Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Anastesi
Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Diajukan Kepada:
dr. Totok Kristiyono, Sp.An, M.Kes
Disusun Oleh:
Abdurrahman Rafif W
20110310045
PRESENTASI KASUS
Disusun oleh:
Abdurrahman Rafif W
20110310045
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat, petunjuk dan
kemudahan yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan presentasi kasus
General Anastesi pada Combustio .
Presus ini terwujud atas bimbingan serta pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu,
dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak ternilai kepada:
1 dr. Totok Kristiyono, Sp.An, M.Kes selaku dosen pembimbing bagian Ilmu Anastesi
RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo yang telah mengarahkan dan membimbing dalam
menjalani stase Ilmu Anastesi serta dalam penyusunan presus ini.
2 Perawat bagian Anastesi RSUD Setjonegoro Wonosobo.
Dalam penyusunan presentasi kasus ini, penulis menyadari masih terdapat banyak
kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran membangun demi kesempurnaan
penyusunan presus di masa yang akan datang.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Abdurrahman Rafif W
DAFTAR ISI
PRESENTASI KASUS.......................................................................................... 1
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................2
KATA PENGANTAR.............................................................................................3
DAFTAR ISI...........................................................................................................4
BAB I.......................................................................................................................5
LAPORAN KASUS................................................................................................5
BAB II............................................................................................................11
BAB III...................................................................................................................15
BAB IV...................................................................................................................25
BAB V....................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................28
BAB I
LAPORAN KASUS
I IDENTITAS PASIEN
No CM/ Nama Pasien : 669328/ An. L
Umur : 22 bulan
Jenis Kelamin : Laki - laki
Berat Badan : 10,9 kg
Alamat : Jlamprang
Tanggal masuk RS : 20 Agustus 2016
Tanggal operasi : 22 Agustus 2016
Tanggal keluar RS : 28 Agustus 2016
II KEADAAN UMUM
Kesadaran : Compos Mentis
TD :-
Nadi : 110
Suhu : 36,40C
Respirasi : 23x / menit
III ANAMNESIS
Keluhan Utama : Luka bakar grade IIa 18%
Riwayat Penyakit Sekarang :
Alloanamnesa Pasien datang ke ugd dengan keluhan kulit melepuh setelah tercebur
air panas yang hendak digunakan untuk mandi dan belum tercampur air dingin, luka
bakar mengenai bagian paha bagian belakang dan kemaluan. Pasien mengeluhkan
panas dan nyeri pada lukanya. Demam (-), batuk (-), pilek (-)
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengaku tidak memiliki riwayat penyakit seperti ini sebelumnya, riwayat
alergi, riwayat asma, dan riwayat operasi
Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien mengaku di keluarganya tidak ada yang memiliki keluhan serupa dengan
pasien, baik riwayat alergi, riwayat asma, riwayat penyakit jantung, riwayat hipertensi
dan riwayat operasi.
IV PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
- Tanda Vital :
TD :-
Nadi : 110 x/menit
Respirasi : 23 x/menit
Suhu : 36,4 C
Status generalis
Pemeriksaan kepala
- Bentuk kepala : Mesochepal, simetris
Pemeriksaan mata
- Palpebra : Edema (-/-)
- Konjungtiva : Anemis (-/-)
- Sklera : Ikterik (-/-)
- Pupil : Reflek cahaya (+/+) normal, isokor, diameter 3 mm
Pemeriksaan telinga
Letak simetris, bentuk normal, ukuran normal, tidak ada tanda radang, tidak ada
discharge, pendengaran baik, tidak ada benjolan, tidak nyeri tekan.
Pemeriksaan hidung
Tidak ada tanda-tanda radang, discharge, sekret, epistaksis, tidak ada deformitas, tidak
ada napas cuping hidung.
Pemeriksaan leher
Inspeksi : Tidak terlihat benjolan atau massa
Pemeriksaan dada
Paru-Paru
ada yang tertinggal, tidak terlihat massa di daerah dada sebelah kanan
dan kiri
Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri ataupun depan dan belakang sama.
Jantung
Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : Datar, dinding perut tidak tegang, ikterik tidak ada
Kulit
Turgor kulit cukup, kulit tidak mengelupas, tidak pucat dan tidak gatal. Terdapat bula dan
luka bakar pada kulit paha bagian belakang dan kemalian
Ekstremitas
- Superior : Deformitas (-/-), jari tabuh (-/-), sianosis (-/-), tremor (-/-),
edema (-/-), akral dingin (-/-), kesemutan (-/-), sensorik dan motorik baik
- Inferior : Deformitas (-/-), edema (-/-), akral dingin (-/-), sianosis (-/-), kesemutan,
(-/-), sensorik dan motorik baik
V PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan Laboratorium : Tanggal 20 Agustus 2016
VI KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik, maka:
Diagnosa pre operasi : Combutio gr II a 18%
Jenis pembedahan : Debridement
Status Operatif : ASA II
VII TATALAKSANA
Konsul ke bagian anastesi
Konsul ke bagian anak
Informed consent
Pasang IV line 22
Infus RL 20-30 tpm
Puasa mulai 6 jam Pre OP
Premedikasi di OK
Dilakukan operasi Debridement Combutio dengan General Anastesi ASA II
VIII PROGNOSIS
- Ad vitam : dubia
- Ad functionam : dubia
- Ad sanam : dubia
BAB II
LAPORAN ANASTESI
A Pre-Operatif
1 Informed Consent (+)
2 Puasa (+) selama 6 jam
3 IV line terpasang dengan infus RL 500 cc
4 Keadaan Umum : tampak sehat
5 Kesadaran : compos mentis
6 Tanda vital
Tekanan darah :-
Nadi : 110x/menit
Suhu : 36,40C
Respirasi : 23x / menit
B Premedikasi Anastesi
Sebelum dilakukan tindakan anestesi diberikan:
D Intra Operatif
Tindakan Operasi : debridement
Tindakan anastesi : general anastesi
Lama operasi : 15 menit (16.45-17. 00)
Lama anastesi : 30 menit (16.35 17.05)
Jenis Anastesi : General anastesi dengan teknik semi close circuit system dengan
face mask dan ET menggunakan Nistrous Oxide 50 % N2O
dalam O2, 70 % dalm O2, dan sevofluran 1 Vol %
Posisi : Supine
Pernafasan : Spontan
Infus : RL pada tangan kanan 500 cc
Premedikasi : Ondensantron 4mg secara bolus IV, Ketorolac 15mg secara bolus
IV, Midazolam 1mg secara bolus IV, SA 0,05mg IV, dan Fentanyl
5mg
Induksi : Rocuronium 7mg, Propofol 50 mg secara bolus IV, Ketamine 5
mg secara bolus IV
E Post Operatif
Pasien masuk ruang pemulihan pukul 19.05 dan diobservasi tanda-tanda vital
Tekanan darah :-
Nadi : 100x/menit
Suhu : 35,60C
Respirasi : 20x / menit
Jalan nafas : normal
Kesadaran : compos mentis
Penilaian pemulihan kesadaran
Skor total 8
Pada pasien ini didapatkan nilai aldrete skor 8, pasien dipindahkan ke ruang
perawatan bangsal untuk dilakukan observasi lebih lanjut
TERAPI CAIRAN
Puasa 6 jam
Lama operasi 45 menit
Kebutuhan cairan
Cairan rumatan cairan yang digunakan untuk mengganti puasa pre operatif rumusny
adalah 4cc/kgBB dalam 10 kg pertama, 2cc/kgBB dalam 10 kg ke 2 (11-20kg) dan
1cc/kgBB untuk tiap kg diatas 20 kg. Cairan formula parkland (3-4ccx kgBB x
%TBSA) diberikan setengahnya dalam 8 jam pertama dan setengah sisanya dalam 16
jam berikutnya. Pengawasan kecukupan cairan yang diberikan dapat dilihat dari
produksi urin yaitu 0,5-1cc/kgBB/jam.
TINJAUAN PUSTAKA
Luka bakar adalah kondisi yang memilik pengaruh yang katastoprik terhadap
penderita dalam hal penderitaannya, kehidupan sosialnya, ketebatasan yang ditimbulkan
dan perihal keuangan yang dikeluarkan untuk pengobatannya. Aspek medikolegal
menuntut seorang dokter untuk melakukan pemeriksaan terhadap seseorang yang
mengalami luka bakar baik yang masih hidup ataupun yang sudah meninggal. Disamping
itu ada banyak kejadian dima luka bakar terjadi pada korban kekerasan dimana
diperlukan keahlian khusus untuk membedakan apakah luka bakar terjadi saat korban
masih hidup atau saat korban sudah meninggal untuk menutupi penyebab kematian yang
sebenarnya.
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, luka bakar dibagi menjadi fase akut, fase subakut
dan fase lanjut
; 1. Fase akut : terjadi gangguan keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera
termis bersifat sistemik yang dapat mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik
; 2. Fase sub akut : berlangsung setelah syok berakhir yang ditandai dengan
hipermetabolisme, infeksi hingga sepsis serta inflamasi dalam bentuk SIRS. Luka terbuka
akibat kerusakan jaringan (kulit dan jaringan di bawahnya) menimbulkan inflamasi,
sepsis, dan penguapan cairan tubuh disertai panas/energi. Masalah yang terjadi adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas
; 3. Fase lanjut
Berlangsung setelah fase sub akut hingga pasen sembuh. Penyulit fase ini adalah parut
yang hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan timbulnya kontraktur
PENATALAKSANAAN 10
; Circulation
Penilaian terhadap keadaan cairan harus dilakukan. Pastikan luas luka bakar untuk
perhitungan pemberian cairan. Pemberian cairan intravena (melalui infus) diberikan bila
luas luka bakar >10%. Bila kurang dari itu dapat diberikan cairan melalui mulut. Cairan
merupakan komponen penting karena pada luka bakar terjadi kehilangan cairan baik
melalui penguapan karena kulit yang berfungsi sebagai proteksi sudah rusak dan
mekanisme dimana terjadi perembesan cairan dari pembuluh darah ke jaringan sekitar
pembuluh darah yang mengakibatkan timbulnya pembengkakan (edema). Bila hal ini
terjadi dalam jumlah yang banyak dan tidak tergantikan maka volume cairan dalam
pembuluh darah dapat berkurang dan mengakibatkan kekurangan cairan yang berat dan
mengganggu fungsi organ-organ tubuh.
Cairan infus yang diberikan adalah cairan kristaloid (ringer laktat, NaCl
0,9%/normal Saline). Kristaloid dengan dekstrosa (gula) di dalamnya dipertimbangkan
untuk diberikan pada bayi dengan luka bakar. Jumlah cairan yang diberikan berdasarkan
formula dari Parkland : [3-4 cc x berat badan (kg) x %TBSA] + cairan rumatan
(maintenance per 24 jam). Cairan rumatan adalah 4cc/kgBB dalam 10 kg pertama,
2cc/kgBB dalam 10 kg ke 2 (11-20kg) dan 1cc/kgBB untuk tiap kg diatas 20 kg. Cairan
formula parkland (3-4ccx kgBB x %TBSA) diberikan setengahnya dalam 8 jam pertama
dan setengah sisanya dalam 16 jam berikutnya. Pengawasan kecukupan cairan yang
diberikan dapat dilihat dari produksi urin yaitu 0,5-1cc/kgBB/jam.
ANESTESI PADA TINDAKAN OPERATIF TUMOR MAMMAE
Sulfas atropin dapat mengurangi sekresi dan merupakan obat pilihan utama untuk
mengurangi efek bronchial dan kardial yang berasal dari perangsangan parasimpatis, baik
akibat obat atau anestesikum maupun tindakan lain dalam operasi. Disamping itu efek
lainnya adalah melemaskan tonus otot polos organ-organ dan menurunkan spasme
gastrointestinal. Perlu diingat bahwa obat ini tidak mencegah timbulnya laringospame
yang berkaitan dengan anestesi umum. Atropin tersedia dalam bentuk atropin sulfat
dalam ampul 0,25 mg dan 0,50 mg. Diberikan secara suntikan subkutis, intramuscular
atau intravena dengan dosis 0,5-1 mg untuk dewasa dan 0,015 mg/kgBB untuk anak-
anak. Pada kasus ini digunakan dosis 0,05 mg
Midazolam adalah obat induksi tidur jangka pendek untuk premedikasi, induksi dan
pemeliharaan anestesi. Dibandingkan dengan diazepam, midazolam bekerja cepat karena
transformasi metabolitnya cepat dan lama kerjanya singkat. Pada pasien orang tua dengan
perubahan organik otak atau gangguan fungsi jantung dan pernafasan, dosis harus
ditentukan secara hati-hati. Efek obat timbul dalam 2 menit setelah penyuntikan. Dosis
premedikasi dewasa 0,07-0,10 mg/kgBB, disesuaikan dengan umur dan keadaan pasien.
Dosis lazim adalah 5 mg. pada orang tua dan pasien lemah dosisnya 0,025-0,05
mg/kgBB. Efek sampingnya terjadi perubahan tekanan darah arteri, denyut nadi dan
pernafasan, umumnya hanya sedikit. Pada kasus ini digunakan midazolam 1mg
Ondansetron 8 mg/4 ml diberikan sebagai premedikasi. Ondansetron merupakan suatu
antagonis reseptor serotonin 5-HT3 selektif yang diindikasikan sebagai pencegahan dan
pengobatan mual dan muntah pasca bedah. Pelepasan 5HT3 ke dalam usus dapat
merangsang refleks muntah dengan mengaktifkan serabut aferen vagal lewat reseptornya.
Ondansetron diberikan pada pasien ini untuk mencegah mual dan muntah yang bisa
menyebabkan aspirasi. Sediaan injeksi 4mg dan 8mg atau 4mg/2ml (1 ampul). Sedangkan
pemberian pada kasus ini adalah 8 mg dan untuk pemberiannya adalah maksimal
8mg/hari.
INDUKSI
Tracrium 20 mg (Rocuronium) : nondepolarisasi
Pelumpuh otot nondepolarisasi (inhibitor kompetitif, takikurare) berikatan dengan
reseptor nikotinik-kolinergik, tetapi tidak menyebabkan depolarisasi, hanya menghalangi
asetilkolin menempatinya, sehingga asetilkolin tidak dapat bekerja. Dosis awal 0,5-0,6
mg/kgBB, dosis rumatan 0,1 mg/kgBB, durasinya selama 20-45 menit dan dapat
meningkat menjadi 2 kali lipat pada suhu 250 C, kecepatan efek kerjanya 1-2 menit.
Penawar pelumpuh otot atau antikolinesterase bekerja pada sambungan saraf-otot
mencegah asetilkolin-esterase bekerja, sehingga asetilkolin dapat bekerja.
Antikolinesterase yang paling sring digunakan ialah neostigmin dengan dosis (0,04-0,08
mg/kgBB) atau obat antikolinergik lainnya. Penawar pelumpuh otot bersifat muskarinik
menyebabkan hipersalivasi, keringatan, bradikardia, kejang bronkus, hipermotilitas usus
dan pandangan kabur, sehingga pemberiannya harus disertai obat vagolitik seperti atropin
dosis 0,01-0,02 mg/kgBB atau glikopirolat 0,005-0,01 mg/kgBB sampai 0,2-0,3
mg/kgBB pada dewasa. P
Ketamin adalah obat anestesi yang mempunyai efek stimulasi terhadap kardiovaskuler,
meningkatkan cardiac output dan systemic vaskuler resistance melalui stimulasi pada
system saraf simpatis, menghasilkan pelepasan dari katekolamin. Ketamin sendiri bias
menimbulkan dissociative anesthesia, yaitu suatu keadaan kataleptik di mana mata
membuka dengan suatu tatapan nystagmus lambat, pasien tidak komunikatif, walaupun
nampak seperti sadar, terjadi berbagai derajat gerakan otot skelet hipertonus yang sering
terjadi tanpa tergantung dari stimulasi bedah dan pasien tersebut mengalami amnesia
serta analgesi yang kuat. Dosis ketamin yang digunakan adalah sebesar 1-2 mg/KgBB
INTUBASI
Setelah dilakukan induksi anestesia yaitu tindakan untuk membuat pasien dari
sadar menjadi tidak sadar, maka memungkinkan dimulainya anestesia dan pembedahan.
Induksi dapat dilakukan secara intrvena, intramuskular, inhalasi dan rektal. Sebelum
dilakukan induksi sebaiknya disiapkan terlebih dahulu peralatan dan obat-obatan yang
diperlukan. Untuk persiapan induksi sebaiknya kita ingat STATICS:
S : Scope Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-Scope
T : Tubes Pipa trakea. Usia <>5 tahun dengan balon (cuffed)
A :Airway Pipa mulut faring (orofaring) dan pipa hidung faring (nasofaring) yang
digunakan untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar agar lidah tidak menymbat
jalan napas
T : Tape Plester untuk fiksasi pipa agar tidak terdorong atau tercabut
I : Intro Stilet atau mandrin untuk pemandu agar pipa trakea mudah dimasukkan
C : Connec Penyambung pipa dan perlatan anestesia
S : Suction Penyedot lendir dan ludah
MAINTENANCE
Anestesi yang ideal adalah yang bekerja secara cepat dan dapat mengembalikan
kesadaran dengan segera setelah pemberian dihentikan serta mempunyai batas keamanan
yang cukup besar serta efek samping yang minimal. Hal ini tidak dapat dicapai bila
diberikan secara tunggal. Olah karena itu perlu anestesi dalam bentuk kombinasi.
Umumnya obat anestesi umum diberikan secara intravena dan inhalasi.
Gas inhalasi adalah arus utama anestesi dan digunakan terutama untuk
pemeliharaan anestesi setelah memasukkan agen intravena. Anestesi inhalasi mempunyai
manfaat yang tidak didapatkan pada anestesi intravena, karena kedalaman anestesi dapat
diubah dengan cepat dengan mengubah konsentrasi gas anestesi.
N2O
(gas gelak, laughling gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida) diperoleh dengan
memanaskan ammonium nitrat sampai 240C (NH4 NO3 2H2O + N2O). N2O
dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar,
dan beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian anestesi dengan N2O harus
disertai O2 minimal 25%. Gas ini bersifat anestesik lemah, tetapi analgesinya
kuat, sehingga sering digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang
persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tetapi dikombinasi
dengan salah satu anestesi lain seperti halotan dan sebaagainya. Pada akhir
anestesi setelah N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli,
sehingga terjadi pengenceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk
menghindari terjadinya hipoksia difusi, berikan O2 100% selama 5-10 menit.
Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O : O2yaitu
60% : 40%, 70% : 30%. Dosis untuk mendapatkan efek analgesik digunakan
dengan perbandingan 20% : 80%, untuk induksi 80% : 20%, dan pemeliharaan
70% : 30%. N2O sangat berbahaya bila digunakan pada pasien pneumothorak,
pneumomediastinum, obstruksi, emboli udara dan timpanoplasti.
EKSTUBASI
Ekstubasi dilakukan sesaat sebelum pasien sadar. Namaun sebelum ET dilepas
dilakukan pembersihan jalan nafas dari lendir dengan menggunakan suction sampai
bersih supaya pernapasan lancar, kemudian balon ET dikempeskan selanjutnya baru
dilepaskan. Setelah ekstubasi dipasang pharyngeal airway dan oksigenasi dilanjutkan
dengan sungkup. Untuk mencegah spasme bronchus atau batuk, ekstubasi dapat
dilakukan pada stadium anestesi yang dalam dan pernapasan sudah spontan. Ekstubasi
juga dapat dilakukan bila pasien sudah sadar, dimana jalan napas sudah terjaga bebas.
Indikasi dilakukannya ekstubasi yaitu sadar oenuh, bernapas spontan, adekuat
(RR<25), tidak ada otot bantu napas tambahan, tidak sesak, volume tidal >5ml/kgBB,
ventilasi semenit <10 L/menit, tanda vital stabil, tidak ada aritmia, refleks proteksi
saluran napas.
PEMBAHASAN
Sebelum dilakukan operasi, kondisi penderita tersebut termasuk dalam ASA II karena
penderita merupakan anak usia 22 bulan dan kondisi tersebut sehat organik, fisiologik,
psikiatrik dan biokimia. Rencana jenis anestesi yang akan dilakukan yaitu anestesi umum
dengan teknik semi closed.
Pemilihan teknik semi closed dilakukan dengan alasan pasien yang akan dianestesi
adalah pasien yang memiliki frekuensi pernapasan yang lebih cepat dibandingkan orang
dewasa sehingga memerlukan oksigenasi yang lebih banyak. Disamping itu, pada teknik
semi closed pada waktu inspirasi gas campuran yang masuk lagi ke dalam pernapasan tidak
banyak dan pada waktu ekspirasi katup sistem pernapasan akan terbuka karena dorongan
udara ekspirasi sehingga udara dari paru-paru langsung menuju atmosfir dan tidak akan
kembali ke dalam paru-paru, setelah udara ekspirasi habis katup tersebut akan tertutup
kembali.
Cara anestesi pada kasus ini adalah penggunaan general anestesi dengan face mask.
Penggunaan face mask dikarenakan operasi yang dilakukan relatif cepat, tidak perlu
pemakaian induksi dosis tinggi, bisa digantikan dengan anestesi inhalasi dan efek anesthesia
juga tidak terlalu berat.
Eliminasi terutama oleh hati dan sedikit oleh ginjal. Durasi tidak terpengaruh oleh
kelainan ginjal, tapi diperpanjang oleh kelainan hepar berat dan kehamilan, baik untuk
infusan jangka panjang (di ICU). Pasien orang tua menunjukan prolong durasi.
Dosis
Potensi lebih kecil dibandingkan relaksant steroid lainnya. 0,45 0,9 mg / kg iv untuk
intubasi dan 0,15 mg/kg bolus untuk rumatan. Dosis kecil 0,4 mg/kg dapat pulih 25 menit
setelah intubasi. Im ( 1 mg/kg untuk infant ; 2 mg/kg untuk anak kecil) adekuat pita suara
dan paralisis diafragma untuk intubasi. Tapi tidak sampai 3 6 menit dapat kembali
sampai 1 jam. Untuk drip 5 12 mcg/kg/menit. Dapat memanjang pada pasien orang tua.
Rocuronium (0,1 mg/kg) cepat 90 detik dan efektif untuk prekurasisasi sebelum
suksinilkolin. Ada tendensi vagalitik.
Sedangkan untuk anestesi inhalasi menggunakan O2, N2O dan sevofluran 2%. O2
pertama kali diberikan pada pasien ini dengan dosis 5L/menit. Setelah nafas pasien teratur,
kemudian dosis O2 diturunkan dan kemudian N2O dimasukkan. Dosis keduanya seimbang
yaitu 50:50 (2,5L/menit : 2,5 L/menit). Kemudian anestesi inhalasi mulai juga dimasukkan.
Anestesi inhalasi yang digunakan adalah sevofluran dengan dosis 2%. Sevofluran sendiri
berbentuk volatile jernih, tidak berwarna dengan bau enak, tidak iritatif, tidak mudah
terbakar, tidak terpengaruh cahaya. Gas ini mempunyai kelarutan darah/gas yang rendah
(0,68), sehingga menghasilkan induksi dan recovery yang cepat. Selain itu, karena bau yang
enak maka menjadi pilihan untuk anestesi inhalasi pada pasien dewasa dan anak. Hilangnya
kesadaran dengan sevofluran relative cepat, karena dapat dicapai pada 5 kali tarikan napas
tunggal.
Pasca operasi, penderita dibawa ke ruang pulih untuk diawasi secara lengkap dan baik.
Hingga kondisi penderita stabil dan tidak terdapat kendala-kendala yang berarti, penderita
kemudian dibawa ke bangsal bougenvile untuk dirawat dengan lebih baik.
BAB V
KESIMPULAN
Post operasi pasien dirawat di Bangsal untuk dimonitoring stabilitas pasien post operasi
sampai keadaan umumnya membaik yang kemudian dapat dipulangkan.
DAFTAR PUSTAKA
1; Moenadjat, Yefta, Dr, Sp.BP; Luka Bakar Pengetahuan Klinik Praktis; Jakarta, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2003.
2; Hansbrough JF, Hansbrough W. Pediatrics Burns. Pedriatics in Review. Vol 20;1999
3; Fenlon S, Nene S. Burns in children. Continuing Education in Anasthesia, Critical
Care&Pain. British Journal of Anasthesia. 2007
4; Hudspith J, Rayatt S. First aid and treatment of minor burns. ABC of Burns. BMJ
2004;328;1487-9.