PENDAHULUAN
Gangguan pergerakan pita suara merupakan istilah yang menggambarkan
keterbatasan pergerakan pita suara yang disebabkan oleh ganguan fiksasi mekanik
atau gangguan neurologis. Pergerakan pita suara dapat menurun atau tidak ada,
dan dapat terjadi unilateral atau bilateral. Berdasarkan etiologi, pilihan
pengobatan, dan prognosis, penting untuk membedakan antara hipomobilitas dan
imobilitas, serta unilateral atau bilateral.1
Terdapat dua bentuk dimana pasien akan menunjukkan gejala gangguan
pergerakan pita suara bilateral: adanya stridor yang menetap selama beberapa
minggu atau beberapa bulan yang memberat secara cepat sampai dispnea atau
progresif dan dispnea bertahap dalam beberapa bulan, biasanya tidak disertai
perubahan kualitas suara yang signifikan.1
Diagnosis dan penatalaksanaan gangguan pergerakan pita suara telah sering
diteliti dalam bidang laringologi selama beberapa tahun terakhir; beberapa
penelitian menunjukkan bahwa rehabilitasi laring memiliki angka kesuksesan
yang tinggi.1
Gangguan pergerakan pita suara merupakan kondisi yang fatal; perlu
didignosis secara cepat dan akurat, dan diberikan penatalaksanaan yang sesuai.
Keadaan ini dapat disebabkan oleh kelumpuhan pada saraf, fiksasi sendi
krikoaritenoid, sinekia laring, atau stenosis glotis posterior. Diagnosis bandingnya
dibedakan dengan riwayat medis, penemuan fibronasofaringolaringoskop, dan
elektromiografi laringeal. Pada sebagian kasus, diagnosis hanya mungkin dilakuan
dengan inspeksi dan palpasi laring dengan mikrolaringoskop. Penyebab spesifik
dapat saja cedera akibat pembedahan, cedera post-intubasi, tumor, kondisi
neurologis, penyakit inflamasi dan penyebab psikogenik.1
Penatalaksaan bertujuan untuk mempertahankan saluran napas paten,
melindungi fungsi spinkter glotis, dan mempertahankan kualitas suara. Pilihan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Sulkus atau alur laringotrakea menjadi nyata pada sekitar hari ke-21
kehidupan embrio. Perluasan alur ke arah kaudal merupakan primordial
paru. Alur menjadi lebih dalam dan berbentuk kantung dan kemudian
menjadi dua lobus pada hari ke-27 atau 28. Bagian paling proksimal dari
tuba yang membesar ini akan menjadi laring. Pembesaran aritenoid dan
lamina epitelial dapat dikenali menjelang 33 hari, sedang kartilago, otot
dan sebagian besar pita suara terbentuk dalam 3 atau 4 minggu
berikutnya.2
Selama perkembangan embrio pada minggu ke-4, tampak divertikulum
trakeobronkial pada dinding ventral faring primitif tepat di bawah
eminensia hipobrakial (gambar 2).4
Gambar 2. Arkus dan elevasi foregut 1a. Arkus pertama, prosesus maksillaris;
1b. Arkus pertama, prosesus mandibula; 2. Arkus faring kedua; 3. Arkus faring
ketiga; 4. Arkus faring keempat; 5. Divertikulum trakeoronkial; 6. Esofagus; 7.
Lapisan endodermal; 8. Tuberkulum; 9. Kantung faringeal pertama; 10. Nervus
maksillaris; 11. Nervus mandibularis; kartilago dan arteri; 13. Celah faringeal
kedua; 14. Eminensia hipobrankial; 15. Penutup ektodermal; 16. Mesenkim pada
arkus keempat; 17. Nervus laringeal superior4
Kira-kira pada saat terbentuknya tulang rawan tersebut, epitel laring juga
berproliferasi dengan cepat, sehingga untuk sementara menutup lumen.
Selanjutnya, ketika terjadi vakuolisasi dan rekanalisasi, terbentuklah
sepasang resesus lateral yaitu ventrikel laringealis. Resesus tersebut
dibatasi oleh lipatan-lipatan jaringan yang tidak menghilang melainkan
berdiferensiasi menjadi pita suara palsu dan sejati.5
Semua otot laring dipersarafi oleh cabang-cabang saraf otak ke-10 yaitu
nervus vagus. Nervus laringeus superior mempersarafi derivat lengkung
faring ke-4 dan nervus laringeus rekurens mempersarafi derivat lengkung
faring ke-6.5
b. Anatomi
Secara anatomis, laring dibagi menjadi supraglotis, glotis, dan subglotis
oleh pita suara palsu (plika ventrikularis) dan pita suara sejati (plika
vokalis gambar3). Supraglotis terdiri dari lipatan epiglotis dan subglotis
hubungan
antara
glotis
dan
subglotis
masih
Kartilago tiroid terdiri atas dua lamina yang berfusi di tengah anterior
memberikan bentuk laring yang prominens (gambr 5). Sudut fusi berkisar
sekitar 90o pada laki-laki dan 120o pada perempuan. Batas posterior tiap
lamina memanjang ke atas dan ke bawah membentuk kornu superior dan
inferior. Kornu superior panjang dan sempit dan melengkung ke atas.
Kornu inferior lebih pendek dan tebal dan melengkung ke bawah.4
Otot-otot Laring
Laring digerakkan oleh sekelompok otot ekstrinsik dan otot intrinsik. Otot
ekstriksik laring terletak di atas tulang hyoid (suprahioid) yang berfungsi
menarik laring ke atas dan di bawah tulang hyoid (infrahioid). Otot-otot
ekstrinsik suprahioid ialah m.digastrikus, m.geniohioid, m.stilohioid, dan
m.milohioid. Otot infrahioid ialah m.sternohioid, m.omohioid, dan
m.tirohioid. Otot-otot intrinsik laring ialah m. krikoaritenoid lateral, m.
tiroepiglotika, m. vokalis, m. tiroaritenoid, m. ariepiglotika, dan m.
krikotiroid. Otot tersebut bertanggungjawab dalam pergerakan pita suara.6,7
Innervasi
Ada dua pasang saraf yang menginnervasi laring baik sensorik maupun
motorik. Dua n. Laringeus superior dan dua n. Laringeus inferior atau n.
Laringeus rekurens, yang merupakan cabang dari n. Vagus. N. Laringeus
superior meninggalkan trunkus vagalis tepat di bawah ganglion nodosum,
melengkung ke anterior dan medial di bawah a. karotis eksterna dan a.
karotis interna, dan bercabang dua menjadi suatu cabang sensorik interna
dan cabang motorik eksterna. Cabang interna menembus membrana
tiroidea untuk sensorik valekula, epiglotis, sinus piriformis, dan seluruh
mukosa laring superior interna pada tepi bebas pita suara sejati. Masingmasing cabang eksterna merupakan suplai motorik untuk satu otot saja,
yaitu m. Krikotiroideus. Di sebelah inferior, n. Rekurens berjalan naik
dalam alur di antara trakea dan esofagus, masuk ke dalam laring tepat di
posterior artikulasio krikotiroideus, dan menginervasi motorik semua otot
intriksik laring kecuali krikotiroideus. N. Rekurens juga menginervasi
sensorik jaringan di bawah pita suara sejati (regio subglotis) dan trakea
superior.2,4
Vaskularisasi
Suplai arteri dan drainase venosus dari laring paralel dengan suplai
sarafnya. Arteri dan vena laringea superior merupakan cabang-cabang
arteri dan vena tiroidea superior, dan keduanya bergabung dengan cabang
interna n. Laringeus superior untuk membentuk pedikulus neurovaskular
superior. Arteri dan vena laringea inferior berasal dari arteri tiroidea
inferior dan masuk ke laring bersama n. Laringeus rekurens. 2,8Suplai arteri
dan drainase venosus dari laring paralel dengan suplai sarafnya. Arteri dan
vena laringea superior merupakan cabang-cabang arteri dan vena tiroidea
superior, dan keduanya bergabung dengan cabang interna n. Laringeus
superior untuk membentuk pedikulus neuroaskular superior. Arteri dan
vena laringea inferior berasal dari arteri tiroidea inferior dan masuk ke
laring bersama n. Laringeus rekurens.2,9
Limfatik
Pembuluh limfa untuk laing banyak, kecuali di daerah lipatan vokal. Di
sini mukosanya tipis dan melekat erat dengan ligamentum vokale. Di
daerah lipatan vokal pembuluh limfa dibagi dalam superior dan inferior.7
Pembuluh eferen dari superior berjalan berjalan lewat lantai sinus
piriformis dan a. Laringis superior, kemudian ke atas, dan bergabung
dengan kelenjar dari bagian superior rantai servikal dalam. pembuluh
eferen dari inferior berjalan ke bawah dengan a. Laringis inferior dan
bergabung dengan kelenjar servikal dalam dan beberapa di antaranya
menjalar sampai sejauh kelenjar supraklavikular. Kesemuanya ini
bermuara pada nodi limfonodi servikalis profunda.7,15
2.2.
FISIOLOGI
Laring berfungsi untuk proteksi saluran napas, respirasi, sirkulasi, digesti,
serta fonasi.6,7
10
a. Proteksi
Fungsi laring untuk proteksi yaitu mencegah makanan atau minuman dan
benda asing masuk ke dalam trakea, dengan jalan menutup aditus laring
dan rima glotis secara bersamaan. Terjadinya penutupan aditus laring
disebabkan oleh pengangkatan laring ke atas akibat kontraksi otot-otot
ekstrinsik laring. Dalam hal ini, kartilago aritenoid bergerak ke depan
ekibat kontraksi m. Tiroaritenoid dan m. Aritenoid. Selanjutnya m.
Ariepiglotika berfungsi sebagai spinkter.7
Fenomena laringospasme melambangkan efek berlebihan dari refleks
penutupan laring sebagai hasil dari beberapa faktor yang belum dapat
dideskripsikan secara lengkap. Reseptor-reseptor laring juga tersedia
sebagai trigger untuk respon ekstralaring seperti apnea, bronkokonstriksi,
bradikardia, dan perubahan resistensi pembuluh darah perifer, kesemuanya
dapat dimediasi oleh penyebaran respon eferen pada vagus, termasuk
simpatis. Ada spekulasi bahwa respon, unchecked oleh sistem saraf yang
belum matur dan kemungkinan reaksi refluks laringofaring dapat menjadi
penyebab yang mendasari sudden infant death syndrome.6
Batuk merupakan representasi dari integrasi komponen respirasi ke dalam
mekanisme proteksi jalan napas dan dapat saja terjadi secara volunter.
Penutupan glotis yang menyertai inspirasi menyebabkan individu
meningkatkan tekanan udara subglotis dan menggunakan ekshalasi kuat
tekanan tinggi untuk melepas iritan atau obstruksi.6
b. Respirasi
Laring berpartisipasi secara aktif dalam respirasi sebaga pengatur dimensi
jalan napas. Aktivitas respirasi pada laring difokuskan pada m.
Krikoaritenoid posterior, abduktor tunggal pita suara, yang secara umum
aktif menetralkan dan bahkan antisipatif terhadap tekanan intralumen yang
berasal dari kontraksi diafragma (inspirasi). M. Krikoaritenoid posterior
tidak hanya bersama dengan otot-otot respirasi untuk aktivitas fasik
cermin selama siklus respirasi. Kemunculannya untuk merespon secara
independen terhadap reseptor-resepto untuk monitoring tekanan udara,
suhu, kelembaban, dan konsentrasi karbondioksida.6
11
c. Digesti
Dalam hal ini, pergerakan laring ke atas dan ke bawah membantu dalam
proses masuknya bolus makanan. Epiglotis bergerak ke bawah dan
kembali, mengalihkan bolus makanan dari arah tengah. Pita ariepiglotis
berkontraksi untuk mengkonstriksikan arah masuk laring. Baik plika
ventrikularis mapun plika vokali, keduanya menutup kencang.9
d. Fonasi
Fonasi dihasilkan oleh interaksi siklik antara udara yang dihembuskan dan
sifat biofisika unik dari pita suara, seperti dijelaskan oleh teori fonasi
myoelastic-aerodinamis. Proses fonasi dimulai dari inhalasi udara,
penutupan glotis, posisi pita suara mendekati garis tengah. Penjelasan
sederhana fonasi adalah ekshalasi menyebabkan tekanan subglotis
meningkat sampai pita suara bergerak ke lateral, menghasilkan penurunan
tekanan subglotis yang cepat. Kekuatan ini mengembalikan pita suara ke
garis tengah termasuk penurunan tekanan, elastisitas pita suara, dan
hukum Bernoulli. Ketika pita suara kembali ke tengah, tekanan trakea
terbentuk kembali, dan siklus berulang.2,5,6
12
BAB III
VOCAL FOLD MOTION IMPAIRMENT
(GANGGUAN PERGERAKAN PITA SUARA)
3.1.
DEFINISI
Gangguan pergerakan pita suara merupakan istilah yang menggambarkan
keterbatasan pergerakan pita suara yang disebabkan oleh gangguan strukturstruktur yang berhubungan dengan pita suara. Pergerakan pita suara dapat
menurun atau tidak ada, dan dapat terjadi unilateral atau bilateral.1,10
3.2.
EPIDEMIOLOGI
Disfungsi pita suara diamati pada hampir 10% pasien di pusat rujukan yang
dievaluasi dengan asma bronkial yang tidak responsif terhadap terapi agresif.
Literatur menunjukkan bahwa insidens tertinggi ditemukan pada mereka
13
dengan kondisi-kondisi psikiatrik (seperti depresi, gangguan obsesifkompulsif, borderline personality disorder, neurosis yang diinduksi oleh
sexual abuse masa kanak-kanak.17
Angka mortalitas pada disfungsi pita suara tidak diketahui, namun
morbiditasnya secara signifikan ditemukan pada penggunaan kortikosteroid
jangka panjang, iatrogenik pada Cushing-like syndrome, kekurangan densitas
tulang, supresi pertumbuhan pada populasi anak.17
Kondisi ini secara dominan lebih sering ditemukan pada perempuan dengan
rasio perempuan banding laki-laki sekitar 3:1. Lebih sering ditemukan pada
usia 20-40 tahun, namun kondisi ini dapat terjadi pada usia 6 83 tahun.
Literatur terbaru menunjukkan peningkatan jumlah pasien pada usia anak dan
remaja.10,17
3.3.
ETIOLOGI
3.3.1. Kongenital
Gangguan pergerakan pita suara dapat terjadi kongenital maupun
didapat. Kelainan kongenital ini bisa disertai kelainan kongenital lain
atau dapat berdiri sendiri.7
Kelainan ini dapat dijumpai pada penyakit sindrom Down, idiopathic
congenital vocal fold dysfunction (CBVFD) yang dicurigai disebabkan
oleh trauma intrakranial pada masa perinatal, dan malformasi Arnold
Chiari.18,19
3.3.2. Acquired (didapat)
Gangguan pergerakan pita suara yang didapat disebabkan oleh
malignansi (keganasan), trauma pembedahan, trauma non-bedah,
idiopatik, inflamasi, kelainan neurologis
14
tindakan
pembedahan
yang
dapat
c. Trauma Non-bedah
Trauma pada leher atau kepala juga dapat menjadi penyebab
kelainan ini. Dalam hal ini trauma menjadi penyebab langsung
maupun tidak langsung gangguan pergerakan pita suara. Trauma
dapat mengenai struktur penunjang pita suara seperti kartilago
dan otot atau mengenai saraf yang menginnervasi pita suara.2
d. Inflamasi
Inflamasi dapat menimbulkan munculnya jaringan parut maupun
obstruksi pada saluran limfatik. Inflamasi dapat terjadi akibat
proses infeksi tuberkulosis paru karena keterlibatan kelenjar atau
15
mellitus
maupun
penggunaan
alkohol),
dapat
KLASIFIKASI
Gangguan pergerakan pita suara diklasifikasikan berdasarkan jenis paralisis
yang terjadi, yaitu:19,20
a. Paralisis inkomplit
1) Paralisis n. Laringeus rekurens
a) Paralisis adduktor pita suara (unilateral/bilateral)
b) Paralisis abduktor pita suara (unilateral/bilateral)
2) Paralisis n. Laringeus superior
b. Paralisis komplit
GEJALA KLINIS
Secara umum terdapat lima posisi dari pita suara sesuai derajat ostium
3.5.
Gambar 12. Posisi pita suara, media, paramedia, intermedia (berurutan dari kiri ke
kanan)2
Gangguan yang bersifat unilateral (gambar 13) pada anak memiliki ciri
tambahan. Karena ukuran glotis yang kecil, maka dapat berefek pada jalan
napas yang menyebabkan stridor. Pada beberapa kasus dapat kembali normal
atau terjadi kompensasi oleh pita suara kontralateralnya.7
17
penyakit
yang
berhubungan
dengan
kondisi-kondisi
yang
BAB IV
DIAGNOSIS
Dalam menegakkan diagnosis suatu penyakit yang berhubungan dengan
gangguan pergerakan pita suara dapat dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Perlu diketahui bahwa gangguan pergerakan pita
suara bukan merupakan suatu diagnosis melainkan tanda adanya suatu
penyakit.1
4.1.
ANAMNESIS
4.1.1.Kualitas Vokal dan Menelan
Evaluasi dimulai dengan anamnesa menyeluruh. Gejala utama
paralisis pita suara unilateral adalah disfonia atau suara serak.
19
PEMERIKSAAN FISIK
4.2.1.Umum
Pemeriksaan leher untuk adenopati dan massa tiroid harus dilakukan.
Kompresi dan infiltrasi nervus cranial (CN) X oleh leher atau proses
neoplasma tiroid dapat menunjukkan paralisis pita suara pada kasus
parah. Pergerakan palatum ketika fonasi harus diobservasi.
Kombinasi paralisis palatum dengan paralisis pita suara ipsilateral
mungkin mengindikasikan lesi vagal. Pemeriksaan nervus cranial
lengkap harus dievaluasi untuk nervus terkait lainnya, khususnya CN
XI dan XII karena dekat dengan CN X di dasar tengkorak.14
4.2.2.Pemeriksaan Laring
Pemeriksaan yang dilakukan pada laring yaitu inspeksi dan palpasi
yang akan dibahas sebagai berikut.14
20
a. Inspeksi
Pada tahap ini, dilakukan inspeksi di daerah leher dan evaluasi
hal-hal berikut ini:
- Menilai bentuk dan warna leher (simetris/asimetris, tampak
kemerahan)
- Menilai adanya penonjolan vena-vena jugularis
- Menilai adanya tumor (soliter/multipel, unilateral/bilateral,
konfluens/diseminata)
Selain itu, perlu dilakukan inspeksi pada pita suara dengan
melakukan laringoskopi indirek. Pemeriksaan ini memerlukan
cermin laring berukuran 4 atau 5, pencahayaan yang adekuat,
spons Gauze, anestesi lokal (spray), pelindung mata, air hangat
atau lampu alkohol.22
Pasien duduk di hadapan pemeriksa dengan punggung lurus dan
dagu sedikit menengadah (posisi bersin). Pemeriksa berada dalam
posisi yang lebih tinggi dari pasien. Minta pasien untuk rileks.
Semprotkan anestesi ke arah faring. Hangatkan cermin laring
menggunakan air hangat atau lampu alkohol, masukkan ke dalam
mulut dengan cermin menghadap ke inferior, menekan uvula ke
superior dan palatum molle. Perhatikan pantulan gambar pada
cermin dan nilai kondisi pita suara.22,23
Ketika pemeriksaan, pasien diminta melakukan maneuver
menghidu, pasien melakukan fonasi sebuah vokal dan bersin
penuh semangat secara bergantian. Hal ini menyebabkan pita
suara bergantian aduksi dan abduksi maksimal dan merupakan
cara yang sangat baik untuk menilai derajat paresis atau
kelumpuhan.14
21
b. Palpasi
Pada pemeriksaan palpasi, perlu dinilai adakah pembesaran organ
leher (seperti kelenjar tiroid, kelenjar getah bening), bila ada
tentukan ukuran, bentuk, soliter/multipel, mengikuti gerakan
menelan; pulsasi arteri karotis, dan posisi trakea.
Pada kasus-
sendi
untuk
memastikan
adanya
dislokasi
yang
dimaksud.14,22
c. Auskultasi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai suara yang dihasilkan
oleh getaran pita suara. Pada keadaan abnormal, bunyi suara yang
terdengar biasanya stridor.22
4.3.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
4.3.1.Pemeriksaan Laboratorium (Serologi)
Tes skrining laboratorium yang dapat digunakan seperti panel kimia,
CBC, urinalisis, VDRL atau fluorescent treponemal antibody
absorption test (FTA-ABS), tes fungsi tiroid, panel autoimun, atau
tingkat sedimentasi eritrosit.14
4.3.2.Pemeriksaan Pencitraan
Kebanyakan peneliti setuju bahwa CT scan (dengan kontras) dan
Magnetic Resonance Imaging (MRI) yang meliputi dasar tengkorak
melalui dada atas adalah cukup. EMG laring (LEMG) adalah
pemeriksaan imobilitas pita suara, terutama untuk menilai prognosis
dan diferensiasi paralisis pita suara unilateral dan patologi sendi
22
23
4.4.
PENATALAKSANAAN
Tatalaksana paralisis pita suara dapat dibagi menjadi dua strategi
manajemen:2,14
4.4.1. Konservatif
Tatalaksana yang bersifat konservatif terdiri atas dua, yaitu
bulan
sebelum
intervensi
bedah.
Injeksi
Teflon
24
2) Kordopeksi
Tindakan ini dilakukan menggunakan endoskopi dengan
cara menginsisi pita suara pada sisi setingkat plika
vestibularis yang akan menghasilkan rongga kecil yang
25
b. Fonasi
Tindakan pembedahan untuk memperbaiki fungsi fonasi terdiri
atas dua, yaitu sementara dan permanen:
1) Sementara
Intervensi bedah sementara yaitu injeksi augmentasi untuk pita
suara dengan temporary filler substance. Injeksi augmentasi
Panjang Efek
Keuntungan
Gelfoam
4 6 minggu
Long track
record
Zyplast
(bovine
collagen)
4 6 bulan
Jarum 27 G
dapat digunakan
Cymetra
(micronized
d AlloDerm)
2 4 bulan
Fat
2 tahun lebih
Autologous
forgiving
Teflon
Selamanya
Tahan lama
Radiesse (Ca
hydroxipalat
ite)
2 tahun lebih
Jarum 25 G
tahan lama
26
Kerugian
Durasi pendek
Harus digunakan 18
g
Tes alergi
(terlambat) yang
diperlukan
Waktu persiapan
lebih
Mahal
Tidak dapat
diprediksi
Waktu/morbiditas
dari pemberian
tidak dapat
diprediksi
Granuloma
Kekuan pita suara
Baru/data sedikit
2) Permanen
Intervensi bedah permanen yang dimaksud yaitu laringoplasti
lama
(lipoinjection).13,15
a) Medialisasi Laringoplasty
Medialisasi laringoplasty (ML) dan adduksi aritenoid
adalah framework operasi andalan untuk paralisis pita
suara unilateral.13,15
27
endotrakeal
6.0
(atau
lebih
kecil)
untuk
28
b) Adduksi Aritenoid
Adduksi aritenoid adalah penting dalam kasus paralisis
pita suara. Operasi ini melibatkan penempatan benang
dari prosesus otot aritenoid ke lokasi anterior dari tulang
rawan tiroid. Hal ini menstimulasikan aksi kontraksi
LCA. Ada konsensus umum mengenai adduksi aritenoid:
Menurunkan posisi proses vokal, medialisasi dan
menstabilkan proses vokal, Memutar tulang rawan
aritenoid.15
preoperatif
dalam
menilai
apakah
pasien
membutuhkan AA.15
c) Lipoinjection
Injeksi pita suara merupakan prosedur yang telah
dikembangkan dalam 100 tahun terakhir. Pada masa
renainans,
telah
dikembangkan
injeksi
dengan
permanen.
Khususnya
injeksi
dengan
tali
dibagi
30
di
garis
tengah
dan
RLN
31
AUSKULTASI
INSPEKSI
PALPASI
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Pencitraan (CT scan MRI)
Laringoskopi Fleksibel Fiberoptik
Laringoskopi Direk (videotroboskopi)
PENATALAKSANAAN
KONSERVATIF
PEMBEDAHAN
Observasi
Medikamentosa
SALURAN NAPAS
Cordectomy
Codopexy
FONASI
PERMANEN
SEMENTARA
Injeksi augmentasi
32
Medialisasi laringoplasty
(Implan, Gore-Tex)
Adduksi aritenoid
Lipoinjection
Laryngeal reinnervation