Anda di halaman 1dari 29

PRESENTASI KASUS

GENERAL ANASTESI PADA COMBUSTIO

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Anastesi
Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Diajukan Kepada:
dr. Totok Kristiyono, Sp.An, M.Kes

Disusun Oleh:
Abdurrahman Rafif W
20110310045

BAGIAN ILMU ANASTESI RSUD SETJONEGORO WONOSOBO


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016
HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

GENERAL ANASTESI PADA COMBUSTIO

Telah dipresentasikan pada tanggal:


9 Agustus 2016
Bertempat di RSUD Setjonegoro Wonosobo

Disusun oleh:
Abdurrahman Rafif W
20110310045

Disahkan dan disetujui oleh:


Dokter Pembimbing Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Anastesi
RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo

dr. Totok Kristiyono, Sp.An, M.Kes

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat, petunjuk dan
kemudahan yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan presentasi kasus
General Anastesi pada Combustio .
Presus ini terwujud atas bimbingan serta pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu,
dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak ternilai kepada:
1 dr. Totok Kristiyono, Sp.An, M.Kes selaku dosen pembimbing bagian Ilmu Anastesi
RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo yang telah mengarahkan dan membimbing dalam
menjalani stase Ilmu Anastesi serta dalam penyusunan presus ini.
2 Perawat bagian Anastesi RSUD Setjonegoro Wonosobo.

3 Rekan-rekan Co-Assistensi atas bantuan dan kerjasamanya.


4 Dan seluruh pihak-pihak terkait yang membantu penyelesaian Presus ini yang tidak
dapat disebutkan satu per satu.

Dalam penyusunan presentasi kasus ini, penulis menyadari masih terdapat banyak
kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran membangun demi kesempurnaan
penyusunan presus di masa yang akan datang.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Wonosobo, 8 Agustus 2016

Abdurrahman Rafif W

DAFTAR ISI

PRESENTASI KASUS.......................................................................................... 1
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................2
KATA PENGANTAR.............................................................................................3
DAFTAR ISI...........................................................................................................4
BAB I.......................................................................................................................5
LAPORAN KASUS................................................................................................5
BAB II............................................................................................................11
BAB III...................................................................................................................15
BAB IV...................................................................................................................25
BAB V....................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................28
BAB I

LAPORAN KASUS

I IDENTITAS PASIEN
No CM/ Nama Pasien : 669328/ An. L
Umur : 22 bulan
Jenis Kelamin : Laki - laki
Berat Badan : 10,9 kg
Alamat : Jlamprang
Tanggal masuk RS : 20 Agustus 2016
Tanggal operasi : 22 Agustus 2016
Tanggal keluar RS : 28 Agustus 2016

II KEADAAN UMUM
Kesadaran : Compos Mentis
TD :-
Nadi : 110
Suhu : 36,40C
Respirasi : 23x / menit

III ANAMNESIS
Keluhan Utama : Luka bakar grade IIa 18%
Riwayat Penyakit Sekarang :

Alloanamnesa Pasien datang ke ugd dengan keluhan kulit melepuh setelah tercebur
air panas yang hendak digunakan untuk mandi dan belum tercampur air dingin, luka
bakar mengenai bagian paha bagian belakang dan kemaluan. Pasien mengeluhkan
panas dan nyeri pada lukanya. Demam (-), batuk (-), pilek (-)
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengaku tidak memiliki riwayat penyakit seperti ini sebelumnya, riwayat
alergi, riwayat asma, dan riwayat operasi
Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien mengaku di keluarganya tidak ada yang memiliki keluhan serupa dengan
pasien, baik riwayat alergi, riwayat asma, riwayat penyakit jantung, riwayat hipertensi
dan riwayat operasi.

IV PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum

- Kesan sakit : Ringan

- Berat Badan : 10,9 kg

- Kesadaran : Compos mentis

- Tanda Vital :

TD :-
Nadi : 110 x/menit
Respirasi : 23 x/menit
Suhu : 36,4 C

Status generalis

Pemeriksaan kepala
- Bentuk kepala : Mesochepal, simetris

- Rambut : Warna hitam, distribusi merata, tidak mudah

dicabut, tidak mudah rontok

Pemeriksaan mata
- Palpebra : Edema (-/-)
- Konjungtiva : Anemis (-/-)
- Sklera : Ikterik (-/-)
- Pupil : Reflek cahaya (+/+) normal, isokor, diameter 3 mm
Pemeriksaan telinga
Letak simetris, bentuk normal, ukuran normal, tidak ada tanda radang, tidak ada
discharge, pendengaran baik, tidak ada benjolan, tidak nyeri tekan.

Pemeriksaan hidung
Tidak ada tanda-tanda radang, discharge, sekret, epistaksis, tidak ada deformitas, tidak
ada napas cuping hidung.

Pemeriksaan mulut dan faring


Bibir tidak kering, tidak sianosis, lidah tampak putih, tepi lidah tidak hiperemis, tidak
tremor dan mukosa mulut basah, pecah di sudut mulut dan tonsil dalam batas normal.
Score malapati

Pemeriksaan leher
Inspeksi : Tidak terlihat benjolan atau massa

Palpasi : Kelenjar getah bening teraba tidak membesar, tidak nyeri,

Tidak ada deviasi trakhea

Pemeriksaan dada
Paru-Paru

Inspeksi : Bentuk dada normal atau simetris, pergerakan nafas tidak

ada yang tertinggal, tidak terlihat massa di daerah dada sebelah kanan
dan kiri

Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri ataupun depan dan belakang sama.

Perkusi : Suara sonor pada seluruh lapang paru


Auskultasi : Suara dasar paru vesikuler, tidak terdapat ronkhi basah kasar, tidak
terdapat ronkhi basah halus pada basal paru, tidak terdapat wheezing pada
paru kanan dan kiri maupun depan dan belakang

Jantung

Inspeksi : Tidak terlihat pulsasi iktus cordis

Palpasi : Teraba iktus kordis di SIC V, linea mid clavikula sinistra,

tidak kuat angkat, thrill (-)

Perkusi : - Batas kiri atas : SIC II linea parasternal sinistra

- Batas kiri bawah : SIC V linea midclavikula sinistra

- Batas kanan atas : SIC II linea parasternal dekstra

- Batas kanan bawah : SIC IV linea parasternal dekstra

Auskultasi : S1 > S2, murni, reguler, bising (-), gallop (-)

Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : Datar, dinding perut tidak tegang, ikterik tidak ada

Auskultasi : Bunyi usus (+) normal

Palpasi : Perut supel

Perkusi : Timpani pada seluruh regio abdomen

Perkusi hepar dalam batas normal

Perkusi lien dalam batas normal

Nyeri ketok kostovertebrae kanan dan kiri (-)

Kulit
Turgor kulit cukup, kulit tidak mengelupas, tidak pucat dan tidak gatal. Terdapat bula dan
luka bakar pada kulit paha bagian belakang dan kemalian
Ekstremitas
- Superior : Deformitas (-/-), jari tabuh (-/-), sianosis (-/-), tremor (-/-),
edema (-/-), akral dingin (-/-), kesemutan (-/-), sensorik dan motorik baik

- Inferior : Deformitas (-/-), edema (-/-), akral dingin (-/-), sianosis (-/-), kesemutan,
(-/-), sensorik dan motorik baik

V PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan Laboratorium : Tanggal 20 Agustus 2016

Pemeriksaan darah lengkap

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Interpretasi

Hemoglobin 13,3 11,7-15,5 g/dL Low

Leukosit 13,5 3,6-11 10^3/ul Normal

Eosinofil 0,70 2-4 % Low

Basofil 0,40 0-1 % High

Netrofil 54,80 50-70% Low

Limfosit 36,10 24-40% Normal

Monosit 7,70 2-8% High

Hematokrit 45 35-47% Low

Eritrosit 7,0 3.8-5.2 10^6/ul Normal

Trombosit 613 150-400 10^3/ul High

MCV 65 80-100 fL Low

MCH 19 26-34 Pg Low

MCHC 30 32-36 q/dL Low

VI KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik, maka:
Diagnosa pre operasi : Combutio gr II a 18%
Jenis pembedahan : Debridement
Status Operatif : ASA II

VII TATALAKSANA
Konsul ke bagian anastesi
Konsul ke bagian anak
Informed consent
Pasang IV line 22
Infus RL 20-30 tpm
Puasa mulai 6 jam Pre OP
Premedikasi di OK
Dilakukan operasi Debridement Combutio dengan General Anastesi ASA II

VIII PROGNOSIS
- Ad vitam : dubia
- Ad functionam : dubia
- Ad sanam : dubia
BAB II

LAPORAN ANASTESI

A Pre-Operatif
1 Informed Consent (+)
2 Puasa (+) selama 6 jam
3 IV line terpasang dengan infus RL 500 cc
4 Keadaan Umum : tampak sehat
5 Kesadaran : compos mentis
6 Tanda vital
Tekanan darah :-
Nadi : 110x/menit
Suhu : 36,40C
Respirasi : 23x / menit

B Premedikasi Anastesi
Sebelum dilakukan tindakan anestesi diberikan:

- Ondensantron 4mg secara bolus IV

- Ketorolac 15mg secara bolus IV

- Midazolam 1mg secara bolus IV


- Fentanyl 5mg secara IV

- Sulfas Atropin 0,05 mg secara IV

C Pemantauan Selama Anastesi


Melakukan monitoring terus menerus tentang keadaan pasien yaitu reaksi pasien terhadap
pemberian obat anastesi khususnya terhadap fungsi pernafasan dan jantung.
Kardiovaskular : Nadi setiap 5 menit, tekanan darah setiap 5 menit
Respirasi : Inspeksi pernapasan spontan pada pasien, saturasi O2
Cairan : Monitoring input cairan

D Intra Operatif
Tindakan Operasi : debridement
Tindakan anastesi : general anastesi
Lama operasi : 15 menit (16.45-17. 00)
Lama anastesi : 30 menit (16.35 17.05)
Jenis Anastesi : General anastesi dengan teknik semi close circuit system dengan
face mask dan ET menggunakan Nistrous Oxide 50 % N2O
dalam O2, 70 % dalm O2, dan sevofluran 1 Vol %
Posisi : Supine
Pernafasan : Spontan
Infus : RL pada tangan kanan 500 cc

Premedikasi : Ondensantron 4mg secara bolus IV, Ketorolac 15mg secara bolus
IV, Midazolam 1mg secara bolus IV, SA 0,05mg IV, dan Fentanyl
5mg
Induksi : Rocuronium 7mg, Propofol 50 mg secara bolus IV, Ketamine 5
mg secara bolus IV

Maintenance : Nistrous Oxide 50 % N2O dalam O2, 70 % dalm O2, Sevofluran


1% dalam udara

Cairan : cairan masuk RL 500 cc II plabot

E Post Operatif
Pasien masuk ruang pemulihan pukul 19.05 dan diobservasi tanda-tanda vital
Tekanan darah :-
Nadi : 100x/menit
Suhu : 35,60C
Respirasi : 20x / menit
Jalan nafas : normal
Kesadaran : compos mentis
Penilaian pemulihan kesadaran

Variabel Term Skor Skor pasien

Aktifitas Gerak ke-4 anggota gerak perintah atas 2 1


Gerak ke-2 anggota gerak atas perintah 1
Tidak respon 0

Respirasi Dapat bernapas dan batuk 2 2


Dyspnea, hipoventilasi 1
Apnea 0

Sirkulasi Perubahan <20 % TD sistol preoperasi 2 2


Perubahan 20-50% TD sistol preoperasi 1
Perubahan >50 TD sistol preoperasi 0

Kesadaran Sadar penuh 2 1


Dapat dibangunkan 1
Tidka respon 0

Warna kulit Merah 2 2


Pucat 1
Sianotik 0

Skor total 8

9 : pindah dari unit perawatan pasca anestesi


8 : dipindahkan ke ruang perawatan bangsal
7: dipindahkan ke ruang perawatan intensif (ICU)

Pada pasien ini didapatkan nilai aldrete skor 8, pasien dipindahkan ke ruang
perawatan bangsal untuk dilakukan observasi lebih lanjut
TERAPI CAIRAN
Puasa 6 jam
Lama operasi 45 menit

Kebutuhan cairan
Cairan rumatan cairan yang digunakan untuk mengganti puasa pre operatif rumusny
adalah 4cc/kgBB dalam 10 kg pertama, 2cc/kgBB dalam 10 kg ke 2 (11-20kg) dan
1cc/kgBB untuk tiap kg diatas 20 kg. Cairan formula parkland (3-4ccx kgBB x
%TBSA) diberikan setengahnya dalam 8 jam pertama dan setengah sisanya dalam 16
jam berikutnya. Pengawasan kecukupan cairan yang diberikan dapat dilihat dari
produksi urin yaitu 0,5-1cc/kgBB/jam.

Jadi dalam pasien ini cairan rumatan yg digunakan adalah


4cc/kgBB x 10 = 400 cc
2cc/kgBB x 1 = 20 cc
= 420 cc. Atau dapat digunakan RL 1 flabot
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Luka bakar adalah kondisi yang memilik pengaruh yang katastoprik terhadap
penderita dalam hal penderitaannya, kehidupan sosialnya, ketebatasan yang ditimbulkan
dan perihal keuangan yang dikeluarkan untuk pengobatannya. Aspek medikolegal
menuntut seorang dokter untuk melakukan pemeriksaan terhadap seseorang yang
mengalami luka bakar baik yang masih hidup ataupun yang sudah meninggal. Disamping
itu ada banyak kejadian dima luka bakar terjadi pada korban kekerasan dimana
diperlukan keahlian khusus untuk membedakan apakah luka bakar terjadi saat korban
masih hidup atau saat korban sudah meninggal untuk menutupi penyebab kematian yang
sebenarnya.

Berdasarkan perjalanan penyakitnya, luka bakar dibagi menjadi fase akut, fase subakut
dan fase lanjut

; 1. Fase akut : terjadi gangguan keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera
termis bersifat sistemik yang dapat mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik

; 2. Fase sub akut : berlangsung setelah syok berakhir yang ditandai dengan
hipermetabolisme, infeksi hingga sepsis serta inflamasi dalam bentuk SIRS. Luka terbuka
akibat kerusakan jaringan (kulit dan jaringan di bawahnya) menimbulkan inflamasi,
sepsis, dan penguapan cairan tubuh disertai panas/energi. Masalah yang terjadi adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas

; 3. Fase lanjut

Berlangsung setelah fase sub akut hingga pasen sembuh. Penyulit fase ini adalah parut
yang hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan timbulnya kontraktur

PENATALAKSANAAN 10

Secara sistematik dapat dilakukan 6c : clothing, cooling, cleaning,


chemoprophylaxis, covering and comforting (contoh pengurang nyeri). Untuk
pertolongan pertama dapat dilakukan langkah clothing dan cooling, baru selanjutnya
dilakukan pada fasilitas kesehatan. 7
; Clothing : singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahan pakaian yang
menempel dan tak dapat dilepaskan maka dibiarkan untuk sampai pada fase cleaning.
; Cooling :
o Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan air dingin yang
mengalir selama 20 menit, hindari hipotermia (penurunan suhu di bawah normal,
terutama pada anak dan orang tua). Cara ini efektif sampai dengan 3 jam setelah kejadian
luka bakar
o Kompres dengan air dingin (air sering diganti agar efektif tetap memberikan rasa
dingin) sebagai analgesia (penghilang rasa nyeri) untuk luka yang terlokalisasi
o Jangan pergunakan es karena es menyebabkan pembuluh darah mengkerut
(vasokonstriksi) sehingga justru akan memperberat derajat luka dan risiko hipotermia
o Untuk luka bakar karena zat kimia dan luka bakar di daerah mata, siram dengan air
mengalir yang banyak selama 15 menit atau lebih. Bila penyebab luka bakar berupa
bubuk, maka singkirkan terlebih dahulu dari kulit baru disiram air yang mengalir.
; Cleaning : pembersihan luka tergantung dari derajat berat luka bakar, kriteria minor
cukup dilakukan dengan zat anastesi lokal, sedangkan untuk kriteria moderate sampai
major dilakukan dengan anastesi umum di ruang operasi untuk mengurangi rasa sakit.
Dengan membuang jaringan yang sudah mati, proses penyembuhan akan lebih cepat dan
risiko infeksi berkurang.
; Chemoprophylaxis : pemberian anti tetanus, dapat diberikan pada luka yang lebih
dalam dari superficial partial thickness (dapat dilihat pada tabel II.3 jadwal pemberian
antitetanus). Pemberian krim silver sulvadiazin untuk penanganan infeksi, dapat
diberikan kecuali pada luka bakar superfisial. Tidak boleh diberikan pada wajah, riwayat
alergi sulfa, perempuan hamil, bayi baru lahir, ibu menyusui dengan bayi kurang dari 2
bulan.
; Covering : penutupan luka bakar dengan kassa. Dilakukan sesuai dengan derajat luka
bakar. Luka bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa atau bahan lainnya.
Pembalutan luka (yang dilakukan setelah pendinginan) bertujuan untuk mengurangi
pengeluaran panas yang terjadi akibat hilangnya lapisan kulit akibat luka bakar. Jangan
berikan mentega, minyak, oli atau larutan lainnya, akan menghambat penyembuhan dan
meningkatkan risiko infeksi.
; Comforting : dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri.
Dapat diberikan penghilang nyeri berupa :
Paracetamol dan codein (PO-per oral)- 20-30mg/kg
Morphine (IV-intra vena) 0,1mg/kg diberikan dengan dosis titrasi bolus
Morphine (I.M-intramuskular) 0,2mg/kg
Selanjutnya pertolongan diarahkan untuk mengawasi tanda-tanda bahaya dari ABC
(Airway, Breathing, Circulation).

; Airway and Breathing


Perhatikan adanya stridor (mengorok), suara serak, dahak berwana jelaga (black
sputum), gagal napas, bulu hidung yang terbakar, bengkak pada wajah. Luka bakar pada
daerah orofaring dan leher membutuhkan tatalaksana intubasi (pemasangan pipa saluran
napas ke dalam trakea/batang tenggorok) untuk menjaga jalan napas yang adekuat/tetap
terbuka. Intubasi dilakukan di fasilitas kesehatan yang lengkap.

; Circulation
Penilaian terhadap keadaan cairan harus dilakukan. Pastikan luas luka bakar untuk
perhitungan pemberian cairan. Pemberian cairan intravena (melalui infus) diberikan bila
luas luka bakar >10%. Bila kurang dari itu dapat diberikan cairan melalui mulut. Cairan
merupakan komponen penting karena pada luka bakar terjadi kehilangan cairan baik
melalui penguapan karena kulit yang berfungsi sebagai proteksi sudah rusak dan
mekanisme dimana terjadi perembesan cairan dari pembuluh darah ke jaringan sekitar
pembuluh darah yang mengakibatkan timbulnya pembengkakan (edema). Bila hal ini
terjadi dalam jumlah yang banyak dan tidak tergantikan maka volume cairan dalam
pembuluh darah dapat berkurang dan mengakibatkan kekurangan cairan yang berat dan
mengganggu fungsi organ-organ tubuh.
Cairan infus yang diberikan adalah cairan kristaloid (ringer laktat, NaCl
0,9%/normal Saline). Kristaloid dengan dekstrosa (gula) di dalamnya dipertimbangkan
untuk diberikan pada bayi dengan luka bakar. Jumlah cairan yang diberikan berdasarkan
formula dari Parkland : [3-4 cc x berat badan (kg) x %TBSA] + cairan rumatan
(maintenance per 24 jam). Cairan rumatan adalah 4cc/kgBB dalam 10 kg pertama,
2cc/kgBB dalam 10 kg ke 2 (11-20kg) dan 1cc/kgBB untuk tiap kg diatas 20 kg. Cairan
formula parkland (3-4ccx kgBB x %TBSA) diberikan setengahnya dalam 8 jam pertama
dan setengah sisanya dalam 16 jam berikutnya. Pengawasan kecukupan cairan yang
diberikan dapat dilihat dari produksi urin yaitu 0,5-1cc/kgBB/jam.
ANESTESI PADA TINDAKAN OPERATIF TUMOR MAMMAE

General anastesi adalah tindakan anestesi dengan menghilangkan nyeri secara


sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible.
Trias anestesi
1. hipnotik
2. analgesik
3. relaksasi
4. stabilisasi otonom
Persiapan prabedah yang kurang memadai merupakan faktor terjadinya kecelakaan
dalam anestesia. Sebelum pasien dibedah sebaiknya dilakukan kunjungan pasien terlebih dahulu
sehingga pada waktu pasien dibedah pasien dalam keadaan bugar. Tujuan kunjungan pra anestesi
adalah untuk mengurangi angka kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi dan meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan.
PREMEDIKASI
Sebelum pasien diberi obat anestesi, langkah selanjutnya adalah dilakukan
premedikasi yaitu pemberian obat sebelum induksi anestesi diberi dengan tujuan untuk
melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi diantranya :
1. Meredakan kecemasan dan ketakutan
2. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
3. Mengurangi mual dan muntah pasca bedah
4. Mengurangi isi cairan lambung
5. Membuat amnesia
6. Memperlancar induksi anestesi
7. Meminimalkan jumlah obat anestesi
8. Mengurangi reflek yang membahayakan

Sulfas atropin dapat mengurangi sekresi dan merupakan obat pilihan utama untuk
mengurangi efek bronchial dan kardial yang berasal dari perangsangan parasimpatis, baik
akibat obat atau anestesikum maupun tindakan lain dalam operasi. Disamping itu efek
lainnya adalah melemaskan tonus otot polos organ-organ dan menurunkan spasme
gastrointestinal. Perlu diingat bahwa obat ini tidak mencegah timbulnya laringospame
yang berkaitan dengan anestesi umum. Atropin tersedia dalam bentuk atropin sulfat
dalam ampul 0,25 mg dan 0,50 mg. Diberikan secara suntikan subkutis, intramuscular
atau intravena dengan dosis 0,5-1 mg untuk dewasa dan 0,015 mg/kgBB untuk anak-
anak. Pada kasus ini digunakan dosis 0,05 mg

Midazolam adalah obat induksi tidur jangka pendek untuk premedikasi, induksi dan
pemeliharaan anestesi. Dibandingkan dengan diazepam, midazolam bekerja cepat karena
transformasi metabolitnya cepat dan lama kerjanya singkat. Pada pasien orang tua dengan
perubahan organik otak atau gangguan fungsi jantung dan pernafasan, dosis harus
ditentukan secara hati-hati. Efek obat timbul dalam 2 menit setelah penyuntikan. Dosis
premedikasi dewasa 0,07-0,10 mg/kgBB, disesuaikan dengan umur dan keadaan pasien.
Dosis lazim adalah 5 mg. pada orang tua dan pasien lemah dosisnya 0,025-0,05
mg/kgBB. Efek sampingnya terjadi perubahan tekanan darah arteri, denyut nadi dan
pernafasan, umumnya hanya sedikit. Pada kasus ini digunakan midazolam 1mg
Ondansetron 8 mg/4 ml diberikan sebagai premedikasi. Ondansetron merupakan suatu
antagonis reseptor serotonin 5-HT3 selektif yang diindikasikan sebagai pencegahan dan
pengobatan mual dan muntah pasca bedah. Pelepasan 5HT3 ke dalam usus dapat
merangsang refleks muntah dengan mengaktifkan serabut aferen vagal lewat reseptornya.
Ondansetron diberikan pada pasien ini untuk mencegah mual dan muntah yang bisa
menyebabkan aspirasi. Sediaan injeksi 4mg dan 8mg atau 4mg/2ml (1 ampul). Sedangkan
pemberian pada kasus ini adalah 8 mg dan untuk pemberiannya adalah maksimal
8mg/hari.

Ketorolac Sebagai analgetik digunakan Ketorolac sebanyak 1 ampul (1 ml) berisi 30


mg/ml, disuntikan iv. Ketorolac merupakan nonsteroid anti inflamasi (AINS) yang
bekerja menghambat sintesis prostaglandin sehingga dapat menghilangkan rasa
nyeri/analgetik efek. Ketorolac 30 mg mempunyai efek analgetik yang setara dengan 50
mg pethidin atau 12 mg morphin, tetapi memiliki durasi kerja yang lebih lama serta lebih
aman daripada analgetik opioid karena tidak ada efek depresi nafas pada percobaan klinis

INDUKSI
Tracrium 20 mg (Rocuronium) : nondepolarisasi
Pelumpuh otot nondepolarisasi (inhibitor kompetitif, takikurare) berikatan dengan
reseptor nikotinik-kolinergik, tetapi tidak menyebabkan depolarisasi, hanya menghalangi
asetilkolin menempatinya, sehingga asetilkolin tidak dapat bekerja. Dosis awal 0,5-0,6
mg/kgBB, dosis rumatan 0,1 mg/kgBB, durasinya selama 20-45 menit dan dapat
meningkat menjadi 2 kali lipat pada suhu 250 C, kecepatan efek kerjanya 1-2 menit.
Penawar pelumpuh otot atau antikolinesterase bekerja pada sambungan saraf-otot
mencegah asetilkolin-esterase bekerja, sehingga asetilkolin dapat bekerja.
Antikolinesterase yang paling sring digunakan ialah neostigmin dengan dosis (0,04-0,08
mg/kgBB) atau obat antikolinergik lainnya. Penawar pelumpuh otot bersifat muskarinik
menyebabkan hipersalivasi, keringatan, bradikardia, kejang bronkus, hipermotilitas usus
dan pandangan kabur, sehingga pemberiannya harus disertai obat vagolitik seperti atropin
dosis 0,01-0,02 mg/kgBB atau glikopirolat 0,005-0,01 mg/kgBB sampai 0,2-0,3
mg/kgBB pada dewasa. P

Propofol penggunaan induksi pertama adalah penggunaan propofol. Propofol dengan


dosis 2-3 mg/kg BB diberikan secara bolus intravena sebagai induksi. Propofol dikemas
dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik dengan kepekatan 1%.
Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik sebelumnya
sebaiknya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg secara intravena. Dosis bolus untuk induksi
2-2,5 mg/kgBB, dosis rumatan untuk anstesi intravena total adalah 4-12 mg/kgBB/jam
dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0,2 mg/kgBB. Pengenceran propofol hanya
boleh dengan dekstrosa 5%. Pada pasien ini penggunaan propofol adalah sebesar 50
mg/5ml

Fentanyl Selanjutnya dilakukan induksi dengan menggunakan fentanil 20 g secara


intravena. Fentanil 20 g bolus intravena digunakan sebagai analgesi opioid. Setelah
suntikan intravena, ambilan dan distribusi Fentanyl secara kualitatif hampir sama dengan
morfin, tetapi sebagian besar dirusak paru ketika pertama kali melewatinya. Dosis
analgesi 1-3 g/kgBB intravena untuk lama kerja 30 menit, karena itu hanya dipergunakan
untuk anestesi pembedahan dan bukan untuk pasca bedah.

Ketamin adalah obat anestesi yang mempunyai efek stimulasi terhadap kardiovaskuler,
meningkatkan cardiac output dan systemic vaskuler resistance melalui stimulasi pada
system saraf simpatis, menghasilkan pelepasan dari katekolamin. Ketamin sendiri bias
menimbulkan dissociative anesthesia, yaitu suatu keadaan kataleptik di mana mata
membuka dengan suatu tatapan nystagmus lambat, pasien tidak komunikatif, walaupun
nampak seperti sadar, terjadi berbagai derajat gerakan otot skelet hipertonus yang sering
terjadi tanpa tergantung dari stimulasi bedah dan pasien tersebut mengalami amnesia
serta analgesi yang kuat. Dosis ketamin yang digunakan adalah sebesar 1-2 mg/KgBB

INTUBASI
Setelah dilakukan induksi anestesia yaitu tindakan untuk membuat pasien dari
sadar menjadi tidak sadar, maka memungkinkan dimulainya anestesia dan pembedahan.
Induksi dapat dilakukan secara intrvena, intramuskular, inhalasi dan rektal. Sebelum
dilakukan induksi sebaiknya disiapkan terlebih dahulu peralatan dan obat-obatan yang
diperlukan. Untuk persiapan induksi sebaiknya kita ingat STATICS:
S : Scope Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-Scope
T : Tubes Pipa trakea. Usia <>5 tahun dengan balon (cuffed)
A :Airway Pipa mulut faring (orofaring) dan pipa hidung faring (nasofaring) yang
digunakan untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar agar lidah tidak menymbat
jalan napas
T : Tape Plester untuk fiksasi pipa agar tidak terdorong atau tercabut
I : Intro Stilet atau mandrin untuk pemandu agar pipa trakea mudah dimasukkan
C : Connec Penyambung pipa dan perlatan anestesia
S : Suction Penyedot lendir dan ludah

Tujuan dilakukannya tindakan intubasi endotrakhea adalah untuk membersihkan


saluran trakheobronchial, mempertahankan jalan nafas agar tetap paten, mencegah
aspirasi, serta mempermudah pemberian ventilasi dan oksigenasi bagi pasien operasi.

MAINTENANCE
Anestesi yang ideal adalah yang bekerja secara cepat dan dapat mengembalikan
kesadaran dengan segera setelah pemberian dihentikan serta mempunyai batas keamanan
yang cukup besar serta efek samping yang minimal. Hal ini tidak dapat dicapai bila
diberikan secara tunggal. Olah karena itu perlu anestesi dalam bentuk kombinasi.
Umumnya obat anestesi umum diberikan secara intravena dan inhalasi.
Gas inhalasi adalah arus utama anestesi dan digunakan terutama untuk
pemeliharaan anestesi setelah memasukkan agen intravena. Anestesi inhalasi mempunyai
manfaat yang tidak didapatkan pada anestesi intravena, karena kedalaman anestesi dapat
diubah dengan cepat dengan mengubah konsentrasi gas anestesi.
N2O
(gas gelak, laughling gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida) diperoleh dengan
memanaskan ammonium nitrat sampai 240C (NH4 NO3 2H2O + N2O). N2O
dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar,
dan beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian anestesi dengan N2O harus
disertai O2 minimal 25%. Gas ini bersifat anestesik lemah, tetapi analgesinya
kuat, sehingga sering digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang
persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tetapi dikombinasi
dengan salah satu anestesi lain seperti halotan dan sebaagainya. Pada akhir
anestesi setelah N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli,
sehingga terjadi pengenceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk
menghindari terjadinya hipoksia difusi, berikan O2 100% selama 5-10 menit.
Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O : O2yaitu
60% : 40%, 70% : 30%. Dosis untuk mendapatkan efek analgesik digunakan
dengan perbandingan 20% : 80%, untuk induksi 80% : 20%, dan pemeliharaan
70% : 30%. N2O sangat berbahaya bila digunakan pada pasien pneumothorak,
pneumomediastinum, obstruksi, emboli udara dan timpanoplasti.

EKSTUBASI
Ekstubasi dilakukan sesaat sebelum pasien sadar. Namaun sebelum ET dilepas
dilakukan pembersihan jalan nafas dari lendir dengan menggunakan suction sampai
bersih supaya pernapasan lancar, kemudian balon ET dikempeskan selanjutnya baru
dilepaskan. Setelah ekstubasi dipasang pharyngeal airway dan oksigenasi dilanjutkan
dengan sungkup. Untuk mencegah spasme bronchus atau batuk, ekstubasi dapat
dilakukan pada stadium anestesi yang dalam dan pernapasan sudah spontan. Ekstubasi
juga dapat dilakukan bila pasien sudah sadar, dimana jalan napas sudah terjaga bebas.
Indikasi dilakukannya ekstubasi yaitu sadar oenuh, bernapas spontan, adekuat
(RR<25), tidak ada otot bantu napas tambahan, tidak sesak, volume tidal >5ml/kgBB,
ventilasi semenit <10 L/menit, tanda vital stabil, tidak ada aritmia, refleks proteksi
saluran napas.

OBSERVASI PASCA OPERATIF DIRUANG PEMULIHAN


Penilaian rutin post operasi meliputi pulse oximetry, pola dan frekuensi respirasi,
frekuensi denyut dan irama jantung, tekanan darah dan suhu. Frekuensi pemeriksaan
tergantung kondisi pasien, namun paling sering dilakukan setiap 15 menit untuk jam
pertama dan selanjutnya setiap setengah jam. Untuk menentukan secara objektif kapan
pasien bisa dipulangkan, dapat digunakan sistem skoring. Sistem yang saat ini digunakan
secara luas adalah Skor Aldrete yang dimodifikasi.
NO KRITERIA SKOR
1 Aktivitas Motorik Mampu menggerakkan ke-4 ekstremitas secara2
sadar
Mampu menggerakkan 2 ekstremitas atas secara
1
sadar
Tidak mampu menggerakkan ekstremitas atas
0
perintah atau secara sadar
2 Respirasi Nafas adekuat dan dapat batuk 2
Nafas kurang adekuat/distress/hipoventilasi
1
Apneu/tidak bernafas
0
3 Sirkulasi Tekanan darah berbeda 20% dari semula 2
Tekanan darah berbeda 20-50% dari semula
1
Tekanan darah berbeda >50% dari semula
0
4 Kesadaran Sadar penuh 2
Bangun jika dipanggil
1
Tidak ada respon atau belum sadar
0
5 Warna Kulit Kemerahan atau seperti semula 2
Pucat
1
Sianosis
0
BAB IV

PEMBAHASAN

Sebelum dilakukan operasi, kondisi penderita tersebut termasuk dalam ASA II karena
penderita merupakan anak usia 22 bulan dan kondisi tersebut sehat organik, fisiologik,
psikiatrik dan biokimia. Rencana jenis anestesi yang akan dilakukan yaitu anestesi umum
dengan teknik semi closed.

Pemilihan teknik semi closed dilakukan dengan alasan pasien yang akan dianestesi
adalah pasien yang memiliki frekuensi pernapasan yang lebih cepat dibandingkan orang
dewasa sehingga memerlukan oksigenasi yang lebih banyak. Disamping itu, pada teknik
semi closed pada waktu inspirasi gas campuran yang masuk lagi ke dalam pernapasan tidak
banyak dan pada waktu ekspirasi katup sistem pernapasan akan terbuka karena dorongan
udara ekspirasi sehingga udara dari paru-paru langsung menuju atmosfir dan tidak akan
kembali ke dalam paru-paru, setelah udara ekspirasi habis katup tersebut akan tertutup
kembali.

Cara anestesi pada kasus ini adalah penggunaan general anestesi dengan face mask.
Penggunaan face mask dikarenakan operasi yang dilakukan relatif cepat, tidak perlu
pemakaian induksi dosis tinggi, bisa digantikan dengan anestesi inhalasi dan efek anesthesia
juga tidak terlalu berat.

Ondansetron 4 mg/2 ml diberikan sebagai premedikasi. Ondansetron merupakan


suatu antagonis reseptor serotonin 5-HT3 selektif yang diindikasikan sebagai pencegahan dan
pengobatan mual dan muntah pasca bedah. Pelepasan 5HT3 ke dalam usus dapat merangsang
refleks muntah dengan mengaktifkan serabut aferen vagal lewat reseptornya. Ondansetron
diberikan pada pasien ini untuk mencegah mual dan muntah yang bisa menyebabkan aspirasi.
Sediaan injeksi 4mg dan 8mg atau 4mg/2ml (1 ampul). Sedangkan pemberian pada kasus ini
adalah 4 mg dan untuk pemberiannya adalah maksimal 8mg/hari.
Sebagai analgetik digunakan Ketorolac sebanyak 1 ampul (1 ml) berisi 30 mg/ml,
disuntikan iv. Ketorolac merupakan nonsteroid anti inflamasi (AINS) yang bekerja
menghambat sintesis prostaglandin sehingga dapat menghilangkan rasa nyeri/analgetik efek.
Ketorolac 30 mg mempunyai efek analgetik yang setara dengan 50 mg pethidin atau 12 mg
morphin, tetapi memiliki durasi kerja yang lebih lama serta lebih aman daripada analgetik
opioid karena tidak ada efek depresi nafas pada percobaan klinis. Pada kasus ini diberikan
ketorolac dengan dosis 15 mg/ml

Midazolame adalah obat hipnotik-sedatif. Obat ini merupakan turunan


benzodiazepine. Midazolam menjadi obat hipnotik sedatif pilihan karena kerjanya
cepat,waktu paruhnya pendek,memiliki amnesia aterograde yang menguntungkan,tidak
mengiritasi Obat golongan Sedatif adalah obat-obatan yang menghilangkan kecemasan,
mengurangi ketegangan dan menimbulkan ketenangan Sedangkan efek obat golongan
Hipnotika adalah obat-obat sedatif yang ditingkatkan dosisnya yang mendepresi susunan
saraf pusat sehingga menyebabkan tidur Oleh sebab itu maka midazolam dipilih sebagai
premedikasi pada kasus ini. Dosis Midazolam (fortanest) diberikan 0,05 0,2 mg/kgBB iv
memberikan 60-96% amnesia, pada pasien ini adalah sebesar 1 mg.

Selanjutnya dilakukan induksi dengan menggunakan fentanil 20 g secara intravena.


Fentanil 20 g bolus intravena digunakan sebagai analgesi opioid. Setelah suntikan intravena,
ambilan dan distribusi Fentanyl secara kualitatif hampir sama dengan morfin, tetapi sebagian
besar dirusak paru ketika pertama kali melewatinya. Dosis analgesi 1-3 g/kgBB intravena
untuk lama kerja 30 menit, karena itu hanya dipergunakan untuk anestesi pembedahan dan
bukan untuk pasca bedah.

Ketamin adalah obat anestesi yang mempunyai efek stimulasi terhadap


kardiovaskuler, meningkatkan cardiac output dan systemic vaskuler resistance melalui
stimulasi pada system saraf simpatis, menghasilkan pelepasan dari katekolamin. Ketamin
sendiri bias menimbulkan dissociative anesthesia, yaitu suatu keadaan kataleptik di mana
mata membuka dengan suatu tatapan nystagmus lambat, pasien tidak komunikatif, walaupun
nampak seperti sadar, terjadi berbagai derajat gerakan otot skelet hipertonus yang sering
terjadi tanpa tergantung dari stimulasi bedah dan pasien tersebut mengalami amnesia serta
analgesi yang kuat. Dosis ketamin yang digunakan adalah sebesar 1-2 mg/KgBB
Roeculax Zat ini merupakan analog vekuronium dengan awal kerja lebih cepat.
Keuntungannya adalah tidak mengganggu fungsi ginjal, sedangkan kerugiannya adalah
terjadi gangguan fungsi hati dan efek kerja yang lebih lama.

Metabolisme dan eksresi

Eliminasi terutama oleh hati dan sedikit oleh ginjal. Durasi tidak terpengaruh oleh
kelainan ginjal, tapi diperpanjang oleh kelainan hepar berat dan kehamilan, baik untuk
infusan jangka panjang (di ICU). Pasien orang tua menunjukan prolong durasi.

Dosis

Potensi lebih kecil dibandingkan relaksant steroid lainnya. 0,45 0,9 mg / kg iv untuk
intubasi dan 0,15 mg/kg bolus untuk rumatan. Dosis kecil 0,4 mg/kg dapat pulih 25 menit
setelah intubasi. Im ( 1 mg/kg untuk infant ; 2 mg/kg untuk anak kecil) adekuat pita suara
dan paralisis diafragma untuk intubasi. Tapi tidak sampai 3 6 menit dapat kembali
sampai 1 jam. Untuk drip 5 12 mcg/kg/menit. Dapat memanjang pada pasien orang tua.

Efek samping dan manifestasi klinis

Onset cepat hampir mendekati suksinilkolin tapi harganya mahal.

Diberikan 20 detik sebelum propofol dan thiopental.

Rocuronium (0,1 mg/kg) cepat 90 detik dan efektif untuk prekurasisasi sebelum
suksinilkolin. Ada tendensi vagalitik.

Sedangkan untuk anestesi inhalasi menggunakan O2, N2O dan sevofluran 2%. O2
pertama kali diberikan pada pasien ini dengan dosis 5L/menit. Setelah nafas pasien teratur,
kemudian dosis O2 diturunkan dan kemudian N2O dimasukkan. Dosis keduanya seimbang
yaitu 50:50 (2,5L/menit : 2,5 L/menit). Kemudian anestesi inhalasi mulai juga dimasukkan.
Anestesi inhalasi yang digunakan adalah sevofluran dengan dosis 2%. Sevofluran sendiri
berbentuk volatile jernih, tidak berwarna dengan bau enak, tidak iritatif, tidak mudah
terbakar, tidak terpengaruh cahaya. Gas ini mempunyai kelarutan darah/gas yang rendah
(0,68), sehingga menghasilkan induksi dan recovery yang cepat. Selain itu, karena bau yang
enak maka menjadi pilihan untuk anestesi inhalasi pada pasien dewasa dan anak. Hilangnya
kesadaran dengan sevofluran relative cepat, karena dapat dicapai pada 5 kali tarikan napas
tunggal.

Pasca operasi, penderita dibawa ke ruang pulih untuk diawasi secara lengkap dan baik.
Hingga kondisi penderita stabil dan tidak terdapat kendala-kendala yang berarti, penderita
kemudian dibawa ke bangsal bougenvile untuk dirawat dengan lebih baik.
BAB V

KESIMPULAN

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan status


pasien adalah ASA II. Tidak ditemukan adanya factor-factor yang dapat mengganggu proses
anesthesia selama pembedahan dilakukan. Seperti biasa pada pasien dengan bius umum,yang
harus diperhatikan adalah kemungkinan adanya regurgitasi dan aspirasi dari isi lambung yang
dapat berakibat fatal.

Pada general anestesi perlu dilakukan tindakan premedikasi sebelumnya, dimana


tujuan dari tindakan premedikasi ialah untuk menghilangkan kecemasan dan ketakutan pra
operasi, selain itu juga tindakan premedikasi dapat memperlancar induksi anestesi, mengurangi
sekresi kelenjar ludah dan bronchus, meminimalkan jumlah obat anestetik, mengurangi mual
munta pasca bedah, menciptakan amnesia, mengurangi isi cairan lambung, mengurangi reflex
yang membahayakan. Baru kemudian setelah itu pasien di induksi. Segera setelah itu dilakukan
tindakan intubasi sebagai tindakan oksigenasi dan untuk mempertahankan jalan nafas. Dan untuk
rumatan digunakan agen inhalasi yaitu N20 + O2 , Nistrous Oxide 50 % N2O dalam O2, 70 %
dalm O2 dan Sevoflouran 1% dalam udara

Obat-obatan yang digunakan dalam premedikasi adalah ondensantron, ketorolac


dan midazolam, sedangkan untuk medikasi meliputi fentanyl, propofol, ketamin dan
sevofluran

Post operasi pasien dirawat di Bangsal untuk dimonitoring stabilitas pasien post operasi
sampai keadaan umumnya membaik yang kemudian dapat dipulangkan.
DAFTAR PUSTAKA

1; Moenadjat, Yefta, Dr, Sp.BP; Luka Bakar Pengetahuan Klinik Praktis; Jakarta, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2003.
2; Hansbrough JF, Hansbrough W. Pediatrics Burns. Pedriatics in Review. Vol 20;1999
3; Fenlon S, Nene S. Burns in children. Continuing Education in Anasthesia, Critical
Care&Pain. British Journal of Anasthesia. 2007
4; Hudspith J, Rayatt S. First aid and treatment of minor burns. ABC of Burns. BMJ
2004;328;1487-9.

Anda mungkin juga menyukai