jaringan lunak, kerusakan arteri, dan luka bakar. Sedangkan sindrom kompartemen
kronik dapat disebabkan oleh aktivitas yang berulang, misalnya lari.
ANATOMI
Lengan bawah memiliki 3 kompartemen, antara lain:
1. Volar
2. Dorsal
3. Mobile wad
Kompartemen volar berisi m. fleksor digitorum profunda, m. fleksor policis longus,
m. pronator quadratus dan tendon. Mobile wad berisi otot-otot brachioradialis, m.
ekstensor carpi radialis brevis, dan m. ekstensor carpi radialis longus serta tendon.
Kompartemen dorsal berisi m. abductor policis longus dan m. ekstensor policis
brevis, m. ekstensor policis longus, m. Ekstensor carpi ulnaris.
Anterior
Lateral
Posterior superfisial
Posterior profunda
Kompartemen anterior berisi m. tibialis anterior, m. ekstensor halucis longus,
EPIDEMIOLOGI
Di Amerika, ekstremitas bawah distal anterior adalah yang paling banyak
mengalami sindrom kompartemen. Dianggap kedua paling sering untuk trauma
sekitar 2-12%.Dari beberapa penelitian, sindrom kompartemen lebih sering terjadi
pada pria dibanding wanita. Dari 164 pasien yang didiagnosis sindrom kompartemen,
69% berhubungan dengan fraktur dan sebagian diantaranya adalah fraktur tibia.
ETIOLOGI
PATOGENESIS
Sejauh ini penyebab tersering sindrom kompartemen adalah cedera, dimana
45% kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% dari kasus tersebut terjadi pada ekstremitas
bawah.
Sindrom kompartemen melibatkan hemostasis jaringan lokal normal yang
menyebabkan peningkatan tekanan jaringan, penurunan aliran darah kapiler, dan
nekrosis jaringan lokal yang disebabkan hipoksia.
Sindrom kompartemen merupakan hasil dari peningkatan tekanan intra
kompartemen.
Peningkatan
tekanan
ini
bergantung
dari
kejadian
yang
memperhatikan
penyebabnya,
peningkatan
tekanan
jaringan
menyebabkan obstruksi vena dalam ruang yang tertutup. Peningkatan tekanan secara
terus-menerus menyebabkan tekanan arteriolar intramuscular meninggi. Pada titik ini,
tidak ada lagi darah yang masuk ke kapiler, sehingga menyebabkan kebocoran pada
GEJALA KLINIS
Gejala klinis yang terjadi pada sindrom kompartemen dikenal sebagai 5P,
yaitu:
1. Pain (nyeri)
Nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena, ketika
ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling penting.
Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan keadaan klinis ( pada
anak-anak tampak semakin gelisah atau memerlukan analgesik lebih banyak
dari biasanya). Otot yang tegang pada kompartemen merupakan gejala yang
DIAGNOSIS
Selain melalui tanda dan gejala yang ditimbulkan, penegakkan diagnosa
sindrom kompartemen dilakukan dengan pengukuran tekanan intra kompartemen.
Pengukuran tekanan intra kompartemen ini dibutuhkan pada pasien yang tidak sadar,
pasien yang tidak kooperatif, pasien yang sulit berkomunikasi dan pasien-pasien
dengan trauma multiple seperti trauma kepala, medulla spinalis, dan trauma saraf
perifer.
Tekanan intra kompartemen normalnya adalah 0.Perfusi yang tidak adekuat
dan iskemia relative ketika tekanan meningkat antara 10-30 mmHg dari tekanan
diastolik. Tidak ada perfusi yang efektif ketika tekanannya sama dengan tekanan
diastolik.
Dalam mendiagnosis suatu kasus sindrom kompartemen, sama seperti kasus
lain, dengan anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik menyeluruh, dan dengan
bantuan pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan carilah tanda-tanda khas dari
sindrom kompartemen yang ada pada pasien, karena dapat membantu penegakkan
diagnosis.
Pada anamnesis biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri hebat setelah
kecelakaan atau patah tulang, Ada 2 yang dijadikan dasar untuk menegakkan
diagnosis sindrom kompartemen yaitu nyeri dan paresthesia (namun paresthesia
biasanya muncul pada tahap lanjut.
Pada pemeriksaan fisik kita harus mencari tanda-tanda fisik tertentu yang
terkait dengan sindrom kompartemen, diawali dengan rasa nyeri dan rasa terbakar,
penurunan kekuatan dan akhirnya kelumpuhan ekstremitas. Pada bagian distal
terdapat pallor (pucat) dan pulselessness ( denyut nadi melemah atau hilang) akibat
penurunan perfusi pada jaringan tersebut. Menindaklanjuti pemeriksaan fisik penting
untuk mengetahui perkembangan gejala yang terjadi, antara lain nyeri saat istirahat
atau saat bergerak ke arah tertentu, terutama saat peregangan otot pasif dapat
meningkatkan kecurigaan kita dan merupakan awal indikator klinis dari sindrom
kompartemen. Nyeri tersebut biasanya tidak dapat teratasi dengan pemberian
analgesik termasuk morfin. Kemudian bandingkan daerah yang terkena dan daerah
yang tidak terkena.
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis yang sering membingungkan dan sulit dibedakan dengan sindrom
kompartemen adalah oklusi arteri dan kerusakan saraf primer, dengan beberapa ciri
yang sama yang ditemukan pada masing-masing penyakit.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada kasus sindrom kompartemen dapat dilakukan pemeriksaan penunjang,
antara lain:
1. Laboratorium
Hasil laboratorium biasanya normal dan tidak dibutuhkan untuk mendiagnosis
sindrom kompartemen, tetapi dapat menyingkirkan diagnosis banding lainnya.
- Hitung sel darah lengkap
bisa
menjadi
indikasi
sedang
terjadinya
proses
sindrom
kompartemen.
Mioglobin serum dan urin
Toksikologi urin
Prothrombin Time (PT) dan activated Partial Thromboplastin Time (aPTT)
tidaknya fraktur.
USG
USG membantu untuk mengevaluasi aliran arteri dalam memvisualisasi
DVT di ekstremitas bawah, selain itu bisa mengevaluasi otot yang
robek.Tetapi pemeriksaan USG sendiri tidak berguna dalam menegakkan
Jika tekanan lebih dari 45 mmHg atau selisih kurang dari 30 mmHg dari
diastole, maka diagnosis telah didapatkan. Pada kecurigaan sindrom
kompartemen
kronik,
menyebabkan nyeri.
tes
ini
dilakukan
setelah
aktivitas
yang
PENATALAKSANAAN
Tujuan dari penatalaksanaan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit
fungsi neuroligis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui bedah
dekompresi. Penanganan yang menjadi pilihan untuk sindrom kompartemen akut
adalah dekompresi. Meskipun fasiotomi disepakati sebagai terapi yang terbaik,
namun beberapa hal, seperti masalah memilih waktu yang masih diperdebatkan.
Semua ahli bedah setuju bahwa adanya disfungsi neuromuskular adalah indikasi
mutlak untuk melakukan fasiotomi.
Penanganan sindrom kompartemen secara umum:
lakukan
imobilisasi
pada
tungkai
bawah
dengan
Terdapat 2 tehnik dalam fasiotomi, yaitu teknik insisi tunggal dan insisi
ganda. Insisi ganda pada tungkai bawah paling sering digunakan karena lebih
aman dan efektif, sedangkan insisi tunggal membutuhkan diseksi yang lebih
luas dan resiko kerusakan arteri dan vena peroneal.
KOMPLIKASI
Sindrom kompartemen bila tidak mendapatkan penanganan denga segera,
akan menimbulakan berbagai komplikasi, antara lain:
1. Nekrosis saraf dan otot dalam kompartemen yang ireversibel
2. Kontraktur Volkmann
PROGNOSIS
Prognosis sindrom kompartemen bergantung pada waktu penegakkan
diagnosis dan pengambilan tindakan. Hal lain yang juga mempengaruhi adalah
tempat terjadinya sindrom kompartemen, dan penggunaan ekstremitas tersebut pada
kehidupan sehari-hari. Sindrom kompartemen akut cenderung memiliki hasil akhir
yang jelek. Toleransi otot untuk terjadinya iskemia adalah 4-6 jam. Kerusakan
ireversibel dapat terjadi setelah 8 jam. Jika diagnosis terlambat, dapat menyebabkan
cedera saraf dan hilangnya fungsi otot. Meskipun fasiotomi dilakukan lebih awal,
sekitar 20% pasien mengalami defisit motorik dan sensorik yang persisten.