Diajukan Kepada:
dr. Kus Budayantiningrum, Sp. Rad
Disusun Oleh:
Alfina Soraya Ahsanallaela
20174011048
1
HALAMAN PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
SIROSIS HEPATIS DENGAN HEMATEMESIS, MELENA, DAN
ASITES
Disusun oleh:
Alfina Soraya Ahsanallaela
20174011048
2
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Alhamdulillah dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas presentasi
kasus ( PRESUS ) ini sebagai sebagian syarat kepaniteraan klinik program pendidikan
profesi di bagian Ilmu Radiologi dengan judul : Sirosis Hepatis Dengan Hematemesis,
Melena, Dan Asites.
Penulis meyakini bahwa Presus ini terwujud atas bimbingan serta pengarahan dari
berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih
yang tak ternilai kepada:
1. dr. Kus Budayantiningrum, Sp. Rad selaku dokter pembimbing dan dokter spesialis
Radiologi di RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo
2. dr. Anies Indra Kusyati, Sp. Rad selaku dokter spesialis Radiologi di RSUD KRT
Setjonegoro Wonosobo
3. Tn. S selaku pasien di bangsal Flamboyan yang bersedia meluangkan waktunya untuk
dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
4. Teman-teman koass serta Radiografer RSUD Wonosobo yang telah membantu penulis
dalam menyusun tugas ini.
Dalam penyusunan presentasi kasus ini, penulis menyadari masih terdapat banyak
kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran membangun demi
kesempurnaan penyusunan presus di masa yang akan datang.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
3
DAFTAR ISI
4
BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 61 Tahun
NO RM : 708763
B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama :
Pasien mengeluh muntah darah sejak sehari sebelum masuk rumah sakit dan
Pasien mengeluh muntah darah terjadi secara tiba-tiba tanpa disertai batuk,
frekuensi 3 kali berwarna merah kehitaman , terkadang merah segar, konsistensi cair
dan ada darah yang menyerupai gumpalan, serta tidak berisi makanan atau minuman.
Buang air besar hitam dialami sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit,
frekuensi 3 kali , konsistensi encer, warna hitam seperti kopi, ampas ada, lendir tidak
ada. Perut membesar sejak ± 7 bulan yang lalu dirasakan perlahan-lahan, kadang
mengecil juga. Nafsu makan biasa, dan penurunan berat badan dalam bulan terakhir
yang tidak diketahui berapa kg. Demam saat ini tidak ada, riwayat demam ada sejak
5
3 hari yang lalu. Mata kuning tidak ada, batuk tidak ada, sesak napas tidak ada, nyeri
dada tidak ada. Buang air kecil lancar warna kuning. Pasien merasa tubuhnya lemas
dan tidak bertenaga. Selain itu terkadang pasien merasakan nyeri pada perut terutama
dirasakan di perut kanan atas dan epigastrik. Pasien memiliki kebiasaan merokok.
Di keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan yang sama, Riwayat keluarga
Pasien adalah seorang kepala keluarga dan merupakan perokok yang cukup aktif
dengan riwayat pernah konsumsi alkohol rutin saat remaja sampai dewasa muda.
6. Anamnesis Sistem
Sistem serebrospinal: sadar, compos mentis, demam (-), nyeri kepala (+)
Sistem Indra:
mata (-)
6
Mulut : sariawan (-), gusi berdarah (-), mulut kering (-), nyeri
tenggorokan (-)
Sistem Gastrointestinal : nyeri perut (+), kembung (-) BAB cair warna hitam
Sistem Muskuloskeletal : gerak bebas (+), kelemahan anggota gerak (-), nyeri
sendi (-), nyeri otot (-), edema (+) pada kedua kaki, kesemutan (-)
C. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda Vital
Pernapasan : 24 x/menit
Suhu : 36,2
Kepala : Mesosefal
7
Thorax : Dinding dada simetris kanan-kiri, tidak ada retraksi
dinding dada
Cor
Pulmo
Abdomen
8
Palpasi : Nyeri pada daerah anus (-), tonus otot sphincter ani
mencengkeram kuat, mucosa licin, masa (-), ampula recti kolaps,
lendir (-), darah (-) feses (-).
Genitalia : dbn
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
9
SGPT 27.7 0-50 U/L Normal
10
E. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
FOTO THORAX AP
Interpretasi :
Kesan :
- Pulmo tenang
- Cardiomegali
USG Abdomen :
11
Interpretasi
12
Usus : Udara usus dalam batas normal, dilatasi (-), massa (-)
V Urinaria : Dinding regular, massa (-), batu (-), endapan (-)
Tampak asites (+++)
Kesan :
Gambar Cirrhosis Hepatis
Splenomegali ringan
Cholecystitis
Asites (+++)
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. DEFINISI
Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium
akhir fibrosis hepatic yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari
Melena adalah pengeluaran feses atau tinja yang berwarna hitam seperti ter
yang disebabkan oleh adanya perdarahan pada saluran cerna bagian atas. Warna
melena tergantung dari lamanya hubungan antara darah dengan asam lambung, besar
(Dongoes, 2010).
14
caudatus, lobus sinistra dan quadratus. Memiliki lapisan jaringan ikat tipis yang disebut
kapsula Glisson, dan pada bagian luarnya ditutupi oleh peritoneum.
15
akan terjadi trasnformasi zat-zat berbahaya dan akhirnya akan diekskresi lewat ginjal.
Proses yang dialami adalah proses oksidasi, reduksi, hidrolisis dan konjugasi. Pertama
adalah jalur oksidasi yang memerlukan enzim sitokrom P-450. Selanjutnya akan
mengalami proses konjugasi glukoronide, sulfat ataupun glutation yang semuanya
merupakan zat yang hidrofilik. Zat-zat tersebut akan mengalami transport protein lokal di
membran sel hepatosit melalui plasma, yang akhirnya akan diekskresi melalui ginjal atau
melalui saluran pencernaan. Fungsi hepar yang lain adalah sebagai tempat penyimpanan
vitamin A, D, E, K, dan vitamin B12. Sedangkan mineral yang disimpan di hepar antara
lain tembaga dan besi.
16
Penyakit Infeksi
Bruselosis. Toksoplasmosis
Ekinokokus, Skistosomiasis
Hepatitis Virus (Hep B, Hep C, Hep D, Sitomegalovirus)
Defisiensi 𝛼 1-antitripsin
Sindrom Fanconi
D. E Penyakit Gaucher
P Penyakit simpanan glikogen
I
Hemokromatosis
D
Intoleransi fruktosa herediter
E
Penyakit Wilson
M
I Obat dan Toksin
O
Alkohol
L
Amiodaron
O
Arsenik
G
Obstruksi bilier
I
Penyakit perlemakan hati non alkoholik
H
Sirosis bilier primer
E
Kolangitis sclerosis primer
P
A Penyebab Lain atau Tidak terbukti
T
Penyakit usus inflamasi kronik
I
Fibrosis kistik
T
I Pintas jejunoileal
S Sarkoidosis
B
erdasarkan hasil RISKESDAS tahun 2013 prevalensi hepatitis adalah 1,2 persen, dua kali
lebih tinggi dibandingkan 2007. Lima provinsi dengan prevalensi hepatitis tertinggi
adalah Nusa Tenggara Timur (4,3%), Papua (2,9%), Sulawesi Selatan (2,5%), Sulawesi
17
Tengah (2,3%) dan Maluku (2,3%). Bila dibandingkan dengan Riskesdas 2007, Nusa
Tenggara Timur masih merupakan provinsi dengan prevalensi hepatitis tertinggi.
Prevalensi hepatitis menurut karakteristik di Indonesia pada tahun 2013, prevalensi
tertinggi pada kelompok umur 45-54 dan 65-74 tahun. Penderita hepatitis baik pada laki-
laki maupun perempuan, proporsinya tidak berbeda secara bermakna. Jenis pekerjaan
juga mempengaruhi prevalensi hepatitis, prevalensi hepatitis banyak ditemukan pada
petani/nelayan/buruh dibandingkan jenis pekerjaan yang lain.
Di Indonesia data prevalensi sirosis hepatis belum ada. Di RS Sardjito Yogyakarta
jumlah pasien sirosis hepatis berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit
Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (data tahun 2004). Lebih dari 40% pasien sirosis
adalah asimptomatis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien
melakukan pemeriksaan rutin atau karena penyakit yang lain.(Siti,2009)
Dengan intake alkohol dan destruksi dari hepatosit, fibroblas muncul pada lokasi
perlukaan dan mendeposit kolagen. Septa seperti sarang laba-laba dari jaringan ikat
muncul di periportal dan zona perisentral dan akhirnya menghubungkan triad portal dan
vena sentral. Jaringan pengikat yang tipis ini melingkupi sejumlah kecil massa dari sel
hati yang tersisi, yang beregenerasi dan membentuk nodul. Walaupun regenerasi muncul
dalam sejumlah kecil parenkim, umumnya kerusakan sel melebihi penggantian sel
parenkim. Dengan kelanjutan destruksi hepatosit dan deposisi kolagen, hati mengisut,
dan mendapat gambaran nodular, dan menjadi keras pada stadium akhir sirosis.
18
Posthepatitic dan Cryptogenic Cirrhosis
Sirosis posthepatitis atau postnekrotik mewakili jalur akhir dari berbagai tipe
penyakit hati kronis. Sirosis nodular kasar dan sirosis multilobular merupakan sebutan
lainnya. Sekitar 75% kasus cenderung berkembang dan berakhir dengan kematian dalam
1 sampai 5 tahun. Sirosis postnekrotik adalah kira-kira 20% dari seluruh kasus sirosis.
Sekitar 25% kasus memiliki riwayat hepatitis virus sebelumnya.
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan ini
menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoselular), terjadi kolaps lobulus
hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus
dan nodul sel hati. Walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologis sirosis hati sama
atau hampir sama. Septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps dan
berubah jadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta yang satu
dengan yang lainnya atau porta dengan sentral ( bridging necrosis).
Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran dan ini
menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah porta,
dan menimbulkan hipertensi portal. Hal demikian dapat pula terjadi pada sirosis
alkoholik tapi prosesnya lebih lama. Tahap berikutnya terjadi peradangan dan nekrosis
pada sel duktules, sinusoid, retikulo endotel, terjadi fibrogenesis dan septa aktif.
Jaringan kolagen berubah dari reversibel menjadi irreversibel bila telah terbentuk septa
permanen yang aselular pada daerah porta dan parenkim hati. Gambaran septa ini
bergantung pada etiologi sirosis. Pada sirosis dengan etiologi hemokromatosis, besi
mengakibatkan fibrosis daerah periportal, pada sirosis alkoholik timbul fibrosis daerah
sentral. Sel limfosit T dan makrofag menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin
sebagai mediator timbulnya fibrinogen. Mediator ini tidak memerlukan peradangan dan
nekrosis aktif. Septal aktif ini berasal dari daerah porta menyebar ke parenkim hati.
2. Tipe II : Sinusoid
Dari uraian tersebut diatas dapat dilihat bahwa mekanisme terjadinya sirosis secara
mekanik dimulai dari kejadian hepatitis viral akut, timbul peradangan luas, nekrosis luas
dan pembentukan jaringan ikat yang luas disertai pembentukan nodul regenerasi oleh sel
parenkim hati yang masih baik. Jadi fibrosis pasca nekrotik adalah dasar timbulnya
sirosis hati.
Pada mekanisme terjadinya sirosis secara imunologis dimulai dengan kejadian hepatitis
viral akut yang menimbulkan peradangan sel hati, nekrosis/nekrosis bridging dengan
melalui hepatitis kronik agresif didikuti timbulnya sirosis hati. Perkembangan sirosis
dengan cara ini memerlukan waktu sekitar 4 tahun, sel yang mengandung virus ini
merupakan sumber rangsangan terjadinya proses imunologis yang berlangsung terus
sampai terjadi kerusakan hati.
Biliary Cirrhosis
Sirosis bilier terjadi akibat kerusakan atau obtruksi lama dari sistem bilier
intrahepatik maupun ekstrahepatik. Ini diasosiasikan dengan ekskresi bilier yang
terganggu, destruksi dari parenkim hepatik, dan fibrosis yang progresif. Sirosis bilier
primer terkarakteristik dengan inflamasi kronik dan obliterasi fibrous dari duktus-duktus
kantung empedu intrahepatik. Sirosis bilier sekunder merupakan hasil dari obstruksi
lama dari duktus ekstrahepatik yang lebih besar. Walaupun Sirosis bilier primer dan
sekunder dipisahkan secara patofisiologi namun dengan sebab awal yang sama, banyak
gejala klinis yang mirip.
Cardiac Cirrhosis
Gagal jantung kongestif kanan yang lama dan parah dapat menuju penyakit liver
kronis dan sirosis kardiak. Tampilan karakteristik patologis dari fibrosis dan nodul
regeneratif membedakan sirosis kardiak dari kongesti pasif dari hati akibat gagal
jantung akut dan nekrosis hepatoselular akut (shock liver) yang diakibatkan dari
hipotensi sistemik dan hipoperfusi dari liver.
Pada gagal jantung kanan, transmisi retrograd dari tekanan vena yang meningkat
melalui vena kava inferior dan vena hepatik menuju kongesti dari hepar. Sinusoid-
sinusoid hepar menjadi terdilatasi dan terisi penuh darah, dan liver menjadi bengkak dan
tegang. Dengan kongesti pasif yang lama dan iskemia dari perfusi sekunder yang buruk
sampai output jantung yang berkurang, nekrosis darei sentrilobular hepatosit
menyebabkan fibrosis pada daerah-daerah sentral ini. Akhirnya, terjadi fibrosis
sentrilobular, dengan kolagen menjulur keluar dalam karakteristik pola stellate dari vena
sentral. Pemeriksaan luar dari hepar menunjukkan warna merah yang lain (terkongestif)
dan daerah yang pucat (fibrotik), sebuah pola yang sering disebut “nutmeg liver”.
Kemajuan dalam penanganan gangguan jantung, dan kemajuan dalam ilmu pengobatan
bedah, telah mengurangi frekuensi sirosis jantung.
F. KLASIFIKASI
A. Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :
1. Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim hati
mengandung nodul halus dan kecil yang merata. Sirosis mikronodular besar nodulnya
sampai 3 mm, sedangkan sirosis makronodular ada yang berubah menjadi
makronodular sehingga dijumpai campuran mikro dan makronodular.
2. Makronodular
sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan
bervariasi, mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar
21
didalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi
parenkim.
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)
1. Sirosis hati kompensata. Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada stadium
kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini
ditemukan pada saat pemeriksaan screening.
2. Sirosis hati Dekompensata Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini
Biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya : ascites, edema dan ikterus.
Skor/parameter 1 2 3
Bilirubin(mg %) < 2,0 2-<3 > 3,0
Albumin(mg %) > 3,5 2,8 - < 3,5 < 2,8
Protrombin time > 70 40 - < 70 < 40
(Quick %)
Asites 0 Min. – sedang Banyak (+++)
(+) – (++)
Hepatic Tidak ada Stadium 1 & 2 Stadium 3 & 4
Encephalopathy
G. PENEGAKKAN DIAGNOSIS
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Pada stadium awal (kompensata), dimana kompensasi tubuh terhadap kerusakan hati
masih baik, sirosis seringkali muncul tanpa gejala sehingga sering ditemukan pada waktu
pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin. Gejala-gejala awal sirosis meliputi perasaan
mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan
menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil dan dada membesar, serta
hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut, (berkembang menjadi sirosis
dekompensata) gejala-gejala akan menjadi lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi
kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi kerontokan rambut badan, gangguan tidur, dan
demam yang tidak begitu tinggi. Selain itu, dapat pula disertai dengan gangguan pembekuan
22
darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna
seperti teh pekat, hematemesis, melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar
konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma. Pada kasus ini, berdasarkan hasil anamnesis
yang telah dilakukan, didapatkan beberapa gejala yang dapat mengarah pada keluhan yang
sering didapat pada sirosis hati yaitu lemas pada seluruh tubuh, mual dan muntah yang
disertai penurunan nafsu makan. Selain itu, ditemukan juga beberapa keluhan yang terkait
dengan kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta, diantaranya perut yang membesar dan
bengkak pada kedua kaki, gangguan tidur, air kencing yang berwarna seperti teh, ikterus
pada kedua mata dan kulit, nyeri perut yang disertai dengan melena, dan gangguan tidur juga
dialami pasien. Akibat dari sirosis hati, maka akan terjadi 2 kelainan yang fundamental yaitu
kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta. Manifestasi dari gejala dan tanda-tanda klinis ini
pada penderita sirosis hati ditentukan oleh seberapa berat kelainan fundamental tersebut.
Gejala dan tanda dari kelainan fundamental ini dapat dilihat di tabel 2.
Hipoalbumin Ascites
Eritema palmaris
White nail
jaringan parenkim hati menjadi jaringan fibrotik dan penurunan perfusi jaringan hati
23
sehingga mengakibatkan nekrosis pada hati. Hipertensi porta merupakan gabungan
hasil peningkatan resistensi vaskular intra hepatik dan peningkatan aliran darah
melalui sistem porta. Resistensi intra hepatik meningkat melalui 2 cara yaitu secara
mekanik dan dinamik. Secara mekanik resistensi berasal dari fibrosis yang terjadi
pada sirosis, sedangkan secara dinamik berasal dari vasokontriksi vena portal sebagai
efek sekunder dari kontraksi aktif vena portal dan septa myofibroblas, untuk
mengaktifkan sel stelata dan sel-sel otot polos. Tonus vaskular intra hepatik diatur
diperparah oleh penurunan produksi vasodilator (seperti nitrat oksida). Pada sirosis
antara vasokontriktor dan vasodilator yang merupakan akibat dari keadaan sirkulasi
yang hiperdinamik dengan vasodilatasi arteri splanknik dan arteri sistemik. Hipertensi
porta ditandai dengan peningkatan cardiac output dan penurunan resistensi vaskular
sistemik. (David,2012)
nyeri tekan pada regio epigastrium. Terlihat juga tanda-tanda anemis pada kedua
konjungtiva mata dan ikterus pada kedua sklera. Tanda-tanda kerontokan rambut pada
ketiak tidak terlalu signifikan. Pada pemeriksaan jantung dan paru, masih dalam batas
normal, tidak ditemukan tanda-tanda efusi pleura seperti penurunan vokal fremitus,
perkusi yang redup, dan suara nafas vesikuler yang menurun pada kedua lapang paru.
Pada daerah abdomen, ditemukan perut yang membesar pada seluruh regio abdomen
undulasi yang positif. Hati, lien, dan ginjal sulit untuk dievaluasi karena besarnya
ascites dan nyeri yang dirasakan oleh pasien. Pada ekstremitas juga ditemukan adanya
24
2. Pemeriksaan Penunjang
waktu seseorang memeriksakan kesehatan rutin atau waktu skrining untuk evaluasi
keluhan spesifik. Test fungsi hati meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, gamma
1) Aspartat amino transferase (AST), atau serum glitamil oksaloasetat (SGOT) dan
alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamilpiruvat transaminase (SGPT)
meningkat tetapi tak begitu tinggi. AST lebih meningkat daripada ALT, namun bila
transaminase normal tidak mengenyampingkan adanya sirosis.
2) Alkali fosfatase meningkat kurang dari 2-3 kali batas normal atas. Konsentrasi yang
tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier
primer.
25
9) Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bisa bermacan-macam, anemia
normokrom, normositer,hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer. Anemia
dengan trombositopenia, lekopenia, dan nitropenia akibat splenomegali kongestif
dengan hipertensi sehingga terjadi hipersplenisme.
10) Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi adanya
hipertensi porta. Ultra sonografi (USG) sudah secara rutin digunakan karena
pemeriksaanya non invasif dan mudah digunakan, namun sensitifitasnya kurang.
Pemeriksaan hati yang bisa dinilai dengan USG meliputi sudaut hati, permukaan hati,
ukuran, homogenitas, dan adanya masa. Pada sirosis lanjutan, hati mengecil dan
nodular, permukaan irregular, dan ada peningkatan echogenitas parenkimal hati.
Selain itu USG juga bisa untuk melihat asites, splenomegali, tombosis vena porta dan
pelebaran vena porta, serta skrining adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.
11) Tomografi komputerisasi, informasinya sama dengan USG, tidak rutin digunakan
karena biayanya relatif mahal.
Selain dari pemeriksaan fungsi hati, pada pemeriksaan hematologi juga biasanya
akan ditemukan kelainan seperti anemia, dengan berbagai macam penyebab, dan gambaran
apusan darah yang bervariasi, baik anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer,
maupun hipokrom makrositer. Selain anemia biasanya akan ditemukan pula trombositopenia,
leukopenia, dan neutropenia akibat splenomegali kongestif yang berkaitan dengan adanya
hipertensi porta. (Siti, 2009)
1. Asites
2. Splenomegali
5. Spider nevi
6. Eritema palmaris
7. Venakolateral
26
Terdapat beberapa pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan pada
yang paling sering dilakukan untuk mengevaluasi pasien sirosis hepatis, dikarenakan
kelemahan yaitu sensitivitasnya yang kurang dan sangat bergantung pada operator.
karakteristik tampilan morfologi sirosis hepatis meliputi kontur hepar, tekstur hepar
sudut hati, permukaan, homogenitas dan ada tidaknya massa. Pada penderita sirosis
lanjut, hati akan mengecil dan nodular, dengan permukaan yang tidak rata dan ada
Selain itu, melalui pemeriksaan USG juga bisa dilihat ada tidaknya ascites,
splenomegali, trombosis dan pelebaran vena porta, serta skrining ada tidaknya
karsinoma hati. Berdasarkan pemeriksaan USG abdomen pada pasien ini didapatkan
yang disertai ascites yang merupakan salah satu tanda dari kegagalan fungsi hati dan
hipertensi porta. Melalui pemeriksaan USG abdomen dapat terlihat gambaran spesifik
sirosis hepatis yang dievaluasi melalui hepar, lien dan traktus biliaris sebagai berikut
27
a. Gambaran USG pada hepar
28
Pemeriksaan endoskopi dengan menggunakan esophagogastroduodenoscopy
(EGD) untuk menegakkan diagnosa dari varises esophagus dan varises gaster sangat
dapat diketahui tingkat keparahan atau grading dari varises yang terjadi serta ada
tidaknya red sign dari varises, selain itu dapat juga mendeteksi lokasi perdarahan
spesifik pada saluran cerna bagian atas. Di samping untuk menegakkan diagnosis,
EGD juga dapat digunakan sebagai manajemen perdarahan varises akut yaitu dengan
ini, ditemukan adanya varises esophagus dan gastropati hipertensi porta yang
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kasus sirosis hepatis dipengaruhi oleh etiologi dari sirosis hepatis.
Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi progresifitas dari penyakit,
menghindarkan bahan-bahan yang dapat menambah kerusakaan hati, pencegahan dan
penanganan komplikasi merupakan prinsip dasar penanganan kasus sirosis. Kalori
diberikan sebanyak 2000-3000 kkal/hari.
a. Asites
1. Tirah baring.
2. Diet rendah garam
3. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obat diuretik. Pemberian diuretik
Spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respon diuretik bisa dimonitor
dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari tanpa adanya edema kaki, 1 kg/hari dengan
adanya edema kaki. Bilamana pemberian Spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi
29
dengan furosemide dengan dosis 20-40 mg/hari.Pemberian furosemide bisa ditambah
dosisnya bila tidak ada respons, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Kombinasi diuretik
spironolakton dan furosemide dapat menurunkan dan menghilangkan edema dan asites
pada sebagian besar pasien.
4. Parasentesis abdomen dilakukan bila pemakaian diuretik tidak berhasil (asites
refrakter). Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Asites yang sedemikian besar
sehingga menimbulkan keluhan nyeri akibat distensi abdomen dan atau kesulitan bernafas
karena keterbatasan diafragma . Parasentesis (Large Volume Paracentesis = LVP) dapat
dilakukan hingga 4-6 liter. Pengobatan lain untuk asites refrakter adalah TIPS
(Transjugular Intravenous Portosystemic Shunting) atau transplantasi hati.
b. Ensefalopati Hepatik
Pada pasien Ensefalopati Hepatik dimulai dengan diit rendah protein (dikurangi
sampai 0,5 gr/kg BB/hari) dan laktulosa. Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan
amonia, sehingga pasien buang air besar dua sampai tiga kali sehari. Neomisin atau
metronidazol bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia.
c. Varises esophagus
Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat penyekat beta
(propanolol). Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau oktreotid,
diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi.
d. Peritonitis Bakterial Spontan (SBP)
Peritonitis bacterial spontan, diberikan antibiotika seperti sefotaksim intravena,
amoksisilin, atau aminoglikosida.
e. Sindrom hepatorenal
Mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur keseimbangan garam dan
air.
f. Transplantasi hati
Bila sirosis telah semakin berlanjut, transplantasi hati tampaknya menjadi satu-
satunya pilihan pengobatan
I. KOMPLIKASI
Sirosis hati yang berlanjut progresif maka gambaran klinis, prognosis dan
pengobatan tergantung pada dua kelompok besar komplikasi:
30
1. Kegagalan hati, timbul spider naevi, eritema palmaris, atrofi testis,
ginekomastia, ikterus, ensefalopati dan lain-lain.
Timbul asites akibat hipertensi portal dengan hipoalbumin akibat kegagalan hati.
1. Ensepalopati Hepatikum
31
ini akan memudahkan masuknya neurotoxin ke dalam otak. Neurotoxin tersebut
diantaranya, asam lemak rantai pendek, mercaptans, neurotransmitter palsu (tyramine,
octopamine, dan betaphenylethanolamine), amonia, dan gamma-aminobutyric acid
(GABA).
2. Varises Esophagus
Pada sirosis hati, jaringan parut menghalangi aliran darah yang kembali ke jantung
dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena portal (hipertensi portal). Sebagai
suatu akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan tekanan yang
diakibatkannya, vena-vena pada kerongkongan yang lebih bawah dan lambung bagian atas
mengembang dan sering disebut sebagai esophageal dan gastric varices; tekanan portal
lebih tinggi , lebih besar varices-varices dan lebih mungkin seorang pasien mendapat
perdarahan dari varices-varices kedalam kerongkongan (esophagus) atau lambung.
Perdarahan juga mungkin terjadi dari varices-varices yang terbentuk dimana saja
didalam usus-usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini adalah jarang. Untuk sebab-
sebab yang belum diketahui, pasien-pasien yang diopname karena perdarahan yang secara
aktif dari varices-varices kerongkongan mempunyai suatu risiko yang tinggi
mengembangkan spontaneous bacterial peritonitis.
Temuan asites merupakan tanda yang tidak spesifik, namun sangat sering terlihat
pada pasien dengan hipertensi portal. (Al-Nakshabandi ,2006) Asites terjadi pada
hipertensi portal merupakan konsekuensi ketidak seimbangan hukum Starling. Gaya yang
menjaga agar cairan tetap berada di dalam pembuluh darah lebih kecil daripada gaya yang
mendorong cairan untuk keluar dari pembuluh darah. Pada hipertensi portal, peningkatan
tekanan vena portal mengakibatkan cairan bergerak keluar menuju ruangan intertisial.
Ketika kapasitas jaringan limpatik regional kewalahan menampung cairan ini maka akan
terjadi asites. Perkembangan asites ini berlanjut oleh karena terdapat vasodilatasi vena
splangnikus yang biasanya menyertai hipertensi portal. Vasodilatasi ini membawa akibat
penumpukan cairan di regio abdomen yang akan menyebabkan penurunan volume efektif
darah sistemik. (Buob, 2011)
Ketika sirosis memburuk dan lebih banyak garam dan air yang tertahan, cairan
juga mungkin berakumulasi dalam rongga perut antara dinding perut dan organ-organ
perut. Akumulasi cairan ini (disebut ascites) menyebabkan pembengkakkan perut,
ketidaknyamanan perut, dan berat badan yang meningkat.
5. Sindrom Hepatorenal
Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oligouri,
peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan hati lanjut
menyebabkan penurunan filtrasi glomerulus. Diagnosis sindrom hepatorenal ditegakkan
ketika ditemukan cretinine clearance kurang dari 40 ml/menit atau saat serum creatinine
lebih dari 1,5 mg/dl, volume urin kurang dari 500 mL/d, dan sodium urin kurang dari 10
mEq/L.5
6. Sindrom Hepatopulmonal
33
Pada sindrom ini dapat timbul hidrotoraks dan hipertensi portopulmonal. Sindrom
ini merupakan kejadian yang jarang terjadi.
CHOLECYSTITIS
Definisi
Cholecystitis adalah proses inflamasi atau peradangan akut pada kandung empedu yang
umumnya terjadi akibat penyumbatan pada saluran empedu tetapi dapat juga disebabkan
oleh faktor iskemia, gangguan motilitas, trauma langsung bahan kimia, infeksi
mikroorganisme.
Etiologi
Penyebab dari cholecystitis yaitu batu empedu, statis cairan empedu, iskemia kandung
empedu, infeksi, pasca pembedahan (terjadi perubahan fungsi), trauma abdomen.
Individu yang beresiko terkena cholecystitis antara lain adalah jenis kelamin wanita,
umur tua, obesitas, obat-obatan, kehamilan, dan suku bangsa tertentu. Atau sering juga
digunakan akronim 4F dalam bahasa inggris (female, fat, faty, and fertile).
Gambaran Klinik
Gejala penderita umumnya berupa nyeri pada perut kanan bagian atas yang menetap
lebih dari 6 jam dan sering menjalar sampai belikat kanan. Penderita kadang mengalami
demam, mual, dan muntah. Pada orang lannjut usia, demam seringkali tidak begitu nyata
dan nyeri lebih terlokalisir hanya pada perut kanan atas. Dari pemeriksaan fisik dapat
dditemukan demam, takikardia, dan nyeri tekan pada perut kanan atas. Saat pasien
diminta untuk menarik nafas dalam sambil meraba daerah bawah iga kanannya.
Penderita cholecystitis umumnya menunjukkan Murphy’s sign positif, dimana gerakan
tangan dokter pada kondisi di atas menimbulkan rasa sakit dan sulit bernapas.
34
Gambar 9.
Gambar 9. Gambaran USG dengan Cholecystitis yaitu tampak adanya sludge atau penebalan
dari dinding kandung empedu dengan adanya cairan disekitar kandung empedu yang
mengalami distensi.
Definisi
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan vena porta lebih dari 10 mmHg.
(Jurnalis,2014). Hipertensi portal bisa didefinisikan juga sebagai peningkatan tekanan vena
porta yang diukur secara tidak langsung melalui pengukuran wedged hepatic vein pressure
(WHVP) lebih tinggi 5mmHg daripada tekanan vena kava inferior (disebut juga Hepatic
35
Venous Pressure Gradient/HVPG), atau peningkatan tekanan vena lienalis lebih tinggi dari
15 mmHg, atau pengukuran tekanan vena portal lebih tinggi dari 30cm H20 pada saat
operasi (Gambar 5).6,7
Etiologi
Kelainan anatomis terjadi karena pada sirosis terjadi perubahan bentuk parengkim
hati, sehingga terjadi penurunan perfusi dan menyebabkan terjadinya hipertensi portal.
Hipertensi portal merupakan gabungan hasil peningkatan resistensi vaskular intra hepatik
dan peningkatan aliran darah melalui sistem portal. Resistensi intra hepatik meningkat
melalui 2 cara yaitu secara mekanik dan dinamik.(1,2,8,9)
Secara mekanik resistensi berasal dari fibrosis yang terjadi pada sirosis, sedangkan
secara dinamik berasal dari vasokontriksi vena portal sebagai efek sekunder dari kontraksi
aktif vena portal dan septa myofibroblas, untuk mengaktif- kan sel stelata dan sel-sel otot
polos. Tonus vaskular intra hepatik di atur oleh vasokonstriktor (norepineprin, angiotensin II,
leukotrin dan trombioksan A) dan di perkuat oleh vasodilator (seperti nitrat oksida). Pada
sirosis peningkatan resistensi vaskular intra hepatik disebabkan juga oleh ke tidak
seimbangan antara vasokontriktor dan vasodilator yang merupakan akibat dari keadaan
sirkulasi yang hiperdinamik dengan vasodilatasi arteri splanknik dan arteri sistemik.(3,8,9)
36
Gambaran Klinik
Gambar tampilan klinis pasien dengan sirosis hepatis dan hipertensi portal.
Sumber: Netter, F.H. The CIBA Collection of Medical Illustrations, Volume 3: Digestive System, Part III,
1957.
Hematemesis hipersplenisme
Melena asites
37
Varises esofagus malabsorbsi lemak
Ensepalopati hepatis
Gambaran Radiologi
Splenomegali
Gambar sonografi limpa yang membesar, tampak batas inferior limpa tumpul,
Asites
38
Gambar sirosis hepatis, tampak ekostruktur parenkim hepar yang kasar, tepi yang tidak licin dan adanya asites.
4. Vena Porta
Secara umum, pembesaran ukuran vena porta telah diketahui menjadi sebuah tanda
terjadinya peningkatan tekanan vena porta. Sebuah penelitian menunjukkan pembesaran
ukuran diameter dengan ambang batas 13mm dan 15mm memberikan sensitifitas 40% dan
12,5%.
39
BAB III
PEMBAHASAN
40
berdiri atau duduk. Pada pasien ini, didapatkan asites dan edema kaki saat dilakukan
pemeriksaan fisik
3. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, didapatkan beberapa
temuan yang menguatkan kecurigaan ke arah sirosis hepatis dekompensata yang
sering dikenal dengan active sirosis hati, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah
jelas, misalnya : ascites, edema dan ikterus.dan varises esofagus dengan gejala-gejala
hipertensi portal yang sudah muncul.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pada kasus ini, pada pemeriksaan fungsi hati ditemukan peningkatan kadar
SGOT dan SGPT pada serum pasien ini dalam batas normal. Pada penelitian
sebelumnya juga dijelaskan bahwa pada sirosis hepatis sering terjadi peningkatan
SGOT dibanding SGPT. Pada beberapa pasien juga didapatkan hasil SGPT dalam
batas normal dengan hanya terjadi peningkatan pada SGOT nya saja. Selain itu,
ditemukan juga pada pemeriksaan protein, didapatkan penurunan kadar albumin. Nilai
albumin yang rendah menjadi indikator adanya masalah pada organ-organ utama
seperti hepar atau ginjal. Adanya hepar yang mengalami gangguan oleh karena sirosis
juga mengganggu dalam memproduksi albumin, sehingga didapatkan nilai albumin
yang rendah.
41
3. Pemeriksaan Penunjang Radiologi
Ultrasonografi merupakan teknik dasar pada pencitraan hepar, saluran
empedu, dan kandung empedu. Kelebihan dari teknik ini adalah cepat dan sederhana,
namun kelemahannya yakni keterbatasan dalam spesifitas dan resolusi untuk lesi-lesi
hepar yang kecil, tapi dapat diatasi dengan menggunakan kontras.
Pada USG didapatkan struktur echoparenchyma kasar heterogen pada hepar,
ini menandakan bahwa terjadi kerusakan pada sel-sel hati, yang mana pada hasil
laboratorium pasien ini didapatkan peningkatan enzim hepar yaitu SGOT dengan
nilai 100 U/L. SGOT merupakan enzim hepar yang terdapat pada parenkim hati,
kadar SGOT ini akan meningkat apabila terjadi kerusakan pada sel-sel hepar.
Pada pemeriksaan USG dididapatkan gambaran radang kronis pada ren dextra
dan sinistra dan juga terdapat cysta pada ren sinistra, hal ini tidak sesuai dengan hasil
dari pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan kadar ureum dan kreatinin pada
pasien normal. Hal ini dimungkinkan terjadi karena peradangannya belum
mengganggu fungsi clearance dari ginjal dan ada kompensasi dari tubuh.
Selain itu, didapatkan gambaran sludge penuh pada vesica fellea dengan kesan
cholecystitis. Berdasarkan teori gambaran USG pada kasus cholecystitis yaitu tampak
adanya sludge atau penebalan dari dinding kandung empedu dengan adanya cairan
disekitar kandung empedu yang mengalami distensi. Hal ini menunjukkan bahwa
penemuan dari hasil USG pasien sesuai dengan teori Galden tahun 2010.
Pada pasien ini didapatkan Lien dengan pembesaran ringan dengan gambaran
asites +++. Lien yang membesar dan asites pada gambaran USG pada pasien ini
sesuai dengan teori gambaran USG pada sirosis hepatis. Karena itu bila terdapat
gangguan pada hepar, dapat terjadi gangguan aliran darah menuju hepar baik dari lien
sehingga beban yang dipikul lien semakin besar, tubuh berkompensasi dengan adanya
pembesaran lien atau splenomegali. Sedangkan asites ini sendiri terjadi pada
hipertensi portal yang merupakan konsekuensi ketidak seimbangan hukum Starling.
Gaya yang menjaga agar cairan tetap berada di dalam pembuluh darah lebih kecil
daripada gaya yang mendorong cairan untuk keluar dari pembuluh darah. Pada
hipertensi portal, peningkatan tekanan vena portal mengakibatkan cairan bergerak
keluar menuju ruangan intertisial. Ketika kapasitas jaringan limpatik regional
kewalahan menampung cairan ini maka akan terjadi asites. Perkembangan asites ini
berlanjut oleh karena terdapat vasodilatasi vena splangnikus yang biasanya menyertai
42
hipertensi portal. Vasodilatasi ini membawa akibat penumpukan cairan di regio
abdomen yang akan menyebabkan penurunan volume efektif darah sistemik.(Al-
Nakshabandi,2006)
Saran pemeriksaan penunjang pada pasien ini yaitu pemeriksaan CT Scan,
karena dapat memberikan visualisasi yang baik pada hepar, kandung empedu,
pankreas, ginjal dan retroperitoneum, dan membandingkan adanya gangguan atau
obstruksi pada intra dan ekstrahepatik dengan akurasi 95. Selain itu, juga bisa
dilakukan pemeriksaan endoskopi untuk menentukan apakah hematemesis melena
dikarenakan perdarahan pada saluran cerna atas atau bukan.
43
BAB IV
KESIMPULAN
Setelah dilakukan pemeriksaan lengkap mulai dari anamnesis (RPS, RPD, RPK, dan
persona sosial), pemeriksaan fisik lokalis dan generalisata serta pemeriksaan USG sebagai
penunjang awal, dapat disimpulkan pasien ini mengalami sirosis hepatis stadium IV yaitu
stadium dekompensata yang mana disertai hipertensi portal sesuai teori yang dijelaskan
sebelumnya. Pasien tersebut mengalami varises esofagus karena komplikasi dari sirosis
hepatis maka perlu dilakukan pengobatan sesuai penyebabnya. Oleh karena itu untuk
meningkatkan prognosis pasien bisa dilakukan penanganan yang sesuai dengan kondisi
pasien baik dilihat dari gejala-gejala yang muncul maupun aspek lainnya.
44
DAFTAR PUSTAKA
2) Anonymous http://alcoholism.about.com/library/blcirrosis.htm
11) Maryani, Sutadi. 2003. Sirosis hepatic. Medan : Bagian ilmu penyakit dalam USU.
12) Rosenack,J, Diagnosis and Therapy of Chronic Liver and Biliarry Diseases
13) Sherlock.S, Penyakit Hati dan Sistim Saluran Empedu, Oxford,England Blackwell 1997
14) Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam jilid I, Edisi II, Penerbit Balai FK UI, Jakarta.1987
45
17) Sujono Hadi.Dr.Prof.,Sirosis Hepatis dalam Gastroenterologi. Edisi 7. Bandung ; 2002.
46