Anda di halaman 1dari 44

Laporan Kasus

Agustus 2016
BAGIAN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

STRIKTUR URETHRA PARS MEMBRANACEA

Oleh:
Dedy Rahmat Syahir C111 10 174
K.Wibianto C111 11 108
Dewi Kurnia C111 11 274
Muhammad Yusuf C111 11 893
Nurul Arifah Hasman C111 12 104

Pembimbing Residen
dr. Nurhayati

Dosen Pembimbing
Prof.Dr.dr.Muhammad Ilyas, Sp.Rad (K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :


Nama :
1. Dedy Rahmat Syahir C111 10 174
2. K.Wibianto C111 11 108
3. Dewi Kurnia C111 11 274
4. Muhammad Yusuf C111 11 893
5. Nurul Arifah Hasman C111 12 104
Judul Laporan Kasus: Striktur Urethra pars membranacea
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian
Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Agustus 2016

Konsulen Pembimbing

Prof. Dr.dr.Muhammad Ilyas, Sp.Rad(K) dr. Nurhayati

Mengetahui,
Kepala Bagian Radiologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin

Prof.Dr.dr.Muhammad Ilyas, Sp.Rad(K)

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................... iii

BAB 1 LAPORAN KASUS .................................................................. 1

BAB 2 DISKUSI .................................................................................... 11

I. Pendahuluan ............................................................................ 11

II. Anatomi Dan Fisiologi ............................................................. 11

III. Etiologi ..................................................................................... 15

IV. Patofisiologi ............................................................................ 16

V. Manifestasi Klinis .................................................................... 17

VI. Pemeriksaan Radiologi............................................................. 19

VII. Penatalaksanaan ....................................................................... 29

VIII. Prognosis ................................................................................. 31

IX. Komplikasi .............................................................................. 31

X. Resume Klinis ......................................................................... 32

XI. Diskusi Radiologi .................................................................... 32

XII. Differential Diagnosis ............................................................. 36

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 41

iii
BAB I
LAPORAN KASUS
I.1 IdentitasPasien
Nama : Tn. Hati Samessa
No. rekam medik : 764806
Tanggal masuk RS : 2 Agustus 2016
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 31-12-1957
Umur : 58 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA Sederajat
Alamat/no.telp : LINGK I KANYUARA/ 082394508115
Status perkawinan : Kawin

I.2 Anamnesis
Keluhan utama : Buang air kecil lewat kateter cystostomi
Anamnesis terpimpin : Buang air kecil lewat kateter cystostomi dialami
sejak 3 bulan yang lalu setelah mengalami kecelakaan lalu lintas, Pasien
mengeluh tidak bias buang air kecil 1 hari setelah kecelekaan. Kemudian
pasien dilakukan pemasangan kateter di RS Nene Maelemo Sidrap tetapi tidak
berhasil, dan dirujuk ke Makassar RS Pelamonia dilakukan pemasangan
kateter tetapi tidak berhasil sehingga dilakukan operasi cystostomi. Riwayat
jatuh duduk setelah mengalami kecelakaan 3 bulan yang lalu. Riwayat keluar
darah dari kemauan tidak ada dan pasien sama sekali tidak bias buang air
kecil. Sehari setelah dilakukan operasi cystostomi, dilakukan uretrography di
RS Pelamonia, tetapi sulit di deteksi, kemudian dirujuk ke RS Wahidin
Sudirohusodo. Riwayat kencing berpasir sebelumnya tidak ada. Riwayat
kencing berbatu tidak ada. Riwayat demam tidak ada.

1
I.3 Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum : sakit sedang, gizi baik
Kesadaran : Compos Mentis (E4M6V5)
Tanda Vital
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 72x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,6C
Skala nyeri : VAS 0/10
BB : 61 kg
TB : 163 cm
IMT : 22.96 kg/m2
Kepala
Deformitas : Tidak ada
Simetris muka : Simetris
Rambut : Hitam, sukar dicabut
Ukuran : Normocephal
Mata
Eksoftalmus : Tidak ada
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Kornea : Refleks kornea (+/+)
Enoptalmus : Tidak ada
Sklera : Ikterus (-/-)
Telinga
Pendengaran : Dalam batas normal
Otorrhea : Tidak ada
Hidung
Epistaksis : Tidak ada
Rhinorrhea : Tidak ada
Leher
KGB : Tidak ada pembesaran

2
Kelenjar Gondok : Tidak ada pembesaran
Kaku kuduk : Tidak Ada
DVS : R+0 cmH2O
Paru
Inspeksi : Simetris kiri sama dengan kanan
Palpasi : Fremitus simetris kiri sama dengan kanan
Nyeri tekan tidak ada
Perkusis : Batas paru hepar ICS IV dekstra
Batas paru belakang kanan ICS IX
Batas paru belakang kiri ICS X
Auskultasi : Bunyi pernapasan: Vesikuler
Bunyi tambahan : Wheezing (-) Ronkhi (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : Batas kiri atas : ICS 2 Linea parasternalis sinistra
Batas kanan atas : ICS 2 linea parasternalis dekstra
Batas kanan bawah : ICS 4 linea parasternalis dextra
Batas kiri bawah : ICS 4 linea medio clavicularis sinistra
Aukultasi : BJ I/II murni reguler
Bising jantung (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
Palpasi : Hepar dan Lien tidak teraba
Massa tumor (-), Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani (+)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Ekstremitas
Tidak ada kelainan

3
Regio Costovertebra Dextra
Inspeksi : Tampak warna kulit sama dengan sekitarnya. Tampak
alignment tulang baik, gibbus tidak ada, hematom tidak
ada.
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, ballotement tidak ada pada
costovertebra
Perkusi : Nyeri tekan tidak ada
Regio Costovertebra Sinistra
Inspeksi : Tampak warna kulit sama dengan sekitarnya. Tampak
alignment tulang baik, gibbus tidak ada, hematom tidak
ada.
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, ballotement tidak ada pada
costovertebra
Perkusi : Nyeri tekan tidak ada
Regio Suprapubik
Inspeksi : Datar. Tampak terpasang kateter sistostomi no 18 F,
udem tidak ada, kemerahan tidak ada, tidak tampak
massa tumor.
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, vesica urinaria teraba kesan
kosong
Regio Genitalia Eksterna
Penis
Inspeksi : Tampak penis sudah tersirkumsisi, warna kulit lebih gelap dari
sekitarnya, tampak OUE di ujung penis, udem tidak ada,
hematom tidak ada.
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, tidak teraba massa tumor
Regio Scrotum
Inspeksi : Tampak warna kulit gelap dari sekitarnya, udem tidak ada,
hematom tidak ada.
Palpasi : Teraba 2 buah testis, kesan normal, nyeri tekan tidak ada, tidak
teraba massa tumor.

4
Rectal toucher
o Sfingter mencekik
o Mucosa recti licin
o Ampulla tidak kolaps
o Tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa
o Handscoen : terdapat feses dan tidak terdapat lendir dan darah
Kesan : Tidak tampak kelainan pada pemeriksaan Rectal Toucher

I.4 Pemeriksaan Laboratorium


Tanggal pemeriksaan : 11 Agustus 2016
Tes Hasil Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 12.8 g/dl 13.00 17.00
Hematokrit 40.9 % 45.00 54.00
RBC 4.45 10^6/mm 4.50 6.50
WBC 8.5 10^3/mm 4.00 10.00
PLT 277 10^3/mm 150.000-400.000
Basofil 0.05 10^3/ul 0.00.20
Neutrofil 5.77 10^3/ul 2.00-7.50
Eosinofil 0.45 10^3/ul 0.00-0.50
Limfosit 1.54 10^3/ul 1.00-4.00
Monosit 0.70 10^3/ul 0.20-1.00
PT 10.7 Detik 10-14
APTT 28.3 Detik 22.0-30.0
GDS 91 mg/dl 140
Ureum 23 mg/dl 10-50
Kreatinin 1.22 mg/dl <1.3
SGOT 48 U/L <38
SGPT 118 U/L <41
Natrium 143 mmol/L 136-145
Kalium 3.4 mmol/L 3.5-5.1
Klorida 103 mmol/L 97-111

5
I.5 Pemeriksaan Radiologi
Foto Polos Pelvis AP (25 Juli 2016)

Hasil pemeriksaan :
- Terpasang kateter setinggi os sacrum (cystostomy)
- Alignment pembentuk pelvis intak, tidak tampak dislokasi
- Tidak tampak fraktur dan destruksi tulang
- Mineralisasi tulang baik
- Kedus HIP dan SI joint baik
- Jaringan lunak sekitar kesan baik
Kesan : -Tidak tampak kelainan radiologik pada foto pelvis ini
- Terpasang Cystostomi

6
Foto Urethrocystography Retrograde (25 Juli 2016)

FOTO AP FOTO OBLIQ KANAN

Hasil pemeriksaan :
- Kontras Iodine sebanyak 15 cc dimasukkan melalui orifisium urethra externa
dengan fluoroscopy, tampak kontras hanya mengisi sampai urethra pars
anterior
- Tampak sumbatan pada urethra pars posterior dengan dilatasi urethra pars
anterior
Kesan : Striktur urethra pars posterior

7
Foto Polos Pelvis AP (8 Agustus 2016)

Hasil pemeriksaan :

- Terpasang kateter cystostomi setinggi os sacrum


- Alignment tulang dan sendi membentuk pelvis baik, tidak tampak dislokasi
- Tidak tampak fraktur maupun destruksi pada tulang
- Kedua SI dan hip joint dalam batas normal
- Mineralisasi tulang baik
- Jaringan lunak sekitarnya kesan baik
Kesan : -Tidak tampak kelainan radiologik pada foto pelvis ini
- Terpasang Cystostomi

8
Bipolar post void cystography Posisi AP dan Obliq (8 Agustus 2016)

Hasil pemeriksaan :

- Kontras Iodine sebanyak 50 cc dimasukkan melalui OUE, dengan fluoroscopy


tampak kontras mengisi dengan lancar urethra pars anterior, tampak
ekstravasasi kontras ke jaringan sekitarnya.
- Kontras Iodine sebanyak 200 cc dimasukkan melalui catheter cystostomi,
dengan fluoroscopy, tampak kontras dengan lancar mengisi buli-buli dengan
permukaan regular, tidak tampak filling defect maupun additional shadow.
Kemudian pasien mengedan, tampak kontras keluar melalui urethra pars
posterior.
- Kontras sebanyak 30 cc dimasukkan kembali melalui OUE dan pasien sambil
mengedan, tampak kontras dan OUE mengisi urethra pars anterior dan kontras
dari buli-buli mengisi urethra pars posterior. Tampak striktur pada urethra
pars membranacea sejauh 1,5 cm disertai ekstravasasi kontras ke jaringan
sekitarnya.
Kesan : Striktur urethra pars membranacea disertai rupture urethra parsial.

9
I.6 Diagnosis : Striktur urethra pars membranacea disertai rupture urethra
parsial

I.7 Terapi : - IVFD RL 28 tpm


- Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam/ IV
- Katerolac 30 gr/ 8 jam/ IV
- Ranitidin 50 gr/ 8 jam
- Internal Urethrotomi (Sache), dilanjutkan Operasi Urethroplasty

10
BAB II
DISKUSI
I. Pendahuluan
1. Definisi
Striktur urethra adalah penyempitan lumen atau berkurangnya diameter dan
atau elastisitas urethra akibat fibrosis pada dindingnya. Penyempitan lumen ini
disebabkan karena dindingnya mengalami fibrosis dan pada tingkat yang lebih
parah terjadi fibrosis korpus spongiosum. Striktur urethra dapat merupakan hasil
dari proses peradangan, iskemik, atau proses traumatik yang mana proses proses
tersebut dapat mengakibatkan pembentukan jaringan ikat dan mengurangi kaliber
lumen urethra mengakibatkan oposisi terhadap aliran urin antegrad. Striktur dapat
menyebabkan berbagai masalah kesehatan di saluran kemih, termasuk inflamasi
maupun infeksi sekunder. Striktur urethra posterior diakibatkan karena proses
fibrotik yang menyebabkan penyempitan muara kandung kemih dan biasanya
merupakan akibat dari cedera sekunder oleh karena trauma maupun tindakan
misalkan prostatektomi. 2,6

II. Anatomi dan Fisiologi


1. Anatomi
Vesica urinaria (VU) atau Kandung kemih merupakan kantong musculo
membranosa yang berfungsi untuk menampung air kemih (urin). Vesika urinaria
terletak tepat dibelakang os pubis di dalam rongga pelvis. Pada orang dewasa,
kapasitas maksimum vesika urinaria sekitar 500 ml. Vesika urinaria mempunyai
dinding otot yang kuat. Bentuk dan batas-batasnya sangat bervariasi sesuai
dengan jumlah urin yang tertampung. Vesika urinaria yang kosong pada orang
dewasa terletak seluruhnya di dalam pelvis; waktu terisi dinding atasnya terangkat
sampai masuk region hypogastrica. Pada anak-anak, vesika urinaria yang kosong
menonjol di atas pintu atas panggul; kemudian bila rongga pelvis membesar,
vesika urinaria terbenam ke dalam pelvis untuk menempati posisi seperti pada
orang dewasa.7

11
Urethra merupakan tabung yang menyalurkan urin keluar dari buli-buli
melalui proses miksi. Urethra dilengkapi dengan sfingter urethra interna yang
terletak pada perbatasan buli-buli dan urethra, serta sfingter urethra eksterna yang
terletak pada perbatasan urethra anterior dan posterior. Sfingter urethra interna
terdiri dari otot polos yang dipersarafi oleh sistem saraf simpatis sehingga saat
buli buli penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter urethra eksterna terdiri atas otot
bergaris dipersarafi oleh sistem somatik yang dapat diperintah sesuai dengan
keinginan seseorang. Pada saat kencing sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada
saat menahan kencing. 7
Urethra pria dewasa kurang lebih 23 25 cm. Urethra posterior pada pria
terdiri dari urethra pars prostatika yaitu bagian urethra yang dilingkupi oleh
kelenjar prostat, dan urethra pars membranacea. Di bagian posterior lumen urethra
prostatika, terdapat suatu tonjolan verumontanum, dan sebelah proksimal dan
distal dari verumontanum ini terdapat krista urethralis. Bagian akhir dari vas
deferens yaitu kedua duktus ejakulatorius terdapat di pinggir kiri dan kanan
verumontanum, sedangkan sekresi kelenjar prostat bermuara di dalam duktus
prostatikus yang tersebar di urethra prostatika. 7

Gambar 1. Anatomi Organ Urogenital Laki laki dan Perempuan1


Urethra perempuan panjangnya sekitar 1,5 inci (3,8 cm). Urethra terbentang
dari collum vesica urinaria sampai ke vestibulum vulvae, di mana urethra
bermuara kurang lebih 1 inci distal dari clitoris.7
12
Urethra laki laki dibagi menjadi dua, yakni urethra pars anterior dan pars
posterior. Urethra pars posterior dibagi menjadi urethra pars prostatica dan pars
membranacea. Urethra pars anterior dibagi menjadi uretra pars spongiosa, pars
bulbar, dan fossa navicularis.7
Urethra pars prostatica berjalan melalui prostat dari basis sampai ke apex.
Urethra pars prostatica merupakan bagian yang paling lebar dari seluruh uretra.
Pada dinding posterior terdapat peninggian longitudinal yang disebut crista
urethralis. Pada setiap sisi crista urethralis terdapat alur yang disebut sinus
prostaticus, glandulae prostate bermuara pada sinus ini. Pada puncak crista pubica
terdapat cekungan, disebut utriculus prostaticus. Pada pinggir utriculus terdapat
muara kedua ductus ejaculatorius.7
Urethra pars membranacea terletak di dalam diaphragm urogenitale,
dikelilingi oleh musculus sphincter urethrae. Bagian ini merupakan bagian paling
pendek dan kurang dapat dilebarkan.7
Urethra pars bulbosa bermula di proksimal setinggi aspek inferior dari
diafragma urogenitalia, yang menembus dan berjalan melalui korpus spongiosum.
Korpus spongiosum merupakan jaringan serabut otot polos dan elastin yang kaya
akan vaskularisasi. Kapsul fibrosa yang dikenal sebagai tunika albuginea
mengelilingi korpus spongiousum. Korpus spongiosum dan korpus kavernosum
bersama-sama ditutupi oleh dua lapisan berurutan. Lapisan ini antara lain fascia
bucks dan fascia dartos, fascia bucks merupakan lapisan paling tebal terdiri dari
dua lapisan dan masing-masing terdiri atas lamina interna dan eksterna. Dua
lamina dari fascia bucks membagi diri untuk menutupi korpus spongiosum.
Fascia dartos merupakan lapisan jaringan ikat longgar subdermal yang
berhubungan dengan fascia colles di perineum.7
Urethra pars spongiosa dikelilingi jaringan erektil di dalam bulbus dan
corpus spongiosum penis. Meatus urethrae externus merupakan bagian yang
tersempit dari seluruh urethra. Bagian urethra yang terletak di dalam glans penis
melebar membentuk fossa navicularis.7
Lumen uretra pars spongiosa masing-masing di dalam bulbus penis, disebut
fossa intrabulbaris, dan pada glans penis, dinamakan fossa navicularis urethrae.
Lacunae urethrales (= lacuna morgagni) adalah cekungan-cekungan yang
13
terdapat pada dinding uretra di dalam glans penis yang membuka kearah ostium
uretra eksternum, dan merupakan muara dari saluran keluar dari glandula
urethrales. Ostium uretra eksternum terdapat pada ujung glans penis dan
merupakan bagian yang paling sempit.7

2. Fisiologi
Miksi atau berkemih adalah proses pengosongan kandung kemih yang diatur
oleh dua mekanisme yaitu refleks berkemih dan kontrol volunter. Refleks
berkemih terpicu ketika reseptor tegang di dalam dinding kandung kemih
terangsang. Kandung kemih pada orang dewasa dapat menampung hingga 250 ml
hingga 400 ml urin sebelum tegangan di dindingnya mulai cukup meningkat
untuk mengaktifkan reseptor regang. Semakin besar tegangan melebihi ukuran ini,
semakin besar tingkat pengaktifan reseptor. Serat-serat aferen dari reseptor regang
membawa impuls ke medulla spinalis dan akhirnya melalui antarneuron,
merangsang saraf parasimpatis untuk kandung kemih dan menghambat neuron
motorik ke sfingter eksternus. Stimulasi saraf parasimpatis kandung kemih
menyebabkan organ ini berkontraksi. Tidak ada mekanisme khusus yang
dibutuhkan untuk membuka sfingter internus. Perubahan bentuk kandung kemih
selama kontraksi akan secara mekanis menarik terbuka sfingter internus. Secara
bersamaan, sfingter eksternus melemas karena neuron-neuron motoriknya
dihambat. Kini dua sfingter terbuka dan urin terdorong melalui uretra oleh gaya
yang ditimbulkan oleh kontraksi kandung kemih. Refleks berkemih ini yang
seluruhnya adalah refleks spinal, mengatur pengosongan kandung kemih pada
bayi. Segera setelah kandung kemih terisi cukup untuk memicu refleks, bayi
secara otomatis berkemih. 2
Selain memicu refleks berkemih, pengisian kandung kemih juga
menyadarkan yang bersangkutan akan keinginan untuk berkemih. Persepsi
penuhnya kandung kemih muncul sebelum sfingter eksternus secara refleks
melemas, memberi peringatan bahwa miksi akan segera terjadi. Akibatnya,
kontrol volunter berkemih, dapat mengalahkan refleks berkemih sehingga
pengosongan kandung kemih dapat berlangsung sesuai keinginan yang
bersangkutan dan bukan ketika pengisian kandung kemih pertama kali
14
mengaktifkan reseptor regang. Jika waktu refleks miksi tersebut dimulai kurang
sesuai untuk berkemih, maka yang bersangkutan dapat dengan sengaja mencegah
pengosongan kandung kemih dengan mengencangkan sfingter eksternus dan
diafragma pelvis. Impuls eksisatorik volunter dari korteks serebri mengalahkan
sinyal inhibitorik refleks dari reseptor regang ke neuron neuron motorik yang
terlibat sehingga otot-otot ini tetap berkontraksi dan tidak ada urin yang keluar.2
Berkemih tidak dapat ditahan selamanya karena kandung kemih terus terisi
maka sinyal refleks dari reseptor regang meningkat seiring waktu. Akhirnya
sinyal inhibitorik refleks ke neuron motorik sfingter eksternus menjadi
sedemikian kuat sehingga tidak lagi dapat diatasi oleh sinyal eksisatorik volunter
sehingga sfingter melemas dan kandung kemih secara tak terkontrol
mengosongkan isinya. Berkemih juga dapat secara sengaja dimulai, meskipun
kandung kemih tidak teregang, dengan secara sengaja melemaskan sfingter
eksternus dan diafragma pelvis. Turunnya dasar panggul memmungkinkan
kandung kemih turun, yang secara simultan menarik terbuka sfingter uretra
internus dan meregangkan dinding kandung kemih. Pengaktifan reseptor regang
yang kemudian terjadi akan menyebabkan kontraksi kandung kemih melalui
refleks berkemih. Pengosongan kandung kemih secara sengaja dapat dibantu oleh
kontraksi dinding abdomen dan diafragma pernapasan. Peningkatan tekanan
intraabdomen yang ditimbulkannya menekan kandung kemih ke bawah untuk
mempermudah pengosongan.2

III. Etiologi
Striktur urethra dapat disebabkan karena suatu infeksi, trauma pada urethra,
dan kelainan bawaan. Infeksi yang paling sering menimbulkan striktur urethra
adalah infeksi oleh kuman gonokokkus yang telah menginfeksi uretra beberapa
tahun sebelumnya. Keadaan ini sekarang jarang dijumpai karena banyak
pemakaian antibiotika untuk memberantas urethritis.4

15
Trauma yang menyebabkan striktura uretra adalah trauma tumpul pada
selangkangan, fraktur tulang pelvis, dan instrumentasi atau tindakan transuretra
yang kurang hati-hati. Tindakan pemasangan kateter yang kurang hati-hati dapat
menimbulkan salah jalan yang menimbulkan kerusakan urethra dan menyisakan
striktur dikemudian hari. Demikian pula pada fiksasi kateter yang tidak benar
dengan pemakaian kateter yang menetap menyebabkan penekanan uretra pada
perbatasan uretra bulbo-pendulare yang menyebabkan penekanan uretra terus-
menerus, menimbulkan hipoksia uretra daerah itu yang pada akhirnya
menimbulkan fistula atau striktur uretra.4

Gambar 2. Striktur urethra12

IV. Patofisiologi
Proses radang akibat trauma atau infeksi pada uretra akan menyebabkan
terbentuknya jaringan parut pada urethra. Jaringan parut ini berisi kolagen dan
fibroblast, dan ketika mulai menyembuh jaringan ini akan berkontraksi ke seluruh
ruang pada lumen dan menyebabkan pengecilan diameter uretra, sehingga
menimbulkan hambatan aliran urine. Karena adanya hambatan, aliran urine
mencari jalan keluar di tempat lain dan akhirnya mengumpul di rongga periuretra.
Karena ekstravasasi urine, daerah tersebut akan rentan terjadi infeksi akan
menimbulkan abses periuretra yang kemudian bisa membentuk fistula uretrokutan
(timbul hubungan uretra dan kulit). Selain itu resiko terbentuknya batu buli -buli
juga meningkat, timbul gejala sulit ejakulasi dan gagal ginjal.11

16
Sesuai dengan derajat penyempitan lumennya, striktur urethra dibagi menjadi
tiga,yaitu :
1. Ringan : jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen urethra
2. Sedang : jika terdapat oklusi 1/3 sampai dengan diameter lumen urethra
3. Berat : jika terdapat oklusi lebih besar dari diameter lumen urethra
Pada penyempitan derajat berat kadang kala teraba jaringan keras di korpus
spongiosum yang dikenal dengan spongiofibrosis.11

Gambar 3. Derajat penyempitan lumen urethra11

V. Manifestasi klinis
Pada penyakit striktur urethra dapat bermanifestasi klinis sebagai berikut;
Urin yang berwarna gelap, terdapat darah dalam urin, penurunan urin atau
keluarnya urin yang lambat, urin keluar seperti disemprot dan bercabang, rasa
sakit saat buang air kecil, sakit perut, uretra bocor, pembengkakan penis,
hilangnya kontrol kandung kemih.8
Pada inspeksi kita perhatikan meatus uretra eksterna, adanya pembengkakan
atau fistel di sekitar penis, skrotum, perineum, dan suprapubik. Kemudian kita
palpasi apakah teraba jaringan parut sepanjang uretra anterior pada ventral penis,
jika ada fistel kita pijat muaranya untuk mengeluarkan nanah di dalamnya. 6,8

17
Pemeriksaan colok dubur berguna untuk menyingkirkan diagnosis lain seperti
pembesaran prostat. Pemeriksaan penunjang berguna untuk konfirmasi diagnosis
dan menyingkirkan diagnosis banding.6,8
Namun pemeriksaan foto retrograde uretrogram dikombinasikan dengan
voiding cystouretrogram tetap dijadikan standar pemeriksaan untuk menegakan
diagnosis. Radiografi ini dapat menentukan panjang dan lokasi dari striktur.
Penggunaan ultrasonografi (USG) cukup berguna dalam mengevaluasi striktur
pada pars bulbosa. Dengan alat ini kita juga bisa mengevaluasi panjang striktur
dan derajat luas jaringan parut, contohnya spongiofibrosis. Ini membantu
kitamemilih jenis tindakan operasi yang akan dilakukan pada pasien.6,8
Kita dapat mengetahui jumlah residual urine dan panjang striktur secara
nyata, sehingga meningkatkan keakuratan saat operasi. Pemeriksaan yang lebih
maju adalah dengan memakai uretroskopi dan sistoskopi, yaitu penggunaan
kamera fiberoptik masuk ke dalam uretra sampai ke buli-buli. Dengan alat inikita
dapat melihat penyebab, letak, dan karakter striktur secara langsung.6,8
Pencitraan menggunakan magneting resonance imaging bagus dilakukan
sebelum operasi karena dapat mengukur secara pasti panjang striktur, derajat
fibrosis, dan pembesaran prostat. Namun alat ini belum tersedia secara luas dan
biayanya sangat mahal sehingga jarang digunakan. Pemeriksaan laboratorium
seperti urinalisis atau cek darah lengkap rutin dikerjakan untuk melihat
perkembangan pasien dan menyingkirkan diagnosis lain.6,8
Pemeriksaan radiologi adalah dasar konfirmasi untuk menentukan adanya
striktur urethra. Pencitraan konvensional urethra dengan urethrosistography
retrograt mudah untuk dilakukan, faslitas yang siap tersedia, dan sebagai
pemeriksaan dengan biaya efektif untuk mendeteksi kasus yang secara klinis
relevan dengan melibatkan uretra anterior dan kasus yang melibatkan uretra
membranacea sehingga menjadikan modalitas pencitraan ini sebagai pemeriksaan
pencitraan awal untuk kasus yang dicurigai sebagai striktur terutama di Negara
negara berkembang.6,8

18
VI. Pemeriksaan Radiologi
1. Urethrografi retrograde
Definisi
Uretrografi retrograd atau ascending urethrography merupakan
pemeriksaan radiologi yang menggunakan zat kontras untuk menilai keadaan
uretra pada pria. Zat kontras dimasukkan secara retrograd dari uretra bagian distal
ke bagian proksimal.9
Prosedur
Setelah pasien diposisikan, maka dilakukan traksi pada penis, usahakan
agar uretra tidak superposisi dengan tulang. Jika penis ditraksi ke lateral kanan,
maka fleksikan lutut kanan sehingga kaki kanan berada di bawah paha kiri,
lakukan hal yang sebaliknya jika penis ditraksi ke lateral kiri. Gunakan teknik
aseptik pada saat pemasangan kateter (ukuran 16 18 F pada orang dewasa).
Masukkan ujung kateter pada fossa navikularis (sekitar 1,5 cm) dan gembungkan
balon dengan 1 1,5 cc air. Tidak disarankan untuk menggunakan lubrikasi
karena menyebabkan ujung kateter mudah terlepas. sekitar 20 30 cc zat kontras
water soluble yang mengandung iodium dengan konsentrasi 300 mg/ml
diinjeksikan. Usahakan agar tidak ada udara yang masuk dengan menegakkan
spoit saat injeksi kontras. Jika terdapat udara, aspirasi zat kontras yang telah
masuk dan masukkan kembali zat kontras dengan posisi spoit tegak. Ambil foto
kembali setelah pengisian kontras selesai dilakukan.9
Kontraindikasi
- Infeksi saluran kemih akut9
Interpretasi
Urethrogram retrograde normal : Ada tiga fitur kunci dari striktur yang harus
dapat diidentifikasi pada RUG, termasuk lokasi striktur, panjang striktur, dan
keadaan uretra patologi lainnya yang menyertai. Dalam rangka untuk
memungkinkan interpretasi yang akurat, pemahaman rinci tentang anatomi
urethra yang normal sangat penting. Uretra biasanya dibagi menjadi bagian
anterior dan posterior. Uretra anterior terdiri dari fossa naviculare, uretra pars
penis, dan urethra bulbar. Urethra pars posterior terdiri dari uretra membranasea,
dan uretra prostatika. Setelah itu, apabila telah disuntikkan suatu kontras
19
radioopak dengan benar, seluruh urethra baik anterior maupoun posterior
seharusnya terisi dangan kontras dan terlihat jet ke leher kandung
kemih.Verumontanum akan tampak sepert defek pengisian di urethra posterior
yang berbentuk bulat. Ujung distal dari verumontanum yang menandai batas
proksimal uretra membranacea dan menegakkan 1 cm dari uretra yang melewati
diafragma urogenital. Kaliber uretra anterior harus halus dan seragam dari meatus
uretra ke penobulbar junction. Pada titik ini, uretra bulbar mengalami perubahan
berbentuk-S kecil dalam lintasannya, yang biasanya berkorelasi dengan
penoscrotal junction. Mempertahankan traksi pada penis memungkinkan untuk
meluruskan panjang maksimal uretra, yang pada gilirannya membantu dengan
benar mengidentifikasi panjang striktur dari segmen urethra ini. Pada tingkat
uretra bulbar, pelebaran kaliber diamati, diikuti oleh tapering segera pada
proksimal ke tingkat uretra membranasea. Kadang opasifitas saluran Cowper juga
dapat dilihat di sini. Dalam beberapa kasus, kompresi serat anterior otot
bulbospongiosus (musculus kompresor nuda) dapat dilihat di bulbar urethra pada
ujung proksimal. Ini adalah temuan normal yang tidak boleh keliru untuk striktur
uretra bulbar proksimal. Opasifitas uretra membranacea sebagai untaian tipis dari
kontras ke apex dari kelenjar prostat, yang dapat diidentifikasi dengan
verumontanum seperti sebagai defek pengisian yang diskrit. Suatu urethra pars
posterior yang normal dan kompeten akan tertutup saat istirahat dan selama RUG,
dan distensi dari segmen uretra ini tidak terlihat.10
Ekspertise
Hal yang perlu dinilai adalah pasase kontras, besar, bentuk dan posisi dari
uretra dan kelainannya. Luput lesi, bayangan tambahan, dan ekstravasasi kontras
juga harus dinilai.9

20
Affect of patient positioning on the appearance of the urethra during retrograde urethrography. (a) Retrograde
urethrogram obtained with the patient supine shows the bulbous urethra as a diverticulum-like outpouching.
(b) On a retrograde urethrogram obtained after the patient was placed in a steep oblique position with the
penis stretched, the penoscrotal junction and bulbous urethra have a normal appearance.

Gambar 4. Pemeriksaan Retrograd Urethrography yang diambil dari posisi supine dan
obliq10

Posterior urethral rupture extending through the urogenital diaphragm to involve the bulbous urethra
following blunt trauma (type III urethral injury). (a) Retrograde urethrogram reveals contrast material
extravasation at the membranous urethra (arrow). The contrast material extends below the urogenital
diaphragm and surrounds the proximal bulbous urethra. (b) Drawing illustrates type III urethral injury.

Gambar 5. Pemeriksaan Retrograd urethrography pada pasien blunt trauma10


Komplikasi9
- Infeksi saluran kemih
- Trauma uretra

2. Voiding Cystourethrography
Definisi
Voiding cystourethrography (VCUG) adalah metode pencitraan yang paling
umum digunakan dalam evaluasi uretra wanita dan urethra pria bagian posterior.

21
Voiding cystourethrography memiliki nama lain micturating cystourethragraphy.
VCUG merupakan pemeriksaan radiologi untuk menilai katup vesikoureter.9
Prosedur
Seteleh kateter terpasang dan dihubungkan dengan infus set yang berisi zat
kontras, teteskan zat kontras sehingga vesica urinaria terisi secara gravitasi.
Teknik ini bertujuan agar pengisian vesica urinaria yang dilakukan menyerupai
keadaan fisiologis normal. Oleh karena itu ketinggian botol infus harus
diperhatikan agar tidak lebih dari 100 cm dari posisi pasien. Perhatikan tetesan
infus, tetesan tersebut akan melambat hingga berhenti jika vesica urinaria terisi
penuh. Melalui fluoroscopy, perhatikan adanya refluks vesikoureter saat zat
kontras dimasukkan per infus. Posisi yang paling baik untuk menilai refluks yang
minimal adalah posisi oblik (RPO dan LPO), karena perbatasan vesikoureter
terletak di aspek posterolateral dari vesica urinaria. Jika refluks sudah terjadi
pengisian, maka pengisian zat kontras dihentikan. Ambil foto pada posisi AP,
RPO, dan LPO. Jika refluks mencapai ginjal, ambil juga spot foto pada ginjal
tersebut. Jika refluks mencapai ginjal, kosongkan vesica urinaria dan tunggu 15
menit, lalu ambil kembali spot foto. Hal ini bertujuan untuk membedakan refluks
simpel dengan refluks yang disertai obstruksi ureter. Jika refluks belum terjadi
meskipun tetesan infus sudah berhenti, maka vesica urinaria telah terisi penuh,
klem kateter urin. Minta agar pasien miksi. Pada pasien anak yang tidak bisa
diminta untuk miksi, rangsangan dengan kapas alkohol yang dioleskan pada
daerah suprapubik atau tiupan ke daerah suprapubik dapat memberikan
rangsangan untuk miksi. Kateter tetap terpasang saat miksi sehingga lebih mudah
jika pemeriksaan ingin diulang. Jika ingin menilai keadaan uretra seperti ada
tidaknya posterior urethral valve (pada anak laki laki), maka kateter harus
dilepas. Namun kerugiannya adalah jika pemeriksaan ingin diulang karena ada
foto yang tidak terambil, pemasangan kateter harus dilakukan kembali. Jika pasien
tidak dapat miksi juga, pemasangan kateter harus dilakukan kembali untuk
mengosongkan vesica urinaria. Perhatikan refluks vesikoureter saat pasien miksi.
Ambil foto pada posisi AP, RPO, dan LPO, jika refluks mencapai ginjal, ambil
juga spot foto pada ginjal tersebut. Jika refluks mencapai ginjal, kosongkan vesica

22
urinaria dan tunggu 15 menit, lalu ambil kembali spot foto. Hal ini bertujuan
untuk membedakan refluks simpel dengan refluks yang disertai obstruksi ureter.9
Interpretasi
Selama proses aktif berkemih, leher kandung kemih terbuka luas dan menjadi
berbentuk corong di keduanya baik laki-laki maupun perempuan. Pada pasien
laki-laki, verumontanum tampak memanjang dan uretra bulbar proksimal
memiliki penampilan kurang mengerucut. Voiding cystourethrography mungkin
tidak menunjukkan kelainan tertentu dari anterior uretra laki-laki karena uretra
anterior normal tidak sepenuhnya terdistensi sebagaimana derajat yang terlihat di
urethrography retrograde. Sebuah studi retrograde adalah cara yang paling tepat
untuk mengevaluasi bagian anterior dari uretra, dan studi voiding adalah cara
yang paling tepat untuk mengevaluasi bagian posterior uretra. Voiding antegrade
melibatkan distensi dari kandung kemih dengan media kontras larut air melalui
tabung suprapubik atau kateter uretra. Sebuah foto polos diambil sebelum
pemberian bahan kontras. Setelah kandung kemih teregang dengan media kontras,
tabung suprapubik dijepit atau kateter uretra dilepas dan pasien diminta untuk
berkemih. Gambar diambil sebelum, selama, dan setelah fase berkemih. Metode
ini dapat membantu menggambarkan anatomi uretra posterior. Voiding
Cystography (VCUG) dapat memberikan penilaian yang sangat baik dari uretra
posterior. Bertentangan dengan RUG, leher kandung kemih dan uretra prostat
mengalami distensi selama penilaian VCUG. Karena fitur fisiologis ini, VCUG
dapat memungkinkan untuk penilaian proksimal yang lebih baik dari striktur yang
tampak obliterasi atau sedikit obliterasi yang gagal untuk secara memadai
ditampilkan dengan RUG saja.5,10
Kontraindikasi9
Infeksi saluran kemih akut

23
Prostatic urethrorectal fistula in a patient who sustained both a urethral disruption and a rectal injury in an
automobile accident. Voiding cystourethrogram demonstrates a distal prostatic urethrorectal fistula (white
arrow); the urethral stricture (black arrow) is just distal to the fistula. R _ rectum.

Gambar 6. Voiding Cystourethrography (VCUG)10

Stricture following traumatic bulbomembranous urethral distraction injury. Combined voiding


cystourethrogramretrograde urethrogram depicts both the proximal and distal ends of the stricture (straight
arrows), which allowed measurement of the length of the stricture. Some continuing extravasation is also
present (curved arrow).

Gambar 7. Kombinasi RUG VCUG untuk menampilkan panjang striktur dan


mengevaluasi keadaan utethra posterior.10
Striktur yang mengikuti trauma uretra bulbomembranous . Kombinasi RU VCUG
menggambarkan kedua ujung proksimal dan distal striktur (panah lurus), yang
memungkinkan pengukuran panjang striktur. Ekstravasasi yang berlanjut (panah
melengkung).10

24
Ekspertise
Jika ada penyempitan dalam uretra posterior selama berkemih, maka ini
menunjukkan striktur. Dalam contoh ini, ada striktur bulbar terlihat selama
injeksi. Urethra posterior tidak terbuka lebar seperti yang diharapkan pada saat
istirahat. Namun selama berkemih, daerah uretra membran masih sangat
sempit.5,10 Penilaian utama adalah refluks vesicoureter. Refluks disebut low-
pressure jika terjadi pengisian melalui tertesan infuse. Refluks disebut high-
pressure jika terjadi saat pasien miksi.9
Pilihan untuk melakukan VCUG tersedia segera mengikuti pemberian kontras
pada saat RUG. Atau, akses kateter ureter kaliber kecil dapat melewati striktur
untuk memasukkan kontras ke dalam kandung kemih. Kadang-kadang, pasien
akan memiliki kateter suprapubik in-situ selama penilaian radiografi, yang sangat
menyederhanakan dan memudahkan prosedur VCUG. Pada kasus yang jarang,
VCUG dapat dilakukan setelah pemberian kontras intravena. Teknik seperti itu
jarang, karena risiko reaksi kontras. Ketika VCUG dilakukan untuk menilai
striktur uretra, posisi pasien harus dipertahankan dengan cara yang sama seperti
RUG, dengan pasien dalam posisi miring seperti yang dijelaskan sebelumnya.
Sistografi statis memiliki peran kecil dalam mengevaluasi striktur uretra anterior.
Untuk keadaan dari cedera urethra oleh karena patah tulang panggul (PFUI),
Sistografi statis dapat memberikan perkiraan panjang defek distraksi. Selanjutnya,
cystography statis dapat memberikan penilaian kompetensi leher kandung kemih.
Pasien fraktur panggul memiliki risiko signifikan untuk mengalami cedera
neurologis, dan inkontinensia berikutnya setelah upaya rekonstruksi.5,10
Komplikasi9
- Alergi zat kontras
- Sistitis diinduksi zat kontras

3. Uretrosistografi retrograd
Definisi
Uretrosistografi retrograd merupakan pemeriksaan radiologi yang
menggunakan zat kontras untuk menilai keadaan uretra dan vesica urinaria. Zat
kontras dimasukkan secara retrograd melalui orificium uretra eksternus.

25
Pemeriksaan ini merupakan kombinasi pemeriksaan uretrografi retrograd dan
pemeriksaan sistografi retrograd. Namun zat kontras dimasukkan melalui
orificium uretra eksternus.9
Prosedur
Sama dengan pemeriksaan uretrogarfi namun pemberian zat kontras
dilanjutkan sampai mengisi vesica urinaria. Dosis zat yang diberikan serupa
dengan pemeriksaan uretrografi dan sistografi.9

Gambar 8. Urethrosistografi retrograd dimana tampak striktur pada uretra pars


posterior9
Kontraindikasi9
- Infeksi saluran kemih akut
- Kehamilan
- Ruptur uretra
Komplikasi9
Infeksi saluran kemih
Alergi (risiko lebih kecil dibandingkan pemberian zat kontras intravena)
Sistitis yang diinduksi zat kontras

26
4. Uretrosistografi Bipolar
Definisi
Uretrografi bipolar merupakan pemerikaan radiologi yang mengguunakan
zat kontras untuk menilai keadaan uretra dari aspek distal dan proksimal. Zat
kontras diinjeksikan secara retrograde dari uretra bsgisn distal ke bagian
proksimal. Zat kontras juga diinjekikan melalui kateter sistostomi untuk mengisi
vesika urinaria dan pasien diminta untuk buang air kecil sehingga zat kontras akan
turun dan mengisi uretra darin aspek proksimal.9
Indikasi
- Menilai batas proksimal dan batas distal dari suatu obstruksi di uretra
Kontraindikasi
- Alergi zat kontras
Prosedur
Pada persiapan, pakaian dan perhiasan pasien berbahan metal milik pasien
harus ditanggalkan. Pasien diminta untuk mengenakan gaun dari rumah sakit.
Persiapkan lembar informed consent dan berikan penjelasan kepada pasien
mengenai prosedur yang akan dilakukan beserta komplikasi yang dapat terjadi.9
Pasien diposisikan berbaring miring 35 400. Penis diletakkan ke lateral di atas
paha bagian proksimal dengan traksi yang adekuat.16 Setelah pasien diposisikan
dan dilakukan traksi pada penis, (usahakan agar uretra tidak superposisi dengan
tulang). Jika penis ditraksi ke lateral kanan, maka fleksikan lutut kanan sehingga
kaki kanan berada di bawah paha kiri, lakukan hal yang sebaliknya jika penis
ditraksi ke lateral kiri. Gunakan teknik aseptic pada saat pemasangan kateter
(ukuran 16F-18F pada orang dewasa). Masukkan ujung kateter pada fossa
navikularis (sekitar 1.5 cm) dan gembungkan balon dengan 1-1.5 cc air. Tidak
disarankan untuk lubrikasi karena menyebabkan kateter mudah terlepas. Sekitar
200-30cc water soluble contrast yang mengandung iodium dengan konsentrasi
300mg/mL diinjeksikan hingga mencapai batas distal dari obstruksi. Usahakan
agar tidak ada udara yang masuk dengan menggunakan spoit saat injeksi kontras.
Jika terdapat udara, aspirasi zat kontras yang telah masuk dan masukkan kembali
zat kontras sengan posisi spuit tegak. Ambil foto kembali setelah pengisian
kontras selesai dilakukan. Batas distal dari obstruksi terlihat dari pemeriksaan
27
tahap pertama ini. Pemeriksaan berikutnya adalah sistografi melalui kateter
sistografi melalui kateter sistostomi untuk menentukan batas proksimal dari
obstruksi. Zat kontras yang dimasukkan adalah zat larut air yang mengandung
yodium dengan konsentrasi 50 100 mg/ml. Setelah vesika urinaria terisi penuh,
ambil foto sementara pasien diminta untuk miksi. Bladder neck akan terbuka dan
zat kontras masuk ke uretra. Batas proksimal obstruksi dapa terlihat dari tahap ini.
Terakhir, ambil foto kembali.9

Gambar 9. Pemeriksaan bipolar urethrosistografi dimana tampak striktur pada


uretra posterior pars membranacea disertai ekstravasasi dari zat kontras yang
dimasukkan melalui OUE10
Ekspertise
Tentukan batas proksimal dan distal suatu obstruksi. perlu dinilai adalah
pasase kontras, besar, bentuk dan posisi dari uretra dan kelainannya. Luput lesi,
bayangan tambahan, dan ekstravasasi kontras juga harus dinilai.9
Komplikasi9
- Ruptur urethra atau vesica urinaria
- Alergi
- Sistitis yang diinduksi zat kontras

28
VII. Penatalaksanaan
Medikamentosa
Pemberian obat pada striktur uretra hanya berupa pengobatan Simptomatik 8
Terapi bedah
1. Uretra dilation
Ini merupakan cara yang paling lama dan paling sederhana dalam
penanganan striktur uretra. Direkomendasikan pada pasien yang tingkat
keparahan striktur masih rendah atau pasien yang kontra indikasi dengan
pembedahan. Dilatasi dilakukan dengan menggunakan balon kateter atau busi
logam dimasukan hati-hati ke dalam uretra untuk membuka daerah yang
menyempit. Pendarahan selama proses dilatasi harus dihindari karena itu
mengindikasikan terjadinya luka pada striktur yang akhirnya menimbulkan
striktur baru yang lebih berat. Hal inilah yang membuat angka kesuksesan terapi
menjadi rendah dan sering terjadi kekambuhan.8

2. Urethrotomy internal
Teknik bedah dengan derajat invasive minim, dimana dilakukan tindakan
insisi pada jaringan radang untuk membuka striktur. Insisi menggunakan pisau
otis atau sasche. Otis dikerjakan jika belum terjadi striktur total, sedangkan pada
striktur lebih berat pemotongan dikerjakan secara visual menggunakan kamera
fiberoptik dengan pisau sasche. Tujuan uretrotomi interna adalah membuat
jaringan epitel uretra yang tumbuh kembali di tempat yang sbelumnya terdapat
jaringan parut. Jika tejadi proses epitelisasi sebelum kontraksi luka
menyempitkan lumen, uretrotomi interna dikatakan berhasil. Namun jika
kontraksi luka lebih dulu terjadi dari epitelisasi jaringan, maka striktur akan
muncul kembali. Angka kesuksesan jangka pendek terapi ini cukup tinggi,
namun dalam 5 tahun angka kekambuhannya mencapai 80%. Selain timbulnya
striktur baru, komplikasi uretrotomi interna adalah pendarahan yang berkaitan
dengan ereksi, sesaat setelah prosedur dikerjakan, sepsis, inkontinensia urine, dan
disfungsi ereksi.8

29
3. Stent uretra permanen
Stent adalah benda kecil, elastis yang dimasukan pada daerah striktur. Stent
biasanya dipasang setelah dilatasi atau uretrotomi interna. Ada dua jenis stent
yang tersedia, stent sementara dan permanen. Stent permanen cocok untuk
striktur uretra pars bulbosa dengan minimal spongiofibrosis. Biasanya digunakan
oleh orang tua, yang tidak fit menjalani prosedur operasi. Namun stent permanen
juga memiliki kontra indikasi terhadap pasien yang sebelumnya menjalani
uretroplasti substitusi dan pasien straddle injury dengan spongiosis yang dalam.
Angka rekurensi striktur bervariasi dari 40%-80% dalam satu tahun. Komplikasi
sering terjadi adalah rasa tidak nyaman di daerah perineum, diikuti nyeri saat
ereksi dan kekambuhan striktur.8
4. Uretroplasty
Uretroplasti merupakan standar dalam penanganan striktur uretra, namun
masih jarang dikerjakan karena tidak banyak ahli medis yang menguasai teknik
bedah ini. Sebuah studi memperlihatkan bahwa uretroplasti dipertimbangkan
sebagai teknik bedah dengan tingkat invasif minimal dan lebih efisien daripada
uretrotomi. Uretroplasti adalah rekonstruksi uretra terbuka berupa pemotongan
jaringan fibrosis. Ada dua jenis uretroplasti yaitu uretroplasti anastomosis dan
substitusi. Uretroplasti anastomosis dilakukan dengan eksisi bagian striktur
kemudian uretra diperbaiki dengan mencangkok jaringan atau flap dari jaringan
sekitar. Teknik ini sangat tepat untuk striktur uretra pars bulbosa dengan panjang
striktur 1-2 cm. Uretroplasti substitusi adalah mencangkok jaringan striktur yang
dibedah dengan jaringan mukosa bibir, mukosa kelamin, atau preputium. Ini
dilakukan dengan graft, yaitu pemindahan organ atau jaringan ke bagian tubuh
lain, dimana sangat bergantung dari suplai darah pasien untuk dapat bertahan.
Proses graft terdiri dari dua tahap, yaitu imbibisi dan inoskulasi. Imbibisi adalah
tahap absorsi nutrisi dari pembuluh darah paien dalam 48 jam pertama. Setelah
itu diikuti tahap inoskulasi dimana terjadi vaskularisasi graft oleh pembuluh
darah dan limfe. Jenis jaringan yang bisa digunakan adalah buccal mucosal graft,
full thickness skin graft, bladder epithelial graft, dan rectal mucosal graft. Dari
semua graft diatas yang paling disukai adalah buccal mucosal graft atau jaringan

30
mukosa bibir, karena jaringan tersebut memiliki epitel tebal elastis, resisten
terhadp infeksi, dan banyak terdapat pembuluh darah lamina propria. Tempat
asal dari graft ini juga cepat sembuh dan jarang mengalami komplikasi. Angka
kesuksesan sangat tinggi mencapai 87%. Namun infeksi saluran kemih, fistula
uretrokutan, dan chordee bisa terjadi sebagai komplikasi pasca operasi.8

VIII. Prognosis
Striktur uretra kerap kali kambuh, sehingga pasien harus sering menjalani
pemeriksaan yang teratur oleh dokter. Penyakit ini dikatakan sembuh jika setelah
dilakukan observasi selama 1 tahun tidak menunjukkan tanda-tanda kekambuhan.
Setiap pasien kontrol berkala dilakukan pemeriksaan pancaran urine yang
langsung dilihat oleh dokter atau dengan pemeriksaan uroflowmetri. Utuk
mencegah terjadinya kekambuhan, sering kali pasien harus menjalani beberapa
tindakan, antara lain dilatasi berkala dengan busi dan kateterisasi bersih mandiri
berkala (KBMB) atau CIC (clean intermitten catheterization), yaitu pasien
dianjurkan melakukan kateterisasi secara periodik pada waktu tertentu dengan
kateter yang bersih (tidak perlu steril).3

IX. Komplikasi4
- Discharge uretra
- Infeksi saluran kemih
- Cystitis (radang kandung kemih)
- Prostatitis kronis (peradangan pada kelenjar prostat) atau epididimitis
(radang
- Epididimis, sistem saluran yang menyimpan sperma selama pematangan).
- Abses pada jaringan sekitarnya uretra
- Uretra diverticulum (pembukaan kantong yang abnormal dari uretra) /
kalkulus (garam mineral mengeras) urethrocutaneous fistula (bagian
abnormal)
- Kanker uretra (satu sepertiga sampai setengah dari laki-laki dengan kanker
uretra memiliki riwayat penyakit striktur).

31
- Batu kandung kemih (karena perlambatan kronis atau menghentikan aliran
urin dan infeksi).

X. Resume Klinis
Seorang laki-laki berusia 58 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan buang
air kecil lewat kateter cystostomi dialami sejak 3 bulan yang lalu setelah
mengalami kecelakaan lalu lintas, Pasien mengeluh tidak bias buang air kecil 1
hari setelah kecelekaan. Kemudian pasien dilakukan pemasangan kateter di RS
Nene Maelemo Sidrap tetapi tidak berhasil, dan dirujuk ke Makassar RS
Pelamonia dilakukan pemasangan kateter tetapi tidak berhasil sehingga dilakukan
operasi cystostomi. Riwayat jatuh duduk setelah mengalami kecelakaan 3 bulan
yang lalu. Riwayat keluar darah dari kemauan tidak ada dan pasien sama sekali
tidak bias buang air kecil. Sehari setelah dilakukan operasi cystostomi, dilakukan
uretrography di RS Pelamonia, tetapi sulit di deteksi, kemudian dirujuk ke RS
Wahidin Sudirohusodo. Riwayat kencing berpasir sebelumnya tidak ada. Riwayat
kencing berbatu tidak ada. Riwayat demam tidak ada. Pada pemeriksaan radiologi
urethrocystography retrograde pada tanggal 25 juli 2016 terdapat kesan striktur
urethra pars posterior. Pada pemeriksaan radiologi bipolar post void cystography
Pada tanggal 8 agustus 2016 tampak striktrus pada urethra pars membranacea
sejauh 1,5 cm disertai ekstravasasi kontras ke jaringan sekitarnya. Pada
pemeriksaan Laboratorium dalam batas normal. Sehingga pasien dapat
didiagnosis menderita striktrus urethra pars membranacea.

XI. Diskusi Radiologi


Pemeriksaan Radiologi adalah dasar konfirmasi untuk menentukan adanya
striktur urethra. Sebelum melakukan pemeriksaan radiologi untuk menegakkan
diagnosis, maka dilakukan pemeriksaan foto polos pelvis untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya fraktur pada pelvis atau adanya batu pada vesica urinaria
atau pada ureter yang dapat mengganggu penegakan diagnosis striktur urethra.
Pada pasien ini pemeriksaan radiologi yang dilakukan untuk menegakkan
diagnosis adalah dengan menggunakan Bipolar post void cystourethrogram untuk

32
lebih menvisualisasikan urethra anterior dan posterior, serta untuk mengetahui
batas dan letak pasti dari striktur yang terjadi pada urethra. Dari hasil pemeriksaan
foto urethrography retrograd pada tanggal 25 juli 2016, didapatkan bahwa zat
kontras yang dimasukkan melalui OUE pasien hanya mengisi sampai urethra
anterior pars bulbosa yang disebabkan karena sumbatan pada urethra pars
posterior dan disertai dilatasi pada urethra pars anterior sehingga didapatkan kesan
Striktur Urethra pars Posterior. Sedangkan dari hasil pemeriksaan Bipolar post
void Cystography pada tanggal 8 Agustus 2016, tampak kontras Iodine yang
dimasukkan melalui OUE pasien hanya mengisi sampai urethra pars anterior
disertai ekstravasasi kontras ke jaringan sekitarnya, dan kontras Iodine yang
dimasukkan melalui kateter Cystostomi, dengan fluoroscopy tampak kontras
mengisi sebagian urethra pars posterior dan tampak striktur terjadi pada urethra
pars membranacea sejauh 1,5 cm disertai ekstravasasi cairan kontras ke jaringan
sekitarnya, sehingga didapatkan kesan Striktur urethra pars membranacea disertai
rupture urethra parsial. Kasus striktur yang terjadi pada urethra pars membranacea
dicurigai disebabkan karena riwayat trauma yang pernah dialami sebelumnya oleh
pasien. Struktur urethra pars membranacea yang paling sempit diantara urethra
yang lain dan panjang urethra yang paling minimal (kurang lebih 1,5 cm)
membuat urethra pars membranacea yang paling sering mengalami striktur.
Sedangkan ekstravasasi cairan ke sekitar urethra disebabkan karena striktur yang
terjadi menyebabkan cairan (urine) dari Vesica Urinaria tidak dapat dialirkan,
sehingga tekanan yang semakin besar menyebabkan cairan (urine) berusaha
mencari jalan keluar lain untuk mengatasi obstruksi total yang terjadi. Untuk
mengatasi striktur tersebut, dilakukan prosedur operasi Internal Urethrotomi
(Sachse) pada tanggal 16 Agustus 2016, dimana dari hasil operasi striktur tidak
berhasil ditangani, sehingga penanganan selanjutnya untuk mengatasi striktur
yaitu dengan prosedur urethroplasty.

33
Foto Polos Pelvis AP (25 Juli 2016)

SI Joint

Hip Joint

Kateter Cystostomi

Hasil pemeriksaan :
- Terpasang kateter setinggi os sacrum (cystostomy)
- Alignment pembentuk pelvis intak, tidak tampak dislokasi
- Tidak tampak fraktur dan destruksi tulang
- Mineralisasi tulang baik
- Kedua HIP dan SI joint baik
- Jaringan lunak sekitar kesan baik
Kesan : Tidak tampak kelainan radiologik pada foto pelvis ini

34
Foto Urethrocystografy Retrograd (25 Juli 2016)

Urethra Pars Posterior


yang mengalami Striktur

Urethra Anterior Pars Bulbosa

Urethra Anterior Pars Cavernosa

Ostium Urethra Externum

Spoit 50 CC yang digunakan untuk


memasukkan zat kontras (Iodium) ke
dalam OUE

Foto Posisi AP

Urethra Posterior pars Membranacea


yang mengalami Striktur

Urethra Anterior Pars Bulbosa

Urethra Anterior Pars Cavernosa

Foto Posisi Obliq Kanan

35
Foto Bipolar Post Void Cystografy (8 Agustus 2016)

Vesica Urinaria

Urethra Posterior Pars


Protatika

Urethra Posterior Pars


Membranacea
AP Obliq Kanan (mengalami striktur)

Kateter Cystostomi

Urethra Anterior Pars


Bulbosa

Urethra Anterior Pars


Cavernosa
AP Obliq Kanan

XII. Differensial Diagnosis Radiologi


1. Benigna prostat hipertropi
Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) adalah hiperplasia kelenjar periuretral
prostat yang akan mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer. Dari gejala
klinis di temukan pancaran urin melemah, miksi yang terputus-putus
(intermittency), mengedan saat berkemih (straining), nokturia, disuria, perasaan
berkemih yang mendesak (urgensi), menunggu lampias saat berkemih (hesitancy),
dan pengosongan vesica urinaria yang tidak sempurna, nampak gambaran fish
hook appearance dan pine tree (pendesakan vesica urinaria). 7,8

36
Gambar 10. Benigna Prostat Hipertropi dimana tampak fish hook appearance dan
pine tree13

2. Ruptur Urethra
Ruptur uretra adalah kerusakan kontinuitas uretra yang disebabkan oleh
ruda paksa yang datang dari luar (patah tulang panggul atau straddle injury) atau
dari dalam (kateterisasi, tindakan-tindakan melalui uretra). 7,8
Uretra pars membranasea melalui diafragma urogenital dan bagian ini yang
sering mengalami kerusakan Diafragma urogenital terikat pada rami inferior os
pubis dan bila terjadi patah tulang panggul maka diafragma bergerak dan terjadi
robekan pada uretra pars membranase tersebut. Uretra bagian proksimal terdorong
ke atas oleh hematoma di daerah periprostatika dan perivesikal. Ruptur di daerah
uretra anterior terjadi pada straddle injury atau instrumentasi iatrogenic
(kataterisasi,sistoskopi) 7,8

37
Gejalanya adalah Riwayat trauma yang khas: ruptur uretra anterior/straddle
injury, ruptur uretra posterior, patah tulang panggul (os pubis/simpisis pubis).
Pada umunya didapatkan perdarahan uretra, baik pada ruptur anterior maupun
posterior. Pada ruptur uretra posterior biasanya tidak dapat melakukan miksi,
sedangkan pada ruptur uretra anterior didapatkan hematoma atau pembengkakan
di daerah kantong buah zakar, kadang-kadang disertai pula dengan pembengkakan
perineum dan batang penis, disebut sebagai hematoma kupu-kupu. Pada patah
tulang panggul dan ruptur uretra posterior, kemungkinan besar terjadi kerusakan
organ ganda (multipel). 7,8

Retrograde urethrogram with extravasation of contrast at site of posterior urethral injury.

Gambar 11. Rupture Urethra disertai ekstravasasi zat kontras ke jaringan sekitar14
Ruptur urethra menyebabkan ekstravasasi kontras disekitar urethra pars
membranasea. ada ekstravasasi dari bahan kontras ke dalam ruang perivesical .
distrupsi yang tidak sempurna prostatomembranous dilihat sebagai ekstravasasi
kecil, dengan kontras yang masuk ke dalam uretra prostat dan kandung kemih.7,8

3. Rupture Vesica Urinaria


Ruptur buli disebut juga trauma buli-buli atau trauma vesika urinaria
merupakan keadaan darurat bedah yang memerlukan penatalaksanaan segera Bila
tidak ditanggulangi dengan segera, dapat menimbulkan komplikasi seperti
perdarahan hebat, peritonitis dan sepsis. Secara anatomi buli - buli terletak di

38
dalam rongga pelvis terlindung oleh tulang pelvis sehingga jarang mengalami
cedera. Penyebab trauma kandung kemih terbanyak karena kecelakan lalu lintas
atau kecelakaan kerja yang menyebabkan fragmen patah tulang pelvis yang
mencederai buli-buli. Fraktur tulang panggul dapat menimbulkan ruptur kandung
kemih. Ruptur kandung kemih dapat bersifat intraperitoneal dan ekstraperitoneal.
Ruptur buli ekstraperitoneal biasanya akibat tertusuk fragmen fraktur tulang pelvis
pada dinding depan kandung kemih yang penuh. Cedera pada abdomen bawah
sewaktu kandung kemih penuh menyebabkan ruptur buli intraperitoneal. Trauma
buli sering disebabkan oleh kompresi dari luar, dan sering didapatkan bersama
dengan fraktur pelvis. Penyebab lain adalah trauma iatrogenik.15
Kurang lebih 90% trauma tumpul buli-buli adalah akibat fraktur felvis.
Robeknya buli-buli karena fraktur pelvis bisa juga terjadi akibat fragmen tulang
pelvis merobek dindingnya. Dalam keadaan penuh terisi urine, buli-buli mudah
robek sekali jika mendapatkan tekanan dari luar berupa benturan pada perut
sebelah bawah. Buli-buli akan robek pada bagian fundus dan menyebabkan
ekstravasasi urine ke rongga intraperitoneum.15
Umumnya fraktur tulang dan pelvis disertai pendarahan hebat sehingga tidak
jarang penderita datang dalam keadaan anemik bahkan sampai syok. Pada
abdomen bagian bawah tampak jelas atau hematom dan terdapat nyeri tekan pada
daerah supra publik di tempat hematom. Pada ruptur buli-buli, intraperitonial
urine yang sering masuk ke rongga peritonial sehingga memberi tanda cairan intra
abdomen dan rangsangan peritonial. Lesi ekstra peritonial memberikan gejala dan
tanda infitrat urine dirongga peritonial yang sering menyebabkan sepsis.15
Setelah mengalami cedera pada abdomen sebelah bawah, pasien mengeluh
nyeri pada bagian suprasimfisis, kencing bercampur darah atau mungkin pasien
tidak dapat buang air kecil. Gambaran klinis yang lain tergantung pada etiologi
trauma, bagian buli-buli yang mengalami cedera yaitu intra/ekstraperitoneal,
adanya organ lain yang mengalami cedera, serta penyulit yang terjadi akibat
trauma. Dalam hal ini mungkin didapatkan tanda fraktur pelvis.15

39
Cystogram of intraperitoneal bladder rupture. The contrast enters the intraperitoneal cavity and outlines loops
of bowel.

Gambar 12. Ruptur vesica urinaria dengan tampak zat kontras masuk ke dalam
rongga intraperitoneal16

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Putz, R dan Pabst, R. Sobotta: Atlas Anatomi Manusia, Edisi 22, Jilid 2.
Munchen: Elsevier GmbH; 2006.
2. Sherwood, Lauralee (2012). Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem (sixth
ed). West Virginia : West Virginia University
3. Purnomo, B (2010). Pedoman an Diagnosis dan Terapi. Malang:Universitas
Brawijaya
4. Urologic Surgery. From: http://urology.wustl.edu/en/Patient-Care/Urethral-
Stricture-Disease/Urethral-Stricture-Evaluation. 2011
5. Broghammer, J. (2015, November 21). Urethral Stricture in Males. Retrieved
06 16, 2016, from Medscape: http://emedicine.medscape.com/article/450903-
overview
6. Castle, E. (1986). Retrieved 06 17, 2016, from Mayo Clinic:
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/urethral-
stricture/basics/definition/con-20037057
7. Maciejewski, C. (2015). Imaging of Urethral Stricture Disease. Transl Androl
Urol , 2 - 9.
8. Wistara, A. et Al. (2012). Diagnosis dan Penanganan Striktur Uretra. 5 - 13.
9. Malueka, RG. (2006). Radiologi Diagnostik.Yogyakarta
10. Kawashima, A. (2006). Imaging of Urethral Disase: A Pictorial Review. '/
11. Purnomo BB. Dasar - dasar Urologi. Malang: Sagung Seto; 2012.
12. Kerkar, P. (2016). Urethral Stricture. From: epain assisst.
http://www.epainassist.com/pelvic-pain/urethral-stricture
13. Gaillard, F. (2007). Fish hook Ureter. British Journal of Radiology. From:
http://www.radpod.org/2007/12/14/fishhook-ureter/
14. Burks, F. N. (2015). Urethrogram. From: Medscape.
http://emedicine.medscape.com/article/1893948-overview#a4
15. Ramadhani, NL. (2015). Tinjauan Pustaka: Ruptur Vesica Urinaria. From:
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48440/4/Chapter%20II.pdf
16. Gill, B. C. (2014). Bladder Trauma. From: Medscape.
http://emedicine.medscape.com/article/441124-overview#a9

41

Anda mungkin juga menyukai