Anda di halaman 1dari 38

STROKE

OLEH:

HUSNUL HATIMA

10550421111422

PEMBIMBING:

dr. Hj. Dr. dr. Sumarni, Sp. JP (K), FIHA

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Interna

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2023

1
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : HUSNUL HATIMA

NIM : 10550421111422

Judul Laporan Kasus : STROKE HEMORAGIK

Telah menyelesaikan Laporan Kasus dalam rangka Kepanitraan Klinik di Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Agustus 2023


Pembimbing,

dr. Hj. Dr. dr. Sumarni, Sp. JP (K), FIHA

2
KATA PENGANTAR

AssalamualaikumWr. Wb.
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan referat dapat diselesaikan. Shalawat serta salam
semoga selalu tercurahkan kepada Baginda Besar Nabi Muhammad SAW.
Referat berjudul Stroke Hemoragik ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada
waktunya, sebagai salah satu syarat untuk dalam menyelesaikan Kepanitraan Klinik di Bagian
Interna. Secara khusus penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang mendalam kepada dr.
Hj. Dr. dr. Sumarni, Sp. JP (K), FIHA Selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu
dengan tekun dan sabar dalam membimbing, memberikan arahan dan koreksi selama proses
penyusunan tugas ini hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa penyusunan referat ini belum sempurna. Akhir kata, penulis
berharap agar laporan kasus ini dapat memberi manfaat kepada semua orang.

Makassar, Agustus 2023

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Menurut WHO stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang pesat karena
adanya gangguan fokal atau global dari fungsi otak, yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih dan menyebabkan kematian tanpa penyebab lain selain penyebab vaskular. 1
Stroke menempati posisi kedua penyebab kematian utama di dunia dengan angka
kematian mencapai sekitar 5,5 juta jiwa. 2 Prevalensi Stroke di Indonesia berdasarkan
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yaitu, 7 permil (‰) pada tahun 2013, dan meningkat
menjadi 10.9 permil (‰) pada tahun 2018. Prevalensi stroke tertinggi di Indonesia
terdapat di Kalimantan Timur (14,7‰), dan prevalensi penyakit stroke juga meningkat
seiring bertambahnya usia, yaitu (50,2‰) pada usia 75 tahun keatas dan prevalensi stroke
berdasarkan jenis kelamin didapatkan lebih banyak dialami oleh laki-laki (11,0%)
dibandingkan dengan perempuan (10,9%).³ Penyakit stroke dapat menyebabkan
kecacatan permanen yang tentunya dapat mempengaruhi produktivitas penderitanya.
Sebagian besar penyakit stroke datang tanpa peringatan. Ini berarti bahwa
tatalaksana stroke bertujuan untuk membatasi kerusakan pada otak, mengoptimalkan
pemulihan, dan mencegah kekambuhan. Strategi pencegahan stroke sangat penting.
Pencegahan difokuskan dengan mengobati faktor predisposisi stroke seperti hipertensi,
hiperlipidemia, diabetes, dan merokok.4

4
5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI
Untuk anatomi, dijabarkan berdasarkan anatomi otak itu sendiri serta pembuluh darah
yang mengalirinya.

1. Anatomi otak

Otak merupakan organ yang paling kompleks yang mengontrol dan meregulasi
tubuh, merespon terhadap stress dan ancaman, dan mengontrol fungsi kognitif. Otak juga
menjaga temperature tubuh, membantu menginterpretasi indra khusus, dan untuk
berinteraksi sosial. Otak juga berperan untuk menjaga kerja tubuh secara optimal di
lingkungan baik dengan melindungi dan memelihara tubuh.5

Otak dibagi menjadi lima bagian, yaitu otak besar (serebrum), otak kecil
(serebelum), otak tengah (mesefalon), otak depan (diensefalon), dan jembatan varol (pons
varoli).5,6
Serebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang hemisfer
kanan dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan sulkus (celah) dan
girus.5,6
Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu: lobus frontalis, parietal, oksipital,
dan temporal. Lobus frontalis terletak pada bagian anterior dan dipisahkan dengan lobus
parietal melalui sulcus sentral (sulcus Rolandii). Pada bagian lateral lobus frontalis
dipisahkan dengan temporal melalui sulcus lateral (fisura Slyvii). 5,6

6
7
Gambar 1. Bagian Lobus Otak5

Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak neuron


dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran koordinasi yang penting dalam
fungsi motoric yang didasarkan pada informasi somatosensory yang diterima, inputnya
40 kali lebih banyak dibandingkan output. Cerebellum terdiri dari tiga bagian
fungsional yang berbeda yang menerima dan menyampaikan informasi ke bagian lain
dari sistem saraf pusat.6
Mesenfalon atau otak tengah terletak di depan cerebellum dan pons varoli. Otak
tengah berfungsi penting pada refleks mata, tonus otot serta fungsi posisi atau
kedudukan tubuh. Otak depan atau diensefalon terdiri atas dua bagian, yaitu thalamus
yang berfungsi menerima rangsangan dari reseptor kecuali bau, dan hypothalamus yang
berfungsi dalam pengaturan suhu, pengaturan nutrient, penjaga agar tetap bangun dan
penumbuhan sikap agresif.6
Pons Varoli merupakan serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian
kiri dan kanan. Selain itu, menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang.5,6

2. Anatomi Pembuluh Darah Otak

Hemisfer otak disuplai oleh tiga pasang arteri besar: arteri serebri anterior, media,
dan posterior. Arteri serebri anterior dan media bertanggungjawab terhadap sirkulasi di
bagian depan dan merupakan cabang dari arteri karotis interna. Arteri serebri posterior

8
9
merupakan cabang dari arteri basilaris dan membentuk sirkulasi pada bagian belakang otak,
yang juga mensuplai thalamus, batang otak dan otak kecil.6
Arterti cerebri anterior mencabangkan arteri komunikans anterior sehingga membagi
dua segmen arteri serebri anterior menjadi segmen proksimal dan distal. Arteri cerebri media
mencabangkan 4 segmen : segmen horizontal yang memanjang hingga lumen insula dan
menyuplai arteri lentikulostriata lateral, segmen insula, segmen operculum, dan segmen
korteks bagian distal pada hemisfer lateral.6
Pada sirkulasi posterior, arteri vertebralis kiri dan kanan Bersatu membentuk arteri
basilaris. Arteri cerebri inferior posterior merupakan cabang dari arteri vertebralis bagian
distal sedangkan arteri serebri inferior anterior merupakan cabang dari arteri basilari bagian
proksimal. Arteri serebri superior merupakan cabang distal dan arteri basilaris sebelum
bercang dua menjadi arteri serebri posterior. 5,6

Gambar 2. Sirkulus Willisi5

B. DEFINISI STROKE

Menurut WHO stroke merupakan sindroma klinis yang ditandai oleh gangguan fungsi otak
fokal maupun global mendadak berlangsung lebih dari 24 jam, mempunyai kecenderungan
perburukan bahkan kematian yang diakibatkan oleh satu-satunya gangguan vaskuler.1
Stroke merupakan gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh karena gangguan peredaran
darah otak, dimana secara mendadak atau cepat timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah
fokal di otak yang terganggu.7

C. EPIDEMIOLOGI STROKE

Berdasarkan data World Stroke Organization tahun 2019, terdapat sekitar 13,7 juta orang di
dunia yang terkena serangan stroke baru setiap tahunnya, 60% dari serangan stroke terdapat pada
orang dibawah 70 tahun.8 Setiap tahunnya sekitar 5,5 juta orang meninggal karena stroke. Pada
tahun 2016, pervalensi stroke terbanyak ada pada stroke iskemik, dimana terdapat 9,5 juta kasus
stroke iskemik dan 4,1 juta kasus stroke hemoragik.2
Pada tahun 2018, di Amerika satu dari 6 kematian akibat penyakit kardiovaskular
diakibatkan karena stroke. Setiap tahunnya, lebih dari 795.000 orang di Amerika terkena serangan
stroke. Sekitar 87% dari serangan stroke yang dialami adalah stroke iskemik. 9 Secara nasional,
pervalensi stroke di Indonesia tahun 2018 diperikirakan sebanyak 2.120.362 orang.
Sebanyak 28,5% penderita meninggal dunia dan beberapa menderita kelumpuhan sebagian atau
total. Hanya 15% saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan.3

D. KLASIFIKASI STROKE

Stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

1. Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik, yang disebabkan karena adanya perdarahan di otak, yaitu


perdarahan subarachnoid yang terjadi sekitar 5% kejadian dari seluruh kejadian stroke, dan
perdarahan intraserebral yang terjadi sekitar 10% dari seluruh kejadian stroke. Perdarah
subarachnoid adalah perdarahan yang terjadi diantara lapisan arachnoid dan piamater
Perdarahan subarachnoid bisa disebabkan oleh beberapa hal, seperti; aneurisma pembuluh
darah, perdarahan pembuluh darah cerebral, dan malformasi pembuluh darah.10

2. Stroke Iskemik
Stroke iskemik menyebabkan infark pada otak, tulang belakang, maupun retina
sehingga dapat menyebabkan disfungsi neurologis. Gejala yang ditimbulkan bisa berlangsung
selama 24 jam atau lebih.10 Infark yang terjadi disebabkan karena adanya embolus
(kardioembolik seperti pada kasus atrial fibrilasi) atau atherothrombosis (karena adanya
ateroskerosis pada pembuluh darah).11

E. FAKTOR RISIKO STROKE

Faktor resiko terjadinya stroke dibagi menjadi dua, yaitu faktor resiko non modifikasi dan
faktor resiko yang dapat di modifikasi:
1. Faktor Resiko Non-Modifikasi

Faktor resiko yang tidak bisa dimodifikasi, yaitu umur, jenis kelamin, etnik, dan
genetik. Faktor umur sangat berpengaruh pada kejadian stroke, seiring dengan
bertambahnya umur, maka kejadian stroke akan meningkat menjadi dua kali lipat disetiap
dekade setelah umur 55 tahun. Selain itu, jenis kelamin juga berpengaruh, serta stroke juga
dapat diperngaruhi oleh adanya faktor genetik yang berasal dari keluarga dan tidak bisa
diubah.12

2. Faktor Resiko dapat Dimodifikasi

Faktor resiko yang bisa dimodifikasi merupakan hal yang penting, karena dengan
mengetahui lebih dini faktor resiko dan melakukan modifikasi, dapat mencegah terjadinya
stroke. Faktor resiko ini ialah:
a. Hipertensi

Hipertensi adalah faktor resiko stroke yang tersering, baik pada laki-laki dan
perempuan.13 Semakin tinggi tekanan darah seseorang, maka semakin tinggi juga
resiko yang dimilikinya untuk mengalami stroke.12 Hipertensi ditandai dengan tekanan
darah sistolik yang lebih atau sama dengan (≥) 140 mmHg dan tekanan darah diastolik
yang lebih atau sama dengan (≥) 90 mmHg. Hipertensi dapat menyebabkan perubahan
struktur pembuluh darah, perubahan pada tonus pembuluh darah , serta menyebabkan
hipertrofi pada pembuluh darah di otak. Hal ini akan menyebabkan alirah darah di
pembuluh darah otak akan berkurang karena keadaan lumen yang mengecil.
Hipertensi juga menyebabkan terjadinya plak aterosklerotis dan menyebabkan
hambatan pada pembuluh darah.14 Selain dapat menyebabkan stroke iskemik,
hipertensi juga dapat menyebabkan terjadinya stroke hemoragik, karena akan
menyebabkan peningkatan tekanan darah sehingga menimbulkan kebocoran pada
arteri intraserebral.15

b. Diabetes Melitus

Diabetes melitus adalah faktor yang kuat untuk menimbulkan stroke baik pada laki-
laki maupun perempuan. Orang dengan diabetes melitus memiliki resiko dua kali lipat
terkena stroke iskemik dibanding yang tidak memiliki diabetes melitus.13 Diabetes
melitus akan menyebabkan kerusakan pada dinding-dinding pembuluh darah yang
akan memicu penumpukan agregat platelet dan menimbulkan aterosklerosis, sehingga
dapat menyumbat pembuluh darah, dan berakibat pada terjadinya stroke iskemik.16
c. Atrial Fibrilasi

Atrial fibrilasi menyebabkan resiko untuk mengalami stroke iskemik bertambah


sebesar 4-5 kali lipat dibanding dengan orang tanpa atrial fibrilasi.17 Fibrilasi yang
terjadi pada serambi kiri jantung ini, akan menyebabkan terhentinya darah yang
seharusnya mengalir, sehingga menyebabkan terbentuknya thrombus dan embolus
yang akan menyebabkan adanya penyumbatan darah ke otak dan menimbulkan
stroke.12
d. Dislipidemia

Dislipidemia ditandai dengan peringkatan total keloseterol (lebih dari atau sama
dengan) ≥ 200 mg/dL, LDL (Low Density Lipoprotein) (lebih dari atau sama dengan)
≥ 130 mg/dl, Trigliserida (lebih dari atau sama dengan) ≥150 mg/dl, dan penurunan
HDL (High Density Lipoprotein) (kurang dari atau sama dengan) ≤ 40mg/dl.
Dislipidemia akan menyebabkan tebentuknya plak aterosklerosis, yang merupakan
salah satu penyebab terjadinya stroke.13
e. Perilaku inaktif, diet, obesitas dan sindrom metabolik

Orang dengan perilaku aktif akan menimbulkan penurunan tekanan darah dan
penurunan resiko diabetes melitus. Diet dan obesitas menyebabkan stroke karena
berdampak pada timbulnya penyakit hipertensi, diabetes mellitus, serta dislipidemia.
Sindrom metabolik terdiri dari obesitas, prehipertensi dan prediabetes. Orang dengan
sindrom metbolik resiko dua kali lipat lebih besar mengalami stroke dibanding dengan
orang yang hanya memiliki 1 faktor resiko.12

F. PATOFISIOLOGI STROKE
Patofisiologi stroke dibedakan berdasarkan kedua jenisnya, yakni patofisiologi stroke
hemoragik dan patofisiologi stroke non hemoragik :
Pathway Stroke Hemoragik dan Non Hemoragik

1. Stroke Hemoragik

a. Perdarahan Intracerebral

Perdarahan intraserebral terbanyak disebabkan karna adanya hipertensi, saat


tekanan darah meningkat akan menyebabkan kebocoran pada arteriol-arteriol.
Perdarahan intraserebral hanya terjadi pada daerah lokal diotak. Derajat kerusakan
yang ditimbulkan sesuai dengan lokasi, volume perdarahan serta tekanan yang
dihasilkan oleh perdarahan tersebut. Perdarahan intraserebral akan berada pada white
matter otak, dan dapat sampai memasuki ventrikel otak sehingga akan menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial. Perdarahan yang terjadi menyebabkan darah lama
kelamaan akan menggumpal, dan menimbulkan pembengkakan pada jaringan otak
disekitarnya dan menyebabkan kerusakan sel saraf. Selain itu, hemoglobin yang
terkandung didalam darah,yang terdiri dari heme dan zat besi, merupakan suatu racun
(toxic) terhadap mitakondria pada sel otak, sehingga dapat menyebabkan kematian
pada sel.15

b. Perdarahan Subarachnoid

Perdarahan subarahnoid biasanya disebabkan karena adanya trauma. Pada saat


ada trauma bridging vein yang terletak diantara lapisan otak arachnoid dan duramater
akan terobek dan menyebabkan perdarahan. Perdarahan pada subarachnoid biasanya
timbul lebih lambat, yaitu mulai dari beberapa hari, beberapa minggu, bahkan sampai
beberapa bulan.15

2. Stroke Iskemik

Mekanisme stroke iskemik bisa dibagi menjadi tiga, yaitu karena thrombosis, embolus,
dan hipoperfusi jaringan. Thrombosis adalah suatu hambatan di pembuluh darah yang terbentuk
pada daerah hambatan itu sendiri. Embolus adalah hambatan di pembuluh darah yang dibentuk
dan berasal dari tempat lain, sedangkan hipoperfusi jaringan disebabkan karena terjadi
penurunan aliran darah pada sistem peredaran darah.

a. Thrombosis

Menyebabkan hambatan aliran darah, karena adanya proses pembentukan


hambatan lokal (thrombus/clot). Selain itu hambatan pada aliran darah juga dapat
disebabkan karena adanya plak aterosklerosis. Hambatan yang dapat ditimbulkan
bisa berupa penyempitan atau sampai menyebabkan adanya sumbatan total pada
pembuluh darah.15 Aterosklerosis disebabkan karena adanya peradangan lokal pada
dinding pembuluh darah yang disebabkan oleh kadar kolesterol yang tinggi pada
darah. Dinding pembuluh darah yang mengalami inflamasi akan mengeluarkan
sitokin dan kemokin. Kemokin yang terbentuk akan menyebabkan tertariknya
monosit dari aliran darah masuh ke lapisan subendotel pembuluh darah,
berdifferensiasi, dan menjadi makrofag. Pada orang dengan kadar LDL (low density
lipoprotein) yang tinggi, LDL akan menembus lapisan subendotelial dan menetap di
lapisan intima pembuluh darah dan terjadi proses oksidasi, LDL yang teroksidasi ini
akan terikat oleh makrofag, dan membentuk sel busa (foam cell). Sel otot polos
pembuluh darah di bagian intima media juga akan mengikat LDL yang telah
teroksidasi, sehingga juga akan membuat sel busa. Proliferasi otot pembuluh darah
ini serta adanya peningkatan matriks ekstraseluler yang dihasilkannya, akan
menyebabkan penebalan dan membentuk sklerosis.18 Aterosklerosis ini akan
menyebabkan sumbatan pada pembuluh darah, sehingga aliran darah ke otak akan
berkurang.

b. Embolus

Hambatan yang terjadi disebabkan bukan karena sesuatu yang terbentuk pada
pembuluh darah itu sendiri, melainkan dihasilkan dari tempat lain.15 Embolus dapat
terbentuk di arteri, vena, ruang-ruang jantung, dan katup jantung. Emboli dapat
terbentuk dari pecahnya plak atherosklerosis dan berjalan menuju arteri cerebral.
Selain itu, emboli juga bisa berasal jantung, baik pada ruang jantung (serambi kiri,
dan bilik kiri jantung), pada katup jantung, ataupun oleh adanya gangguan pada
irama jantung, infark miokard, dll.19
Pada daerah yang kekurangan darah, kebutuhkan akan ATP akan semakin
meningkat walaupun produksinya berkurang akibat kekurangan darah.
Sehinggakandungan ATP akan semakin menurun, menurunnya energi ini
menyebabkan gangguan baik pada ion maupun neurotransmitter. Neurotransmitter
yang berperan adalah glutamat. Pada penurunan ATP menyebabkan kadar
neurotransmitter glutamat meningkat pesar pada ruang ekstraselular, sehingga
glutamate akan berikatan pada reseptor N-Methyl-D-aspartate (NMDA) and α-
amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazolepropionic acid (AMPA) secara berlebihan,
dimana ikatan yang berlebihan akan menyebabkan masuknya kalsium, natrium, dan
air yang berlebihan ke ruang intraselular, yang menyebabkan terjadinya
pembengkakan sel dan edema. Selain itu, Kalsium dan natrium yang tinggi akan
menimbulkan pembentukan radikal bebas. Radikal bebas yang dihasilkan ini akan
merusak asam nukleat, karbohidrat, lipid, dan protein, karna sifatnya yang toxic
terhadap sel. Pada akhirnya, akan menyebabkan kematian sel saraf.20,21

G. GEJALA DAN TANDA STROKE


Gejala dan tanda stroke iskemik dan hemoragik, yaitu:22

1. Stroke Iskemik

Gejala stroke iskemik bergantung pada area dari lesi akibat pembuluh darah
yangmengalami iskemia:

Pembuluh darah yang


Gejala dan tanda
mengalami iskemik
- Hilang fungsi dari tangan dan wajah
kontralateral
- Hilang rasa dari tangan dan wajah
Arteri Cerebral media kontralateral
- Dysphasia

- Dyslexia, dysgraphia,dyscalculia
- Hilang fungsi dan rasa pada kaki
Arteri Cerebral Anterior
kontralateral
Arteri Cerebral posterior - Hemianopsia homonim kontralateral
Arteri opthalmica - Kehilangan penglihatan monokular
- Penglihatan ganda (N.kranial III, IV,
VI)

- Rasa baal pada wajah (N.kranial V)

- Kelemahan pada wajah (N. kranial 7)

- Vertigo (N. kranial 8)


Arteri Vertebrobasillar
- Disfagia (N.kranial IX,X)

- Disarthria

- Ataxia
- Kehilangan fungsi dan rasa pada kedua
lengan dan kaki
- Kehilangan fungsi pada lengan dan
kaki kontralateral
Pembuluh darah kecil - Kehilangan rasa pada lengan dan kaki
kontralateral

Tabel I. Gejela dan tanda stroke iskemik berdasarkan pembuluh darah

2. Stroke Hemoragik

Gejala pada stroke hemoragik, yaitu:

Jenis stroke hemoragik Gejala dan tanda


- Terjadi tiba-tiba

- Sakit kepala yang hebat

- Terdapat kekakuan pada leher


Stroke hemoragik
- Kehilangan kesadaran
subarachnoid
- Papiloedema Penurunan
fungsi saraf
- Terjadi tiba-tiba

- Terdapat gangguan fungsi saraf yang


berat (hemiplegia, hemianaesthesia
Stroke Hemoragik and homonymous hemianopia)
Intraserebral - Terdapat gangguan kesadaran
- Sakit kepala
- Muntah
- Papiloedema

Tabel II. Gejala dan Tanda Stroke Hemoragik

H. DIAGNOSIS
Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragik atau non-hemoragik, antara
keduanya, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis neurologis, algoritma dan
penilaian dengan skor stroke, dan pemeriksaan penunjang.

1.Anamnesis

Anamnesis terutatama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas penderita saat
serangan, gejala seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa berputar, kejang, gangguan
visual, penurunan kesadaran, serta faktor risiko stroke (hipertensi, diabetes, dan lain-
lain).23
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah berikutnya
adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke hemoragik atau stroke
non-hemoragik. Dalam menentukan jenis stroke dapat dilakukan melalui pengambilan
anamnesis yang dilakukan seteliti mungkin.23 Berdasarkan hasil anamnesis, dapat
ditentukan antara keduanya, seperti pada tabel III.

Gejala Stroke Hemoragik Stroke Non Hemoragik

Onset Medadak Mendadak


Saat onset Sedang Aktif Istirahat
Peringatan (warning) - +
Nyeri Kepala +++ +/-
Kejang + -
Muntah + -
Penuruanan Kesadaraan +++ +/-

Tabel III. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan anamnesis23

2Pemeriksaan Klinis Neurologis

a. Status generalis

Kesadaraan (Glasgow Coma Scale), vital sign (TD, Nadi, RR, Temperatur) dan
pemeriksaan umum lainnya.23
b. Status Neurologis
Ditemukan adanya defisit neurologis pada salah satu atau lebih dari pemeriksaan
berikut ini: pemeriksaan saraf-saraf kranialis, fungsi motorik, sensorik, luhur,
vegetatif, gejala rangsang meningeal, gerakan abnormal, gait dan keseimbanagn.23

Tanda (sign) Stroke Hemoragik Stroke Non Hemoragik

Bradikardi ++ (dari awal) +/- (hari ke -4)


Udema papil Sering + -
Kaku Kuduk + -
Tanda kerning, Brudzinski ++ -

Tabel IV. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Non Hemoragik Berdasarkan
Pemeriksaan Klinis23

c. Algoritma atau Sistem Skoring


Algoritma atau sistem skoring yang digunakan untuk membedakan jenis stroke.
3. Pemeriksaan Penunjang

a. Computerized Tomography (CT-Scan)

CT-scan digunakan untuk membantu menentukan penyebab seorang terduga


stroke. CT-scan digunakan untuk mencari perdarahan atau massa di dalam otak.
Situasi yang sangat berbeda dengan stroke yang memerlukan penanganan yang
berbeda pula. CT Scan berguna untuk menentuka; jenis patologi, lokasi lesi, ukuran
lesi, dan menyingkirkan lesi non-vaskuler.26,27
Computed Tomography (CT) scan sangat baik untuk mendeteksi stroke
terutama dalam membedakan antara stroke non-hemoragik dan hemoragik, tetrapi
sering muncul normal selama 6 hingga 24 jam setelah iskemik akut stroke.26

b. CT Scan Non-Kontras

CT scan non-kontras merupakan pilihan utama untuk evaluasi pasien suspek


stroke. CT scan non-kontras memberikan informasi yang cukup untuk membedakan
antara stroke hemoragik dan non hemoragik, hal ini dapat dilakukan jika pencitraan
dilakukan dalam beberapa jam setelah onset stroke.26
Karakteristik dengan kecurigaan aneurisma yaitu tampak lesi hiperdens
mengisi sulkus kortikal, sisterna serebri, fissure lateral sylvii, dan interfalx cerebri.
Sedangkan, melalui CT scan non-kontras juga dapat mengetahui lokasi thrombus
arteri, dengan tanda densitas arteri: arteri yang mengandung trombus memiliki
antenuasi yang lebih tinggi dan tampak lebih padat daripada arteri kontralateral yang
berdekatan atau setara, yang berarti lokasi oklusi dapat ditemukan.26

c. Scan Angiografi (CTA)

CT-scan angiografi merupakan pemeriksaan invasive minimal, pemeriksaan


CTA menggunakan kontras yang diinjeksi dengan cepat secara intravena.
Pemeriksaan ini memberikan detail vaskulasr yang lebih baik.26
CT angiogram digunakan untuk mengidentifikasi area stenosis atau okulsi
pembuluh darah untuk melakukan diagnosis dan pengambilan keputusan yang cepat
dan akurat dalam area klinis. Kontraindikasi CTA adalah pasien yang memiliki
reaksi alergi terhadap kontras dan pasien dengan insufisiensi ginjal.26

d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Pendekatan diagnostic lain jika didapatkan hasil normal pada pemeriksaan CT


adalah dengan melakukan pemeriksaan MRI. MRI dianggap memiliki sensitivitas
yang sama dengan CT-scan. Namun, pemeriksaan dengan MRI dapat memakan waktu
hingga satu jam, sehingga pemeriksaan ini kurang baik dalam mendeteksi edema
sitotoksis atau intraseluler yang terliat pada fase akut atau kurang dari 24 jam stroke.26
MRI dapat dilakukan kemudian selama perawatan pasien jika detail yang lebih
baik diperlukan untuk pembuatan keputusan medis lebih lanjut. MRI baik digunakan
untuk mendeteksi edema vasogenik yang muncul pada fase subakut stroke dan terlihat
lebih dari 24 jam hingga beberapa hari. 26
Metode MRI dengan teknik diffusion weighted imaging (DWI) dapat
mendeteksi area abnormal beberapa menit setelah aliran darah ke bagian otak
berhenti, dimana MRI konvensional tidak dapat mendeteksi stroke sampai lebih dari 6
jam dari saat terjadinya stroke, dan CT scan kadang tidak dapat mendeteksi sampai
12-24 jam.26

e. Tes Jantung

Tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering dilakukan pada pasien
stroke untuk mencari sumber emboli. Echocardiogram adalah tes dengan gelombang
suara yang dilakukan dengan menempatkan peralatan microphone pada dada atau
turun melalui esophagus (transesophageal achocardiogram) untuk melihat bilik
jantung.24

f. Tes Darah
Tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein yang dilakukan
untuk mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk adanya arteri yang
mengalami peradangan. Protein darah tertentu yang dapat meningkatkan peluang
terjadinya stroke karena pengentalan darah juga diukur. Tes ini dilakukan untuk
mengidentifikasi penyebab stroke yang dapat diterapi atau untuk membantu
mencegah perlukaan lebih lanjut. Tes darah screening mencari infeksi potensial,
anemia, fungsi ginjal dan abnomarlitas elektrolit mungkin juga perlu
dipertimbangkan.24,29

g. Lumbal Pungsi

Pasien suspek perdarahan subarachnoid namun menunjukkan hasil normal


pada pemeriksaan CT, lumbal pungsi harus dilakukan untuk melihat adanya darah
atau xanthocromia pada cairan serebrospinal. Namun, diperlukan waktu 12 jam untuk
membentuk xanthocromia, sehingga mungkin canthrocromia tidak terlihat ketika
dilakukan lumbal pungsi segera setelah onset gejala. Karena insiden perdarahan
subarchnoid rendah dan sulit untuk membedakan antara perdarahan subarchnoid dan
trauma akibat pungsi lumbal tidak lagi berguna.30

I. TATALAKSANA

Tujuan penatalaksanaan stroke adalah menurunkan tingkat kesakitan serta kematian karena
stroke, karenanya penting pengenalan secara dini mengenai tanda dan gejala stroke memegang
peranan penting dan menjadi kunci utama dalam penangan stroke yang paripuna. Metode yang
umumnya digunakan adalah metode FAST (Facial movement, Arm movement, Speech, Tes all
three) atau CCPS (Cincinnati Pre-Hospital Stroke Scale). Kedua metode ini dapat memberikan cara
pengenalan gejala awal stroke yang mudah untuk dimengerti dan diaplikasikan oleh masyarakat.
FAST terdiri dari Facial Movement, Arm Movement, dan Speech. Facial movement
merupakan penilaian pada otot wajah, pada penilaian otot wajah ini melihat simetrisitas dari bibir
pasien ketika pasien tersenyum atau memperlihatkan gigi. Arm movement merupakan penilaian
pergerakan lengan untuk menentukan apakah kelemahan pada ekstremitas, pasien diminta untuk
mengangkat tangan 90 derajat dari tubuh dan tahan 10 detik. Speech merupakan penilaian bicara
yang meliputi cara dan kualitas bicara, pasien diminta untuk mengulangi kalimat sederhana.
“Time is brain” dan “golden periode” merupakan konsep utama tatalaksana stroke.
Idealnya pasien stroke sudah mendapatkan tatalaksana dalam tiga jam sejak gejala pertama
dikenali. 31
1. Penanganan Pra Rumah Sakit

Bila hasil dari metode FAST atau CPSS yang digunakan memberikan hasil yang positif,
maka harus segera dipanggil ambulans gawat darurat. Ambulans gawat darurat berperan
penting dalam pengiriman pasien ke fasilitas yang tepat untuk penanganan stroke. Semua
tindakan dalam transportasi pasien hendaknya berpendomana kepada protokol. Petugas
ambulans gawat darurat harus mempunyai kompetensi dalam penilaian pasien stroke pra rumah
sakit.
Fasilitas ideal yang harus ada dalam ambulans yaitu personil yang terlatih, mesin EKG,
peralatan dan obat-obatan resusitasi dan gawat darurat, obat-obatan neuroprotektan,
telemedisin, ambulans yang dilengkapi dengan peralatan gawat darurat, antara lain,
pemeriksaan glukosa (glucometer), kadar saturasi O2 (pulse oximeter).
Personil pada ambulans gawat darurat yang terlatih mampu mengerjakan : 31
a. Memeriksa dan menilai tanda-tanda vital
b. Tindakan stabilitas dan resusitasi (Airway Breathing Circulation / ABC)
c. Intubasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan koma yang dalam, hipoventilasi,
dan aspirasi.
d. Bila kardiopulmoner stabi, pasien diposisikan setengah duduk

e. Memeriksa dan menilai gejala dan tanda stroke

f. Pemasangan kateter intravena, memantau tanda-tanda vital dan keadaan


jantung
g. Berikan oksigen untuk menjamin saturasi > 95%

h. Memeriksa kadar gula darah

i. Menghubungi unit gawat darurat secepatnya


j. Transportasi secepatnya

2. Penanganan Umum Stroke Akut


a. Evaluasi Cepat dan Diagnosis
Jendela terapi dalam pengobatan stroke akut sangat pendek, oleh karena itu evaluasi
dan diagnosis harus dilakukan dengan cepat, sistematik, dan cermat. Evaluasi gejala dan
klinik stroke akut meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan neurologi dan
skala stoke.
Anamnesis dilakukan untuk mengetahui gejala awal, waktu awitan, aktivitas
penderita saat serangan, dan tanda serta gejala yang dialami pasie. Pemeriksaan fisik
pasien meliputi penilaian respirasi, sirkulasi, oksimetri, dan suhu tubuh. Pemeriksaan
kepala dan leher, torak, abdomen, kulit, dan ekstremitas juga penting untuk dilakukan.
Pemeriksaan neurologis terutama pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak,
sistem motorik, sikap dan cara jalan refleks, koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif.32

b. Terapi Umum

Untuk pengobatan umum ini dipakai patokan 5 B, yaitu :

 Breathing

Harus dijaga agar jalan nafas bebas dan fungsi paru-paru cukup baik.
Fungsi paru sering terganggu karena curah jantung yang kurang, maka jantung
harus dimonitor dengan seksama. Pengobatan dengan oksigen hanya perlu bila
kadar oksigen dalam darah berkurang.

 Blood
- Tekanan Darah

Tekanan darah dijaga agar tetap cukup tinggi untuk mengalirkan darah ke
otak. Pada fase akut pada umumnya tekanan darah meningkat dan secara
spontan akan menurun secara gradual. Pengobatan hipertensi pada fase akut
dapat mengurangi tekanan perfusi yang justru menambah iskemik lagi.

- Komponen Darah

Kadar Hb dan glukosa harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak.
Bila terdapat polisitemia harus dilakukan hemodilusi. Pemberian infus glukosa
harus dihindari karena akan menambah terjadinya asidosis di daerah infark yang
mempermudah terjadinya edem dan karena hiperglikemia menyebabkan
perburukan fungsi neurologis dan keluaran. Keseimbangan elektrolit harus
dijaga.

 Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Hindari terjadinya obstipasi
karena akan membuat pasien gelisah. Nutrisi harus cukup, bila perlu diberikan
melalui nasogastric tube.

 Bladder

Miksi dan balance cairan harus diperhatikan. Jangan sampai terjadi


retensio urin. Bila terjadi inkontinensia, untuk laki-laki harus dipasang kondom
kateter, kalau wanita harus dipasang kateter tetap.

 Brain
Edema otak dan kejang harus dicegah dan diatasi. Bila terjadi edema otak,
dapat dilihat dari keadaan penderita yang mengantuk, adanya bradikardi atau
dengan pemeriksaan funduskopi, dapat diberikan manitol. Untuk mengatasi
kejang-kejang yang timbul dapat diberikan Diphenylhydantion atau
Carbamazepin.33,34

3. Penatalaksanaan Khusus Stroke Iskemik

Tujuan terapi pada stroke iskemik akut adalah untuk mempertahankan jaringan di area
dimana perfusi menurun tetapi cukup untuk menghidari infark. Jaringan di area oligemia ini
dipertahankan dengan memulihkan aliran darah ke area yang terganggu dan meningkatkan
aliran kolateral. Memulihkan aliran darah dapat meminimalkan efek iskemia hanya jika
dilakukan dengan cepat.31

a. Trombolisis Intravena (IV Thrombolysis)


Berdasarkan rekomendasi AHA/ASA infus IV tPA merupakan modalitas pilihan
pengobatan untuk pasien yang menunjukkan onset gejala 3 jam pertama. Jendela terapi
dapat diperpanjang sampai 4,5 jam untuk pasien yang memenuhi syarat. Golongan
obat ini digunakan sebagai terapi reperfusi untuk mengembalikan perfusi darah
yang terhambat pada serangan stroke akut. Jenis obat golongan ini adalah alteplase. Obat
ini bekerja memecah thrombus dengan plasminogen yang terikat pada fibrin. Dosis
alteplase yang digunakan 0.9 mg/kg dengan dosis maksimum 90 mg selama 60 menit,
dengan 10% dosis diberikan sebagai bolus selama 1 menit.
Kriteria inklusi meliputi diagnosis stroke iskemik dengan "defisit neurologis yang
dapat diukur", onset gejala dalam waktu 3 jam sebelum pengobatan, dan usia 18 tahun
atau lebih.
Tinjauan kriteria eksklusi untuk trombolitik harus dilakukan sebelum pemberian
alteplase. Menurut Food and Drug Administration, kontraindikasi trombolisis intravena
termasuk perdarahan internal aktif, operasi intrakranial baru-baru ini atau trauma kepala
yang serius, kondisi intrakranial yang dapat meningkatkan risiko perdarahan, diatesis
perdarahan, hipertensi berat yang tidak terkontrol, perdarahan intrakranial saat ini,
perdarahan subarachnoid, dan riwayat stroke baru-baru ini.
Angioedema orolingual adalah efek samping potensial alteplase IV. Jika
angioedema harus terjadi, pengelolaan jalan napas menjadi prioritas. Intubasi endotrakeal
atau intubasi fiberoptik terjaga mungkin diperlukan untuk mengamankan jalan napas.
Jika dicurigai ada angioedema, tahan alteplase IV dan ACE inhibitor. Berikan
metilprednisolon, diphenhydramine, dan ranitidine atau famotidine. Epinefrin dapat
dipertimbangkan jika terapi sebelumnya tidak mengurangi tanda dan gejala. Icatibant
atau C1 esterase inhibitor dapat dipertimbangkan untuk pengobatan angioedema
herediter dan ACE inhibitor angioedema.
Agen fibrinolitik lainnya, seperti tenecteplase, dapat dipertimbangkan sebagai
alternatif alteplase. Dalam satu studi, tenecteplase tampaknya memiliki profil
kemanjuran dan keamanan yang serupa pada stroke ringan tetapi tidak menunjukkan
keunggulan jika dibandingkan dengan alteplase.36

b . Trombektomi Mekanis
Penggunaan trombektomi mekanis harus dipertimbangkan pada semua pasien,
bahkan pada mereka yang menerima terapi fibrinolitik. Pedoman AHA / ASA tidak
merekomendasikan observasi untuk respon setelah alteplase IV pada pasien yang sedang
dipertimbangkan untuk trombektomi mekanis.
Dalam beberapa tahun terakhir ada kemajuan yang signifikan dalam perawatan
stroke akut. Uji coba beberapa stroke pada tahun 2015 menunjukkan bahwa trombektomi
endovaskular dalam enam jam pertama jauh lebih baik daripada perawatan medis standar
pada pasien dengan oklusi pembuluh darah besar di arteri dari sirkulasi anterior
proksimal. Manfaat ini bertahan terlepas dari lokasi geografis dan karakteristik pasien.
Sekali lagi pada tahun 2018, terjadi perubahan paradigma yang signifikan dalam
perawatan stroke. Uji coba DAWN menunjukkan manfaat signifikan dari trombektomi
endovaskular pada pasien dengan oklusi pembuluh darah besar di arteri dari sirkulasi
anterior proksimal. Percobaan ini memperpanjang jendela stroke hingga 24 jam pada
pasien tertentu menggunakan pencitraan perfusi. Selanjutnya, sekarang lebih banyak
pasien yang dapat dirawat, bahkan hingga 24 jam.
Rekomendasi saat ini pada pasien terpilih dengan oklusi pembuluh besar dengan
stroke iskemik akut di sirkulasi anterior dan yang juga memenuhi kriteria DAWN dan
DEFUSE 3 lainnya, trombektomi mekanis direkomendasikan dalam jangka waktu 6
hingga 16 jam dari kondisi normal terakhir yang diketahui. Pada pasien tertentu yang
memenuhi kriteria DAWN, trombektomi mekanis dapat dilakukan dalam waktu 24 jam
dari kondisi normal terakhir yang diketahui.36

c. Antikoagulan

Obat yang diberikan adalah heparin atau heparinoid (fraxiparine). Efek


antikoagulan heparin adalah inhibisi terhadap faktor koagulasi dan mencegah atau
memperkecil pembentukkan fibrin dan propagasi trombus. Antikoagulansia mencegah
terjadinya gumpalan darah dan embolisasi trombus. Antikoagulansiamasih sering
digunakan pada penderita stroke dengan kelainan jantung yang dapat menimbulkan
embolus.
 Unfractionated heparin (UFH) dan lower molecular weight heparin (LMWH)
termasuk dalam golongan obat ini.
 Obat golongan ini seringkali juga diresepkan untuk pasien stroke dengan
harapan dapat mencegah terjadinya kembali stroke emboli, namun hingga saat
ini literatur yang mendukung pemberian antikoagulan untuk pasien stroke
iskemik masih terbatas dan belum kuat.
 Salah satu meta-analisis yang membandingkan LMWH dan aspirin
menunjukkan LMWH dapat menurunkan risiko terjadinya tromboembolisme
vena dan peningkatan risiko perdarahan.37

d. Anti Agregasi Trombosit

Obat yang dipakai untuk mencegah pengumpulan sehingga mencegah


terbentuknya trombus yang dapat menyumbat pembuluh darah. Obat ini dapat digunakan
pada TIA. Obat yang banyak digunakan adalah asetosal (aspirin) dengan dosis 40 mg –
1,3 gram/hari. Akhir-akhir ini digunakan tiklopidin dengan dosis 2 x 250 mg.
 Golongan obat ini sering digunakan pada pasien stroke untuk pencegahan
stroke ulang dengan mencegah terjadinya agregasi platelet.
 Aspirin merupakan salah satu anti agregasi trombosit yang direkomendasikan
penggunaannya untuk pasien stroke.
 Penggunaan aspirin dengan loading dose 325mg dan dilanjutkan dengan dosis
75- 100mg/hari dalam rentang 24-48 jam setelah gejala stroke. Penggunaannya
tidak disarankan dalam 24 jam setelah terapi fibrinolitik.37

e. Neuroprotektor
Mencegah dan memblok proses yang menyebabkan kematian sel-sel terutama di
daerah penumbra. Berperan dalam menginhibisi dan mengubah reversibilitas neuronal
yang terganggu akibat ischemic cascade. Obat-obat ini misalnya piracetam, citikolin,
nimodipin, pentoksifilin.37

f. Anti Edema

Obat anti edema otak adalah cairan hiperosmolar, misalnya manitol 20%, larutan
gliserol 10%. Pembatasan cairan juga dapat membantu. Dapat pula menggunakan
kortikosteroid.37

4. Penatalaksanaan Khusus Stroke Hemoragik

a. Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS) Terapi medik pada PIS akut :

 Terapi Hemostatik

Terapi hemostatik diberikan untuk mengurangi perkembangan


hematoma. Terapi ini penting untuk membalikkan koagulopati pada pasien yang
memakai antikoagulan. Faktor aktif rekombinan VII (rFVIIa) merupakan obat
hemostatis yang dianjurkan untuk pasie hemofilia yang resesiten terhadap
pengobatan faktor VII replacement dan juga bermanfaat untuk penderita dengan
fungsi koasgulasi normal. Pemberian rFVIIa pada pasien PIS pada onset 3 jam
menunjukkan hasil yang baik. 37, 38

Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan


fresh frozen plasma atau prothrombic complex concentrate (PCC) dan vitamin
K. Pasien dengan peningkatan waktu protombin INR harus menerima vitamin K
dan FFP atau PCC intravena. PCC dapat menormalkan INR lebih cepat
dibandingkan FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah sehingga aman untuk
jantung dan ginjal.39

Dosis tunggal IV rFVIIa 10-90 μg/kg pada pasien PIS yang


memakai warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian
obat ini harus tetap diikuti dengan coagulation- factor replacement dan vitamin
K karena efeknya hanya beberapa jam.39 Pada pasien yang memang harus
menggunakan antikoagulan maka pemberian obat dapat dimulai pada hari ke 7 –
14 setelah terjadinya perdarahan.39

 Terapi Pembedahan

Pasien PIS dapat dilakukan pembedahaan apabila pasien dengan


perdarahan sereblar > 3 cm dengan perburukan klinis atau kompresi batang otak
dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus secepatnya dibedah. Pasien PIS
dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau angioma cavernosa
dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi struktur
terjangkau. Tindakan pembedahaan dapat dilakukan pasien usia muda dengan
perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk. Pembedahan untuk
mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda dengan perdarahan lobar
yang luas (≥ 50 cm3) masih menguntungkan
Pasien PIS tidak dapat dilakukan tindakan pembedahan apabila
perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis minimal. Pasien dengan GCS
≤4 walaupun dengan perdarahan intraserebral disertai kompresi batang otak
masih mungkin untuk life saving.38,39

b. Penatalaksanaan Perdarahan Sub Arakhnoid

 Manajemen Hipertensi
Pedoman saat ini merekomendasikan untuk mempertahankan tekanan
darah sistolik < 160 mmHg, hindari penurunan agresif karena berisiko iskemik
sekunder. Obat pilihan untuk menurunkan tekanan darah harus dapat dititrasi
dan short acting, seperti Nicardipine atau Labetolol. Setelah aneurisma sudah
ditangani, obat penurun tekanan darah dihentikan kecuali ada tanda krisis
hipertensi.41
 Manajemen gula darah
Untuk mengatasi hiperglikemia, dapat diberikan terapi berupa insulin,
antidiabetik oral40
 Pencegahan Perdarahan Ulang

Vitamin K, antifibrinolitik. Pemberian terapi antifibrinolitik masih


kontroversial. Penelitian di Swedish menunjukkan penurunan kejadian
perdarahan berulang dari 10,4% menjadi 2,8% dengan menggunakan Asam
traneksamat 1 gram per 6 jam selama maksimal 72 jam. Meskipun obat
antifibrinolitik terbukti menurunkan risiko perdarahan berulang, namun
berpotensi meningkatkan risiko thrombosis vena dalam dan iskemia serebral.
Untuk pasien dengan intervensi bedah yang tertunda dan tidak memiliki
kontraindikasi, pengobatan jangka pendek terapi antifibrinolitik dianjurkan
segera < 72 jam setelah ruptur aneurisma.41

 Pencegahan Vasospasme

Pedoman terbaru merekomendasikan pemberian Nimodipin 60 mg tiap


4 jam selama 21 hari untuk mencegah terjadinya vasospasme40,41

 Tindakan Operatif

Tindakan operatif untuk penanagan SAH dapat dilakukan dengan


metal clip atau clipping aneurysm, atau menggunakan metode metal coil atau
coilling aneurysm. Terapi pembedahan pada SAH dilakukan berdasarkan SAH
grade, kondisi medis pasien secara keseluruhan, ukuran dan lokasi aneurisma,
aksesibilitas aneurisma untuk perbaikan bedah, prefrensi pasien untuk operasi
terbuka atau coil, dan ada tidaknya kalsifikasi diniding trombus atau
aneursima.

J. REHABILITASI

Rehabilitasi pasca-stroke adalah suatu upaya rehabilitasi stroke terpadu yang melibatkan
berbagai disiplin ilmu kedokteran dan merupakan kumpulan program, termasuk pelatihan,
penggunaan modalitas alat, dan obat-obatan.
a. Tujuan rehabilitasi adalah :
 Memperbaiki fungsi motoris, bicara dan fungsi lain yang terganggu
 daptasi mental sosial dari penderita stroke, sehingga fungsional otonom penderita, sosial
aktif dan hubunrehabigan interpersonal menjadi normal.
 Sedapat mungkin penderita harus dapat melakukan activities of daily living (ADL).33

b. Jenis-jenis rehabilitasi medik, antara lain : 33,34


 Fisioterapi
Mengobati fisik dengan menggunakan exercise, massage, ataupun terapi dengan
modalitas alat. Fisioterapi terbagi 2, yaitu fisioterapi pasif yang dilakukan secara langsung
setelah pasien terkena serangan stroke dengan menggerakan otot secara pasif dan fisioterapi
aktif yang dilakukan segera setelah keadaan pasien stabil dan dapat diajak berinteraksi.

 Speech Therapy

Membantu memulihkan kemampuan berbahasa dan bekomunikasi penderita stroke


dengan latihan bicara sehingga penderita stroke dapat kembali berkomunikasi dengan
orang lain.

 Occupational Therapy

Menggunakan aktivitas terapeutik dengan tujuan mempertahankan atau


meningkatkan komponen kinerja okupasional (senso-motorik, persepsi, kognitif, sosial,
dan spiritual) dan area kerja kinerja okupasional (perawatan diri, produktivitas, dan
pemanfaatan waktu luang). Dengan kata lain, ahli terapi okupasi membantu penderita
stroke untuk melakukan aktivitas sehari- hari (seperti mandi, makan, minum,
BAB/BAK, berpakaian, dll), dan juga membantu penderita agar dapat berinteraksi
kembali dengan lingkungan sekitarnya (mengelola rumah tangga, merawat orang lain,
dan rekreasi/pemanfaatan waktu luang untuk dirinya).

 Social Worker

Memperbaiki atau mengembangkan interaksi antara penderita dengan


lingkungan sosialnya sehingga penderita dapat kembali ke lingkungan dengan baik.

 Psikologis
Membantu penderita stroke yang cacat agar dapat menyesuaikan diri secara
emosional terhadap lingkungannya dan keadaan cacatnya, sehingga ia dapat
memberikan makna pada kehidupannya dengan penuh arti.
BAB III
KESIMPULAN

Stroke merupakan gangguan fungsi otak fokal maupun global mendadak yang
berlangsung lebih dari 24 jam. Stroke adalah penyakit penyebab disabilitas jangka panjang
nomor satu dan penyebab kematian nomor dua di dunia. Stroke diklasifikasikan menjadi dua,
yaitu stroke hemoragik dan stroke iskemik (non-hemoragik). Stroke hemoragik terjadi karena
adanya perdrahan di otak (perdarahan subarachnoid atau intraserebral) sedangkan stroke
iskemik karena adanya sumbatan yang menyebabkan terjadinya infark.
Penyabab terjadinya stroke bervariasi, dibedakan berdasarkan yang dapat dimodifikasi
dan non-modifikasi. Faktor yang dapat dimodifikasi antara lain hipertensi, diabetes melitus,
atrial fibrilasi, dislipidemia, dan sedentary lifestyle, obesitas serta sindroma metabolik. Faktor
yang tidak dapat dimodifikasi, yaitu usia, jenis kelamin, genetik, dan etnik.
Penanganan stroke harus segera karena semakin lama penanganan akan semakin
memperparah keadaan pasien. Penanganan yang terlambat dapat memungkinkan terjadinya
kerusakan neurologis yang berat. Perwataran stroke yang efesien dan efektif bergantung pada
tim yang berfungsi dengan baik dari ruang gawat darurat hingga ahli saraf dan ahli saraf
intervensi
DAFTAR PUSTAKA

1. Coupland AP, Thapar A, Qureshi MI, Jenkins H, Davies AH. The definition of stroke. J R
Soc Med. 2017;110(1):9–12.
2. Donkor ES. Stroke in the 21 st Century : A Snapshot of the Burden , Epidemiology , and
Quality of Life. 2018;2018.
3. Kementerian Kesehatan RI. Riset Dasar Kesahatan Republik Indonesia. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. Kemeterian Republik Indonesia, Tahun 2018
4. Hardika BD, Yuwono M, Zulkarnain H. Faktor Risiko yang Mempengaruhi Terjadinya
Stroke Non Hemoragik pada Pasien di RS RK Charitas dan RS Myria Palembang. J Akad
Baiturrahim Jambi. 2020;9(2):268.
5. Drake R, Vogi W. Brain. In: Gray’s Anatomy for Students. 4th ed. 2019.
6. Snell RS. Kepala dan Leher. Dalam: Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi
6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2016. h.761-2
7. Indonesia PD. Panduan praktik klinis neurologi. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia. 2016.
8. Lindsay MP, Norrving B. World Stroke Organization (WSO). 2020.

9. Centers for Disease Control and Prevention. Stroke. 2021


10. Parmar P, Sumaria S, Hashi S. Stroke: Classification and diagnosis. Clin Pharm.
2011;3(7):200–2
11. Musuka TD, Wilton SB, Traboulsi M, Hill MD. Diagnosis and management of acute
ischemic stroke: Speed is critical. Cmaj. 2015;187(12):887–93.
12. Boehme AK, Esenwa C, Elkind MSV. Stroke Risk Factors, Genetics, and Prevention. Circ
Res. 2017;120(3):472–95.
13. Madsen TE, Howard VJ, Jiménez M, Rexrode KM, Acelajado MC, Kleindorfer D, et al.
Impact of conventional stroke risk factors on stroke in women an update. Stroke.
2018;49(3):536–42
14. Yonata A, Pratama ASP. Hipertensi sebagai Faktor Pencetus Terjadinya Stroke. J Major
[Internet]. 2016;5(3):17–21.
15. Caplan, Louis R. Caplan's Stroke: A Clinical Approach. Philadelphia: Elsevier/Saunders,
2009.
16. Thomas NS, Susanto M, Sasmita PK, W APRS. KONTRIBUSI HIPERTENSI DAN
DIABETES MELLITUS TIPE 2 ATAU KEDUANYA TERHADAP STROKE BERULANG
CONTRIBUTION OF HYPERTENSION AND TYPE-2 DIABETES
MELLITUS OR BOTH TO RECURRENT STROKE Di Indonesia , menurut Riset
Kesehatan Dasar. J Med. 2014;13(2):110–6.
17. Meschia JF, Bushnell C, Boden-Albala B, Braun LT, Bravata DM, Chaturvedi S, et al.
Guidelines for the Primary Prevention of Stroke. Vol. 45, Stroke. 2014. 3754–3832 p.
18. Katakami N. Mechanism of Development of Atherosclerosis and Cardiovascular Disease in
Diabetes Mellitus. J Atheroscler Thromb. 2017;25(1):27–39.
19. Ntaios G, Hart RG. Embolic Stroke. Circulation. 2017;136(25):2403–5.
20. Xing C, Arai K, Lo EH, Hommel M. Pathophysiologic cascades in ischemic stroke. Int J
Stroke. 2012;7(5):378–85.
21. Kanyal N. The science of ischemic stroke: Pathophysiology & Pharmacological
treatment. Int J Pharma Res Rev. 2015;4(10):65–84
22. Wilkinson I, Lennox G. ESSENTIAL NEUROLOGY. fourth. blackwell publisher; 2005. 9–
35 p.
23. Yew KS, Medicine F, Cheng VEM, Angeles L. Diagnosis of Acute Stroke. J Crohn’s Colitis.
2019;13(Supplement_1):S376–S376.
24. Gleadle J. At a Glance Anamnesis Dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga; 26
Aug 2015. Hal 101-2.
25. Lamsudin, R. Algoritma stroke Gadjah Mada: Penerapan klinis untuk membedakan stroke
perdarahan intraserebral dengan stroke iskemik akut atau stroke infark. Berkala Ilmu
Kedokteran. 1997: 29(1).
26. Birenbaum D, Bancroft L. Imaging Actue Stroke. West J Emerg Med. 2011;12(1):67–76.
27. Berkowitz AL. Vascular Disease of the Brain and Spinal Cord. In: Clinical Neurology and
Neuroanatomy. McGraw-Hill LANGE; 2017.
28. Simon RP, Aminoff MJ. Stroke. In: Clinical Neurology. 10th ed. McGraw-Hill LANGE;
2018.
29. Lokeskrawee T, Muengtaweepongsa S. Accuracy of laboratory tests collected at referring
hospitals versus tertiary care hospitals for acute stroke patients. PLoS One. 2019;14(4).
30. Lawton MT, Vates GE. Subarachnoid Hemorrhage. J Emerg Nurs. 2017;257–66.
31. Himpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Pedoman Penatalaksanaan Stroke.
PERDOSSI. 2011
32. Fassbender K, Walter S. Prehospital stroke management in the thrombectomy era.
thelancet Neurol. 2020;19.
33. Ginsberg, L. Lecture Notes Neurology. Ed 8. Jakarta: Erlangga Medical Series; 2017.
34. Buku Ajar Neurologi. Jilid 2. Jakarta: Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2017. H. 452-473.
35. Ulaanbaatar. Guideline for Management of Stroke. 2012.
36. Chugh C. Acute Ischemic Stroke: Management Approach. Indian Journal of Critical Care
Medicine. 2019;23(S2):140-146
37. Presley B. Penatalaksanaan Farmakologi Stroke Iskemik Akut. Rasional. 2014;12(1).
38. Hemphill JC, Greenberg SM. Guideline for the Management of Spontaneous
Intracerebral Hemorrhage. Am Acad Neurol. 2015;46.
39. Kim JY, Bae HJ. Spontaneous Intracerebral Hemorrhage : Management. J Stroke.
2017;19(1) p28 -39.
40. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Panduan Praktik Klinis Neurologi.
Perdossi. 2016;154–6.
41. Wilson SE, Ashcroft S, Troiani L. Aneurysmal Subarachnoid Hemorrhage: Management by
the Advanced Practice Provider. J Nurse Pract [Internet]. 2019;15(8):553–8.
42. Baehr M, Frotscher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS: Anatomi, fisiologi, Tanda,
Gejala. EGC; 2010. 358–433 p.

Anda mungkin juga menyukai