Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
Gangguan pergerakan pita suara merupakan istilah yang menggambarkan
keterbatasan pergerakan pita suara yang disebabkan oleh ganguan fiksasi mekanik
atau gangguan neurologis. Pergerakan pita suara dapat menurun atau tidak ada,
dan dapat terjadi unilateral atau bilateral. Berdasarkan etiologi, pilihan
pengobatan, dan prognosis, penting untuk membedakan antara hipomobilitas dan
imobilitas, serta unilateral atau bilateral.1
Terdapat dua bentuk dimana pasien akan menunjukkan gejala gangguan
pergerakan pita suara bilateral: adanya stridor yang menetap selama beberapa
minggu atau beberapa bulan yang memberat secara cepat sampai dispnea atau
progresif dan dispnea bertahap dalam beberapa bulan, biasanya tidak disertai
perubahan kualitas suara yang signifikan.1
Diagnosis dan penatalaksanaan gangguan pergerakan pita suara telah sering
diteliti dalam bidang laringologi selama beberapa tahun terakhir; beberapa
penelitian menunjukkan bahwa rehabilitasi laring memiliki angka kesuksesan
yang tinggi.1
Gangguan pergerakan pita suara merupakan kondisi yang fatal; perlu
didignosis secara cepat dan akurat, dan diberikan penatalaksanaan yang sesuai.
Keadaan ini dapat disebabkan oleh kelumpuhan pada saraf, fiksasi sendi
krikoaritenoid, sinekia laring, atau stenosis glotis posterior. Diagnosis bandingnya
dibedakan dengan riwayat medis, penemuan fibronasofaringolaringoskop, dan
elektromiografi laringeal. Pada sebagian kasus, diagnosis hanya mungkin dilakuan
dengan inspeksi dan palpasi laring dengan mikrolaringoskop. Penyebab spesifik
dapat saja cedera akibat pembedahan, cedera post-intubasi, tumor, kondisi
neurologis, penyakit inflamasi dan penyebab psikogenik.1
Penatalaksaan bertujuan untuk mempertahankan saluran napas paten,
melindungi fungsi spinkter glotis, dan mempertahankan kualitas suara. Pilihan

pembedahan yang masih dapat dilakukan yaitu trakheotomi, aritenoidektomi total,


aritenoidektomi subtotal, kordektomi transversa, lateralisasi pita suara, dan teknik
reinervasi.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

EMBRIOLOGI DAN ANATOMI


a. Embriologi
Faring, laring, trakea dan paru merupakan derivat foregut embrional yang
terbentuk sekitar 18 hari setelah konsepsi. Setelah itu, terbentuk alur faring
median yang berisi petunjuk-petunjuk pertama sistem pernapasan dan
benih laring (gambar 1).2,3,4

Gambar 1. Penutupan alur laringotrakea (A) pemisahan dari esofagus pada


akhir minggu ke-43

Sulkus atau alur laringotrakea menjadi nyata pada sekitar hari ke-21
kehidupan embrio. Perluasan alur ke arah kaudal merupakan primordial
paru. Alur menjadi lebih dalam dan berbentuk kantung dan kemudian
menjadi dua lobus pada hari ke-27 atau 28. Bagian paling proksimal dari
tuba yang membesar ini akan menjadi laring. Pembesaran aritenoid dan
lamina epitelial dapat dikenali menjelang 33 hari, sedang kartilago, otot
dan sebagian besar pita suara terbentuk dalam 3 atau 4 minggu
berikutnya.2
Selama perkembangan embrio pada minggu ke-4, tampak divertikulum
trakeobronkial pada dinding ventral faring primitif tepat di bawah
eminensia hipobrakial (gambar 2).4

Gambar 2. Arkus dan elevasi foregut 1a. Arkus pertama, prosesus maksillaris;
1b. Arkus pertama, prosesus mandibula; 2. Arkus faring kedua; 3. Arkus faring
ketiga; 4. Arkus faring keempat; 5. Divertikulum trakeoronkial; 6. Esofagus; 7.
Lapisan endodermal; 8. Tuberkulum; 9. Kantung faringeal pertama; 10. Nervus
maksillaris; 11. Nervus mandibularis; kartilago dan arteri; 13. Celah faringeal
kedua; 14. Eminensia hipobrankial; 15. Penutup ektodermal; 16. Mesenkim pada
arkus keempat; 17. Nervus laringeal superior4

Kira-kira pada saat terbentuknya tulang rawan tersebut, epitel laring juga
berproliferasi dengan cepat, sehingga untuk sementara menutup lumen.
Selanjutnya, ketika terjadi vakuolisasi dan rekanalisasi, terbentuklah
sepasang resesus lateral yaitu ventrikel laringealis. Resesus tersebut
dibatasi oleh lipatan-lipatan jaringan yang tidak menghilang melainkan
berdiferensiasi menjadi pita suara palsu dan sejati.5
Semua otot laring dipersarafi oleh cabang-cabang saraf otak ke-10 yaitu
nervus vagus. Nervus laringeus superior mempersarafi derivat lengkung
faring ke-4 dan nervus laringeus rekurens mempersarafi derivat lengkung
faring ke-6.5
b. Anatomi
Secara anatomis, laring dibagi menjadi supraglotis, glotis, dan subglotis
oleh pita suara palsu (plika ventrikularis) dan pita suara sejati (plika
vokalis gambar3). Supraglotis terdiri dari lipatan epiglotis dan subglotis

yang membentang ke bawah pada aritenoid. Batas bawahnya merupakan


plika ventrikularis yang membentuk batas atas glotis.2,4

Gambar 3. Plika vokalis, ventrikel, dan plika ventrikularis 6

Glotis termasuk di dalamnya pita suara dan kommisura anterior dan


posterior. Definisi

hubungan

antara

glotis

dan

subglotis

masih

diperdebatkan dalam literatur pada ukuran panjang tertentu dan


didefinisikan sejajar pita suara atau 5 10mm di bawahnya. Subglotis
menjadi trakea pada batas bawahnya os krikoid.2,4

Gambar 4. Potongan sagittal laring tampak dari lateral4

Os hioid merupakan tulang berbentuk U yang menyediakan tempat


perlekatan sebagian besar otot-otot ekstrinsik laring dan mempertahankan
laring pada leher (gambar 5).7

Gambar 5. Struktur laring4

Kartilago tiroid terdiri atas dua lamina yang berfusi di tengah anterior
memberikan bentuk laring yang prominens (gambr 5). Sudut fusi berkisar
sekitar 90o pada laki-laki dan 120o pada perempuan. Batas posterior tiap
lamina memanjang ke atas dan ke bawah membentuk kornu superior dan
inferior. Kornu superior panjang dan sempit dan melengkung ke atas.
Kornu inferior lebih pendek dan tebal dan melengkung ke bawah.4

Gambar 6. Kartilago krikoid dan aritenoid4

Otot-otot Laring
Laring digerakkan oleh sekelompok otot ekstrinsik dan otot intrinsik. Otot
ekstriksik laring terletak di atas tulang hyoid (suprahioid) yang berfungsi
menarik laring ke atas dan di bawah tulang hyoid (infrahioid). Otot-otot
ekstrinsik suprahioid ialah m.digastrikus, m.geniohioid, m.stilohioid, dan
m.milohioid. Otot infrahioid ialah m.sternohioid, m.omohioid, dan
m.tirohioid. Otot-otot intrinsik laring ialah m. krikoaritenoid lateral, m.
tiroepiglotika, m. vokalis, m. tiroaritenoid, m. ariepiglotika, dan m.
krikotiroid. Otot tersebut bertanggungjawab dalam pergerakan pita suara.6,7

Gambar 7. Otot-otot intrinsik laring6

Abduktor tunggal pita suara adalah m.krikoaritenoid posterior, sedangkan


kompleks otot utama aduktor pita suara terdiri dari m.tiroaritenoid dan
m.krikoaritenoid lateral dibantu oleh m.interaritenoid, yang merupakan
satu-satunya otot laring yang tidak berpasangan.8

Gambar 8. Abduksi pita suara (m. krikoaritenoid posterior)8

Gambar 9. Adduksi pita suara, m. krikoaritenoid lateral (kiri), m. aritenoid


transversa (kanan)8

Innervasi
Ada dua pasang saraf yang menginnervasi laring baik sensorik maupun
motorik. Dua n. Laringeus superior dan dua n. Laringeus inferior atau n.
Laringeus rekurens, yang merupakan cabang dari n. Vagus. N. Laringeus
superior meninggalkan trunkus vagalis tepat di bawah ganglion nodosum,
melengkung ke anterior dan medial di bawah a. karotis eksterna dan a.
karotis interna, dan bercabang dua menjadi suatu cabang sensorik interna
dan cabang motorik eksterna. Cabang interna menembus membrana
tiroidea untuk sensorik valekula, epiglotis, sinus piriformis, dan seluruh
mukosa laring superior interna pada tepi bebas pita suara sejati. Masingmasing cabang eksterna merupakan suplai motorik untuk satu otot saja,
yaitu m. Krikotiroideus. Di sebelah inferior, n. Rekurens berjalan naik
dalam alur di antara trakea dan esofagus, masuk ke dalam laring tepat di
posterior artikulasio krikotiroideus, dan menginervasi motorik semua otot
intriksik laring kecuali krikotiroideus. N. Rekurens juga menginervasi
sensorik jaringan di bawah pita suara sejati (regio subglotis) dan trakea
superior.2,4
Vaskularisasi
Suplai arteri dan drainase venosus dari laring paralel dengan suplai
sarafnya. Arteri dan vena laringea superior merupakan cabang-cabang
arteri dan vena tiroidea superior, dan keduanya bergabung dengan cabang
interna n. Laringeus superior untuk membentuk pedikulus neurovaskular
superior. Arteri dan vena laringea inferior berasal dari arteri tiroidea
inferior dan masuk ke laring bersama n. Laringeus rekurens. 2,8Suplai arteri

dan drainase venosus dari laring paralel dengan suplai sarafnya. Arteri dan
vena laringea superior merupakan cabang-cabang arteri dan vena tiroidea
superior, dan keduanya bergabung dengan cabang interna n. Laringeus
superior untuk membentuk pedikulus neuroaskular superior. Arteri dan
vena laringea inferior berasal dari arteri tiroidea inferior dan masuk ke
laring bersama n. Laringeus rekurens.2,9

Gambar 10. Vaskularisasi dan innervasi laring4

Limfatik
Pembuluh limfa untuk laing banyak, kecuali di daerah lipatan vokal. Di
sini mukosanya tipis dan melekat erat dengan ligamentum vokale. Di
daerah lipatan vokal pembuluh limfa dibagi dalam superior dan inferior.7
Pembuluh eferen dari superior berjalan berjalan lewat lantai sinus
piriformis dan a. Laringis superior, kemudian ke atas, dan bergabung
dengan kelenjar dari bagian superior rantai servikal dalam. pembuluh
eferen dari inferior berjalan ke bawah dengan a. Laringis inferior dan
bergabung dengan kelenjar servikal dalam dan beberapa di antaranya
menjalar sampai sejauh kelenjar supraklavikular. Kesemuanya ini
bermuara pada nodi limfonodi servikalis profunda.7,15
2.2.
FISIOLOGI
Laring berfungsi untuk proteksi saluran napas, respirasi, sirkulasi, digesti,
serta fonasi.6,7

10

a. Proteksi
Fungsi laring untuk proteksi yaitu mencegah makanan atau minuman dan
benda asing masuk ke dalam trakea, dengan jalan menutup aditus laring
dan rima glotis secara bersamaan. Terjadinya penutupan aditus laring
disebabkan oleh pengangkatan laring ke atas akibat kontraksi otot-otot
ekstrinsik laring. Dalam hal ini, kartilago aritenoid bergerak ke depan
ekibat kontraksi m. Tiroaritenoid dan m. Aritenoid. Selanjutnya m.
Ariepiglotika berfungsi sebagai spinkter.7
Fenomena laringospasme melambangkan efek berlebihan dari refleks
penutupan laring sebagai hasil dari beberapa faktor yang belum dapat
dideskripsikan secara lengkap. Reseptor-reseptor laring juga tersedia
sebagai trigger untuk respon ekstralaring seperti apnea, bronkokonstriksi,
bradikardia, dan perubahan resistensi pembuluh darah perifer, kesemuanya
dapat dimediasi oleh penyebaran respon eferen pada vagus, termasuk
simpatis. Ada spekulasi bahwa respon, unchecked oleh sistem saraf yang
belum matur dan kemungkinan reaksi refluks laringofaring dapat menjadi
penyebab yang mendasari sudden infant death syndrome.6
Batuk merupakan representasi dari integrasi komponen respirasi ke dalam
mekanisme proteksi jalan napas dan dapat saja terjadi secara volunter.
Penutupan glotis yang menyertai inspirasi menyebabkan individu
meningkatkan tekanan udara subglotis dan menggunakan ekshalasi kuat
tekanan tinggi untuk melepas iritan atau obstruksi.6
b. Respirasi
Laring berpartisipasi secara aktif dalam respirasi sebaga pengatur dimensi
jalan napas. Aktivitas respirasi pada laring difokuskan pada m.
Krikoaritenoid posterior, abduktor tunggal pita suara, yang secara umum
aktif menetralkan dan bahkan antisipatif terhadap tekanan intralumen yang
berasal dari kontraksi diafragma (inspirasi). M. Krikoaritenoid posterior
tidak hanya bersama dengan otot-otot respirasi untuk aktivitas fasik
cermin selama siklus respirasi. Kemunculannya untuk merespon secara
independen terhadap reseptor-resepto untuk monitoring tekanan udara,
suhu, kelembaban, dan konsentrasi karbondioksida.6

11

c. Digesti
Dalam hal ini, pergerakan laring ke atas dan ke bawah membantu dalam
proses masuknya bolus makanan. Epiglotis bergerak ke bawah dan
kembali, mengalihkan bolus makanan dari arah tengah. Pita ariepiglotis
berkontraksi untuk mengkonstriksikan arah masuk laring. Baik plika
ventrikularis mapun plika vokali, keduanya menutup kencang.9
d. Fonasi
Fonasi dihasilkan oleh interaksi siklik antara udara yang dihembuskan dan
sifat biofisika unik dari pita suara, seperti dijelaskan oleh teori fonasi
myoelastic-aerodinamis. Proses fonasi dimulai dari inhalasi udara,
penutupan glotis, posisi pita suara mendekati garis tengah. Penjelasan
sederhana fonasi adalah ekshalasi menyebabkan tekanan subglotis
meningkat sampai pita suara bergerak ke lateral, menghasilkan penurunan
tekanan subglotis yang cepat. Kekuatan ini mengembalikan pita suara ke
garis tengah termasuk penurunan tekanan, elastisitas pita suara, dan
hukum Bernoulli. Ketika pita suara kembali ke tengah, tekanan trakea
terbentuk kembali, dan siklus berulang.2,5,6

12

Gambar 11. Siklus fonasi glotis10

BAB III
VOCAL FOLD MOTION IMPAIRMENT
(GANGGUAN PERGERAKAN PITA SUARA)
3.1.
DEFINISI
Gangguan pergerakan pita suara merupakan istilah yang menggambarkan
keterbatasan pergerakan pita suara yang disebabkan oleh gangguan strukturstruktur yang berhubungan dengan pita suara. Pergerakan pita suara dapat
menurun atau tidak ada, dan dapat terjadi unilateral atau bilateral.1,10
3.2.
EPIDEMIOLOGI
Disfungsi pita suara diamati pada hampir 10% pasien di pusat rujukan yang
dievaluasi dengan asma bronkial yang tidak responsif terhadap terapi agresif.
Literatur menunjukkan bahwa insidens tertinggi ditemukan pada mereka

13

dengan kondisi-kondisi psikiatrik (seperti depresi, gangguan obsesifkompulsif, borderline personality disorder, neurosis yang diinduksi oleh
sexual abuse masa kanak-kanak.17
Angka mortalitas pada disfungsi pita suara tidak diketahui, namun
morbiditasnya secara signifikan ditemukan pada penggunaan kortikosteroid
jangka panjang, iatrogenik pada Cushing-like syndrome, kekurangan densitas
tulang, supresi pertumbuhan pada populasi anak.17
Kondisi ini secara dominan lebih sering ditemukan pada perempuan dengan
rasio perempuan banding laki-laki sekitar 3:1. Lebih sering ditemukan pada
usia 20-40 tahun, namun kondisi ini dapat terjadi pada usia 6 83 tahun.
Literatur terbaru menunjukkan peningkatan jumlah pasien pada usia anak dan
remaja.10,17
3.3.

ETIOLOGI
3.3.1. Kongenital
Gangguan pergerakan pita suara dapat terjadi kongenital maupun
didapat. Kelainan kongenital ini bisa disertai kelainan kongenital lain
atau dapat berdiri sendiri.7
Kelainan ini dapat dijumpai pada penyakit sindrom Down, idiopathic
congenital vocal fold dysfunction (CBVFD) yang dicurigai disebabkan
oleh trauma intrakranial pada masa perinatal, dan malformasi Arnold
Chiari.18,19
3.3.2. Acquired (didapat)
Gangguan pergerakan pita suara yang didapat disebabkan oleh
malignansi (keganasan), trauma pembedahan, trauma non-bedah,
idiopatik, inflamasi, kelainan neurologis

dan tekanan mekanis dari

struktur kardiovaskular atau limfatik yang abnormal atau berdilatasi


(aneurisma arkus aorta, pembesaran jantung kiri dan dilatasi arteri
pulmonalis).1,2,7
a. Malignansi
Keganasan yang biasa dihubungkan dengan kelainan ini yaitu
keganasan paru, esofagus, atau tiroid. Keganasan yang menimbulkan
lesi sepanjang perjalanan n. Laringeus rekurens dapat menimbulkan
paralisis laring yang akan menyebabkan gangguan pergerakan pita

14

suara. Selain itu, lesi batang otak dapat menimbulkan gangguan


suara namun disetai dengan gangguan neurologis lain.2,7
b. Trauma Pembedahan
Ada beberapa prosedur

tindakan

pembedahan

yang

dapat

menyebabkan kelainan ini yang dirangkum dalam tabel 1.


Tabel 1. Prosedur Operasi yang Berisiko Menyebabkan Cedera
Saraf11
Bedah Servikal
Tiroidektomi/paratiroidektomi
Vertebra servikal dengan pendekatan anterior
Endarterekomi karotis
Implantasi stimulator n. Vagus
Myotomi krikofaringeal pada divertikulum Zenker
Bedah Toraks
Pneumonektomi dan lobektomi pulmo
Repair aneurisma aorta torakalis
Coronary artery bypass graft
Penggantian katup aorta
Tindakan pembedahan esofagus
Tindakan pembedahan pada trakea
Mediastinoskopi
Timekomi
Ligasi duktus arteriosus persisten
Transplantasi jantung dan pulmo
Pembedahan Lain
Pembedahan pada basis kranii
Pembedahan pada batang otak, atau bedah saraf yang membutuhkan retraksi
batang otak
Prosedur Medis Lain
Kateterisasi vena sentral
Intubasi endotrakea

c. Trauma Non-bedah
Trauma pada leher atau kepala juga dapat menjadi penyebab
kelainan ini. Dalam hal ini trauma menjadi penyebab langsung
maupun tidak langsung gangguan pergerakan pita suara. Trauma
dapat mengenai struktur penunjang pita suara seperti kartilago
dan otot atau mengenai saraf yang menginnervasi pita suara.2
d. Inflamasi
Inflamasi dapat menimbulkan munculnya jaringan parut maupun
obstruksi pada saluran limfatik. Inflamasi dapat terjadi akibat
proses infeksi tuberkulosis paru karena keterlibatan kelenjar atau

15

jaringan parut di mediastinum juga kelainan di sentral seperti


penyakit serebrovaskular.2
e. Neurologis
Kelainan neurlogis seperti penyakit serebrovaskular (sklerosis
multipel, stroke), penyakit Parkinson, dan neuropati (akibat
diabetes

mellitus

maupun

penggunaan

alkohol),

dapat

menyebakan gangguan pergerakan pita suara.2


f. Tekanan Mekanis
Tekanan mekanis yang dimaksud dalam hal ini yaitu tekanan yang
berasal dari struktur-struktur di sekitar pita suara yang mengalami
abnormalitas atau pembesaran sehingga menyebabkan penekanan
pada saraf yang menginnervasi pita suara. Penekanan inilah yang
kemudian akan menimbulkan paralisis pada pita suara. Strukturstruktur tersebut diantaranya berasal dari kardiovaskular atau
limfatik yang abnormal atau berdilatasi (aneurisma arkus aorta,
pembesaran jantung kiri dan dilatasi arteri pulmonalis).2,7
g. Idiopatik
Pada banyak kasus penyebab tidak diketahui (idiopatik).Kondisi
idiopatik biasanya dihubungkan dengan infeksi virus. Untuk
kondisi ini, perlu dilakukan follow-up paling tidak selama 18
bulan.2
3.4.

KLASIFIKASI
Gangguan pergerakan pita suara diklasifikasikan berdasarkan jenis paralisis
yang terjadi, yaitu:19,20
a. Paralisis inkomplit
1) Paralisis n. Laringeus rekurens
a) Paralisis adduktor pita suara (unilateral/bilateral)
b) Paralisis abduktor pita suara (unilateral/bilateral)
2) Paralisis n. Laringeus superior
b. Paralisis komplit
GEJALA KLINIS
Secara umum terdapat lima posisi dari pita suara sesuai derajat ostium

3.5.

laringeus: median, paramedian, intermedian, sedikit abduksi, dan abduksi


penuh (tabel 3). Jika gangguan terjadi bilateral, posisinya dapat dikenali
16

dengan memperhatikan celah glotis. Jika gangguan terjadi unilateral, maka


pemeriksa harus memperkirakan garis tengah sebenarnya dan kemudian
menghubungkannya dengan posisi pita suara.7
Tabel 4. Posisi Pita Suara7
Posisi
Median
Paramedian
Intermedia
Sedikit abduksi
Abduksi penuh

Ostium Pita Suara


Kedua pita suara di garis tengah
3 5 mm
7 mm
14 mm
18 19 mm

Gambar 12. Posisi pita suara, media, paramedia, intermedia (berurutan dari kiri ke
kanan)2

Gangguan yang bersifat unilateral (gambar 13) pada anak memiliki ciri
tambahan. Karena ukuran glotis yang kecil, maka dapat berefek pada jalan
napas yang menyebabkan stridor. Pada beberapa kasus dapat kembali normal
atau terjadi kompensasi oleh pita suara kontralateralnya.7

Gambar 13. Paralisis unilateral2

Gangguan yang bersifat bilateral (gambar 14) menampilkan masalah yang


berbeda. Kedua pita suara biasanya dalam posisi paramedian sehingga suara
tidak terlalu berpengaruh. Akan tetapi, rima glotis tidak cukup lebar untuk
kegiatan yang mengerahkan tenaga. Pasien mungkin akan mengalami sesak
napas pada saat istirahat dan karena posisinya berlekatan, kadang memerlukan
trakestomi untuk mempertahankan jalan napas paten.7

17

Gambar 14. Paralisis bilateral2

Pasien dengan gangguan pergerakan pita suara secara khusus mengeluhkan


episode berulang distres napas subjektif yang dihubungakan dengan stridor
inspirasi, batuk, sensasi choking, sesak pada tenggorokan. Adanya wheezing
mengindikasikan eksaserbasi asma, namun sering terjadi kesalahan deskripsi
karakteristik stridor pada gangguan pergerakan pita suara.7
Dalam suatu penelitian, 50 persen pasien dengan disfungsi pita suara
sebelumnya didiagnosis dengan asma. Sebagian besar pasien dengan disfungsi
pita suara memiliki gejala ringan relatif dan intermiten, meskipun demikian
ada beberapa pasien yang mengalami pemanjangan dan gejala yang berat.
Laringospasme, merupakan suatu subtipe disfungsi pita suara, spasme
involunter pita suara yang sering menyebabkan afonia dan distres respirasi
akut. Gejala lainnya yaitu disfonia spasmodik, yang menyebabkan suara parau
dan suara yang dipaksakan ketika abnormalitas pergerakan pita suara terjadi
sementara berbicara.10
3.6.
PROGNOSIS
Prognosis paralisis pita suara tergantung dari penyebab yang mendasarinya,
penyebab neurologis mempunyai prognosis yang paling baik, diikuti idiopatik,
iatrogenik dan trauma lahir.13
3.7.
DIAGNOSIS BANDING
Perlu diketahui bahwa gangguan pergerakan pita suara bukan merupakan
suatu diagnosis melainkan suatu tanda akan adanya penyakit yang
berhubungan dengan pita suara. Oleh sebab itu, perlu dipikirkan beberapa
diagnosis

penyakit

yang

berhubungan

dengan

kondisi-kondisi

yang

menyebabkan gangguan pergerakan pita suara, diataranya sebagai berikut.


a. Unilateral vocal fold paralyze
b. Bilateral vocal fold paralyze
c. Adductor vocal fold paralyze
d. Epiglotitis
e. Abnormalitas laring (neoplasma, polip, kista)
18

f. Udema laring akibat penggunaan penghambat ACE


g. Polip pita suara
h. Nodul pita suara

BAB IV
DIAGNOSIS
Dalam menegakkan diagnosis suatu penyakit yang berhubungan dengan
gangguan pergerakan pita suara dapat dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Perlu diketahui bahwa gangguan pergerakan pita
suara bukan merupakan suatu diagnosis melainkan tanda adanya suatu
penyakit.1
4.1.

ANAMNESIS
4.1.1.Kualitas Vokal dan Menelan
Evaluasi dimulai dengan anamnesa menyeluruh. Gejala utama
paralisis pita suara unilateral adalah disfonia atau suara serak.

19

Kesulitan menelan sering ditemui, khususnya aspirasi cairan,


bersama dengan batuk yang lemah dan tidak efektif. Disfagia untuk
makanan padat juga mungkin ada yang terjadi terutama di batang
otak atau cedera vagal atas. Resiko aspirasi juga akan meningkat
karena hilangnya sensasi laring ipsilateral dari keterlibatan saraf
laring superior.14
4.1.2.Vocal Inventory
Pasien ditanyakan mengenai jadwal kerja mendatang untuk
membantu menentukan urgensi intervensi bedah awal. Sebagian
besar pengguna suara profesional akan memilih temporizing vocal
augmentation (misalnya kolagen, gelfoam) sehingga mereka dapat
kembali bekerja secepat mungkin. Suara instrumen berbasis standar
berguna selama penilaian awal dan untuk mendokumentasikan
kemajuan pengobatan.14
4.1.3.Jalan napas
Pasien dengan paralisis pita suara unilateral kadang-kadang bisa
mengeluh pernafasan menjadi pendek. Anamnesa yang benar akan
menunjukkan bahwa pasien tidak mengalami obstruksi jalan nafas.
Pasien sebenarnya melaporkan sesak napas, terutama terjadi selama
percakapan dan disebabkan oleh penutupan laring tidak efisien.14
4.2.

PEMERIKSAAN FISIK
4.2.1.Umum
Pemeriksaan leher untuk adenopati dan massa tiroid harus dilakukan.
Kompresi dan infiltrasi nervus cranial (CN) X oleh leher atau proses
neoplasma tiroid dapat menunjukkan paralisis pita suara pada kasus
parah. Pergerakan palatum ketika fonasi harus diobservasi.
Kombinasi paralisis palatum dengan paralisis pita suara ipsilateral
mungkin mengindikasikan lesi vagal. Pemeriksaan nervus cranial
lengkap harus dievaluasi untuk nervus terkait lainnya, khususnya CN
XI dan XII karena dekat dengan CN X di dasar tengkorak.14
4.2.2.Pemeriksaan Laring
Pemeriksaan yang dilakukan pada laring yaitu inspeksi dan palpasi
yang akan dibahas sebagai berikut.14
20

a. Inspeksi
Pada tahap ini, dilakukan inspeksi di daerah leher dan evaluasi
hal-hal berikut ini:
- Menilai bentuk dan warna leher (simetris/asimetris, tampak
kemerahan)
- Menilai adanya penonjolan vena-vena jugularis
- Menilai adanya tumor (soliter/multipel, unilateral/bilateral,
konfluens/diseminata)
Selain itu, perlu dilakukan inspeksi pada pita suara dengan
melakukan laringoskopi indirek. Pemeriksaan ini memerlukan
cermin laring berukuran 4 atau 5, pencahayaan yang adekuat,
spons Gauze, anestesi lokal (spray), pelindung mata, air hangat
atau lampu alkohol.22
Pasien duduk di hadapan pemeriksa dengan punggung lurus dan
dagu sedikit menengadah (posisi bersin). Pemeriksa berada dalam
posisi yang lebih tinggi dari pasien. Minta pasien untuk rileks.
Semprotkan anestesi ke arah faring. Hangatkan cermin laring
menggunakan air hangat atau lampu alkohol, masukkan ke dalam
mulut dengan cermin menghadap ke inferior, menekan uvula ke
superior dan palatum molle. Perhatikan pantulan gambar pada
cermin dan nilai kondisi pita suara.22,23
Ketika pemeriksaan, pasien diminta melakukan maneuver
menghidu, pasien melakukan fonasi sebuah vokal dan bersin
penuh semangat secara bergantian. Hal ini menyebabkan pita
suara bergantian aduksi dan abduksi maksimal dan merupakan
cara yang sangat baik untuk menilai derajat paresis atau
kelumpuhan.14

21

Gambar 15. Laringoskopi indirek23

b. Palpasi
Pada pemeriksaan palpasi, perlu dinilai adakah pembesaran organ
leher (seperti kelenjar tiroid, kelenjar getah bening), bila ada
tentukan ukuran, bentuk, soliter/multipel, mengikuti gerakan
menelan; pulsasi arteri karotis, dan posisi trakea.

Pada kasus-

kasus tertentu seperti adanya dislokasi aritenoid, perlu dilakukan


palpasi

sendi

untuk

memastikan

adanya

dislokasi

yang

dimaksud.14,22
c. Auskultasi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai suara yang dihasilkan
oleh getaran pita suara. Pada keadaan abnormal, bunyi suara yang
terdengar biasanya stridor.22
4.3.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
4.3.1.Pemeriksaan Laboratorium (Serologi)
Tes skrining laboratorium yang dapat digunakan seperti panel kimia,
CBC, urinalisis, VDRL atau fluorescent treponemal antibody
absorption test (FTA-ABS), tes fungsi tiroid, panel autoimun, atau
tingkat sedimentasi eritrosit.14
4.3.2.Pemeriksaan Pencitraan
Kebanyakan peneliti setuju bahwa CT scan (dengan kontras) dan
Magnetic Resonance Imaging (MRI) yang meliputi dasar tengkorak
melalui dada atas adalah cukup. EMG laring (LEMG) adalah
pemeriksaan imobilitas pita suara, terutama untuk menilai prognosis
dan diferensiasi paralisis pita suara unilateral dan patologi sendi

22

krikoaritenoid (CA). Informasi dari LEMG diperoleh antara 1- 6


bulan setelah onset paralisis pita suara.14
4.3.3.Laringoskopi Fleksibel Fiberoptik
Pemeriksaan laringoskopi indirek sudah dapat menilai pita suara,
namun pemeriksaan ini dianggap tidak cukup untuk menilai keadaan
pita suara asli. Satu-satunya pemeriksaan yang dianggap dapat
menilai keadaan pita suara asli adalah dengan menggunakan
laringoskopi fleksibel fiberoptik.14,24

Gambar 16. Laringoskopi fleksibel fiberoptik24

4.3.4.Laringoskopi Direk (Videostoboskopi)


Videostroboskopi bermanfaat untuk memeriksa pergerakan pita suara
abnormal. Videostroboskopi dapat menunjukkan penutupan tidak
lengkap atau besar celah glotal pada paralisis pita suara yang tidak
terkompensasi. Selain menunjukkan peningkatan amplitudo getaran,
videostroboskopi melihat perbedaan ketinggian pita suara dan proses
vokal selama fonasi.14

Gambar 17. Ilustrasi laryngovideostroboscopy selama fonasi. Pita suara


pada saat fase terbuka berada pada amplitudo maximal. Amplitudo
meningkat (penyimpangan pita suara ke lateral dari garis tengah) pada
pita suara kiri dibandingkan dengan yang kanan.14

23

4.4.

PENATALAKSANAAN
Tatalaksana paralisis pita suara dapat dibagi menjadi dua strategi
manajemen:2,14
4.4.1. Konservatif
Tatalaksana yang bersifat konservatif terdiri atas dua, yaitu

observasi dan medikamentosa.14


a. Observasi
Observasi dilakukan selama 6-12 bulan, menunggu terapi untuk
pasien dengan disfonia berkelanjutan. Penatalaksanaan paralisis
pita suara dahulu mendukung periode watchful waiting selama
9-12

bulan

sebelum

intervensi

bedah.

Injeksi

Teflon

irreversible dan kadang dikaitkan dengan hasil vokal yang


tidak menguntungkan, intervensi bedah awal dianjurkan. 6-9
bulan setelah terjadinya paralisis pita suara unilateral adalah
pertimbangan waktu yang wajar sebelum melanjutkan dengan
pengobatan permanen.2,14
Selain itu pasien dapat dirujuk untuk terapi bicara untuk
penguatan suara atau terapi menelan, dengan indikasi. 14
b. Medikamentosa
Pada dasarnya, tidak ada terapi farmakologis spesifik yang
diindikasikan pada pasien dengan gangguan pergerakan pita suara.
Namun, beberapa literatur menganjurkan pemberian agen antikolinergik (ipratropium inhalasi) dan dari hasil penelitian
menunjukkan gejala perbaikan. Selain itu ada pula yang
menganjurkan pemberian lidokain topikan untuk merusakan siklus
hiperaktif kontraktilitas otot-otot glotis dan supraglotis. 17

4.4.2. Intervensi Pembedahan


Intervensi bedah diindikasikan untuk pasien dengan aspirasi yang
jelas disebabkan oleh paralisis pita suara, baik dengan injeksi
augmentasi pita suara atau laringoplasti medialisasi (ML). Pasien
dengan paralisis pita suara dan tuntutan vokal tingkat tinggi
(misalnya penjual, pendeta, guru, pengacara) sering mengalami

24

kesulitan melanjutkan tugasnya terkait dengan pekerjaan. Dalam


kasus ini, mungkin perlu intervensi awal (<6 bulan) untuk
mendapatkan kembali pekerjaannya. Sementara prosedur bedah
(misalnya injeksi agumentasi pita suara dengan bahan sementara)
harus dipertimbangkan.14
Intervensi bedah memiliki dua tujuan, yaitu untuk memperbaiki
saluran napas dan fungsi fonasi yang akan dijelaskan sebagai
berikut.14
a. Saluran napas
Intervensi bedah yang dilakukan untuk memperbaiki saluran
napas yaitu kordektomi dan kordopeksi.24
1) Kordektomi
Tindakan ini dilakukan bila terjadi paralisis pita suara
abduktor bilateral dengan membuang sedikit bagian dari
pita suara (gambar 20).

Tindakan ini dapat dilakukan

dengan dua metode, yaitu korektomi melalui laringofisura


dan kordektomi laser endoskopik.24

Gambar 18. Bagian yang dibuang pada kordektomi24

2) Kordopeksi
Tindakan ini dilakukan menggunakan endoskopi dengan
cara menginsisi pita suara pada sisi setingkat plika
vestibularis yang akan menghasilkan rongga kecil yang

25

memungkinkan kartilago aritenoid dan m. Tiroaritenoid


dibuang kemudian diganti dengan jaringan fibrin.25

Gambar 19. Kordopeksi25

b. Fonasi
Tindakan pembedahan untuk memperbaiki fungsi fonasi terdiri
atas dua, yaitu sementara dan permanen:
1) Sementara
Intervensi bedah sementara yaitu injeksi augmentasi untuk pita
suara dengan temporary filler substance. Injeksi augmentasi

dengan bahan sementara adalah cara yang sangat baik untuk


suara pasien selama beberapa minggu sampai bulan sambil
menunggu fungsinya kembali. Karakteristik umum dari
bahan saat ini tersedia untuk augmentasi tercantum pada tabel
4.13,14
Tabel 4. Bahan injeksi augmentasi13,15
Bahan

Panjang Efek

Keuntungan

Gelfoam

4 6 minggu

Long track
record

Zyplast
(bovine
collagen)

4 6 bulan

Jarum 27 G
dapat digunakan

Cymetra
(micronized
d AlloDerm)

2 4 bulan

Tidak perlu tes


alergi

Fat

2 tahun lebih

Autologous
forgiving

Teflon

Selamanya

Tahan lama

Radiesse (Ca
hydroxipalat
ite)

2 tahun lebih

Jarum 25 G
tahan lama

26

Kerugian
Durasi pendek
Harus digunakan 18
g
Tes alergi
(terlambat) yang
diperlukan
Waktu persiapan
lebih
Mahal
Tidak dapat
diprediksi
Waktu/morbiditas
dari pemberian
tidak dapat
diprediksi
Granuloma
Kekuan pita suara
Baru/data sedikit

Bahan diinjeksi melalui jarum suntik Bruening atau injektor


Orotrakea, tergantung pada jarum gauge yang diperlukan.
Suntikan harus ditempatkan di anterior pita suara untuk
menghindari gangguan dari lapisan dangkal lamina propria.
Lokasi injeksi dimaksud adalah aspek medial dari m.
tiroaritenoid (vocalis), di midmembranous dan posterior pita
suara (Gambar 19). Injeksi ke ligamentum telah dianjurkan,
tapi keterbatasan dalam ukuran jarum injeksi gauge yang
digunakan tidak memungkinkan. Harus diperhatikan untuk
tidak menyuntikkan dangkal ke dalam ruang Reinke, karena
dapat menyebabkan kerugian permanen fungsi getaran.13,15

Gambar 20. Lokasi injeksi augmentasi15

2) Permanen
Intervensi bedah permanen yang dimaksud yaitu laringoplasti

medialisasi (dengan atau tanpa aduksi aritenoid) atau injeksi


augmentasi

pita suara dengan substansi tahan

lama

(lipoinjection).13,15
a) Medialisasi Laringoplasty
Medialisasi laringoplasty (ML) dan adduksi aritenoid
adalah framework operasi andalan untuk paralisis pita
suara unilateral.13,15

27

Pasien yang telah sukses melakukan ML, dengan atau


tanpa aduksi aritenoid (AA), seringkali mengungkapkan
keamanan intubasi endotrakeal untuk prosedur bedah di
masa depan. Masa tunggu 6 bulan pasca ML (jika operasi
elektif) disarankan anestesi harus menempatkan sebuah
tabung

endotrakeal

6.0

(atau

lebih

kecil)

untuk

menghindari terdorongnya edema laring.15


Medialisasi Laringoplasty Implan
Medialisasi laringoplasty (ML) adalah sebuah operasi
yang dirancang untuk menambah atau memedialisasi pita
suara dalam tiga dimensi: anterior-posterior, mediallateral, dan superior-inferior. Selama ML, ahli bedah
harus menyadari tiga dimensi tersebut dan memiliki
kemampuan untuk mengendalikan bentuk implant di
masing-masing dimensi. ML adalah operasi sederhana
(penempatan implant untuk medialisasi pita suara) yang
secara signifikan dapat berdampak pada keberhasilan
operasi. secara umum, dokter bedah harus menghindari
penempatan impan terlalu anterior (kualitas suara tegang)
atau terlalu superior. ini adalah kesalahan yang paling
umum dilakukan dalam operasi ML.15

Gambar 21. Teknik medialisasi laringoplasty15

Medialisasi Laringplasty Gore Tex

28

Pada dasarnya, tindakan ini sama seperti ML impan.


Namun pada tindakan ini, alat yang dimasukkan adalah
Gore Tex sebagai material implannya (gambar 23).
Bahannya merupakan bahan semiporous yang tidak
menimbulkan respon inflamasi yang signifikan.26

Gambar 22. Gore-Tex26

b) Adduksi Aritenoid
Adduksi aritenoid adalah penting dalam kasus paralisis
pita suara. Operasi ini melibatkan penempatan benang
dari prosesus otot aritenoid ke lokasi anterior dari tulang
rawan tiroid. Hal ini menstimulasikan aksi kontraksi
LCA. Ada konsensus umum mengenai adduksi aritenoid:
Menurunkan posisi proses vokal, medialisasi dan
menstabilkan proses vokal, Memutar tulang rawan
aritenoid.15

Gambar 23. Adduksi aritenoid15

Pada pasien dengan paralisis pita suara yang memiliki


kekurangan proses vokal selama fonasi (gap anterior
besar) dan terdapat perbedaan tingkat pita suara, AA harus
dipertimbangkan selain ML. Videostroboskopi sering
29

memberikan informasi berharga tentang kontak proses


vokal dan ketinggian pita suara, dan karenanya ini berguna
secara

preoperatif

dalam

menilai

apakah

pasien

membutuhkan AA.15
c) Lipoinjection
Injeksi pita suara merupakan prosedur yang telah
dikembangkan dalam 100 tahun terakhir. Pada masa
renainans,

telah

dikembangkan

injeksi

dengan

menggunakan teknologi terbaru (visualisasi dan material)


pendekatan injeksi terkini.27
Pada awalnya teknik ini digunakan sebagai tatalaksana
sementara, namun saat ini juga digunakan sebagai
tatalaksana

permanen.

Khususnya

injeksi

dengan

menggunakan fat autologous (autologous lioinjection).27


Perlu diketahui bahwa teknik ini dapat dilakukan bila gap
antara kedua glotis hanya sampai 3 mm. Injeksi ini dapat
inkonsisten akibat variabilitasnya dalam viabilitasnya
dalam minggu-minggu awal.27
d) Laryngeal Reinnervation
Tindakan reinnervasi laring telah banyak digunakan untuk
paralisis pita suara unilateral yang tergolong kelumpuhan
n. Laringeus rekurens. Tujuan utama tindakan ini yaitu
menyambungkan kembali hubungan antara n. Laringeus
rekurens dengan otot adduktor pita suara (utamanya m.
Tiroaritenoid dan m. Krikoaritenoid lateral) yang akan
menghasilkan tonus otot yang cukup untuk mencegah
terjadinya atrofi otot dan bowing pita suara.28,29,30
Teknik yang digunakan yaitu Ansa servikalis ke
anastomosis n. Laringeus rekurens. Dibuat insisi pada
lipatan alami leher di bawah level kartilago krikoid sering pada tingkat insisi tiroidektomi. Insisi tidak perlu
menyeberangi garis tengah dan 4 cm biasanya cukup.
Otot-otot

tali

dibagi
30

di

garis

tengah

dan

RLN

diidentifikasi dalam alur trakeoesofageal. Sebuah loop


vaskular ditempatkan di sekitar saraf. Identifikasi batas
anterior m. sternokleidomastoid. Ansa n. Hypoglossus
dapat diidentifikasi di lateral m. sternothyroid atau
sepanjang v. Jugularis interna yang berjalan di dalam
carotid sheath.28,29,30

Gambar 24. Cabang utama ansa servikalis (b) yang


dianastomosis ke bagian distal n. Laringeus rekurens (a),
kornu inferior kartilago tiroid (c), trakea (d), residu kelenjar
tiroid (e), tanda panah menunjukkan anastomosis ansa
servikalis dengan n. Laringeus rekurens.30

Selain itu, terdapat terknik lain yang juga dikembangkan


untuk reinnervasi laring, yaitu teknik n. Hipoglossus ke
anastomosis n. Laringeus rekurens. Pada prinsipnya
prosedur tindakan keduanya mirip, namun pada teknik ini
membutuhkan n. Laringeus rekurens yang lebih panjang
untuk dapat menjangkau n. Hipoglossus.28,29,30

31

ALGORITME TATALAKSANA GANGGUAN PERGERAKAN PITA SUARA


ANAMNESIS
Suara serak
Kesulitan menelan
Nyeri menelan
Aspirasi
PEMERIKSAAN FISIK

AUSKULTASI

INSPEKSI

PALPASI

Menilai bentuk, ukuran, dan


warna leher. Laringoskopi
indirek: bentuk pita suara

Menentukan ada atau


tidaknya pembesaran organ,
dislokasi aritenoid.

Menilai suara yang


dihasilkan getaran pita suara
(biasanya stridor)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Pencitraan (CT scan MRI)
Laringoskopi Fleksibel Fiberoptik
Laringoskopi Direk (videotroboskopi)

PENATALAKSANAAN

KONSERVATIF

PEMBEDAHAN

Observasi
Medikamentosa

Memperbaiki saluran napas


Memperbaiki fonasi

SALURAN NAPAS
Cordectomy
Codopexy
FONASI
PERMANEN
SEMENTARA
Injeksi augmentasi

32

Medialisasi laringoplasty
(Implan, Gore-Tex)
Adduksi aritenoid
Lipoinjection
Laryngeal reinnervation

Anda mungkin juga menyukai