Anda di halaman 1dari 46

PRESENTASI KASUS

SIROSIS HEPATIS DENGAN HEMATEMESIS, MELENA, DAN


ASITES

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Diajukan Kepada:
dr. Kus Budayantiningrum, Sp. Rad

Disusun Oleh:
Alfina Soraya Ahsanallaela
20174011048

BAGIAN ILMU RADIOLOGI RSUD SETJONEGORO WONOSOBO


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018

1
HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
SIROSIS HEPATIS DENGAN HEMATEMESIS, MELENA, DAN
ASITES

Telah dipresentasikan pada tanggal:


11 April 2018
Bertempat di RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo

Disusun oleh:
Alfina Soraya Ahsanallaela
20174011048

Disahkan dan disetujui oleh:


Dokter Pembimbing Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Radiologi
RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo

dr. Kus Budayantiningrum, Sp.Rad

2
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb
Alhamdulillah dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas presentasi
kasus ( PRESUS ) ini sebagai sebagian syarat kepaniteraan klinik program pendidikan
profesi di bagian Ilmu Radiologi dengan judul : Sirosis Hepatis Dengan Hematemesis,
Melena, Dan Asites.
Penulis meyakini bahwa Presus ini terwujud atas bimbingan serta pengarahan dari
berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih
yang tak ternilai kepada:
1. dr. Kus Budayantiningrum, Sp. Rad selaku dokter pembimbing dan dokter spesialis
Radiologi di RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo
2. dr. Anies Indra Kusyati, Sp. Rad selaku dokter spesialis Radiologi di RSUD KRT
Setjonegoro Wonosobo
3. Tn. S selaku pasien di bangsal Flamboyan yang bersedia meluangkan waktunya untuk
dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
4. Teman-teman koass serta Radiografer RSUD Wonosobo yang telah membantu penulis
dalam menyusun tugas ini.
Dalam penyusunan presentasi kasus ini, penulis menyadari masih terdapat banyak
kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran membangun demi
kesempurnaan penyusunan presus di masa yang akan datang.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Wonosobo, 11 April 2018

Alfina Soraya Ahsanallaela

3
DAFTAR ISI

PRESENTASI KASUS ................................................................................................................1


HALAMAN PENGESAHAN .....................................................................................................2
KATA PENGANTAR..................................................................................................................3
BAB I ...........................................................................................................................................5
STATUS PASIEN ........................................................................................................................5
A. IDENTITAS PASIEN ............................................................................................................5
B. ANAMNESIS .........................................................................................................................5
C. PEMERIKSAAN FISIK .........................................................................................................7
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG ...........................................................................................9
E. PEMERIKSAAN RADIOLOGI ...........................................................................................11
BAB II ........................................................................................................................................14
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................................14
A. DEFINISI .............................................................................................................................14
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI HEPAR ...............................................................................14
C. ETIOLOGI SIROSIS HEPATIS ..........................................................................................16
D. EPIDEMIOLOGI HEPATITIS ............................................................................................17
E. PATOFISIOLOGI SIROSIS HEPATIS ...............................................................................18
F. KLASIFIKASI ......................................................................................................................21
G. PENEGAKKAN DIAGNOSIS ............................................................................................22
H. PENATALAKSANAAN .....................................................................................................29
I. KOMPLIKASI .......................................................................................................................30
BAB III PEMBAHASAN ..........................................................................................................40
BAB IV KESIMPULAN ............................................................................................................43
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................45

4
BAB I

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. S

Umur : 61 Tahun

Jenis Kelamin : Laki laki

Alamat : Kauman, Wonosobo

Tanggal masuk RS : 2 April 2018

NO RM : 708763

B. ANAMNESIS

1. Keluhan utama :

Pasien mengeluh muntah darah sejak sehari sebelum masuk rumah sakit dan

BAB hitam sudah 1 bulan.

2. Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien mengeluh muntah darah terjadi secara tiba-tiba tanpa disertai batuk,

frekuensi 3 kali berwarna merah kehitaman , terkadang merah segar, konsistensi cair

dan ada darah yang menyerupai gumpalan, serta tidak berisi makanan atau minuman.

Batuk lama dan pengobatan batuk lama disangkal.

Buang air besar hitam dialami sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit,

frekuensi 3 kali , konsistensi encer, warna hitam seperti kopi, ampas ada, lendir tidak

ada. Perut membesar sejak ± 7 bulan yang lalu dirasakan perlahan-lahan, kadang

mengecil juga. Nafsu makan biasa, dan penurunan berat badan dalam bulan terakhir

yang tidak diketahui berapa kg. Demam saat ini tidak ada, riwayat demam ada sejak

5
3 hari yang lalu. Mata kuning tidak ada, batuk tidak ada, sesak napas tidak ada, nyeri

dada tidak ada. Buang air kecil lancar warna kuning. Pasien merasa tubuhnya lemas

dan tidak bertenaga. Selain itu terkadang pasien merasakan nyeri pada perut terutama

dirasakan di perut kanan atas dan epigastrik. Pasien memiliki kebiasaan merokok.

Pasien tidak menggunakan obat-obatan tertentu maupun jamu-jamuan serta pasien

dulu memiliki kebiasaan minum-minum alkohol.

3. Riwayat Penyakit Dahulu:

- Riwayat dirawat di Rumah Sakit dengan keluhan yang sama disangkal.


- Riwayat menderita hepatitis B (-)
- Riwayat mengkonsumsi obat herbal (-)
- Riwayat hipertensi (+)
- Riwayat Diabetes melitus disangkal
- Riwayat penyakit paru (-)
4. Riwayat penyakit keluarga :

Di keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan yang sama, Riwayat keluarga

dengan hipertensi (+) dan DM (-).

5. Riwayat Personal Sosial

Pasien adalah seorang kepala keluarga dan merupakan perokok yang cukup aktif

dengan riwayat pernah konsumsi alkohol rutin saat remaja sampai dewasa muda.

6. Anamnesis Sistem

Sistem serebrospinal: sadar, compos mentis, demam (-), nyeri kepala (+)

Sistem Indra:

 Mata : penglihatan kabur (-), berkunang-kunang (-), nyeri pada bola

mata (-)

 Telinga : pendengaran berkurang (-), berdengung (-), mengeluarkan

cairan (-), secret (-), darah (-)

 Hidung : mimisan (-), pilek (-), mengeluarkan secret (-)

6
 Mulut : sariawan (-), gusi berdarah (-), mulut kering (-), nyeri

tenggorokan (-)

Sistem Kardiovaskular : nyeri dada (-), berdebar (-)

Sistem Respirasi : sesak nafas (-), batuk (-), pilek (-)

Sistem Gastrointestinal : nyeri perut (+), kembung (-) BAB cair warna hitam

(+), mual (+), muntah (+)

Sistem Urogenital : BAK (+) normal, BAK warna kuning, BAK

mengeluarkan batu (-), nyeri saat BAK (-)

Sistem Integumentum : gatal (-)

Sistem Muskuloskeletal : gerak bebas (+), kelemahan anggota gerak (-), nyeri

sendi (-), nyeri otot (-), edema (+) pada kedua kaki, kesemutan (-)

C. PEMERIKSAAN FISIK

 Tanda Vital

Tekanan Darah : 110 / 64 mmHg

Nadi : 105 x/menit

Pernapasan : 24 x/menit

Suhu : 36,2

 Kepala : Mesosefal

 Mata : conjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)

 Hidung : nafas cuping (-), sekret (-), SD (-)

 Telinga : discharge (-/-), hematom aurikula (-)

 Mulut : bibir sianosis (-)

 Tenggorokan : T1-T1, faring hiperemis (-).

 Leher : Simetris, pembesaran limfonodi(-)

7
 Thorax : Dinding dada simetris kanan-kiri, tidak ada retraksi

dinding dada

 Cor

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak,

Palpasi : Ictus cordis kuat angkat di ICS V, 2 cm ke medial

linea midclavicularis sinistra.

Perkusi : konfigurasi jantung sulit dinilai

Auskultasi : BJ I-II reguler, bising (-), gallop (-)

 Pulmo

Inspeksi : Pergerakan dinding thorax kiri-kanan simetris, tampak

jejas (-), retraksi ICS (-)

Palpasi : vocal fremitus (+/+)

Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru kiri-kanan

Auskultasi : Suara nafas vesikuler diseluruh lapang paru kiri-

kanan. Ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

 Abdomen

Inspeksi : Tampak simetris, cembung, ikut gerak nafas, tidak terdapat


kelainan kulit, warna dalam batas normal, jejas luka bekas operasi
(-), caput medusa (-)
Auskultasi : Bising usus (+) dbn 8x/menit, suara bruit tidak terdengar
Palpasi : NT epigastrium (-), murphys sign (+), defans muskular (-), hepar
dan lien tidak teraba.
Perkusi : Pekak, batas hepar bertambah, pekak beralih (+), undulasi (+)
minimal
Rectal Toucher
Inspeksi : Benjolan (-), jejas (-), warna kulit dbn

8
Palpasi : Nyeri pada daerah anus (-), tonus otot sphincter ani
mencengkeram kuat, mucosa licin, masa (-), ampula recti kolaps,
lendir (-), darah (-) feses (-).

 Ekstermitas : Akral hangat (+/+), edema (+/+)

 Kulit : Turgor kulit cukup, ikterik (-)

 Genitalia : dbn

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Jenis Hasil Nilai Rujukan Interpretasi


Pemeriksaan
Hemoglobin 5.7 13,2-17,3 g/dL Low
Leukosit 16.0 3,8-10.6 10^3/ul High
Eosinofil 4.8% 2-4 % High
Basofil 0.30 % 0-1 % Normal

Netrofil 44.80% 50-70% Low


Limfosit 36.60% 25-40% Normal
Monosit 10.30% 2-8% High
Hematokrit 17% 40-52% Low
Eritrosit 1.6 4.40-5.90 10^6/ul Low
Trombosit 260 150-400 10^3/ul Normal

MCV 107 fl 80-100 fL High


MCH 35 pg 26-34 Pg High
MCHC 33 g/dL 32-36 q/dL Normal

GDS 150 mg/dL 70-150 mg/dL Normal

Ureum 49.7 mg/dl <50mg/dL Normal

Kreatinin 0.95 mg/dl 0,60-1,1 mg/dL Normal

Kolesterol Total 66 mg/dL <220 mg/dL Normal

Trigliserida 63 mg/dL 70-140 mg/dL Low


SGOT 100 0-50 U/L High

9
SGPT 27.7 0-50 U/L Normal

HbsAg Negatif Negatif Negatif


Albumin 2.3 3.8 - 5.3 g/dL Low

10
E. PEMERIKSAAN RADIOLOGI

FOTO THORAX AP

Gambar 1. Hasil Foto thorak

Interpretasi :

Identitas : Suyanto/ 02.11.1958 / Kauman Selatan

No Cm/No Foto : 708763/115

Foto Thorak AP view, hasil :

- Pada soft tissue tak tampak adanya kelainan


- Tulang tervisualisasi intak dan tak tampak adanya kelainan
- Corakan bronkovaskuler normal
- Sinus costofrenicus Sn & Dx lancip
- Cor CTR >0,56

Kesan :

- Pulmo tenang
- Cardiomegali

USG Abdomen :

11
Interpretasi

Hepar : Besar masih normal, struktur echoparenchyma kasar heterogen,


Sistema vascular dan biliare tak melebar.
V Fellea : Besar normal, sludge (++), batu (-)
Lien : Membesar ringan, struktur echoparenchyma homogen
Pankreas : Besar normal, struktur echoparenchyma homogen
Ren Dx : Besar normal, SPC tak melebar, batu (-), parenchyma lebih
hyperechoic
Batas cortec medulla masih jelas
Ren Sn : Besar normal, SPC tak melebar, batu (-), parenchyma lebih
hyperechoic
Batas cortec medulla masih jelas, cyst (+)
Gaster : Dinding regular, udara dan cairan dbn, nyeri tekan (-)

12
Usus : Udara usus dalam batas normal, dilatasi (-), massa (-)
V Urinaria : Dinding regular, massa (-), batu (-), endapan (-)
Tampak asites (+++)

Kesan :
Gambar Cirrhosis Hepatis
Splenomegali ringan
Cholecystitis
Asites (+++)

Diagnosis Kerja : Sirosis Hepatis Dengan Hematemesis, Melena, Dan Asites

13
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
B. DEFINISI
Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium

akhir fibrosis hepatic yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari

arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif akibat dari nekrosis

hepatoselular. (Muttaqin, 2011)

Melena adalah pengeluaran feses atau tinja yang berwarna hitam seperti ter

yang disebabkan oleh adanya perdarahan pada saluran cerna bagian atas. Warna

melena tergantung dari lamanya hubungan antara darah dengan asam lambung, besar

kecilnya perdarahan, kecepatan perdarahan, lokasi perdarahan dan pergerakan usus

(Dongoes, 2010).

C. ANATOMI DAN FISIOLOGI HEPAR

Gambar 1. Anatomi Hepar


Hepar merupakan organ terbesar dalam rongga perut, hepar terletak pada bagian
superior dari rongga perut. Terletak pada regio hipokondrium kanan, epigastrium dan
terkadang bisa mencapai regio hipokondrium kiri. Hepar pada orang dewasa memiliki
berat sekitar 2% dari berat badan. Hepar dibagi menjadi 4 lobus, yaitu lobus dextra, lobus

14
caudatus, lobus sinistra dan quadratus. Memiliki lapisan jaringan ikat tipis yang disebut
kapsula Glisson, dan pada bagian luarnya ditutupi oleh peritoneum.

Gambar 2. Pembuluh darah Hepar


Daerah tempat keluar masuk pembuluh darah pada hepar dikenal dengan nama hilus
atau porta hepatis. Pembuluh yang terdapat pada daerah ini antara lain vena porta, arteri
hepatica propia, dan terdapat duktus hepatikus dextra dan sinistra. Vena pada hepar yang
membawa darah keluar dari hepar menuju vena cava inferior adalah vena hepatica.
Sedangkan, pembuluh darah vena porta dan arteri hepatica alirannya menuju pada porta
hepatica. Persarafan pada hepar dibagi menjadi dua yaitu bagian parenkim dan
permukaan hepar. Pada bagian parenkim, persarafan dikelola oleh N. Hepaticus yang
berasal dari plexus hepatikus. Mendapatkan persarafan simpatis dan parasimpatis dari
N.X. sedangkan pada bagian permukaannya mendapatkan persarafan dari nervi
intercostales bawah.
Hepar menghasilkan empedu setiap harinya. Empedu penting dalam proses absorpsi
dari lemak pada usus halus. Setelah digunakan untuk membantu absorpsi lemak, empedu
akan di reabsorpsi di ileum dan kembali lagi ke hepar. Empedu dapat digunakan kembali
setelah mengalami konjugasi dan juga sebagian dari empedu tadi akan diubah menjadi
bilirubin. Metabolisme lemak yang terjadi di hepar adalah metabolisme kolesterol,
trigliserida, fosfolipid dan lipoprotein menjadi asam lemak dan gliserol.
Selain itu, hepar memiliki fungsi untuk mempertahankan kadar glukosa darah selalu
dalam kondisi normal. Hepar juga menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen.
Metabolisme protein di hepar antara lain adalah albumin dan faktor pembekuan yang
terdiri dari faktor I, II, V, VII, VIII, IX, X. Selain metabolism protein tadi, juga
melakukan degradasi asam amino, yaitu melalui proses deaminasi atau pembuangan
gugus NH2. Hepar memiliki fungsi untuk mensekresikan dan menginaktifkan aldosteron,
glukokortikoid, estrogen, testosteron dan progesteron. Bila terdapat zat toksik, maka

15
akan terjadi trasnformasi zat-zat berbahaya dan akhirnya akan diekskresi lewat ginjal.
Proses yang dialami adalah proses oksidasi, reduksi, hidrolisis dan konjugasi. Pertama
adalah jalur oksidasi yang memerlukan enzim sitokrom P-450. Selanjutnya akan
mengalami proses konjugasi glukoronide, sulfat ataupun glutation yang semuanya
merupakan zat yang hidrofilik. Zat-zat tersebut akan mengalami transport protein lokal di
membran sel hepatosit melalui plasma, yang akhirnya akan diekskresi melalui ginjal atau
melalui saluran pencernaan. Fungsi hepar yang lain adalah sebagai tempat penyimpanan
vitamin A, D, E, K, dan vitamin B12. Sedangkan mineral yang disimpan di hepar antara
lain tembaga dan besi.

D. ETIOLOGI SIROSIS HEPATIS


Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai makronodular (besar
nodul lebih dari 3 mm) atau mikronodular ( besar nodul kurang dari 3 mm) atau
campuran mikro dan makronodular. Selain itu juga diklasifikasikan secara etiologis
dan morfologis menjadi : 1) alkoholik, 2) kriptogenik dan post hepatitis (pasca
nekrosis), 3) biliaris, 4) kardiak, dan 5) metabolic, keturunan, dan terkait obat.

Di Negara barat yang tersering akibat alkoholik sedangkan di Indonesia


terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Berdasarkan hasil penelitian di
Indonesia, virus hepatitis B merupakan penyebab tersering dari sirosis hepatis yaitu
sebesar 40-50% kasus, diikuti oleh virus hepatitis C dengan 30-40% kasus, sedangkan
10-20% sisanya tidak diketahui penyebabnya dan termasuk kelompok virus bukan B
dan C. Patogenesis sirosis hepatis menurut penelitian terakhir memperlihatkan
adanya peranan sel stelata dalam mengatur keseimbangan pembentukan matriks
ekstraselular dan proses degradasi, di mana jika terpapar faktor tertentu yang
berlangsung secara terus menerus, maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk
kolagen. (Riley,2009)

Sementara itu, alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia mungkin kecil


sekali frekuensinya karena belum ada penelitian yang mendata kasus sirosis akibat
alkohol.

Sebab-sebab Sirosis dan/atau Penyakit hati kronik

16
Penyakit Infeksi

 Bruselosis. Toksoplasmosis
 Ekinokokus, Skistosomiasis
 Hepatitis Virus (Hep B, Hep C, Hep D, Sitomegalovirus)

Penyakit Keturunan dan Metabolik

 Defisiensi 𝛼 1-antitripsin
 Sindrom Fanconi
D. E  Penyakit Gaucher
P  Penyakit simpanan glikogen
I
 Hemokromatosis
D
 Intoleransi fruktosa herediter
E
 Penyakit Wilson
M
I Obat dan Toksin
O
 Alkohol
L
 Amiodaron
O
 Arsenik
G
 Obstruksi bilier
I
 Penyakit perlemakan hati non alkoholik
H
 Sirosis bilier primer
E
 Kolangitis sclerosis primer
P
A Penyebab Lain atau Tidak terbukti
T
 Penyakit usus inflamasi kronik
I
 Fibrosis kistik
T
I  Pintas jejunoileal

S  Sarkoidosis

B
erdasarkan hasil RISKESDAS tahun 2013 prevalensi hepatitis adalah 1,2 persen, dua kali
lebih tinggi dibandingkan 2007. Lima provinsi dengan prevalensi hepatitis tertinggi
adalah Nusa Tenggara Timur (4,3%), Papua (2,9%), Sulawesi Selatan (2,5%), Sulawesi

17
Tengah (2,3%) dan Maluku (2,3%). Bila dibandingkan dengan Riskesdas 2007, Nusa
Tenggara Timur masih merupakan provinsi dengan prevalensi hepatitis tertinggi.
Prevalensi hepatitis menurut karakteristik di Indonesia pada tahun 2013, prevalensi
tertinggi pada kelompok umur 45-54 dan 65-74 tahun. Penderita hepatitis baik pada laki-
laki maupun perempuan, proporsinya tidak berbeda secara bermakna. Jenis pekerjaan
juga mempengaruhi prevalensi hepatitis, prevalensi hepatitis banyak ditemukan pada
petani/nelayan/buruh dibandingkan jenis pekerjaan yang lain.
Di Indonesia data prevalensi sirosis hepatis belum ada. Di RS Sardjito Yogyakarta
jumlah pasien sirosis hepatis berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit
Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (data tahun 2004). Lebih dari 40% pasien sirosis
adalah asimptomatis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien
melakukan pemeriksaan rutin atau karena penyakit yang lain.(Siti,2009)

E. PATOFISIOLOGI SIROSIS HEPATIS


Alcoholic Cirrhosis

Sirosis alkoholik merupakan salah satu dari konsekuensi akibat penggunaan


minuman alkohol yang lama. Dan sering disertai tipe perlukaan hati yang dirangsang
oleh alkohol seperti fatty liver alkoholik dan hepatitis alkoholik. Sirosis tipe ini
mempunyai karakteristik garis parut yang tipis dan difus, sejumlah kerusakan sel hati
yang seragam, dan nodul regeneratif kecil sehingga kadangkala disebut sebagai sirosis
mikronodular. Para pakar umumnya setuju bahwa alkohol menimbulkan efek toksik
langsung terhadap hepar. Akumulasi lemak mencerminkan adanya sejumlah gangguan
metabolik, termasuk pembentukan trigliserida secara berlebihan, pemakaiannya yang
berkurang dalam pembentukan lipoprotein, dan penurunan oksidasi asam lemak.

Dengan intake alkohol dan destruksi dari hepatosit, fibroblas muncul pada lokasi
perlukaan dan mendeposit kolagen. Septa seperti sarang laba-laba dari jaringan ikat
muncul di periportal dan zona perisentral dan akhirnya menghubungkan triad portal dan
vena sentral. Jaringan pengikat yang tipis ini melingkupi sejumlah kecil massa dari sel
hati yang tersisi, yang beregenerasi dan membentuk nodul. Walaupun regenerasi muncul
dalam sejumlah kecil parenkim, umumnya kerusakan sel melebihi penggantian sel
parenkim. Dengan kelanjutan destruksi hepatosit dan deposisi kolagen, hati mengisut,
dan mendapat gambaran nodular, dan menjadi keras pada stadium akhir sirosis.

18
Posthepatitic dan Cryptogenic Cirrhosis

Sirosis posthepatitis atau postnekrotik mewakili jalur akhir dari berbagai tipe
penyakit hati kronis. Sirosis nodular kasar dan sirosis multilobular merupakan sebutan
lainnya. Sekitar 75% kasus cenderung berkembang dan berakhir dengan kematian dalam
1 sampai 5 tahun. Sirosis postnekrotik adalah kira-kira 20% dari seluruh kasus sirosis.
Sekitar 25% kasus memiliki riwayat hepatitis virus sebelumnya.

Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan ini
menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoselular), terjadi kolaps lobulus
hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus
dan nodul sel hati. Walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologis sirosis hati sama
atau hampir sama. Septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps dan
berubah jadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta yang satu
dengan yang lainnya atau porta dengan sentral ( bridging necrosis).

Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran dan ini
menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah porta,
dan menimbulkan hipertensi portal. Hal demikian dapat pula terjadi pada sirosis
alkoholik tapi prosesnya lebih lama. Tahap berikutnya terjadi peradangan dan nekrosis
pada sel duktules, sinusoid, retikulo endotel, terjadi fibrogenesis dan septa aktif.
Jaringan kolagen berubah dari reversibel menjadi irreversibel bila telah terbentuk septa
permanen yang aselular pada daerah porta dan parenkim hati. Gambaran septa ini
bergantung pada etiologi sirosis. Pada sirosis dengan etiologi hemokromatosis, besi
mengakibatkan fibrosis daerah periportal, pada sirosis alkoholik timbul fibrosis daerah
sentral. Sel limfosit T dan makrofag menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin
sebagai mediator timbulnya fibrinogen. Mediator ini tidak memerlukan peradangan dan
nekrosis aktif. Septal aktif ini berasal dari daerah porta menyebar ke parenkim hati.

Kolagen ada 4 tipe dengan lokasi sebagai berikut ;

1. Tipe I : Lokasi daerah sentral

2. Tipe II : Sinusoid

3. Tipe III : Jaringan retikulin

4. Tipe IV : Membran basal


19
Pada sirosis terdapat peningkatan pertumbuhan semua jenis kolagen tersebut. Pada
sirosis, pembentukan jaringan kolagaen dirangsang oleh nekrosis hepatoselular, juga
asidosis laktat merupakan faktor perangsang.

Dari uraian tersebut diatas dapat dilihat bahwa mekanisme terjadinya sirosis secara
mekanik dimulai dari kejadian hepatitis viral akut, timbul peradangan luas, nekrosis luas
dan pembentukan jaringan ikat yang luas disertai pembentukan nodul regenerasi oleh sel
parenkim hati yang masih baik. Jadi fibrosis pasca nekrotik adalah dasar timbulnya
sirosis hati.

Pada mekanisme terjadinya sirosis secara imunologis dimulai dengan kejadian hepatitis
viral akut yang menimbulkan peradangan sel hati, nekrosis/nekrosis bridging dengan
melalui hepatitis kronik agresif didikuti timbulnya sirosis hati. Perkembangan sirosis
dengan cara ini memerlukan waktu sekitar 4 tahun, sel yang mengandung virus ini
merupakan sumber rangsangan terjadinya proses imunologis yang berlangsung terus
sampai terjadi kerusakan hati.

Hati posthepatitis biasanya mengecil dalam ukuran, mempunyai bentuk yang


irreguler, dan terdiri dari nodul-nodul sel hati yang dipisahkan oleh pita-pita fibrosis
yang tebal dan lebar. Gambaran mikroskopik konsisten dengan impresi secara makro.
Sirosis posthepatitis mempunyai karakteristik : kehilangan sel hati yang luas, kolaps
stromal dan fibrosis yang menyebabkan pita lebar dari jaringan ikat yang berisi sisa dari
portal triads, dan nodul irregular dari hepatosit yang beregenerasi.

Biliary Cirrhosis

Sirosis bilier terjadi akibat kerusakan atau obtruksi lama dari sistem bilier
intrahepatik maupun ekstrahepatik. Ini diasosiasikan dengan ekskresi bilier yang
terganggu, destruksi dari parenkim hepatik, dan fibrosis yang progresif. Sirosis bilier
primer terkarakteristik dengan inflamasi kronik dan obliterasi fibrous dari duktus-duktus
kantung empedu intrahepatik. Sirosis bilier sekunder merupakan hasil dari obstruksi
lama dari duktus ekstrahepatik yang lebih besar. Walaupun Sirosis bilier primer dan
sekunder dipisahkan secara patofisiologi namun dengan sebab awal yang sama, banyak
gejala klinis yang mirip.

Stasis empedu menyebabkan penumpukan empedu didalam sel-sel hepar. Terbentuk


lembar-lembar fibrosa di tepi lobulus, namun jarang memotong lobulus seperti sirosis
20
laennec. Hepar membesar, mengeras, bergranula halus dan berwarna kehijauan. Ikterus
selalu menjadi bagian awal dan primer dari sindrom, demikian pula pruritus ,
malabsorpsi dan steatorea.

Cardiac Cirrhosis

Gagal jantung kongestif kanan yang lama dan parah dapat menuju penyakit liver
kronis dan sirosis kardiak. Tampilan karakteristik patologis dari fibrosis dan nodul
regeneratif membedakan sirosis kardiak dari kongesti pasif dari hati akibat gagal
jantung akut dan nekrosis hepatoselular akut (shock liver) yang diakibatkan dari
hipotensi sistemik dan hipoperfusi dari liver.

Pada gagal jantung kanan, transmisi retrograd dari tekanan vena yang meningkat
melalui vena kava inferior dan vena hepatik menuju kongesti dari hepar. Sinusoid-
sinusoid hepar menjadi terdilatasi dan terisi penuh darah, dan liver menjadi bengkak dan
tegang. Dengan kongesti pasif yang lama dan iskemia dari perfusi sekunder yang buruk
sampai output jantung yang berkurang, nekrosis darei sentrilobular hepatosit
menyebabkan fibrosis pada daerah-daerah sentral ini. Akhirnya, terjadi fibrosis
sentrilobular, dengan kolagen menjulur keluar dalam karakteristik pola stellate dari vena
sentral. Pemeriksaan luar dari hepar menunjukkan warna merah yang lain (terkongestif)
dan daerah yang pucat (fibrotik), sebuah pola yang sering disebut “nutmeg liver”.
Kemajuan dalam penanganan gangguan jantung, dan kemajuan dalam ilmu pengobatan
bedah, telah mengurangi frekuensi sirosis jantung.

F. KLASIFIKASI
A. Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :

1. Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim hati
mengandung nodul halus dan kecil yang merata. Sirosis mikronodular besar nodulnya
sampai 3 mm, sedangkan sirosis makronodular ada yang berubah menjadi
makronodular sehingga dijumpai campuran mikro dan makronodular.
2. Makronodular
sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan
bervariasi, mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar

21
didalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi
parenkim.
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)

B. Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :

1. Sirosis hati kompensata. Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada stadium
kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini
ditemukan pada saat pemeriksaan screening.
2. Sirosis hati Dekompensata Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini
Biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya : ascites, edema dan ikterus.

C. Klasifikasi sirosis hati menurut Child – Pugh :

Skor/parameter 1 2 3
Bilirubin(mg %) < 2,0 2-<3 > 3,0
Albumin(mg %) > 3,5 2,8 - < 3,5 < 2,8
Protrombin time > 70 40 - < 70 < 40
(Quick %)
Asites 0 Min. – sedang Banyak (+++)
(+) – (++)
Hepatic Tidak ada Stadium 1 & 2 Stadium 3 & 4
Encephalopathy

G. PENEGAKKAN DIAGNOSIS
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Pada stadium awal (kompensata), dimana kompensasi tubuh terhadap kerusakan hati
masih baik, sirosis seringkali muncul tanpa gejala sehingga sering ditemukan pada waktu
pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin. Gejala-gejala awal sirosis meliputi perasaan
mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan
menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil dan dada membesar, serta
hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut, (berkembang menjadi sirosis
dekompensata) gejala-gejala akan menjadi lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi
kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi kerontokan rambut badan, gangguan tidur, dan
demam yang tidak begitu tinggi. Selain itu, dapat pula disertai dengan gangguan pembekuan

22
darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna
seperti teh pekat, hematemesis, melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar
konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma. Pada kasus ini, berdasarkan hasil anamnesis
yang telah dilakukan, didapatkan beberapa gejala yang dapat mengarah pada keluhan yang
sering didapat pada sirosis hati yaitu lemas pada seluruh tubuh, mual dan muntah yang
disertai penurunan nafsu makan. Selain itu, ditemukan juga beberapa keluhan yang terkait
dengan kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta, diantaranya perut yang membesar dan
bengkak pada kedua kaki, gangguan tidur, air kencing yang berwarna seperti teh, ikterus
pada kedua mata dan kulit, nyeri perut yang disertai dengan melena, dan gangguan tidur juga
dialami pasien. Akibat dari sirosis hati, maka akan terjadi 2 kelainan yang fundamental yaitu
kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta. Manifestasi dari gejala dan tanda-tanda klinis ini
pada penderita sirosis hati ditentukan oleh seberapa berat kelainan fundamental tersebut.
Gejala dan tanda dari kelainan fundamental ini dapat dilihat di tabel 2.

Tabel 2. Gejala Kegagalan Fungsi Hati dan Hipertensi Porta.(Setiawan,2007)

Gejala Kegagalan Fungsi Hati Gejala Hipertensi Porta

 Ikterus  Varises esophagus/cardia

 Spider naevi  Splenomegali

 Ginekomastisia  Pelebaran vena kolateral

 Hipoalbumin  Ascites

 Kerontokan bulu ketiak  Hemoroid

 Ascites  Caput medusa

 Eritema palmaris

 White nail

Kegagalan fungsi hati akan ditemukan dikarenakan terjadinya perubahan pada

jaringan parenkim hati menjadi jaringan fibrotik dan penurunan perfusi jaringan hati

23
sehingga mengakibatkan nekrosis pada hati. Hipertensi porta merupakan gabungan

hasil peningkatan resistensi vaskular intra hepatik dan peningkatan aliran darah

melalui sistem porta. Resistensi intra hepatik meningkat melalui 2 cara yaitu secara

mekanik dan dinamik. Secara mekanik resistensi berasal dari fibrosis yang terjadi

pada sirosis, sedangkan secara dinamik berasal dari vasokontriksi vena portal sebagai

efek sekunder dari kontraksi aktif vena portal dan septa myofibroblas, untuk

mengaktifkan sel stelata dan sel-sel otot polos. Tonus vaskular intra hepatik diatur

oleh vasokonstriktor (norepineprin, angiotensin II, leukotrin dan trombioksan A) dan

diperparah oleh penurunan produksi vasodilator (seperti nitrat oksida). Pada sirosis

peningkatan resistensi vaskular intra hepatik disebabkan juga oleh ketidakseimbangan

antara vasokontriktor dan vasodilator yang merupakan akibat dari keadaan sirkulasi

yang hiperdinamik dengan vasodilatasi arteri splanknik dan arteri sistemik. Hipertensi

porta ditandai dengan peningkatan cardiac output dan penurunan resistensi vaskular

sistemik. (David,2012)

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan penderita yang tampak kesakitan dengan

nyeri tekan pada regio epigastrium. Terlihat juga tanda-tanda anemis pada kedua

konjungtiva mata dan ikterus pada kedua sklera. Tanda-tanda kerontokan rambut pada

ketiak tidak terlalu signifikan. Pada pemeriksaan jantung dan paru, masih dalam batas

normal, tidak ditemukan tanda-tanda efusi pleura seperti penurunan vokal fremitus,

perkusi yang redup, dan suara nafas vesikuler yang menurun pada kedua lapang paru.

Pada daerah abdomen, ditemukan perut yang membesar pada seluruh regio abdomen

dengan tanda-tanda ascites seperti pemeriksaan shifting dullness dan gelombang

undulasi yang positif. Hati, lien, dan ginjal sulit untuk dievaluasi karena besarnya

ascites dan nyeri yang dirasakan oleh pasien. Pada ekstremitas juga ditemukan adanya

edema pada kedua tungkai bawah. (Robert,2012)

24
2. Pemeriksaan Penunjang

Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada

waktu seseorang memeriksakan kesehatan rutin atau waktu skrining untuk evaluasi

keluhan spesifik. Test fungsi hati meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, gamma

glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin dan waktu protrombin. (Siti, 2009)

1) Aspartat amino transferase (AST), atau serum glitamil oksaloasetat (SGOT) dan
alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamilpiruvat transaminase (SGPT)
meningkat tetapi tak begitu tinggi. AST lebih meningkat daripada ALT, namun bila
transaminase normal tidak mengenyampingkan adanya sirosis.

2) Alkali fosfatase meningkat kurang dari 2-3 kali batas normal atas. Konsentrasi yang
tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier
primer.

3) Gama Glutamil Transpeptidase (GGT), konsentrasinya seperti halnya alkalifosfatase


pada penyakit hati. Meninggi pada penyakit hati alkoholik kronik, karena alkohol
selain mengindiksi GGT mikrosomal hepatik,juga bisa menyebabkan bocornya GGT
dari hepatosit.

4) Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis kompensata, namun bisa


meningkat pada sirosis lanjut.

5) Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai dengan


perburukan sirosis.

6) Globulin, konsenterasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari pintasan,


antigen baketri dari sistem porta ke jairngan limfoid, selanjutnya mengindukasi
produksi imunoglobulin.

7) Waktu Protrombin mencerminkan derajat / tingkatan disfungsi sintesis hati, sehingga


pada sirosis meanjang.

8) Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites,dikaitkan dengan


ketidakmampuan ekskresi aiar bebas.

25
9) Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bisa bermacan-macam, anemia
normokrom, normositer,hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer. Anemia
dengan trombositopenia, lekopenia, dan nitropenia akibat splenomegali kongestif
dengan hipertensi sehingga terjadi hipersplenisme.

10) Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi adanya
hipertensi porta. Ultra sonografi (USG) sudah secara rutin digunakan karena
pemeriksaanya non invasif dan mudah digunakan, namun sensitifitasnya kurang.
Pemeriksaan hati yang bisa dinilai dengan USG meliputi sudaut hati, permukaan hati,
ukuran, homogenitas, dan adanya masa. Pada sirosis lanjutan, hati mengecil dan
nodular, permukaan irregular, dan ada peningkatan echogenitas parenkimal hati.
Selain itu USG juga bisa untuk melihat asites, splenomegali, tombosis vena porta dan
pelebaran vena porta, serta skrining adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.

11) Tomografi komputerisasi, informasinya sama dengan USG, tidak rutin digunakan
karena biayanya relatif mahal.

Selain dari pemeriksaan fungsi hati, pada pemeriksaan hematologi juga biasanya
akan ditemukan kelainan seperti anemia, dengan berbagai macam penyebab, dan gambaran
apusan darah yang bervariasi, baik anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer,
maupun hipokrom makrositer. Selain anemia biasanya akan ditemukan pula trombositopenia,
leukopenia, dan neutropenia akibat splenomegali kongestif yang berkaitan dengan adanya
hipertensi porta. (Siti, 2009)

Subaryono Soebandiri memformulasikan bahwa 5 dari 7 tanda di bawah ini sudah


dapat menegakkan diagnosis sirosis hati dekompensasi.

1. Asites

2. Splenomegali

3. Perdarahan varises (hematemesis)

4. Albumin yang merendah

5. Spider nevi

6. Eritema palmaris

7. Venakolateral

26
Terdapat beberapa pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan pada

penderita sirosis hati. Ultrasonografi (USG) abdomen merupakan pemeriksaan rutin

yang paling sering dilakukan untuk mengevaluasi pasien sirosis hepatis, dikarenakan

pemeriksaannya yang non invasif dan mudah dikerjakan, walaupun memiliki

kelemahan yaitu sensitivitasnya yang kurang dan sangat bergantung pada operator.

USG real time penggunaan tunggal maupun kombinasi dengan Doppler

merupakan modalitas pencitraan diagnostik yang terbanyak digunakan dalam evaluasi

pasien sirosis hepatis di seluruh dunia. USG real-time mampu menunjukkan

karakteristik tampilan morfologi sirosis hepatis meliputi kontur hepar, tekstur hepar

maupun kolateral sistem porta. Sedangkan USG Doppler memberikan informasi

bermakna tentang hemodinamik sistem porta ( Taylor, 2009).

Melalui pemeriksaan USG abdomen, dapat dilakukan evaluasi ukuran hati,

sudut hati, permukaan, homogenitas dan ada tidaknya massa. Pada penderita sirosis

lanjut, hati akan mengecil dan nodular, dengan permukaan yang tidak rata dan ada

peningkatan ekogenitas parenkim hati. (Caroline,2011)

Selain itu, melalui pemeriksaan USG juga bisa dilihat ada tidaknya ascites,

splenomegali, trombosis dan pelebaran vena porta, serta skrining ada tidaknya

karsinoma hati. Berdasarkan pemeriksaan USG abdomen pada pasien ini didapatkan

kesan berupa adanya hepatosplenomegali dengan tanda-tanda penyakit hati kronis

yang disertai ascites yang merupakan salah satu tanda dari kegagalan fungsi hati dan

hipertensi porta. Melalui pemeriksaan USG abdomen dapat terlihat gambaran spesifik

sirosis hepatis yang dievaluasi melalui hepar, lien dan traktus biliaris sebagai berikut

(Suyono dkk, 2006):

27
a. Gambaran USG pada hepar

Terdapat gambaran iregularitas penebalan permukaan hepar, membesarnya lobus


kaudatus, rekanalisasi v.umbilikus dan ascites. Ekhoparenkim sangat kasar menjadi
hiperekhoik karena fibrosis dan pembentukan mikronodul menjadikan permukaan hati
sangat ireguler, hepatomegali; kedua lobus hati mengecil atau mengerut atau normal.
Terlihat pula tanda sekunder berupa asites, splenomegali, adanya pelebaran dan kelokan -
kelokan v.hepatika, v.lienalis, v.porta (hipertensi porta). Duktus biliaris intrahepatik
dilatasi, ireguler dan berkelok-kelok.

b. Gambaran USG pada lien

Tampak peningkatan ekhostruktur limpa karena adanya jaringan fibrosis, pelebaran


diameter v.lienalis serta tampak lesi sonolusen multipel pada daerah hilus l ienalis akibat
adanya kolateral.

c. Gambaran USG pada traktus biliaris

Lumpur empedu (sludge)


terlihat sebagai material
hiperekhoik yang menempati
bagian terendah kandung empedu
dan sering bergerak perlahan -
lahan sesuai dengan posisi
penderita, jadi selalu membentuk
lapisan permukaan dan tidak
memberikan bayangan akustik di
bawahnya. Lumpur empedu
tersebut terdiri atas granula
kalsium bilirubinat dan kristal
kristal kolesterol sehingga
mempunyai viskositas yang lebih
tinggi daripada cairan empedu
sendiri. Dinding kandung empedu
terlihat menebal. Duktus biliaris
ekstrahepatik seringkali didapatkan normal.

28
Pemeriksaan endoskopi dengan menggunakan esophagogastroduodenoscopy

(EGD) untuk menegakkan diagnosa dari varises esophagus dan varises gaster sangat

direkomendasikan ketika diagnosis sirosis hepatis dibuat. Melalui pemeriksaan ini,

dapat diketahui tingkat keparahan atau grading dari varises yang terjadi serta ada

tidaknya red sign dari varises, selain itu dapat juga mendeteksi lokasi perdarahan

spesifik pada saluran cerna bagian atas. Di samping untuk menegakkan diagnosis,

EGD juga dapat digunakan sebagai manajemen perdarahan varises akut yaitu dengan

skleroterapi atau endoscopic variceal ligation (EVL). (Guadalupe,2009) Pada kasus

ini, ditemukan adanya varises esophagus dan gastropati hipertensi porta yang

merupakan tanda-tanda dari hipertensi porta. (Siti,2009)

H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kasus sirosis hepatis dipengaruhi oleh etiologi dari sirosis hepatis.
Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi progresifitas dari penyakit,
menghindarkan bahan-bahan yang dapat menambah kerusakaan hati, pencegahan dan
penanganan komplikasi merupakan prinsip dasar penanganan kasus sirosis. Kalori
diberikan sebanyak 2000-3000 kkal/hari.

Tatalaksana sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi


kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi, di antaranya :
alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan
penggunaannya

Sedangkan pengobatan pada sirosis dekompensata

a. Asites
1. Tirah baring.
2. Diet rendah garam
3. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obat diuretik. Pemberian diuretik
Spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respon diuretik bisa dimonitor
dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari tanpa adanya edema kaki, 1 kg/hari dengan
adanya edema kaki. Bilamana pemberian Spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi

29
dengan furosemide dengan dosis 20-40 mg/hari.Pemberian furosemide bisa ditambah
dosisnya bila tidak ada respons, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Kombinasi diuretik
spironolakton dan furosemide dapat menurunkan dan menghilangkan edema dan asites
pada sebagian besar pasien.
4. Parasentesis abdomen dilakukan bila pemakaian diuretik tidak berhasil (asites
refrakter). Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Asites yang sedemikian besar
sehingga menimbulkan keluhan nyeri akibat distensi abdomen dan atau kesulitan bernafas
karena keterbatasan diafragma . Parasentesis (Large Volume Paracentesis = LVP) dapat
dilakukan hingga 4-6 liter. Pengobatan lain untuk asites refrakter adalah TIPS
(Transjugular Intravenous Portosystemic Shunting) atau transplantasi hati.

b. Ensefalopati Hepatik
Pada pasien Ensefalopati Hepatik dimulai dengan diit rendah protein (dikurangi
sampai 0,5 gr/kg BB/hari) dan laktulosa. Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan
amonia, sehingga pasien buang air besar dua sampai tiga kali sehari. Neomisin atau
metronidazol bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia.
c. Varises esophagus
Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat penyekat beta
(propanolol). Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau oktreotid,
diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi.
d. Peritonitis Bakterial Spontan (SBP)
Peritonitis bacterial spontan, diberikan antibiotika seperti sefotaksim intravena,
amoksisilin, atau aminoglikosida.
e. Sindrom hepatorenal
Mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur keseimbangan garam dan
air.
f. Transplantasi hati
Bila sirosis telah semakin berlanjut, transplantasi hati tampaknya menjadi satu-
satunya pilihan pengobatan

I. KOMPLIKASI
Sirosis hati yang berlanjut progresif maka gambaran klinis, prognosis dan
pengobatan tergantung pada dua kelompok besar komplikasi:

30
1. Kegagalan hati, timbul spider naevi, eritema palmaris, atrofi testis,
ginekomastia, ikterus, ensefalopati dan lain-lain.

Timbul asites akibat hipertensi portal dengan hipoalbumin akibat kegagalan hati.

2. Hipertensi portal dapat menimbulkan splenomegali, pemekaran pembuluh


vena esophagus / cardia, caput medusae, hemoroid, vena kolateral dinding perut.

Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas hidup


pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya. Terdapat
beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sirosis hati, akibat kegagalan dari
fungsi hati dan hipertensi porta, diantaranya:

1. Ensepalopati Hepatikum

Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari pencernaan dan


penyerapan digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara normal hadir dalam usus.Ketika
menggunakan protein untuk tujuan-tujuan mereka sendiri, bakteri-bakteri membuat unsur-
unsur yang mereka lepaskan kedalam usus.U nsur-unsur ini kemudian dapat diserap
kedalam tubuh. Beberapa dari unsur-unsur ini, contohnya, ammonia, dapat mempunyai
efek-efek beracun pada otak. Biasanya, unsur-unsur beracun ini diangkut dari usus
didalam vena portal ke hati dimana mereka dikeluarkan dari darah dan di-detoksifikasi
(dihilangkan racunnya).
Ketika unsur-unsur beracun berakumulasi secara cukup dalam darah, fungsi dari
otak terganggu, suatu kondisi yang disebut hepatic encephalopathy.Tidur waktu siang hari
daripada pada malam hari (kebalikkan dari pola tidur yang normal) adalah diantara gejala-
gejala paling dini dari hepatic encephalopathy.Gejala-gejala lain termasuk sifat lekas
marah, ketidakmampuan untuk konsentrasi atau melakukan perhitungan-perhitungan,
kehilangan memori, kebingungan, atau tingkat-tingkat kesadaran yang tertekan.Akhirnya,
hepatic encephalopathy yang parah/berat menyebabkan koma dan kematian.
Ensepalopati hepatikum merupakan suatu kelainan neuropsikiatri akibat disfungsia
hati yang bersifat reversibel dan umumnya didapat pada pasien dengan sirosis hati setelah
mengeksklusi kelainan neurologis dan metabolik. Derajat keparahan dari kelainan ini
terdiri dari derajat 0 (subklinis) dengan fungsi kognitif yang masih bagus sampai ke
derajat 4 dimana pasien sudah jatuh ke keadaan koma. Patogenesis terjadinya ensefalopati
hepatik diduga oleh karena adanya gangguan metabolism energi pada otak dan
peningkatan permeabelitas sawar darah otak. Peningkatan permeabilitas sawar darah otak

31
ini akan memudahkan masuknya neurotoxin ke dalam otak. Neurotoxin tersebut
diantaranya, asam lemak rantai pendek, mercaptans, neurotransmitter palsu (tyramine,
octopamine, dan betaphenylethanolamine), amonia, dan gamma-aminobutyric acid
(GABA).

2. Varises Esophagus

Varises esophagus merupakan komplikasi yang diakibatkan oleh hipertensi porta


yang biasanya akan ditemukan pada kira-kira 50% pasien saat diagnosis sirosis dibuat.
Varises ini memiliki kemungkinan pecah dalam 1 tahun pertama sebesar 5-15% dengan
angka kematian dalam 6 minggu sebesar 15-20% untuk setiap episodenya.

Pada sirosis hati, jaringan parut menghalangi aliran darah yang kembali ke jantung
dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena portal (hipertensi portal). Sebagai
suatu akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan tekanan yang
diakibatkannya, vena-vena pada kerongkongan yang lebih bawah dan lambung bagian atas
mengembang dan sering disebut sebagai esophageal dan gastric varices; tekanan portal
lebih tinggi , lebih besar varices-varices dan lebih mungkin seorang pasien mendapat
perdarahan dari varices-varices kedalam kerongkongan (esophagus) atau lambung.

Perdarahan juga mungkin terjadi dari varices-varices yang terbentuk dimana saja
didalam usus-usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini adalah jarang. Untuk sebab-
sebab yang belum diketahui, pasien-pasien yang diopname karena perdarahan yang secara
aktif dari varices-varices kerongkongan mempunyai suatu risiko yang tinggi
mengembangkan spontaneous bacterial peritonitis.

3. Peritonitis Bakterial Spontan (PBS)

Peritonitis bakterial spontan merupakan komplikasi yang sering dijumpai yaitu


infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa adanya bukti infeksi sekunder intra
abdominal. Biasanya pasien tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.
PBS disebabkan oleh karena adanya translokasi bakteri menembus dinding usus dan juga
oleh karena penyebaran bakteri secara hematogen. Bakteri penyebabnya antara lain
escherechia coli, streptococcus pneumoniae, spesies klebsiella, dan organisme enterik
gram negatif lainnya. Diagnose SBP berdasarkan pemeriksaan pada cairan asites, dimana
ditemukan sel polimorfonuklear lebih dari 250 sel / mm3 dengan kultur cairan asites yang
positif.
32
4. Edema dan Asites

Ketika sirosis hati menjadi parah, tanda-tanda dikirim ke ginjal-ginjal untuk


menahan garam dan air didalam tubuh. Kelebihan garam dan air pertama-tama
berakumulasi dalam jaringan dibawah kulit kaki terutama pergelangannya karena efek
gaya berat ketika berdiri atau duduk. Akumulasi cairan ini disebut edema atau pitting
edema. (Pitting edema merujuk pada fakta bahwa menekan sebuah ujung jari dengan kuat
pada suatu pergelangan atau kaki dengan edema menyebabkan suatu lekukan pada kulit
yang berlangsung untuk beberapa waktu setelah pelepasan dari tekanan.

Temuan asites merupakan tanda yang tidak spesifik, namun sangat sering terlihat
pada pasien dengan hipertensi portal. (Al-Nakshabandi ,2006) Asites terjadi pada
hipertensi portal merupakan konsekuensi ketidak seimbangan hukum Starling. Gaya yang
menjaga agar cairan tetap berada di dalam pembuluh darah lebih kecil daripada gaya yang
mendorong cairan untuk keluar dari pembuluh darah. Pada hipertensi portal, peningkatan
tekanan vena portal mengakibatkan cairan bergerak keluar menuju ruangan intertisial.
Ketika kapasitas jaringan limpatik regional kewalahan menampung cairan ini maka akan
terjadi asites. Perkembangan asites ini berlanjut oleh karena terdapat vasodilatasi vena
splangnikus yang biasanya menyertai hipertensi portal. Vasodilatasi ini membawa akibat
penumpukan cairan di regio abdomen yang akan menyebabkan penurunan volume efektif
darah sistemik. (Buob, 2011)

Ketika sirosis memburuk dan lebih banyak garam dan air yang tertahan, cairan
juga mungkin berakumulasi dalam rongga perut antara dinding perut dan organ-organ
perut. Akumulasi cairan ini (disebut ascites) menyebabkan pembengkakkan perut,
ketidaknyamanan perut, dan berat badan yang meningkat.

5. Sindrom Hepatorenal

Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oligouri,
peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan hati lanjut
menyebabkan penurunan filtrasi glomerulus. Diagnosis sindrom hepatorenal ditegakkan
ketika ditemukan cretinine clearance kurang dari 40 ml/menit atau saat serum creatinine
lebih dari 1,5 mg/dl, volume urin kurang dari 500 mL/d, dan sodium urin kurang dari 10
mEq/L.5

6. Sindrom Hepatopulmonal
33
Pada sindrom ini dapat timbul hidrotoraks dan hipertensi portopulmonal. Sindrom
ini merupakan kejadian yang jarang terjadi.

CHOLECYSTITIS
 Definisi
Cholecystitis adalah proses inflamasi atau peradangan akut pada kandung empedu yang
umumnya terjadi akibat penyumbatan pada saluran empedu tetapi dapat juga disebabkan
oleh faktor iskemia, gangguan motilitas, trauma langsung bahan kimia, infeksi
mikroorganisme.
 Etiologi
Penyebab dari cholecystitis yaitu batu empedu, statis cairan empedu, iskemia kandung
empedu, infeksi, pasca pembedahan (terjadi perubahan fungsi), trauma abdomen.
Individu yang beresiko terkena cholecystitis antara lain adalah jenis kelamin wanita,
umur tua, obesitas, obat-obatan, kehamilan, dan suku bangsa tertentu. Atau sering juga
digunakan akronim 4F dalam bahasa inggris (female, fat, faty, and fertile).
 Gambaran Klinik
Gejala penderita umumnya berupa nyeri pada perut kanan bagian atas yang menetap
lebih dari 6 jam dan sering menjalar sampai belikat kanan. Penderita kadang mengalami
demam, mual, dan muntah. Pada orang lannjut usia, demam seringkali tidak begitu nyata
dan nyeri lebih terlokalisir hanya pada perut kanan atas. Dari pemeriksaan fisik dapat
dditemukan demam, takikardia, dan nyeri tekan pada perut kanan atas. Saat pasien
diminta untuk menarik nafas dalam sambil meraba daerah bawah iga kanannya.
Penderita cholecystitis umumnya menunjukkan Murphy’s sign positif, dimana gerakan
tangan dokter pada kondisi di atas menimbulkan rasa sakit dan sulit bernapas.

 Gambaran USG Cholecystitis

34
Gambar 9.

Gambar 9. Gambaran USG dengan Cholecystitis yaitu tampak adanya sludge atau penebalan
dari dinding kandung empedu dengan adanya cairan disekitar kandung empedu yang
mengalami distensi.

HIPERTENSI PORTAL PADA SIROSIS HEPATIS

Gambar Anastomose Portocaval


Sumber; Netter, F.H. The CIBA Collection of Medical Illustrations, Volume 3: Digestive System, Part III,
1957.

 Definisi

Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan vena porta lebih dari 10 mmHg.
(Jurnalis,2014). Hipertensi portal bisa didefinisikan juga sebagai peningkatan tekanan vena
porta yang diukur secara tidak langsung melalui pengukuran wedged hepatic vein pressure
(WHVP) lebih tinggi 5mmHg daripada tekanan vena kava inferior (disebut juga Hepatic

35
Venous Pressure Gradient/HVPG), atau peningkatan tekanan vena lienalis lebih tinggi dari
15 mmHg, atau pengukuran tekanan vena portal lebih tinggi dari 30cm H20 pada saat
operasi (Gambar 5).6,7

 Etiologi

Kelainan anatomis terjadi karena pada sirosis terjadi perubahan bentuk parengkim
hati, sehingga terjadi penurunan perfusi dan menyebabkan terjadinya hipertensi portal.
Hipertensi portal merupakan gabungan hasil peningkatan resistensi vaskular intra hepatik
dan peningkatan aliran darah melalui sistem portal. Resistensi intra hepatik meningkat
melalui 2 cara yaitu secara mekanik dan dinamik.(1,2,8,9)

Secara mekanik resistensi berasal dari fibrosis yang terjadi pada sirosis, sedangkan
secara dinamik berasal dari vasokontriksi vena portal sebagai efek sekunder dari kontraksi
aktif vena portal dan septa myofibroblas, untuk mengaktif- kan sel stelata dan sel-sel otot
polos. Tonus vaskular intra hepatik di atur oleh vasokonstriktor (norepineprin, angiotensin II,
leukotrin dan trombioksan A) dan di perkuat oleh vasodilator (seperti nitrat oksida). Pada
sirosis peningkatan resistensi vaskular intra hepatik disebabkan juga oleh ke tidak
seimbangan antara vasokontriktor dan vasodilator yang merupakan akibat dari keadaan
sirkulasi yang hiperdinamik dengan vasodilatasi arteri splanknik dan arteri sistemik.(3,8,9)

Hipertensi portal ditandai dengan peningkatan cardiac output dan penurunan


resistensi vaskular sistemik. Vasodilatasi arteri splanknik mendahului peningkatan aliran
darah portal, yang selanjutnya menjadikan hipertensi portal yang lebih berat. Vasodilatasi
arteri splanknik berasal dari pelepasan vasodilator endogen seperti nitric oksida, glukagon
dan peptide vasointestianal aktif.

Peningkatan gradien tekanan portocava mendahului terjadinya kolateral vena portal


sistemik sebagai usaha untuk dekompresi sistem vena portal. Varises esophagus adalah
kolateral yang paling penting karena tingginya kecendrungan untuk terjadinya perdarahan.
Varises esophagus terjadi ketika gradien tekanan vena portal meningkat di atas 10 mmHg.
Semua faktor meningkatkan hipertensi portal bisa meningkatkan resiko perdarahan termasuk
perburukan penyakit hati, intake makanan, kegiatan fisik dan peningkatan tekanan intra
abdominal. Faktor-faktor yang merobah dinding varises seperti NSAID dapat juga
meningkatkan resiko perdarahan. Infeksi bakteri bisa menyebabkan perdarahan awal dan
perdarahan ber- ulang.(8-10)

36
 Gambaran Klinik

Gambar tampilan klinis pasien dengan sirosis hepatis dan hipertensi portal.

Sumber: Netter, F.H. The CIBA Collection of Medical Illustrations, Volume 3: Digestive System, Part III,
1957.

Perdarahan gastrointestinal merupakan gejala penting pasien menderita hipertensi


portal. Pasien yang memiliki penyakit hati tingkat lanjut akan menunjukkan tanda-tanda
asites, ensefalopati hepatika, jaundice, koagulopati, dan spider angiomata. Pasien dengan
kondisi hemodinamik stabil merasakan kulit yang hangat, denyut hiperdinamis, dan tekanan
darah sistolik yang rendah (batas 100-110 mmHg). Splenomegali dan dilatasi vena-vena
abdominal merupakan tanda yang jelas terlihat pada hipertensi portal. Ukuran hati dan
hepatomegali bervariasi bergantung pada penyebab dan keparahan penyakit hati. Trombosis
vena portal merupakan komplikasi hipertensi portal, akan bermanifestasi munculnya
kelainan hiperkoagulasi, penyakit mieloproliperatif, dan pembesaran kelenjar mamma pada
penderita laki-laki.(Al-Busafi, 2012). Secara umum gejala klinis hipertensi portal dapat di
lihat pada tabel berikut:

Tabel. Gambaran klinis hipertensi porta

Splenomegali hati menciut / hepatomegali

Hematemesis hipersplenisme

Melena asites

37
Varises esofagus malabsorbsi lemak

Pirau portosistemik protein loosing

kutanius kutanius enteropathy

Hemoroid interna gagal tumbuh

Ensepalopati hepatis

 Gambaran Radiologi

 Splenomegali

Gambar sonografi limpa yang membesar, tampak batas inferior limpa tumpul,

terletak dibagian medial bawah ginjal kiri.

Gambaran parenkim limpa berupa garis-garis ekogenik paralel (reflective channels)


yang berisi aliran darah (sonografi doppler) telah diusulkan menjadi petanda hipertensi
portal. Struktur ini menggambarkan vena-vena sinusoidal yang melebar. Temuan sonografi
berupa fokal hiperekoik multipel (gamma-gandy bodies) dapat terlihat pada limpa yang
membesar akibat hipertensi portal (rata-rata terlihat pada 13% kasus).

 Asites

38
Gambar sirosis hepatis, tampak ekostruktur parenkim hepar yang kasar, tepi yang tidak licin dan adanya asites.

4. Vena Porta

Gambar variasi normal diameter vena portal selama pernafasan.

Secara umum, pembesaran ukuran vena porta telah diketahui menjadi sebuah tanda
terjadinya peningkatan tekanan vena porta. Sebuah penelitian menunjukkan pembesaran
ukuran diameter dengan ambang batas 13mm dan 15mm memberikan sensitifitas 40% dan
12,5%.

39
BAB III

PEMBAHASAN

1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik


Berdasarkan anamnesis, didapatkan seorang laki-laki berusia 61 tahun datang
ke IGD KRT Soetjonegoro Wonosobo mengeluh muntah darah dan BAB hitam
disertai perut membesar,dan kaki membesar.
Keluhan muntah darah (hematemesis) dan buang air besar hitam, pada pasien
ini bisa terjadi perdarahan saluran cerna bagian atas. Hal ini merujuk kecurigaan pada
varises esofagus menurut penelitian Oejung tahun 2008 dan Setiawan pada tahun
2007. Kondisi ini bisa terjadi pada sirosis hati, dimana jaringan parut menghalangi
aliran darah yang kembali ke jantung dari usus-usus dan meningkatkan tekanan
dalam vena portal (hipertensi portal). Sebagai suatu akibat dari aliran darah yang
meningkat dan peningkatan tekanan yang diakibatkannya, vena-vena pada
kerongkongan terutama yang letaknya lebih bawah dan pada lambung bagian atas
mengembang dan sering disebut sebagai esophageal dan gastric varices. Oleh karena
tekanan portal lebih tinggi dan timbul varises ini, lebih mungkin seorang pasien
mengalami perdarahan dari varices-varices esophagus atau lambung.
Keluhan nyeri pada perut kanan atas mengindikasikan adanya masalah yang
datang dari organ-organ terkait di regio kanan atas abdomen seperti, hepar, pankreas,
kantung empedu dan duktus koledokus. Menurut Siti tahun 2009, keluhan nyeri perut
kanan atas bisa dibuktikan dengan kecurigaan cholecystitis jika salah satu tanda
seperti murphys sign nya positif. Pada pasien ini, saat pemeriksaan fisik murphys
sign nya positif.
Tidak hanya itu, Menurut Al-Busafi dalam penelitiannya tahun 2012, sirosis
hepatis ini juga berkaitan dengan ascites dan edema oleh karena adanya hipertensi
portal. Hal ini bisa terjadi ketika sirosis memburuk dan lebih banyak garam dan air
yang tertahan, cairan juga bisa berakumulasi dalam rongga perut antara dinding perut
dan organ-organ perut. Akumulasi cairan ini (disebut ascites) menyebabkan
pembengkakkan perut dan ketidaknyamanan perut. Sedangkan edema pada kaki bisa
disebabkan oleh karena kelebihan garam dan air pertama-tama berakumulasi dalam
jaringan dibawah kulit kaki terutama pergelangannya karena efek gaya berat ketika

40
berdiri atau duduk. Pada pasien ini, didapatkan asites dan edema kaki saat dilakukan
pemeriksaan fisik
3. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, didapatkan beberapa
temuan yang menguatkan kecurigaan ke arah sirosis hepatis dekompensata yang
sering dikenal dengan active sirosis hati, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah
jelas, misalnya : ascites, edema dan ikterus.dan varises esofagus dengan gejala-gejala
hipertensi portal yang sudah muncul.

2. Pemeriksaan Laboratorium

PEMERIKSAAN HASIL NILAI INTERPRETASI


Laboratorium RUJUKAN
Hb 5.7 13.2 - 17.3 L
MCV 107 80-100 H
MCHC 33 32 - 36 N
Albumin 3.10 3.8 – 5.3 L
SGOT 100 0 – 50 H
SGPT 27.7 0 – 50 N

Pada kasus ini, pada pemeriksaan fungsi hati ditemukan peningkatan kadar
SGOT dan SGPT pada serum pasien ini dalam batas normal. Pada penelitian
sebelumnya juga dijelaskan bahwa pada sirosis hepatis sering terjadi peningkatan
SGOT dibanding SGPT. Pada beberapa pasien juga didapatkan hasil SGPT dalam
batas normal dengan hanya terjadi peningkatan pada SGOT nya saja. Selain itu,
ditemukan juga pada pemeriksaan protein, didapatkan penurunan kadar albumin. Nilai
albumin yang rendah menjadi indikator adanya masalah pada organ-organ utama
seperti hepar atau ginjal. Adanya hepar yang mengalami gangguan oleh karena sirosis
juga mengganggu dalam memproduksi albumin, sehingga didapatkan nilai albumin
yang rendah.

Pemeriksaan hematologi pada pasien ini juga menunjukkan penurunan kadar


hemoglobin dengan nilai MCV yang meningkat dan MCHC yang masih dalam batas
normal. Dimana hal ini menunjukkan adanya anemia ringan normokromik makrositer,
yang kemungkinan disebabkan oleh adanya perdarahan pada saluran cerna.

41
3. Pemeriksaan Penunjang Radiologi
Ultrasonografi merupakan teknik dasar pada pencitraan hepar, saluran
empedu, dan kandung empedu. Kelebihan dari teknik ini adalah cepat dan sederhana,
namun kelemahannya yakni keterbatasan dalam spesifitas dan resolusi untuk lesi-lesi
hepar yang kecil, tapi dapat diatasi dengan menggunakan kontras.
Pada USG didapatkan struktur echoparenchyma kasar heterogen pada hepar,
ini menandakan bahwa terjadi kerusakan pada sel-sel hati, yang mana pada hasil
laboratorium pasien ini didapatkan peningkatan enzim hepar yaitu SGOT dengan
nilai 100 U/L. SGOT merupakan enzim hepar yang terdapat pada parenkim hati,
kadar SGOT ini akan meningkat apabila terjadi kerusakan pada sel-sel hepar.
Pada pemeriksaan USG dididapatkan gambaran radang kronis pada ren dextra
dan sinistra dan juga terdapat cysta pada ren sinistra, hal ini tidak sesuai dengan hasil
dari pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan kadar ureum dan kreatinin pada
pasien normal. Hal ini dimungkinkan terjadi karena peradangannya belum
mengganggu fungsi clearance dari ginjal dan ada kompensasi dari tubuh.
Selain itu, didapatkan gambaran sludge penuh pada vesica fellea dengan kesan
cholecystitis. Berdasarkan teori gambaran USG pada kasus cholecystitis yaitu tampak
adanya sludge atau penebalan dari dinding kandung empedu dengan adanya cairan
disekitar kandung empedu yang mengalami distensi. Hal ini menunjukkan bahwa
penemuan dari hasil USG pasien sesuai dengan teori Galden tahun 2010.
Pada pasien ini didapatkan Lien dengan pembesaran ringan dengan gambaran
asites +++. Lien yang membesar dan asites pada gambaran USG pada pasien ini
sesuai dengan teori gambaran USG pada sirosis hepatis. Karena itu bila terdapat
gangguan pada hepar, dapat terjadi gangguan aliran darah menuju hepar baik dari lien
sehingga beban yang dipikul lien semakin besar, tubuh berkompensasi dengan adanya
pembesaran lien atau splenomegali. Sedangkan asites ini sendiri terjadi pada
hipertensi portal yang merupakan konsekuensi ketidak seimbangan hukum Starling.
Gaya yang menjaga agar cairan tetap berada di dalam pembuluh darah lebih kecil
daripada gaya yang mendorong cairan untuk keluar dari pembuluh darah. Pada
hipertensi portal, peningkatan tekanan vena portal mengakibatkan cairan bergerak
keluar menuju ruangan intertisial. Ketika kapasitas jaringan limpatik regional
kewalahan menampung cairan ini maka akan terjadi asites. Perkembangan asites ini
berlanjut oleh karena terdapat vasodilatasi vena splangnikus yang biasanya menyertai

42
hipertensi portal. Vasodilatasi ini membawa akibat penumpukan cairan di regio
abdomen yang akan menyebabkan penurunan volume efektif darah sistemik.(Al-
Nakshabandi,2006)
Saran pemeriksaan penunjang pada pasien ini yaitu pemeriksaan CT Scan,
karena dapat memberikan visualisasi yang baik pada hepar, kandung empedu,
pankreas, ginjal dan retroperitoneum, dan membandingkan adanya gangguan atau
obstruksi pada intra dan ekstrahepatik dengan akurasi 95. Selain itu, juga bisa
dilakukan pemeriksaan endoskopi untuk menentukan apakah hematemesis melena
dikarenakan perdarahan pada saluran cerna atas atau bukan.

43
BAB IV

KESIMPULAN

Setelah dilakukan pemeriksaan lengkap mulai dari anamnesis (RPS, RPD, RPK, dan
persona sosial), pemeriksaan fisik lokalis dan generalisata serta pemeriksaan USG sebagai
penunjang awal, dapat disimpulkan pasien ini mengalami sirosis hepatis stadium IV yaitu
stadium dekompensata yang mana disertai hipertensi portal sesuai teori yang dijelaskan
sebelumnya. Pasien tersebut mengalami varises esofagus karena komplikasi dari sirosis
hepatis maka perlu dilakukan pengobatan sesuai penyebabnya. Oleh karena itu untuk
meningkatkan prognosis pasien bisa dilakukan penanganan yang sesuai dengan kondisi
pasien baik dilihat dari gejala-gejala yang muncul maupun aspek lainnya.

44
DAFTAR PUSTAKA

1) Al-Busafi SA, McNabb-Baltar J, Farag A, Hilzenrat N. Review Article: Clinical


Manifestations of Portal Hypertension. International Journal of Hepatology.
2012; Article ID 203794, 10 pages.

2) Anonymous http://alcoholism.about.com/library/blcirrosis.htm

3) Al-Nakshabandi NA. The Role of Ultrasonography in Portal Hypertension. The Saudi


Journal of Gastroenterology. 2006;12(3):111-7.

4) Buob S, Johnston AN, Webster CRL. Portal hypertension: Pathophysiology,


Diagnosis, and Treatment. J Vet Intern Med. 2011;25:169-86.

5) Dongoes. 2010. Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta :EGC.

6) Encyclopedia Britanica, 2003. Anatomy of Hepar.


www.britannica.com/EBchecked/topic/22980/anatomy

7) Gladden D, Migala AF. Cholecystitis. Available from:


emedicine.medscape.com/viewarticle/171886-print.htm (last updated 2010 May 19,
assessed 2010 December 14)

8) Guyton &Hall. 2000. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

9) Hadi.Sujono, Gastroenterology,Penerbit Alumni / 1995 / Bandung

10) Hakim Zain.L, Penatalaksanaan Penderita Sirosis Hepatis

11) Maryani, Sutadi. 2003. Sirosis hepatic. Medan : Bagian ilmu penyakit dalam USU.

12) Rosenack,J, Diagnosis and Therapy of Chronic Liver and Biliarry Diseases

13) Sherlock.S, Penyakit Hati dan Sistim Saluran Empedu, Oxford,England Blackwell 1997

14) Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam jilid I, Edisi II, Penerbit Balai FK UI, Jakarta.1987

15) Suyono,dkk. Sonografi Sirosis Hepatis di RSUD Dr Moewardi. Cermin Dunia


Kedokteran No.150, 2006.

16) Sien, Oey Tjeng . Hematemesisdan Melena, 2008.

45
17) Sujono Hadi.Dr.Prof.,Sirosis Hepatis dalam Gastroenterologi. Edisi 7. Bandung ; 2002.

46

Anda mungkin juga menyukai