Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

Stroke Hemoragik

Disusun Oleh:

Sephia Chrisilla Jangkup

2265050112

Pembimbing:

dr. Tranggono Yudo Utomo, Sp.S., M.Si.Med., FINA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF

PERIODE 12 SEPTEMBER – 15 OKTOBER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN REFERAT

“Stroke Hemoragik”

Referat ini diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf

RSUD Dr. Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi

Telah Disetujui

Pada Oktober 2022

Disusun Oleh:

Sephia Chrisilla Jangkup

2265050112

Bekasi, Oktober 2022

Pembimbing

dr. Tranggono Yudo Utomo, Sp.S., M.Si.Med., FINA

i
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN REFERAT i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2

2.1 Epidemiologi 2

2.2 Klasifikasi Stroke Hemoragik 2

2.3 Patofisiologi 7

2.4 Manifestasi Klinis dan Pemeriksaan Fisik 9

2.5 Pemeriksaan Penunjang 10

2.6 Tatalaksana 12

BAB III KESIMPULAN 16

DAFTAR PUSTAKA 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Stroke Hemoragik merupakan gangguan dimana terjadi perdarahan pada area


parenkim otak, ruang subarachnoid, atau ruang intraventrikular secara spontan
karena pecahnya pembuluh darah secara tiba-tiba atau primer tanpa efek dari
trauma. Stroke hemoragik terbagi atas perdarahan intraserebral (ICH), perdarahan
subarachnoid (SAH), perdarahan intraventrikular (IVH), perdarahan subdural
(SDH), dan perdarahan epidural (EDH). Namun, stroke hemoragik terutama
terjadi dalam bentuk ICH dan SAH.1

SAH mengacu pada kondisi neurologis yang dihasilkan dari pecahnya


arteri besar serebral di ruang subarachnoid antara piamater dan arachnoid mater
dari tiga membran yang mengelilingi otak, menyebabkan ekstravasasi darah ke
ruang subarachnoid. Kecuali untuk SAH traumatis, 85% SAH spontan adalah
disebabkan oleh pecahnya aneurisma intrakranial, dan penyebab langsung tidak
ditemukan di sekitar lesi.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Epidemiologi

Stroke adalah penyebab kematian ke-3 pada negara maju maupun negara
berkembang setelah penyakit jantung koroner (PJK) dan kanker. Satu dari 10
kematian disebabkan oleh stroke. Data dari World Stroke Organization
menunjukkan bahwa setiap tahunnya ada 13,7 juta kasus baru penyakit stroke, dan
sekitar 5,5 juta kematian terjadi akibat stroke. Insiden keseluruhan stroke
hemoragik adalah 15-40 kasus per 100.000 individu dari populasi.1

Kejadian SAH sekitar 9 per 100.000 orang, dan prevalensinya meningkat


dengan usia. Etnis dikenal relatif tinggi di Jepang. Dibandingkan dengan insiden
yang lebih rendah daripada ICH, prognosis perdarahan subarachnoid jauh lebih
buruk. Sekitar 15% pasien SAH meninggal sebelum tiba di rumah sakit, dengan
kasus kematian sekitar 50% dan pasca perawatan kegagalan 20%.1

2.2 Klasifikasi Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik dapat diklasifikasikan menurut patofisiologi:2

1. ICH (Intracerebral Hemorrhage)


2. SAH (Subarachnoid Hemorrhage)
3. Perdarahan intrakranial yang lain, seperti IVH (Intraventricular
hemorrhage), SDH (Subdural Hemorrhage), dan EDH (Epidural
Hemorrhage)

2
Gambar 2.1 Klasifikasi Stroke Hemoragik1

2.2.1 Intracerebral Hemorrhage

Intracerebral Hemorrhage (ICH) dapat didefinisikan sebagai penyakit


yang menunjukan gejala neurologis mendadak yang disebabkan oleh perdarahan
spontan di daerah parenkim otak bukan karena trauma. ICH dapat diklasifikasikan
berdasarkan lokasi yang terkena perdarahan, yaitu supratentorial (lobar, putaminal
atau thalamus) dan infratentorial (pontine atau cerebellar).3

Selain itu ICH dapat diklasifikasikan menjadi ICH yang terkait


aterosklerosis, ICH yang terkait Cerebral Amyloid Angiopathy (CAA) dan ICH
yang terjadi karena Arteriovenous Malformation (AVM), fistula arteriovenosa,
hemangioma kavernosa, penyakit moyamoya, trombosis vena, koagulopati,
aneurisma intrakranial.1

Pada ICH yang terkait aterosklerosis biasanya disebabkan karena


hipertensi. Aterosklerosis merupakan penyakit kronik serebral mikroangiopati
yang terjadi pada pembuluh darah kecil yang terpenetrasi dan arteri
leptomeningeal sebagai temuan patologis langsung yang menyebabkan
pendarahan. Terdapat 4 tipe aterosklerosis, yaitu lipohyalinosis, mikroaneurisma,

3
microatheroma dan nekrosis fibrinoid. Semua temuan aterosklerosis terkait erat
dengan lesi pada white matter (leukoaraiosis) dan perdarahan mikro dan sering
ditemukan pada struktur otak dalam (basal ganglia dan thalamus), dimana terdapat
tekanan darah terbesar di otak.4

CAA merupakan penyakit yang menyebabkan pembuluh darah dilatasi dan


fragmentasi dinding fokal karena akumulasi dari protein amiloid kongofilik pada
arteri kecil dan sedang serta arteriol yang terletak pada korteks dan ruangan
leptomeningeal. ICH yang terkait CAA sebagian besar terjadi pada korteks
serebral atau serebelum. Pada AVM/AVF, perdarahan dapat terjadi dikarenakan
aliran tinggi dalam pada koneksi anomali antara arteri dan vena.2

Gambar 2.2 Skoring Hemphill Sebagai Prognosis dari ICH

ICH merupakan manifestasi akut dari penyakit progresif kronik pembuluh


darah otak. Penyebabnya bisa dikarenakan malformasi vaskular, abnormalitas
makroskopik dan massa. Selain itu juga terdapat degenerasi dari arteriol media
dan otot polos, serta terdapat nekrosis fibrinoid subendotelium dengan
mikroaneurisma dan dilatasi fokal. ICH sering diklasifikasikan menurut bagian
dari otak yang terkena, seperti non lobar ICH atau deep ICH (thalamus, basal

4
ganglia, batang otak, serebelum dan lobar ICH (perbatasan kortikal gray matter
dan subkortikal white matter).1

Arteriosklerosis mengarah pada non-lobar ICH yang disebabkan oleh


pecahnya pembuluh darah yang sudah rusak oleh hipertensi lama yang tidak
terkontrol. Lobar ICH lebih sering berhubungan dengan cerebral amyloid
angiopathy yang merupakan gangguan degeneratif ditandai oleh deposit β-
amyloid pada kapiler, aretiol, dan arteri kecil-sedang di korteks serebral,
leptomeninges, dan serebelum.1

A. Faktor Risiko ICH

Faktor Risiko yang Dapat Dimodifikasi4

● Hipertensi

Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama untuk ICH spontan dan
dua kali lebih umum pada pasien dengan deep ICH daripada ICH lobar.

● Merokok
● Konsumsi alkohol yang berlebihan

Pada konsumsi alkohol yang tinggi (>2-4 minuman/hari) berhubungan dengan


peningkatan resiko untuk terjadi ICH dan perdarahan subaraknoid. Hal ini
berhubungan dengan terjadinya peningkatan tekanan darah dan abnormalitas
kaskade koagulasi.

● Obat simpatomimetik

Penggunaan obat simpatomimetik, seperti kokain, heroin, ephedrine,


amfetamin pada pasien muda dapat menyebabkan ICH. Mekanisme secara pasti
belum diketahui, tetapi terdapat beberapa faktor yang terlibat termasuk
vasospasme, vasculitis cerebral, peningkatan agregasi trombosit, kardio emboli,
dan peningkatan tekanan darah terkait dengan perubahan autoregulasi serebral

● Penggunaan double antiplatelet


● Penurunan Low-density lipoprotein dan tingkat trigliserida

5
Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi4

● Usia
● Jenis Kelamin
● Etnis
● Cerebral amyloid angiopathy
● Penyakit Ginjal Kronis
● Genetik
● Ras dan Etnis

Insidensi ICH di Amerika Serikat menunjukkan bahwa orang berkulit hitam


(Afrika-Amerika) memiliki 1,4 kali risiko perdarahan intraserebral. Pada
penelitian yang dilakukan di Cincinnati terdapat insidensi yang lebih tinggi pada
orang berkulit hitam (48.9 per 100.00) daripada berkulit putih (26.6 per 100.000)

2.2.2 Subarachnoid Hemorrhage

Subarachnoid Hemorrhage (SAH) merupakan kondisi neurologis yang


terjadi karena pecahnya pembuluh darah arteri serebral yang besar pada ruangan
subaraknoid, yaitu diantara piamater dan araknoidmater. 85% spontan SAH
disebabkan oleh pecahnya aneurisma intrakranial dan 10 % tidak ditemukan
penyebab langsung. Aneurisma yang paling sering mengalami pecah adalah arteri
intrakranial berukuran 2.5-4 mm. Pecahnya aneurisma menyebabkan perdarahan
di berbagai ruangan subaraknoid, seperti suprasellar cistern, fisura sylvian,
ambient cistern, and quadrigeminal cistern.5

Perdarahan dapat meluas ke ruang ventrikel. Terdapat berbagai bentuk


aneurisme, seperti aneurisme saccular, aneurisme fusiform, formasi bleb pada
aneurisme serebral dan aneurisme blood blister. Pembentukan bleb atau
aneurisme blood blister memiliki risiko yang lebih tinggi untuk pecah. Prognosis
buruk biasa ditemukan pada perdarahan SAH yang banyak, gangguan kesadaran,
hidrosefalus karena obstruksi ventrikular, tetapi jika sadar, sakit kepala ringan
tanpa gejala neurologik biasanya memiliki prognosis yang lebih baik.1

6
Gambar 2.3 Tipe-tipe aneurisma1

2.2.3 Perdarahan Intrakranial Lain

IVH merupakan kondisi perdarahan akut pada ventrikel. Penyebab utama


dari IVH adalah perdarahan di ventrikel karena ICH, pecahnya aneurisme arteri
anterior communicating, perdarahan dari plexus koroid pada parenkim otak
(biasanya nukleus kaudatus) dan perdarahan dinding ependimal, seperti AVM.

SDH dapat terjadi karena pecahnya bridging vein di ruangan subdural, dan EDH
disebabkan oleh pecahnya arteri meningea media atau cabang arteri maksilaris di
ruangan epidural.1

2.3 Patofisiologi
Tempat umum terjadinya perdarahan adalah ganglia basalis (50%), lobus
serebral (10% hingga 20%), thalamus (15%), pons dan batang otak (10%
hingga 20%), dan serebelum (10 %). Hematoma mengganggu neuron dan glia.
Hal ini menyebabkan oligemia, pelepasan neurotransmitter, disfungsi
mitokondria, dan pembengkakan sel. Trombin mengaktifkan mikroglia dan
menyebabkan peradangan dan edema.5

7
Cedera utama adalah karena kompresi jaringan otak oleh hematoma dan
peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Cedera sekunder disebabkan oleh
peradangan, gangguan sawar darah otak (BBB), edema, kelebihan produksi
radikal bebas seperti spesies oksigen reaktif (ROS), eksitotoksisitas yang
diinduksi glutamat, dan pelepasan hemoglobin dan besi dari bekuan darah.6

Gambar 2.4 Patofisiologi Stroke Hemoragik.1

Biasanya hematoma membesar dalam 3 jam sampai 12 jam. Pembesaran


hematoma terjadi dalam 3 jam pada sepertiga kasus. Edema perihematom
meningkat dalam 24 jam, mencapai puncaknya sekitar 5 sampai 6 hari, dan
berlangsung sampai 14 hari. Ada area hipoperfusi di sekitar hematoma. Faktor
penyebab penurunan ICH adalah perluasan hematoma, perdarahan
intraventrikular, edema perihematom, dan inflamasi. Hematoma serebral
menghasilkan hidrosefalus dengan kompresi ventrikel keempat pada tahap
awal.3

Perdarahan subarachnoid spontan non-aneurisma dapat berupa SAH


perimesencephalic atau non-perimesencephalic. Pada SAH perimesencephalic,
perdarahan terutama terjadi di sisterna interpedunkularis. Aktivitas fisik,
seperti manuver Valsava yang menghasilkan peningkatan tekanan intratoraks,
dan peningkatan tekanan vena intrakranial, merupakan faktor predisposisi

8
untuk perimesencephalic non aneurisma SAH (PM-SAH). Ada distribusi
darah difus di non-perimesencephalic SAH (NPM-SAH).4

2.4 Manifestasi Klinis dan Pemeriksaan Fisik


Presentasi umum dari stroke adalah sakit kepala, afasia, hemiparesis, dan
kelumpuhan wajah. Presentasi stroke hemoragik biasanya akut dan progresif.
Sakit kepala onset akut, muntah, kaku kuduk, peningkatan tekanan darah, dan
tanda-tanda neurologis yang berkembang pesat adalah manifestasi klinis
umum dari stroke hemoragik.1
- Sakit kepala lebih sering terjadi pada hematoma besar.
- Muntah menunjukkan peningkatan tekanan intrakranial dan umum terjadi
pada hematoma cerebellum.
- Koma terjadi pada keterlibatan sistem aktivasi retikuler batang otak.
- Kejang, afasia, dan hemianopia terlihat pada perdarahan lobar. Sebuah
prodromal yang terdiri dari mati rasa, kesemutan, dan kelemahan juga
dapat terjadi pada perdarahan lobar.
- Defisit sensorimotor kontralateral merupakan gambaran perdarahan
ganglia basalis dan talamus.
- Hilangnya semua modalitas sensorik adalah fitur utama dari perdarahan
talamus.
- Perluasan hematoma thalamus ke otak tengah dapat menyebabkan
kelumpuhan pandangan vertikal, ptosis, dan pupil tidak reaktif.
- Disfungsi saraf kranial dengan kelemahan kontralateral menunjukkan
hematoma batang otak.
- Biasanya, hematoma pontine menghasilkan koma dan quadriparesis.
- Perdarahan serebelar menghasilkan gejala peningkatan TIK, seperti letargi,
muntah, dan bradikardia. Deteriorasi neurologis progresif menunjukkan
pembesaran hematoma atau peningkatan edema.

Gambaran klinis perdarahan subarachnoid adalah sakit kepala parah yang


digambarkan sebagai thunderclap, muntah, sinkop, fotofobia, kaku kuduk,

9
kejang, dan penurunan tingkat kesadaran. Tanda-tanda meningismus seperti
tanda Kernig (nyeri saat meluruskan lutut ketika paha difleksikan sampai 90
derajat) dan tanda Brudzinski (fleksi pinggul yang tidak disengaja pada fleksi
leher pasien) mungkin positif.1

2.5 Pemeriksaan Penunjang


Computerized tomography (CT) biasanya merupakan pemeriksaan awal.
Perdarahan meningkat dalam atenuasi dari 30-60 unit Hounsfield (HU) pada
fase hiperakut menjadi 80 hingga 100 HU selama beberapa jam. Atenuasi
dapat menurun pada anemia dan koagulopati. Edema vasogenik di sekitar
hematoma dapat meningkat hingga 2 minggu.2
CT dianggap sebagai "standar emas" dalam mendeteksi perdarahan akut
karena sensitivitasnya. Namun, pencitraan dengan menggunakan margnetic
resonance imaging (MRI) memiliki sensitivitas yang sama dengan CT untuk
mendeteksi perdarahan akut. Urutan ini lebih sensitif daripada CT untuk
identifikasi perdarahan sebelumnya.2

Gambar 2.5 CT Scan Lobar Hemmorhage1

10
Pada fase subakut, hematoma mungkin isodense ke jaringan otak, dan
magnetic resonance imaging (MRI) mungkin diperlukan. Volume hematoma
dapat diukur dengan rumus AxBxC/2, di mana A dan B adalah diameter
terbesar dan diameter tegak lurus terhadap itu. C adalah ketinggian vertikal
hematoma.
Perdarahan intraserebral dengan volume lebih dari 60 ml dikaitkan dengan
kematian yang tinggi. Faktor prognostik buruk lainnya adalah ekspansi
hematoma, perdarahan intraventrikular, lokasi infra-tentorial, dan ekstravasasi
kontras pada CT scan (spot sign).

Gambar 2.6 CT Angiogram pada intracereblar hemorrhage (ICH)1

Sifat paramagnetik dari deoxyhemoglobin memungkinkan deteksi dini


perdarahan di MRI. Pencitraan Gradient echo (GRE) sama baiknya dengan CT
dalam mendeteksi perdarahan akut. MRI dapat membedakan antara
transformasi hemoragik infark dan perdarahan primer. MRI dapat mendeteksi
penyebab yang mendasari perdarahan sekunder, seperti malformasi vaskular,
termasuk cavernoma, tumor, dan trombosis vena serebral.5
Ekstravasasi kontras pada CT angiogram (CTA) menunjukkan perdarahan
berkelanjutan yang berhubungan dengan kematian. Multidetektor CT
angiography (MDCTA) membantu menyingkirkan penyebab stroke

11
hemoragik sekunder seperti malformasi arteriovenosa (AVM), aneurisma
pecah, sinus vena dural (atau vena serebral) trombosis (DVST/CVT),
vaskulitis, dan penyakit Moya-Moya.
Angiografi pengurangan digital empat pembuluh (DSA) diperlukan dalam
kasus SAH. Sebuah studi ulang diperlukan untuk mengkonfirmasi apakah
DSA negatif untuk aneurisma. Angiografi ulang dianjurkan pada interval 1
minggu dan 6 minggu.5
Pemeriksaan darah seperti waktu perdarahan, waktu pembekuan, jumlah
trombosit, apusan perifer, waktu protrombin (PT), dan waktu tromboplastin
parsial teraktivasi (aPTT) akan mendeteksi adanya kelainan perdarahan atau
koagulasi dan kelainan hematologi yang dapat menyebabkan perdarahan. Tes
fungsi hati dan tes fungsi ginjal juga diperlukan untuk menyingkirkan
disfungsi hati atau ginjal sebagai penyebabnya.1
Pemeriksaan penunjang untuk menyingkirkan vaskulitis adalah evaluasi
kuantitatif imunoglobulin, antibodi tiroid, faktor rheumatoid, antibodi
antinuklear (ANA), DNA untai ganda (antibodi ds-DNA), antibodi Histon,
komplemen, anti-Ro [SS-A] dan antibodi anti-La [SS-B-], pewarnaan
sitoplasma dan antibodi sitoplasma antineutrofil pewarnaan perinuklear (c-
dan pANCA), dan antibodi anti-endotel.

2.6 Tatalaksana
a. Manajemen Tekanan Darah1
Tekanan darah harus diturunkan secara bertahap hingga 150/90
mmHg menggunakan beta-blocker (labetalol, esmolol), ACE inhibitor
(enalapril), calcium channel blocker (nicardipine), atau hydralazine.
Tekanan darah harus diperiksa setiap 10-15 menit. Studi ATACH
mengamati hubungan yang tidak signifikan antara besarnya penurunan
tekanan darah sistolik (SBP) dan ekspansi hematoma dan hasil 3 bulan.
Tapi studi INTERACT menunjukkan bahwa pengobatan intensif awal
penurunan tekanan darah melemahkan pertumbuhan hematoma selama 72
jam. Telah ditemukan bahwa SBP tinggi dikaitkan dengan kerusakan
neurologis dan kematian. Rekomendasi American Stroke Association

12
(ASA) adalah bahwa untuk pasien dengan SBP antara 150 dan 220 mmHg,
penurunan SBP akut hingga 140 mmHg aman dan dapat meningkatkan
hasil fungsional. Untuk pasien dengan SBP> 220 mmHg, pengurangan
agresif BP dengan infus intravena terus menerus diperlukan.6

b. Penatalaksanaan Peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK)

Perawatan awal untuk peningkatan TIK adalah meninggikan kepala tempat


tidur hingga 30 derajat dan menggunakan agen osmotik (manitol, salin
hipertonik). Manitol 20% diberikan dengan dosis 1,0 hingga 1,5 g/kg.
Hiperventilasi setelah intubasi dan sedasi dengan pCO 28-32 mmHg akan
diperlukan jika TIK meningkat lebih lanjut.

ASA merekomendasikan pemantauan TIK dengan parenkim atau VP Shunt


untuk semua pasien dengan skala koma Glasgow (GCS) <8 atau mereka dengan
bukti herniasi transtentorial atau hidrosefalus. VP shunt memiliki keuntungan
untuk drainase cairan serebrospinal (CSF) pada kasus hidrosefalus. Tujuannya
adalah untuk menjaga tekanan perfusi serebral (CPP) antara 50 hingga 70 mmHg.7

c. Terapi hemostatik

Terapi hemostatik diberikan untuk mengurangi perkembangan hematoma. Hal


ini sangat penting untuk membalikkan koagulopati pada pasien yang memakai
antikoagulan. Vitamin K, konsentrat kompleks protrombin (PCC), faktor aktif
rekombinan VII (rFVIIa), plasma beku segar (FFP), dll., digunakan. ASA
merekomendasikan bahwa pasien dengan trombositopenia harus menerima
konsentrat trombosit. Pasien dengan peningkatan waktu protrombin INR harus
menerima vitamin K dan FFP atau PCC intravena. Namun FFP seringkali
memberikan reaksi alergi pada pasien.6

D. Terapi antiepilepsi

Sekitar 3 sampai 17% pasien akan mengalami kejang dalam dua minggu
pertama, dan 30% pasien akan menunjukkan aktivitas kejang listrik pada
pemantauan EEG. Mereka dengan kejang klinis atau kejang elektrografi harus

13
diobati dengan obat antiepilepsi. Hematoma lobaris dan pembesaran hematoma
menghasilkan kejang yang berhubungan dengan perburukan neurologis. Kejang
subklinis dan status epilepsi non-konvulsif juga dapat terjadi. Pemantauan EEG
terus menerus diindikasikan pada pasien dengan penurunan tingkat kesadaran.
Jika tidak, obat antikonvulsan profilaksis tidak dianjurkan, menurut pedoman
ASA.6

e. Pembedahan

Berbagai jenis perawatan bedah untuk stroke hemoragik adalah kraniotomi,


kraniotomi dekompresi, aspirasi stereotactic, aspirasi endoskopi, dan aspirasi
kateter. Percobaan STICH menunjukkan tidak ada manfaat keseluruhan dari
operasi awal untuk perdarahan intraserebral supratentorial dibandingkan dengan
pengobatan konservatif awal. Mereka yang mengalami perdarahan lobaris dalam
jarak 1 cm dari permukaan otak dan defisit klinis yang lebih ringan (GCS>9)
dapat mengambil manfaat dari pembedahan dini.1

Evakuasi bedah darurat diindikasikan pada perdarahan serebelar dengan


hidrosefalus atau kompresi batang otak. Pasien dengan perdarahan serebelar
dengan diameter >3 cm akan memiliki hasil yang lebih baik dengan pembedahan.
Hematoma serebelum dievakuasi dengan kraniotomi suboksipital. Evakuasi
perdarahan batang otak bisa berbahaya dan tidak dianjurkan.1

Bedah minimal invasif ditambah aktivator plasminogen jaringan rekombinan


(rt-PA) untuk Evakuasi Perdarahan Intraserebral (MISTIE) adalah uji coba
prospektif acak yang menguji pengangkatan bekuan darah berbasis kateter dengan
panduan gambar. Ini menunjukkan pengurangan edema perihematomal dengan
evakuasi bekuan.6

Kraniektomi dekompresi dan evakuasi hematoma sekarang lebih sering


dilakukan untuk stroke hemoragik. Moussa dan Khedr menunjukkan peningkatan
hasil yang diperoleh dengan menambahkan kraniektomi dekompresi dengan
duraplasti ekspansif untuk evakuasi ICH hemisfer hipertensif besar dalam uji coba
terkontrol secara acak.1

14
Hemikraniektomi dekompresi dengan evakuasi hematoma dilakukan pada
pasien dengan skor GCS 8 atau kurang dan hematoma besar dengan volume lebih
besar dari 60 ml. Ini mengurangi kematian dan dapat meningkatkan hasil
fungsional.1

f. Cerebroprotection

Cedera sekunder stroke hemoragik terdiri dari peradangan, stres oksidatif, dan
toksisitas lisat eritrosit dan trombin. Jadi, strategi untuk mengurangi ini sedang
dicoba. Pioglitazone, misoprostol, dan celecoxib dicoba untuk mengurangi
kerusakan inflamasi. Edaravone, flavanoid, dan nicotinamide mononucleotide
dapat mengurangi stres oksidatif. Deferoxamine chelator besi juga dalam fase
percobaan.6

Keamanan dan kemanjuran neuroprotektif dari komponen membran sel


citicoline (cytidine-5-diphosphocholine) telah ditunjukkan dalam beberapa
penelitian. Rosuvastatin, penghambat kompetitif enzim 3-hidroksi-3-metilglutaril
koenzim A reduktase, dikaitkan dengan hasil yang lebih baik dalam percobaan.
Nimodipine penghambat saluran kalsium meningkatkan hasil pada SAH dengan
efek neuroprotektif.1

g. Perawatan Umum

Perawatan medis yang baik, asuhan keperawatan, dan rehabilitasi adalah yang
terpenting. Masalah umum termasuk disfagia, aspirasi, aritmia jantung,
kardiomiopati akibat stres, gagal jantung, cedera ginjal akut, perdarahan
gastrointestinal, infeksi saluran kemih, dan lainnya. Gastrostomi endoskopi
perkutan (PEG) mungkin diperlukan untuk mencegah aspirasi.1

15
BAB III

KESIMPULAN

Stroke hemoragik memiliki angka mortalitas yang cukup tinggi. Pasien


dengan stroke hemoragik harus dikelola di unit stroke khusus dengan perawatan
darurat dan kritis, neurologi dan bedah saraf, dan neuroradiologi untuk hasil
terbaik. Hal ini terutama diperlukan di negara-negara berpenghasilan rendah dan
menengah.

Pengenalan tentang tanda-tanda stroke pada masyarakat luas perlu dilakukan


agar supaya penanganan lebih cepat dilakukan bilamana tingkat kesadaran akan
stroke tinggi. Penanganan yang lebih cepat tentunya harus melewati pemeriksaan
penunjang yang sesuai seperti CT scan ataupun MRI kepala.

Pengobatan terhadap stroke hemoragik terdiri dari non farmakologis dan


farmakologis. Selain itu, terapi rehabilitasi kognitif (CRT) juga harus diberikan
kepada para penyintas stroke agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan
sehari-hari. Pencegahan stroke hemoragik dapat dilakukan dengan menghindari
atau mengendalikan faktor-faktor risiko yang berperan dalam perjalanan penyakit
stroke hemoragik.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Kumar A, Unnithan, Das J, Mehta P. Hemorrhagic Stroke. StatPearls


Publishing. 2022
2. Silverman IE, Rymer MM. An Atlas of Investigation and Treatment:
Hemorrhagic Stroke. Clinical Publishing.2010
3. Biffi A, Anderson C, Battey TW, et al. Association between blood
pressure control and risk of recurrent intracerebral hemorrhage. JAMA.
2015
4. Hauser S, Josephson S. Harrison’s Neurology In Clinical Medicine 4th
edition. McGrawHill. 2017
5. Lee Hoon S. Stroke Revisited: Hemorrhagic Stroke. Springer. 2018
6. Kuriakose D, Xiao Z. Pathophysiology and Treatment of Stroke: Present
Status and Future Perspectives. International Journal of Molecular
Sciences. 2020
7. Time Trends in Survival Following First Hemorrhagic or Ischemic Stroke
Between 1991 and 2015 in the Rotterdam Study. AHA Journals. 2020

17

Anda mungkin juga menyukai