. Djamil Padang tahun 2014-2015. Cholelitiasis 1–4 (2013).
9. Nabu, M. Case Kolelitiasis Di Ruang Cendana. J. Chem. Inf. Model. 53, 63
(2019).
10. Albab, A. U. Karakteristik Pasien Kolelitiasis Di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo. Fak. Kedokt. Univ. Hasanuddin 1, 1–56 (2020).
11. Wulansari, I. Latihan Relaksasi Otot Progressive Untuk Nyeri Punggung
Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Suwawa. Lap. Pengabdi. Masy. Univ.
Negeri Gorontalo 1–23 (2020).
12. Sueta, M. A. D. & Warsinggih. Risk Factors of Gallstones At Dr . Wahidin
Sudirohusodo General Hospital Makassar. J. Bedah Nas. 1, 20–26 (2017).
13. Amalia, A. Teori Penyakit Batu Empedu. 13, 4–24 (2020).
14. Yusuf. Kolelitiasis Pada Anak. Maj. Kedokeran Andalas 44, 189–195
(2021).
15. Sri, A. widiastuty. Patogenesis Batu empedu, Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Palembang, Volume I. 2010.

24
16. Muzakki, J. B. Proporsi Penderita Batu Empedu Dengan Dislipidemia dan
Diabetes Melitus di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Pada ahun 2015-
2016. Skripsi 1–76 (2017).
17. Nurman & Lesmana. Batu Empedu, National centre for biotechnology
information. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati Edisi 1 161–164 (2007).
18. Indonesia, U. I. Uji floating lag timeberdasarkan variasi kombinasi polimer
HPMC dan carbopol. Farmakologi 33, (1991).

25
Lampiran :

26
27
28
29
30
31

Anda mungkin juga menyukai