Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

GENERAL ANESTESI TEKNIK INTUBASI ETT PADA KASUS CWL

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan


Pendidikan Program Profesi Dokter Stase Anestesi
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing :
dr. Damai Suri, Sp.An

Diajukan Oleh:
Riyan Yusmadri
J510165075

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016

LEMBAR PENGESAHAN

CASE REPORT
GENERAL ANESTESI TEKNIK INTUBASI ETT PADA KASUS CWL
Diajukan Oleh :
Riyan Yusmadri
J510165075

Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada tanggal 2 Juli 2016

Pembimbing :
dr. Damai Suri, Sp.An (..................................)

Dipresentasikan di hadapan :
dr. Damai Suri, Sp.An (..................................)

Disahkan Ketua Program Profesi :


dr. Dona Dewi N (.................................)

BAB I
PENDAHULUAN
Rinosinusitis kronis disertai dengan polip hidung adalah suatu penyakit
inflamasi yang melibatkan mukosa hidung dan sinus paranasal, dapat mengenai
satu atau lebih mukosa sinus paranasal dan disertai dengan timbulnya masa lunak
bertangkai, berwarna putih keabu-abuan, jernih, mengandung cairan yang dapat
tumbuh secara tunggal maupun bergerombol pada mukosa hidung dan sinus
paranasal (Budiman dan Asyari, 2012).
Rinosinusitis kronik dikelompokkan lagi menjadi rinosinusitis kronik
dengan polip hidung dan tanpa polip hidung. Definisi tersebut di atas menekankan
bahwa sinusitis pada umumnya disertai terjadinya inflamasi mukosa hidung dan
sinus paranasal secara bersamaan. Oleh karena itu menurut European of
Allergology and Clinical Immunology Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal
Polyps, penggunaan kata rinosinusitis lebih disarankan daripada sinusitis
(Fokkens et al, 2007).
Penyebab terjadinya rinosinusitis kronis bersifat multifaktorial meliputi
faktor penjamu (host) baik sistemik maupun lokal, faktor mikrobial dan faktor
lingkungan (Fokkens, 2012 ; Singh & Tiwari, 2014). Rinosinusitis umumnya
dimulai karena adanya inflamasi pada mukosa hidung terutama daerah kompleks
osteomeatal atau inflamasi pada mukosa sinus sehingga menyebabkan tertutupnya
ostium sinus paranasal. Tertutupnya ostium sinus paranasal mengakibatkan
terganggunya ventilasi udara dan aliran selimut mukus sehingga terjadi absorbsi
oksigen pada ruang sinus yang menyebabkan tekanan negatif dan hipoksia pada
ruang sinus, akibatnya terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan
angiogenesis yang mengakibatkan transudasi, berkurangnya kekentalan selimut
mukus sehingga kecepatan aliran mukus menurun dan berhenti sama sekali, dan
menjadi media pertumbuhan kuman yang cukup baik. Tatalaksana pembedahan
yang dilakukan ada beberapa cara, antara lain : bedah sinus endoskopi fungsional
dan operasi sinus terbuka, seperti operasi Caldwell-Luc, etmoidektomi eksternal,
trepinasi sinus frontal dan irigasi sinus (Singh & Tiwari, 2014)..
Anestesi umum adalah tindakan anestesi yang dilakukan dengan cara
menghilangkan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih
kembali atau reversibel. Anestesi umum meliputi: menghilangkan nyeri, tidak
sadar, amnesia, reversibel, dapat diprediksi, sinonim dengan narkose. Intubasi
trakea ialah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima
glottis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea antara pita
suara dan bifukasio trakea. Indikasi sangat bervariasi dan umumnya ialah mejaga
patensi jalan napas oleh sebab apapun, mempermudah ventilasi positif dan
oksigen, pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi (Latief et al., 2007).
BAB II
LAPORAN KASUS
STATUS PENDERITA

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. F.
No.RM : 18.XX.XX
Jenis Kelamin : Perempuan
Masuk Tgl : 16 November 2016
Umur : 37 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Jati tg gede, Karanganyar

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di bangsal kantil I
RSUD Karanganyar pada tanggal 16 November 2016
Keluhan Utama : Nyeri pada kedua pipi
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada kedua pipi, memberat saat
pasien menunduk dan pilek tidak sembuh-sembuh sejak 3 bulan yang
lalu. Pasien juga mengeluhkan hidung tersumbat, mampet pada hidung
kanan dan kiri, pusing dan disekitar mata pasien terasa cekot-cekot,
pasien tidak mengeluhkan batuk maupun sesak. Hal ini sering terjadi dan
kambuh-kambuhan. Oleh dr.I pasien dikatakan mengalami sinusitis
kronis tanpa polip nasal sehingga pasien setuju untuk dilakukan operasi
Caldwell-Luc(CWL) yaitu operasi membuka salah satu dinding sinus
dengan membuka fossa kanina pada tanggal 16 November 2016.

Anamnesis Sistemik
Neuro : Sensasi nyeri baik, gemetaran (-), sulit tidur (-)
Kardio : Nyeri dada (-), dada berdebar-debar (-)
Pulmo : Sesak napas (-), batuk lama (-)
Abdomen : Diare (-), kembung (-), konstipasi (-)
Urologi : BAK (+) dan BAB(-), panas (-)
Muskolo : Nyeri ditangan dan kaki (-)

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit yang sama : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Asma : disangkal
Riwayat Mondok : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Diabetes : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat Asma : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Hipertensi : diakui
Riwayat Diabetes : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal

Riwayat Operasi dan Anestesi


Disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Pemeriksaan Fisik
1) Status Generalis
Keadaan Umum : Compos Mentis
Vital Sign : - Tekanan darah : 120/90 mmHg
- Frekuensi Nafas : 20 x/ menit
- Frekuensi Nadi : 68x/ menit
- Suhu : 36,4 o C
- Berat Badan : 60 kg
- Tinggi badan 164 cm
Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-),
dipsneu ( -),
Hidung : Deviasi (+/-), hidung tersumbat (+), nyeri pada
hidung (+), pernapasan cuping hidung (-)
Leher : Retraksi supra sterna (-), peningkatan JVP (-),
pembesaran kelenjar limfe (-)
Thorax : Retraksi (-)
Paru I: Pengembangan dada kanan = kiri

P: Fremitus raba kanan = kiri

P: Sonor-sonor
A: Suara dasar: vesikuler +/+, Suara tambahan : -/-

Jantung I : Ictus cordis tidak tampak

P : Ictus cordis tidak kuat angkat

P : Batas jantung kesan tidak melebar

A: BJ I-II intensitas normal,reguler, bising(-)

Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), hepar lien tidak teraba

Pemeriksaan penunjang

1. Rontgent

Kesan hasil Radiologi : dalam batas normal

2. Laboratorium
Darah Rutin Nilai Nilai normal satuan
Hb 13,3 12.00 16.00 g/dL
Ht 40,5 37 47 Vol%
Leukosit 7,26 5,0 10,0 10^3/uL
Trombosit 478 150 300 mm3
Eritrosit 4,85 4,50 5,50 10^6/uL
MCV 83,5 82 92 fL
MCH 27,4 27 31 Pg
MCHC 32,8 32-37 g/dL
Gran 72,5 50-70,0 %
Limfosit 20,5 25,0 40,0 %
Monosit 5,5 3,0 9,0 %
Eosinofil 1,0 0 ,55,0 %
Basofil 0,5 0,0-1,0 %
Clotting Time 0330 2-8 Menit
Bleeding Time 0130 1-3 menit
GDS 87 70 150 mg/dL
creatinin 0,75 0,5-0,9 mg/dL
ureum 28 10-50 mg/dL
HbsAg NR NR

Kesan hasil laboratorium : dalam batas normal


3. EKG
4.

Kesan hasil EKG : dalam batas normal

IV. DIAGNOSIS
Sinusitis kronis tanpa polip nasal

V. TERAPI
Pro Operasi Caldwell-Luc

VI. KONSUL ANESTESI


Seorang perempuan usia 55 tahun dengan diagnosis sinusitis kronis yang
akan dilakukan tindakan operasi CWL pada tanggal 16 November 2016.
Hasil laboratorium dan Vital sign terlampir.
Kegawatan Bedah : (-)
Derajat ASA : II
Rencana tindakan anestesi : General anestesi Intubasi ETT
VII. LAPORAN ANESTESI
Nama : Ny. F
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 37 Tahun
No RM : 18.XX.XX
Premedikasi : Granisetron, fentanyl, midazolam
Diagnosa pra bedah : Sinusitis kronik
Diagnosa pasca bedah : CWL
Anestesi : General anestesi
Induksi : Recofol
Pemeliharaan : O2, N20, sevofluran
Ijin operasi : sudah (+)
Tanggal operasi : 16 november 2016
Jenis operasi : orthoe
Anestesi : GA teknik intubasi ETT
Jumlah cairan : Infus Ringel Laktat 500cc
Hemoglobin : 13,3 gr/dL
Temperatur : 36,40C,
TD : 120/90 mmHg
Keadaan pernapasan : frekuensi 20x/menit, dan volume napas cukup
Keadaan gizi : kesan baik

VIII. TATA LAKSANA ANESTESI

1. Di ruang persiapan
a.Cek persetujuan operasi dan identitas penderita
b. Pemeriksaan tanda-tanda vital
c.Lama puasa 8 jam
d. Cek obat dan alat anestesi
e.Posisi terlentang
f. Infus RL 30 tpm
2. Di ruang operasi
a. Jam 09.00 pasien masuk kamar operasi, manset dan monitor
dipasang, TD 120/60 mmHg, HR : 68x/m, Saturasi Oksigen : 99% .
O2, N2O, dan agent (sevoflurane) sudah disiapkan. Menyiapkan
laringoskop, guedel/mayo, plester, endotracheal tube nomer 7,5,
stetoskop, dan suction. Obat premedikasi dimasukan melalui IV line.
- Fentalyn Inj. 50 g/ml (2ml)
- Granisetron inj. 1 mg/ml (4ml)
- Midazolam 5mg/ml (5ml)
b. Jam 09.15 dilakukan induksi dengan Propofol 90 mg, segera kepala
diekstensikan, face mask didekatkan pada hidung dengan O2 6
l/menit. Setelah reflek bulu mata menghilang, dan tampakada tanda
tanda relaksasi otot leher dan rongga mulut, laringoskop kita
masukan sambil menelusuri lidah, kemudia kita melihat uvula dan
trakea. Setelah terlihat trakea ETT no. 7,5 dan guedel kita masukan,
kemudian masukan kunci dengan mengisi udara pada cuff sesuai
kebutuhan. Selang sirkuit kita hubungkan dengan ETT kemudian
kita pompa below. Setelah terpasang baik dihubungkan dengan
mesin anestesi untuk mengalirkan N2O dan O2. N2O mulai diberikan
3L dengan O2 3 L /menit untuk memperdalamkan anestesi,
bersamaan dengan ini sevofluran dibuka sampai 3% dan sedikit
demi sedikit ( sesudah setiap 5-10 kali tarik nafas) diturunkan
dengan 1,5% sampai 2 % tergantung reaksi dan besar tubuh
penderita. Kedalaman anestesi dinilai dari tanda-tanda mata (reflek
bulu mata), nadi tidak cepat dan posisi tubuh terhadap rangsang
operasi tidak banyak berubah.
c. Jam 09.20 operasi dimulai dan tanda vital serta saturasi oksigen
dimonitor tiap 15 menit.
d. Jam 09:45 infus RL diganti Tuthofusion 30tpm
e. Jam 10.00 operasi selesai penderita dipindah ke ruang recovery.
f. Setelah operasi selesai agent, N2O, dan O2 kita tutup (matikan).
Pemberian oksigen recovery. Apabila sudah selesai guedel dan ETT
kita lepas dengan cara menyedot kunci yang berisi udara dan plester
kita lepas. Sebelumnya saliva kita suction sampai bersih kemudian
ETT kita angkat.
g. Setelah itu airway masuk dengan memasang sungkup untuk
memberikan O2, kita tunggu sampai pasien dipindahkan dari meja
operasi ke tempat tidur pasien dan ke ruang pemulihan (recovery
room).

Monitoring Selama Anestesi.


Jam Tensi Nadi SaO2 Keterangan

09.00 120/60 68 99% Masuk ruang operasi, infuse RL 500cc, obat


premedikasi dimasukan melalui IV line

09.15 120/60 68 98% Induksi Recofol 90 mg dan pemasangan ETT

09.20 120/60 72 99% Operasi dimulai

09.30 128/70 80 99% Kondisi pasien stabil

09.45 132/80 83 99% infus RL diganti Tuthofusion 30tpm

10.00 153/85 85 99% Operasi selesai, pasien dipindahkan ke ruang


recovery
Intake Cairan :

a) RL
b) Tuthofusion
3. Recovery Room
Pasien masuk Ruang RR pukul 10.10 dalam posisi supine
(terlentang) dengan kepala ekstensi, pasien mengantuk, monitoring tanda
vital serta saturasi O2 dan diberikasn O2 3 liter/ menit lewat mulut. TD
153/85 mmHg, Nadi : 85x/m, RR : 25x/m, Suhu : 36,4C. Jam 10.30
pasien sadar penuh dan dipindah ke bangsal.

4. Intruksi pasca anestesi


Posisi supine dengan oksigen 3 liter/ menit
Kontrol vital sign jika TD < 100 mmHg, infus dipercepat, beri
efedrin
Bila muntah diberikan granisetron dan bila kesakitan diberikan
analgesik
Lain lain
- Antibiotik sesuai THT
- Analgesik sesuai THT
- Puasa sampai dengan flatus
- Post operasi, cek Hb. Bila Hb< 10mg/dl transfusi sampai Hb
10
- Kontrol balance cairan
- Monitor vital sign
BAB III
PEMBAHASAN

Rinosinusitis, istilah bagi suatu proses inflamasi yang melibatkan mukosa


yang melapisi hidung (rinitis) dan sinus paranasal (sinusitis). Rinitis dan sinusitis
umumnya terjadi bersamaan, sehingga terminologi saat ini yang lebih diterima
adalah rinosinusitis (Busquets, 2006). Rinosinusitis kronis dalah suatu proses
inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal dengan gejala yang menetap lebih
dari 12 minggu. Berdasarkan ada atau tidaknya polip nasi pada pemeriksaan
endoskopi, rinosinusitis kronis dibagi menjadi 2, yaitu rinosinusitis kronis dengan
atau tanpa polip nasi (Staiknien, 2008)
Berdasarkan lamanya penyakit rinosinusitis dibagi menjadi 2, yaitu (1)
Akut : gejala rinosinusitis menetap < 12 minggu, dan mengalami resolusi komplit
gejala. (2) Kronik : gejala rinosinusitis menetap > 12 minggu, tanpa resolusi
gejala komplit (termasuk kronik eksaserbasi akut) (Fokkens et al, 2012)
Tindakan bedah sederhana pada sinusitis kronik adalah membuat suatu
lubang draenase yang memadai. Suatu prosedur yang radikal dinamakan menurut
dua ahli bedah yang mempopulerkannya yaitu operasi Caldwell-Luc. Prosedur
bedah ini, epitel rongga sinus maksilaris diangkat seluruhnya dan pada akhir
prosedur dilakukan antrostomi untuk drainase.
Anestesi umum adalah tindakan anestesi yang dilakukan dengan cara
menghilangkan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih
kembali atau reversibel. Anestesi umum meliputi: menghilangkan nyeri, tidak
sadar, amnesia, reversibel, dapat diprediksi, sinonim dengan narkose. Teknik
Pemberiaan Obat Anestesi Umum ada 2 jenis yaitu : inhalasi (Anestesi dengan
menggunakan gas atau cairan anestesi yang mudah menguap sebagai zat
anestetika melalui udara pernafasan) dan parenteral (Anestesi umum yang
diberikan secara parenteral baik intravena maupun intamuskular). Teknik anestesi
umum meliputi sungkup muka, nafas spontan, intubasi endotrakea dengan nafas
spontan, dan intubasi dengan nafas kendali.
Premedikasi adalah pemberian obat sebelum induksi anestesi dengan
tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan, dan bangun dari anestesi. Anestesi
intravena selain untuk induksi juga dapat digunakan untuk rumatan anesetesi.
Tambahan anestesi regional atau untuk membentu prosedur diagnostik misalnya
thiopental, ketamin, dan propofol. Untuk anestesi intravena total biasanya
menggunakan propofol. Pada kasus ini, digunakan Recofol/propofol sebagai
induksi anestesi.
Pada kasus ini sebelum diberikan obat induksi anestesi, pasien terlebih
dahulu di berikan obat premedikasi yang bertujuan untuk melancarkan induksi,
rumatan, dan pulih dari anestesi. Obat premedikasi pada pasien ini menggunakan
antara lain :
Fentanyl 1 3 g/kgBB
Golongan opioid kuat yang digunakan untuk mengurangi / menghilangkan
nyeri.
memiliki efek depresi terutama pada sistem susunan saraf pusat, respirasi
dan gastrointestinal.
Metabolisme di hati dan diekskresi melalui empedu dan urin.
Efek analgetik 100x morfin
Midazolam 0,05-0,1 mg/kgBB
midazolam memiliki onset kerja yang lebih cepat, efek amnesia yang lebih
besar, efek sedasi yang lebih kecil, serta masa pemulihannya lebih cepat
dibandingkan diazepam
Nyeri injeksi dan thrombosis vena jauh lebih jarang ditemukan
dibandingkan diazepam
Fungsi mental kembali normal dalam 4 jam.
Granisetron 10-40 mcg/kg
Serotonin 5-HT3 merangsang saraf vagus, menyampaikan rangsangan ke
CTZ dan pusat muntah sehingga terjadi mual dan muntah.
mengatasi mual dan muntah yang hebat dan relatif aman
Dapat menyebabkan hipotensi, bradikardia, bronkospasme dan sesak
napas, konstipasi.
Induksi anestesi adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi
tak sadar, sehingga memungkinkan untuk dimulainya anestesi dan pembedahan.
Induksi anestesi pada pasien dilakukan dengan pemberian Propofol 20 mg sebagai
pelumpuh otot sintetik dengan masa kerja pendek.
Propofol adalah obat hipnotik intravena diisopropilfenol yang
menimbulkan induksi anenstesi yang cukup dengan aktivitas eksitasi yang
maksimal. Dan menginduksi secara cepat. Propofol tidak merusak fungsi hati dan
ginjal. Pada pemberian propofol akan timbul apneu sehingga perlu di atasi dengan
pemasangan sungkup muka untuk membentu pernafasan pasien.
Manajemen jalan napas adalah perlindungan jalan napas pada pasien tanpa
refleks perlindungan melalui intubasi endotrakeal, alat bantu jalan napas
supraglotis, dan trakeotomi/koniotomi. Dalam kasus ini yang dijadikan pilihan
adalah intubasi endotrakeal, indikasi penggunaan intubasi endotrakeal adalah
pasien yang tidak puasa dan tidak memiliki risiko aspirasi, operasi di daerah
abdomen dan toraks, operasi pada posisi tengkurap. Intubasi oral pada kasus ini
adalah pada seorang perempuan yaitu dengan tuba endotrakeal berukuran 7,5;
kedalaman masuk sekitar 22 cm sampai barisan gigi. relaksasi otot diperlukan
sehingga keluhan pasca-operasi lebih sedikit (Wrobel, 2010). Untuk fase rumatan
di gunakan O2 3L/min + N2O 3L/min + sevofluran 1,5%. O2 diberikan untuk
mencukupi oksigenase jaringan. N2O bersifat anaestesi lemah tetapi efek
analgesiknya kuat, harus diberikan bersamaan dengan O2 minimal 2,5%. Pada
anestesi inhalasi biasanya dikombinasikan dengan anestesi inhalasi lain seperti
halotan atau sevofluran.
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti milieu interior
dalam batas-batas fisiologis dengan cairan kristaloid (elektrolit) atau koloid
(plasma ekspander) secara intravena. pembedahan dengan anastesia memerlukan
puasa sebelum dan sesudah pembedahan. Terapi cairan parenteral diperlukan
untuk mengganti deficit cairan saat puasa sebelum dan sesudah pembedahan,
mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti perdarahan yang terjadi
dan mengganti cairan pindah ke ruang ketiga (ke rongga peritoneum, ke luar
tubuh) (Latief, 2002).
Resusitasi cairan pasien Ny. F dengan berat badan 60 kg dengan operasi
sedang diberikan tutofusin. Pada pasien tidak diberikan cairan pengganti puasa
karena selama puasa pasien mendapat pasokan makanan secara intra vena (infus)
ketika masuk ke kamar operasi. Berdasarkan jenisnya cairan intravena yang
digunakan dalam kasus ini adalah cairan kristaloid yaitu Lactate Ringers dan
tutofusin yang tujuan terapinya adalah sebagai cairan pengganti (replacement) dan
bersifat isotonis (Soenarjo, 2010)
BAB IV
KESIMPULAN

Pada kasus ini, pasien terdiagnosa sinusitis kronis. Dilakukan operasi


CWL menggunakan anestesi umum (General Anestesi) dengan intubasi
endotracheal tube ukuran 7,5 dengan obat-obatan premedikasi dan anestesi
intravena maupun inhalasi yang sesuai. Dalam operasi CWL ini menggunakan
General Anestesi dikarenakan General Anestesi menghilangkan rasa sakit seluruh
tubuh secara sentral dan juga memblock nervus vagus (saraf simpatis).
Premedikasi yang diberikan pada pasien ini adalah midazolam, fentanyl,
granisetron. General Anestesi diinduksi dengan Propofol yang merupakan obat
hipnotik intravena diisopropilfenol yang menimbulkan induksi anenstesi yang
cukup dengan aktivitas eksitasi yang maksimal. kemudian diberi rumatan anestesi
dengan N2O, O2, dan sevofluran. Dengan maintenance cairan menggunakan
tutofusin. Intubasi trakea ialah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea
melalui rima glottis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan
trakea antara pita suara dan bifukasio trakea. Indikasi sangat bervariasi dan
umumnya ialah mejaga patensi jalan napas oleh sebab apapun, mempermudah
ventilasi positif dan oksigen, pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

Budiman, B. J., Asyari A. 2012. Diagnosis Dan Penatalaksanaan Rinosinusitis


Dengan Polip Nasi. Padang : Bagian THT-KL Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas.
Busquets JM, Hwang PH. 2006. Nonpolypoid rhinosinusitis: Classification,
diagnosis and treatment. In Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD, eds. Head &
Neck Surgery Otolaryngology. 4th ed. Vol 1. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins, p. 406-416.
Dobson BM Dharma A. 2012. Penuntun praktis anestesiologi. Bagian
anestesiologi dan terapi intensif fakultas kedokteran universitas indonesia.
Jakarta.
Fokkens W, Lund V, Mullol J, et al. 2012. European position paper on
rhinosinusitis and nasal polyps. Rhinology, ; 45(suppl 20): 1-139.
Latief, S. Dkk. 2010. Petunjuk praktis anestesiologi. Edisi II. Cetakan ke 5.
Bagian anestesiologi dan terapi intensif Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta.
Mulyono I, Harijanto E, Sunatrio S. Cairan Koloid. Panduan Tatalaksana terapi
Cairan Perioperatif. Perhimpunan Dokter Spesialis Anesetesiologi Dan
Reanimasi Indonesia. 2009 : 120-30
Singh,V., Tiwari, K. M. 2014. An Update Of Rhinosinusitis. Online J
Otolaryngol. 4(1): 27-47
Staiknien,J., Vaitkus, S., Japertien, L. M., Rykien S. 2008. Association of
Chronic Rhinosinusitis with Nasal Polyps and Asthma:Clinical and
Radiological Features, Allergy and Inflammation Markers. Kaunas University
of Medicine, Lithuania. Medicina (Kaunas); 44(4). p257- 265
Soenarjo,dkk. Teknik Anestesi Spinal dan Epidural. In: Soenarjo, Heru Dwi
Jatmiko (eds.)Anestesiologi. 1st ed. Semarang: Ikatan Dokter Spesialis
Anestesi dan Reanimasi Cabang Jawa - Tengah ; 2010. p325 326
Soepardi, EA, Dkk. 2007. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorokan
kepala dan leher. Edisi keenam. Fakultas kedokteran universitas Indonesia.
Jakarta
Tjokronegoro A, utama H. Pentalaksanaan penyakit dan Kelainan Telinga hidung
tenggorokan. 2003. FK UI. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai